Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF

"ASUHAN KEEPERAWATAN CHF"

Dosen Fasilitator:
Ns. Sekani Niriyah, M.Kep

Disusun Kelompok 3:

Riski Ananda Mikrat 21031062


Nassya Nabila Abdi 21031065
Nikmatus Sya'adah P 21031067
Linda Amelia 21031068
Mifta Rilli Adzkia 21031069
Della fatika 21031070
Hikmatul Aulia 21031071
Sinta salsabila 21031080

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa


karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-nyalah
kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Paliatif tentang
CHF dengan batas pengetahuan dan kemampuan yangkelompok
kami miliki. Dan kami juga berterimakasih kepada Ibu Ns.Sekani
Niriyah, M.Kep sebagai dosen pembimbing tugas kami. Kelompok
kami sangat berharap makalah ini berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kelompok kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa didalam tugas ini terdapat
kekurangan danjauh dari apa yang kelompok kami harapkan.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi


siapapunyang membacanya. Sebelumnya kelompok kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
kelompok kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dimasadepan.

Pekanbaru, 29 November 2023

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….I

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..II

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang………………………………………………………………..1

1. 2 Rumusan Masalah…………………………………………………………….1

1. 3 Tujuan…………………………………………………………………………1

BAB II LANDASAN TEORI

2. 1 Definisi Gagal Jantung………………………………………………………..3

2. 2 Etiologi Gagal Jantung……………………………………………………….4

2. 3 Jenis- jenis Gagal Jantung…………………………………………………….6

2. 4 Patogenesis Gagal Jantung…………………………………………………….7

2. 5 Diagnosis Gagal Jantung………………………………………………………8

2. 6 Penanganan……………………………………………………………………10

2. 7 Pengobatan Gagal Jantung…………………………………………………….12

2. 8 Diet Pada Pasien Gagal Jantung……………………………………………….14

2. 9 Konsep Asuhan Keperawatan…………………………………………………..16

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3. 1 Kasus…………………………………………………………………………..20

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan…………………………………………………………………….…..26

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….…….27
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Congestive Heart Failure (CHF) atau yang biasa dikenal dengan gagal jantung
kongestif adalah ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi yang cukup sehingga menyebabkan
curah jantung yang seharusnya normal mengalami penurunan dan menimbulkan nyeri dada.
Gagal jantung menyebabkan curah jantung menurun, menyebabkan hipertrofi ventrikel,
pemendekan miokard pengisian LV menurun, aliran tidak adekuat ke jantung dan otak,
menyebabkan risiko tinggi penurun curah jantung, kemudian penurunan suplai O2 ke miokard,
terjadi peningkatan hipoksia jaringan miokardium, dan menyebabkan perubahan metabolisme
miokardium sehingga menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada seringkali dikeluhkan pasien
Congestive Heart Failure.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2013, menunjukan 17,3 juta orang
meninggal akibat gangguan kardiovaskular pada tahun 2008, WHO menyampaikan bahwa
lebih dari 23 juta orang meninggal setiap tahun dengan gangguan kadiovaskular. Di indonesia
sendiri prevalensi penyakit gagal jantung tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar
229.696 orang. Jumlah penderita terbanyak berdasarkan diagnosis dokter terdapat di provinsi
jawa timur sebanyak 54.826 orang (0,19%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit
ditemukan di provinsi Maluku yaitu sebanyak 144 orang (0.02%). Di provinsi daerah istimewa
sumatra utara berdasar diagnosis/gejala, estimitas jumlah penderita gagal jantung sebanyak
26.819 orang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari CHF?

2. Apa etiologic dari CHF?

3. Apa saja Jenis-jenis CHF?

4. Apa Asuhan Keperawatan dari CHF?


1.3 Tujuan

1. Mengetahui defenisi CHF

2. Mengetahui etiologic CHF

3. Mengetahui Jenis-jenis CHF

4. Mengetahui Asuhan Keperawatan CHF


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Gagal Jantung

Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat


dada. Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah
atas (atrium yang mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel)
yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah,maka
ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan
keluar. Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh
dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung
melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan
oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru- paru, dimana
darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung
kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan
memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.3
Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat lagi
memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh,
walaupun darah balik masih dalam keadaan normal. Dengan kata lain, gagal
jantung merupakan suatu ketidakmampuan jantung untuk memompakan
darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh (forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan
tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau keduanya. 3,4
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gagal jantung adalah
kontraktilitas miokard, denyut jantung (irama dan kecepatan/ menit) beban
awal dan beban akhir.

2. 2 Etiologi Gagal Jantung

Menurut beberapa penelitian penyakit jantung disebabkan oleh


beberapa hal yaitu:
• usia,

• jenis kelamin,

• konsumsi garam berlebihan,

• keturunan,

• hiperaktivitas system syaraf simpatis,

• stress,

• obesitas,

• olahraga tidak teratur,

• merokok,

• konsumsi alcohol dan kopi berlebihan,

• hipertensi,

• ischaemic heart disease,

• konsumsi alkohol,
• Hypothyroidsm,

• penyakit jantung kongenital (defek septum, atrial septal defek, ventrical septal
defek),

• Kardiomiopati (dilatasi, hipertropik, restriktif), dan

• infeksi juga dapat memicu timbulnya gagal jantung.

2. 3 Jenis- jenis Gagal Jantung

2.3.1 Gagal Jantung Akut

Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari


gejala-gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal.
Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya.
Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsidiastolik
. Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala dan
penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG,
foto thoraks, biomarker dan ekokardiografi Doppler. Pasien segera
diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik.

2.3.2 Gagal Jantung Kronik

Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi, dimana terdapat


kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan
jaringan. Gagal jantung kronis juga didefinisikan sebagai sindroma
klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak,
fatique baik dalam keadaan istirahat maupun beraktifitas.

2. 4 Patogenesis Gagal Jantung

Pada gagal jantung terjadi suatu kelainan multisistem dimana terjadi


gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf
simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi
sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya
penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron
(system RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan
untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat
terjaga.

