Menyetujui,
Wakil Dekan I
Visi
Menjadi Fakultas Terkemuka di Bidang Keperawatan dan Ilmu Kesehatan
yang Berkarakter Islam Berkemajuan Tahun 2037
Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dengan mengintegrasikan
nilai-nilai Islami.
2. Menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang
dapat meningkatkan kesejahteraan manusia dibidang keperawatan &
kesehatan.
3. Menjalin dan mengimplementasikan kerjasama dengan pihak lain yang
saling menguntungkan
4. Menyelenggarakan pembinaan sivitas akademika dalam kehidupan yang
Islami sehingga mampu menjadi teladan yang baik
5. Meningkatkan kualitas tata kelola FKIK yang bertanggung jawab
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
Visi
Menghasilkan ahli madya kebidanan yang unggul dalam upaya promotif dan preventif
berkarakter Islam berkemajuan di tatanan pelayanan kebidanan, dengan mengikuti
perkembangan IPTEKS dan berbawasan global pada tahun 2028
Misi
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga Modul
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Seri 1 untuk mahasiswi Program Studi DIII Kebidanan
Fakultas Keperawatan & Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin ini dapat
diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Modul ini dibuat sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan pembelajaran
mengenai Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Modul ini diharapkan dapat membantu
mahasiswa dalam mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran mandiri dengan
lebih baik, terarah, dan terencana. Pada setiap modul, telah ditetapkan tujuan pelaksanaan
pembelajaran dan semua kegiatan yang harus mahasiswa lakukan serta teori singkat untuk
memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai materi yang dibahas, dan panduan
pelaksanaan praktikum berupa checklist.
Penyusun meyakini bahwa Modul Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Seri 1 yang
dihasilkan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan
saran yang membangun guna penyempurnaan modul ini dan modul lainnya dimasa yang
akan datang.
Akhir kata, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam penyusunan modul ini.
Penulis
DAFTAR ISI
1.1 Deskripsi
Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh......
Hallo, apa kabar? Mudah-mudahan Anda dalam keadaan sehat walafiat. Kami
yakin Anda tentu sudah siap untuk mempelajari modul ini. Kali ini Anda akan
mempelajari modul yang berjudul “Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Seri 1”.
Modul ini membahas tentang: (1) konsep dan prinsip penyelamatan dan bantuan hidup
dasar maternal; dan (2). Penanganan kegawatdaruratan kasus maternal poned dan ponek
dalam tim. Agar memudahkan Anda mempelajari modul ini, maka materi yang akan
dibahas dibagi menjadi 2 Kegiatan Belajar, yaitu:
1.1.1 Kegiatan Belajar-1, membahas konsep dan prinsip penyelamatan dan bantuan
hidup dasar maternal
1.1.2 Kegiatan Belajar-2, membahas Penanganan kegawatdaruratan kasus maternal
poned dan ponek dalam tim
1.2 Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
Setelah selesai mempelajari seluruh materi pelajaran yang disajikan di dalam modul ini
diharapkan ANDA mampu mencapai atau menguasai standar kompetensi yang
ditentukan. ANDA diharapkan mampu mencapai atau mengusai kompetensi dasar yang
sudah ditetapkan yaitu mengidentifikasi fisiologi tubuh manusia.
1.3 Petunjuk Penggunaan Modul
Berikut ini merupakan petunjuk penggunaan modul, antara lain
1.1.1 Bacalah terlebih dahulu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
1.1.2 Pelajari uraian materi pelajaran sampai tuntas
1.1.3 Baca rangkuman
1.1.4 Kerjakan semua soal latihan yang tersedia
1.1.5 Mengarahkan ANDA cara menggunakan modul secara bertahap dan menjelaskan
metode yang digunakan ANDA
1.1.6 Memberikan informasi sumber yang bisa digunakan
1.4 Tujuan Akhir
1.1.1 Konsep dan prinsip penyelamatan dan bantuan hidup dasar maternal
1.1.2 Penanganan kegawatdaruratan kasus maternal poned dan ponek dalam tim
Keberhasilan ANDA mempelajari modul ini tentunya sangat tergantung
pada keseriusan ANDA. Hendaknya tidak segan-segan untuk bertanya tentang
materi pembelajaran yang belum ANDA pahami kepada nara sumber pada saat
dilaksanakannya kegiatan pembelajaran tatap muka, atau berdiskusi dengan
rekan ANDA. Di samping itu, ANDA juga harus berusaha dengan sungguh-
sungguh untuk menyelesaikan semua tugas yang ada di dalam modul ini.
Yakinlah bahwa Insya Allah ANDA akan berhasil dengan baik apabila memiliki
semangat belajar yang tinggi. Jangan lupa berdoa kepada Allah SWT agar
senantiasa diberikan kemudahan belajar.
Wassalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
KEGIATAN BELAJAR 1 :
KONSEP DAN PRINSIP PENYELAMATAN DAN
BANTUAN HIDUP DASAR MATERNAL
Artinya : “Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur'an) dari
Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat
bagi orang yang beriman” (QS. Yunus: 57)
A (Air Way) : yaitu membersihkan jalan nafas dan menjamin nafas bebas
hambatan
B (Breathing) : yaitu menjamin ventilasi lancar
C (Circulation): yaitu melakukan pemantauan peredaran darah
Sumber: Lecturi
Tabel 2.1 Tanda-Tanda Abortus
Tanda & Abortus Abortus Abortus Abortus Missed Septic
Gejala Imminens Insipiens Inkompetus Kompletus Abortion Abortion
Nyeri Bervariasi Parah/ritmis Parah Menghilang/ Tidak ada Berat/
tidak ada bervariasi
Perdarahan Hanya Banyak/ Perdarahan Minimal/ tidak Sedikit Bervariasi
sedikit/ bekuan hebat ada spotting, dapa dapat berbau
spotting berrwarna menyengat
coklat muda
OUE Tertutup Terbuka Terbuka Tertutup Tertutup Terbuka
Uterus Lunak, tidak Lunak, dapat Lunak/ nyeri Kontraksi kuat Lebih kecil Besar/
(Jika ada nyeri lebih kecil dari dari yang lunak/nyeri
Teraba) tekan yang diharapkan
diharapkan
Tanda & - Terdapat Pireksia
Gejala lain jaringan di maternal
serviks dan syok
Sumber: Fraser & Cooper, 2011
Sumber: Kehamilansehat.com
Sumber: SehatQ
Faktor risiko mola hidatidosa, yaitu (Fraser & Cooper, 2011):
(1) Riwayat kehamilan mola hidatidosa
(2) Usia ibu > 20 tahun dan > 40 tahun
2) Kehamilan Lanjut
a) Antepartum Haemorrhage (APH)
Antepartum haemorrhage adalah perdarahan yang terjadi melalui vagina
setelah usia gestasi 24 minggu dan sebelum ada awitan persalinan (Fraser
& Cooper, 2011; Varney et al, 2004; Pairman et al, 2011).
(1) Solusio plasenta/ Plasenta Abruption
Solusio plasenta adalah pelepasan prematur dari plasenta letak
normal yang terjadi setelah usia kehamilan 22 minggu (Fraser &
Cooper, 2011; Varney et al, 2004).
Penyebab solusio plasenta secara spesifik belum diketahui, namun
dapat dihubungkan dengan kondisi sebagai berikut (Varney et al,
2004; Pairman et al, 2011).:
(a) Gangguan hipertensi pada ibu
(b) Usia ibu lanjut
(c) Ibu merokok
(d) Gizi buruk
(e) Korioamnionitis
(f) Trauma benda tumpul pada abdomen
(g) Riwayat solusio plasenta sebelumnya
(h) Penurunan volume atau ukuran uterus secara tiba-tiba (misalnya
pecahnya ketuban pada kasus polihidramnion atau gamelli)
(i) Versi cephalic eksternal
(j) Pengguna kokain
Gambar 2.4 Solusio Plasenta
Sumber: Alodokter.com
Klasifikasi solusio plasenta, yaitu (Fraser & Cooper, 2011):
(a) Pelepasan plasenta tingkat ringan
pada kasus ini, hanya terjadi sedikit pemisahan plasenta dan
perdarahan. Ibu dan janin berada dalam kondisi stabil. Tidak
terdapat indikasi syok maternal dan janin hidup dengan denyut
jantung normal. Konsistensi uterus bormal tidak ada nyeri tekan
saat abdomen dipalpasi. Sulit membedakan kondisi ini dengan
plasenta previa dengan perdarahan vagina yang penyebabnya
bersifat insidental.
(b) Pelepasan plasenta tingkat sedang
Pada tingkat ini terjadi pelepasan plasenta adalah sekitar
seperempat bagian. Kehilangan darah sampai 1000 ml, sebagian
diantaranya keluar melalui vagina dan sebagian tertahan di balik
plasenta sebagai bekuan retroplasenta atau mengalami
ekstravasasi ke dalam otot uterus. Ibu akan mengalami syok
disertai peningkatan frekuensi nadi dan penurunan tekanan darah.
Ada nyeritekan pada abdomen. Janin dapat hidup walaupun
mengalami hipoksia, dapat juga terjadi kematian janin
intrauterus.
(c) Pelepasan plasenta tingkat berat
Keadaan ini merupakan kedaruratan obstetrik akut. Sedikitnya
dua pertiga plasenta telah terlepas dan 2000 ml atau lebih darah
keluar. Sebagian besar atau seluruh darah dapat tersembunyi
dibelakang plasenta. Ibu akan mengalami syok berat; tekanan
darah rendah, namun hasil pengukurannyadapat tetap berada
dalam batas normalakibat hipertensi yang terjadi sebelumnya.
Janin hampir dipastikan meninggal. Nyeri abdomen sangat parah
dengan nyeri tekan abdomen yang luar biasa, konsistensi uterus
sangat keras seperti papan.
(2) Plasenta previa
Plasenta previa adalah malposisi plasenta pada segmen bawah rahim
baik anterior maupun posterior sehingga plasenta yang telah
berkembang sempurna meluas ke ostium uteri Varney et al, 2004).
Penyebab pasti palsenta previa belum diketahui. Insiden kejadian
plasenta previa berhubungan dengan paritas, merokok, dan jumlah
persalinan SC. Faktor predisposisi sebagain berikut (Pairman et al,
2011):
(a) Riwayat plasenta previa
(b) Ukuran plasenta besar (eritoblastosis janin dan kehamilan ganda)
(c) Bentuk uterus tidak normal
(d) Ada bekas luka pada uterus
(e) Merokok
(f) Teknologi reproduksi buatan (in vitro fertilitation, gamete
intrafallopian transfer)
(g) Usia lebih dari 35 tahun
Sumber: Alodokter.com
Klasifikasi plasenta previa, yaitu:
(a) Parsial/ plasenta letak rendah: Menutupi jalan lahir sekitar 2 cm
atau ditepi jalan lahir namun tidak meluas ke ostium servikalis
interna
(b) Marginal : meluas namun tidak menutupi ostium servikalis
eksterna
(c) Komplit : menutupi seluruh ostium servikalis interna
Tabel 2.2 Gejala dan Tanda Utama Solusio Plasenta dan Plasenta Previa
Keterangan Solusio Plasenta Plasenta Previa
Gejala dan 1. Perdarahan dengan nyeri 1. Perdarahan tanpa nyeri, usia
tand autama interminten atau menetap gestasi > 22 mg
2. Warna darah kehitaman dan 2. Darah segar atau kehitaman
cair, tetapi mungkin ada dengan bekuan
bekuan jika solusio relative 3. Perdarahan dapat terjadi
baru setelah miksi atau defikasi,
3. Jika ostium terbuka, terjadi aktivitas fisik, Kontraksi
perdarahan berwarna merah Braxton Hicks atau koitus
segar
Penyulit 1. Syok yang tidak sesuai 1. Syok Perdarahan setelah
lainnya dengan jumlah darah yang koitus
keluar (tipe tersembunyi) 2. Tidak ada kontraksi uterus
2. Anemia berat 3. Bagian terendah janin tidak
3. Melemah atau hilangnya masuk pintu atas panggul
gerak janin 4. Kondisi janin normal atau
4. Gawat janin atau hilangnya terjadi gawat janin
denyut jantung janin
5. Uterus tegang dan nyeri
Patogenesis
Patogenesis preeklamsia diduga meliputi dua tahap. Tahap pertama
adalah terjadi gangguan proses plasentasi, sedangkan tahap kedua
meliputi munculnya gejala klinis sistemik (hipertensi dan
proteinuria). Tahap pertama bersifat preklinis dan belum ada gejala,
yang terjadi pada usia kehamilan 8-18 minggu, dimana sirkulasi
uteroplasenta dibentuk dari proses remodelling arteri spiralis.
