Anda di halaman 1dari 11

JURNAL KEPENDIDIKAN P-ISSN: 2580-5525│E-ISSN: 2580-5533

Volume 5, Nomor 2, 2021, Halaman 250-260 https://journal.uny.ac.id/index.php/jk/

PENGARUH RESILENSI TERHADAP POST-TRAUMATIC STRESS DISORDER


PADA PENYINTAS BANJUR

Ernita Zakiah
Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Jakarta Indonesia
email: ernitazakiah@unj.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh resiliensi terhadap post-traumatic stress
disorder (PTSD) pada penyintas banjir. Metode penelitian yang digunakan merupakan metode
kuantitatif dengan pengumpulan data dengan menggunakan alat ukur berupa instrumen
psikologis. Post traumatic stress disorder diukur dengan menggunakan skala PCL-C
yang dikembangkan oleh Weathers. Skala resiliensi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah skala yang dikembangkan oleh Wagnild dan Young. Analisis data yang dilakukan
menggunakan teknik regresi linear. Subjek penelitian ini memiliki kriteria yaitu individu
yang pernah mengalami bencana banjir minimal 1 meter dan rentang usia 18-50 tahun
sebanyak 65 orang. Hasil penelitian menunjukkan resiliensi tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel PTSD. Dari hasil perhitungan statistic dapat diperoleh bahwa,
individu dengan resiliensi yang baik lebih mampu menghadapi tekanan yang dialami dan
terhindar dari hambatan psikologis, berbeda dengan individu yang memiliki resiliensi yang
rendah lebih rentan untuk mengalami hambatan psikologis seperti gangguan post-traumatic
stress disorder.
Kata kunci: resiliensi, gangguan post-traumatic stress disorder, penyintas banjir

THE EFFECT OF RESILIENCE TO POST-TRAUMATIC STRESS


DISORDER (PTSD) ON FLOOD SURVIVOR

Abstract
This study aimed to determine the effect of resilience on post-traumatic stress disorder (PTSD)
in flood survivors. The research method used was quantitative. The data were collected using
psychological questionnaires instrument. Post-traumatic stress disorder data were measured
using the PCL-C scale developed by Weathers. The scale developed by Wagnild and Young
was used to analyze the resilience ability. The data analysis was carried out using linear
regression techniques. The subjects of this study had to meet the criteria, namely individuals
who have experienced a flood disaster of at least 1 meter and an age range of 18-50 years
and the total subjects were 65 people. The results show that resilience does not significantly
affect the PTSD variable. From the results of statistical calculations, individuals with good
resilience are better able to face the pressures experienced and avoid psychological barriers.
In contrast to individuals who have low resilience., they are more prone to experiencing
psychological barriers such as post-traumatic stress disorder.
Keywords: resilience, post-traumatic stress disorder, flood survivors

