Dosen Panduan
Pengajar
Address: Jl. Johar Baru V No. D13 Jakarta Pusat 10560 DKI Jakarta Indonesia
Phone. +6221 4247789, +6221 4226043
Fax. +6221 4244214
Email. ppibi@cbn.net.id / ppibi@ibi.or.id
Website: www.ibi.or.id
Buku Pegangan Dosen Panduan Pengajar
Kontributor:
1. Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes PPIBI
2. Masyitha, SST, SKM, M.Kes PPIBI
3. Indra Supradewi, SKM, MKM PPIBI
4. Rizqi Amelia, AM.Keb PPIBI
5. Ribka Sebayang (Sub.Dit Kespro – Dit Bina Kes. Ibu Kemenkes)
6. Dr. Syarifudin (Pusat Penanggulangan Krisis Kemenkes)
7. Yopita Ratnasari, SST (Pusdiklatnakes – PPSDM Kes)
8. Willa Follona, SST, M. Kes (Poltekkes Jakarta III)
9. Herlyssa, SST, M.Kes (Poltekkes Jakarta III)
10. Herlina Mansur, SST (Akbid Sismadi)
11. Kusuma Dini, AmKeb, MKM (Akbid Sismadi)
12. Dr. Rosilawati Anggraini (UNFPA)
13. Yolanda Piliang (UNFPA)
Editor :
1. Indra Supradewi, SKM, MKM
2. Kusuma Dini, AmKeb, MKM
3. Lukmanul Hakim
Indonesia merupakan negara yang rawan bencana karena kondisi geografis dan
demografis yang disebabkan oleh baik faktor alam dan non alam seperti gempa bumi,
tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kemarau, kebakaran hutan,
konflik, dan lain-lain. Bencana dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, trauma fisik maupun psikologis, masalah asupan makanan bahkan korban jiwa dan
masalah lainnya. Masalah-masalah tersebut dapat menyebabkan krisis kesehatan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi krisis kesehatan namun pemenuhan
kebutuhan kesehatan reproduksi sering kali terabaikan. Kesehatan Reproduksi sangat
penting mendapat perhatian karena sangat berhubungan erat dengan sistem, fungsi dan
prosesnya mencakup kesehatan seksual dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupan
dan hubungan pribadi demi terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Dalam situasi krisis rentan terjadinya kesakitan, kematian dan kecacatan pada
populasi yang terkena dampak terutama perempuan dan anak. Kesehatan perempuan
merupakan kunci bagi kualitas generasi penerusnya. Ibu yang sehat ketika hamil, aman
ketika melahirkan umumnya akan melahirkan bayi yang sehat pula. Hal itu dapat terjadi
jika hubungan seksual dilakukan secara aman dan bermartabat, namun jika hubungan
seksual secara paksaan atau tidak diinginkan maka kehamilannyapun tidak diharapkan
yang dapat berakhir dengan aborsi, penelantaran bayi bahkan kematian ibu dan anaknya.
Situasi krisis dan pengungsian dapat meningkatkan risiko kekerasan seksual pada
perempuan dan anak termasuk penyimpangan perilaku seksual, seperti perlecehan
seksual, perkosaan, penculikan, perdagangan anak, prostitusi, IMS, dan Kehamilan Tidak
Diinginkan. Masalah-masalah tersebut telah disusun dalam modul PPAM Kesehatan
Reproduksi pada krisis kesehatan.
Materi-materi yang terkandung dalam modul PPAM Kesehatan Reproduksi pada
krisis kesehatan sangat erat kaitannya dengan kompetensi, tugas, fungsi dan kewenangan
Bidan. Materi ini dibuat berdasarkan pengalaman-pengalaman bidan ketika mengatasi
masalah PPAM dan Kesehatan Reproduksi pada daerah krisis kesehatan antara lain
peristiwa tsunami di provinsi NAD, gempa di Yogyakarta, gunung meletus di Sumatera
Utara, banjir di Jakarta. Berdasarkan kepedulian bidan tentang kemanusiaan dalam situasi
krisis kesehatan tersebut maka UNFPA menilai bahwa IBI mempunyai potensi untuk
dilibatkan dalam mengatasi masalah situasi krisis kesehatan dan bencana, terutama
kesehatan reproduksi sebagai salah satu area kewenangan bidan.
Area kewenangan bidan ini telah diakui dan tercantum dalam Undang-Undang
nomor 71 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, Undang-Undang nomor 36 tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan, Permenkes nomor 369 tahun 2007 tentang Standar
Profersi Bidan dan Permenkes nomor 1464 tahun 2010 tentang Registrasi dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan.
IBI merupakan unsur penting pada setiap pelatihan – pelatihan PPAM Kespro yang
diselenggarakan oleh UNFPA dan Kemenkes RI. IBI memegang peran kunci sebagai Pelatih
dan Fasilitator pada pelatihan PPAM Kespro utamanya pada materi Maternal Neonatal,
KB, Kespro, Kespro Remaja dan Paska Keguguran. Saat ini IBI memiliki sejumlah pelatih
dan fasilitator PPAM tingkat nasional dan tingkat Regional Asia Pasifik.
Melihat besarnya sumber daya yang dimiliki oleh IBI, UNFPA berkomitmen
mendukung IBI dalam menyiapkan bidan yang siap pakai pada kondisi darurat/krisis.
Dukungan yang diberikan berupa pelatihan PPAM Kespro Situasi Bencana bagi 66 dosen
pada tanggal 10–13 Desember 2012 di Yogyakarta dan tanggal 22–25 Mei 2013 di
Makassar. Peserta pelatihan merekomendasikan perlu dikembangkannya sebuah modul
bahan ajar PPAM Kespro bagi mahasiswi kebidanan, yang dapat digunakan sebagai
pedoman untuk pembekalan kepada peserta didik yang kelak setelah lulus dari
pendidikan, dapat memberikan layanan awal minimal kesehatan reproduksi pada kondisi
darurat di daerah bencana.
Tindaklanjut dari rekomendasi tersebut adalah UNFPA memberikan fasilitasi
pengembangan Modul Bahan Ajar PPAM Kespro yang dimulai pada bulan Juni 2014, yang
terdiri dari kegiatan berikut ini:
a. Kegiatan Penyusunan draft Modul Bahan Ajar oleh Tim IBI dan UNFPA yang
berlangsung pada periode Januari – Mei 2014.
b. Kegiatan Diseminasi Modul Bahan Ajara pada tanggal 21 Juli 2014 di Jakarta
yang dihadiri oleh 60 peserta terdiri dari 50 perwakilan institusi se
Jabodetabek, Kemenkes, PPSDM dan IBI. Pada kegiatan ini didapat beberapa
masukan sebagai bahan penyempurnaan modul yang akan diujicobakan.
c. Briefing Pra Uji Coba Modul Bahan Ajar PPAM pada tanggal 8- 9 Agustus 2014
di Jakarta
d. Ujicoba Modul Bahan Ajar PPAM Kespro pada September – Desember 2014 di
6 (enam) Institusi Pendidikan Kebidanan yaitu:
1) Jurusan kebidanan Poltekkes Kemenkes Aceh
Dilaksanakan pada tanggal 14 - 27 September 2014. Jumlah Peserta
didik yang menjadi sasaran ujicoba sebanyak 25 orang.
2) Akademi Kebidanan Alifah Padang
Dilaksanakan tanggal 15 - 26 September 2014.Jumlah peserta kegiatan
adalah sebanyak 30 mahasiswa.
3) Jurusan kebidanan Stikes Aisiyah Yogyakarta
Dilaksanakan tanggal 22 - 27 September 2014. Jumlah peserta kegiatan
adalah sebanyak 20 orang yang terdiri dari 17 orang mahasiswa D III
kebidanan dan 3 orang mahasiswa D IV Kebidanan
4) Prodi Kebidanan Sutomo Poltekkes Surabaya
Dilaksanakan pada tanggal 1 – 13 September 2014. Peserta ujicoba
modul adalah mahasiswa Kebidanan Poltekes Kebidanan Surabaya
tingkat akhir sejumlah 30 mahasiswa.
5) Jurusan kebidanan Poltekkes Kupang
Kegiatan Uji coba modul dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus – 6 Sept
2014. Peserta ujicoba modul adalah mahasiswa Kebidanan Poltekes
Kebidanan Kupang sejumlah 20 mahasiswa.
