Anda di halaman 1dari 23

MODUL PEMBELAJARAN :

KEBIJAKAN DALAM KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB

Oleh

Anissa Putri
NIM. 2015710

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
PRODI DIII KEBIDANAN METRO
TAHUN 2022
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Modul : Kebijakan dalam kesehatan reproduksi dan KB

Mata Kuliah : Keluarga Berencana

Kode Mata Kuliah :

Penulis/Ketua Tim Penulis

Nama Lengkap : Anissa Putri

NIM : 20154710

Tempat, Tanggal Lahir :

Pangkat/Golongan :-

Jabatan Fungsional : Mahasiswa

Jurusan/Prodi : Kebidanan Metro

Metro, 23 Juni 2022

Mengetahui

Ketua Program Studi Penulis

Islamiyati, AK., M.KM Anissa Putri

NIP. 1972040319930222001 NIM. 20154710

Menyetujui

Direktur Poltekkes Tanjungkarang

Wajridin Aliyanto, SKM., M.Kes

NIP. 196401281985021001

i
KATA PENGANTAR

Modul Teori ini disusun untuk membantu dan memfasilitasi peserta didik dalam
mempelajari Kebijakan dalam pelayanan kesehatan reproduksi dan KB . Salah satu factor
yang menentukan keberhasilan sebuah pembelajaran di kelas adalah modul teori oleh karena
itu keberadan dan pemberdayaan buku ini menjadi bagian yang penting.

Modul teori ini terdiri dari dua kegiatan pembelajaran dengan topik bahasan sebagai
berikut :

1. Kebijakan dalam pelayanan kesehatan reproduksi dan KB


2. Contoh-contoh praktik pelayanan Kesehatan Reproduksi dan KB

Modul ini masih belum sempurna, oleh karena itu penyusun berharap agar para pemakai
modul ini dapat memberikan sumbangan saran untuk perbaikan modul ini. Semoga modul ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak,
semoga modul ini dapat bermanfaat.

Metro, 23 Juni 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFAR ISI..................................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................................
PETA KEDUDUKAN MODUL............................................................................................

KEGIATAN BELAJAR I
KEBIJAKAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB
A. Deskripsi..............................................................................................................................1
1 B. Petunjuk Penggunaan Modul.........................................................................................1
C. Tujuan : Capaian Pembelajaran....................................................................................2
D. Uraian Materi......................................................................................................................2
E. Rangkuman..........................................................................................................................6
F. Daftar Pustaka....................................................................................................................7
G. Tugas.....................................................................................................................................7
H. Tes Formatif........................................................................................................................7
I. Kunci Jawaban Jawaban Tugas.....................................................................................8
J. Kunci Jawaban Jawaban Formatif................................................................................9
K. Daftar Istilah (Glosarium)...............................................................................................9

KEGIATAN BELAJAR II
CONTOH-CONTOH PRAKTIK PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI
DAN KB
A. Deskripsi..............................................................................................................................10
B. Petunjuk Penggunaan Modul.........................................................................................10
C. Tujuan : Capaian Pembelajaran....................................................................................11
D. Uraian Materi......................................................................................................................11
E. Rangkuman..........................................................................................................................16
F. Daftar Pustaka....................................................................................................................16
G. Tugas.....................................................................................................................................17
H. Tes Formatif........................................................................................................................17
I. Kunci Jawaban Jawaban Tugas.....................................................................................18
J. Kunci Jawaban Jawaban Formatif................................................................................18
K. Daftar Istilah (Glosarium)...............................................................................................19

iii
Kegiatan Belajar I KEBIJAKAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN
REPRODUKSI DAN KB:
I. Kebijakan dalam pelayanan kesehatan reproduksi dan KB

A. Deskripsi
Pembahasan dalam kegiatan pembelajaran ini berfokus pada bahan kajian
tentang kebijakan dalam pelayanan kesehatan reproduksi dan KB. Metode
pembelajaran menggunakan pendekatan student center learning (SCL) dimana
mahasiswa secara aktif melakukan proses pembelajaran mandiri, mengatur waktu
dan tempat belajar sesuai dengan kemampuan, gaya, dan kecepatan yang dimiliki,
dan melakukan evaluasi capaian pembelajaran mandiri guna mencapai outcome
learning yang telah ditetapkan.