Abnormalitas pada tahap pertama ini dapat disebabkan oleh banyak
hal seperti:
(a) Implantasi plasenta dengan invasi trofoblas abnormal pada
pembuluh darah uterus
(b) Gangguan toleransi adaptasi imunologi antara maternal, perinatal,
dna janin
(c) Ketidakseimbangan faktor angiogenesis dan antiangiogenesis
(d) Maladaptasi maternal terhadap perubahan inflamasi dan
kardiovaskular
(e) Faktro genetik melalui gen yang diturunkan dan pengaruh
epigenetik
(f) Faktor metabolik maternal
Klasifikasi Preeklamsia
Kalsifikasi preeklamsia terbaru tidak lagi membagi `ringan` dan
`berat`, namun dibagi menjadi preeklamsia `disertai gejala berat` (with
severe features) dan `tanpa disertai gejala berat` (without severe
features). Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan
pada seluruh kasus preeklamsia tanpa disertai gejala berat (PE) yang
dapat memburuk secara tiba-tiba. Selanjutnya preklamsia tanpa
disertai gejala berat disebut sebagai PE, sedangkan preeklamsia
dengan gejala berat disebut sebagai preelamsia berat (PEB). Disebut
PEB jika memiliki kriteria sebagai berikut:
(a) TD sistolik ³ 160 mmHg, TD diastolik ³ 110 mmHg
(b) Serum kreatinin > 1,1 mg/dl
(c) Edema paru
(d) Trombosit < 100.000/µl
(e) Peningkatan fungsi liver (lebih dari dua kali normal)
(f) Keluhan nyeri kepala, gangguan penglihatan dan nyeri ulu hati
(impending eklamsia)
(g) Gangguan pertumbuhan janin
(5) Eklamsia
Timbulnya kejang pada wanita penderita preekalmpsia yang tidak
disebabkan oleh hal lain. Kejang pada eklampsia bersifat general dan
dapat terjadi sebelum, saat, atau sesudah persalinan.
Tanda-tanda munculnya eklampisa yaitu:
(a) Peningkatan tekanan darah yang drastis
(b) Berkurangnya haluran urin akibat vasospasme akut
(c) Peningkatan proteinuria
(d) Sakit kepala hebat, persisten, dan terletak di bagian frontal
(e) Mengantuk atu konfusi akibat edema serebral
(f) Gangguang penglihatan seperti penglihatan kabur atau flashing
light akibat edema retina
(g) Nyeri epigastrikyang menunjukkan edema hati dan kerusakan
fungsi hati
(h) Mual dan muntah
c) Kehamilan Multipel
Kehamilan multipel adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih yang
ada di dalam kandungan selama proses kehamilan (Wiknjosastro, 2011)
Ada dua jenis utama pada kehamilan multipel yaitu Dizigotik (DZ) dan
Monozigotik (MZ). Monozigotik (uniovular dna identik) terjadi secara
sporadis, sedangkan dzigotik (binovular dan fraternal) meningkat dengan
bertambahnya usia dan paritas ibu. Kejadian dzigotik lebih banyak dari
padi monozigotik (Pairman et al, 2011).
Dzigotik berkambang dari dau ovum yang dibuahi oleh spermatozoa yang
berbeda. Memiliki kantung kehamilan yang terpisah dengan plasenta,
korion, amnion, dan tali pusat yang terpisah. Janin mungkin memiliki
jenis kelamin yang sama atau berbeda dan tidak identik. Sedangkan
Monozigotik berkembang dari satu sel telur yang membelah dalam
beberapa hari dari embriogenesis menjadi dua bagian yang identik,
masing-masing berkembang satu dengan amnion dan tali pusatyang
terpisah tetapi biasanya berbagi satu plasenta dan korion. Janin ini
memiliki jenis kelamin sama, memiliki goolongan darah yang sama dan
karakteristik fisik dan psikologis yang sangat mirip (identik) (Pairman et
al, 2011).
Gambar 2.6 Kehamilan Gemelli/Multipel
Sumber: Sejahterabakti.com
Patofisiologi IUGR
Pada kelainan sirkulasi antara ibu dan janin terjadi gangguan akibat dari
perkembangan plasenta yang abnormal, pasokan oksigen, masukan
nutrisi, dan pengeluaran hasil metabolik menjadi abnormal. Janin menjadi
kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir sehingga timbul PJT
(pertumbuhan jnain terhambat) (Prawirohardjo, 2014).
Manifestasi Klinis
Bayi-bayi lahir IUGR biasanya tampak kurus, pucat dan berkulit keriput,
tali pusat umumnya tampak rapuh dan layuh dibandingkan pada bayi
normal yang tampak tebal dan kuat, IUGR muncul sebagai akibat dari
berhentinya pertumbuhan jaringan atau sel (Prawirohardjo, 2014).
3) Kelainan Air Ketuban
a) Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum kehamilan
mencapai usia gestasi 37 minggu dan tidak terdapat tanda mulai
persalinan (Fraser & Cooper, 2011).
Penyebab terjadinya ketuban pecah dini yaitu sebagai berikut:
(1) Multipara dan Grandemultipara
(2) Hidramnion
(3) Kelainan letak: sungsang atau lintang
(4) Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)
(5) Kehamilan ganda
(6) Pendular abdomen (perut gantung)
Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas pada
daerah tepi robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput
ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat
terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen.
Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas.
Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertantu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban mengalami kelemahan.
Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Pada
daerah di sekitar pecahnya selaput ketuban diidentifikasi sebagai suatu
zona “restriced zone of exteme altered morphologi (ZAM)”
b) Polihidramnion
Polihidramnion atau hidramnion adalah suatu keadan dimana jumlah air
ketuban melebihi 2 liter. Sedangkan secara klinik adalah penumpukan
cairan ketuban yang berlebihan sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman
pada pasien. Sedangkan secara USG jika Amniotic Fluid Index (AFI) >
20 cm atau lebih .
Faktor penyebab polihidramnion yaitu (Fraser & Cooper, 2011):
(1) Atresia esofagus
(2) Defek tuba neuralis terbuka
(3) Kehamilan kembar, terutama pada kasus kembar monozigot
(4) Diabetes melitus maternal
(5) Isoimunisasi rhesus
(6) Korioangioma
(7) Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui
Tipe Polihidramnion
Ada dua tipe polihidramnion, yaitu (Fraser & Cooper, 2011):
(1) Polihidramnion kronis: tipe ini terjadi secara bertahap, biasanya
dimulai pada saat usia kehamilan kira-kira 30 minggu. Tipe ini yang
paling sering terjadi.
(2) Polihidramnion akut: tipe ini jarang terjadi. Biasanya terjadi pada usia
kehamilan 20 minggu dan muncul dengan tiba-tiba. Uteris mencapai
sifisternum dalam 3-4 hari.tipe ini biasanya berhubungan dengan
kembar monozigotik atau abnoemalitas janin yang parah
b. Persalinan
1) Kala I & Kala II
a) Emboli Air Ketuban
Emboli air ketuban merupakan sindrom dimana sejumlah besar cairan
ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba gangguan
pernapasan yang akut dan shock. Adanya cairan amnion dalam sirkulasi
maternal memicu respon anafilaksis (Fraser & Cooper, 2011).
Faktor penyebab emboli air ketuban
(1) Multiparitas dan usia lebih dari 30 tahun
(2) Janin besar
(3) Kematian janin intrauteri
(4) Mekonium dalam cairan ketuban
(5) Kontraksi uterus yang kuat
(
(Fraser & Cooper, 2011)
b) Distosia bahu
Distosia bahu adalah gagalnya bahu janin melewati pelviks secara
spontan setelah kelahiran kepala. Bahu anterior terperangkap di belakang
atau pada simfisis pubis, semnetara bahu posterior berada di lubang
sakrumatau tinggal di atas promontorium sakrum (Fraser & Cooper,
2011).
Sumber: Unimus
Bila ibu tidak mengalami takhikardi, DJJ yang lebih dari 160 per menit
menunjukan adanya anval hipoksia.
Denyut jantung janin abnormal dapat disebut juga dengan fetal distress.
Fetal distress dibagi menjadi dua yaitu fetal distress akut dan fetal
distress kronis. dibawah ini dijelaskan beberapa faktor yang
mempengaruhinya:
(1) Faktor yang mempengaruhi fetal distress akut
(a) Kontraksi uterus
(b)Kompresi tali pusat
(c) Kondisi tali pusat
(d)Depresi pusat pada system pernapasan
(2) Faktor yang mempengaruhi fetal distress kronis
Fetal distress kronis berhubungan dengan faktor sosial yang
kompleks.
(a) Status sosial ekonomi rendah
(b) Umur maternal
(c) Merokok
(d) Penyalahgunaan obat terlarang
(e) Riwayat obstetric yang buruk
(f) Penyakit maternal
(g) Kondisi plasenta
(h) Kondisi fetal
(i) Faktor risiko intapartum
2) Kala III & Kala IV
a) Atonia uteri
Atonia uteri adalah kegagalan miometrium untuk berkontraksi dan
beretraksi serta mengompresi pembuluh darah yang robek dan
mengendalikan kehilangan darah. Ketika plasenta masih melekat, volume
darah yang mengalir ke plasenta sekitar 500-800 ml permenit. Setelah
terjadi pemisahan, kontraksi dan retraksi yang efisien oleh ototuterus
menyumbat aliran tersebut dan mencegah perdarahan (Fraser & Cooper,
2011).
Atonia uteri adalah uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir) (JNPKKR, 2017).
Penyebab Atonia Uteri
(1) Pemisahan plasenta inkomplet
(2) Retensi kotiledon, fragmen plasenta atau membran
(3) Percepatan persalinan
(4) Persalinan lama yang menyebabkan inersia uterus
(5) Polihidramnion atau kehamilan kembar yang menyebabkan distensi
otot uterus berlebihan
(6) Plasenta previa
(7) Abrupsio/solusio plasenta
(8) Anestesia umum terutama halotan atau siklopropana
(9) Kesalahan penatalaksanaan kala tiga persalinan
(10) Kandung kemih penuh
(Fraser & Cooper, 2011).
Sumber: Jinekoloji
Penyebab Retensio plasenta
(1) His kurang kuat (penyebab terpenting)
(2) Plasenta sulit terlepas karena tempat implantasinya (inersi di sudut
tuba), bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis), dan
ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas
karena penyebab diatas disebut plasenta adhesive
c) Syok obstetrik
Syok adalah sindrom kompleks yang meliputi berkurangnya aliran darah
ke jaringan sehingga terjadi disfungsi organ sel. Syok menyebabkan
kolaps progresif pada sistem sirkulasi dan jika tidak ditangani dapat
menyebabkan kematian (Fraser & Cooper, 2011).
Syok obstetri adalah yok yang dijumpai dalam kebidanan yang
disebabkan baik oleh perdarahan, trauma, atau sebab sebab lainnya. Syok
merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi
yang adekuat ke organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang
mengancam jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan intensif.
Curigai atau antisipasi syok, jika terdapat satu atau lebih kondisi berikut :
(1) Perdarahan pada awal kehamilan (seperti abortus, kehamilan ektopik,
atau mola)
(2) Perdarahan pada akhir kehamilan atau persalinan (plasenta previa,
solution plasenta, rupture uteri)
(3) Perdarahan setelah melahirkan (seperti rupture uteri, atonia uteri,
robekan jalan lahir, plasenta yang tertinggal)
(4) nfeksi (seperti pada abortus yang tidak aman atau abortus septik,
amnionitis, metritis, pienefretis )
(5) Trauma (seperti perlukaan pada uterus atau usus selama proses
abortus, rupture uteri, robekan jalan ahir)
Klasifikasi Syok
(1) Syok Hemoragik
Adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak.
Akibat perdarahan pada kehamilan muda, misalnya abortus,
kehamilan ektopik dan penyakit trofoblas (mola hidatidosa);
perdarahan antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta,
rupture uteri, dan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan
laserasi jalan lahir.
(2) Syok Neurogenik
Yaitu syok yang akan terjadi karena rasa sakit yang berat disebabkan
oleh kehamilan ektopik yang terganggu, solusio plasenta, persalinan
dengan forceps atau persalinan letak sungsang di mana pembukaan
serviks belum lengkap, versi dalam yang kasar, firasat/tindakan
crede, ruptura uteri, inversio uteri yang akut, pengosongan uterus
yang terlalu cepat (pecah ketuban pada polihidramnion), dan
penurunan tekanan tiba-tiba daerah splanknik seperti pengangkatan
tiba- tiba tumor ovarium yang sangat besar.
(3) Syok Kardiogenik
Yaitu syok yang terjadi karena kontraksi otot jantungyang tidak
efektif yang disebabkan oleh infark otot jantung dan kegagalan
jantung. Sering dijumpai pada penyakit-penyakit katup jantung.
(4) Syok Endotoksik/septic
Merupakan suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan
oleh lepasnya toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram
nagatif. Sering dijumpai pada abortus septic, korioamnionitis, dan
infeksi pascapersalinan.