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac


output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatk
kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin).
Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada
fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,
angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan
vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang
merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat
tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan
menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium.
Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama
yang memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain
Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada
ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas
pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap
natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide
meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan
dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi
aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan
natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang
menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan
telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung.
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada
gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada
pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia

Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan


peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada
pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atasretensi natrium.
Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan
derajat gagal jantung.
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard,
dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel
kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab
tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi
ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial,
dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel
yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi
sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meskidapat timbul sendiri.3,4,5

2. 5 Diagnosis Gagal Jantung

Diagnosis gagal jantung dapat dilakukan dengan dengan pemeriksaan


fisik dan penunjang. Gejala yang didapatkan pada pasien dengan gagaljantung
antara lain sesak nafas, Edema paru, peningkatan JVP , hepatomegali , edema
tungkai.
Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali
(rasio kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis.
Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH,
atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan
dengan fungsi ventrikel kiri.
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada
sebaigian besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T,
hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia.
Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan
klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik
dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit
katub jantung dapat disinggirkan. Tes darah dirkomendasikan untuk
menyinggirkan anemia dan menilai fungsi ginjal sebelum terapi di mulai.
Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan
fungsi tiroid harus selalu dilakukan.
Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi
ventrikel dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi
sulit diperoleh. Pemindahan perfusi dapat membantu dalam menilai
fungsional penyakit jantung koroner.

2. 6 Penanganan

Tujuan umum penanganan gagal jantung adalah: meniadakan tanda


klinik seperti batuk dan dispne, memperbaiki kinerja jantung sebagai pompa,
menurunkan beban kerja jantung, dan mengontrol kelebihan garam dan air.
Obat yang digunakan untuk penanganan gagal jantung bervariasi tergantung
pada etiologi, keparahan gagal jantung, spesies penderita, dan faktor lainnya.

Untuk mencapai tujuan dalam penanganan gagal jantung dapat


dilakukan dengan cara:
1. Membatasi aktivitas fisik. Latihan/aktivitas akan meningkatkan
beban jantung dan juga meningkatkan kebutuhan jaringan terhadap
oksigen. Pada pasien yang fungsi jantungnya mengalami tekanan,
latihan dapat menimbulkan kongesti. Karena itu maka kerja jantung
harus diturunkan dengan istirahat atau membatasi aktivitas..
2. Membatasi masukan garam. Pada pasien yang mengalami CHF,
aktivitas renin-angiotensi-aldosteron mengalami peningkatan. Hal
tersebut akan merangsang ginjal untuk menahan natrium dan air
sehingga ekskresi natrium dan air akan berkurang. Bila ditambah
pakan yang mengandung natrium tinggi maka retensi air dan
peningkatan volume darah akan semakin parah, dan pada gilirannya
akan menimbulkan kongesti dan edema.
3. Menghilangkan penyebab atau faktor pemicu gagal jantung.
Menghilangkan penyebab gagal jantung merupakan tindakan yang
paling baik. Malformasi kongenital seperti patent ductus arteriosus
dapat diperbaiki dengan cara operasi dengan tingkat keberhasilan
yang tinggi. Ballon valvuloplasti telah berhasil digunakan untuk
menangani stenosis katup pulmonik. CHF yang disebabkan oleh
penyakit perikardium dapat ditangani sementara atau permanen
dengan perikardiosentesis atau perikardektomi. Tetapi sayangnyahal
tersebut sering tidak mungkin dilakukan dengan berbagai alasan.
4. Menurunkan preload. Karena adanya retensi garam dan air oleh ginjal
pada pasien CHF, maka preload jantung pada umumnyatinggi. Hal
tersebut akan mengakibatkan kongesti pada sistem sirkulasi. Oleh
karena itu, penurunan preload akan menurunkan kongesti dan edema
pulmoner, yang akan memperbaiki pertukaran gas pada paru-paru
pada kasus CHF jantung kiri, dan menurunkan kongesti vena
sistemik dan asites pada CHF jantung kanan. Preload ditentukan
oleh volume cairan intravaskular dan tonus vena sistemik.

2. 7 Pengobatan Gagal Jantung

Pengobatan dilakukan agar penderita merasa lebih nyaman dalam


melakukan berbagai aktivitas fisik, dan bisa memperbaiki kualitas hidup serta
meningkatkan harapan hidupnya. Pendekatannya dilakukan melalui 3 segi,
yaitu mengobati penyakit penyebab gagal jantung, menghilangkan faktor-
faktor yang bisa memperburuk gagal jantung dan mengobati gagal jantung.
Tujuan pengobatan gagal jantung adalah untuk mengurangi gejala- gejala
gagal jantung sehingga memperbaiki kualitas hidup penderita. Cara dan
golongan obat yang dapat diberikan antara lain mengurangi penumpukan
cairan (dengan pemberian diuretik), menurunkan resistensi perifer (pemberian
vasodilator), memperkuat daya kontraksi miokard(pemberian inotropik).

1. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan


pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung. Diuterik yang
sering digunakan golongan diuterik lookdan thiazide. Diuretik Loop
(bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal
dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan
secara oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs
usus. Diuretik ini menyebabkan hiperurisemia. Diuretik Thiazide
(bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon).
Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi
kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop dan
sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%.
Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude bersifat
sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan
dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat.

2. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham


menemukan penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida
seperti digoksin meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan
inotropisme positif yaitu memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume
pukulan, volume menit dan dieresis diperbesar serta jantung yang membesar
menjadi mengecil. Digoksin tidak meneyebabkan perubahan curah jantung
pada subjek normal karena curah jantung ditentukan tidak hanya oleh
kontraktilitas namun juga oleh beban dan denyut jantung. Padagagal jantung,
digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme
kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan gejala.

3. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding


ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard,
menurunkan konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung.
Vasodilator dapat bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin)
atau memiliki efek campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE,
antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan nitroprusida)
Vasodilator menurukan prelod pada pasien yang memakan diuterik dosis
tinggi, dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan hipotensi postural.
Namun pada gagal jantung kronis, penurunan tekanan pengisian yang
menguntungkan biasanya mengimbangi penurunan curah jantung dan tekanan
darah. Pada gagal jantung sedang atau berat, vasodilator arteri juga dapat
menurunkan tekanan darah.
4. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta
adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik
negatifnya. Namun, stimulasi simpatik jangka panjangyang terjadi pada gagal
jantung menyebabkan regulasi turun pada reseptor beta jantung. Dengan
memblok paling tidak beberapa aktivitas simpatik, penyekat beta dapat
meningkatkan densitas reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas jantung
yang lebih tinggi terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam sirkulasi.
Juga mengurangi aritmia dan iskemi miokard. Penggunaan terbaru dari
metoprolol dan bisoprolol adalah sebagai obat tambahan dari diuretic dan
ACE-blokers pada dekompensasi tak berat. Obat- obatan tersebut dapat
mencegah memburuknya kondisi serta memeperbaiki gejala dan keadaan
fungsional. Efek ini bertentangandengan khasiat inotrop negatifnya, sehingga
perlu dipergunakandengan hati-hati.
5. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah
dengan jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini
digunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk
memebeku yang meningkat, misalnya pada trombosis. Pada trobosis koroner
(infark), sebagian obat jantung menjadi mati karena penyaluran darah
kebagian ini terhalang oleh tromus disalah satu cabangnya. Obat-obatan ini
sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita.
6. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan
jalan menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung.
Kerjanya berdasarkan penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-
obatn ini sedikit banyak juga mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula
diperhatikan bahwa obat-obatan ini juga dapat memeperparah atau justru
menimbulkan aritmia. Obat antiaritmia memepertahankan irama sinus pada
gagal jantung memberikan keuntungan simtomatik, dan amiodaron
merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah AF dan memperbaiki
kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada.