B. Petunjuk Penggunaan Modul


1. Bagi Dosen
a. Baca dan cermati betul deskripsi mata kuliah dalam Rencana
Pembelajaran Semester (RPS)
b. Pelajari Capaian Pembelajaran, Materi Pembelajaran, Kegiatan
Pembelajaran, dan Penilaian
c. Lihat Tujuan Akhir Pembelajaran apakah sudah sesuai dengan
Indikator RPS sebagai tuntutan Kriteria Kinerja deskripsi kompetensi.
Cocokkan cakupan kegiatan perkuliahan dengan deskripsi Materi
Pembelajaran dan Kegiatan Pembelajaran.
d. Fasilitasi mahasiwa untuk mempelajari konsep dasar asuhan kebidanan
pada masa nifas dan menyusui sehingga mahasiwa dapat
mengaplikasikan ke dalam pelayanan asuhan masa nifas dan menyusui.

2. Bagi Mahasiswa
a. Pelajari materi sebelum pembelajaran di kelas. Pelajari dengan
seksama hingga Anda benar-benar memahami materi tersebut.
Selanjutnya tandai/warnai hal yang penting dalam topik tersebut serta
tandai hal yang belum dipahami untuk ditanyakan kepada dosen pada
saat pembelajaran di kelas.
b. Lakukan kegiatan belajar secara sistematis berdasar mekanisme
pembelajaran yang telah ditulis di modul ini.

1
2
c. Pelajarilah referensi lain yang berhubungan dengan materi modul
sehingga Anda mendapatkan tambahan pengetahuan.

C. Tujuan : Capaian Pembelajaran


Setelah menyelesaikan pembelajaran kegiatan pembelajaran ini,
mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan atau mengaplikasikan kebijakan
dalam pelayanan kesehatan reproduksi dan KB . Untuk mencapai capaian
pembelajaran (learning outcome) tersebut, diharapkan mahasiswa memiliki
kemampuan menjelaskan atau mengaplikasikan : Kebijakan dalam pelayanan
kesehatan reproduksi dan KB.

D. Uraian Materi
1. Pengertian
Masalah reproduksi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia menjadi
masalah kesehatan yang utama. Akibat rendahnya kesehatan reproduksi, terutama
pada wanita maka akan berdampak terhadap tingginya angka kematian bayi dan
kematian ibu karena melahirkan.
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang
berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan
perempuan. Kesehatan reproduksi meliputi:
1. Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan
2. Pengaturan kehamilan, alat konstrasepsi, dan kesehatan seksual
3. Kesehatan sistem reproduksi.
Hak- hak reproduksi merupakan hak asasi manusia dan dijamin oleh undang-
undang, meliputi :
1. Menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman,
serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah.
2. Menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan,
dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak
merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama.
3. Menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat secara
medis serta tidak bertentangan dengan norma agama.

3
4. Memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan
reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam menjamin hak-hak reproduksi tersebut, pemerintah telah membuat
ketentuan sebagai berikut:
1. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana
pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau
masyarakat, termasuk keluarga berencana.
2. Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif,
kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan
secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas,
khususnya reproduksi perempuan. 
3. Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi dilakukan dengan tidak
bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan,, diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
A. Keluarga Berencana (KB)
Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan
usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,
perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk
mewujudkan keluarga yang berkualitas. Program Keluarga Berencana di
Indonesia telah dimulai sejak tahun 1970, sampai dengan saat ini telah
mengalami pasang surut. Berbagai cara ber –KB telah ditawarkan dan
berbagai alat kontrasepsi di sediakan oleh pemerintah, mulai dari cara
tradisional, barier, hormonal (pil, suntikan, susuk KB), bahkan saat ini
tersedia alat kontrasepsi yang bersifat permanen.(kontrasepsi mantap /
vasektomi dan tubektomi).
Dari segi hak-hak asasi manusia, maka seyogiayanya segala jenis
kontrasepsi yang ditawarkan haruslah mendapat persetujuan dari pasangan
suami istri. Hukum dan etika Keluarga Berencana di Indonesia saat ini
diatur dalam UU No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Kebijakan keluarga
berencana sebagaimana dilaksanakan untuk membantu calon atau

4
pasangan suami istri dalam mengambil keputusan dan mewujudkan hak
reproduksi secara bertanggung jawab tentang:
a. usia ideal perkawinan
b. usia ideal untuk melahirkan
c. jumlah ideal anak
d. jarak ideal kelahiran anak; dan
e. penyuluhan kesehatan reproduksi.

