Phenylketonuria (PKU)
gen PAH yang mengakibatkan terbentuknya enzim PAH yang tidak fungsional.1,2 PAH
mengkonversi phenylalanine (phe) menjadi tyrosine dan memerlukan tetrahydrobiopterin (BH4)
sebagai kofaktor, molekul oksigen, dan Fe dalam prosesnya. Defisiensi PAH selain dapat
mengakibatkan PKU juga dapat menyebabkan varian lebih ringan yaitu
hyperphenylalaninaemia (HPA). Berdasarkan kadar phenylalanin darah, defisiensi PAH dapat
digolongkan menjadi PKU klasik (Phe>1200 µmol/L), PKU ringan (Phe = 600-1200 µmol/L),
dan HPA ringan yang ditandai dengan peningkatan Phe di atas nilai ambang normal
tetapi <600 µmol/L. 3
Epidemiologi
Gambar 1. Metabolisme Phe pada manusia. Sumber L-phe melalui diet dan metabolismenya
melalui pool asam amino. Hidroksilasi PAH dengan kofaktornya, yaitu BH4, dengan bantuan
molekul O2, menghasilkan L-tyr. Metabolisme alternatif L-phe melalui dekarboksilasi atau
2
Gambar 2. Sistem hidroksilasi phenylalanine. Pada hidroksilasi phenylalanine oleh phenylalanine
hydroxylase (PAH) serta saat oksigen molekuler (O2) dan besi (Fe+2) ada, tetrahydrobiopterin (BH4)
dioksidasi menjadi intermediate 4α-hydroxy-BH4 yang akan diregenerasi kembali menjadi BH4 via
quinonoid (q) dihydrobiopterin melalui enzim carbinolamie-4α-dehydratase (PCD) dan melalui
NADH-dependent dihydropteridine reductase (DHPR). BH4 disintesis dari guanosine triphosphate
(GTP) melalui tiga enzim tambahan GTP cyclohydrolase I (GTPCH), 6-pyruvoyl-tetra-hydropterin
synthase (PTPS) dan sepiapterin reductase (SR). Mutasi gen yang mengkode PCD. DHPR,
3
Gambar 3. Struktur tiga dimensi kristal phenylalanine hydroxylase monomer pada manusia.
Mutasi terjadi pada domain katalitik (70%), domain regulasi (16%), dan domain tetramerisasi
(14%).2
Genetika PKU
Gen PAH manusia terletak pada kromosom 12q23.3, panjangnya sekitar 171 kb
dan mengandung 13 ekson (Gambar 4). Hyperphenylalaninaemia dapat disebabkan oleh
mutasi pada lokus PAH yang menyebabkan PKU ataupun mutasi pada sejumlah loci
yang mengganggu sintesis dan regenerasi BH4 yang mengakibatkan
hyperphenylalaninaemia non-PKU. Mutasi dapat menghasilkan fenotip yang normal
ataupun patogenik tergantung gangguan- nya pada struktur dan fungsi enzim. 3
4
Gambar 4. Struktur dasar gen PAH manusia. Gen ini ditemukan pada kromosom 12
(12q.23.2), memiliki 13 ekson dan mengkodekan polipeptida dengan 452 asam amino. 3
The Human PAH Mutation Knowledge base (2007) melaporkan sebanyak 548 mutasi
yang berbeda dengan mayoritas (62%) adalah mutasi missense. Letak mutasi menentukan
efeknya pada aktivitas enzim PAH yang menentukan fenotip hyperphenylalaninaemia pasien.