6) Jurusan kebidanan Poltekkes Ambon
Kegiatan Uji coba modul dilaksanakan tanggal 27 Agustus sampai
dengan 5 September 2014. Peserta ujicoba modul adalah mahasiswa
Tingkat III Jurusan Kebidanan Poltekes Ambon sejumlah 30 mahasiswa.
Sesuai hasil evaluasi ujicoba serta dari lapangan/lahan ujicoba, PPIBI telah
melakukan revisi terhadap modul dengan memasukan muatan lokal sesuai dengan kondisi
di Indonesia. Modul ini telah disesuaikan dengan Revisi Pedoman Praktis Kespro pada
Penanggulangan Bencana di Indonesia Kemenkes Tahun 2015. Finalisasi modul
dilaksanakan pada tanggal 11 – 13 Mei 2015, dan 18 – 20 Mei 2015 yang melibatkan Dit.
Bina Kes Ibu, Pusat Penanggulangan Krisis Kemenkes, PPSDM, IBI, Perwakilan Dosen dan
UNFPA.
Selanjutnya Modul Bahan Ajar PPAM Kesehatan Reproduksi pada Situasi Tanggap
Darurat Bencana telah siap untuk digunakan sebagai mata ajar dan diterapkan pada
kurikulum pendidikan kebidanan di institusi masing – masing.
PEDOMAN IMPLEMENTASI
MODUL BAHAN AJAR PAKET PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM) KESEHATAN
REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI TANGGAP DARURAT
BENCANA) DALAM KURIKULUM
A. MUATAN LOKAL
Penerapan modul ini dapat digunakan sebagai mata ajar baru berupa muatan lokal
(mulok) dengan beban 2 (dua) SKS dengan syarat diberikan kepada peserta didik di
semeter 5 (lima), dimana mahasiswi sudah memiliki pengetahuan pelayanan
kebidanan pada situasi normal.
Penerapan Modul Bahan Ajar PPAM Kespro pada Krisis Kesehatan (Situasi Tanggap
Darurat Bencana) sebagai mulok disarankan dilaksanakan di institusi yang
daerahnya “sering” terkena bencana alam seperti gempa, gunung meletus, banjir
atau bencana akibat konflik.
B. INSERTING
Modul ini juga dapat digunakan sebagai insert pada mata ajaran yang telah ada
seperti asuhan kebidanan, asuhan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
yang disampaikan pada akhir sesi mata ajar, sehingga peserta ajar dapat langsung
mengetahui perbedaan palayanan kebidanan di situasi normal dan pada saat krisis
terjadi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
taufik serta hidayah-Nya, maka Modul PPAM (Paket Pelayanan Awal Minimum) Kesehatan
Reproduksi pada Krisis Kesehatan dapat diselesaikan. Modul ini merupakan standar bagi
para pekerja kemanusiaan, yang secara garis besar menguraikan komponen kesehatan
reproduksi untuk mencegah kesakitan, kecacatan dan kematian terutama bagi kelompok
rentan yaitu perempuan, remaja, bayi dan anak pada krisis kesehatan dalam upaya
mengintegrasikan kesehatan reproduksi pada awal respon krisis tersebut. Sehubungan
dengan hal itu diperlukan adanya peningkatan pengetahuan dan kemampuan bidan sejak
di pendidikan (mahasiswa kebidanan) dalam penanganan permasalahan di bidang
kesehatan, khususnya untuk bidang kesehatan reproduksi pada krisis kesehatan, sejak di
pendidikan mahasiswa kebidanan.
Modul ini dikembangkan atas kerjasama antara IBI dengan UNFPA, oleh karena itu
kami mengucapkan terimakasih kepada UNFPA atas bantuan dan dukungannya serta
semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan modul ini. Kami menyadari
bahwa modul ini masih banyak kekurangannya untuk itu kami mohon masukan dan saran
guna penyempurnaan modul tersebut. Semoga modul ini bermanfaat dan dapat
diterapkan di Institusi Pendidikan.
SAMBUTAN
KETUA UMUM IKATAN BIDAN INDONESIA
Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat -Nya
kepada kita sekalian. Khususnya saat ini, dimana atas ridho-Nya IBI dapat menyelesaikan
penyusunan Modul/Bahan Ajar Paket Pelayanan Awal Minimal ( PPAM) Kesehatan Reproduksi Pada
Situasi Darurat Bencana. Modul ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman untuk
pembekalan kepada mahasiswa kebidanan yang nantinya akan berfungsi sebagai penyedia
layanan kesehatan reproduksi pada kondisi darurat di daerah bencana.
PPAM merupakan standar bagi para pekerja kemanusiaan yang secara garis besar menguraikan
komponen kesehatan reproduksi untuk mencegah kesakitan, kecacatan dan kematian terutama
bagi kelompok rentan yaitu perempuan, remaja, bayi dan anak pada situasi darurat bencana
dalam upaya mengintegrasikan kesehatan reproduksi pada awal respon bencana tersebut.
Sehubungan dengan hal itu diperlukan adanya peningkatan pengetahuan dan kemampuan
bidan sejak di pendidikan (mahasiswa kebidanan) dalam penanganan permasalahan di bidang
kesehatan, khususnya untuk bidang kesehatan reproduksi dalam kondisi darurat bencana.
Peran dan partisipasi IBI dan para anggotanya dalam pembangunan kesehatan masyarakat,
khususnya Kesehatan Ibu dan anak, Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi telah nyata serta
diakui oleh berbagai pihak baik pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi
profesi kesehatan lain. Selain pengakuan tersebut, peningkatan angka cakupan berbagai jenis
pelayanan bidan telah terbukti melalui data -data hasil penelitian lembaga terpercaya di Indonesia
menunjukkan eksistensi IBI dan bidan yang kuat dalam pembangunan kesehatan.
Pelayanan terhadap Ibu dan Anak akan selalu ada, dan tidak boleh diabaikan meskipun
dalam keadaan darurat bencana. Saya yakin Modul Bahan Ajar ini akan dapat berguna sebagai
bahan ajar dalam membekali bidan muda guna memastikan pelayanan KIA dan KB pada segala
situasi termasuk pada saat darurat bencana..
Akhirnya saya tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi -
tingginya kepada sejawat anggota PPIBI utamanya kepada Kelompok Kerja PPAM yang telah
bekerja untuk menyusun dan menyempurnakan Modul Bahan Ajar ini serta kepada UNFPA
atas dukungannya sehingga modul ini dapat terwujud.
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM) KESEHATAN
REPRODUKSI PADA SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA
ii
GLOSA
GLOSARI
Bencana
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar i
SILABUS K
Lampira
n Check List PPAM Kespro
Daftar Obat dan Alat Habis Pakai
A
Daftar Isi Materi 1
DAFTAR ISI
I. DESKRIPSI SINGKAT................................................................................................... 1
V. URAIAN MATERI
1. Definisi Kondisi Darurat dan Kesehatan Reproduksi.......................................3
2. Definisi PPAM..................................................................................................5
3. PPAM sebagai kebutuhan................................................................................8
4. Tujuan PPAM...................................................................................................14
5. Komponen-komponen PPAM kesehatan reproduksi......................................15
VI. RANGKUMAN............................................................................................................23
VIII. REFERENSI................................................................................................................ 27
MATERI 1
PAKET PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)
KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN
(SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi (Kespro) pada situasi
darurat bencana merupakan serangkaian kegiatan prioritas kesehatan reproduksi yang
harus dilaksanakan segera pada tahap awal bencana untuk menyelamatkan jiwa
khususnya pada kelompok perempuan dan remaja perempuan Pengabaian kesehatan
reproduksi pada situasi darurat bencana dapat berisiko terhadap kesakitan dan kematian
ibu, bayi dan anak, kekerasan seksual/perkosaan yang dapat berakibat trauma dan
penularan Infeksi menular seksual, Human Immunodeficiency Virus (HIV), kehamilan tidak
diharapkan (KTD), aborsi tidak aman, sehubungan dengan hal masalah yang mungkin
terjadi tersebut diperlukan PPAM sesuai dengan standar SPHERE
I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini membahas tentang definisi PPAM, pentingnya PPAM Kesehatan Reproduksi
(Kespro), komponen-komponen dalam PPAM dan cara mengakses alat bantu dan
sumber daya untuk mendukung mengimplementasikan PPAM Kespro pada situasi
darurat bencana.