Kebijakan keluarga berencana bertujuan untuk:


a. mengatur kehamilan yang diinginkan;
b. menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan
anak;
c. meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling,
dan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi;
d. meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek keluarga
berencana; dan
e. mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan
jarak kehamilan.
Kebijakan keluarga berencana mengandung pengertian bahwa dengan alasan
apapun promosi aborsi sebagai pengaturan kehamilan dilarang. kebijakan
keluarga berencana dilakukan melalui upaya: a. peningkatan keterpaduan dan
peran serta masyarakat; b. pembinaan keluarga; dan c. pengaturan kehamilan
dengan memperhatikan agama, kondisi perkembangan sosial ekonomi dan
budaya, serta tata nilai yang hidup dalam masyarakat. Upaya sebagaimana
dimaksud , disertai dengan komunikasi, informasi dan edukasi.
Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk membantu pasangan suami istri
untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur
jarak kelahiran anak yang ideal dengan menggunakan cara, alat, dan obat
kontrasepsi. Pelayanan kontrasepsi diselenggarakan dengan tata cara yang
berdaya guna dan berhasil guna serta diterima dan dilaksanakan secara
bertanggung jawab oleh pasangan suami isteri sesuai dengan pilihan dan
mempertimbangkan kondisi kesehatan suami atau isteri.
Pelayanan kontrasepsi secara paksa kepada siapa pun dan dalam bentuk apa
pun bertentangan dengan hak asasi manusia dan pelakunya akan dikenakan sanksi

5
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan
pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan
dari segi agama, norma budaya, etika, serta segi kesehatan. Suami dan/atau isteri
mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam melaksanakan
keluarga berencana. Dalam menentukan cara keluarga berencana Pemerintah
wajib menyediakan bantuan pelayanan kontrasepsi bagi suami dan isteri.
Penggunaan alat, obat, dan cara kontrasepsi yang menimbulkan risiko
terhadap kesehatan dilakukan atas persetujuan suami dan istri setelah
mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
kewenangan untuk itu. Tata cara penggunaan alat, obat, dan cara kontrasepsi
dilakukan menurut standar profesi kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan alat,
obat, dan cara kontrasepsi diatur dengan peraturan menteri yang
bertanggungjawab di bidang kesehatan.
Suami dan istri harus sepakat mengenai pengaturan kehamilan dan cara yang
dipakai agar tujuannya tercapai dengan baik. Keputusan atau tindakan sepihak
dapat menimbulkan kegagalan ataupun masalah dikemudian hari. Oleh karena itu,
apabila istri gagal menggunakan alat kontrasepsi dengan alasan kesehatan, maka
suamilah yang harus meggunakan alat kontrasepsi yang cocok baginya.
Pengaturan tentang Keluarga Berencana dalam undang undang kesehatan
menegaskan bahwa :
1. Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk
pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi
penerus yang sehat dan cerdas. 
2. Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas
pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana
yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.
3. Ketentuan mengenai pelayanan keluarga berencana dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundangundangan.
Keluarga Berencana merupakan komponen dari Kesehatan Reproduksi.
Kesehatan Reproduksi merupakan suatu paradigma dinamis, sebuah system yang
dapat di kendalikan sedemikian rupa demi kepentingan bangsa ini terutama
pembangunan sumber daya manusia. Modifikasi terarah sesuai RPJMN dan

6
RENSTRA sebagai panduan ukur. Pemanfaatan momentum Bonus Demografi
sebagai wujud kelola program KKBPK yang berhasil.

E. Rangkuman
Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal
melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai
dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Dari segi hak-
hak asasi manusia, maka seyogiayanya segala jenis kontrasepsi yang ditawarkan
haruslah mendapat persetujuan dari pasangan suami istri.
Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk membantu pasangan suami istri untuk
melahirkan pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur jarak kelahiran
anak yang ideal dengan menggunakan cara, alat, dan obat kontrasepsi. Pelayanan
kontrasepsi diselenggarakan dengan tata cara yang berdaya guna dan berhasil guna
serta diterima dan dilaksanakan secara bertanggung jawab oleh pasangan suami isteri
sesuai dengan pilihan dan mempertimbangkan kondisi kesehatan suami atau
isteri. Penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat
dipertanggungjawabkan dari segi agama, norma budaya, etika, serta segi kesehatan.
Suami dan/atau isteri mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama
dalam melaksanakan keluarga berencana. Penggunaan alat, obat, dan cara kontrasepsi
yang menimbulkan risiko terhadap kesehatan dilakukan atas persetujuan suami dan
istri setelah mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
kewenangan untuk itu. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan
alat, obat, dan cara kontrasepsi diatur dengan peraturan menteri yang
bertanggungjawab di bidang kesehatan. Suami dan istri harus sepakat mengenai
pengaturan kehamilan dan cara yang dipakai agar tujuannya tercapai dengan baik.
Oleh karena itu, apabila istri gagal menggunakan alat kontrasepsi dengan alasan
kesehatan, maka suamilah yang harus meggunakan alat kontrasepsi yang cocok
baginya.

