Anda di halaman 1dari 5

BAB VII

TINGGI BANGUNAN

Dalam melakukan suatu pengukuran terhadap tinggi suatu bangunan atau


kolom, kita harus memastikan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan
pengukuran telah dipersiapkan dengan baik. Dan perlu diperhatikan juga hal-hal
di sekitarnya yang dapat menjadi penyebab kesalahan-kesalahan yang tidak
diinginkan.
Sebelumnya kita harus mengetahui bangunan yan akan dijadikan obyek
dalam pengukuran, kemudian meninjau lokasinya.

7.1. Peralatan yang Digunakan


Alat-alat yang dipergunakan di lapangan, antara lain:
a. Theodolit
b. Meteran
c. Buku Petunjuk Praktikum dan Laporan Sementara Praktikum IUT
d. Solasi ban hitam
e. Senter
f. Payung
g. Mistar
h. Alat tulis

7.2. Cara Pengaturan Alat


Dalam pengaturan alat yang akan digunakan untuk mengukur tinggi
bangunan, kita harus benar-benar memahami bagian alat tersebut sehingga dalam
pelaksanaannya dapat mengetahui tinggi bangunan yang hampir mirip dengan
aslinya.

7.2.1. Cara Pengaturan Theodolit


Beberapa cara yang harus diperhatikan dalam pemasangan statif dan
Theodolit di lapangan, sebagai berikut :

60
1. Statif dipasang di atas titik yang dikehendaki, kemudian sekrup statis
dikencangkan. Dasar statif diusahakan datar secara kasar.
2. Theodolit dipasang di atas statif dan sekrup dikeraskan.
3. Gelembung nivo kotak diletakkan di tengah-tengah dengan bantuan
tiga sekrup penyetel supaya Theodolit tetap mendatar.
4. Theodolit diatur supaya dalam keadaan baik, yaitu:
1. Sumbu ke-1 harus tegak lurus
2. Sumbu ke-2 harus mendatar
3. Garis bidik harus tegak lurus sumbu ke-2
4. Kesalahan teknis pada skala lingkaran tegak lurus harus sama
dengan nol.
5. Melihat titik yang dikehendaki melalui centering optic.
6. Jika alat belum berada pada titik yang dikehendaki, maka sekrup
pengeras alat dilonggarkan dan alat dapat digeser sehingga dapat tepat pada
titik yang dimaksud dan sekrup dikeraskan.
7. Gelembung nivo kotak diperiksa sekali lagi. Bila gelembung berubah,
nivo kotak perlu diatur kembali.
8. Mengatur nivo tabung.

7.2.2. Cara Pengaturan Nivo


Beberapa langkah yang harus diketahui dan diperhatikan dalam
pengaturan nivo, antara lain:
1. Theodolit pada bagian atas diputar sehingga nivo tabung
letaknya sejajar dengan kedua sekrup penyetel a dan b. Kemudian gelembung
ditempatkan di tengah-tengah dengan menyetel sekrup a dan b.
2. Theodolit bagian atas diputar 90o dan gelembung diatur agar
berada di tengah-tengah dengan sekrup penyetel c.
3. Theodolit siap dipakai dan sudah mendatar bila gelembung
pada nivo kotak tetap ditengah, meskipun teropong diputar ke segala arah.

7.2.3. Cara Mengatur Theodolit Untuk Mengukur Tinggi Bangunan

61
Dalam pengukuran tinggi bangunan yang akan dilakukan di lapangan, kita
perlu mengetahui langkah-langkah dalam mengatur Theodolit, sebagai berikut:
1. Setelah Theodolit di atas titik a dan sudah mendatar, maka
Theodolit diatur supaya dapat digunakan untuk pengukuran sudut dengan
bantuan sekrup K1 dan H1 (sekrup arah horizontal bagian atas), serta sekrup
K2 dan H2 (sekrup arah horizontal bagian bawah).
2. Sekrup K2 dikeraskan dan sekrup K1 diputar untuk membuat
garis indeks nonius tepat 0o pada skala lingkaran mendatar. Nonius dinolkan
dengan memutar sekrup H1. Bila sudah tepat, sekrup K1 dikunci dan sekrup
K2 dibuka.
3. Teropong diarahkan ke Benchmark dan diatur menunjuk pada
sudut 00’0”, K2 dikunci. Titik potong benang diafragma ditepatkan pada bak
ukur dengan memutar sekrup H2 (sekrup penggerak halus), sehingga garis
bidik tepat pada arah utara.
4. Sekrup K1 tetap terkunci sehingga plat nonius dan teropong
tidak dapat diputar.
5. Sekrup pada teropong dibuka sehingga teropong dapat
digerakkan naik dan turun.
6. Mengarahkan teropong ke titik puncak dari suatu bangunan.