2. 8 Diet Pada Pasien Gagal Jantung

Di Indonesia menurut data dari Indonesian Society of Hypertension


asupan garam harian mencapai 15 gr hingga dua kali liat yang
direkomendasikan WHO yaitu 5 sampai 6 gr per hari. Ada tiga tahap diet
rendah garam yakni terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gram
per hari), menengah (1,25-3,75 gram per hari) dan berat (kurang dari 1,25
gram per hari).
2.8.1 Diet Rendah Garam
Yang dimaksud disini adalah diet tanpa penggunaan garam dapur baik
dalam proses pengolahan makanan maupun saat makanan tersebut akan
dikonsumsi. Selain itu, konsumsi makanan dengan kandungan Natrium
yang tinggi juga dikurangi. Bahan makanan yang diolah dengan
menggunakan garam seperti kecap, margarin, mentega, keju, terasi,
petis,dan sebagainya tidak boleh dikonsumsi. Demikian juga dengan bahan
maknan awetan yang menggunakan garam seperti ikan asin, sardines,
corned beef, sosis dan sebagainya. Konsumsi bahan makanan yang
kandungan natriumnya tinggi baik bahan makanan hewani maupun nabati
harus dibatasi jumlahnya karena kandungan natrium didalamnya cukup
tinggi.

2.8.2 Diet Tinggi Natrium

Dalam diet rendah garam, kandungan Natrium dalam makanan


masih dalam jumlah tinggi, yaitu sekitar 2500mg. Pada diet rendah
natrium, kandungan Na adalah antara 600 mg hinga 1200 mg. Akan
tetapi dengan hanya mengunakan bahan makanan tertentu dalam diet,
kandungan Na dalam makanan dapat ditekan sampai batas minimal.
Diet rendah natrium hanya diberikan kepada penderita yang dirawat
di rumah sakit. Salah satu diet rendah natrium yang palingsering
digunakan adalah disebut diet kempner. Diet terdiri atas berasdan
buah-buahan kandungan natrium sebanyak 200 mg, protein nabati
20 gram, dan hidrat arang 460 gram sehari. Jumlah cairan yang
diberikan antara 700 ml sampai 1000 ml sehari. Penderita diberi
makanan yang terdiri atas 200 – 300 gr beras sehari yang dimasak
sebagai nasi. Nasi tidak boleh dimasak dengan garam. Jumlah kalori
yang didapat dari nasi adalah antara 700 – 100 kalori. Tambahankalori
diperoleh dengan menambahkan gula atau buah-buahan segar. Semua
buah-buahan dapat diberikan kecuali advokad, kurma, dan buah-buahan
yang sudah diawetkan/ buah-buahan kaleng. Sari tomat dan sari sayuran
tidak boleh diberikan.
Diet rendah garam atau rendah natrium tidak hanya diberikan
kepada penderita penyakit jantung, tetapi juga diberikan kepada
penderita penyakit ginjal, penyakit sirosis hati, dan keracunan
kehamilan. Penderita bukan saja harus membatasi makanan yang
mengandung natrium tinggi dan pantang garam, tetapi juga obat- obatan
ataupun bahan lainnya yang kadar natriumnya tinggi seperti Na-
siklamat (gula tiruan), bumbu masak (monosodium glutamat), dan
sebagainya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menjalani diet
rendah garam, antara lain:
• Apabila fungsi ginjal tidak sempurna, penderita akan
mengalami defisiensi natrium karena kemampuan ginjal
menyerap kembali Na menurun.
• Defisiensi Na juga dapat terjadi jika penderita diberi obat
diuretik.
• Sindrom kurang garam dapat timbul pada penderita, yaitutubuh
menjadi lemah, nafsu makan hilang, mual, dan muntah. Selain
itu tekanan darah akan turun, denyut nadi menjadi cepat.
Keadaan ini disebut juga “intoksikasi air”.

2. 9 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
b. Identitas :
1) Identitas pasien :
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS),
nomor register, dan diagnosa medik.
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status
hubungan dengan pasien.
c. Keluhan utama
1) Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal, ortopnea.
2) Lelah, pusing.
3) Nyeri dada.
4) Edema ektremitas bawah.
5) Nafsu makan menurun, nausea, dietensi abdomen.
6) Urine menurun
d. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan
gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea,
batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang
mengganggu pasien.
e. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien
apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium,
hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang
biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang mungkin masih relevan.
Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien
f. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan
penyakit keteurunan lain seperti DM, Hipertensi.
g. Pengkajian data
1) Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang
istirahat, sakit dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
2) Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia,
fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis, pucat.
3) Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit
paru.
4) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
5) Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat,nokturia, diare atau
konstipasi.
6) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
7) Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang
8) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan padakulit/dermatitis

h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress,
sikap dan tingkah laku pasien.
2) Tanda-tanda Vital :
a) Tekanan Darah
Nilai normalnya :
• Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
• Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
b) Nadi
• Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi atau
takikkardi)
c) Pernapasan
Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit
Pada pasien : respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat / aktivitas
d) Suhu Badan
Metabolisme menurun dan suhu menurun.
3) Head to toe examination :
a) Kepala : bentuk , kesimetrisan
b) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
c) Mulut: apakah ada tanda infeksi?
d) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
e) Muka; ekspresi, pucat
f) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
g) Dada: gerakan dada, deformitas
h) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
i) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema,
clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.
j) Pemeriksaan khusus jantung :
• Inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis (normal
: ICS ke5)
• Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau hepertrofi
ventrikel
• Perkusi : batas jantung normal pada orang dewasa
o Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
o Kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
o Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis sinistra
o Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
• Auskulatsi : bunyi jantung I dan II
- BJ I : terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikular, yang
terjadi pada saat kontraksi isimetris dari bilik pada permulaan
systole
- BJ II : terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan arteri
pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan
diastole. (BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I)
4) Pemeriksaan penunjang
a) Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung,
edema atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF.
b) EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik
jantung dan iskemi (jika disebabkan AMI), ekokardiogram.
c) Pemeriksaan laboratorium : Hiponatremia, hiperkalemia pada
tahap lanjut dari gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin
meningkat, peninkatan bilirubin dan enzim hati.