V. URAIAN MATERI
d. Kespro adalah keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan social yang sempurna
dan bukan hanya ketiadaan penyakit dan kelemahan, namun dalam segala hal
yang berkaitan dengan sistem, proses, dan fungsi reproduksi. Sebagai implikasi
kesehatan reproduksi adalah setiap individu dapat memiliki kepuasan dalam
kehidupan seks yang aman dan mereka memiliki kemampuan, untuk
bereproduksi dan bebas untuk memutuskan apakah, kapan, dan seberapa
sering, juga termasuk kesehatan seksual, sebagai tujuan adalah peningkatan
hidup dan hubungan pribadi (ICPD, 1994)
2. Definisi PPAM
Dalam situasi fase akut emergency adalah kacau dan anda tidak bisa menyediakan
semua komponen kesehatan seksual dan reproduksi. Anda harus membatasi
intervensi pada kegiatan kesehatan seksual dan reproduksi yang penting untuk
menyelamatkan nyawa. Pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi minimum
harus merupakan bagian pelayanan kesehatan dasar pada awal keadaan darurat,
kemudian didefinisikan menjadi PPAM.
Paket tidak berarti sebuah kotak yang dapat dibuka seseorang, tetapi mengacu
pada strategi yang mencakupkan koordinasi/perencanaan, supplies dan
kegiatan-kegiatan kesehatan seksual dan reproduksi.
Awal: tanpa membutuhkan assessment karena sudah terbukti manfaat PPAM.
Tidak perlu assessment untuk menilai apakah ada kebutuhan Kesehatan
Reproduksi karena sudah pasti ada. Tidak perlu assessment untuk menilai
intervensi yang diperlukan untuk kesehatan reproduksi dalam kondisi darurat
karena yang harus diterapkan adalah PPAM. Apapun jenis bencananya (gempa,
banjir, konflik, gunung meletus dll), intervensinya adalah tetap sama yaitu
PPAM. Dalam kondisi darurat kita tidak perlu mencari data tentang target
populasi khusus misalnya berapa banyak ibu hamil, ibu melahirkan, wanita usia
subur dll. Data tsb tidak perlu dikumpulkan karena berdasarkan pengalaman
sangat sulit untuk mendapatkan data tsb. Pada fase awal bencana, data yang
tersedia biasanya adalah hanya data pengungsi. Secara statistik jumlah ibu
hamil dalam kondisi darurat adalah 4% dari jumlah populasi, 15-20% ibu hamil
akan mengalami komplikasi, 25% populasi adalah wanita usia subur dll. Apabila
situasi sudah lebih stabil, dapat mulai mengumpulkan data riil populasi target.
Konsep PPAM dikenalkan tahun 1995 Kelompok Kerja Antar Lembaga (IAWG/Inter
Agency Working group) untuk kesehatan seksual dan reproduksi dalam situasi
darurat (dahulu ‘dalam situasi Pengungsian’), dibawah koordinasi UNHCR
(lembaga PBB untuk pengungsi) yang terdiri lebih dari 30 badan PBB, LSM,
akademisi internasional dan lembaga donor. Tugas utama kelompok ini adalah
mengorganisir dan memfasilitasi pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi di
seluruh situasi pengungsian. WHO bertindak sebagai lembaga yang menyusun
standar teknis untuk kelompok ini. Bertahun-tahun lamanya, kelompok telah
mengembangkan beberapa alat bantu/tools. Dimulai dengan konsep PPAM untuk
kesehatan seksual dan reproduksi dalam situasi krisis, yang dikembangkan pada
1995 dan dijelaskan dalam Pedoman Lapangan Antar Lembaga. Konsep PPAM
mulai diperkenalkan di Indonesia tahun 2003 dengan diterbitkannya buku
pedoman nasional Kesehatan Reproduksi bagi pengungsi.
Dalam kondisi daruat idealnya semua layanan Kespro harus tersedia, tapi jika tidak
memungkinkan, kita bisa memprioritaskan untuk layanan yang sangat penting
untuk penyelamatan nyawa melalui PPAM. Setelah situasi sudah
memungkinkan/stabil layanan Kespro komprehensif akan diberikan seperti saat
situasi normal. Kapan situasi dikatakan sudah stabil? Dapat menggunakan
indikator
angka kematian kasar seperti yang sudah dijelaskan di awal. Dapat juga merujuk
pernyataan dari pemerintah/presiden mengenai masa tanggap darurat. Misalnya
di Aceh: 6 bulan, di Jogja: 1 bulan dan di Padang : 1 bulan. Jika pemerintah
menyatakan bahwa masa tanggap darurat sudah berakhir artinya situasi sudah
menjadi lebih stabil.
Ini adalah lembar contekan (cheat sheet) yang bisa dijadikan panduan/pegangan
saat terjadi bencana/kondisi darurat.
PPAM untuk Kespro dalam kondisi bencana sudah masuk standard SPHERE edisi
tahun 2004 yaitu akses terhadap PPAM Kespro dalam kondisi darurat. Kebutuhan
Kespro berlanjut terutama selama krisis; ada beberapa masalah yang mungkin
dihadapi :
a. Dalam kondisi darurat terutama konflik, biasanya tidak ada hukum dan aturan
yang berlaku dalam situasi pengungsian sehingga dapat meningkatkan resiko
terjadinya kekerasan seksual misalnya pada saat kerusuhan Jakarta tahun 1998
banyak sekali kasus perkosaan pada etnis tertentu. Cara mengatur camp
pengungsian juga meningkatkan resiko terjadinya kekerasan seksual misalnya
pengaturan tenda, penempatan toilet, penerangan, mekanisme distribusi
bantuan dll. Dalam kondisi darurat akan terjadi hilangnya kekuasaan dan
status laki-laki dan hilangnya pendapatan bagi perempuan yang menemukan
dirinya sendiri sebagai penanggungjawab tunggal rumah tangga, mudah
mengalami kekerasan seksual, perkosaan, penyiksaan seksual, dan paksaan
prostitusi.
b. Resiko untuk meningkatnya penularan HIV adalah karena meningkatnya resiko
kekerasan seksual. Selain itu pada situasi darurat, seringkali terjadi
peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan, tetapi tidak tercukupinya alat
dan bahan untuk menjamin tindakan kewaspadaan universal terhadap
penularan HIV/IMS. Lebih lanjut, sistem persediaan supply darah yang aman
biasanya terputus, sedangkan mungkin saja terjadi kebutuhan transfusi darah
yang lebih besar, khususnya dalam keadaan darurat yang kompleks.
Contoh kasus pasca gempa di Jogjakarta: ada bidan desa yang mendadak
setelah gempa menerima sekitar 20 pasien dengan luka dan cedera yang
banyak mengeluarkan darah dan membutuhkan pertolongan segera. Karena
bidan itu sendiri dan dia tidak memiliki peralatan yang cukup, maka bidan tsb
memakai alat menjahit yang sama untuk semua pasien tanpa memalui
standard sterilisasi alat. Jika salah satu saja dari pasien itu HIV positif, maka
resiko penularan akan sangat besar. Ini sangat mungkin terjadi jika skala
bencana sangat besar seperti di Aceh, dimana sistem kesehatan lumpuh, serta
peralatan dan bahan tidak tersedia.
c. Malnutrisi akan mengakibatkan anemia, yang akan meningkatkan resiko
perdarahan post partum. Jika ibu hamil tinggal di pengungsian dalam waktu
yang cukup lama, kemungkinan kebutuhan gizinya tidak terpenuhi misalnya
terjadi anemia, kurang gizi sehingga melahirkan bayi berat lahir rendah dll.
d. Dalam kondisi darurat akan tetap ada ibu hamil yang akan melahirkan kapan
saja 24 Jam/hari. Bahkan karena kondisi yang kacau, ibu yang belum waktunya
Kondisi toilet:
Foto toilet darurat untuk pengungsi korban Foto toilet di barak pengungsian letusan
banjir bandang di Wassior. Meski darurat, toilet gunung Merapi. Toilet sudah diberi tanda laki
sudah terpisah antara laki-laki dan perempuan perempuan tapi masih bercampur dan tidak
terpisah
Toilet darurat di Manokwari, tidak terpisah laki Toilet di barak pengungsian Aceh
dan perempuan, tidak ada penerangan, tidak Cara mendesain toilet juga menetukan
bisa ditutup rapat dan dikunci. terhadap resiko terjadinya perkosaan.