7.3. Cara Mengukur Tinggi Bangunan


Saat praktik di lapangan, titik awal dapat ditentukan secara bebas.
Langkah-langkah pelaksanaan praktikum potongan jalan, sebagai berikut:
1. Memasang Theodolit sesuai patokan titik yang diambil.
2. Mencatat TGB (tinggi alat).
3. Mengunci sudut vertikal 90.
4. Membidik satu titik pada dasar bangunan.
5. Melepas kunci vertikal bidik puncak bangunan atau kolom yang akan
dihitung.
6. Mencatat sudut vertikalnya.

7.4. Pengolahan Data

62
Data yang dihasilkan berupa pengukuran dan perhitungan jarak dan sudut
vertikal bangunan yang telah diukur.
Dalam menentukan tinggi bangunan dibutuhkan titik-titik yang didapat
dengan menembak satu titik pada dasar bangunan dan satu titik pada puncak
bangunan. Dalam tabel detail akan disajikan batas atas, batas bawah, jarak, beda
tinggi, dan sudut vertikal dari bangunan tersebut. Setelah itu, dari data tersebut
dapat diketahui tinggi bangunannya.

7.4.1. Pengolahan Data Tinggi Bangunan


Untuk menghitung hasil dari pengukuran di lapangan, dapat dipakai
rumus-rumus sebagai berikut:
1. Jarak = 100 x (BA-BB)
= 100 x (1.545 – 1.235)
= 31 m

2. BT =

1.545 + 1.235
= = 1.39 m
2
3. Beda tinggi = TGB – BT
= 1.485 – 1.39

= 0.095 m
4. Sudut pembacaan = 38.253
Kemiringan gedung = 90 – 38.253
= 51.747
5. Tinggi gedung = (31 x tan 51.747) + 1.39
= 39.319 + 1.39
= 40.709 m

7.4.2. Detail Tinggi Bangunan


Lokasi : Bangunan Gedung W Universitas Kristen Petra Surabaya
Hari / Tanggal : Senin/27 April 2009
Tinggi alat : 148.5 cm

63
POLYGON DETAIL BA BT BB JARAK BEDA TINGGI SUDUT VERTIKAL
TGB (m) (m) (m) (m) (m)  '
POLYGON A
1 1.545 1.39 1.235 31 0.095 38 15 38.253
153 cm

7.5. Kesimpulan
Dari pengukuran dan perhitungan yang telah kami lakukan, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa kemiringan gedung W
sebesar 51.747 dan ketinggian gedungnya adalah 40.709 m.
2. Dalam melakukan pengukuran-pengukuran kita tidak luput dari
berbagai kesalahan. Kesalahan tersebut dapat disebabkan oleh:
a. Adanya kendaraan lewat didekat Theodolit berdiri sehingga
dimungkinkan Theodolit bergetar dan mengalami pergeseran, dan dapat
menyebabkan kesalahan pengukuran.
b. Kedudukan mistar yang tidak tegak lurus.
c. Penafsiran yang dilakukan dalam pembacaan benang atas dan benang
bawah karena pada alat Theodolit tidak dapat menunjukkan angka yang
pasti dan tepat (akurat).
d. Pembacaan sudut vertikal yang kurang tepat (human error).
3. Ketilitian dalam pembacaan sudut dan benang diafragma
sangatlah memengaruhi bentuk dari peta situasi yang dihasilkan.
4. Semua hasil pengukuran tidak dapat sempurna karena alat yang
digunakan adalah jenis Theodolit manual. Semua pengukuran hanya
mendekati keadaan sebenarnya.

64

Anda mungkin juga menyukai