2. Diagnosa Keperawata
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa
berdasarkan SDKI adalah :
1. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus kapiler
Penyebab : Perubahan membran alveolus-kapiler
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :

1) Subjektif : Dispnea
2) Objektif :PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH
arteri meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan
Kriteria minor :

1) Subjektif : Pusing, penglihatan kabur


2) Objektif : Sianosis, diaforesis, gelisah,nafas cuping hidung, pola
nafas abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran menurun.
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

2. Pola nafas tidak efektif (D.0005)


Definisi : inspirasi dan/atau ekprasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab : hambatan upaya nafas (mis: Nyeri saat bernafas)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektf : Dipsnea
2) Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi
memanjang, pola nafas abnormal
Kriteria minor :

1) Subjektif : Ortopnea
2) Objektif : Pernafasan pursed, pernafasan cuping hidung, diameter
thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun,
kapasitas vital menurun, tekanan ekpirasi dan inspirasi menurun,
ekskrusi dada berubah.
Kondisi klinis terkait : Trauma Thorax

3. Penurunan curah jantung (D.0008)


Definisi : ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh
Penyebab : perubahan preload, perubahan afterload dan/atau perubahan
kontraktilitas
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Lelah
2) Objektif : Edema, distensi vena jugularis, central venous pressure
(CVP) meningkat/,menurun
Kriteria minor :

1) Subjektif : -
2) Objektif : Murmur jantung, berat badan bertambah, pulmonary
artery wedge pressure (PAWP) menurun
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif4

4. Nyeri akut (D.0077)


Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambatberintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan.
Penyebab : agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Mengeluh nyeri
2) Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur
Kriteria minor :

1) Subjektif : -
2) Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus
pada diri sendiri, diaforesis.
Kondisi klinis terkait : Cedera Traumatis

5. Hipervolemia (D.0022)
Definisi : peningkatan volume cairan intravaskuler, interstisiel, dan/atau
intraseluler.
Penyebab : ganguan mekanisme regulasi
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :

1) Subjektif : Ortopnea, dispnea, paroxymal nocturnal dyspnea (PND)


2) Objektif : Edema anasarka dan/atau edema perifer, berat badan
meningkat dalam waktu singkat, JVP dan/atau CVP meningkat ,
refleks hepatojugular (+)
Kriteria minor :

1) Subjektif : -
2) Objektif : Distensi vena jugularis, suara nafas tambahan,
hepatomegali, kadar Hb/Ht turun, oliguria, intake lebih banyak dari
output, kongesti paru.
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

6. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)


Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kalpiler yang dapat menggangu
metabolisme tubuh
Penyebab : penurunan aliran arteri dan/atau vena
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : -
2) Objektif : Pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak
teraba, akral teraba dingin, warna kulit pucat, tugor kulit menurun.
Kriteria minor :

1) Subjektif : Parastesia, nyeri ektremitas (klaudikasi intermiten)


2) Objektif : Edema, penyembuhan luka lambat, indeks ankle- brakial
<0,90, bruit femoralis
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

7. Intoleransi aktivitas (D.0056)


Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab : kelemahan
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Mengeluh lelah
2) Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Kriteria minor :

1) Subjektif : Dispnea saat/setelah beraktifitas, merasa tidak nyaman


setelah beraktifitas, merasa lemah.
2) Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat,
gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktifitas,
gambaran EKG menunjukkan iskemia,sianosis
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

8. Ansietas (D.0080)
Definisi : kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebab : kurang terpapar informasi
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi
2) Objektif : Tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur
Kriteria minor :

1) Subjektif : Mengeluh pusing, anorexia, palpitasi, merasa tidak


berdaya
2) Objektif : Frekuensi napas dan nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, diaforesis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar,
kontak mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu
Kondisi klinis terkait : Penyakit Akut

9. Defisit nutrisi (D.0019)


Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Penyebab: ketidakmampuan mencerna makanan, faktor psikologis (mis: stress,
keengganan untuk makan).
Batasan karakteristik :
Kriteria mayaor :
1) Subjektif : -
2) Objektif : Berat badan menurun minimal 10 % dibawah rentang ideal
Kriteria minor :

1) Subjektif : Cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen,


nafsu makan menurun.
2) Objektif : Bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot
menelan lemah, membran mukosa pucat, sariawan, serum albumin
turun, rambut rontok berlebihan, diare.

10. Resiko Gangguan integritas kulit (D.0139)


Definisi : beresiko mengalami kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau
jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul
sendi, dan/atau ligamen)
Faktor resiko : kekurangan/kelebihan cairan, kurang terpapar informasi tentang
upaya mempertahankan/ melindungi integritas jaringan
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

d) Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh
perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan
luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan SIKI
adalah :
Tabel : intervensi keperawatan

Dx. keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi

hasil
1.Gangguan Tujuan : (Pemantauan Respirasi I.01014)
pertukaran gas b.d Setelah dilakukan 1.1 Monitor frekuensi irama, kedalaman
perubahan tindakan keperawatan dan upaya nafas
membran diharapkan pertukaran 1.2 Monitor pola nafas
alveolus-kapiler gas meningkat. 1.3 Monitor kemampuan batuk efektif
1.4 Monitor nilai AGD
1.5 Monitor saturasi oksigen
Kriterian hasil :
1.6 Auskultasi bunyi nafas
(Pertukaran gas
1.7 Dokumentasikan hasil pemantauan
L.01003)
1.8 Jelaskan tujuan dan prosedur
1.Dipsnea menurun
pemantauan
2.bunyi nafas
1.9 Informasikan hasil pemantauan, jika
tambahan menurun
perlu
3.pola nafas membaik
1.10 Kolaborasi penggunaan oksigen saat
4. PCO2 dan O2
aktifitas dan/atau tidur
membaik
2.Pola nafas tidak Tujuan : (Manajemen jalan nafas I.01011)
efektif b.d Setelah dilakukan 2.1 Monitor pola nafas (frekuensi,
hambatan upaya tindakan keperawatan kedalaman, usaha nafas)
nafas (mis: nyeri diharapkan pola nafas 2.2 Monitor bunyi nafas tambahan (mis:
saat bernafas) membaik. gagling, mengi, Wheezing, ronkhi)
2.3 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Kriteria hasil : 2.4 Posisikan semi fowler atau fowler
(pola nafas L.01004) 2.5 Ajarkan teknik batuk efektif
1. Frekuensi nafas 2.6 Kolaborasi pemberian bronkodilato,
dalam rentang normal ekspetoran, mukolitik, jika perlu.
2. Tidak ada
pengguanaan otot
bantu pernafasan
3. Pasien tidak
menunjukkan tanda
dipsnea