Rendah atau tidak adanya aktivitas enzim mengakibatkan fenotip PKU klasik. Mutasi lain
yang menghambat aktivitas enzim secara parsial menghasilkan PKU ringan ataupun
hyperphenylalanineaemia ringan. 3
KLASIFIKASI PKU
Phenylketonuria diklasifikasikan berdasarkan beratnya phenylalaninaemia. Nilai normal
phenylalanine darah adalah 50-110 µmol/L, beberapa rujukan menganggap kadar kurang
dari 180 µmol/L masih dianggap normal. Klasifikasi beratnya defek gen PAH berdasarkan
kadar phenylalanine darah ditunjukkan pada table berikut. 3
Kadar Phenylalanine dalam Darah
Beratnya PKU
mg/dL µmol/L
PKU Klasik >20 >1200
PKU Moderat 15-20 900-1200
PKU Ringan 10-15 600-900
MHP 3-10 180-600
Normal <3 <180
phenylalanine pada bayi baru lahir mungkin belum mencapai kadar puncaknya. Klasifikasi
dapat juga dibuat berdasarkan toleransi diet phenylalanine tetapi tidak selalu mudah dan
5
akurat. Tes toleransi ini biasanya tidak lebih dari 250 mg/hari pada PKU klasik, sedang- kan
pada PKU ringan (mild) atau sedang (moderate), toleransi phenylalanine dapat berkisar
antara 250 hingga 400 mg/hari. 3
Kadar phenylalanine biasa dilaporkan dalam mg/dL. Pasien PKU ringan, sedang, dan
klasik semuanya memiliki kadar phenylalanine darah >10 mg/dL tanpa pembatasan diet. Pada
bayi PKU, diet rendah phenylalanine mulai usia 3 minggu diharapkan mempertahankan kadar
phenylalanine antara 3 hingga 10 mg/dL, karena dianggap kadar di bawah 10 mg/ dL
tidak merusak otak. Terdapat perbedaan pendapat mengenai kadar phenylalanine yang
diperlukan untuk mengoptimalkan perkembangan bayi normal, ada yang menganggap
kadarnya harus dipertahankan kurang dari 6 mg/dL, yang lain menganggap kadar di
bawah 10 mg/dL sudah cukup. Rekomendasi kadar phenylalanine yang perlu
dipertahankan dan pada usia berapa pembatasan diet dapat diakhiri masih berbeda-beda
di antara negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. 3
PATOFISIOLOGI
Phenylalanine dapat masuk ke dalam otak melalui neutral aminoacid carrier-L-
aminoacid transporter1 (LAT1). Peningkatan kadar phenylalanine pada otak dapat meng-
ganggu fungsi neurofisiologis melalui beberapa mekanisme. Dari hasil pencitraan
radiologi ditemukan lesi substansi putih (white matter) yang berhubungan dengan
berkurangnya pembentukan mielin, meskipun belum ditemukan hubungan kausatif pasti
6
oleh defisiensi dopamin di ganglia basalis. Defisiensi serotonin serebral dapat menjelaskan
peningkatan anxietas dan depresi pada penderita PKU. 3
Penelitian yang mempelajari stres oksidatif pada model hewan PKU menemukan
bahwa peroksidasi lipid yang diukur dengan malondialdehyde (MDA) lebih tinggi secara
signifikan pada otak dan eritrosit hewan PKU dibandingkan kontrol. Kadar glutathione disulfide
juga berkurang signifikan pada darah dan otak hewan PKU. 3
BH4 loading test digunakan untuk mem- bedakan peningkatan phenylalanine akibat
defisiensi PAH atau akibat defisiensi BH4 (defek enzim pada biosintesis atau regene- rasi
kofaktor BH4). Tes ini bermanfaat dalam deteksi awal defisiensi BH4 dan deteksi penderita
PKU yang responsif terhadap pemberian BH4. 3
Deteksi penderita PKU yang berespons terhadap pemberian BH4 penting, karena
beberapa penderita PKU mendapat manfaat dari pemberian BH4 oral (sapropterin
dihydrochloride) ditunjukkan dengan pe- nurunan kadar phenylalanine darah bahkan bisa
mencapai kadar normal. Dari sejumlah laporan, modalitas BH4 challenge bervariasi mulai
dari tes dalam 24 jam dengan pemberian BH4 dosis tunggal (10-20 mg/kg) hingga