(5) Syok Anafilatik
Yaitu syok yang sering terjadi akibat alergi/hipersensitif terhadap
obat-obatan. Penyebab syok yang lain seperti emboli air ketuban,
udara atau thrombus, komplikasi anastesi dan kombinasi seperti pada
abortus inkompletus (hemoragik dan ensotoksin) dan kehamilan
ektopik terganggu dan rupture uteri (hemoragik dan neurogenik).
Diagnosis Syok
Pada penderita syok umumnya pernapasan cepat. Karena penurunan
curah jantung dan vasokonstriksi, ditandai kulit pucat dan dingin. Pada
syok berat perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme
kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ
vital. Pada syok berat terjadi vasokonstriksi di semua pembuluh darah
lain. Terjadi oligouria dan asidosis berat, tekanan darah <100mmHg,
gagal nafas, volume darah >40% dan gangguan kesadaran dan tanda-
tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun)
Rangsangan simpatis berlebihan menyebabkan pengeluaran keringat yang
basah. Tekanan nadi (sistolik-diastolik) mencerminkan perubahan isi
sekuncup dan biasanya turun jauh sebelum sistolik menurun. Pengeluaran
urin biasanya menurun atau tak ada dan penurunan kesadaran
c. Nifas
1) Perdarahan Postpartum (Primer dan Sekunder)
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih
setelah kala III selesai setelah plasenta lahir). Fase dalam persalinan dimulai
dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan
kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap
sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan
kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan
pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III
persalinan selesai (Saifuddin, 2014)
Jenis Perdarahan
Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan postpartum
primer/dini dan perdarahan postpartum sekunder/lanjut.
a) Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi
dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan
postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta,
robekan jalan lahir, dan inversio uteri.
b) Perdarahan postpartum sekunder yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum
sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik,
atau sisa plasenta yang tertinggal (Manuaba, 2014).
Etiologi
Perdarahan postpartum disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor
predisposisi adalah anemia, yang berdasarkan prevalensi di negara
berkembang merupakan penyebab yang paling bermakna. Penyebab
perdarahan postpartum paling sering adalah atonia uteri serta retensio
plasenta, penyebab lain kadang-kadang adalah laserasi serviks atau vagina,
ruptur uteri, dan inversi uteri (Saifuddin, 2014).
Sebab-sebab perdarahan postpartum primer dibagi menjadi empat kelompok
utama:
a) Tone (Atonia Uteri)
Atonia uteri menjadi penyebab pertama perdarahan postpartum.
Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi
serat-serat miometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan
terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat
plasenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan
fungsi miometrium dinamakan atonia uteri (Oxorn, 2010). Diagnosis
ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir perdarahan masih ada
dan mencapai 500-1000 cc, tinggi fundus uteri masih setinggi pusat atau
lebih dengan kontraksi yang lembek (Saifuddin, 2014). Pencegahan
atonia uteri adalah dengan melakukan manajemen aktif kala III dengan
sebenar-benarnya dan memberikan misoprostol peroral 2-3 tablet (400-
600 mcg) segera setelah bayi lahir (Oxorn, 2010).
b) Trauma dan Laserasi
Perdarahan yang cukup banyak dapat terjadi karena robekan pada saat
proses persalinan baik normal maupun dengan tindakan, sehingga
inspeksi harus selalu dilakukan sesudah proses persalinan selesai
sehingga sumber perdarahan dapat dikendalikan. Tempat-tempat
perdarahan dapat terjadi di vulva, vagina, servik, porsio dan uterus
(Oxorn, 2010).
c) Tissue (Retensio Plasenta)
Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan mengganggu
kontraksi dan retraksi, sinus-sinus darah tetap terbuka, sehingga
menimbulkan perdarahan postpartum. Perdarahan terjadi pada bagian
plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Bagian plasenta yang masih
melekat merintangi retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung
terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan (Oxorn,
2010). Retensio plasenta, seluruh atau sebagian, lobus succenturiata,
sebuah kotiledon, atau suatu fragmen plasenta dapat menyebabkan
perdarahan plasenta akpostpartum. Retensio plasenta dapat disebabkan
adanya plasenta akreta, perkreta dan inkreta. Faktor predisposisi
terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea,
pernah kuret berulang, dan multiparitas (Saifuddin, 2014).
d) Thrombophilia (Kelainan Perdarahan)
Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dapat terjadi setelah
abruption placenta, retensio janin-mati yang lama di dalam rahim, dan
pada emboli cairan ketuban. Kegagalan mekanisme pembekuan darah
menyebabkan perdarahan yang tidak dapat dihentikan dengan tindakan
yang biasanya dipakai untuk mengendalikan perdarahan. Secara etiologi
bahan thromboplastik yang timbul dari degenerasi dan autolisis 14
decidua serta placenta dapat memasuki sirkulasi maternal dan
menimbulkan koagulasi intravaskuler serta penurunan fibrinogen yang
beredar (Oxorn, 2010).
(Saifuddin, 2014)
2) Sepsis puerpuralis
Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory
response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai.
Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38oC atau ; takikardi;
asidosis metabolik; biasanya disertai dengan alkalosis respiratorik
terkompensasi dan takipneu; dan peningkatan atau penurunan jumlah sel
darah putih. Sepsis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur.
Sepsis berbeda dengan septikemia. Septikemia (nama lain untuk blood
poisoning) mengacu pada infeksi dari darah, sedangkan sepsis tidak hanya
terbatas pada darah, tapi dapat mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk
organ-organ.
Infeksi puerperalis adalah infeksi bakteri pada traktus genetalia yang
terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga 38ᵒC
atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan
dengan mengecualikan 24 jam pertama
Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genetilia yang dapat terjadi
setiap saat antara pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42
hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat dua atau lebih dari hal-
hal berikut ini :
a) Nyeri pelvik
b) Demam 38,5 c atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja
c) Cairan vagina yang abnormal
d) Cairan vagina berbau busuk
e) Keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus.
Faktor Predisposisi
a) Persalinan lama, terutama dengan ketuban pecah
b) Ketuban pecah berkepanjangan sebelum persalinan
c) Sering dilakukan pemeriksaan dalam terutama pada keadaan ketuban
sudah pecah
d) Kecerobohan dalam mencuci tangan
e) Setiap tindakan manipulasi intrauterine (eksplorasi uterus, manual
plasenta)
f) Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka seperti laserasi yang tidak
segara di tangani
g) Hematom
h) Persalinan SC
i) Retensi fragmen atau membrane plasenta
j) Perawatan perineum yang tidak tepat
k) Infeksi vagina/ serviks yang tidak diobati atau PMS
(Fraser & Cooper, 2011).
Klasifikasi
a) Pelvio Tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis yang paling sering meradang mengenai vena-vena
didinding uterus dan ligamentum latu yaitu vena ovarika, karena
mengalirkan darah dan luka bekas plasenta didaerah fundus uteri.
Penjalaran tromboflebitis pada vena ovarika kiri ialah ke vena renalis dan
dari vena ovarika kanan ke vena kava inferior. Biasanya terjadi sekitar
hari ke-14 atau ke-15 pasca partum. Trombosis yang terjadi setelah
peradangan bermaksud untuk menghalangi penjalaran mikroorganisme.
Dengan proses ini, infeksi dapat sembuh tetapi jika daya tahan tubuh
kurang, trombus dapat menjadi nanah. Bagian-bagian kecil trombus
terlepas dan terjadilah emboli atau sepsis dan karena embolus ini
mengandung nanah disebut juga pyaemia. Embolus ini biasanya
tersangkut pada paru, ginjal dan katup jantung. Pada paru dapat
menimbulkan infark.
b) Tromboflebitis femoralis
Tromboflebitis femoralis yaitu suatu tromboflebitis yang mengenai vena
safena magna atau vena femoralis. Hal ini disebabkan oleh adanya
trombosis atau embosis yang disebabkan karena adanya perubahan atau
kerusakan pada intima pembuluh darah, perubahan pada susunan darah,
laju peredaran darah, atau karena pengaruh infeksi atau venaseksi.
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya
vena vemarolis, vena poplitea dan vena safena. Sering terjadi sekitar hari
ke-10 pasca partum. Hal ini terjadi karena aliran darah lambat didaerah
lipatan paha karena vena tersebut tertekan oleh liginguinale juga karena
dalam masa nifas kadar fibrinogen meninggi.
Tanda dan Gejala
Penderita-penderita umumnya mengeluh spontan terjadinya nyeri di daerah
vena (nyeri yang terlokalisasi), yang nyeri tekan, kulit di sekitarnya
kemerahan (timbul dengan cepat diatas vena) dan terasa hangat sampai
panas. Juga dinyatakan adanya oedema atau pembengkakan agak luas, nyeri
terjadi bila menggerakkan lengan, juga pada gerakan-gerakan otot tertentu.
Pada perabaan, selain nyeri tekan, diraba pula pengerasan dari jalur vena
tersebut, pada tempat-tempat dimana terdapat katup vena, kadang-kadang
diraba fluktuasi, sebagai tanda adanya hambatan aliran vena dan
menggembungnya vena di daerah katup. Fluktuasi ini dapat pula terjadi
karena pembentukan abses. Febris dapat terjadi pada penderita-penderita ini,
tetapi biasanya pada orang dewasa hanya dirasakan sebagai malaise.
Secara Khusus:
a) Pelvio Tromboflebitis
(1) Nyeri yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian
samping, timbul pada hari ke-2-3 masa nifas.
(2) Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai
berikut:
(a) Mengigil berulang kali, menggigil inisial terjadi sangat berat (30-
40 menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang
kadang 3 hari pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
(b) Suhu badan naik turun secara tajam (36°C menjadi 40°C) yang
diikuti penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti
pada endometritis.
(c) Penyakit dapat langsung selama 1-3 bulan
(d) Cenderung terbentuk pus, yang menjalar kemana-mana,
terutamake paru-paru
(3) Gambaran darah
(a) Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke
sirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia)
(b) Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat
sebelum mulainya menggigil, kultur darah sangat sukar
dibuatkarena bakterinya adalah anaerob.
b) Tromboflebitis femoralis
(1) Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari,
kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke 10-20 yang
disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
(2) Pada salah satu kaki yang terkena, memberikan tanda-tanda sebagai
berikut:
(a) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar
bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki lainnya.
(b) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan
keras pada paha bagian atas
(c) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha
(d) Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi
bengkak, tegang, putih, nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun.
(e) Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan
pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi lebih
sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian
meluas dari bawah ke atas.
(f) Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis.
4) Mastitis
Mastitis adalah peradangan payudara pada satu segmen atau lebih yang
dapat disertai infeksi ataupun tidak. Mastitis biasanya terjadi pada primipara
(ibu pertama kali melahirkan), hal ini terjadi karena ibu belum memiliki
kekebalan tubuh terhadap infeksi bakteri Staphilococcus Aureus. Mastitis
berkembang sebagai akibat dari invasi jaringan (misalnya kelenjar, areola,
lemak) oleh organisme menular atau dengan adanya luka pada payudara.
Organisme tersebut yaitu Staphilococcus Aureus, streptococci, dan H.
Parainfluenza. Bakteri dapat berasal dari tangan ibu, tangan orang yang
merawat ibu dan bayi, bayi, saluran laktiferus, atau sirkulasi darah (Varney
et al, 2004).
Etiologi
(1) Stasis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan efisen dari payudara. Hal
ini dapat terjadi apabila ASI terbendung pada payudara yang disebabkan
oleh isapan bayi tidak efektif atau teknik menyusui yang tidak benar.
Stasis ASI merupakan penyebab primer dan jika dibiarkan akan
berkembang timbul infeksi. Menyusui yang efesien akan mencegah
terjadi stasis ASI.
(2) Infeksi disebabkan oleh bakteri yang bernama Staphylococcus Aureus.
Bakteri ini berasal dari mulut bayi memalui saluran puting, sehingga
teknik menyusui yang salah akan menyebabkan puting menjadi lecet.
Hal ini akan memudahkan bakteri masuk pada payudara dan
mengakibatkan penyumbatan ASI payudara menjadi besar, terasa nyeri
tekan dan terasa panas. Penyumbatan yang diakibatkan oleh infeksi
dapat mengakibatkan terjadi mastitis, karena menyusui yang tidak
adekuat.
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala awal mastitis biasanya tidak terlihat sebelum akhir minggu
pertama pascapersalinan. Setelah waktu itu, Ibu mungkin akan mengalami
salah satu gejala berikut:
(1) Nyeri ringan pada salah satu lobus payudara yang bertambah berat saat
bayi menyusu
(2) Gejala seperti flu: nyeri otot, sakit kepala, kelelahan
Biasanya mastitis terjadi hanya pada salah satu payudara. Tanda dan gejala
mastitis yang pasti yaitu:
(1) Peningkatan suhu yang cepat yaitu 39,4oC-40oC
(2) Peningkatan denyut nadi ibu
(3) Menggigil
(4) Malaise umum, sakit kepala
(5) Nyeri, bengkak, meradang, dan keras pada payudara
(Varney et al 2004).