Di setiap situasi bencana selalu saja ada ibu-ibu yang melahirkan tanpa memandang
waktu dan tempat. Bahkan ada ibu-ibu yang meskipun belum waktunya melahirkan,
harus melahirkan lebih awal/prematur karena situasi yang kacau, harus mengungsi
dll.
Ibu yang melahirkan di mobil saat proses Ibu yang melahirkan tepat di saat terjadi gempa
evakuasi letusan gunung merapi kuat di Padang tahun 2009, bayinya diberi nama
Gempawati
Bayi kembar yang terpaksa tidur di lantai Seorang bidan di Aceh yang melahirkan di
beralas tikar di puskesmas saat terjadi gempa pengungsian setelah terjadi gempa dan tsunami
Padang tahun 2009 di Aceh
Biasanya saat terjadi pengungsian dan fasilitas kesehatan mengalami kerusakan, akan
dibuat pos-pos kesehatan darurat atau RS lapangan. Sebaiknya ada tenda layanan khusus
kesehatan reproduksi yang memastikan privacy dari pasien yang datang untuk
pemeriksaan kehamilan, melahirkan, mendapatkan layanan KB, mendapatkan pelayan
pasca perkosaan dll.
Kondisi RSUD Bantul setelah gempa Yogya, 2006 Pos kesehatan sementara pasca gempa
Padang 2009
4. TUJUAN PPAM
a. Mengidentifikasi koordinator kesehatan reproduksi
b. Mencegah dan menangani konsekuensi kekerasan seksual
c. Mengurangi penularan IMS/HIV
d. Mencegah peningkatan kesakitan dan kematian maternal serta neonatal
e. Merencanakan layanan Kesehatan Reproduksi komprehensif terintegrasi pada
layanan kesehatan primer, sesegera mungkin
akan
6. Cara mengakses dukungan alat bantu dan sumber daya PPAM Kespro
Banyak pedoman pelayanan kesehatan reproduksi dalam situasi darurat yang
dihasilkan dan oleh Kelompok Kerja Kesehatan Reproduksi dalam kondisi darurat/
Inter-Agency Working Group on RH in Emergency Situation (IAWG) dan telah
dipublikasikan dapat diakses secara bebas juga tersedia secara on line, dan
sebagian besar sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, seperti PPAM
kesehatan reproduksi, Inter-Agency Field Manual (IAFM), RH Kits for Emergency
Situation.
Selain menghasilkan konsep tentang PPAM dan buku pedoman antar lembaga,
IAWG juga mengembangkan kit kesehatan reproduksi untuk situasi darurat yang
merupakan supply/logistik untuk mendukung pelaksanaan PPAM, yaitu : Kit
kesehatan reproduksi. Kit kesehatan reproduksi sebetulnya adalah alat dan obat
untuk layanan kesehatan reproduksi yang ada di puskesmas dan RS tapi sudah
dikemas secara khusus untuk dipergunakan saat kondisi darurat dan sesuai
tindakan yang akan dilakukan: no kit adalah sesuai dengan tindakan yang akan
dilakukan, misalnya kit no 6: adalah kit pertolongan persalinan dan semua alat dan
obat untuk menolong persalinan tersedia di kit no 6
Kit Kesehatan reproduksi dibagi menjadi 3 blok dengan jumlah target penduduk
tertentu, untuk periode selama 3 bulan. Tidak semua kit harus dipesan tapi
berdasarkan kebutuhan saja. Untuk memesan kit kesehatan reproduksi tidak perlu
menghitung kebutuhan masing-masing obat dan alat melainkan hanya
membutuhkan data jumlah pengungsi.
Kit di blok 1 ditujukan untuk pengungsi sebanyak 10.000 orang selama 3 bulan.
Misalnya jumlah pengungsi adalah 50,000 orang, maka kit yang dibeli untuk blok 1
adalah : 50,000 : 10 = sebanyak 5 kit. Jika jumlah pengungsi 45,000 orang, tidak
bisa memesan sebanyak 4.5 kit, tapi harus membeli 5 kit dan akan dipakai untuk
waktu yang lebih lama dari 3 bulan. Kit tidak bisa dipesan sebanyak setengah
paket
Blok 1
Terdiri dari 6 kit, untuk fasilitas layanan kesehatan dasar (10,000
penduduk/3 bulan)
Kit 0 (oranye) Kit administrasi
Blok 2
Terdiri dari 5 kit, untuk fasilitas kesehatan dasar dan RS rujukan (30,000
penduduk/3 bulan)
Blok 3
3. Dilengkapi juga dengan ala-alat tulis untuk mencatat data pasien dll
VI. RANGKUMAN
Agar dapat bekerja dengan baik dalam situasi darurat penting memahami konsep inti
dari PPAM meliputi definisi, maksud dan tujuan PPAM kesehatan reproduksi,
komponen-komponen dalam PPAM dan cara mengakses informasi yang terkait
dengan PPAM kesehatan reproduksi dalam situasi darurat
Tabel perbedaan antara PPAM (saat fase tanggap darurat bencana) dengan Kesehatan Reproduksi Komprehensif pada fase stabil/normal
VII. EVALUASI
2. Seorang perempuan, 16 tahun, tinggal di desa suka maju yang baru saja mengalami
gempa bumi dan saat ini sedang mengungsi bersama keluarganya di tenda
pengungsian bersama 200.000 warga lainya baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak terpisah. Apakah tindakan yang tepat dilakukan oleh Bidan untuk melindungi
perempuan tersebut?
a. Memberikan konseling menegnai nutrisi
b. Melakukan pemeriksaan terhadap warga yang sakit
c. Memberikan konseling mengenai pengelolaan limbah pembalut menstruasi
d. Memberikan konseling mengenai personal hygine agar tidak terkena penyakit kulit
e. Mengadvokasi pengelola posko bencana untuk memisahkan tenda laki-laki dan
perempuan
5. Seorang bidan desa, tiba-tiba didatangi puluhan orang pasca gempa bumi untuk
mendapatkan pertolongan luka dengan darah mengalir yang memerlukan
pertolongan segera, dan bidan memutuskan untuk menolong mereka dengan alat
yang terbatas sehingga menggunakan jarum jahit yang sama untuk beberapa pasien.
Apakah faktor resiko dari tindakan bidan tesebut?
a. Meningkatkan kecacatan
b. Meningkatan penularan IMS
c. Meningkatnya penularan HIV
d. Meningkatnya angka kesakitan
e. Meningkatnya infeksi monosokomial
KEBIJAKAN KESEHATAN
REPRODUKSI PADA SITUASI
KRISIS/DARURAT BENCANA.
B
Daftar Isi Materi
DAFTAR ISI
I. DESKRIPSI SINGKAT.........................................................................................27
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN.............................................................29
VII. RANGKUMAN..................................................................................................34
VIII. EVALUASI.........................................................................................................34
IX. REFERENSI.......................................................................................................36
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM) KESEHATAN
REPRODUKSI PADA SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA
MATERI 2 :
KEBIJAKAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA KRISIS
MATERI 2
KEBIJAKAN KESEHATAN REPRODUKSI
PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini membahas tentang kebijakan pemerintah tentang pelayanan Kespro pada
krisis kesehatan saat situasi tanggap darurat bencana, meliputi definisi Kespro, hak-
hak reproduksi, ruang lingkup, masalah Kespro, kebijakan dan strategi nasional
tentang pelayanan Kespro pada krisis kesehatan saat situasi tanggap darurat bencana
1. Modul Kebijakan Pemerintah tentang Kespro pada Krisis Kesehatan & Situasi
Tanggap Darurat Bencana
2. LCD
3. Laptop
4. Papan tulis/lembar flipchart
5. Spidol
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Persiapan
1. Memastikan hand out power point digandakan (jika dibutuhkan)
2. Memastikan materi yang akan disampaikan telah dipelajari (dengan merujuk pada
bacaan yang dianjurkan pada bagian akhir sesi ini)
3. Memastikan perlengkapan pembelajaran seperti spidol, flipchart atau papan tulis
putih
termasuk HIV/AIDS. Jika kita ingin mencapai target MDGs harus dipastikan kalau
layanan Kespro tersedia dalam kondisi apapun termasuk kondisi krisis/darurat.