pemberian selama beberapa minggu dengan pemantauan kadar phenylalanine harian
ataupun mingguan. 3
8
Secara umum diterima bahwa penurunan kadar phenylalanine sekurang-kurangnya
30% sebagai respons terhadap pemberian BH4 mengindikasikan efek klinis yang
signifikan. Frekuensi respons terhadap BH4 paling tinggi pada pasien HPA ringan (non-
PKU) atau pada PKU ringan akibat mutasi PAH yang masih memiliki aktivitas residual
enzim. Sebaliknya, tingkat respons penderita PKU klasik (aktivitas PAH sedikit ataupun
tanpa aktivitas residual) sangat rendah. Pada neonatus, tes harus dilakukan sebelum
pemberian diet rendah phenylalanine pada bayi dengan peningkatan kadar phenylalanine (>400
µmol/L). 3
Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Defisiensi BH4 mempengaruhi sintesis katekolamin, serotonin, dan nitrit oksida di
sistem saraf pusat dan pengukuran metabolit tersebut pada cairan serebrospinal
penting untuk mendiagnosis derajat defisiensi BH4. Penilaian bukan hanya kadar absolut
5-hydroxyindolacetic acid dan homovanillic acid pada cairan serebrospinal, rasio
neurotransmiter juga penting memberi informasi diagnostik yang berhubungan dengan
beratnya serta luaran defisiensi BH4. 3
PENATALAKSANAAN
Terapi Diet
Tujuan utama penatalaksanaan pada penderita PKU adalah mempertahankan
kadar phenylalanine darah dalam batas aman (120-360 µmol/L, 120-240 µmol/L pada ibu
hamil) untuk mencegah retardasi mental, menyokong pertumbuhan normal hingga
dewasa. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian diet rendah phenylalanine. 3
Pembatasan diet phenylalanine merupakan terapi utama PKU dan biasanya dimulai
setelah konfirmasi penyakit ini pada neonatus. Penderita PKU harus menghindari makanan
kaya protein (daging, ikan, telur, roti, produk susu, kacang-kacangan, dan biji- bijian) serta
makanan dan minuman yang mengandung pemanis aspartame, tepung, kedelai, bir. Diet
penderita PKU umumnya terdiri dari makanan alami yang mengan- dung protein rendah
(sayur-sayuran, buah, dan beberapa jenis sereal). Di negara-negara maju sejumlah makanan
berprotein rendah seperti roti rendah protein dan pasta rendah protein sudah tersedia. 3
Pada bayi, pengaturan diet relatif mudah karena dikontrol orang tua. Sejumlah
pusat kesehatan mengijinkan pemberian ASI untuk menyuplai protein. Seiring pertambahan
umur, pengaturan diet makin sulit karena anak-anak sulit memilah makanan yang rutin
dikonsumsi anak-anak seusianya. Pengaturan diet lebih sulit pada remaja dan dewasa. 3
Glycomacropeptide
9
Glycomacropeptide merupakan protein ber- asal dari keju yang kaya asam
aminoesensial, tetapi tidak mengandung tyrosine, tryptophan, atau phenylalanine. Protein ini
dapat di- gunakan sebagai adjuvan untuk diet rendah phenylalanine, khususnya yang di-
buat dengan proses pemurnian yang baik, sehingga menghasilkan produk bebas
phenylalanine dengan suplementasi asam amino aromatik selain phenylalanine. 3
BH4
Sejumlah mutasi berkaitan dengan fenotip PKU sensitif terhadap BH4, se-
hingga pemberian BH4 eksogen dapat meningkatkan aktivitas PAH yang berguna
menurunkan kadar phenylalanine dalam sirkulasi. Kemampuan BH4 (sapropterin di-
hydrochloride) dalam manajemen terapi PKU telah menjadi topik diskusi. Kira-kira 20-60%
penderita PKU menunjukkan reduksi >30% kadar phenylalanine dalam darah dengan
penggunaan sapropterin. Idealnya sapro- pterin akan menurunkan kadar phenylalanine hingga
terkontrol tanpa restriksi diet, tetapi biasanya sapropterin diberikan kombinasi dengan terapi
diet. 3
Large Neutral Aminoacid