3.Penurunan Tujuan : (Perawatan jantung I.02075)


curah jantung b.d setelah dilakukan 3.1 Identifikasi tanda/gejala primer
perubahan tindakan keperawatan penurunan curah jantung
preload / diharapkan curah 3.2 Identifikasi tanda/gejala sekunder
perubahan jantung meningkat. penurunan curah jantung
afterload / 3.3 Monitor intake dan output cairan
perubahan 3.4 Monitor keluhan nyeri dada
Kriteria hasil : (curah
kontraktilitas 3.5 Berikan terapi terapi relaksasi untuk
jantung L.02008)
mengurangi strees, jika perlu
1.Tanda vital dalam
3.6 Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
rentang normal
toleransi
2.Kekuatan nadi perifer
3.7 Anjurkan berakitifitas fisik secara
meningkat
bertahap
3. Tidak ada edema 3.8 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
4.Nyeri akut b.d Tujuan : setelah (Manajemen nyeri I.08238)
gen penedera dilakukan tindakan 4.1 Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri,
fisiologis (Mis: keperawatan diharapkan durasi, frekuensi, intensitas nyeri
Iskemia) tingkat nyeri menurun. 4.2 Identifikasi skala nyeri
4.3 Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
Kriteria hasil : Tingkat
4.4 Berikan terapi non farmakologis untuk
nyeri (L.08066)
mengurangi rasa nyeri
1. Pasien mengatakan
4.5 Kontrol lingkungan yang memperberat
nyeri berkurang dari
rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
skala 7 menjadi 2
pencahayaan,kebisingan)
2.Pasien menunjukkan
4.6 Anjurkan memonitor nyeri secara
ekspresi wajah tenang
mandiri
3.Pasien dapat
4.7 Ajarkan teknik non farmakologis untuk
beristirahat dengan
mengurangi nyeri
nyaman
4.8 Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

5.Hipervolemia Tujuan : (Manajemen hipervolemia I.03114)

b.d gangguan setelah dilakukan 5.1 Periksa tanda dan gejala hipervolemia

mekanisme tindakan keperawatan (mis: ortopnes,dipsnea,edema,

regulasi diharapkan JVP/CVP meningkat,suara nafas

keseimbangan cairan tambahan)

meningkat. 5.2 Monitor intake dan output cairan


5.3 Monitor efek samping diuretik (mis :
hipotensi ortortostatik, hipovolemia,
Kriterian hasil :
hipokalemia, hiponatremia)
(keseimbangan ciran L.
5.4 Batasi asupan cairan dan garam
03020)
5.5 Anjurkan melapor haluaran urin <0,5
1.Tererbebas dari edema
mL/kg/jam dalam 6 jam
2.Haluaran urin
5.6 Ajarkan cara membatasi cairan
meningkat
5.7 Kolaborasi pemberian diuretik
3. Mampu mengontrol
asupan cairan
6.Perfusi perifer Tujuan : (Perawatan sirkulasi I.02079)
tidak efektif b.d setelah dilakukan 6.1 Periksa sirkulasi perifer(mis:nadi
penurunan aliran tindakan keperawatan perifer,edema,pengisian kapiler,
arteri dan/atau diharapkan perfusi warna,suhu)
vena perifer meningkat. 6.2 Identifikasi faktor resiko gangguan
sirkulasi
6.3 Lakukan hidrasi
Kriteria hasil : perfusi
6.4 Anjurkan menggunakan obat penurun
perifer (L.02011)
tekanan darah, antikoagulan, dan
1.Nadi perifer teraba
penurun kolestrol, jika perlu
kuat
6.5 Anjurkan minum obat pengontrol
2. Akral teraba hangat
tekanan darah secara teratur
3.Warna kulit tidak
6.6 Informasikan tanda dan gejala darurat
pucat
yanng harus dilaporkan.

7.Intoleransi Tujuan : (Manajemen energi I.050178)


aktifitas b.d setelah dilakukan 7.1 Monitor kelelahan fisik dan emosional
kelemahan tindakan keperawatan 7.2 Monitor pola dan jam tidur

diharapkan toleransi 7.3 Sediakan lingkungan yang nyaman dan

aktifitas meningkat. rendah stimulus (mis: cahaya, suara,


kunjungan)
Kriteria hasil : 7.4 Berikan aktifitas distraksi yang
Toleransi aktivitas menenangkan
(L.05047) 7.5 Anjurkan tirah baring
1. kemampuan 7.6 Anjurkan melakukan aktifitas secara
melakukan aktifitas bertahap
sehari-hari meningkat 7.7 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
2.Pasien Mampu meningkatkan asupan makanan
berpindah dengan atau
tanpa bantuan
3.Pasien mangatakan
dipsnea saat dan/atau
setelah aktifitas

menurun
8. Ansietas b.d Tujuan : (Terapi reduksi I.09314)
kurang terpapar setelah dilakukan 8.1 Identifikasi saat tingkat ansietas
informasi tindakan keperawatan berubah

diharapkan tingkat 8.2 Pahami situasi yang membuat

ansietas menurun. ansietas


8.3 Dengarkan dengan penuh perhatian
8.4 Gunakan pendekatan yang teang dan
Kriterian hasil :
meyakinkan
(Tingkat ansietas
8.5 Informasikan secara faktual mengenai
L.09093)
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
1.Pasien mengatakan
8.6 Anjurkan keluarga untuk tetap
telah memahami
menemani pasien, jika perlu
penyakitnya
8.7 Anjurkan mengungkapkan perasaan
2.Pasien tampak
dan persepsi
tenang

3.Pasien dapat
beristirahat dengan
nyaman

9.Defisit nutrisi Tujuan : (Manajemen gangguan makan I.03111)


b.d setelah dilakukan 9.1 Monitor asupan dan keluarnya
ketidakmampuan tindakan keperawatan makanan dan cairan serta kebutuhan
mencerna diharapkan status kalori
makanan, faktor nutrisi membaik. 9.2 Timbang berat badan secara rutin
psikologis 9.3 Anjurkan membuat catatan harian
(mis:stress,keeng tentang perasaan dan situasi pemicu
Kriteria hasil : (status
ganan untuk pengeluaran makanan
nutrisi L.03030)
makan) (mis:pengeluaran yang disengaja,
1. Porsi makan yang
muntah, aktivitas berlebihan)
dihabiskan meningkat
9.4 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
2. Perasaan cepat
target berat badan, kebutuhan kaloridan
kenyang menurun
pilihan makanan
3. Nafsu makan

membaik
10.Resiko Tujuan : (Edukasi Edema I.12370)
gangguan setelah dilakukan 10.1 Identifikasi kemampuan pasien dan
integritas kulit d.d tindakan keperawatan keluarga menerima informasi
kelebihan volume diharapkan integritas 10.2 Persiapkan materi dan mediaedukasi
cairan kulit dan jaringan (mis: formulir balance cairan)

meningkat. 10.3 Berikan kesempatan pasien dan


keluarga bertanya
10.4 Jelaskan tentang defenisi, tanda, dan
Kriteria hasil :
gejala edema
(integritas kulit dan
10.5 Jelaskan cara penanganan dan
jaringan L.14125)
pencegahan edema
1.Resiko kerusakan
10.6 Intruksikan pasien dan keluarga untuk
jaringan integritas
menjelaskan kembali definisi,
kulit meningkat
penyebab, gejala dan tanda,
2. Tidak ada tanda
penanganan dan pencegahan edema.
kemerahan