4. Kebijakan dan Strategi Nasional tentang Pelayanan Kespro Pada Krisis Kesehatan
& Situasi Tanggap Darurat Bencana.
Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam upaya meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan kesehatan perempuan sesuai dengan siklus hidupnya yang dilakukan
dengan pendekatan Continum of Care. Yaitu penyediaan pelayanan mulai dari
proses kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, anak-anak, remaja, dewasa dan
sampai lanjut usia.
Landasan hukum:
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI no 64 tahun 2013: tentang
penanggulangan krisis kesehatan, Pelayanan Kespro masuk ke dalam
pelayanan kesehatan yang harus disediakan pada tahap tanggap darurat dan
pasca krisis
Pasal 22:
Pemenuhan kebutuhan kesehatan antara lain berupa sumber daya manusia
kesehatan, pendanaan, fasilitas untuk mengoperasionalkan system pelayanan
kesehatan yang meliputi pelayanan medic, obat dan perbekalan kesehatan,
gizi, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, kesehatan jiwa,
kesehatan reproduksi dan identifikasi korban sesuai kebutuhan.
undang tersebut terdapat dua pasal yang mengatur antara lain pasal 48 dan
pasal 55. Di dalam pasal 48, Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada
saat tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf (b)
meliputi:
a. Pengkajian secara cepat,tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber
daya;
b. Penentuan status keadaan darurat bencana;
c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
d. Perlindungan prioritas untuk mendapatkan penyelamatan, evakuasi,
pengamanan, pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar;
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
VII. RANGKUMAN
VIII. EVALUASI
2. Seorang perempuan, 16 tahun, tinggal di desa suka maju yang baru saja mengalami
gempa bumi dan saat ini sedang mengungsi bersama keluarganya di tenda
pengungsian bersama 200.000 warga lainya baik laki-laki maupun perempuan yang
bercampur baur dalam aula terbuka, kemudian bidan memberikan advokasi agar
pelayanan dilakukan berbasis gender. Apakah dasar hukum dari advokasi bidan
tersebut?
a. Permenkes RI no 64 tahun 2013 pasal 20
b. Permenkes RI no 64 tahun 2013 pasal 21
c. Permenkes RI no 64 tahun 2013 pasal 22
d. Permenkes RI no 64 tahun 2013 pasal 23
e. Permenkes RI no 64 tahun 2013 pasal 24
4. Seorang perempuan, hamil 34 minggu, datang ke rumah sakit dengan keluhan mulas-
mulas setelah berusaha menyelamatkan diri dengan cara berlari dari gempa bumi, dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan dalam batas normal, dan rumah sakit meminta
perempuan tersebut untuk pulang Karena tidak ada fasilitas yang memdai serta penuh
dengan orang luka dan cedera. Apakah kebijakan pemerintah yang tepat pada kasus
tersebut?
a. Melakukan respon kesehatan reproduksi berdasarkan one sektoral
b. Melakukan stabilisasi pelayanan kesehatan dasar sesegera mungkin
c. Menyelenggarakan paket pelayanan awal minum kesehatan reproduksi
5. Seorang perempuan, 16 tahun, tinggal di desa suka maju yang baru saja mengalami
gempa bumi dan saat ini sedang mengungsi bersama keluarganya di tenda
pengungsian bersama 200.000 warga lainya baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak terpisah. Apakah strategi yang tepat untuk menangulangi masalah potensial yang
dapat terjadi pada perempuan tersebut?
a. Melakukan penyediaan logistic
b. Melakukan adokasi dan sosialisasi disemua tingkat
c. Melakukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia
d. Menyusun rencana kesiapsiagaan dibidang kespro disetiap tingkat
e. Penentuan focal point kespro dalam situasi darurat bencana disetiap tingkatan
MEKANIME KOORDINASI
UNTUK IMPLEMENTASI PPAM
KESPRO PADA SITUASI
KRISIS/DARURAT BENCANA
C
Daftar Isi Materi
DAFTAR ISI
I. DESKRIPSI SINGKAT.........................................................................................38
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN.............................................................38
VII. RANGKUMAN..................................................................................................54
VIII. EVALUASI.........................................................................................................54
MATERI 3
MEKANISME KOORDINASI UNTUK
IMPLEMENTASI PAKET PELAYANAN AWAL
MINUMUM (PPAM)
Banyak sekali tantangan yang akan kita hadapi saat bekerja di dalam situasi darurat
bencana, diantaranya proses kerja yang kompleks, banyak pihak yang terlibat dan
bekerja, diperlukan kemampuan dan keterampilan menyusun program yang efektif dan
dapat dipertanggungjawabkan serta kemampuan untuk melakukan koordinasi karena
untuk pelaksanaan PPAM memerlukan pendekatan multi sektoral. Dalam kondisi bencana
banyak sekali pihak yang terlibat dalam penanganan bencana sepeti pemerintah,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pihak swasta, media dll. Apabila bencana berskala
besar dapat juga melibatkan lembaga asing seperti PBB, LSM internasional dll. Untuk itu
perlu dipahami mengenai mekanisme koordinasi PPAM yang ada di Indonesia baik di
tingkat nasional maupun di daerah.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini membahas tentang mekanisme koordinasi pada situasi darurat bencana,
yang berfokus pada mekanisme koordinasi untuk penerapan PPAM.
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Persiapan
1. Memastikan handout powerpoint digandakan (jika dibutuhkan)
2. Memastikan materi yang akan disampaikan telah dipelajari (dengan merujuk pada
bacaan yang dianjurkan pada bagian akhir sesi ini)
3. Memastikan perlengkapan pembelajaran seperti spidol, flipchart atau papan tulis
putih
4. Menguasai metode pembelajaran interaktif
5. Waktu yang diperlukan 90 menit
Dalam kondisi bencana banyak sekali pihak yang terlibat dalam penanganan bencana
seperti pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pihak swasta, media dll.
Apabila bencana berskala besar dapat juga melibatkan lembaga asing seperti PBB,
LSM internasional dll. Untuk itu perlu dipahami mengenai mekanisme koordinasi
PPAM yang ada di Indonesia baik di tingkat nasional maupun di daerah.
Bencana yang terjadi dapat bersifat Lokal, Daerah dan Nasional. Penanganan kondisi
bencana tingkat nasional dikoordinasikan oleh pemerintah pusat, yang presentasikan
oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai sentral penanganan
bencana secara nasional. Pada leven bencana daerah ditingkat provinsi dan/atau
tingkat Kab/kota, sentral penanganan bencana di pegang oleh BNPB daerah
setempat.
anatara lain Tentara Nasonal Indonesia (TNI), Badan SAR Nasional (Basarnas), Palang
Merah Indonesia (PMI), Perusahaan Air Minum (PAM) Kementerian Dalam Negeri
(kemendagri), Kementrian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Agama (Kemenag),
Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan dan Kementerian serta Badan
lainnya. Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kespro (Kespro) Pada Krisis Kesehatan &
Situasi Tanggap Darurat Bencana, merupakan pelayanan yang tak terpisahkan dari
pelayanan krisis lainya. PPAM Kespro menitik beratkan kepada pelayanan kesehatan
Ibu, Bayi, Anak Balita dan Perempuan yang dipastikan semakin rentan saat
krisis/bencana berlangsung.
Tingkat Pusat
PPK regional
- P2KP/P2KS/ POGI
- Anggota jejaring PPKtP
- Perguruan Tinggi
- Lain-lain
Catatan:
IBI selalu menjadi bagian rekomendasi pada setiap bidang.
Daftar anggota tersebut adalah bersifat rekomendasi dan penentuannya
disesuaikan dengan kondisi di masing-masing daerah.
Proses koordinasi itu seperti melakukan orchestra yang membutuhkan rantai komando
(konduktor) dan komunikasi dengan semua pihak yang terlibat.
Pusat Penanggungan Krisis Kesehatan telah mendirikan 9 regional dan 2 sub regional
untuk penanggulangan bencana di seluruh Indonesia. Regional PPKK berfungsi sebagai
unit fungsional di daerah yang ditunjuk untuk mempercepat dan mendekatkan fungsi
bantuan pelayanan kesehatan dalam penanggulangan kesehatan dan berfungsi
sebagai pusat pengendali bantuan kesehatan, pusat rujukan kesehatan dan pusat
informasi kesehatan.
