Ernita Zakiah
Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Jakarta Indonesia
email: ernitazakiah@unj.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh resiliensi terhadap post-traumatic stress
disorder (PTSD) pada penyintas banjir. Metode penelitian yang digunakan merupakan metode
kuantitatif dengan pengumpulan data dengan menggunakan alat ukur berupa instrumen
psikologis. Post traumatic stress disorder diukur dengan menggunakan skala PCL-C
yang dikembangkan oleh Weathers. Skala resiliensi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah skala yang dikembangkan oleh Wagnild dan Young. Analisis data yang dilakukan
menggunakan teknik regresi linear. Subjek penelitian ini memiliki kriteria yaitu individu
yang pernah mengalami bencana banjir minimal 1 meter dan rentang usia 18-50 tahun
sebanyak 65 orang. Hasil penelitian menunjukkan resiliensi tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel PTSD. Dari hasil perhitungan statistic dapat diperoleh bahwa,
individu dengan resiliensi yang baik lebih mampu menghadapi tekanan yang dialami dan
terhindar dari hambatan psikologis, berbeda dengan individu yang memiliki resiliensi yang
rendah lebih rentan untuk mengalami hambatan psikologis seperti gangguan post-traumatic
stress disorder.
Kata kunci: resiliensi, gangguan post-traumatic stress disorder, penyintas banjir
Abstract
This study aimed to determine the effect of resilience on post-traumatic stress disorder (PTSD)
in flood survivors. The research method used was quantitative. The data were collected using
psychological questionnaires instrument. Post-traumatic stress disorder data were measured
using the PCL-C scale developed by Weathers. The scale developed by Wagnild and Young
was used to analyze the resilience ability. The data analysis was carried out using linear
regression techniques. The subjects of this study had to meet the criteria, namely individuals
who have experienced a flood disaster of at least 1 meter and an age range of 18-50 years
and the total subjects were 65 people. The results show that resilience does not significantly
affect the PTSD variable. From the results of statistical calculations, individuals with good
resilience are better able to face the pressures experienced and avoid psychological barriers.
In contrast to individuals who have low resilience., they are more prone to experiencing
psychological barriers such as post-traumatic stress disorder.
Keywords: resilience, post-traumatic stress disorder, flood survivors
250
Zakiah, E.: Pengaruh Resilensi terhadap Post-Traumatic Stress Disorder ...
251
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 5, Nomor 2, 2021, Halaman 250-260
252
Zakiah, E.: Pengaruh Resilensi terhadap Post-Traumatic Stress Disorder ...
253
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 5, Nomor 2, 2021, Halaman 250-260
254
Zakiah, E.: Pengaruh Resilensi terhadap Post-Traumatic Stress Disorder ...
skala likert. Skala likert digunakan untuk variabel. Kedua variabel dikatakan memiliki
mengukur sikap, pendapat dan persepsi hubungan yang linear nilai sig (p-value)
seseorang atau sekelompok orang mengenai lebih kecil dari taraf signifikansi (α = 0,05)
suatu fenomena sosial (Sugiyono, 2018, atau p < 0,05. Dari hasil uji linearitas dalam
p. 94). penelitian ini diperoleh nilai p-value sebesar
Teknik analisis yang digunakan dalam 0,003 lebih kecil dari α = 0,05. Hasil tersebut
penelitian ini ialah analisis deskriptif, menunjukkan bahwa kedua variabel dalam
uji normalitas, uji inieritas dan analisis penelitian ini memiliki hubungan yang
regresi. Analisis data dalam penelitian ini linear.
menggunakan program software SPSS 23. Uj i kor el a s i di guna ka n u nt uk
Kegiatan dalam analisis data di antaranya menganalisis hubungan antarvariabel
adalah mengelompokkan data berdasarkan serta bentuk dan hubungan yang terjadi
variabel dan jenis responden, tabulasi antarkedua variabel tersebut. Jenis teknik
data, menyajikan data, dan melakukan korelasi yang digunakan dalam penelitian
perhitungan untuk menjawab rumusan ini adalah analisis korelasi pearson/product
masalah dan hipotesis (Sugiyono, 2018, moment karena data bersifat interval. Jika
p.285). nilai p signifikan lebih kecil dari taraf
Analisis statistika deskriptif digunakan signifikansi 0,05; kedua variabel tersebut
untuk mengetahui gambaran data yang telah memiliki hubungan yang signifikan.