2.3 Rangkuman
Penderita atau pasien gawat darurat adalah pasien yang perlu pertolongan tepat, cermat,
dan cepat untuk mencegah kematian/kecacatan. Ukuran keberhasilan dari pertolongan
ini adalah waktu tanggap (respon time) dari penolong. Pengertian lain dari penderita
gawat darurat adalah penderita yang bila tidak ditolong segera akan meninggal atau
menjadi cacat, sehingga diperlukan tindakan diagnosis dan penanggulangan segera.
Karena waktu yang terbatas tersebut, tindakan pertolongan harus dilakukan secara
sistematis dengan menempatkan prioritas pada fungsi vital sesuai dengan urutan ABC,
yaitu A (Air way), B (Breathing), C (Circulation).
Trend/ issue/ evidence based terkini kegawat daruratan maternal yaitu covid-19 pada
kesehatan maternal, dan hubungan preeklampsian terhadapa kejadian BBLR. Kasus
kegawatdaruratan maternal meliputi: kehamilan (abortus spontaneous, KET,
molahidatidosa, hiperemisis gravidarum, solusio plasenta, plasenta previa, hipertensi
dalam kehamilan/preekalmpsia/ekalmpsia, kehamilan multiple, premature, postmature,
IUGR), kelainan ketuban (KPD, polihidramnion, oligohidramnion), Persalinan (emboli
air ketuban, distosia bahu, letak sungsang, partus lama, atonia uteri, retensio plasenta,
perdarahan postpartum primer, dan syok obstetric), masa nifas (sepsis puerpuralis, dna
mastitis)
2.4 Soal-Soal
1. Seorang perempuan umur 35 tahun, G1P0A0 UK 34 minggu, datang ke PMB
dengan keluhan pusing sejak 1 minggu yang lalu. Hasil anamnesis: keluhan tidak
disertai pandangan kabur atau nyeri ulu hati, tidak ada riwayat tekanan darah tinggi.
Hasil pemeriksaan: TD 160/1100 mmHg, N 84 x/menit, P 20x/menit, S 370C, TFU
32 cm, DJJ 148 x/menit, protein urin +2. Diagnoosis apakah yang tepat pada kasus
tersebut?
A. Hipertensi kronis
B. Hipertensi gestasional
C. Superimposed preeclampsia
D. Preeklampsia
E. Eklampsia
2. Seorang perempuan, umur 35 tahun, G4P3A0 hamil 28 minggu, datang ke RS
dengan keluhan keluar darah merah kehitaman dari kemaluan sejak 1 jam yang lalu.
Hasil pemeriksaan: TD 130/100 mmHg, N 84 x/menit, P 20 x/menit, S 370C, tidak
ada kontraksi uterus dan tada nyeri tekan abdomen bagian bawah, TFU setinggi
pusat, DJJ 156 x/menit. Diagnoosis apakah yang tepat pada kasus tersebut?
A. Plasenta previa
B. Solusio plasenta
C. Abortus Imminent
D. Mola Hidatidosa
E. Kehamilan ektopik
3. Seorang perempuan, umur 28 tahun, G1P0A0 hamil 12 minggu, datang ke RS
dengan kelu- han nyeri perut bagian bawah. Hasil anam- nesis: keluar darah sedang,
bercampur se- dikit gumpalan dari kemaluan sejak 2 jam yang lalu. Hasil
pemeriksaan: KU baik, TD 120/80 mmHg, N 84 x/menit, ada kontraksi uterus, nyeri
tekan abdomen bagian bawah. Hasil inspekulo tampak serviks membuka dan terlihat
jaringan pada serviks. Diagnosis apakah yang paling mungkin pada kasus tersebut?
A. Abortus Imminens
B. Abortus Komplit
C. Abortus Insipiens
D. Abortus inkomplit
E. Mola hidatidosa
4. Seorang perempuan, umur 35 tahun, G4P3A0 hamil 24 minggu, datang ke RS
mengeluh keluar darah merah segar dari kemaluan sejak 1 jam yang lalu. Hasil
anamnesis: Hasil pe- meriksaan: TD 140/100 mmHg, P 20 x/menit, N 84 x/menit,
tidak ada kontraksi uterus dan tidak ada nyeri tekan abdomen bagian bawah, TFU
setinggi pusat, DJJ 156 x/menit. Diagnosis apakah yang paling mungkin pada kasus
tersebut?
A. Plasenta previa
B. Solusio plasenta
C. Abortus Imminent
D. Mola Hidatidosa
E. Kehamilan ektopik
5. Seorang perempuan, umur 22 tahun, P2A0 nifas 14 hari, datang ke BPM dengan
keluhan demam sejak dua hari yang lalu. Ha-sil anamnesis: riwayat melahirkan
normal, payudara bengkak, tegang dan nyeri, bayi tidak mau menyusu. Hasil
Artinya: "Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-
orang yang zalim selain kerugian." (QS. Al-Isra: 82).
(d) Minum jamu atau obat – obatan yang tidak jelas komposisi dan
Pemeriksaan Fisik
Penting untuk diperhatikan :
(a) Periksa dan catat tanda vital (temperatur, tekanan darah, pernafasan,
nadi)
(b) Gangguan kesehatan umun (anemia, kurang gizi, keadaan umum
jelek)
(c) Periksa keadaan paru, jantung, ekstremitas
Pemeriksaan Abdomen
Periksa adanya :
(a) Massa atau kelainan intra abdomen lainnya
(b) Perut kembung dengan bising usus melemah
Pemeriksaan Panggul
Tujuan utama pemeriksaan panggul atau bimanual adalah untuk
mengetahui besar, arah, konsistensi uterus, nyeri goyang serviks, nyeri
tekan parametrium, pembukaan ostium serviks. Melihat sumber
perdarahan lain (trauma vagina/serviks) selain akibat sisa konsepsi.
Derajat Abortus
Dengan memperhatikan temuan dari pemeriksaan panggul, tentukan
derajat abortus yang dialami pasien. Pada abortus iminens, pasien harus
diistirahatkan atau tirah baring total selama 24-48 jam. Bila perdarahan
berlanjut dan jumlahnya semakin banyak, atau jika kemudian timbul
gangguan lain (misal, terdapat tanda-tanda infeksi) pasien harus
dievaluasi ulang dengan segera. Bila keadaannya membaik, pasien
dipulangkan dan dianjurkan periksa ulang 1 hingga 2 minggu mendatang.
Untuk abortus insipiens atau inkomplit, harus dilakukan evakuasi semua
sisa konsepsi. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan hasil proses
evakuasi untuk menetukan adanya massa kehamilan dan bersihnya
kavum uteri. Karena waktu paruh CG adalah 60 jam, pada berapa kasus,
uji kehamilan dengan dasar deteksi hCG, akan memberi hasil positif
beberapa hari pasca keguguran
(Setyarini & Suprapti, 2016)
2) KET
Bila ditemukan keadaan abdomen akut maka tindakan terbaik ialah
hemostasis KET. Jenis tindakan yang akan diambil, harus
memperhitungkan pemulihan fungsi kedua tuba. Bila ibu masih ingin
hamil maka lakukan salpingostomi. Bila kondisi gawatdarurat, tidak ingin
hamil lagi, robekan tidak beraturan, terinfeksi, perdarahan tak dapat
dikendalikan maka lakukan salpingektomi.
Pada kehamilan ektopik belum terganggu, kondisi hemodinamik stabil,
massa <4 cm dan tidak ada perdarahan intraabdomen maka
pertimbangkan pemberian MTX. Keberhasilan manajemen MTX dapat
mencapai 80%. Berikan 50 mg MTX dan lakukan observasi BhCG yang
akan menurun tiap 3 hari. Setelah 1 minggu, lakukan USG ulang, bila
besar kantong tetap dan pulsasi, atau B-hCG meningkat > 2 kali dalam 3
hari. Berikan penjelasan pada pasien tentang risiko/keberhasilan terapi
konservatif dan segera lakukan terapi aktif. Bila pasien tak mampu
mengenali tanda bahaya, sebaiknya rawat inap untuk observasi.
3) Molahidatidosa
Diagnosis molahidatidosa berdasarkan:
(a) Gejala hamil muda yang sangat menonjol
(1) Emesis gravidarum-hiperemesis gravidarum
(2) Terdapat komplikasi : tirotoksikosis (2-5%), hipertensi-
preeklampsia (10-15%), anemia akibat perdarahan, perubahan
hemodinamik kardiovaskuler berupa gangguan fungsi jantung
dan gangguan fungsi paru akibat edema atau emboli paru
(b) Pemeriksaan palpasi
(1) Uterus : uterus lebih besar dari usia kehamilan, besarnya sama
dengan usia kehamilan, lebih kecil dari usia kehamilan
(2) Palpasi lunak seluruhnya: tidak teraba bagian janin, terdapat
asimetris bagian menonjol agak padat-moladestruen
(3) Pemeriksaan USG serial tunggal: sudah dipastikan
molahidatidosa, tidak terdapat janin, tampak sebagian plasenta
normal dan kemungkinan dapat tampak janin
(4) Pemeriksaan laboratorium: bhCG urin tinggi lebih dari 100.000
mIU/ml, β-hCG serum di atas 40.000 mIU/ml
Penatalaksanaan
Terapi molahidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu
(a) Memperbaiki keadaan umum
(1) Koreksi dehidrasi
(2) Transfusi darah bila anemia berat
(3) Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum
diobati sesuai dengan protokol.
(4) Penatalaksanaan hipertiroidisme.
(b) Pengeluaran jaringan mola
Teknik evakuasi jaringan ada 2 cara yaitu:
(1) Kuretase
• Dilakukan setelah keadaan umum diperbaiki dan setelah
pemeriksaan-persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin,
kadar β- hCG serta foto thoraks), kecuali bila jaringan mola
sudah keluar spontan.
• Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan
pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam
kemudian.
• Sebelum kuretase terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan
pasang infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc
Dextrose 5%.
• Kuretase dilakukan sebanyak 2x dengan interval minimal 1
minggu
• Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium
Patologi Anatomi.
(2) Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan :
• Usia > 35 tahun
• Anak hidup > 3 orang
(c) Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi
keganasan misalnya pada usia tua dan paritas tinggi yang menolak
untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil
histopatologi yang mencurigakan.
(d) Penatalaksanaan pasca evakuasi
Tujuan follow up ada dua :
(1) Untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal,
baik anatomis, laboratoris maupun fungsional, seperti involusi
uterus, turunnya kadar Β-hCG dan kembalinya fungsi haid.
(2) Untuk menentukan adanya transformasi keganasan, terutama
pada tingkat yang sangat dini.
Pada umumnya para pakar sepakat bahwa lama follw up berlangsung
selama satu tahun, tetapi ada juga yang sampai dua tahun. Dalam tiga
bulan pertama pascaevakuasi, penderita diminta datang untuk kontrol
setiap dua minggu. Kemudian, tiga bulan berikutnya, setiap satu
bulan. Selanjutnya dalam enam bulan trakhir, tiap dua bulan. Follow
up dihentikan bila sebelum satu tahun wanita sudah hamil normal
lagi, atau bila setelah setahun, tidak ada keluhan, uterus dan kadar Β-
hCG dalam batas normal, serta fungsi haid sudah normal kembali.
Selama follow up, kepada wanita dianjurkan untuk tidak hamil
dahulu, karena dapat menimbulkan salah interpretasi.
Jenis kontrasepsi yang dianjurkan adalah kondom, atau kalau Β-
hCG sudah normal, atau haid sudah normal kembali, dapat
menggunakan pil kombinasi Jangan menggunakan IUD atau preparat
progesteron jangka panjang, seperti DepoProvera atau Norplant,
karena kedua-duanya dapat menyebabkan gangguan perdarahan,
yang bisa menyerupai salah satu tanda adanya transformasi
keganasan.
4) Hiperemisis gravidarum
Berdasarkan berat ringannya tanda dan gejala hyperemesis gravidarum
dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu hyperemesis gravidarum tingkat 1,
hyperemesis gravidarum tingkat 2, dan hyperemesis gravidarum tingkat 3
(penjelasan pada bab 2)
Pencegahan hyperemesis gravidarum
(a) Memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai
suatu proses yang fisiologik.
(b) Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah
merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan
hilang setelah kehamilan 4 bulan.
(c) Menganjurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam
jumlah kecil tetapi sering.
(d) Menganjurkan pada waktu bangun pagi jangan segera turun dari
tempat tidur, terlebih dahulu makan roti kering atau biskuit dengan
teh hangat.
(e) Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan.
(f) Makanan seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat
dingin.
(g) Defekasi teratur.