Pusat Regional Penanganan Krisis Kesehatan berfungsi:
Sebagai pusat komando dan pusat informasi (media centre) kesiapsiagaan dan
penanggulangan kesehatan akibat bencana dan krisis kesehatan lainnya;
fasilitasi buffer stock logistik kesehatan (bahan, alat dan obat-obatan);
Menyiapkan dan menggerakkan Tim Reaksi Cepat dan bantuan SDM kesehatan
yang siap digerakkan di daerah yang memerlukan bantuan akibat bencana dan
krisis kesehatan lainnya;
Sebagai pusat networking antara 3 komponen kesehatan dalam regional
tersebut yaitu dinas kesehatan, fasilitas kesehatan dan perguruan tinggi.
Di tingkat pusat, PPKK bertanggung jawab untuk bidang kesehatan secara umum dan
berkoordinasi dengan sub direktorat Perlindungan Kespro di bawah Direktorat
Kesehatan Ibu. Di tingkat daerah, PPKK regional dan sub regional akan berkordinasi
dengan Dinas Kesehatan Propinsi atau Kabupaten.
Koordinator kespro adalah ketua dari tim siaga kespro yang berada di bawah tim
penanggulangan bencana bidang kesehatan dan bertanggung jawab kepada
koordinator tim penanggulangan krisis kesehatan di setiap jenjang administrasi.
Tim siaga kespro dibentuk di setiap provinsi dan kabupaten pada saat pra bencana
untuk menyusun dan melaksanakan rencana kesiapsiagaan serta melaksanakan
komponen PPAM kespro pada saat bencana. Tim siaga ini terdiri dari penanggung
jawab komponen kekerasan berbasis gender, pencegahan penularan HIV,
kesehatan maternal dan neonatal serta logistik.
Prinsip Dasar
1. Penanganan bencana dilaksanakan secara berjenjang dengan mempertimbangkan
ketersediaan sumber daya dan kemampuan pemerintah daerah.
2. Dalam hal terjadi bencana, maka tanggung jawab pertama penanganan kespro ada
pada tim kespro di tingkat Kabupaten/Kota.
3. Apabila masalah kespro yang timbul tidak dapat tertangani, tim siaga kespro
tingkat Kabupaten/Kota melaporkan ke tim siaga kespro di tingkat Provinsi dan jika
tidak tertangani, tim siaga kespro di tingkat Provinsi akan melaporkan ke tim siaga
kespro tingkat Pusat.
4. Pelaksanaan kegiatan tim siaga kespro terintegrasi dengan tim penanggulangan
bencana bidang kesehatan.
5. Apabila tim siaga kespro tingkat Kabupaten/Kota/Provinsi belum terbentuk, maka
tanggung jawab berada pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Provinsi yaitu unit
yang bertanggung jawab untuk Kespro/Kesehatan Ibu dan Anak. Di tingkat Pusat,
tim siaga kespro berada di bawah Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Subdirektorat
Bina Perlindungan Kespro.
Berdasarkan mekanisme koordinasi PPAM yang telah dijelaskan di atas, maka tenaga
kesehatan yang memberikan pelayanan kespro dalam kondisi darurat di lapangan
harus berkoordinasi dengan Koordinator Kespro yang berada di Dinas kesehatan
tingkat propinsi ataupun di tingkat kabupaten tempat dimana mereka bekerja.
Sekelompok badan, organisasi, dan/atau lembaga yang bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama – untuk mengatasi kebutuhan pada sektor tertentu (seperti
kesehatan) di kenal dengan istilah Klaster.
Suatu “klaster” biasanya bersifat “kelompok sektoral” dan tidak perlu ada
pembedaan antarara keduanya terkait sasaran dan kegiatan mereka; tujuan mengisi
kesenjangan dan memastikan adanya kesiapan dan tanggap darurat yang sebanding
[IASC].
A. PENDEKATAN KLASTER
Pendekatan klaster merupakan salah satu dari tiga pilar utama reformasi bantuan
kemanusiaan, sementara dua lainnya adalah penguatan sistem Koordinator
Bantuan Kemanusiaan dan penguatan pembiayaan bantuan kemanusiaan melalui,
diantaranya, peningkatan permintaan dan Central Emergency Response Fund
(CERF). OCHA telah mengembangkan Humanitarian Coordination Support Section
(HCSS) yang beermarkas di Jenewa, untuk mendukung para HC dan mitra IASC
dalam mengimplementasikan reformasi dan memonitor kemajuan.
Pendekatan klaster merupakan cara untuk mengelola koordinasi dan kerja sama di
antara berbagai aktor bantuan kemanusiaan untuk memfasilitasi perencanaan
strategis bersama. Pada tingkat nasional, pendekatan ini:
1. Menjadi landasan sistem kepemimpinan dan akuntabilitas yang jelas pada tiap
sektor, di bawah kepemimpinan secara keseluruhan koordinator bantuan
kemanusiaan; dan
2. Memberikan kerangka kerja untuk kemitraan yang efektif di antara berbagai
aktor bantuan kemanusiaan internasional dan nasional pada tiap sektor.
a. Klaster Kesehatan, otorita kesehatan pusat dan mekanisme koordinasi yang ada
Lembaga pimpinan Klaster Kesehatan (CLA) berperan menjembatani antara
otorita kesehatan tingkat pusat dan daerah dan internasional serta aktor LSM
bantuan kesehatan. Tanggung jawab utama CLA adalah untuk memastikan bahwa
seluruh aktor bantuan kemanusiaan internasional memanfaatkan kapasitas
setempat dan bahwa mereka mengembangkan dan mempertahankan hubungan
yang diperlukan dengan pemerintah pusat dan daerah terkait (khususnya
Kementerian Kesehatan – Kemenkes) dan organisasi masyarakat madani daerah
yang terlibat dalam berbagai kegiatan terkait kesehatan.
Sifat dari hubungan ini tergantung pada situasi di tingkat pusat dan kemauan dan
kapasitas setiap organisasi tersebut untuk memimpin atau turut serta dalam
kegiatan kemanusiaan:
1. Di mana Kemenkes berada pada posisi kuat untuk memimpin seluruh
tanggap darurat bantuan kemanusiaan, maka klaster harus mengatur
tanggap darurat bantuan kemanusiaan dengan seluruh usaha pemerintah
pusat. Ini biasanya dilakukan menyusul terjadinya bencana alam.
2. Dalam kasus lainnya, khususnya dalam situasi konflik berkepanjangan,
kemauan atau kapasitas Pemerintah atau lembaga negara – termasuk
Kemenkes – untuk memimpin atau turut serta dalam kegiatan bantuan
kemanusiaan mungkin dipertanyakan, dan ini jelas akan berpengaruh
terhadap sifat hubungan yang mereka jalin dengan para aktor bantuan
kemanusiaan internasional. [IASC. Guidance note on using the cluster
approach to strengthen humanitarian response, 24 November 2006]
VII. RANGKUMAN
VIII. EVALUASI
1. Seorang bidan diposko kesehatan reproduksi, kehabisan kit persalinna bersih yang
ditujukan kepada ibu hamil yang beresiko untuk melahirkan dalam waktu dekat dan
ingin memperbanyak kit tersebut. Apakah tindakan yang dapat dilakukan oleh bidan
tersebut?
a. Membeli di apotik
b. Melapor kepada koordinator posko
c. Melaporkan kepada puskesmas tersekat
d. Melapor kepada koordinator kesehatan reproduksi
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)
KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN
(SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
5
MATERI 3 :
MEKANISME KOORDINASI UNTUK IMPLEMENTASI
2. Seorang bidan diposko kesehatan reproduksi, kehabisan kit persalinan bersih yang
ditujukan kepada ibu hamil yang beresiko untuk melahirkan dalam waktu dekat dan
ingin memperbanyak kit tersebut dan telah melaporkan kepada koordinator
kesehatan reproduksi setempat. Apakah tujuan dari tindakan bidan tersebut?