didapatkan. Data yang digambarkan dapat Resiliensi dalam penelitian ini
berupa grafik atau tabel untuk mengetahui diukur menggunakan skala resiliensi
modus, median, mean, dan persebaran data yang dikembangkan oleh Wagnild dan
melalui standar deviasi atau presentasi Young yang terdapat dalam jurnal yang
dari data demografi yang telah terkumpul disusun oleh Rosario tahun 2012. Hasil
(Sugiyono, 2018, p.15). uji reliabilitas menunjukkan koefisien
Uji normalitas digunakan untuk Cronbach’s Alpha sebesar 0,771 yang berarti
mengetahui data yang ingin diolah memiliki reliabilitas yang tinggi. Aspek
berdistribusi normal atau tidak. Jika resiliensi dari alat ukur yang dikembangkan
p-value lebih besar dari taraf signifikansi, oleh Wagnild dan Young (Resnick et al.,
data berdistribusi normal. Uji normalitas 2011, p. 2) yaitu perseverance, self reliance,
dilakukan dengan menggunakan meaningfulness, equanimity, dan existential
Komologrov-Smirnov. Data dikatakan aloneness. Masing-masing karakteristik
berdistribusi normal jika nilai sig (p-value) memiliki lima item sehingga skala resiliensi
lebih besar dari taraf signifikansi (α = 0,05) ini memiliki total 25 item. Selain itu, skala
atau p > 0,05. Dari hasil uji normalitas ini memiliki 7 pilihan jawaban: skor 1 untuk
diperoleh hasil bahwa nilai p-value sebesar pilihan jawaban sangat tidak setuju sampai
0,200 yang berarti lebih besar dari nilai α 7 untuk menyatakan sangat setuju, total
= 0,05. Hal ini membuktikan bahwa data skor bergerak dari 25-175. Jumlah skor ≤
dalam penelitian berdistribusi normal. 125 menunjukkan tingkat resiliensi rendah;
Uji linearitas digunakan untuk jumlah skor 126-145 menunjukkan tingkat
mengetahui apakah dua variabel memiliki resiliensi rendah-sedang, dan jumlah skor >
hubungan yang linear atau tidak. Uji ini 145 menunjukkan tingkat resiliensi tinggi.
dilakukan sebagai syarat awal dalam analisis PTSD diukur dengan skala PCL-C
regresi linear. Uji linearitas dilakukan dari Weathers et al. (1994) yang diadaptasi
untuk mengetahui hubungan antarkedua oleh Sholichach (2007). Skala PCLC yang
255
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 5, Nomor 2, 2021, Halaman 250-260
di adaptasi oleh Weathers et al. (1994) penyintas bencana banjir yang mengalami
dari DSM IV (American Psychiatric PTSD, untuk lebih memperkuat resiliensi
Association, 1994) berisi beberapa item dalam diri, agar mampu menghadapi situasi
yang menunjukkan gejala PTSD. Item- yang penuh tekanan. Manfaat praktis lebih
item dalam PCL-C (Weathers et al., 1994) lanjut yang diharapkan adalah agar penelitian
berisi ciri-ciri atau kelompok gejala dari ini dapat menjadi referensi bagi peneliti
post-traumatic stress disorder seperti selanjutnya untuk mempertimbangkan
reexperiencing yang memiliki 5 item, intervensi untuk meningkatkan resiliensi,
avoidance/numbing yang memiliki 7 atau melakukan penelitian pada kelompok
item, dan hyperarousa yang memiliki 5 subjek yang lain seperti bencana tsunami,
item, sehingga total item dalam penelitian likuivaksi, dan lain-lain.
