PADA MAHASISWA
Nur Aisyah
NIM. 22020123420031
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara global post traumatic stress disorder (PTSD) dapat dijumpai pada sekitar 5–
dilaporkan sebesar 61–80%, termasuk kematian keluarga atau sakit yang mengancam
nyawa pada anak (Mann, 2023). Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering mengalami
peristiwa yang dapat memberikan dampak positif atau sebaliknya. Zhou (2021)
Mengungkapkan bahwa prevalensi PTSD pada populasi umum berkisar antara 6,4%
hingga 7,8% dan secara signifikan lebih tinggi pada kelompok yang mengalami peristiwa
Menurut Zahra ( 2023) Post-traumatic stress disorder (PTSD) merupakan gangguan yang
umum terjadi pada remaja maupun anak-anak yang mengalami kekerasan terutama kekerasan
seksual. Post-traumatic stress disorder (PTSD) adalah gangguan mental yang terjadi akibat
paparan langsung atau tidak langsung dari suatu peristiwa traumatis (American Psychological
tekanan fisiologis dan psikologis jangka panjang yang sangat berat membebani kesehatan
mental. Selama peristiwa ini, jutaan orang mengalami trauma pengalaman, seperti terluka
parah, hampir kehilangan nyawa, kehilangan orang yang dicintai, menyaksikan kematian
atau cedera seseorang, dan dihadapkan pada detail yang tidak menyenangkan dalam
adegan traumatis dan beberapa korban akan mengembangkan gangguan stres pasca
trauma (PTSD).
Studi epidemiologi memperhatikan distribusi dan faktor penentu stres traumatis dan
gangguan mental terkait stres pada populasi tertentu. Studi-studi tersebut menunjukkan
bahwa stres traumatik sering terjadi pada masyarakat yang selamat dari perang,
Penderita PTSD atau tidaknya seseorang tergantung pada respons individu setelah
mengalami peristiwa traumatik. Tidak semua orang yang mengalami trauma psikologis
dianggap menderita PTSD. Diagnosis PTSD ditegakkan ketika individu tidak dapat
mengatasi trauma dan menghadapi masalah dalam jangka waktu yang lama, yang
PTSD disebabkan oleh adanya stressor ekstrim baik berupa paparan langsung
maupun tidak langsung dari suatu peristiwa traumatis. Faktor risiko yang dapat
menimbulkan PTSD antara lain bencana alam, serangan teroris, peperangan, kecelakaan
lalu lintas berat, peristiwa kekerasan, pelecehan seksual dan pemerkosaan (Santiago et
al., 2013; Lancaster, Teeters, Gros, & Back, 2016). Dampak PTSD terhadap kualitas
hidup mereka menyebutkan berdampak pada hubungan, pekerjaan, dan aktivitas sehari-
hari mereka yang mengalami PTSD. Orang-orang yang telah di ajak bicara telah
mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi khususnya terhadap hal-hal yang sering
terjadi secara intensif, untuk mencapai tujuan tertentu ( Thompson, 1991, 1994).
Faktor pertama yang mempengaruhi regulasi emosi adalah usia, seharusnya semakin
bertambah usia seseorang maka relatif semakin baik regulasi emosinya (Ratnasari &
individu mempengaruhi emosi yang dimiliki, kapan memunculkan emosi tersebut dan
pada intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat seperti
individu mampu dalam mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi dan reaksi yang
PTSD telah dikaitkan dengan strategi regulasi emosi melibatkan modulasi respons
seperti penekanan emosi dan penekanan ekspresif 9. Regulasi emosi bisa mengacu pada
10
kemampuan otak dalam mengelola emosi sendiri secara efektif
Regulasi emosi yang efektif meliputi kemampuan secara fleksibel dalam mengatur
emosinya akan membuat orang tersebut terhindar dari sesuatu yang mungkin membuat ia
dalam kesulitan apabila tidak dapat mengelola emosinya karena akan menimbulkan
dampak negatif dari perilaku yang muncul sebab tidak mampu mengendalikan emosinya.
Dengan kata lain jika seseorang memiliki kemampuan dalam meregulasi emosinya
dengan baik maka orang tersebut dapat berperilaku sesuai dengan harapan lingkungannya
(Putri, 2013). Apabila terdapat gangguan yang berat pada regulasi emosi, hal tersebut
sangat berkaitan dengan terjadinya gangguan perasaan dan gangguan perilaku. Maka,
diperlukan cara untuk mengatasi disfungsi regulasi emosi yaitu dengan meditasi 11. John
Kabat Zinn (2013) mengambil peran penting dalam berkembangnya ilmu meditasi dalam
tradisi kaum Budha, yang kemudian disebut dengan mindfulness meditation. Nilai-nilai
meditasi mindfulness ini secara universal bisa dipraktikkan pada semua kalangan agama.
Dalam penelitian ini, objek yang di teliti merupakan mahasiswa yang sedang
menempuh pendidikan dan objek yang diteliti merupakan mahasiswa PTSD. Mahasiswa
memasuki masa dewasa awal yang pada umumnya berada pada rentang usia 18-25 tahun
tingkat intelektual yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir yang lebih matang dan
ketepatan dalam bertindak maka mahasiswa dikenal sebagai orang yang mampu berpikir
secara kritis. Dalam hal ini, diharapkan mahasiswa dapat meregulasi emosi dengan baik
karena sudah memasuki usia dewasa awal yang dimana usia ini sudah menunjukan sikap