250
Zakiah, E.: Pengaruh Resilensi terhadap Post-Traumatic Stress Disorder ...

PENDAHULUAN bencana tersebut. Selain itu, survei yang


Dampak dari bencana bisa saja ringan dilakukan juga pada korban tsunami yang
dan juga menimbulkan gangguan stres terjadi di Sri Lanka pada tahun 2004
pascatrauma bagi penyintas. Kondisi menemukan dari 264 jumlah anak-anak
mental korban dapat mencakup tiga berusia 8 sampai 14 tahun, ada 14-39%
tahap yang pertama reaksi langsung mengalami gangguan stres pascatrauma
mengalami gejala menyedihkan disertai (Kousky, 2016, pp.73-92).
stres, tahap selanjutnya meliputi gejala Kulatunga dan Wedawatta (2014,
stres maladaptif (kebingungan, agitasi, pp. 1-10) juga menyatakan bahwa gempa
dan kadang-kadang reaksi neurotik atau bumi yang terjadi di Jawa Tengah pada
psikotik), dan tahap yang ketiga dampak tahun 2006 menemukan bahwa korban
jangka panjang, kadang-kadang timbulnya mengalami gangguan stres pascatrauma.
gangguan stres pascatrauma dan kadang Begitu juga temuan Paranjothy et al.,
dampak kronisnya mengalami perubahan Murray, Caldin dan Arnlot; Hayes et
kepribadian (Petrucci, 2012, pp. 109-132). al., (Kulatunga & Wedawatta, 2014, pp.
Bencana bisa menimbulkan dampak 1-10) pada 200 korban banjir yang terjadi
psikologis, dengan menunjukkan gejala- di Inggris, ada 62,5% yang mengalami
gejala gangguan stres pascatrauma, hal ini gangguan stres pascatrauma.
di dukung dari beberapa penelitian seperti Bencana alam adalah kondisi yang
yang dilakukan oleh Guterman (2005, pp. tidak bisa diprediksi kemunculannya,
6-8) menemukan bahwa terdapat beberapa sehingga sering menyebabkan masalah
gejala yang muncul setelah seseorang psikologis bagi mengalami, karena individu
mengalami bencana yaitu gangguan stres yang mengalami bencana dihadapkan pada
akut, gangguan stres pascatrauma, depresi, situasi yang mengancam nyawanya maupun
dan kecemasan umum. Haqqi (2006, pp orang-orang terdekatnya, kehilangan orang
103-106) menemukan bahwa orang yang yang disayang, kehilangan harta benda,
terkena bencana mengalami stres akut, kehilangan lahan pekerjaan, dll. Gangguan
gangguan stres pascatrauma yang sering psikologis yang sering muncul pasca
juga comorbid dengan depresi. Pada bencana alam seperti PTSD, depresi, stres
penelitiannya, Haqqi (2006, pp 103-106) akut, dan lain-lain. Selye (Rothschild, 2000,
juga memperoleh data bahwa 59% korban p. 7) menjelaskan bahwa stres merupakan
tornado yang terjadi di Madakasria dan respons spesifik tergantung pada kondisi.
O’Brien dan 67% korban gempa Armenia Biasanya berkaitan dengan pengalaman
mengalami gangguan stres pascatrauma. negatif, meskipun stres dapat dihasilkan
Penelitian Kousky (2016, pp. 73-92) pada dari pengalaman positif, seperti perkawinan,
anak-anak korban bencana, menemukan perpindahan, pergantian pekerjaan dan
bahwa ada dampak bencana terhadap meninggalkan rumah untuk kuliah. Bentuk
kesehatan mental seperti gangguan stres ekstrim dari stres yang disebabkan oleh
pascatrauma, stres akut, depresi dan kejadian traumatik disebut gangguan stres
kecemasan. Dari penelitiannya ini Kousky pascatrauma. Gangguan stres pascatrauma
mencantumkan penelitian lain, seperti adalah stres yang mengikuti kejadian
efek badai Katrina yang terjadi di AS, trauma (Rothschild, 2000, p. 7).
bahwa 387 anak-anak usia 9-18 tahun Respons yang ditunjukkan oleh
mengalami gangguan stres pascatrauma individu saat menghadapi kondisi penuh
setelah dua atau tiga tahun mengalami tekanan ada dua kemungkinan yaitu,

251
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 5, Nomor 2, 2021, Halaman 250-260

individu yang memiliki resiliensi yang emosional yang menyebabkan distres


tinggi diprediksi mampu menghadapi dan berkepanjangan, terjadi setelah
situasi yang tidak menyenangkan sehingga mengadapi ancaman atau situasi yang
terhindar dari hambatan psikologis. Namun membuat individu merasa benar-benar
begitu juga sebaliknya, jika memiliki tidak berdaya atau ketakutan. Tanda-tanda
resiliensi yang rendah akan lebih rentan dan dampak dari gangguan emosiaonal
untuk mengalami guncangan atau hambatan yang berkepanjangan dijelaskan dalam
psikologis. Wagnild dan Young (Resnick penelitian Lindell dan Prater (Petrucci,
et al., 2011, p. 2) menjelaskan bahwa 2012, pp. 109-132). Mereka memaparkan
resiliensi adalah kekuatan dari dalam tanda-tanda gangguan emosional seperti
diri seseorang sehingga bisa beradaptasi kecemasan, depresi, dan kesedihan, serta
dengan situasi yang tidak beruntung yang efek perilaku seperti perubahan pola tidur,
dialaminya. Resiliensi adalah kemampuan perubahan nafsu makan dan juga dilaporkan
untuk mengenali struktur pemikiran dan ada penyalahgunaan obat-obatan. Wagnild
keyakinan serta memanfaatkan kekuatan dan Young menyatakan bahwa untuk
untuk meningkatkan akurasi dan fleksibilitas mampu mengatasi kondisi ini dibutuhkan
berpikir untuk mengatur emosi dan perilaku kekuatan diri agar berhasil menghadapi
lebih efektif (Dwiningrum dkk., 2017, ketidakberuntungan yang dialami oleh
p. 92). Grotberg (Hendriani, 2018, p. individu (Resnick et al., 2011, p. 2).
44) mendefinisikan resiliensi sebagai Dalam DSM IV-TR (American
kemampuan manusia untuk menghadapi, Psychiatric Association, 2000) gejala
mengatasi, dan menjadi kuat ketika gangguan stres pasca trauma meliputi tiga
menghadapi rintangan atau hambatan. kategori yaitu re-experiencing (pengalaman
Terdapat tiga komponen atau tiga sumber berulang), avoidance/numbing, dan
resiliensi, yaitu I have, I am, dan I can hyperarousal. Gejala PTSD meliputi
(Hendriani, 2018, p. 44). I have yaitu pengulangan dan re-experiencing terkait
sumber resiliensi yang berhubungan dengan kejadian traumatik yang tidak diinginkan
dukungan sosial, I am merupakan sumber kemunculannya, hyperarousal, penumpulan
resiliensi yang berkaitan dengan kekuatan emosi (numbing) dan avoidance atau
pribadi dalam diri individu, sementara I menghindari rangsangan atau stimulus
can adalah sumber resiliensi yang berkaitan yang berikaitan dengan kejadian traumatis
dengan usaha individu dalam memecahkan (Foa et al., 2009, p. 2). Dari beberapa
masalah atau rintangan yang dihadapi definisi disimpulkan bahwa PTSD adalah
(Hendriani, 2018, p. 45). kecemasan yang muncul setelah selamat
Post-traumatic stress disorder (PTSD) dari situasi penuh tekanan yang ditandai
adalah gangguan mental kompleks, dengan terus mengingat kejadian trauma
berkembang ketika menghadapi peristiwa tanpa terduga, seolah mengalami kejadian
kehidupan seperti bencana, pertempuran, trauma, dan menghindari stimulus yang
kekerasan seksual, bencana alam, dan berhubungan dengan trauma atau adanya
stresor kuat lainnya. seringnya gangguan penumpulan emosi.
ini melemahkan, sehingga orang yang Subjek yang mengalami PTSD
mengalami gangguan ini merasa tidak mengalami hyperarousal, yaitu meng-
berdaya (Foa et al., 2009, p. 2). Durand hindari semua hal yang berkaitan
dan Barlow (2006, p. 201) menjelaskan dengan kejadian traumatik di masa lalu.
bahwa PTSD merupakan gangguan Biasanya ditunjukkan dengan menolak