ini berjumlah 17 item. Skala PLC-C ini Permasalahan yang dialami penyintas
menggunakan lima alternatif pilihan yaitu 1 banjir yang menjadi fokus utama penelitian
(bila sama sekali tidak mengalami), 2 (bila ini, penyintas banjir tidak jarang mengalami
sedikit mengalami), 3 (bila kadang-kadang hambatan psikologis karena mengalami
mengalami), 4 (bila sering mengalami), banyak perubahan, seperti harus kembali
dan 5 (bila sangat sering mengalami). beradaptasi dengan lingkungan masyarakat
Kemudian skala PCL-C ini diadaptasi dan yang baru. Kehilangan anggota keluarga
diterjemahkan oleh Sholichach (2007). dan harta benda juga menjadi penyebab
Individu yang resiliensi memiliki individu mengalami hambatan psikologis.
cara sendiri untuk memulihkan kondisi Untuk bisa menghadapi tekanan hidup
psikologisnya agar dapat bergerak dan setelah mengalami bencana banjir,
bangkit dari keterpurukan yang dialami. dibutuhkan kemampuan untuk meregulasi
Resiliensi merupakan sebuah kualitas emosi negatif dari dampak pengalaman
seseorang yang memungkinkan untuk yang tidak menyenangkan. Agar subjek
berkembang dalam menghadapi kesulitan mampu mengatasi hambatan yang dialami,
dalam hidup (Connor & Davidson, 2003, salah satunya adalah memiliki resiliensi,
pp. 76-82). Resiliensi lebih dari sekedar yaitu daya lenting untuk bangkit dari situasi
bagaimana individu mampu memiliki yang penuh tekanan
kemmapuan untuk mengatasi kemalangan
dan bangkit dari keterpurukan, namun juga HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN
kemampuan individu untuk meraih aspek Penelitian ini menggunakan hasil uji
positif dari kehidupan serta kemalangan analisis sederhana. Tabel 1 menyajikan
yang menimpa (Hendriani, 2018, pp. 55- hasil analisis regresi.
56). Penelitian Anam dkk. (2018, p. 1) Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui
pada penyintas tanah longsor di Kabupaten bahwa koefisien regresi variabel PTSD
Banjarnegara, menemukan bahwa individu sebesar 50,666 sedangkan koefisien
yang memiliki resiliensi yang tinggi memiliki regresi variabel resiliensi sebesar -0,324.
PTSD yang rendah, begitu juga sebaliknya Berdasarkan data tersebut dapat ditentukan
individu yang resiliensinya rendah, PTSD persamaan regresi sebagai berikut.
nya berada pada taraf sedang atau tinggi. Y = a + b1X1
Penelitian ini bertujuan untuk menguji Y = 50,666 + -0,049
pengaruh resiliensi dengan PTSD pada
penyintas banjir. Penelitian ini diharapkan Berdasarkan hasil persaamaan regresi
dapat memberikan kontribusi kepada di atas dapat diketahui bahwa resiliensi
256
Zakiah, E.: Pengaruh Resilensi terhadap Post-Traumatic Stress Disorder ...
Tabel 1
Analisis Regresi
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 50,666 14.888 3,403 0,001
Resiliensi -0,049 0,106 -0.058 -0,462 0,646
Dependent Variable: PTSD
257
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 5, Nomor 2, 2021, Halaman 250-260
Karakteristik yang kelima yaitu existential reslien merupakan individu yang optimis.
aloneness merupakan pemahaman mengenai Optimisme akan menjadi hal yang sangat
eksistensi dalam diri yang mengarah pada bermanfaat bagi individu terutama di
kepercayaan akan kemampuan bahwa masa-masa sulit seperti yang dialami oleh
segala hal pasti dapat dilalui dengan individu dengan PTSD. Optimisme akan
kekuatan dan karakteristik/keunikan yang memberikan individu kepercaan akan
ada dalam diri sendiri. Pemahaman tersebut terwujudnya masa depan yang lebih baik,
akan membantu individu untuk dapat lebih meskipun melewati banyak hal menyakitkan
optimis dalam menjalani berbagai situasi dalam kehidupannya (Hendriani, 2018, p.
menekan seperti bencana alam. 54).