(h) Menghindari kekurangan karbohidrat merupakan faktor penting,
dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula.
b. Kehamilan lanjut
1) Solusio plasenta
Diagnosis
(a) Diagnosis solusio plasenta kadang sukar ditegakkan.
(b) Penderita biasanya datang dengan gejala klinis :
(1) Perdarahan pervaginam (80%)
(2) Nyeri abdomen atau pinggang dan nyeri tekan uterus (70%)
(3) Gawat janin (60 %)
(4) Kelainan kontraksi uterus (35%)
(5) Kelainan premature idiopatik (25%) 6) Dan kematian janin
(15%)
(c) Syok yang terjadi kadang tidak sesuai dengan banyak perdarahan
(d) Pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan diagnosis banding
solusio plasenta antara lain hitung sel darah lengkap
(e) Pemeriksaan penunjang ultrasonografi (USG) membantu
menentukan lokasi plasenta (untuk menyingkirkan kemungkinan
plasenta previa).
(f) Hematom retroplasenter dapat dikenali sekitar 2-15% dari semua
solusio plasenta.
(g) Pemeriksaan histologik setelah plasenta dikeluarkan dapat
memperlihatkan hematoma retroplasenter.
(h) Penemuan lain yang mungkin adalah adanya ektravasasi darah ke
miometrium, yang tampak sebagai bercak ungu pada tunika serosa
uterus yang dikenal sebagai Uterus Couvelaire.
(i) Secara klinis diketahui dari adanya nyeri dan tegang pada uterus.
(j) Diagnosis banding lain perdarahan pada trimester ketiga selain
plasenta previa adalah vasa previa, trauma vaginal, serta keganasan
(jarang).
Penatalaksanaan
(a) Pasien (ibu) dirawat dirumah sakit, istirahat baring dan mengukur
keseimbangan cairan
(b) Optimalisasi keadaan umum pasien (ibu), dengan perbaikan :
memberikan infuse dan transfuse darah segar
(c) Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit, COT (Clot
Observation Test/test pembekuan darah), kadar fibrinogen plasma,
urine lengkap, fungsi ginjal
(d) Pasien (ibu) gelisah diberikan obat analgetika
(e) Terminasi kehamilan : persalinan segera, pervaginam atau section
caesaria. Yang tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa janin
dan dengan lahirnya plasenta, berjutuan agar dapat menghentikan
perdarahan.
(f) Bila terjadi gangguan pembekuan darah (COT >30 menit) diberikan
darah segar dalam jumlah besar dan bila perlu fibrinogen dengan
monitoring berkala pemeriksaan COT dan hemoglobin.
(g) Untuk mengurangi tekanan intrauterine yang dapat menyebabkan
nekrosis ginjal (reflek utero ginjal) selaput ketuban segera
dipecahkan. Yang perlu diketahui oleh semua bidan yaitu
penanganan di tempat pelayanan kesehatan tingkat dasar ialah
mengatasi syok/pre-syok dan mempersiapkan rujukan sebaik-
baiknya dan secepat-cepatnya. Mengingat komplikasi yang dapat
terjadi yaitu perdarahan banyak dan syok berat hingga kematian,
atonia uteri, kelainan pembekuan darah dan oliguria. Maka sikap
paling utama dari bidan dalam menghadapi solusio plasenta adalah
segera melakukan rujukan ke rumah sakit.
Rujukan
Dalam melakukan rujukan, bidan dapat memberikan pertolongan darurat
dengan :
(a) Memasang infuse
(b) Tanpa melakukan pemeriksaan dalam
(c) Menyertakan petugas dalam merujuk pasien
(d) Mempersiapkan donor darah dari keluarga/masyarakat
(e) Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan dalam
pemberian pertolongan pertama.
(f) Section caesaria : indikasi section saesaria dapat dilihat dari sisi ibu
dan /atau anak. Tindakan section caesaria dipilih bila persalinan
diperkirakan tidak akan berakhir dalam waktu singkat (dengan
dilatasi 3-4 cm kejadian solusio plasenta pada nulipara).
2) Plasenta previa
Penegakan Diagnosis
(a) Gejala klinis
(1) Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab tanpa
rasa nyeri dari biasanya, berulang, darah biasanya berwarna merah
segar.
(2) Bagian terdepan janin tinggi (floating) sering di jumpai kelainan
letak janin.
(3) Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan
tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya,
sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan
berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak. Janin
biasanya masih baik (Maryunani, 2013)
(b) Pemeriksaan fisik
(5) Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk
pintu atas panggul
(6) Pemerksaan inspekulo : pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri internum
atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal
dari ostium uteri internum, adanya plasenta previa harus di curigai
(c) Pemeriksaan penunjang
(8) USG untuk diagnosis pasti, yaitu menentukan letak plasenta.
(9) Pemeriksaan darah: hemoglobin, hematokrit
Penatalaksanaan
Menurut Sudarti (2014), penatalaksanaan plasenta previa yaitu
(a) Konservatif
Dilakukan perawatan konservatif bila kehamilan kurang 37 minggu,
perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas
normal), tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat
menempuh perjalanan dalam 1 menit). Perawatan konservatif berupa:
(1) Istirahat
(2) Pemberian hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia
(3) Memberikan antibotik bila ada indikasi
(4) Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan
perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien
dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan
segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama
(b) Penanganan aktif
Penanganan aktif bila perdarahan banyak tanpa memandang usia
kehamilan, umur kehamilan 37 minggu atau lebih, anak mati.
Penanganan aktif berupa persalinan pervaginam dan persalinan per
abdominal.
Indikasi untuk melakukan seksio caesarea adalah:
(1) Plasenta previa totalis
(2) Perdarahan banyak tanpa henti
(3) Presentase abnormal
(4) Panggul sempit
(5) Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang)
(6) Gawat janin
3) Hipertensi, Preeklampsia, Eklampsia)
Metode skrining dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti di bawah
ini:
(g) Anamnesa
Metode skrining yang pertama adalah dengan melakukan anamneses
pada ibu, untuk mencari beberapa faktor risiko sebagai berikut :
(1) Usia Ibu. Primigravida dengan usia dibawah 20 tahun dan semua
ibu dengan usia diatas 35 tahun dianggap lebih rentan untuk
mengalami preeklamsia/eklamsia.
(2) Ras African lebih berisiko mengalami preeklamsia dibandingkan
ras caucasian maupun ras Asia.
(3) Metode Kehamilan. Kehamilan yang tidak terjadi secara alamiah
(inseminasi dan sebagainya) berisiko 2 kali lipat untuk terjadinya
preeklamsia
(4) Merokok selama hamil. Wanita yang merokok selama hamil
berisiko untuk mengalami preeklamsia
(5) Riwayat penyakit dahulu (Hipertensi, preeklamsia pada kehamilan
terdahulu, penyakit Ginjal, penyakit Autoimun, Diabetes Mellitus,
Metabolik sindrom, Obesitas dll)
(6) Riwayat penyakit keluarga. Bukti adanya pewarisan secara
genetik paling mungkin disebabkan oleh turunan yang resesif
(7) Paritas. Primigravida memiliki insidensi hipertensi hampir 2 kali
lipat dibandingkan multigravida
(8) Kehamilan sebelumnya. Kehamilan dengan riwayat preeklamsi
sebelumnya berisiko mengalami preeklamsia kembali pada
kehamilan sekarang.
(h) Pemeriksaan tekanan darah
Metode skrining yang kedua adalah dengan melakukan pengukuran
tekanan darah setiap kali antenatal care. Hipertensi didefinisikan
sebagai hasil pengukuran sistolik menetap (selama setidaknya 4 jam)
>140–150 mmHg, atau diastolic 90–100 mmHg. Pengukuran tekanan
darah bersifat sensitif terhadap posisi tubuh ibu hamil sehingga posisi
harus seragam, terutama posisi duduk, pada lengan kiri setiap kali
pengukuran. Apabila tekanan darah ≥160/100 maka kita dapat
menetapkan hipertensi
Kita juga dapat melakukan skrining mudah dan murah yaitu dengan
metode pengukuran tekanan arteri rata-rata (Mean Arterial
Presure (MAP)), pemeriksaan perubahan tekanan darah saat tidur
miring dan telentang ( Roll Over Test (ROT)) dan pemeriksaan
Indeks Masa Tubuh (IMT).
MAP diukur dengan menjumlahkan 2x tekanan darah sistole dan
tekanan darah diastole kemudian dibagi 3, hasil dikatakan abnormal
bila nilainya lebih dari 90 mmHg.
MAP= (2(Diastolik)+sistolik)
3
4) Kehamilan multiple
Penanganan pada kehamilan gemelli terbagi atas:
(a) Antepartum
(1) Diet dan pola makan yang baik, wanita dengan kehamilan
normal mengalami peningkatan 25-35 pounds setelah 9 bulan,
pada kehamilan kembar mengalami peningkatan 35-45 pounds,
kehamilan triplet peningkatan 50-60 pounds. The American
College of Obstetricians and Gynecologists merekomendasikan
bahwa wanita dengan kehamilan kembar untuk mengkonsumsi
lebih 300 kalori/hari dari pada wanita dengan hamil normal
(total sekitar 2700-2800 kalori/hari)
(2) Suplemen besi dan asam folat, pemberian tablet Fe pada saat
prenatal sekurangnya 30 mg, anemia defisiensi besi adalah yang
paling sering dijumpai dan dapat meningkatkan resiko persalinan
preterm.
(3) Mengurangi aktivitas dan perbanyak istirahat. Kehamilan
kembar dapat membuat keadaan tidak nyaman karena uterus
yang jadi lebih besar, istirahat akan menolong untuk
meningkatkan energi.
(4) Pemberian tokolitik segera, jika perlu
(5) Pemeriksaan klinis kehamilan sekurangnya setiap 2 minggu
setelah 24 minggu (identifikasi kehamilan preterm dan
kesejahteraan janin)
(6) Ultrasound obstetrik setiap 3-4 minggu setelah diagnosis
Dengan tujuan:
• Menentukan kemungkinan adanya gangguan pertumbuhan
fetus, • Evaluasi kelainan kongenital.
• Deteksi kembar siam.
• Perbandingan berat janin.
• Mengetahui presentasi fetus.
• Deteksi dini adanya twin-twin transfusion.
(7) Non stress test setalh 32 minggu
(8) Konsultasi perinatologi
(b) Intrapartum
Persalinan dilakukan di kamar operasi
(1) presentasi vertex-vertex; dilahirkan per vaginam dengan
melakukan episiotomi mediolateral untuk mengurangi tekanan
pada kepala bayi.
(2) Presentasi vertex-non vertex: SC atau pervaginam diikuti dengan
persalinan bokong breech delivery (ekstraksi bokong totalis)
(3) presentasi non vertex-vertex atau non vertex-non vertex: SC
(4) Jika hamil kembar 3 atau lebih : SC
(5) Pada kembar premature :
• Vertex-vertex : partus per vaginam
• Vertex-non vertex : Umumnya SC
• Non vertex-vertex atau non vertex-non vertex : SC
• Kembar 3 atau lebih : SC
(6) Pada locking twins : segera lakukan SC
Gambar 3.1 Locking Twins
5) Premature
Manajemen pengelolaan kehamilan dan persalinan premature mencakup:
tirah baring (bedrest), hidrasi dan sedasi, terapi relaksasi, pemberian
tokolitik, pemberian steroid, pemberian antibiotik, emergency cerclage,
perencanaan persalinan dan pemberian neuroprotector.
(a) Bedrest
pentingnya bedrest sebagai langkah awal dalam pengelolaan prematur
yang berisiko
(b) Hidrasi sedasi
Pemberian hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk
mencegah persalinan preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada
ibu dengan kontraksi prematur, walaupun mekanisrne biologisnya
belum jelas. Pemberian preparat morfin dapat digunakan untuk
mendapatkan efek sedasi Adapun hidrasi cairan intravena sering
digunakan pada pasien yang datang dengan gejala persalinan prematur
dengan tujuan bahwa cairan ekstra mungkin memiliki efek tokolitik
(c) Pemberian tokolitik
Berikut beberapa rujukan tokolitik yang dilakukan di beberapa rumah
sakit di Indonesia yaitu Nifedipin, COX (Cyclo-Oxygenasei-Z
inhibitors), MgSO4, Atosiban, Beta2-sympathomimetics, dan
progesterone,
(d) Pemberian steroid
Pemakaian kortikosteroid dapat menurunkan kejadian Respiratory
Distress Syndrom (RDS), kematian neonatal dan perdarahan
intraventrikuler (IVH). Dianjurkan pada kehamilan 24-34 minggu,
namun dapat dipertimbangkan sampai 36 minggu. Kontra indikasi:
infeksi sistemik yang berat (tuberkulosis dan korioamionitis).