252
Zakiah, E.: Pengaruh Resilensi terhadap Post-Traumatic Stress Disorder ...

untuk menceritakan kembali kejadian dengan stres, seperti sakit punggung


traumatik dimasa lalu. Mimpi buruk atau bawah, sakit kepala dan gangguan sistem
re-experiencing, sering juga dialami oleh pencernaan (Davison et al., 2014, p. 225).
orang-orang yang mengalami PTSD. Sangat penting bagi individu untuk dapat
Beberapa subjek mengalami mimpi buruk memiliki faktor protektif ataupun cara-cara
tentang kejadian traumatik seperti bermimpi yang dapat mencegah PTSD yang dialami
berada di tempat kejadian traumatik, mimpi memunculkan berbagai masalah lain yang
melihat kembali harta yang dimiliki berdampak lebih parah bagi kesehatan
sebelum mengalami bencana. mental yang dialami.
Kilas balik (flash back) merupakan Individu yang resiliensi memiliki
bentuk lain dari re-experiencing yaitu subjek cara sendiri untuk memulihkan kondisi
merasa kembali pada waktu dan kejadian psikologisnya agar dapat bergerak dan
traumatik. Subjek yang mengalami gejala bangkit dari keterpurukan yang dialami.
PTSD seolah-olah mengalami kembali Resiliensi merupakan sebuah kualitas
kejadian traumatiknya, yang ditunjukkan seseorang yang memungkinkan untuk
dengan merasakan kembali ketakutan, berkembang dalam menghadapi kesulitan
perasaan sedih, sensasi fisik yang sama seperti dalam hidup (Connor & Davidson, 2003,
saat mengalami kejadian traumatiknya. pp. 76-82). Resiliensi lebih dari sekedar
Gangguan itu sering memunculkan perasaan cara individu mampu memiliki kemampuan
bersalah, rasa takut, sedih, dan marah tanpa untuk mengatasi kemalangan dan bangkit
alasan yang jelas. Sebagian subjek juga dari keterpurukan, namun juga kemampuan
ada mengalami amnesia, ada beberapa individu untuk meraih aspek positif dari
subjek yang tidak mampu mengingat kehidupan serta kemalangan yang menimpa
kejadian traumatisnya, atau tidak mampu (Hendriani, 2018, pp. 55-56). Penelitian
mengingat semua peristiwa traumatis yang dilakukan oleh Anam dkk. (2018, p. 1)
dengan pasti. Ada juga beberapa subjek yang pada penyintas tanah longsor di Kabupaten
tidak melakukan aktivitas seperti sebelum Banjarnegara menemukan bahwa individu
mengalami kejadian traumatis, karena lebih yang memiliki resiliensi yang tinggi
banyak menghabiskan waktu memikirkan memiliki PTSD yang rendah, begitu juga
harta benda yang hilang atau anggota sebaliknya individu yang resiliensinya
keluarga yang menjadi korban. rendah maka PTSD nya berada pada taraf
PTSD memiliki dampak buruk atau sedang atau tinggi.
masalah-masalah lain yang biasanya Wagnild dan Young (Resnick et
tentu memengaruhi kondisi psikologis al., 2011, p. 2) bahwa resiliensi adalah
seseorang. Masalah-masalah lain yang kekuatan dari dalam diri seseorang
sering dihubungkan oleh PTSD adalah sehingga bisa beradaptasi dengan situasi
gangguan anxietas, kemarahan, rasa yang tidak beruntung yang dialaminya.
bersalah, penyalahgunaan zat (mengobati Wagnild dan Young (Resnick et al., 2011,
diri sendiri untuk meringankan distress), p. 2) mengidentifikasi lima karakteristik
masalah perkawinan, kesehatan fisik yang resiliensi. Pertama adalah self reliance
rendah (Davison et al., 2014, p. 225). yaitu keyakinan tehadap diri sendiri dan
Hobfoll menjelaskan bahwa pikiran dan pengetahuan bahwa dirinya mempunyai
rencana untuk bunuh diri juga umum terjadi, kekuatan diri. Kedua adalah spirituality atau
seperti insiden ledakan kekerasan dan meaningfulness merupakan perwujudan
masalah psikofisiologis yang berhubungan bahwa hidup memiliki tujuan. Ketiga