3..Tidak ada keluhan


nyeri pada daerah
edema

Sumber : Standar Intervensi Keperawatan Indonesia dalam


(PPNI,2018)
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010). Implementasi keperawatan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan
yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim
kesehatan lainnya (Padila, 2012). Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan
Asuhan Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
Menurut (Asmadi, 2008) Terdapat 2 jenis evaluasi :

1. Evaluasi formatif (Proses)


Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan
rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOPA, yakni
subjektif (data keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.
2. Evaluasi sumatif (hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada
evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan
respon pasien dan keluarga terkai pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada
akhir layanan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3. KASUS
Tn. S berumur 50 tahun dirawat di Rumah Sakit Margono Soekarjo dengan diagnosa
medis Gagal Jantung dan sudah dirawat di RS selama 1 minggu. Klien belum pernah di
rawat di RS. Dari hasil pengkajain klien mengatakan nyeri dada sebelah kiri menjalar
sampai punggung sejak 3 hari yang lalu. Klien merasa sangat cemas terhadap kondisinya
sekarang karena penyakit yang bertambah parah dan kondisinya semakin lemah. Klien
mengatakan ada anggota keluarganya yang menderita penyakit keturunan yaitu hipertensi.

A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas klien
1) Nama : Tn. S
2) Umur : 50 tahun
3) Jenis kelamin : Laki-laki
4) Agama : Islam
5) Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
6) Kawin/Belum : kawin
7) Pendidikan : Tamat SMK
8) Pekerjaan : Buruh
9) Alamat : Sidomukti
b. Identitas penanggung jawab
1) Nama : Ny. T
2) Umur : 46 tahun
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Agama : Islam
5) Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
6) Kawin/Belum : kawin
7) Pendidikan : SLTA
8) Pekerjaan : Wiraswasta
9) Hubungan : Istri
2. Keluhan utama

Pasien mengeluh nyeri pada dada sebelah kiri menjalar ke punggung sejak 3 hari
yang lalu. Nyeri bertambah apabila dibuat aktivitas dan berkurang bila saat
istirahat.
P : Nyeri karena penyakit

Q : Seperti ditusuk-tusuk

R : nyeri dada sebelah sebelah kiri tembus sampai punggung

S : Skala 7

T : Nyeri bertambah apabila sedang beraktivitas

3. Riwayat penyakit sekaran


Pasien datang ke RS pada tanggal 17 september 2016 dengan keluhan dada nyeri
sebelah kiri menjalar punggung, pusing, keringat dingin menyebabkan pasien
dan keluarga khawatir dengan kondisi pasien saat ini. Pasien sangat cemas
dengan kondisinya saat ini yang tak kunjung sembuh. Dan sekarang pasien
dirawat di RS MARGONO SOEKARJO dengan diagnosa Gagal Jantung .
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien pernah menderita penyakit Hipertensi 1 tahun yang lalu dan belum pernah di
rawat di Rumah Sakit. Pasien tidak punya riwayat alergi terhadap obat ataupun
makanan dan pasien sudah diimunisasi lengkap. Pasien mengkonsumsi obat-
obatan : cefotaxime 2x1 gr, ranitidin 2x1 ampul (iv), furosemid 2x2 tablet,
ketorolak 2x1 ampul (iv)
5. Riwayat kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan dari orang tua ada yang menderita penyakit hipertensi yaitu dari Bapak.
Pasien memiliki empat orang anak, satu laki-laki dan tiga perempuan.

Genogram

Keterangan :

: Laki-Laki

: Perempuan

: Laki -Laki meninggal

: Perempuan meninggal

: Pasien
6. Riwayat psikososial
a. Bahasa yang digunakan
Pasien menggunakan bahasa indonesia dan jawa
b. Persepsi pasien tentang penyakitnya
Pasien mengatakan cemas dengan penyakitnya karena tidak kunjung sembuh dan
semakin parah

c. Konsep diri :
1) Body image
Pasien menerima kondisinya saat ini dan bersyukur kepada Tuhan karena telah
diberi umur panjang.
2) Ideal diri
Pasien berkeinginan agar anak-anaknya menjadi orang yang sukses dan memiliki
pekerjaan yang mapan.
3) Harga diri
Pasien merasa dihargai dan dihormati oleh keluarganya.
4) Peran diri
Pasien berperan sebagai seorang Bapak
5) Personal identity
Pasien adalah seorang Laki-laki sekaligus Bapak yang memiliki 4 orang anak
c. Keadaan emosi
Keadaan emosi pasien labil, pasien kadang merasa cemas karena kondisinya.
e. Perhatian terhadap orang lain / lawan bicara
Pasien merespon lawan bicaranya

f. Hubungan dengan keluarga


Hubungan pasien dengan keluarga sangat baik, pasien selalu menceritakan setiap
kejadian kepada keluarganya
g. Hubungan dengan saudara
Hubungan pasien dengan saudara baik-baik saja
h. Kegemaran / hobby
Pasien memiliki hobi membaca koran
7. Pola kebiasaan sehari-hari

a. Nutrisi
1) Kebiasaan
a) Pola makan : Nasi, lauk, sayur-sayuran
b) Frekuensi makan : 3 x sehari
c) Nafsu makan : Baik
d) Makanan pantang : tinggi garam
e) Minuman dalam sehari : 8 gelas/hari
2) Selama di rumah sakit
a) Pola makan : pemberian makanan tambahan yang
banyak mengandung kalium
b) Frekuensi makan : 3 x sehari
c) Makanan pantang : tinggi garam
d) Minuman dalam sehari : 5-6 gelas/hari
b. Eliminasi
1) Buang air kecil
Kebiasaan
a) Frekwensi : 5 – 6 x/hari
b) Warna : Kuning
c) Bau : Pesing
Perubahan selama di Rumah sakit
a) Frekwensi 4-5 kali/hari, BAK sering dimalam hari
b) Karasteristik warna urine klien gelap bau khas
2) Buang air besar
Kebiasaan
a) Frekwensi : 1 x/sehari
b) Warna : Kuning
c) Konsistensi : Keras
Perubahan selama di RS
a) Frekwensi : 1 x dalam 3 hari
b) Konsistensi : Lembek.