Phenylalanine berkompetisi dengan large neutral aminoacid lain untuk transpor
melewati barier darah-otak, sehingga suplementasi dengan asam amino lainnya selain
phenylalanine dapat menjadi pen- dekatan terapi potensial. Pemberian asam- asam amino
tersebut setelah pemberian phenylalanine oral mengurangi peningkatan phenylalanine pada
otak pada penderita PKU. Akan terapi, ini masih dalam tahap penelitian lebih lanjut. 3
Phenylalanine Ammonia Lyase (PAL) Phenylalanine ammonia lyase adalah enzim berasal
dari bakteri yang mengkatalisis konversi L-phenylalanine menjadi trans- cinnamic acid dan
amonia. Pada model tikus PKU, kadar phenylalanine darah dan otak berkurang dalam 90
hari setelah injeksi phenylalanine ammonia lyase. Penurunan pada pemberian oral pada
tikus mencapai 40% tanpa efek samping serius. Pemberian PAL oral diharapkan dapat
menjadi terapi tambahan penderita PKU. 3
Prognosis
Anak-anak PKU yang mendapat terapi awal menghasilkan luaran yang baik
dengan perkembangan kognitif dalam batas normal. Mempertahankan kadar
phenylalanine rendah seumur hidup memberikan efek positif dalam hal konsentrasi, mood,
atensi, sehingga menghasilkan perbaikan fungsi kognitif. Meskipun perbaikan kognitif
dicapai tetapi beberapa tantangan muncul. Fungsi eksekutif (perencanaan, organisasi)
individu PKU cukup berbeda signifikan meskipun terapi telah diberikan sejak bayi. Masalah
10
dalam bersekolah dan belajar merupakan hal yang umum ditemukan pada anak- anak
penderita PKU, sehingga penilaian neuropsikologis penting dalam identifikasi awal dan
perencanaan program. 3
Galaktosemia
11
transferase
Type 2 29829 230200 GALK1 17q24 galactokinase galactokinase deficiency
Type 3 29842 230350 GALE 1p36- UDP galactose epimerase
p35 galactose deficiency, UDP-
epimerase Galactose-4-
epimerase deficiency
13
Akumulasi galactose menjadi galactitol
TIPE GALAKTOSEMIA
14
terkonjugasi berkepanjangan. Kondisi ini bisa berakibat fatal jika pembatasan diet
laktosa / galaktosa tidak diketahui. Presentasi di kemudian hari mungkin
menyebabkan sirosis hepatik, katarak, ataksia, cacat wicara, retardasi mental dan
kegagalan ovarium prematur. 1
a. Classic Galactosemia
Hasil analisis formal untuk POI dan dyspraxia lisan menemukan tes napas
13CO2 menjadi parameter prognosis yang paling sensitif dan spesifik
[Guerrero et al, 2000, Webb dkk tahun 2003, Barbouth et al 2006]. Rincian
berikut merupakai hasil survey retrospektif cross-sectional dari 270 individu
dengan galaktosemia klasik, yang dilaporkan oleh Waggoner dkk [1990]. 2
1. Perkembangan intelektual
Dari 177 orang setidaknya pada usia enam tahun dan tidak memiliki
penyebab medis yang jelas untuk keterlambatan perkembangan lain
selain galaktosemia, 45% digambarkan sebagai perkembangan
tertunda. Nilai IQ rata-rata individu sebuah kelompok sedikit menurun
(4-7 poin) dengan bertambahnya usia. Studi individu Belanda di
berbagai usia menggunakan kuesioner kualitas hidup di bawah normal
menunjukkan hasil kognitif [Bosch et al 2004b]. 2
2. Permasalahan bicara
Dilaporkan pada 56% (136/243) dari individu berusia tiga tahun atau
lebih. Lebih dari 90% dari individu memiliki masalah bicara
digambarkan sebagai memiliki kosakata tertunda dan masalah
artikulasi, juga disebut “dyspraxia lisan”. Sebuah analisis, baru-baru ini
menemukan masalah bicara yang lebih formal di 44% dari individu;
38% memiliki diagnosis spesifik dari perkembangan lisan dyspraxia
[Robertson & Singh 2000, Webb et al 2003]. Hasil dari perkembangan