253
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 5, Nomor 2, 2021, Halaman 250-260

adalah equanimity yaitu cara pandang metode penelitian yang berlandaskan


yang seimbang antara kehidupan dan pada filsafat positivisme, digunakan untuk
pengalaman. Keempat adalah perseverance meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
yaitu tetap teguh, meskipun menghadapi pengumpulan data menggunakan instrumen
kesulitan atau kekecewaan. Kelima adalah penelitian, analisis data bersifat kuantitatif
existential aloneness, yaitu pemahaman atau statistik, dengan tujuan menguji
bahwa setiap orang adalah unik hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono,
Penelitian ini bertujuan untuk menguji 2018, p. 147).
pengaruh resiliensi dengan PTSD pada Penelitian ini masuk ke dalam tipe
penyintas banjir. Penelitian ini diharapkan penelitian non experimental quantitative
dapat memberikan kontribusi kepada research dan masuk ke dalam penelitian
penyintas bencana banjir yang mengalami korelasional. Creswell (2012, p. 338)
PTSD untuk lebih memperkuat resiliensi menjelaskan bahwa penelitian korelasional
dalam diri, agar mampu menghadapi adalah tipe penelitian dengan menggunakan
situasi yang penuh tekanan. Manfaat statistik korelasional untuk menjelaskan
praktis lebih lanjut yang diharapkan atau mendeskripsikan serta mengukur
adalah agar penelitian ini dapat menjadi derajat asosiasi hubungan antar dua atau
referensi bagi peneliti selanjutnya untuk lebih variabel.
mempertimbangkan intervensi untuk Populasi dalam penelitian ini adalah
meningkatkan resiliensi, atau melakukan individu yang pernah mengalami bencana
penelitian pada kelompok subjek yang lain banjir dengan rentang usia antara 18-50
seperti bencana tsunami, likuivaksi, dan tahun. Penelitian ini memiliki beberapa
lain-lain. karakteristik sampel yaitu, Individu yang
Individu yang mengalami bencana pernah mengalami bencana banjir minimal
membutuhkan resiliensi untuk mampu 1 menter dan usia individu berada dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan rentang usia 18-50 tahun.
yang muncul dari dampak bencana Penelitian dilakukan di Jakarta dan
yang dialami. Penyintas banjir yang berlangsung dari bulan Juni sampai Agustus
tidak memiliki resiliensi yang baik tidak 2020. Prosedur sampling yang digunakan
jarang mengalami hambatan psikologis dalam penelitian ini ialah non-probablity
karena karena tidak mampu menghadapi sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
banyaknya perubahan setelah bencana yang yang tidak memberikan peluang atau
dialami, seperti harus kembali beradaptasi kesempatan yang sama bagi setiap unsur
dengan lingkungan masyarakat yang baru. atau anggota populasi untuk dipilih menjadi
Kehilangan anggota keluarga dan harta sampel (Sugiyono, 2018, p. 133). Teknik
benda juga menjadi penyebab individu sampling yang digunakan pada penelitian
mengalami hambatan psikologis, namun ini adalah purposive sampling, yang
individu yang memiliki resiliensi yang baik didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat
memiliki kemampuan untuk meregulasi tertentu yang dipandang memilki kaitan
emosi negatif dari dampak pengalaman dengan ciri-ciri atau sifat-sifat sampel yang
yang tidak menyenangkan. diketahui sebelumnya (Hadi, 2004, pp. 7-9).
Metode pengumpulan data pada
METODE penelitian ini menggunakan instrumen
Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologis dalam pengumpulan data.
kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah Instrumen yang digunakan yaitu berupa