7
F. Daftar Pustaka
Matahari Ratu, 2019, Buku Ajar Keluarga Berencana dan Kontrasepsi,
Yogyakarta:anggota IKAPI.
Purba Deasy Handayani, 2021, Pelayanan Keluarga Berencana (KB), Yayasan
Kita Menulis.
Manurung Nixon, 2020, Vasektomi dan Tubektomi dalam Perspektif Suami,
Sosio Demographi dan Sosial Budaya, Guepedia.

G. Tugas
1. Apa yang dimaksud dengan KB (Keluarga Berencana)!
2. Apa tujuan KB (keluarga Berencana)!
3. Bagaimana Kebijakan pemerintah terhadap Keluarga Berencana!
4. Bagaimana kebijakan pemerintah dengan kesehatan reproduksi!
5. Apa saja kesehatan reproduksi itu!

H. Tes Formatif
1. Prinsip dari Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu adalah pelayanan
kesehatan reproduksi yang dilaksanakan secara .…
a. One stop service
b. Berkualitas
c. Secara satu atap
d. Bersama dan menerima semua layanan
e. One way service
2. Pada Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial terdapat pelayanan pasca
abortus, unsur pelayanan yang harus ada adalah ….
a. Kunjungan rumah
b. Pemantauan masa nifas
c. Konseling dan penanggulangan IMS
d. Pencegahan terhadap infeksi
e. Pelayanan Keluarga Berencana
3. Pada Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif pelayanan yang
diberikan sama dengan PKRE tetapi harus ditambah .…
a. Remaja
b. Usila

8
c. HIV/AIDS
d. Pencegahan infeksi
e. MTBS
4. Skrining yang dilakukan pada masa remaja adalah….
a. SADARI
b. Pap Smear
c. X-Ray
d. USG
e. MRI
5. Skrining kanker Ovarium perlu dilakukan terutama pada masa …
a. Bayi
b. Anak
c. Remaja
d. Produksi
e. Klimakterium

I. Kunci Jawaban Tugas


1. Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan
usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan,
dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas
2. Tujuan KB yaitu untuk Mencegah terjadinya pernikahan di usia dini. Menekan
angka kematian ibu dan bayi akibat hamil di usia yang terlalu muda atau
terlalu tua. Menekan jumlah penduduk serta menyeimbangkan jumlah
kebutuhan dengan jumlah penduduk di Indonesia
3. Kebijakan pemerintah terhadap KB tertuang dalam Undang-undang No 52
tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
pasal 1 ayat (8) menjelaskan "Keluarga Berencana adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk
mewujudkan keluarga yang berkualitas
4. Kebijakan pemerintah terhadap kesehatan reproduksi tertuang dalam
Permenkes RI no. 34 Tahun 2015 pasal (1,4,5,dan 6)

9
5. Kesehatan reproduksi meliputi pelayanan kesehatan ibu; indikasi kedaruratan
medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi; dan
reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah.

J. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. (B) Berkualitas
2. (A) Kunjungan rumah
3. (E) MTBS
4. (A) SADARI
5. (B) Anak

K. Daftar Istilah (Glosarium)


WHO : World Health Organization
MOW : Medis operatif wanita

10
II : CONTOH-CONTOH PRAKTIK PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI
DAN KB

A. Deskripsi
Pembahasan dalam kegiatan pembelajaran ini berfokus pada bahan kajian
tentang Contoh-contoh praktik pelayanan Kesehatan Reproduksi dan KB. Metode
pembelajaran menggunakan pendekatan student center learning (SCL) dimana
mahasiswa secara aktif melakukan proses pembelajaran mandiri, mengatur waktu dan
tempat belajar sesuai dengan kemampuan, gaya, dan kecepatan yang dimiliki, dan
melakukan evaluasi capaian pembelajaran mandiri guna mencapai outcome learning
yang telah ditetapkan.