dan skor IQ diamati pada individu dengan gangguan bicara dalam
kelompok secara signifikan lebih rendah dibandingkan individu dengan
ucapan normal, namun beberapa individu dengan masalah berbicara
menunjukan hasil kisaran rata-rata. 2
3. Fungsi motorik
Di antara individu dengan usia lebih dari lima tahun, 18% memiliki
motorik tremor dan masalah dengan koordinasi, gerak, dan
keseimbangan. Ataksia berat diamati dalam dua remaja2
16
4. Fungsi gonad
5. Pertumbuhan
6. Katarak
Dilaporkan selama 21 dari 38 bayi yang dirawat sejak lahir. Hasil jangka
panjang dari 21 tidak lebih baik dibandingkan dengan 17 individu yang
asupan susu ibu tidak dibatasi selama kehamilan. Tidak ada perbedaan
yang signifikan dapat diamati dalam tingkat komplikasi antara individu
dengan aktivitas enzim residu dan mereka yang tidak aktivitas enzim
diukur, kecuali bahwa individu dengan beberapa aktivitas enzim
cenderung menjadi lebih tinggi untuk usia mereka. 2
18
pertumbuhan.2
GALE dapat dilihat pada individu yang memiliki penyakit hati, tuli
sensorineural, gagal tumbuh, dan peningkatan RBC galaktosafosfat tapi
aktivitas enzim GALT normal. Peningkatan RBC gal-1-P dan aktivitas enzym
GALT normal pada bayi baru lahir yang sehat juga berhubungan dengan
defisiensi GALE. Deteksi berkurangnya aktivitas enzim GALE merupakan
diagnostik. Mutasi pada GALE merupakan penyebabnya. Defisiensi Gale
memiliki kejadian diperkirakan 1:23,000 di Jepang dan tidak diketahui
prevalensi pada populasi lain.[5] Kekurangan GALE menyebabkan
pembentukan Ga-lP dan UDP-galaktosa tidak dapat dikonvert kembali ke
UDP-Glukosa. Individu dengan bentuk varian dari galaktosemia memiliki
beberapa aspek galaktosemia klasik, termasuk katarak dini, cacat intelektual
ringan dengan ataksia, dan keterbelakangan pertumbuhan. Selain itu mereka
mungkin mengalami bicara dyspraxic, dan pada wanita mungkin mengalami
amenore atau menopause dini.1
DIAGNOSIS
19
a. Gejala
Bayi yang terkena galaktosemia biasanya lahir dengan gejala lemas, diare
muntah, gagal tumbuh, dan ikterus. Jika terdiagnosis bayi terkena
galaktosemia klasik bisa mengalami gangguan pencernaan, gagal untuk
menaikkan berat badan hiperamonemia kuning, sepsis, dan shock pada
periode baru lahir. Katarak ada dalam sekitar 10% bayi. Keterbelakangan
mental dan pertumbuhan fisik tertunda terjadi pada beberapa bayi yang
bertahan hidup tidak diobati. 2
b. Uji Laboratorium
Tes Biokimia
20
Diperlukan untuk diagnosis dan pemantauan terapi, sebagai berikut:
21
diganti dengan yang mengandung sukrosa, fruktosa, dan non-galaktosa
polycarbohydrates tanpa laktosa bioavailable. Manajemen diet menjadi kurang
penting setelah masa bayi dan anak usia dini, itu diperdebatkan apakah konsumsi
galaktosa harus dibatasi pada bayi dan anak-anak dengan kontrol aktivitas enzim
GALT 5% sampai 25% dan dengan aktivitas enzim GALT genotipe seperti
p.Asn314Asp / p.Gln188Arg.2
Varian galaktosemia (defisiensi GALK dan GALE )
Kesepakatan belum dicapai pada apakah individu dengan bentuk varian dari
galaktosemia sisa aktivitas enzim GALT kisaran 5% -20% dari aktivitas kontrol
harus dibatasi untuk konsumsi galaktosa selama masa bayi dan anak usia
dini. Penumpukan gal-1-P-1- lanjutan dapat menyebabkan gejala sisa seperti
katarak, ataksia, ucapan dyspraxic, defisit kognitif, dan POI. 2
Pemberian Suplemen kalsium pada 750 mg / hari pada neonatus dan >1200
mg/hari pada anak-anak serta vitamin D3 (cholecalciferol) dosis 1000 IU/hari
dapat mencegah penurunan mineralisasi tulang. Tidak jelas bagaimana