254
Zakiah, E.: Pengaruh Resilensi terhadap Post-Traumatic Stress Disorder ...

skala likert. Skala likert digunakan untuk variabel. Kedua variabel dikatakan memiliki
mengukur sikap, pendapat dan persepsi hubungan yang linear nilai sig (p-value)
seseorang atau sekelompok orang mengenai lebih kecil dari taraf signifikansi (α = 0,05)
suatu fenomena sosial (Sugiyono, 2018, atau p < 0,05. Dari hasil uji linearitas dalam
p. 94). penelitian ini diperoleh nilai p-value sebesar
Teknik analisis yang digunakan dalam 0,003 lebih kecil dari α = 0,05. Hasil tersebut
penelitian ini ialah analisis deskriptif, menunjukkan bahwa kedua variabel dalam
uji normalitas, uji inieritas dan analisis penelitian ini memiliki hubungan yang
regresi. Analisis data dalam penelitian ini linear.
menggunakan program software SPSS 23. Uj i kor el a s i di guna ka n u nt uk
Kegiatan dalam analisis data di antaranya menganalisis hubungan antarvariabel
adalah mengelompokkan data berdasarkan serta bentuk dan hubungan yang terjadi
variabel dan jenis responden, tabulasi antarkedua variabel tersebut. Jenis teknik
data, menyajikan data, dan melakukan korelasi yang digunakan dalam penelitian
perhitungan untuk menjawab rumusan ini adalah analisis korelasi pearson/product
masalah dan hipotesis (Sugiyono, 2018, moment karena data bersifat interval. Jika
p.285). nilai p signifikan lebih kecil dari taraf
Analisis statistika deskriptif digunakan signifikansi 0,05; kedua variabel tersebut
untuk mengetahui gambaran data yang telah memiliki hubungan yang signifikan.
didapatkan. Data yang digambarkan dapat Resiliensi dalam penelitian ini
berupa grafik atau tabel untuk mengetahui diukur menggunakan skala resiliensi
modus, median, mean, dan persebaran data yang dikembangkan oleh Wagnild dan
melalui standar deviasi atau presentasi Young yang terdapat dalam jurnal yang
dari data demografi yang telah terkumpul disusun oleh Rosario tahun 2012. Hasil
(Sugiyono, 2018, p.15). uji reliabilitas menunjukkan koefisien
Uji normalitas digunakan untuk Cronbach’s Alpha sebesar 0,771 yang berarti
mengetahui data yang ingin diolah memiliki reliabilitas yang tinggi. Aspek
berdistribusi normal atau tidak. Jika resiliensi dari alat ukur yang dikembangkan
p-value lebih besar dari taraf signifikansi, oleh Wagnild dan Young (Resnick et al.,
data berdistribusi normal. Uji normalitas 2011, p. 2) yaitu perseverance, self reliance,
dilakukan dengan menggunakan meaningfulness, equanimity, dan existential
Komologrov-Smirnov. Data dikatakan aloneness. Masing-masing karakteristik
berdistribusi normal jika nilai sig (p-value) memiliki lima item sehingga skala resiliensi
lebih besar dari taraf signifikansi (α = 0,05) ini memiliki total 25 item. Selain itu, skala
atau p > 0,05. Dari hasil uji normalitas ini memiliki 7 pilihan jawaban: skor 1 untuk
diperoleh hasil bahwa nilai p-value sebesar pilihan jawaban sangat tidak setuju sampai
0,200 yang berarti lebih besar dari nilai α 7 untuk menyatakan sangat setuju, total
= 0,05. Hal ini membuktikan bahwa data skor bergerak dari 25-175. Jumlah skor ≤
dalam penelitian berdistribusi normal. 125 menunjukkan tingkat resiliensi rendah;
Uji linearitas digunakan untuk jumlah skor 126-145 menunjukkan tingkat
mengetahui apakah dua variabel memiliki resiliensi rendah-sedang, dan jumlah skor >
hubungan yang linear atau tidak. Uji ini 145 menunjukkan tingkat resiliensi tinggi.
dilakukan sebagai syarat awal dalam analisis PTSD diukur dengan skala PCL-C
regresi linear. Uji linearitas dilakukan dari Weathers et al. (1994) yang diadaptasi
untuk mengetahui hubungan antarkedua oleh Sholichach (2007). Skala PCLC yang

255
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 5, Nomor 2, 2021, Halaman 250-260

