TINGGI BANGUNAN
60
1. Statif dipasang di atas titik yang dikehendaki, kemudian sekrup statis
dikencangkan. Dasar statif diusahakan datar secara kasar.
2. Theodolit dipasang di atas statif dan sekrup dikeraskan.
3. Gelembung nivo kotak diletakkan di tengah-tengah dengan bantuan
tiga sekrup penyetel supaya Theodolit tetap mendatar.
4. Theodolit diatur supaya dalam keadaan baik, yaitu:
1. Sumbu ke-1 harus tegak lurus
2. Sumbu ke-2 harus mendatar
3. Garis bidik harus tegak lurus sumbu ke-2
4. Kesalahan teknis pada skala lingkaran tegak lurus harus sama
dengan nol.
5. Melihat titik yang dikehendaki melalui centering optic.
6. Jika alat belum berada pada titik yang dikehendaki, maka sekrup
pengeras alat dilonggarkan dan alat dapat digeser sehingga dapat tepat pada
titik yang dimaksud dan sekrup dikeraskan.
7. Gelembung nivo kotak diperiksa sekali lagi. Bila gelembung berubah,
nivo kotak perlu diatur kembali.
8. Mengatur nivo tabung.
61
Dalam pengukuran tinggi bangunan yang akan dilakukan di lapangan, kita
perlu mengetahui langkah-langkah dalam mengatur Theodolit, sebagai berikut:
1. Setelah Theodolit di atas titik a dan sudah mendatar, maka
Theodolit diatur supaya dapat digunakan untuk pengukuran sudut dengan
bantuan sekrup K1 dan H1 (sekrup arah horizontal bagian atas), serta sekrup
K2 dan H2 (sekrup arah horizontal bagian bawah).
2. Sekrup K2 dikeraskan dan sekrup K1 diputar untuk membuat
garis indeks nonius tepat 0o pada skala lingkaran mendatar. Nonius dinolkan
dengan memutar sekrup H1. Bila sudah tepat, sekrup K1 dikunci dan sekrup
K2 dibuka.
3. Teropong diarahkan ke Benchmark dan diatur menunjuk pada
sudut 00’0”, K2 dikunci. Titik potong benang diafragma ditepatkan pada bak
ukur dengan memutar sekrup H2 (sekrup penggerak halus), sehingga garis
bidik tepat pada arah utara.
4. Sekrup K1 tetap terkunci sehingga plat nonius dan teropong
tidak dapat diputar.
5. Sekrup pada teropong dibuka sehingga teropong dapat
digerakkan naik dan turun.
6. Mengarahkan teropong ke titik puncak dari suatu bangunan.
62
Data yang dihasilkan berupa pengukuran dan perhitungan jarak dan sudut
vertikal bangunan yang telah diukur.
Dalam menentukan tinggi bangunan dibutuhkan titik-titik yang didapat
dengan menembak satu titik pada dasar bangunan dan satu titik pada puncak
bangunan. Dalam tabel detail akan disajikan batas atas, batas bawah, jarak, beda
tinggi, dan sudut vertikal dari bangunan tersebut. Setelah itu, dari data tersebut
dapat diketahui tinggi bangunannya.
2. BT =
1.545 + 1.235
= = 1.39 m
2
3. Beda tinggi = TGB – BT
= 1.485 – 1.39
€
= 0.095 m
4. Sudut pembacaan = 38.253
Kemiringan gedung = 90 – 38.253
= 51.747
5. Tinggi gedung = (31 x tan 51.747) + 1.39
= 39.319 + 1.39
= 40.709 m
63
POLYGON DETAIL BA BT BB JARAK BEDA TINGGI SUDUT VERTIKAL
TGB (m) (m) (m) (m) (m) '
POLYGON A
1 1.545 1.39 1.235 31 0.095 38 15 38.253
153 cm
7.5. Kesimpulan
Dari pengukuran dan perhitungan yang telah kami lakukan, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa kemiringan gedung W
sebesar 51.747 dan ketinggian gedungnya adalah 40.709 m.
2. Dalam melakukan pengukuran-pengukuran kita tidak luput dari
berbagai kesalahan. Kesalahan tersebut dapat disebabkan oleh:
a. Adanya kendaraan lewat didekat Theodolit berdiri sehingga
dimungkinkan Theodolit bergetar dan mengalami pergeseran, dan dapat
menyebabkan kesalahan pengukuran.
b. Kedudukan mistar yang tidak tegak lurus.
c. Penafsiran yang dilakukan dalam pembacaan benang atas dan benang
bawah karena pada alat Theodolit tidak dapat menunjukkan angka yang
pasti dan tepat (akurat).
d. Pembacaan sudut vertikal yang kurang tepat (human error).
3. Ketilitian dalam pembacaan sudut dan benang diafragma
sangatlah memengaruhi bentuk dari peta situasi yang dihasilkan.
4. Semua hasil pengukuran tidak dapat sempurna karena alat yang
digunakan adalah jenis Theodolit manual. Semua pengukuran hanya
mendekati keadaan sebenarnya.
64