c. Olah raga dan aktivitas


1) Klien tidak suka olah raga
2) Klien tidak mampu melakukan aktifitas dan merasa nyeri pada bagian dada
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan ✓
Toileting ✓
Berpakaian ✓
Mobilisasi ✓
ditempat tidur
Berpindah ✓
Ambulasi ✓
Keterangan
0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : ketergantungan total

d. Istirahat dan tidur


Kebiasaan :
1) Tidur malam jam 21.00 bangun jam 05.00
2) Tidur siang jam 14.00 bangun jam 15.00
3) Klien tidak mudah terbangun.
Perubahan selama di rumah sakit :
1) Tidur malam kadang-kadang jam 23.00 bangun jam 05.00
2) Klien sulit tidur karena cemas dan takut
e. Personal hygiene
Kebiasaan :
1) Mandi 2 x sehari.
2) Menyikat gigi 2 x sehari
3) Mencuci rambut 2 x seminggu memakai shampoo
Selama di rumah sakit
1) mandi 2 kali sehari diseka ditempat tidur, ganti baju di bantu
keluarga/perawat

8. Pemeriksaan fisik
a. BB : 60Kg, TB : 175cm
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda-tanda vital
TD : 150/100 mmHg
N : 105 x/menit
S : 37 0 C
P : 28 x/menit

d. Kepala
Inspeksi :
1) Kulit kepala : Nampak bersih
2) Warna rambut : hitam sedikit beruban
3) Distribusi rambut : Merata
Palpasi :
1) Tidak ada rasa nyeri tekan pada kepala
2) Tidak ada massa atau benjolan
3) Rambut mudah rontok
e. Muka
Inspeksi :
1) Muka nampak simetris kiri dan kanan
2) Tidak nampak benjolan pada dahi
3) Warna kulit sama sekitarnya
Palpasi :
1) Tida ada massa atau benjolan pada dahi.
2) Tidak ada nyeri tekan

f. Mata
Inspeksi :
1) Palpebra : Tidak nampak ada oedem
2) Sclera : Tidak icterus
3) Conjungtiva : merah muda
4) Pupil : Isokor
5) Bola mata : Dapat bergerak ke segala arah
Palpasi :
1) Tidak ada nyeri tekan pada bola mata
2) Tidak ada peningkatan tekanan intra okuler
g. Hidung
Inspeksi :
1) Lubang hidung simetris kiri dan kanan
2) Tidak nampak adanya deviasi pada septum
3) Tidak ada peradangan atau lesi
4) Mukosa hidung tampak lembab
Palpasi :
1) Tidak ada rasa nyeri tekan pada sinus maxillaris, etmoidalis, frontalis.
2) Tidak teraba adanya massa atau benjolan.
h. Telinga
Inspeksi :
1) Tidak ada pengeluaran cairan pada lubang telinga
2) Tidak tampak adanya serumen
3) Tidak ada peradangan atau lesi
4) Nampak simetris kiri dan kanan
5) Klien tidak memakai alat bantu pendengaran
Palpasi :
1) Tidak ada nyeri tekan pada tragus dan pinna
2) Tidak ada nyeri tekan pada mastoid

i. Rongga mulut
Inspeksi :
1) Gusi :
a) Berwarna merah
b) Tidak ada peradangan
2) Lidah : nampak agak kotor
3) Bibir : membran mukosa bibir kering, pucat
j. Leher
Inspeksi :
1) Tidak nampak adanya pembesaran pada kelenjar limfe
2) Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tyroid
3) Tidak tampak adanya bendungan pada vena jugularis
4) Tidak ada peradangan atau lesi.
Palpasi :
1) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar lymfe.
2) Tidak teraba adanya pembesaran pada kelenjar tyroid
3) Tidak teraba adanya bendungan pada vena jugularis
4) Tidak teraba adanya kelenjar atau massa.
k. Thoraks dan paru
Inspeksi :
1) Bentuk dada normal chest/simetris kiri dan kanan
2) Pergerakan dada mengikuti irama pernafasan
3) Irama pernafasan teratur
4) Frekuensi pernafasan 22 x/menit
Palpasi :
1) Tidak teraba adanya massa atau benjolan
2) Ada nyeri tekan pada dada
Auskultasi
1) Bunyi pernafasan Sonor/timpani pda lapang kanan dan kiri
2) Tidak ada bunyi tambahan

l. Jantung
Inspeksi :
1) Konjungtiva tidak anemis, bibir dan kuku tidak ada sianosis. Tidak nampak
ictus cordis, tidak nampak dextro cordia
Perkusi:
1) Terjadi pembesaran jantung (ketika di perkusi bunyi dullnes ada siantar ICS 2-
7).
Auskultasi
1) Bunyi gallop tidak ditemukan, bunyi jantung murmur, bunyi S1 dan S2
melemah
m. Abdomen
Inspeksi :
1) Tidak nampak adanya massa atau benjolan
2) Tidak ada bekas luka di perut
3) Nampak simetris kiri dan kanan
Auskultasi :
1) Peristaltik usus 6 x/menit
2) Bunyi bising usus tidak terdengar

Perkusi :
1) Bunyi tympani : Pada kwadran kiri atas, bawah, sisi kanan atas bunyi pekak.
Palpasi :
1) Tidak teraba adanya massa/benjolan
2) Hati dan lympa tidak teraba
3) Tidak ada nyeri tekan pada abdomen
n. Ekstremitas
1) Ekstrimitas atas
Inspeksi :
a) Nampak simetris kiri dan kanan
b) Tidak ada atrofi atau oedema
c) Nampak fleksi pada sendi kiri dan kanan
d) Kuku nampak agak kotor.
Palpasi
a) Tidak teraba adanya benjolan
b) Tidak ada nyeri tekan
c) Tidak ada bunyi krepitasi
2) Ekstrimitas bawah
Inspeksi :
a) Nampak simetris kiri dan kanan
b) Tidak ada oedema atau pembengkakan
Palpasi
a) Tidak teraba adanya massa atau benjolan
b) Tidak ada nyeri tekan
c) Tidak ada bunyi krepitasi

9. Harapan klien/ keluarga sehubungan dengan penyakit


Keluarga dan klien berharap bahwa klien akan mendapatkan pelayanan yang baik dan
akan segera sembuh.