di adaptasi oleh Weathers et al. (1994) penyintas bencana banjir yang mengalami
dari DSM IV (American Psychiatric PTSD, untuk lebih memperkuat resiliensi
Association, 1994) berisi beberapa item dalam diri, agar mampu menghadapi situasi
yang menunjukkan gejala PTSD. Item- yang penuh tekanan. Manfaat praktis lebih
item dalam PCL-C (Weathers et al., 1994) lanjut yang diharapkan adalah agar penelitian
berisi ciri-ciri atau kelompok gejala dari ini dapat menjadi referensi bagi peneliti
post-traumatic stress disorder seperti selanjutnya untuk mempertimbangkan
reexperiencing yang memiliki 5 item, intervensi untuk meningkatkan resiliensi,
avoidance/numbing yang memiliki 7 atau melakukan penelitian pada kelompok
item, dan hyperarousa yang memiliki 5 subjek yang lain seperti bencana tsunami,
item, sehingga total item dalam penelitian likuivaksi, dan lain-lain.
ini berjumlah 17 item. Skala PLC-C ini Permasalahan yang dialami penyintas
menggunakan lima alternatif pilihan yaitu 1 banjir yang menjadi fokus utama penelitian
(bila sama sekali tidak mengalami), 2 (bila ini, penyintas banjir tidak jarang mengalami
sedikit mengalami), 3 (bila kadang-kadang hambatan psikologis karena mengalami
mengalami), 4 (bila sering mengalami), banyak perubahan, seperti harus kembali
dan 5 (bila sangat sering mengalami). beradaptasi dengan lingkungan masyarakat
Kemudian skala PCL-C ini diadaptasi dan yang baru. Kehilangan anggota keluarga
diterjemahkan oleh Sholichach (2007). dan harta benda juga menjadi penyebab
Individu yang resiliensi memiliki individu mengalami hambatan psikologis.
cara sendiri untuk memulihkan kondisi Untuk bisa menghadapi tekanan hidup
psikologisnya agar dapat bergerak dan setelah mengalami bencana banjir,
bangkit dari keterpurukan yang dialami. dibutuhkan kemampuan untuk meregulasi
Resiliensi merupakan sebuah kualitas emosi negatif dari dampak pengalaman
seseorang yang memungkinkan untuk yang tidak menyenangkan. Agar subjek
berkembang dalam menghadapi kesulitan mampu mengatasi hambatan yang dialami,
dalam hidup (Connor & Davidson, 2003, salah satunya adalah memiliki resiliensi,
pp. 76-82). Resiliensi lebih dari sekedar yaitu daya lenting untuk bangkit dari situasi
bagaimana individu mampu memiliki yang penuh tekanan
kemmapuan untuk mengatasi kemalangan
dan bangkit dari keterpurukan, namun juga HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN
kemampuan individu untuk meraih aspek Penelitian ini menggunakan hasil uji
positif dari kehidupan serta kemalangan analisis sederhana. Tabel 1 menyajikan
yang menimpa (Hendriani, 2018, pp. 55- hasil analisis regresi.
56). Penelitian Anam dkk. (2018, p. 1) Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui
pada penyintas tanah longsor di Kabupaten bahwa koefisien regresi variabel PTSD
Banjarnegara, menemukan bahwa individu sebesar 50,666 sedangkan koefisien
yang memiliki resiliensi yang tinggi memiliki regresi variabel resiliensi sebesar -0,324.
PTSD yang rendah, begitu juga sebaliknya Berdasarkan data tersebut dapat ditentukan
individu yang resiliensinya rendah, PTSD persamaan regresi sebagai berikut.
nya berada pada taraf sedang atau tinggi. Y = a + b1X1
Penelitian ini bertujuan untuk menguji Y = 50,666 + -0,049
pengaruh resiliensi dengan PTSD pada
penyintas banjir. Penelitian ini diharapkan Berdasarkan hasil persaamaan regresi
dapat memberikan kontribusi kepada di atas dapat diketahui bahwa resiliensi

256
Zakiah, E.: Pengaruh Resilensi terhadap Post-Traumatic Stress Disorder ...

Tabel 1
Analisis Regresi
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 50,666 14.888 3,403 0,001
Resiliensi -0,049 0,106 -0.058 -0,462 0,646
Dependent Variable: PTSD

berpengaruh negatif terhadap PTSD. mempertahankan fungsi normatif terutama


Artinya, semakin tinggi skor resiliensi maka berkaitan dengan peristiwa sulit atau trauma
semakin menurun skor PTSD, begitu juga dalam hidupnya (Bonanno & Mancini,
sebaliknya. 2012, p. 74). Karakteristik yang kedua yaitu
Berdasarkan hasil uji hipotesis spirituality atau meaningfulness merupakan
diketahui nilai R Square sebesar 0,003. perwujudan bahwa hidup memiliki tujuan.
Artinya, variabel resiliensi memengaruhi Orang-orang dengan resiliensi yang baik
variabel PTSD sebanyak 30% sedangkan akan mudah bangkit dari peristiwa bencana
sisanya dipengaruhi oleh faktor lain diluar karena mereka melihat begitu banyak
resiliensi. Berdasarkan hasil persamaan tujuan hidup lain yang harus mereka capai.
regresi di atas dapat diketahui bahwa Fokus yang diberikan kepada berbagai
resiliensi berpengaruh negatif terhadap tujuan hidup lain yang harus dicapai akan
PTSD. Artinya, semakin tinggi skor membuat individu lebih memiliki kekuatan
resiliensi, semakin menurun skor PTSD, daripada rasa ketidakberdayaan yang
begitu juga sebaliknya. Hasil uji hipotesis dialami oleh orang-orang dengan PTSD.
diketahui nilai R Square sebesar 0,003 yang Karakteristik yang ketiga yaitu
berarti variabel resiliensi memengaruhi equanimity yaitu cara pandang yang se-
variabel PTSD sebanyak 30% sedangkan imbang antara kehidupan dan pengalaman.
sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar Brockie dan Miller (2017, pp. 72-79)
resiliensi. dalam hasil penelitiannya menjelaskan
Hasil dalam penelitian ini mengung- bahwa individu dengan resiliensi diri yang
kapkan bahwa resiliensi memiliki pengaruh baik pada bencana banjir lebih memilih
negatif terhadap PTSD. Individu yang melihat diri mereka sebagai pejuang atau
memiliki skor resiliensi yang tinggi survivor daripada sebagai korban atau
cenderung memiliki skor PTSD yang victims. Karakteristik yang keempat yaitu
rendah, dapat diperkuat oleh lima perseverance merupakan sikap tetap teguh,
karakteristik individu dengan resiliensi meskipun menghadapi kesulitan atau
diri yang baik yang dikemukakan oleh kekecewaan. Resiliensi merupakan sebuah
Wagnild dan Young (Resnick et al., proses bukan sifat dari individu, itulah
2011, p. 2). Karakteristik yang pertama mengapa orang-orang dengan resiliensi diri
yaitu self reliance, merupakan keyakinan yang baik berusaha menjadikan berbagai
tehadap diri sendiri dan pengetahuan peristiwa sulit termasuk peristiwa bencana
bahwa dirinya mempunyai kekuatan dalam hidupnya sebagai proses yang harus
diri. Orang yang memiliki resiliensi diri dijalani yang akhirnya memengaruhi
secara konsisten dapat menggunakan, ketahanan diri dan mental yang dimilikinya.