mencegah efek sekunder kronis seperti hipogonadisme hipergonadotropik
pada wanita, ataksia, dan keterlambatan pertumbuhan. 2
Pengawasan
Pemantauan rutin untuk akumulasi analit beracun (misalnya, RBC gal-1-P gal-
1- PP dan penumpukan galactitol urine); pemeriksaan ophthalmologic;
evaluasi perkembangan rutin; penilaian berbicara dan terapi wicara awal untuk
dyspraxia verbal intervensi klinis yang tepat. 2
22
pembatasan galaktosa, tetapi hasil jangka panjang pada pasien dengan usia lebih
tua dengan galaktosemia tetap bermasalah. Pada sekuensing gen Galt, lebih dari
130 mutasi pada gen Galt telah dikaitkan dengan kekurangan Galt. Dua mutasi
umum, Q188R dan K285N, ditemukan pada lebih dari 70% dari alel G pada populasi
kulit putih dan berkaitan dengan galaktosemia klasik dan gangguan fungsi Galt.
Pada populasi kulit hitam, S135L untuk 62% dari alel menyebabkan galaktosemia.
Varian Duarte galaktosemia disebabkan oleh kelainan gen N314D. Homozigositas
untuk N314D mengurangi aktivitas Galt sampai 50%.2
Pada sebuah riview dijelaskan telah dilakukan identifikasi mutan 86, Galt alel
yang mengurangi aktivitas eritrosit Galt. Dalam review makalah ini, menggunakan
strategi yang efisien untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi fenotipe tambahan
Galt biokimia dan kandidat mutasi untuk aktivitas enzim yang terganggu pada gen
Galt, dalam sebuah penelitian retrospektif menggunakan pasien yang diketahui
menderita galaktosemia klasik dan varian. Probands diperoleh dari bayi baru lahir,
dilakukan program skrining dari dokter yang merawat. Aktivitas Galt dan isoform
dianalisis dalam eritrosit dari probands dan orang tua pasien. Jika aktivitas eritrosit
Galt telah rusak, dengan Pola Mendel kita saring Galt gen untuk Q188R umum dan
mutasi N314D dengan menggunakan metode PCR multipleks baru. Menggunakan
silsilah analisis bersama dengan biokimia dan mutasi skrining, kami mengidentifikasi
86 non-Q188R, enzim yang merusak, dan mutan alel. Kemudian diperkuat dengan
11 ekson dari Galt gen dengan intron-spesifik, dan primer oligonukleotida. 1
Tujuh puluh lima dari genom Galt memiliki SSCP dengan pola abnormal , dari
41 sekuensing, ditemukan mutasi baru 12 dan 21 mutasi langka. Di antara kelompok
12 mutasi baru, fenotipe ditemukan pada anak baru lahir dari proband galaktosemia
klasik. Ia mewarisi dua mutasi di cis (N314D-E203K) dari ayahnya, dengan aktivitas
Galt mendekati normal, dan mutasi Galt tambahan di site- akseptor dari intron C
(SPI) dari ibu. Seorang dengan E203K mutasi positif menciptakan pola isoform-
banding yang unik. Seorang adik (saudara kandung) tanpa gejala dengan Galt gen
tiga mutasi (E203K-N314D/N314D) dengan delapan isoform berbeda, tetapi dia
memiliki Galt eritrosit yang dengan aktivitas normal. Kami menyimpulkan bahwa dari
silsilah, biokimia, SSCP, dan Galt dengan analisis gen yang efisien untuk
mengidentifikasi mutasi baru perubahan kodon menghasilkan intraallelic
komplementasi ketika dalam cis. 2
Keadaan klinis, biokimia, dan tehnik molekuler yang dijelaskan dalam riview
dalam makalah ini efektif dalam mengidentifikasi mutasi baru pada gen Galt
manusia. 2
- Pertama, bayi yang baru lahir dalam populasi di Georgia disurvei untuk
deteksi galaktosemia, dengan 0% - 25% dari aktivitas eritrosit Galt
digunakan sebagai ambang untuk pengujian positif (Elsas et al., dalam
pers). Dalam jumlah penduduk > 1,5 juta bayi baru lahir diskrining,
1/40.000 memiliki klasik G / G galaktosemia, dan 1/11.500 mengalami
"varian" pengurangan aktivitas Galt.