Penelitian lain yang mendukung
hasil temuan dilakukan oleh Anam dkk. SIMPULAN
(2018, p. 1) pada penyintas tanah longsor Berdasarkan hasil analisis data dan
di Kabupaten Banjarnegara, menemukan perhitungan analisis regresi pada penelitian
individu dengan resiliensi yang baik lebih ini maka dapat disimpulkan bahwa
mampu menghadapi kondisi tekanan resiliensi tidak memiliki pengaruh yang
dan memulihkan kondisi psikologisnya signifikan terhadap variabel PTSD. Dari
agar dapat bergerak dan bangkit dari hasil perhitungan statistic dapat diperoleh
keterpurukan yang dialami termasuk saat bahwa, individu dengan resiliensi yang
menghadapi peristiwa bencana (Hendriani, baik lebih mampu menghadapi tekanan
2018, pp. 55-56). Sebaliknya individu yang dialami dan terhindar dari hambatan
dengan resiliensi yang rendah, rentan psikologis, berbeda dengan individu yang
untuk mengalami hambatan psikologis. memiliki resiliensi yang rendah lebih rentan
hal ini ditunjukkan dari skor PTSD yang untuk mengalami hambatan psikologis
bergerak dari sedang ke tinggi. Resiliensi seperti gangguan PTSD.
dapat menjadi faktor proteksi yang cukup Hasil dari penelitian yang telah
memadai dalam diri individu untuk dilakukan implikasinya adalah bahwa
tetap mengatasi masalah yang dihadapi individu yang memiliki gejala PTSD setelah
tetap dalam kondisi yang aman karena mengalami kejadian yang penuh tekanan
kekuatan emosi dan mekanisme coping atau mengalami bencana alam, maka perlu
yang sehat (Sudaryono, 2007, p.16). Watts mendapatkan penanganan dari professional
menjelaskan bahwa melalui bimbingan untuk menurunkan gejala yang dialami.
pribadi dan bimbingan sosial, meningkatkan Intervensi dibutuhkan bagi individu yang
kesiapsiagaan psikologis menghadapi mengalami gejala-gejala PTSD. Dengan
bencana yang akan dapat mengurangi demikian, individu mampu mengatasi
resiko stres yang dialami sebagai akibat hambatannya dan dapat berfungsi lebih
dari bencana alam (Ayriza, 2009, p. 142). baik serta menjalankan kehidupan dengan
Resiliensi juga dapat membantu individu lebih bermakna.
untuk lebih memiliki kendali akan hidup. Masukan untuk peneliti selanjutnya,
Teori-teori kognitif behavioral menyatakan misalnya dengan menggunakan variabel
bahwa individu yang mengalami PTSD lain seperti variabel-variabel intervensi
akan kehilangan kendali dan prediktabilitas psikologi, menggunakan metode penelitian
(Davison et al., 2014, p. 227). eksperimen, menggunakan variabel
Reivish dan Shatte (Hendriani, 2018, psikologis lainnya, seperti self compassion,
p. 53) menyatakan bahwa individu yang self regulated, dan lain-lain. Selain itu, untuk
258
Zakiah, E.: Pengaruh Resilensi terhadap Post-Traumatic Stress Disorder ...
259
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 5, Nomor 2, 2021, Halaman 250-260
Conceps, research and outcomes (pp. Sudaryono. (2007). Resiliensi dan locus
1-14). Springer Science Business of control guru dan staf sekolah
Media. pascagempa. Jurnal Kependidikan:
Rothschild, B. (2000). The body remembers: Penelitian Inovasi Pembelajaran,
The psychophysiology of trauma and 37(1), 55-70.
trauma treatment. Norton & Company. Sugiyono. (2018). Metode penelitian
Sholichach, M. (2007). Pengaruh aplikasi kuantitatif. Alfabeta.
metode Feldenkrais pada perempuan Weathers, F. W., Huska, J. A., & Keane,
korban perkosaan yang mengalami T. M. (1991). PCL-C for DSM-IV.
post-traumatic stress disorder. ANIMA, National Center for PTSD-Behavioral
Indonesian Psychological Journal, Science Division.
24(3), 282-294.
260