B. Petunjuk Penggunaan Modul


1. Bagi Dosen
a Baca dan cermati betul deskripsi mata kuliah dalam Rencana
Pembelajaran Semester (RPS)
b Pelajari Capaian Pembelajaran, Materi Pembelajaran, Kegiatan
Pembelajaran, dan Penilaian
c Lihat Tujuan Akhir Pembelajaran apakah sudah sesuai dengan Indikator
RPS sebagai tuntutan Kriteria Kinerja deskripsi kompetensi. Cocokkan
cakupan kegiatan perkuliahan dengan deskripsi Materi Pembelajaran dan
Kegiatan Pembelajaran.
d Fasilitasi mahasiwa untuk mempelajari konsep dasar asuhan kebidanan
pada masa nifas dan menyusui sehingga mahasiwa dapat
mengaplikasikan ke dalam pelayanan asuhan masa nifas dan menyusui.

2. Bagi Mahasiswa
a. Pelajari materi sebelum pembelajaran di kelas. Pelajari dengan seksama
hingga Anda benar-benar memahami materi tersebut. Selanjutnya
tandai/warnai hal yang penting dalam topik tersebut serta tandai hal yang
belum dipahami untuk ditanyakan kepada dosen pada saat pembelajaran di
kelas.

11
b. Lakukan kegiatan belajar secara sistematis berdasar mekanisme
pembelajaran yang telah ditulis di modul ini
c. Pelajarilah referensi lain yang berhubungan dengan materi modul
sehingga Anda mendapatkan tambahan pengetahuan.

C. Tujuan : Capaian Pembelajaran


Setelah menyelesaikan pembelajaran kegiatan pembelajaran ini, mahasiswa
diharapkan mampu menjelaskan atau mengaplikasikan Contoh-contoh praktik
pelayanan Kesehatan Reproduksi dan KB. Untuk mencapai capaian pembelajaran
(learning outcome) tersebut, diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan
menjelaskan atau mengaplikasikan : Contoh-contoh praktik pelayanan Kesehatan
Reproduksi dan KB.

D. Uraian Materi
1. Pengertian
Tantangan implementasi kesehatan reproduksi paradigma baru di Indonesia
juga berkaitan erat dengan institusi (lembaga) yang terkait erat dengan
permasalahan kesehatan reproduksi. Instansi pelaksana kebijakan dan program
kesehatan reproduksi yang utama di daerah adalah sektor kesehatan dan BKKBN.
Kementerian Kesehatan merupakan institusi yang bertanggung jawab terhadap
penentuan kebijakan dan strategi kesehatan nasional, termasuk di dalamnya
mengenai kesehatan reproduksi. Melalui jaringan kesehatan yang dimilikinya dari
mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan tingkat provinsi, lembaga ini
memberikan pelayanan langsung terhadap masyarakat. Namun demikian,
kesehatan reproduksi paradigma baru yang antara lain mendorong keterpaduan
pelayanan dan program belum terlihat di sektor kesehatan. Permasalahan KIA,
KB, kesehatan reproduksi remaja, IMS dan HIV/AIDS ditangani oleh unit yang
berbeda-beda (terkotak-kotak) yang terkadang menimbulkan kendala dalam hal
koordinasi dan integrasi program.
BKKBN telah dikenal secara international akan kapasitas dan kemampuannya
untuk melaksanakan mobilisasi masyarakat dan kegiatan penyebaran informasi
melalui penyuluhan dan konseling. Bila dilihat dari tugasnya, BKKBN
bertanggung jawab melakukan koordinasi semua aktifitas yang berhubungan
dengan KB, baik yang dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun yang non