257
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 5, Nomor 2, 2021, Halaman 250-260

Karakteristik yang kelima yaitu existential reslien merupakan individu yang optimis.
aloneness merupakan pemahaman mengenai Optimisme akan menjadi hal yang sangat
eksistensi dalam diri yang mengarah pada bermanfaat bagi individu terutama di
kepercayaan akan kemampuan bahwa masa-masa sulit seperti yang dialami oleh
segala hal pasti dapat dilalui dengan individu dengan PTSD. Optimisme akan
kekuatan dan karakteristik/keunikan yang memberikan individu kepercaan akan
ada dalam diri sendiri. Pemahaman tersebut terwujudnya masa depan yang lebih baik,
akan membantu individu untuk dapat lebih meskipun melewati banyak hal menyakitkan
optimis dalam menjalani berbagai situasi dalam kehidupannya (Hendriani, 2018, p.
menekan seperti bencana alam. 54).
Penelitian lain yang mendukung
hasil temuan dilakukan oleh Anam dkk. SIMPULAN
(2018, p. 1) pada penyintas tanah longsor Berdasarkan hasil analisis data dan
di Kabupaten Banjarnegara, menemukan perhitungan analisis regresi pada penelitian
individu dengan resiliensi yang baik lebih ini maka dapat disimpulkan bahwa
mampu menghadapi kondisi tekanan resiliensi tidak memiliki pengaruh yang
dan memulihkan kondisi psikologisnya signifikan terhadap variabel PTSD. Dari
agar dapat bergerak dan bangkit dari hasil perhitungan statistic dapat diperoleh
keterpurukan yang dialami termasuk saat bahwa, individu dengan resiliensi yang
menghadapi peristiwa bencana (Hendriani, baik lebih mampu menghadapi tekanan
2018, pp. 55-56). Sebaliknya individu yang dialami dan terhindar dari hambatan
dengan resiliensi yang rendah, rentan psikologis, berbeda dengan individu yang
untuk mengalami hambatan psikologis. memiliki resiliensi yang rendah lebih rentan
hal ini ditunjukkan dari skor PTSD yang untuk mengalami hambatan psikologis
bergerak dari sedang ke tinggi. Resiliensi seperti gangguan PTSD.
dapat menjadi faktor proteksi yang cukup Hasil dari penelitian yang telah
memadai dalam diri individu untuk dilakukan implikasinya adalah bahwa
tetap mengatasi masalah yang dihadapi individu yang memiliki gejala PTSD setelah
tetap dalam kondisi yang aman karena mengalami kejadian yang penuh tekanan
kekuatan emosi dan mekanisme coping atau mengalami bencana alam, maka perlu
yang sehat (Sudaryono, 2007, p.16). Watts mendapatkan penanganan dari professional
menjelaskan bahwa melalui bimbingan untuk menurunkan gejala yang dialami.
pribadi dan bimbingan sosial, meningkatkan Intervensi dibutuhkan bagi individu yang
kesiapsiagaan psikologis menghadapi mengalami gejala-gejala PTSD. Dengan
bencana yang akan dapat mengurangi demikian, individu mampu mengatasi
resiko stres yang dialami sebagai akibat hambatannya dan dapat berfungsi lebih
dari bencana alam (Ayriza, 2009, p. 142). baik serta menjalankan kehidupan dengan
Resiliensi juga dapat membantu individu lebih bermakna.
untuk lebih memiliki kendali akan hidup. Masukan untuk peneliti selanjutnya,
Teori-teori kognitif behavioral menyatakan misalnya dengan menggunakan variabel
bahwa individu yang mengalami PTSD lain seperti variabel-variabel intervensi
akan kehilangan kendali dan prediktabilitas psikologi, menggunakan metode penelitian
(Davison et al., 2014, p. 227). eksperimen, menggunakan variabel
Reivish dan Shatte (Hendriani, 2018, psikologis lainnya, seperti self compassion,
p. 53) menyatakan bahwa individu yang self regulated, dan lain-lain. Selain itu, untuk