(e) Antibiotic
Pemberian antibiotika pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan
karena tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan
ancaman persalinan preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial,
pemberian klindamisin (2x300 mg sehari selama 7 hari) atau
metronidazol (2x500 mg sehari selama 7 hari) atau eritromisin (2x500
mg sehari selama 7 hari) akan bermanfaat bila diberikan pada usia
kehamilan <32 minggu
(f) Emergency cerclage/ cervical cerclage
Tindakan cervical cerclage adalah meletakkan jahitan aatau pita (tape)
di sekeliling serviks untuk mengencangkan dan menjaga serviks agar
tetap tertutup.
(g) Perencanaan persalinan
Untuk kehamilan <32 minggu sebaiknya ibu dirujuk ke tempat yang
mempunyai fasilitas neonatal intensive care unit (NICU). Kehamilan
<24 minggu dilahirkan pervaginam, diperlakukan sesuai dengan risiko
obstetrik lainnya dan disamakan dengan aturan persalinan aterm, tidak
dianjurkan forseps atau episiotomi elektif.
(h) Pemberian neuroprotector
Persalinan preterm dalam jangka panjang juga dihubungkan dengan
kejadian cerebral palsy pada anak. Semakin muda usia bayi
dilahirkan/semakin preterm maka semakin besar risiko cerebral palsy.
Magnesium sulfate (MgSO4) menjadi obat yang mungkin bisa
mengatasi permasalahan tersebut. Sejak awal abad ini, MgSO4 telah
diusulkan sebagai obat yang bersifat neuroprotektif/ melindungi sistim
saraf janin (Bachnas et al., 2021).
MgSO4 bisa diberikan antara usia kehamilan 26-32 minggu
kehamilan. MgSO4 diberikan dengan dosis 4 g secara intra vena
selama 15 menit dilanjutkan dengan dosis 1gram/jam pada 4-24 jam
sebelum persalinan adalah regimen standar pada banyak panduan
internasional (Bachnas et al., 2021).
6) Postmature
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada ibu dngan kehamilan
postmature, antara lain:
(a) USG
Ketepatan usia kehamilan sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan
USG pada trimester pertama. Pada trimester pertama pemeriksaan
penunjang kepala-tungging (crown-rump length/ CRL). Sedangkan
pada trimester tiga sulit untuk memastikan usia kehamilan.
(b) Pemeriksaan radiologi
Usia kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Cara ini
sekarang jarang digunakan karena pengenalan pusat penulangan
sering kali sulit dan radiologi mempinyai pengaruh yang kurang baik
terhadap janin.
(c) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratotium ini meliputi pemeriksaan kadar lesitin/
spingomielin, aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA), sitologi
cairan amnion, dan sitologi vagina.
Penatalaksanaan
pengelolaan kehamilan postmatur ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain:
(a) Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan
atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan pada dua
variasi dari postmatur ini.
(b) Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
(c) Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks
ini memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan
postmatur. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi
persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42
minggu bilamana serviks telah matang.
penatalaksanaan kehamilan postmatur bila keadaan janin baik dapat
dilakukan dengan cara:
(a) Tunda pengakhiran kehamilan selama 1 minggu dengan menilai
gerakan janin dan tes tanpa tekanan 3 hari kemudian, Bila hasil positif,
segera lakukan seksio sesarea.
(b) Induksi Persalinan.
7) IUGR
Pencegahan
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mencegah IUGR pada janin untuk
setiap ibu hamil sebagai berikut :
(a) Usahakan hidup sehat. b. Hindari stress selama kehamilan.
(b) Hindari makanan obat-obatan yang tidak dianjurkan selama
kehamilan.
(c) Olah raga teratur.
(d) Hindari alkohol, rokok, dan narkoba.
(e) Periksakan kehamilan secara rutin
Penatalaksanaan
(a) Penatalaksanaan antepartum
(1) Di lakukan penyelidikan terhadap fungsi plasenta dan kondisi
janin.
(2) Bila tanda- tanda gawat janin tidak ada, kehamilan di biarkan
berlangsung. Kita harus membiarkan janin mencapai maturitasnya
sejauh mungkin kehamilan di akhiri hanya kalau terdapat tanda-
tanda gawat janin.
(3) Begitu diagnosis IUGR di buat, kelahiran harus di rampungkan
sebelum 38 minggu. Bayi yang sudah tidak berkembang lagi
dalam rahim akan tumbuh lebih baik dalam bangsal anak.
(4) Di upayakan untuk memperbaiki situasi dengan mengoreksi
kelainan yang mendasari seperti hipertensi dan diabetes yang
tidak terkontrol dan meningkatkan aliran darah kedalam uterus
dengan mengatur posisi tidur pasien lebihh banyak berbaring
menyamping.
(5) Kebanyakan kematian janin di dalam rahim setelah minggu ke- 36
kehamilan dan sebelum di mulainya persalinan.
(b) Penatalaksanaan persalinan
Bayi-bayi yang IUGR harus di lahirkan di rumah sakit dengan
fasilitas khusus untuk resiko tinggi, baik obstetrik maupun
pediatrick.
(1) Serviks matang : di induksi, monitoring yang cermat dan
kelahiran pervaginam.
(2) Serviks belum matang : infus oxytocin untuk mematangkan
serviks yang di ikuti oleh pemecahan ketuban secara artificial.
(3) Indikasi dilakukan SC: gawat janin, induksi gagal, malpresentasi
(4) Disproporsi
(5) Serviks tidak matang pada pasien yang mempunyai riwayat
diabetes atau toksemia, dan Riwayat SC
2) KPD
Diagnosis
Secara prosedural, diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan dengan cara:
(a) Anamnesis Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan
cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau
khas, dan perlu juga diperhatikan warna keluamya cairan tersebut, his
belum teratur atau belum ada dan belum ada pengeluaran lendir darah
(Norwitz, 2008)
(b) Pemeriksaan fisik
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari
vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih
banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas. Adanya cairan yang berisi
mekonium, vemiks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo (bulu-bulu
halus), bila telah terlnfeksi akan berbau (Manuaba, 2009)
Pada pemeriksaan dengan spekulum, akan tampak keluar cairan dari
OUE. Seandainya belum keluar, fundus uteri ditekan, penderita
diminta batuk, mengejan atau mengadakan manuver valsava, atau
bagian terendah digoyangkan, akan lampak keluar cairan dari ostium
uteri dan terkumpul pada fomiks anterior. Lihat dan perhatikan
apakah memang air ketuban keluar dari kanaiis servikalis pada bagian
yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada fomiks posterior
(Manuaba, 2009)
Pada pemeriksaan dalam didapatkan cairan di dalam vagina dan
selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Pemeriksaan dalam bimanual
perlu dipertimbangkan karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari
pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora
vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat
menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau
ketuban pecah dini sudah dalam persalinan atau yang dilakukan
induksi persalinan dan dibatasi sesedikit mungkin
(c) Pemeriksaan penunjang
(1) Analisis urin dan kultur untuk infeksi saluran kemih
(2) Pemeriksaan serviks atau kultur Chlamydia trachomatis atau
Neisseria Gonorrhoea
(3) Pemeriksaan vagina untuk vaginosis bacterial (VB) dan
trikomoniasis
(4) Lakukan pemeriksaan pH dengan kerlas nitriazin. pH vagina yang
asam (4,5) akan berubah menjadi basa (7.0-7,7) dan tampak
warna biru pada kertas nitriazin
(5) Pemeriksaan mikroskopik akan tampak kristalisasi cairan amnion
saat mongering (Norwitz, 2008)
Penatalaksanaan
(a) Konservatif
(1) Rawat di Rumah Sakit
(2) Berikan Antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila
tak tahan ampisilin) dan metrodinazol 2 x 500 mg selama 7 hari
(3) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
(4) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada
infeksi, tes busa negatif: beri deksametason, observasi tanda-
tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan
37 minggu
(5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada
infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi
sesudah 24 jam
(6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi beri antibiotik dan
lakukan induksi
(7) Nilai tanda-tanda infeksi(suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra
uterin)
(8) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk
memacu kematangan paru janin dan kalau memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
(Prawirohardjo, 2014)
(b) Aktif
(1) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. bila gagal
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 gg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
(2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan anlibiotika dosis tinggi, dan
persalinan diakhiri:
• Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan serviks, kemudia
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan SC
• Bila syok pelvik >5, induksi persalinan untuk partus
pervaginam 19
(Prawirohardjo, 2014)
3) Polihidramnion
Diagnosis
(a) Anamnesis
Pasien-pasien menderita polihidramnion sering dirujuk ke rumah sakit
dengan keluhan tidak nyaman pada perut dan gangguan
pernapasan. Jika polihidramnion berat atau berkembang dengan
cepat, gejala pada ibu jarang terjadi. Pada polihidramnion kronik,
akumulasi cairan bertahap, dan seorang wanita mungkin mentolerir
distensi perut yang berlebihan dengan sedikit ketidaknyamanan. Pada
polihidramnion akut cenderung berkembang lebih awal pada
kehamilan.
(b) Pemeriksaan fisik
Besarnya uterus abnormal (dibandingkan usia gestasi) disertai
kesulitan menyentuh bagian janin dan masalah yang berhubungan
dengan auskultasi pada janin (kesulitan mendengar denyut jantung
janin) dapat diamati pada pemeriksan fisik
(c) Pemeriksaan penunjang
(1)Pengukuran cairan amnion: USG, Single deepest pocket, dan
indeks cairan amnion (AFI)
(2)Tes diagnostic lebih lanjut jika ditemukan polihidramnion:
ultrasound, tes laboratorium (tes toleransi glukosa oral/TTOG, dan
TORCH serologi)
Penatalaksanaan
Metode yang dapat digunakan untuk mengurangi cairan amnion berupa
(Hamza et al, 2013):
(a) Amnioreduksi
Tujuannya adalah untuk memindahkan cairan secara lambat,
mengurangi volume cairan sehingga mendekati normal AFI kurang
dari 25 cm.
(b) Prostaglandin synthetase inhibitor
Prostaglandin sythetase inhibitor menstimulasi janin mensekresikan
arginine vasopresin, hal ini menghasilkan antidiuretik yang diinduksi
vasopresin. Berkurangnya aliran darah ginjal janin mengurangi
produksi urin pada janin. Susbtansi tesebut dapat juga menghambat
produksi cairan paru janin atau meningkatkan reabsorbsi.
Prostaglandin synthetase inhibitor digunakan sebagai anlagesik atau
antiinfamasi pada usia kehamilan trimester pertama dan kedua, pasien
disarankan untuk tidak menggunakan substansi ini setelah usia
kehamilan 28 minggu. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan obat-
obat tersebut umumnya tidak dianjurkan dalam kehamilan.
4) Oligohidramnion
Diagnosis
Diagnosis oligohidramnion Untuk mengetahui oligohidramnion dengan
jelas dapat dilakukan tindakan “Amnioskopi” dengan alat khusus
amnioskop. Indikasi amnioskopi adalah Usia kehamilan sudah diatas 37
minggu, Terdapat preeklamsia-berat atau eclampsia, Bad Obstetrics
History, Terdapat kemungkinan IUGR, Kelainan ginjal, kehamilan
postdate. Diagnose banding pada ibu yang mengalami oligihidramnion
yaitu KPD
Penatalaksanaan
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan
dilakukan pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat
prognosis janin yang tidak baik. Kompresi tali pusat selama proses
persalinan biasa terjadi pada oligohidramnion, oleh karena itu persalinan
dengan sectio caesarea merupakan pilihan terbaik pada kasus
oligohidramnion. Penatalaksanaan pada ibu dengan oligohidramnion
yaitu:
(a) Tirah baring
(b) Hidrasi dengan kecukupan cairan
(c) Perbaikan nutrisi
(d) Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin)
(e) Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion
3.2.2 Deteksi Dini dan Penanganan Awal Kegawatdaruratan Persalinan
a. Kala I-II
1) Distosia bahu
Manajemen Distosia Bahu
Singkatan HELPERRS mencerminkan langkah-langkah yang perlu
dilakukan untuk mengatasi distosia bahu pada saat diagnosis ditegakkan.
Help (cari bantuan)
Evaluate need for episiotomy (evaluasi apakah perlu dilakukan
episiotomy)
Legs into Mc. Robert (ubah posisi tungkai pada posisi Mc. Roberts)
Pressure (penekanan suprapubis)
Enter (masuk: tangan masuk ke vagina dan dilakukan maneuver rotasi
internal)
Remove (lahirkan lengan posterior bayi)
Roll (ubah posisi ibu “menungging”)
Start all over again (lanjutkan)
Penanganan
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah
minta bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum
memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk kepanggul. Bahu
posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit
dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan
ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut,
dapat dilakukan episiotomi yang luas, posisi Mc. Robert, atau posisi
dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena
semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan berisiko menimbulkan
rupture uteri.