12
pemerintah. Namun dalam perjalanannya, tugas koordinator berkembang menjadi
pelaksana. Selain itu pada tahun 1990-an, BKKBN melebarkan programnya
dengan memasukkan kegiatan peningkatan kesejahteraan keluarga ke dalam
programnya. Perluasan wewenang ini menimbulkan ketegangan dengan instansi
lain, khususnya dengan Kementerian Kesehatan. Di lain pihak, Kementerian
Kesehatan yang dalam pelaksanaannya memberikan pelayanan alat kontrasepsi
kepada masyarakat bersikap apatis karena tanggung jawab dan dana yang masuk
untuk KB di monopoli oleh BKKBN. Sebagai akibatnya usaha untuk
meningkatkan kualitas pelayanan KB kurang mendapat perhatian. Di satu pihak
BKKBN merasa bahwa kualitas pelayanan bukan merupakan tanggung jawabnya,
di pihak lain Kementerian kesehatan menganggap bahwa pelayanan KB bukan
merupakan prioritas utama dalam program kesehatan.
Sementara itu, BKKKN mengalami perubahan dari instansi vertikal menjadi
instansi otonomi berdasarkan Keppres Nomor 30 Tahun 2003. Studi P2
Kependudukan LIPI (Hartono dkk, 2005) menunjukkan kondisi pada awal
desentralisasi program KB, sebagian besar (70,7 persen) BKKBN yang ada di
kabupaten/kota tersebut digabungkan dengan dinas/badan dari berbagai sektor
yang ada di daerah. Perubahan struktur organisasi BKKBN yang ada di
kabupaten/kota ini berpengaruh terhadap penurunan kinerja para pengelola dan
petugas lapangan instansi pengelola KB di daerah. Tidak hanya SDM,
desentralisasi BKKBN juga mempengaruhi kurangnya keberlanjutan program-
program seperti peningkatan usia kawin serta pendekatan program dengan
melibatkan elemen penting dalam masyarakat, termasuk tokoh agama.
Menurunnya kinerja pengelola ini telah berdampak pada rendahnya komitmen
pemerintah daerah dalam memberikan dukungan dana bagi program KB.
Rendahnya komitmen pemerintah daerah, baik komitmen politik maupun
pendanaan di masa datang menjadi tantangan yang cukup besar dalam
mengembangkan kebijakan kesehatan reproduksi. Di lain pihak, pemasalahan
kesehatan reproduksi, termasuk KB di berbagai daerah semakin kompleks dan
menuntut penanganan yang lebih serius. Selain sektor kesehatan dan BKKBN,
masih banyaknya instansi/lembaga yang terkait dengan implementasi kesehatan
reproduksi paradigma baru di Indonesia. Sektor-sektor terkait lainnya termasuk:
Pendidikan, Sosial, Agama, Pemberdayaan Perempuan dan Anak, serta Pemuda
dan Olah Raga. Mengingat luasnya cakupan permasalahan bidang kesehatan

13
reproduksi diperlukan keterlibatan berbagai sektor dalam penanganannya.
Pembentukan Komisi Nasional Kesehatan Reproduksi melalui Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 433 Tahun 1998 ditujukan untuk
menangani program kesehatan reproduksi secara lintas sektoral. Pada
kenyataannya tidak semudah yang diharapkan, dalam pelaksanaannya masih
terdapat kesan adanya ego dari masing-masing sektor. Integrasi berbagai bidang
terkait dengan kesehatan reproduksi belum berlangsung sebagaimana mestinya.
Ada beberapa program yang tumpang tindih namun tidak jarang dijumpai pula
beberapa program justru terkotak-kotak dan bahkan saling tidak berkaitan. Di
samping itu, ada kesan kurang proaktif dari beberapa sektor yang diberi tanggung
jawab. Tanggung jawab penanganan permasalahan kesehatan reproduksi yang
dianggap berkaitan erat dengan rendahnya hak-hak kesehatan reproduksi
perempuan dan ketimpangan gender tidak sepenuhnya ada pada kementerian
terkait. Hal ini cenderung menimbulkan stagnasi yang berakibat kelambatan
dalam menangani permasalahan kesehatan reproduksi.

A. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (Pkre) Terpadu Di Puskesmas:


Lesson Learned Dan Tantangan Keberlanjutan Program
Banyak tantangan yang dihadapi berkaitan dengan penerapan
kebijakan kesehatan reproduksi paradigma baru di era otonomi daerah di
Indonesia. Namun demikian, sebagian pengalaman di daerah menunjukkan
adanya peluang implementasi yang baik. Hasil kajian P2 Kependudukan LIPI,
misalnya, menunjukkan bahwa pelaksanaan PKRE Terpadu di Puskesmas
berdampak positif pada peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan,
peningkatan pemenuhan hak dan kepuasan klien, serta peningkatan
pemanfaatan data dan informasi. Berkaitan dengan program ini, sejalan dengan
hasil konsensus di Cairo, pemerintah Indonesia –melalui Kementerian
Kesehatan– mengembangkan program pelayanan kesehatan reproduksi esensial
dengan memperkenalkan PKRE Terpadu di tingkat pelayanan dasar
(Puskesmas). Di dalam Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi, secara
eksplisit dinyatakan bahwa PKRE Terpadu harus dilaksanakan di semua
Puskesmas. Pada dasarnya, program PKRE Terpadu bukan suatu program
pelayanan yang baru maupun yang berdiri sendiri, tetapi merupakan