a. Membina koordinasi yang terintegrasi
b. Memeudahkan dalam proses pemecahan masalah
c. Melakukan efisiensi keinerja dengan pembagian tugas
d. Melakukan penanganan sesuai dengan kemampuan sumber daya
e. Melimpahkan tanggung jawab kepada pihak yang lebih berwenang
3. Seorang perempuan, hamil 34 minggu, datang ke rumah sakit dengan keluhan mulas-
mulas setelah berusaha menyelamatkan diri dengan cara berlari dari gempa bumi,
dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda persalinan, dan kapasitas
rumah sakit tidak memadai untuk melakukan pertolongan. Apakah tindakan yang
dapat dilakukan oleh koordinator kesehatan reproduksi di rumah sakit tersebut untuk
dapat menolong perempuan tersebut?
a. Berusaha menyediakan sarana dan prasarana
b. Merujuk pasien ke rumah sakit yang lebih baik
c. Melaporkan situasi kepada Pusat penanggulangan krisi
d. Melaporkan kepada koordiantor kespro di dinas kesehatan
e. Melaporkan situasi kepada Pusat penanggulangan krisi Kesehatan
5. Seorang bidan yang bertugas dipuskesmas yang sesaat telah terjadi tsunami,
melakukan pertolongan terhadap warga yang sedang mengungsi di posko
pengungisan dengan cara membantu pendistribusian makanan dapur umum
lapangan, karena banyak pengungsi yang kelaparan dan kurangnya sumber daya pada
posko seta membuat pasien dipelayanan kesehatan reproduksi menunggu untuk
ditangani. Apakah yang seharusnya dilakukan dalam situasi tersebut?
a. Penyediaan makanan siap saji
b. Memberdayakan masyarakat yang ada
KESEHATAN REPRODUKSI
REMAJA PADA SITUASI
KRISIS/DARURAT BENCANA
D
Daftar Isi Materi
DAFTAR ISI
I. DESKRIPSI SINGKAT.....................................................................................54
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN........................................................55
VII. RANGKUMAN..............................................................................................67
VIII. EVALUASI....................................................................................................68
MATERI 4
KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA KRISIS KESEHATAN
(SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) adalah merupakan salah satu komponen dari kesehatan
reproduksi. KRR bukan merupakan intervensi prioritas di dalam PPAM, karena PPAM
difokuskan pada kegiatan penyelamatan nyawa serta mencegah kesakitan, kecacadan dan
kematian. Meskipun KRR bukan merupakan bagian dari PPAM, tapi pengetahuan dan
pemahaman tentang isu KRR akan bermanfaat untuk diterapkan pada situasi bencana apabila
tersedia sumber daya manusia yang mencukupi atau apabila situasi sudah mulai stabil.
Menjadi dewasa merupakan periode yang penuh tekanan dan tantangan , bagi remaja
yang hidup didaerah pengungsian tekanan ini bahkan lebih besar. Transisi dari masa
kanak-kanak ke dewasa menjadi lebih sulit karena tidak adanya tokoh panutan serta tidak
berlakunya sistem sosial dan kultural dimana mereka tinggal. Mereka mengalami trauma
pribadi seperti konflik bersenjata, kekerasan, rasa tidak aman, pelecehan seksual, cedera
atau kehilangan anggota keluarga, kehilangan sekolah dan pekerjaan, persahabatan serta
dukungan keluarga dan masyarakat.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini membahas tentang KRR dalam situasi darurat bencana yang meliputi: remaja
pada situasi pengungsian, prinsip pelayanan kesehatan peduli remaja, menilai kebutuhan
kespro remaja, menanggapi kebutuhan KRR dan program berbasis masyarakat dan
pendidikan sebaya.
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 5 JPL @ 50 menit (T=2 JPL, P=
3 JPL). Untuk memudahkan proses pelatihan, digunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Dosen memperkenalkan diri (5 menit)
b. Dosen menyampaikan tujuan pembelajaran secara umum dan khusus (5 menit)
5) Mengajukan pertanyaan kepada dosen bila ada hal-hal yang belum jelas
dan perlu diklarifikasi.
b) Kegiatan Peserta
1) Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
2) Mengajukan pertanyaan kepada dosen sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
3) Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan dosen.
4. Langkah 4
Penyajian dan pembahasan hasil pendalaman pokok bahasan dikaitkan dengan
situasi darurat bencana.
a) Kegiatan Dosen
1) Meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusi
2) Memimpin proses tanggapan (tanya jawab)
3) Memberikan masukan khususnya dikaitkan dengan situasi dan kondisi
di daerah kerja
4) Merangkum hasil diskusi
b) Kegiatan Peserta
1) Mengikuti proses penyajian kelas
2) Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh dosen
3) Bersama dosen merangkum hasil presentasi masing–masing pokok
bahasan yang dikaitkan dengan situasi bencana.
Kondisi genting dalam situasi krisis menempatkan perempuan dan anak-anak, yang
merupakan 80% dari 35 juta pengungsi di dunia sebagai pengungsi, rentan terhadap
kekerasan seksual dan rentan tertular infeksi menular seksual dan HIV. Ini didasarkan
pada tidak dimilikinya rincian pelayanan dasar terhadap wanita, pria dan anak-anak
terhadap akses kesehatan dan obat-obatan, termasuk kurangnya pasokan dasar
(sandang-pangan-papan). Meskipun kemajuan terus dilakukan dalam menangani
kebutuhan pria, wanita dan anak-anak dalam situasi krisis, kesenjangan tetap terus
terjadi.
kesehatan reproduksi Remaja (KRR) adalah merupakan salah satu komponen dari
kespro. KRR bukan merupakan intervensi prioritas di dalam PPAM, karena PPAM
difokuskan pada kegiatan penyelamatan nyawa serta mencegah kesakitan, kecacadan
dan kematian. Meskipun KRR bukan merupakan bagian dari PPAM, tapi pengetahuan
dan pemahaman tentang isu KRR akan bermanfaat untuk diterapkan pada situasi
bencana apabila tersedia sumber daya manusia yang mencukupi atau apabila situasi
sudah mulai stabil.
Remaja memiliki kebutuhan khusus disetiap situasi dan setiap kelompok umur
dimasyarakat, memiliki masalah dan kebutuhan yang berbeda.Pada situasi
pengungsian, dimana umumnya sulit untuk mendapatkan pelayanan Kespro dasar
untuk seluruh masyarakat, maka petugas kesehatan harus juga mempertimbangkan
dan memenuhi kebutuhan remaja apabila sumber daya manusia dan kondisi
memungkinkan atau ketika kondisi sudah mulai stabil. Remaja sangat fleksibel
memiliki sumberdaya dan energik, mereka dapat membantu sesamanya dengan
konseling pendidikan dan mereka dapat membantu petugas kesehatan sebagai tenaga
sukarela.
Di sisi lain, masyarakat yang terpengaruh oleh krisis mungkin terpapar dengan
kesempatan- kesempatan baru, termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan yang
lebih baik, sekolah, dan belajar bahasa lain dan keterampilan baru yang mungkin
menempatkan remaja dalam posisi khusus yang mungkin tidak akan mereka miliki di
lingkungan non krisis. Remaja seringkali beradaptasi dengan mudah terhadap situasi
baru dan dapat belajar di lingkungan baru ini dengan cepat.
Para tenaga kespro, pengelola program kespro dan penyedia pelayanan pada situasi
bencana harus mempertimbangkan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus dari
remaja yang sedang transisi ke masa dewasa bila sumber daya manusia dan kondisi
memungkinkan atau ketika kondisi sudah mulai stabil. Mereka secara khusus harus
mempertimbangkan remaja yang rentan, termasuk, anak yang menjadi kepala
keluarga, remaja yang sudah menjadi ibu dan gadis-gadis berusia muda yang memiliki
risiko yang tinggi terhadap eksploitasi seksual.
kegiatan seksual yang tidak aman dan mereka harus bertanggung jawab atas
kegiatan yang telah mereka lakukan
3. Perilaku remaja didaerah pengungsi mungkin tidak menjadi subjek perhatian
yang sama dengan situasi kondisi normal.
Perpisahan dari orang tua dan tradisi dapat menyebabkan situasi yang kurang
terkontrol secara social, hal ini menyebabkan resiko yang lebih tinggi terhadap
kehamilan remaja, infeksi menular seksual (IMS) penyalahgunaan obat,
kekerasan dan sebagainya.