(a) Manuver Mc. Robert (lift/hiperflexi of the legs)
langkah ini dimulai dengan memposisikan ibu dalam posisi McRobert
yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi
sedekat mungkin ke dada dan rotasikan kedua kaki kea rah luar
(abduksi)
(b) Manuver massanti (anterior shoulder disimpaction)
langkah ini akan dilakukan jika langkah pertama gagal. Posis ibu
tetap seperti langkah pertama dan dilakukan penekanan pada daerah
suprapubik dan tidak boleh melakukan penekanan didaerah fundus.
(c) Manuver rubin (rotation of the posterior shoulder)
Manuver Rubin dilakukan apabila langkah kedua gagal, langkah ini
dilakukan melalui pendekatan vaginal dengan melakukan penekanan
pada aspek posterior dari bahu anterior sehingga bahu anterior
mengalami adduksi.
(d) Manuver woods screw
Manuver Woodscrew dilakukan jika langkah ketiga gagal, langkah ini
dilakukan dengan menggunakan dua jari tangan yang diletakkan
didepan bahu posterior. Bahu posterior lalu dirotasikan 1800 sehingga
dengan demikian bahu anterior dapat dilahirkan
(e) Manual removal posterior of arm
manual removal of posterior arm, langkah ini dilakukan yaitu dengan
memfleksikan lengan pada siku dengan menekan fassa antecubital,
kemudian letakkan lengan bayi pada dada bayi. Selanjutnya gengam
tangan atau pergelangan tangan bayi dan kemudian dengan arah
menuju muka. Langkah ini dilakukan jika langkah sebelumnya gagal.
(f) Rool over onto “all fours”
Jika bahu masih tetap tidak lahir setelah melakukan manuver-mauver
di atas, mintaibu untuk berganti posisi merangkak (Roll over onto “all
fours)
2) Letak suangsang
Penatalaksanaan Pada kehamilan
Pentalaksanaan untuk kehamilan dengan sungsang yaitu asuhan mandiri
yang bersifat menyeluruh dari langkah-langkah :
(a) Beri informasi kehamilannya dan dukungan moril
(b) Lakukan postural posisi Knee chest serta anjurkan untuk dilaksanakan
dirumah. Cara ini harus dilakukan rutin setiap hari sebanyak 3-4x/hari
10 menit. Jika posisi bersujud ini dilakukan pada saat sebelum tidur,
sesudah tidur, sebelum mandi, selain itu melakukan posisi knee chest
secara tidak langsung pada waktu melakukan sholat
(c) Bila diperlukan kolaborasi dengan dokter dan kapan ibu harus segera
datang ketempat pelayanan kesehatan.
Sumber: Tokoalkes.com
(7) Teknik de snoo
Melahirkan kepala dengan teknik De SnooTeknik tangan kiri
bertindak seperti Maureceau, tetapi tangan kanan menekan di atas
sympisis
(8) Teknik Wigand martin, Wingkel
Melahirkan kepala dengan teknik Wigand Martin, Wingkel
Melakukan Maureceau, dibantu asisten menekan di atas simpisis
(b) Persalinan Sc
Persalinan sc pada letak sungsang dilakukan pada pasien yang tidak
memenuhi kriteria persalinan pervaginam
3) Partus lama
Pencegahan
(a) Persiapan kelahiran bayi dan perawatan prenatal yang baik akan
kemih dan rectum yang penuh tidak saja menimbulkan perasaan lebih
mudah cidera dibanding dalam keadaan kosong.
(e) Meskipun wanita yang berada dalam proses persalinan, harus
diistirahatkan dengan pemberian sedatif dan rasa nyerinya diredakan
dengan pemberian analgetik, namun semua preparat ini harus
digunakan dengan bijaksana. Narcosis dalam jumlah yang berlebihan
dapat mengganggu kontraksi dan membahayakan bayinya.
(f) Pemeriksaan rectal atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi
sekecil mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan
resiko infeksi. Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud
yang jelas.
(g) Apabila hasil-hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kemajuan dan
Perawatan pendahuluan
Penatalaksanaan penderita dengan partus lama adalah sebagai berikut :
(a) Suntikan Cortone acetate 100-200 mg intramuskular
(d) Infus cairan: Larutan garam fisiologis, Larutan glukose 5-100% pada
Penatalaksanaan
(a) Fase laten memanjang
(1) Bila fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan,
lakukan penilaian ulang terhadap serviks.
(2) Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks
dan tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum inpartu
(3) Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks,
lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin
(4) Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam
(5) Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam,cairan vagina berbau):
lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin
(6) Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan
(7) Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
(8) Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
(9) Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pascapersalinan
(10) Jika dilakukan SC, lanjutkan antibiotika ditambah metronidazol
500 mg IV setiap jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam.
(b) Fase aktif memanjang
(1) Jika tidak ada tanda - tanda disproporsi sefalopelfik atau obstruksi
dan ketuban masih utuh, pecahkan ketuban
(2) Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan
lamanya kurang dari 40 detik) pertimbangkan adanya inertia uteri
(3) Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40
detik), pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi, malposisi
atau malpresentasi
(4) Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan
mempercepat kemajuan persalinan.
4) Prolaps Tali Pusat
Pemeriksaan penunjang
Pada kasus prolaps tali pusat, pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan:
(a) Tes prenatal dapat menunjukkan polihidramnion, janin besar atau
gestasi multiple.
(b) Pemeriksaan vagina menunjukkan perubahan posisi tali pusat, dapat
terlihat dari vagina, teraba secara kebetulan, auskultasi terdengar
jantung janin.
(c) Fundoskop digunakan untuk mendeteksi denyut jantung janin atau
monitoring DJJ.
(d) Ultrasound atau pelvimetri sinar-x, mengevaluasi arsitektur pelvis,
presentasi janin, posisi dan formasi.
Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan tali pusat adalah sebagai berikut:
(a) Tali pusat berdenyut
(1)Jika tali pusat berdenyut, berarti janin masih hidup.
(2)Beri oksigen 4-6 liter/menit melalui masker atau nasal kanul
(3)Posisi ibu knee chest, trendelenberg atau posisi sim
(Prawirohardjo, 2012)
(4)Diagnosis tahapan persalinan melalui pemeriksaan dalam segera.
(5)Jika ibu pada persalinan kala I :
• Dengan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi (DTT)
masukan tangan kedalam vagina dan bagian terendah janin
segera didorong ke atas, sehingga tahanan pada tali pusat dapat
dikurangi.
• Tangan yang lain menahan bagian terendah di supra pubis dan
evaluasi keberhasilan reposisi.
• Jika bagian terbawah janin sudah terpegang dengan kuat diatas
rongga panggul, keluarkan tangan dari vagina, letakan tangan
tetap diatas abdomen sampai dilakukan sesio cesarea.
• Jika tersedia, berikan salbutamol 0,5 mg IV secara berlahan
untuk mengurangi kontraksi rahim.
• Segera lakukan sectio caesaria.
(6)Jika ibu pada persalinan kala II :
• Pada persentasi kepala, lakukan persalinan segera dengan
ekstraksi vakum atau ekstraksi cunam/forseps.
• Jika persentase bokong/sungsang lakukan ekstraksi bokong
atau kaki,dan gunakan forseps pipa panjang untuk melahirkan
kepala yang menyusul.
• Jika letak lintang, siapkan segera sectio caesaria.
• Siapkan segera resusitasi neonatus.
(b) Tali pusat tidak berdenyut
Jika tali pusat tidak berdenyut berarti janin telah meninggal. Keadaan
ini sudah tidak merupakan tindakan darurat lagi, lahirkan bayi secara
normal tanpa mencederai ibu. Pergunakan waktu untuk memberikan
konseling pada ibu dan keluarganya tentang apa yang terjadi serta
tindakan apa yang akan dilakukan.
(c) Polindes
(1) Lakukan pemeriksaan dalam bila ketuban sudah pecah dan bagian
terbawah janin belum turun
(2) Jika teraba tali pusat, pastikan tali pusat masih berdenyut atau
tidak dengan meletakkan tali pusat diantara 2 jari.
(3) Lakukan reposisi tali pusat. Jika berhasil usahakan bagian
terendah janin memasuki rongga panggul, dengan menekan
fundus uteri dan usahakan segera persalinan pervaginam.
(4) Suntikkan terbutalin 0,25 mg subkutan.
(5) Dorong ke atas bagian terbawah janin dan segera rujuk ke
Puskesmas/RS.
(d) Puskesmas
(1) Penanganan sama seperti di atas.
(2) Jika persalinan pervaginam tidak mungkin dilaksanakan, segera
rujuk ke Rumah sakit.
(e) Rumah Sakit.
(1) Lakukan evaluasi atau penanganan seperti pada manajemen
medik.
(2) Jika persalinan pervaginam tidak mungkin terjadi, segera lakukan
sectio caesaria.
5) Gawat Janin
Deteksi dini gawat janin memlaui pemeriksaan antenatal meliputi:
(a) USG untuk menilai pertumbuhan fetus
(b) Profil biofiksial. Pemeriksaan fisik pada fetus menggunakan USG
parameter yang digunakan untuk menilai meliputi: gerakan pernafasan
fetus, gerakan fetus, tonus fetusindeks cairan amnion dan NST.
(c) Non Stress Tes (NST). Eksternal kardiotokograf (CTG), Kriteria yang
seharusnya diamati meliputi 2 hal atau lebih, yaitu : denyut jantung 30
janin, mengalami penurunan sedikitnya 15 denyutan permenit,
menetap sedikitnya 15 detik dalam 20 menit.
(d) Doppler
b. Kala III-IV
1) Atonia uteri
Diagnosis
Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi
didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi
yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis,
maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang
sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam
uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah
pengganti
Langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum
pasien. Pasien bias masih keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai
syok berat hipovolemik. Penatalaksanaan atonia uteri yaitu kompresi
bimanual interna dan kompresi bimanual eksterna
(a) Kompresi Bimanual Internal
(1) Melakukan Kompresi selama 5 menit
(2) Memperhatikan apakah perdarahan berhenti dan uterus
berkontraksi
(3) Jika uterus berkontraksi, meneruskan KBI selama 2 menit
sehingga total 7 menit, mengeluarkan tangan secara perlahan
serta melakukanpemantauan kala 4
(4) Jika uterus tidak berkontraksi setelah dilakukan KBI selama 5
menit, meminta bantuan keluarga untuk melakukan KBE
(b) Kompresi Bimanual Eksterna
(1) Mengganti posisi tangan kiri penolong dengan
tangan kiriasisten/keluarga.
(2) Meletakkan tangan kanan asisten/keluarga untuk menekan
forniksanterior.
(3) Melakukan kompresi dengan menekan dinding belakang dan
dindingdepan uterus
(4) Mengeluarkan tangan secara perlahan dari vagina, sementara
keluargamelakukan KBE, mencelupkan sarung tangan ke larutan
klorin dan lepaskan sarung tangan Panjang
(5) Memberikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi hipertensi)
atau misoprostol 600 – 1000 mcg dan pasang infuse
menggunakan jarum
(6) ukuran 16/18 dan berikan 500 cc Ringer Laktat + 20 IU
oksitosin.Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin
(7) Melakukan KBI kembali atau pasang kondom kateter
(8) Melakukan pengecekan kontraksi
(9) Melakukan rujukan persalinan jika uterus tidak berkontraksi
dengan tetap diberikan infuse RL500 cc habis dalam 1 jam,
dapat dilakukan pengulangan sampai 3 jam untuk RL 500 cc
yang habis perjam, dapatdilanjutkan RL 500 cc yang habis dalam
4 jam (125 cc/ jam)
(10) Melakukan masase, pemantauan kontraksi, perdarahan, dan TTV
jika uterus berkontraksi dan perdarahan berhenti
2) Retensio plasenta
Diagnosis
(4) Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta
informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya,
paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat
pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau
timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
(5) Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam
kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di
dalam uterus
(6) Pemeriksaan Penunjang
(1) Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin
(Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta
jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi,
leukosit biasanya meningkat.
(2) Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung
protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time
(aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau
Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan
yang disebabkan oleh faktor lain
Penatalaksanaan
Bila placenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir, atau terjadi
perdarahan sementara placenta belum lahir, lakukan :
(a) Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan
kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid
(sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat,
apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan
saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
(b) Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer
laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
(c) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil
lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
Pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi
kontraksi, kemudian coba melahirkan plasenta dengan menggunakan
peregangan tali pusat terkendali
(d) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit
anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi,
versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir,
tali pusat putus.
Manual plasenta :
(1) Memasang infus cairan dekstrose 5%.
(2) Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya
dalam keadaan suci hama.
(3) Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan
dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat
sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas - disisihkan dengan tepi
jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan
eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan
bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi
robekan jalan lahir (uterus) dan membawa infeksi
(e) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa
plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan
kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati
karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada
abortus.