14
keterpaduan berbagai pelayanan dari program yang terkait yang pada dasarnya
sudah tersedia di tingkat pelayanan dasar.
Pelaksanaan PKRE Terpadu memperluas jangkauan dan cakupan
pelayanan Puskesmas termasuk IMS, Klinik Remaja dan konseling. Dengan
memperluas pelayanan, Puskesmas mampu menjangkau penduduk yang belum
tersentuh seperti remaja melalui penyediaan program-program peduli remaja.
Semua Puskesmas PKRE Terpadu yang dikaji telah mempunyai program
remaja dan sebagian besar telah mempunyai ruangan khusus untuk Klinik
Remaja. Hal ini telah meningkatkan keterlibatan remaja, baik dalam program-
program pendidikan sebaya maupun kesadaran untuk memelihara kondisi
kesehatan reproduksinya.
Pelaksanaan PKRE Terpadu juga berdampak pada peningkatan
kualitas pelayanan. Bagi petugas kesehatan, pelaksanaan PKRE Terpadu telah
memotivasi mereka untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari kliennya,
sehingga mampu mendiagnosis penyakit dan memberikan pengobatan yang
lebih baik. Pelayanan konseling dan sikap proaktif dari petugas kesehatan
dalam melakukan anamnesis telah meningkatkan pelayanan kesehatan menjadi
lebih berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan klien. Hak-hak individu untuk
memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif dan
berkualitas akan sulit terpenuhi apabila mereka tidak mengetahui bahwa
mereka mempunyai masalah yang berhubungan dengan organ reproduksinya
Perubahan mekanisme pelayanan pada Puskesmas PKRE Terpadu dari
sebelumnya pelayanan terpisahpisah menjadi pelayanan terpadu juga telah
meningkatkan kepuasan klien terhadap pelayanan maupun petugas kesehatan
dalam memberikan pelayanan. Kepuasan klien terhadap pelayanan tersebut
telah berdampak pada meningkatnya kesadaran penduduk untuk secara rutin
memeriksakan kondisi kesehatan reproduksinya. Tersedianya klinik khusus
remaja yang sesuai dengan karakteristik remaja telah memberikan dampak
positif pada keinginan (hak) remaja untuk berkonsultasi dan memeriksakan
kondisi kesehatan reproduksinya di Puskesmas. Sikap diskriminatif petugas
kesehatan dalam memberikan pelayanan juga telah berubah. PKRE Terpadu
juga menghilangkan stigma negatif para petugas kesehatan terhadap remaja
belum menikah yang mempunyai masalah kesehatan reproduksi maupun
terhadap klien yang terkena IMS.

15
Selain itu pelaksanaan PKRE Terpadu juga telah meningkatkan sistem
pencatatan dan pelaporan data. Petugas Puskesmas menjadi lebih paham
terhadap kaitan antarkomponen dalam PKRE dan pentingnya data serta
informasi berkaitan dengan pelayanan. Meskipun agak bervariasi, pelayanan
yang lebih lengkap dan terpadu tercermin dari informasi yang tersedia di semua
Puskesmas PKRE terpadu. Dampak lain dari pelaksanaan PKRE terpadu adalah
kesadaran petugas kesehatan terhadap pentingnya data pendukung, terutama
yang berkaitan dengan kondisi sosial-demografi penduduk yang menjadi
sasaran program.
Meskipun hasil kajian menunjukkan dampak PKRE Terpadu terhadap
pelayanan puskesmas, keberlanjutan program tersebut menghadapi
permasalahan tersendiri. Kisah sukses implementasi PKRE Terpadu di
puskesmas-puskesmas binaan pada tahap uji coba tersebut belum bisa
diimplementasikan di wilayah lainnya. Komitmen untuk menjadikan PKRE
Terpadu sebagai program nasional belum dapat diwujudkan, demikian juga
komitmen stakeholders di tingkat daerah cenderung menurun setelah uji coba
PKRE Terpadu selesai dilaksanakan.

E. Rangkuman
Bagi petugas kesehatan, pelaksanaan PKRE Terpadu telah memotivasi mereka
untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari kliennya, sehingga mampu
mendiagnosis penyakit dan memberikan pengobatan yang lebih baik. Pelayanan
konseling dan sikap proaktif dari petugas kesehatan dalam melakukan anamnesis telah
meningkatkan pelayanan kesehatan menjadi lebih berkualitas dan sesuai dengan
kebutuhan klien. Perubahan mekanisme pelayanan pada Puskesmas PKRE Terpadu
dari sebelumnya pelayanan terpisah pisah menjadi pelayanan terpadu juga telah
meningkatkan kepuasan klien terhadap pelayanan maupun petugas kesehatan dalam
memberikanpelayanan.
Kepuasan klien terhadap pelayanan tersebut telah berdampak pada
meningkatnya kesadaran penduduk untuk secara rutin memeriksakan kondisi
kesehatan reproduksinya. Tersedianya klinik khusus remaja yang sesuai dengan
karakteristik remaja telah memberikan dampak positif pada keinginan remaja untuk
berkonsultasi dan memeriksakan kondisi kesehatan reproduksinya di