258
Zakiah, E.: Pengaruh Resilensi terhadap Post-Traumatic Stress Disorder ...

peneliti selanjutnya yang ingin melakukan Scale (CD-RISC). Depression and


penelitian dengan variabel yang sama, Anxiety, 18(2), 76-82.
disarankan untuk mempertimbangkan: Davison, G. C., Neale, J. M., & Kring, A.
menambah subjek penelitian, rentang M. (2014). Psikologi abnormal. (Terj.:
bencana yang dialami, jenis bencana alam, N. Fajar). PT Rajagrafindo Persada.
serta melihat perbedaan dari jenis kelamin. Dwiningrum, S. I. A., Prihastuti, P., &
Suwarjo. (2017). Social capital and
DAFTAR PUSTAKA resilience school for disaster mitigation
American Psyciatric Association. (2000). education in Yogyakarta schools.
Diagnostic and statistical manual of Jurnal Kependidikan: Penelitian
mental disorder IV-TR. Washington, Inovasi Pembelajaran, 1(1), 84-99.
DC. Durand, V. M., & Barlow, D. H. (2006).
Anam, C., Sholichah, M., & Kushartati, S. Essentials of abnormal psychology.
(2018). Intervensi psikososial untuk Thomson.
menurunkan PTSD dan meningkatkan Foa, E. B., Terence, M. K., Mattew, J. F &
resiliensi warga penyintas bencana Judith, A. C. (2009). Effective treat-
tanah longsor di Banjarnegara. ments for PTSD. The Guilford Press.
Psikoislamedia: Jurnal Psikologi, Guterman, S. P. (2005). Psychological
3(1), 59-71. preparedness for disaster. Michigan
Ayriza, Y. (2009). Pengembangan modul State University.
bimb ingan pribadi sosial bagi Hadi, S. (2004). Statistik (Jilid 2). Andi.
guru bimbingan konseling untuk Haqqi, S. (2006). Mental health consequen-
menghadapi bencana alam. Jurnal ces of disasters. Medicine Today, 4(3),
Kependidikan: Penelitian Inovasi 103-106.
Pembelajaran, 39(2), 141-156. Hendriani. (2018). Resiliensi psikologis
Bonanno, G. A., & Mancini, A. D. (2012). sebuah pengantar. Kencana.
Beyond resilience and PTSD: Mapping Kousky, C. (2016). Impacts of natural
the heterogeneity of responses to disasters on children. The Future of
potential trauma. Psychological Children, 26(1), 73-92.
Trauma: Theory, Research, Practice, Kulatunga, U., Jogia, J., Yates, G. P.,
and Policy, 4(1), 74-83. doi:10.1037/ & Wedawatta, G. (2014). Culture
a0017829. and the psychological impacts of
Brockie, L ., & Miller, E . (2017). natural disasters: implications for
Understanding older adults’ resilience disaster management and disaster
during the brisbane floods: social mental health. The Built & Human
capital, life experience, and optimism. Environment Review, 7, 1-10.
Disaster Medicine and Public Health Petrucci, O. (2012). The impact of natural
Preparedness, 11(01), 72-79. disasters: Simplified procedures
Creswell, J. W. (2012). Educational and open proble ms . Dal am J .
research: Planning, conducting, and Tiefendbacher (Ed.), Approaches
mixed methods approaches (2nd ed.). to managing disaster - Assessing
SAGE Publications. hazards, emergencies and disaster
Connor, K. M., & Davidson, J. R. (2003). impacts (pp. 109+132). IntechOpen.
Development of a new resilience scale: Resnick, B., Roberto, K. A., & Gwyther, L.
The Connor‐Davidson Resilience P. (Eds). (2011). Resilience and aging:

259
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 5, Nomor 2, 2021, Halaman 250-260

Conceps, research and outcomes (pp. Sudaryono. (2007). Resiliensi dan locus
1-14). Springer Science Business of control guru dan staf sekolah
Media. pascagempa. Jurnal Kependidikan:
Rothschild, B. (2000). The body remembers: Penelitian Inovasi Pembelajaran,
The psychophysiology of trauma and 37(1), 55-70.
trauma treatment. Norton & Company. Sugiyono. (2018). Metode penelitian
Sholichach, M. (2007). Pengaruh aplikasi kuantitatif. Alfabeta.
metode Feldenkrais pada perempuan Weathers, F. W., Huska, J. A., & Keane,
korban perkosaan yang mengalami T. M. (1991). PCL-C for DSM-IV.
post-traumatic stress disorder. ANIMA, National Center for PTSD-Behavioral
Indonesian Psychological Journal, Science Division.
24(3), 282-294.

260

Anda mungkin juga menyukai