- Kedua, analisa enzimatik sederhana dan elektroforesis digunakan secara
rutin untuk mengkonfirmasi skrining dan untuk mendeteksi varian
fenotipe biokimia. Parameter biokimia digunakan sebagai genetik
discriminan dalam analisis silsilah, pola penurunan gen tunggal dalam
memproduksi aktivitas gangguan Galt menjadi jelas.
- Ketiga, Q188R dan mutasi N314D dihitung pada sebagian besar alel G
25
dan D di populasi AS, dengan multiplex PCR dan analisis enzim restriksi,
menunjukkan adanya atau tidak adanya mutasi baru. Kehadiran satu
mutasi yang dikenal (misalnya, N314D), bahkan dalam kondisi
homozigot, tidak menyingkirkan adanya perubahan kodon tambahan,
seperti diilustrasikan oleh keluarga yang disajikan pada gambar berikut.
Dalam keluarga ini, keluarga dengan fenotip G / G dan pola isoform-
banding yang unik terlihat pada saudara dan orang tua menyebabkan
penemuan mutasi E203K.
26
27
- Keempat, SSCP screening dan sequencing langsung dari ekson yang
abnormal efisien dalam mengidentifikasi mutasi kandidat yang
bersangkutan.
Beberapa fenotipe dan molekuler genotipe hadir dalam silsilah yang sama,
dikombinasikan dengan pendekatan genetika, biokimia, dan molekuler bisa
didefinisikan fase alel mutan dan adanya satu atau lebih intragenik mutasi pada individu
yang sama, serta memberikan petunjuk kepada individu atau gabungan efek dari
aktivitas enzim Galt (gambar 4 dan tabel 1). Skrining gen Galt untuk perubahan dalam
urutan nukleotida cukup efisien bila menggunakan SSCP. Dari 86 "G alel" yang diteliti,
75 positif dengan skrining SSCP. Gen Galt memiliki 11 ekson dan memungkinkan
pemutaran simultan semua ekson tersebut. Ekson dengan panjang antara 49 dan 206
bp, yang memungkinkan amplifikasi kuat dari donor-akseptor sebagai daerah coding,
dengan skrining simultan dari beberapa individu per gel. Semua pola SSCP pada
penelitian kami mengubah urutan nukleotida yang langsung terdeteksi oleh Sekuensing
DNA. Dari jumlah tersebut, 41 perubahan diidentifikasi dengan sekuensing langsung,
39 berkorelasi dengan gangguan fungsional eritrosit Galt enzim.2
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Thomas JM. Et al. 2016. Molecular basis of classic galactosemia from the
structure of human galactose 1-phosphate uridylyltransferase. Available from:
https://academic.oup.com/hmg/article/25/11/2234/2446168
2. L J Elsas, L.Kai. 1998. The Molekuler Biology of Galaktosemia. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/.
3. Kurniawan, Liong Boy.2015. Patogenesis,Skrining,Diagnosis dan
Penatalaksanaan Phenylketonuria. CDK-232/vol.42 no 9,th.2015
4. Salwan,Hasri,Achirul Bakri. 2020. Buku Ajar Gastrohepatologi Anak. IDAI;Jakarta
29