16
Puskesmas. Sikap diskriminatif petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan juga
telah berubah. PKRE Terpadu juga menghilangkan stigma negatif para petugas
kesehatan terhadap remaja belum menikah yang mempunyai masalah kesehatan
reproduksi maupun terhadap klien yang terkena IMS.
Dampak lain dari pelaksanaan PKRE terpadu adalah kesadaran petugas
kesehatan terhadap pentingnya data pendukung, terutama yang berkaitan dengan
kondisi social demografi penduduk yang menjadi sasaran program.

F. Daftar Pustaka
Matahari Ratu, 2019, Buku Ajar Keluarga Berencana dan Kontrasepsi,
Yogyakarta:anggota IKAPI.
Purba Deasy Handayani, 2021, Pelayanan Keluarga Berencana (KB), Yayasan Kita
Menulis.
Manurung Nixon, 2020, Vasektomi dan Tubektomi dalam Perspektif Suami, Sosio
Demographi dan Sosial Budaya, Guepedia
G. Tugas
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi!
2. Apa tujuan pentingnya partisipasi masyarakat dalam keadaan bencana?
3. Seorang perempuan umur 28 tahun datang ke Bidan meminta bantuan terkait
dengan ingin mengakhiri kehamilan, tetapi ibu tersebut belum mengerti tentang
pilihan KB yang sesuai dengan kondisinya. Apakah kesulitan yang mungkin
dihadapi pada kasus tersebut dalam memberikan?

H. Tes Formatif
1. Komunikasi adalah penyampaian pesan secara langsung ataupun tidak langsung
melalui saluran komunikasi kepada penerima pesan, untuk mendapatkan suatu
efek. Definisi tersebut diatas menurut...?
a. Notoatmojo
b. BKKBN,2011
c. DEPKES RI 1984
d. DEPKES RI 1990
e. M.Effendy
2. Penyusunan isi pesan merupakan penjabaran dari program kesehatan reproduksi
yang ingin disampaikan sebaiknya dalam bentuk ....

17
a. Suara
b. Tulisan
c. Gambar
d. Tulisan dan gambar
e. Tulisan, gambar, suara
3. Penyampaian pesan harus diberikan secara berulang-ulang bertahap dan bervariasi
agar supaya ….
a. Sasaran menjadi puas
b. Sasaran senang dan terhibur
c. Sasaran cepat mengerti
d. sasaran tidak mengantuk
e. Sasaran menjadi jelas
4. Keadaan yang mengancam nyawa individu dan kelompok masyarakat luas
sehingga menyebabkan ketidakberdayaan yang memerlukan respon intervensi
sesegera mungkin guna menghindari kematian dan atau kecacatan serta kerusakan
lingkungan yang luas dinamakan dengan tahap ….
a. Pra Bencana
b. Saat Tanggap Darurat
c. Pasca Bencana
d. Sebelum Bencana
e. Setelah Bencana
5. Identifikasi masalah, tujuan jangka pendek dan jangka panjang, kegiatan-kegiatan
dan sumber daya; mengantisipasi tantangan potensial dan mempersiapkan respon
serta memantau kegiatan pada saat dilaksanakan merupakan strategi prinsip ....
a. Advokasi
b. Koordinasi
c. Komunikasi
d. Partisipasi masyarakat
e. Akuntabilitas

I. Kunci Jawaban Tugas


1. Komunikasi adalah Prinsip yang melibatkan perantara- media yang menyebarkan
informasi melalui saluran yang tepat misalnya poster, radio, orang ke orang agar
masyarakat mendapatkan informasi yang cepat, saat mereka membutuhkannya,

18
dengan cara yang masuk akal sehingga mereka bisa mengambil keputusan yang
praktis.
2. Dalam memberi pelayanan kesehatan reproduksi dalam situasi bencana,
partisipasi masyarakat sangat penting, hal ini bertujuan meningkatkan support
lingkungan.
3. Klien banyak bicara dan bertanya

J. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. (E)
2. (E)
3. (B)
4. (B)
5. (D)

K. Daftar Isi Glosarium


Klem : Penjepit
Okulasi : Penutupan
Diathermy : Alat Perekat Dengan Pemanasan Suhu Tinggi
Cairan Semen : Cairan Pembawa Sperma
Fertilisasi : Penyatuan Sperma Dengan Ovum

19

Anda mungkin juga menyukai