(f) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan
dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
(g) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
3) Syok obstetrik
Penanganan
Prinsip pertama dalam penanganan kedaruratan medik dalam penanganan
kedaruratan medik dalam kebidanan atau setiap kedaruratan adalah ABC
yang terdiri atas menjaga fungsi saluran nafas (Airway). Pernapasan
(Breathing) dan sirkulasi darah (Circulation). Jika situasi tersebut terjadi
di luar rumah sakit, pasien harus dikirim ke rumah sakit dengan segeran
dan aman.
Penanganan Syok
(1) Prinsip Dasar Penanganan Syok
Tujuan utama pengobatan syok adalah melakukan penanganan awal
dan khusus untuk:
(a) Menstabilkan kondisi pasien
down
(b) Pantau terus tanda-tanda vital (setiap 15 menit) dan darah yang
masuk dan jumlah urin yang keluar. Produksi urin harus diukur
dan dicatat.
(d) Berikan oksigen dengan kecepatan 6-8 liter per menit dengan
kegelisahan)
(d) meningkatnya jumlah urin (30 ml per jam atau lebih)
Subyektif Obyektif
1) Resusitasi Cairan
a) Kehilangan 1 L darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena
sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi
terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Perdarahan post partum >
1.500 mL pada wanita yang saat hamilnya normal, cukup dengan infus
kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani.
b) Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat
dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat.
c) Cairan yang mengandung Dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki
peran pada penanganan perdarahan post partum.
d) Transfusi Darah diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut
melebihi 2.000 mL atau pasien menunjukkan tanda-tanda syok
walaupun telah dilakukan resusitasi cepat.Tujuan transfusi
memasukkan 2-4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen
yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi
e) PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan
infus, diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-masing
unit. Jangan menggunakan cairan Ringer Laktat untuk tujuan ini
karena kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan penjendalan
f) Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena
sehingga dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan
menangani penyebab perdarahan.
g) Perlu pertimbangkan pemberian oksigen
2) Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum Sekunder
Penatalaksanaan yang tepat dapat diberikan pada diagnosa yang dapat
anda pelajari dibawah ini.
a) Atonia Uteri
(1) Teruskan massase uterus
(2) Pemberian uterotonika (oksitosin), dengan cara:
Jenis dan Cara Oksitosin Ergometri Misoprostol
Dosis dan cara IV : infus 20 Pemberian IM Oral 600 mcg
pemberian unit dalam 1 L atau IV (secara atau fectal 400
larutan garam perlahan) : 0,2 mcg
fisiologis mg
dengan 60
tetes per/menit
IM : 10 unit
Dosis Lanjutan IV : infus 20 Ulangi 0,2 mg 400 mcg 2-4
unit dalam 1 L IM setelah 15 jam setelah
larutan garam menit. Jika dosis awal
fisiologis masih
dengan 40 diperlukan ,
tetes per/menit berikn IM/ IV
setiap 2-4 jam
10) Jangan tinggalkan pasien sendirian (kejang disertai aspirasi muntah dapat
mengakibatkan kematian ibu)
11) Observasi tanda-tanda vital, refleks setiap jam
12) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru
Macam-macam mastitis
Dibedakan berdasar tempat serta penyebab dan kondisinya
1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae
2. Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan
abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya.
Menurut penyebab dan kondisinya
Mastitis Periductal Mastitis Puerperalis/ Mastitis Supurativa
Lactational
• muncul pada wanita • banyak dialami oleh • paling banyak
di usia menjelang wanita hamil atau dijumpai.
menopause, menyusui. • Penyebabnya bisa dari
• penyebab utamanya • Penyebab utama kuman
tidak jelas diketahui. mastitis puerperalis Staphylococcus,
• Keadaan ini dikenal yaitu kuman yang jamur, kuman TBC
juga dengan sebutan menginfeksi dan juga sifilis.
mammary duct payudara ibu, yang Infeksi kuman TBC
ectasia, yang berarti ditransmisi ke puting memerlukan
peleburan saluran ibu melalui kontak penanganan yang
karena adanya langsung ekstra intensif.
penyumbatan pada
saluran di payudara.
Abses Payudara
Terdapat benjolan yang membengkak yang sangat nyeri dengan
kemerahan,panas,edema kulit diatasnya.Bilatidak segara ditangani benjolan
akan akan menjadi berfluktuasi dengan perubahan warna kulit dan nekrosis
Penatalaksanaan
Mastitis
1. Dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu untuk aliran ASI yang baik
dengan lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah.
2. Bila ibu merasa sangat nyeri, menyusui dimulai dari sisi payudara yang sehat,
kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian
ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang.
3. Posisikan bayi pada payudara, dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang
mengalami sumbatan agar membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
4. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari payudara
dengan tangan atau pompa.
5. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau
krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat
membantu melancarkan aliran ASI.
6. Konseling suportif
• Memberikan dukungan,bimbingan.keyakinan kembali tentang menyusui
yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak
akan membahayakan bayi, serta payudara akan pulih bentuk maupun
fungsinya
• Pengeluaran ASI yang efektif
• Bantu ibu perbaiki kenyutan bayi pada payudara
• Dorong untuk sering menyusui selama bayi menghendaki serat tanpa batasan
• Bila perlu peras ASI dengan tangan atau pompa atau botol panas sampai
menyusui dapat dimulai lagi
7. Terapi antibiotika, diindikasikan pada:
• Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
• Gejala berat sejak awal
• Terlihat putting pecah-pecah
• Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
• Dan dapat diberikan antibiotika seperti: Antibiotika Beta-lakta-mase
• Pengobatan simtomatik
• Diterapi dengan anlgesik (mis: Ibuprofen, Parasetamol)
• Istirahat atau tirah baring dengan bayinya
• Penggunaan kompres hangat pada payudara
• Yakinkan ibu untuk cukup cairan
• Pendekatan terapeutik lain (misalnya penyinggiran pus, tindakan diit,
pengobatan herbal, menggunakan daun kol untuk kompres dingin
Abses Payudara
1. Lakukan rujukan untuk terapi bedah (pengeluaran pus dengan insisi dan
penyaluran)
2. Dukungan untuk menyusu
3.3 Rangkuman
Kegawatdaruratan obstetri dan neonatal merupakan suatu kondisi yang dapat
mengancam jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi selama kehamilan, ketika kelahiran
bahkan saat hamil. Sangat banyak sekali penyakit serta gangguan selama kehamilan
yang bisa mengancam keselamatan ibu maupun bayi yang akan dilahirkan. Kegawatan
tersebut harus segera ditangani, karena jika lambat dalam menangani akan menyebabkan
kematian pada ibu dan bayi baru lahir
3.4 Soal-Soal
1. Seorang perempuan, umur 28 tahun, G1P0A0 hamil 12 minggu, datang ke RS
dengan keluhan nyeri perut bagian bawah. Hasil anamnesis: keluar bercak darah dari
kemaluan sejak 3 jam yang lalu. Hasil pemeriksaan: KU baik, TD 120/80 mmHg, N
84 x/menit, ada kontraksi uterus, nyeri tekan abdomen bagian bawah. Hasil inspekulo
tidak ada pembukaan serviks. Tindakan apakah yang tepat diberikan kepada pasien
tersebut?
A. Pasien diistirahatkan/tirah baring selama 24-48 jam
B. Menganjurkan pasien untuk pulang dan dianjurkan periksa ulang 1-2 minggu
mendatang
C. Mengevakuasi/ kuretasu semua sisa konsepsi
D. Mengevaluasi perdarahan
E. Pemeriksan laboratorium
2. Seorang perempuan, umur 30 tahun, G2P1A0 hamil 32 minggu, datang ke BPM
dengan keluhan merasa sesak sejak 1 minggu yang lalu. Hasil anamnesis: merasa
penuh di perut bagian atas. Hasil pemeriksaan: TD 120/80 mmHg, P 20x/menit, N 84
x/menit, TFU 30 cm, bagian fundus teraba bulat, keras, me- lenting, pada bagian
bawah teraba bulat, lu- nak kurang melenting, DJJ 140 x/menit terdengar jelas di atas
pusat. Rencana asuhan apakah yang paling tepat di- anjurkan pada kasus tersebut?
A. Berjalan santai
B. Posisi trendenburg
C. Gerakan knee chest
D. Gerakan dorsal recumbent
E. Sering menyapu dengan sapu yang pendek
3. Seorang perempuan, umur 27 tahun, G2P1A0, hamil 36 minggu, datang ke BPM
dengan keluhan sering sakit kepala. Hasil anamnesis: tidur cukup. Hasil pemeriksaan:
TD 110/70 mmHg, N 84 x/menit, P 22 x/menit, TFU 30 cm, puka, presentasi kepala,
belum masuk pintu atas panggul (pap), DJJ 142x/menit, reguler, ekstemitas bawah
oedema. Bidan melakukan pemeriksaan protein urine dengan hasil menggumpal.
Bagaimanakah penafsiran hasil pemeriksaan penunjang pada kasus tersebut?
A. (+)
B. (++)
C. (+++)
D. Negatif
E. Batas normal
4. Seorang perempuan, umur 30 tahun, G2P1A0, usia kehamilan 38 minggu, Kala II di
BPM Hasil anamnesis: ingin meneran seperti mau BAB. Hasil pemeriksaan: TD
120/80 mmHg,, N 90x/mnt, TFU 34 cm, DJJ 144x/ menit, teratur, kontraksi
4x/10’/45’’, pembu- kaan lengkap, kepala sudah membuka vulva 5-6 cm. telah
dipimpin meneran selama 1 jam dan belum menunjukkan kemajuan. Tindakan
apakah yang paling tepat sesuai kasus tersebut?
A. Lakukan Rujukan
B. Monitor kontraksi dan DJJ
C. Pasang infus, ibu dipuasakan
D. Rawat pasien sebelum inpartu
E. Lanjutkan memimpin persalinan
5. Seorang perempuan, umur 21 tahun, G2P1A0, usia kehamilan 38 minggu, datang ke
BPM dengan keluhan mulas. Hasil anamnesis: ketuban pecah sejak 1 jam yang lalu.
Hasil pemeriksaan: KU baik, TD 120/80 mmHg, N 90x/mnt, P 20x/menit, TFU 33
cm, letak lintang, DJJ 140x/mnt, teratur, kontraksi 3x/10’/35’’, porsio tipis lunak,
pembukaan 5 cm, ketuban (-). Rencana tindakan apakah yang paling tepat pada
kasus tersebut?
A. Lakukan rujukan
B. Monitor kontraksi dan DJJ
C. Pasang infus, ibu dipuasakan
D. Rawat pasien sebelum inpartu
E. Nilai air ketuban dengan lakmus
Sistem Penilaian
1. Sistem penilain dilakukan dengan kriteria penafsiran kuantitatif dan kualitatif.
2. Hasil penilaian akhir dengan skor 0 – 100 digunakan untuk pemberian Nilai Angka,
Nilai Huruf dan Bobot Nilai
3. Pemberian Nilai Angka, Nilai Huruf dan Bobot Nilai dari hasil penilaian akhir
menggunakan sistem Penilaian Acuan Normal (PAN).
4. Sistem PAN dapat digunakan apabila presentasi kelulusan peserta ujian rendah.
5. Ketentuan lulus adalah minimal angka 65 untuk Mata Kuliah Keahlian dan 60 Mata
Kuliah Umum. Nilai yang lebih kecil dari 60 Mata Kuliah Umum dan 65 untuk Mata
Kuliah Keahlian dinyatakan tidak lulus dan harus diprogramkan kembali atau
diremedial.
6. Penilaian dilihat dari UTS, UAS, Ujian Praktik mata kuliah.
7. Penilaian hasil belajar yang terdiri dari dosen pengampu mata kuliah. Rumus yang
digunakan untuk memperoleh Nilai Akhir (NA) adalah :
9. Nilai mata kuliah yang dinyatakan dengan huruf A, A-, B+, B, B-,C+ dan C
adalah Lulus
10. Nilai mata kuliah yang dinyatakan dengan huruf D, dan E adalah Tidak Lulus,
dan mahasiswa bersangkutan harus menempuh kembali mata kuliah yang tidak
lulus tersebut sesuai prosedur yang berlaku.
11. Perbaikan nilai ditujukan untuk memperbaiki nilai akhir suatu mata kuliah
dengan memprogramkan kembali mata kuliah tersebut pada semester berikutnya
secara regular.
12. Nilai akhir suatu mata kuliah mata kuliah yang dicantumkan merupakan nilai
terakhir yang dicapai oleh mahasiswa setelah menempuh perbaikan melalui
perkuliahan regular.
BAB 5
PENUTUP
B. Butir-Butir Tes:
Silahkan Anda meminta Tes Akhir Modul (TAM) pada dosen pembimbing
LAMPIRAN
KUNCI JAWABAN
BAB 2 BAB 3
1. D 1. A
2. B 2. C
3. D 3. C
4. A 4. A
5. C 5. A