B. ANALISA DATA
No DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI
1 DS Nyeri akut Agen injury biologis

Pasien mengatakan nyeri pada dada


sebelah kiri

P : Nyeri karena Gagal Jantung

Q : Seperti ditusuk-tusuk

R : nyeri dada sebelah sebelah kiri


tembus sampai punggung

S : Skala 7

T : Nyeri bertambah apabila sedang


beraktivitas

DO

1. Pasien kelihat menyeringai


kesakitan, keluar keringat dingin
dan terlihat pucat

2. DS Ansietas Kondisi yang tidak dapat

Pasien mengatakan merasa khawatir diperkirakan


karena kondisi penyakitnya yang
semakin memburuk

DO
Pasien nampak cemas, mengeluarkan
kringet dingin

TD : 160/100 mmHg

R : 22x/menit

N : 96x/menit
3. DS Gangguan pola tidur kecemasan

Pasin mengeluh tidak dapat tidur


karena rasa cemas terhapat
kondisinya dan menyatakan tidak
fresh sesudah tidur

DO

Pasien nampak lemas, lesu dan


terdapat lingkaran hitam disekitar
mata.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuty biologis
2. Ansietas berhubungan dengan Kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan
kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan
D. INTERVENSI KEPERAWATA
NO DIAGNOSA NIC NOC
KEPERAWATAN
1 Nyeri akut berhubungan Pain level Pain Manajemen
dengan agen injuty Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
biologis Comfort level komprehensi.

Setelah dilakukan tindakan 2. Jelaskan pada pasien penyebab nyeri.

keperawatan 1x24 jam diarapkan 3. Kolaborasi dokter pemberian obat anti

nyeri akut berkurang dengan analgetik

kriteria hasil : 4. Lakukan tekhnik nonfarmakoligis


relaksasi,nafas dalam)
1. Klien mampu mengontrol
5. Tingkatkan istirahat
nyeri
2. Melaporkan bawa nyeri
berkurang
3. Mampu mengenali nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

2 Ansietas berhubungan Anxity self-control Anxiety


dengan Kondisi yang Anxiety level reduction
tidak dapat diperkirakan coping (penurunan kecemasan)
takut akan kematian dan
Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang
efek negatif pada pada
keperawatan 1x24 jam diharapkan Menyenangkan.
gaya hidup
kecemasan teratasi 2. Nyatakan dengan jelas harapan
dengan kriteria hasil: terhadap perilaku pasien.
1. Klien mampu 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
mengidentifikasi dan dirasakan selama prosedur
mengungkapkan gejala 4. Temani Pasien untuk memberikan
cemas. keamanan dan mengurangi ketakutan
2. Mengidentifikasi,mengu 5. Libatkan keluarga untuk mendampingi
ngkapkan,dan klien Identifikasi tingkat Kecemasan
menunjukan teknik untuk 6. bantu pasien mengenal situasi yang
mengontrol cemas. menimbulkan kecemasan
3. TTV dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi
wajah,bahasa tubuh, dan
tingkat aktivitas
berkurangnya
kecemasan.
3 Gangguan pola tidur Anxiety reduction Sleep enhancemen
berhubungan dengan Comfort level 1. Jelaskan pentingnya tidur adekuat
kecemasan Pain level 2. Fasilitasi untuk mempertahankan

Rest : extent and pattern aktivitas sebelum tidur (membaca)


3. Ciptakan lingkungan yang nyaman
Sleep : extent and pattent
4. Kaloborasi dengan dokter
Setalah dilakukan tindakan
pemberian obat tidur
Keperawatan 1x24 jam diharapkan
pola tidur pasien teratasi dengan
kriteria hasil:
1. Jumlah jam tidur dalam
batas normal 0-8 jam/ hari
2. Pola tidur, kualitas dalam
batas normal
3. Perasaan fres sesudah
tidur/istirahat
4. .Mampu mengidentifikasi
hal-hal yang meningkatkan
tidur
E. IMPLEMENTASI
NO Tgl/Jam Dx Implementasi Respon Paraf

1 18 sept 2016 I,II,III Mmonitor TTV S : 37˚ C Pe rawat


08:00 N : 22x/Menit
R : 96x/Menit
TD : 160/100 mmg

2 10:00 I,II Mengajarkan teknik guide Pasien kooperatif Pe rawat


imaginery ketika sedang
dilakukan teknik
guide imaginery

3 10:15 III Menciptakan lingkungan yang Suasana mulai Pe rawat


nyaman tenang

4 10:18 II Mengobservasi kecemasan Pasien Pe rawat


pasien mengakatakan cemas
dengan kondisinya
ysng semakin
memburuk

5 11.30 II Memberi support mental Pe rawat


pada pasien

6 12.00 I Kaloborasi dengan dokter Obat masuk Pe rawat


pemberian obat analgetik
F. EVALUASI
DX TANGGAL CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
I 20/9/2016 S: Pasien mengatakan mash nyeri dada Perawat
P: Nyeri karena penyakit
Q: Seperti ditusuk-tusuk
R : nyeri dada sebelah kiri menjalar
sampai punggung
S : Skala 6
T :Nyeri bertambah apabila sedang
heraktivitas

O: pasien terlihat menahan nyeri dan


terlihat pucat
A : masalah nyeri belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Lakukan tekhnik nonfarmakoligis
relaksasi masase punggung)
II 20/9/2016 S: Pasien mengatakan rasa cemas Perawat
sedikit berkurang
O: pasien nampak tenang, N 84x/menit,
S 36,6°C, TD 140/90 mmHg
A : Tujuan tecapai sebagian
P: lanjutkan intrvensi
1. Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi ketakutan
2. Nyatakan dengan jelas harapan
terhadap perilaku pasien
III 20/9/2016 S : Pasien mengatakan belum bisa tidur Perawat
nyenyak
U: Pasien terlihat Kurang tres, lemas dan
lesu
A masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Fasilitasi untuk
mempertahankan aktivitas
sebelum tidur (membaca)
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat lagi
memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh,
walaupun darah balik masih dalam keadaan normal. Dengan kata lain, gagaljantung
merupakan suatu ketidakmampuan jantung untuk memompakan darahdalam jumlah
yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (forward failure) atau
kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang
tinggi (backward failure) atau keduanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gagal jantung adalah
kontraktilitas miokard, denyut jantung (irama dan kecepatan/ menit) beban awal dan
beban akhir.
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau
tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
adanya sakit jantung sebelumnya. Gagal jantung kronis didefinisikan sebagai
sindroma klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak,
fatique baik dalam keadaan istirahat maupun beraktifitas.
Pada gagal jantung terjadi suatu kelainan multisistem dimana terjadi gangguan
pada jantung (disfungsi sistolik dan diastolik). Pada disfungsi sistolik terjadi
gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac
output. Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan
kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri
menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebabtersering
adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan
kardiomiopati hipertrofik,
Diagnosis Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Penanganan yang diberikan dapat berupa penanganan farmakologisdan
non farmakologis.
DAFTAR PUSTAKA

Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut
dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006.
Semarang: UNDIP
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam
http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses pada 6
Februari 2012)
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

Anda mungkin juga menyukai