4. Remaja tidak homogen
Kebutuhan remaja sangat bervariasi sesuai usia, jenis kelamin,
pendidikan,status pernikahan dan karakteristik psikososial. Remaja wanita
lebih rentan terhadap masalah kespro umum dari pada laki-laki dan mereka
menanggung hampir semua konsekuensinya.Remaja berusia 10-14 tahun
memiliki kebutuhan yang berbeda dengan kelompok yang berusia 16-18
tahun. Beberapa budaya mengharapkan pernikahan seorang gadis pada usia
14 tahun sedangkan menurut budaya lain hal ini tidak dapat diterima.
5. Remaja mengalami masa pubertas
Periode dalam perkenbangan remaja yang terjadi pada usia 10-12 tahun untuk
perempuan dan 12-15 tahun untuk laki-laki. pada masa ini terjadi pematangan
alat reproduksi yang ditandai dengan menstruasi pada perempuan dan mimpi
basah pada laki-laki. Petugas kesehatan dapat memberikan kejelasan untuk
menjaga kebersihan mereka (menganti pembalut, membersihkan kelamin saat
mandi) selama menstruasi dan menghindari kehamilan sebelum nikah.
6. Dinegara dengan tinggkat prevalensi IMS/HIV tinggi, remaja merupakan
kelompok yang paling rentan
Ketidakberdayaan perempuan atas kehidupan seksual dan reproduktif mereka
menyebabkan memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap kehamilan yang tidak
diinginkan, aborsi yang tidak aman, infeksi IMS/HIV semua ini sering terjadi di
daerah pengungsian.
Para pemuda ini akan membantu mengungkap kebutuhan teman sebaya mereka
selama perancangan program dan dapat membantu implementasi kegiatan-
kegiatan seperti, pendidikan sebaya, monitoring pelayanan kesehatan yang peduli
remaja dan rujukan ke konselor untuk masalah kekerasan berbasis gender.
Pelayanan akan lebih dapat diterima jika pelayanan tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan-kebutuhan yang diidentifikasi oleh remaja itu sendiri.
Pada saat yang sama karena usia yang relatif muda dan relatif tidak
berpengalaman mereka membutuhkan bimbingan sensitif dan menyakinkan, cara
yang paling baik untuk mendukung remaja berpatisipasi adalah dengan
mengembangkan kemitraan antara mereka dengan tenaga kesehatan dibawah
bimbingan dan tanggung jawab orang tua. Pelayanan peduli remaja akan lebih
diterima jika dirancang sesuai dengan ketersedian waktu mereka.
tetapi penting pula untuk memberikan pilihan ini kepada remaja putra yang
menjadi korban/ penyintas kekerasan berbasis gender.
Oleh sebab itu petugas kesehatan harus jeli terhadap perubahan fisik dan prilaku
remaja khususnya remaja pria.Selain Napza minum minuman keras juga sangat
berbahaya bagi kesehatan fisik dan psikis remaja pria, oleh sebab itu petugas
kesehatan seyogyanya mengenal tanda-tanda keracunan dari minuman keras.
Pelayanan kespro untuk remaja akan lebih efektif dan diterima jika dikaitkan
dengan kegiatannya seperti kegiatan rekreasi atau kerja. Pusat kegiatan remaja
yang dibentuk didaerah pengungsian akan memberikan kesempatan bagi remaja
untuk belajar, bertukar pikiran dan menerima pelayanan kesehatan remaja dapat
dilakukan pada waktu pulang sekolah atau sehabis kerja. Remaja membutuhkan
ruang fisik untuk interaksi sosial mereka. Kesempatan ini merupakan saat yang
tepat untuk memberikan pelayanan kesehatan
VII. RANGKUMAN
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) adalah merupakan salah satu komponen dari
kespro. KRR bukan merupakan intervensi prioritas di dalam PPAM, karena PPAM
difokuskan pada kegiatan penyelamatan nyawa serta mencegah kesakitan,
kecacadan dan kematian. Meskipun KRR bukan merupakan bagian dari PPAM, tapi
pengetahuan dan pemahaman tentang isu KRR akan bermanfaat untuk diterapkan
pada situasi bencana apabila tersedia sumber daya manusia yang mencukupi atau
apabila situasi sudah mulai stabil.
VIII. EVALUASI
Inter agency Working Group on Reproductive Health in Crises. 2010. Buku Pedoman
Lapangan Antar lembaga Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Darurat Bencana.
Revisi untuk peninauan lapangan. Jakarta: Inter agency Working Group on
Reproductive Health in Crises.
PENCEGAHAN PENULARAN
HIV DAN IMS PADA SITUASI
KRISIS/DARURAT BENCANA
E
Daftar Isi Materi 5
DAFTAR ISI
I. DESKRIPSI SINGKAT.....................................................................................71
VII. RANGKUMAN............................................................................................. 91
VIII. EVALUASI....................................................................................................91
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM) KESEHATAN
REPRODUKSI PADA SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA
MATERI 5 :
PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL DAN
HIV
MATERI 5
PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL DAN HIV
PADA KRISIS KESEHATAN
Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan yang cukup besar di seluruh
dunia. IMS/ISR ditemukan di seluruh dunia. Namun, penyebaran dan prevalensi (umum
tidaknya penyakit itu) dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan ekonomi, biologi serta
perilaku. Karena itu beban IMS/ISR sangat beragam antara wilayah yang satu dengan
lainnya dan di antara komunitas satu dengan lainnya. Situasi bencana merupakan situasi
yang tidak pernah dapat diperkirakan sebelumnya. Ketika bencana terjadi penyebaran
infeksi menular seksual sangat mungkin terjadi.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini membahas pencegahan penularan infeksi menular seksual dalam situasi
bencana yang meliputi: penularan HIV, IMS dan kekerasan seksual serta relevansinya
dengan situasi darurat bencana, kewaspadaan standar, penyediaan kondom gratis,
transfusi darah yang aman.
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka digunakan langkah-
langkah sebagai berikut :
a. Dosen memperkenalkan diri (5 menit)
b. Dosen menyampaikan tujuan pembelajaran secara umum dan khusus (5 menit)
c. Dosen menyajikan gambar-gambar tentang situasi darurat bencana serta infeksi
menular seksual yang terjadi (15 menit).
d. Dosen menggali pengalaman mahasiswa tentang infeksi menular seksual (15
menit)
e. Dosen menjelaskan tentang infeksi menular seksual (90 menit).
C. Langkah 4 :
Penyajian dan pembahasan hasil pendalaman pokok bahasan dikaitkan dengan
situasi darurat bencana.
1. Kegiatan Dosen
a. Meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi
b. Memimpin proses tanggapan (tanya jawab)
c. Memberikan masukan khususnya dikaitkan dengan situasi dan kondisi di
daerah kerja
d. Merangkum hasil diskusi
2. Kegiatan Peserta
a. Mengikuti proses penyajian kelas
b. Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh dosen
c. Bersama dosen merangkum hasil presentasi masing–masing pokok
bahasan yang dikaitkan dengan situasi bencana.
B. PENULARAN HIV
Rute penularan utama HIV adalah seks tak-terlindung, transmisi darah yang
terinfeksi dari ibu ke anak. Sementara mayoritas infeksi pada umumnya adalah
akibat dari seks tak-terlindung, namun proporsi rute transmisi bervariasi
tergantung wilayah.
Saat bencana gempa, seorang petugas kesehatan di desa menerima beberapa korban
gempa yang luka-luka. Dia hanya memiliki satu set alat untuk menjahit luka pasien.
Petugas kesehatan terpaksa menangani semua pasien dengan alat yang sama tanpa
melakukan sterilisasi.
Hal ini juga terjadi di Unit Gawat Darurat (UGD) di Rumah Sakit yang menangani
korban dengan menggunakan alat jahit luka yang tidak steril, karena banyaknya
korban yang datang dan memerlukan pertolongan segera. Jika salah satu pasien itu
positif HIV, maka risiko untuk menularkan ke pasien yang lain sangat besar!!
Kondisi Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Rusak dan Tidak Tersedianya Alat dan Bahan
yang Memadai Menyulitkan Penerapan Kewaspadaan Standar
Pencegahan penularan HIV pada situasi bencana dapat dilakukan dengan cara
berikut:
1. Memastikan diterapkannya praktek kewaspadaan standar
2. Memastikan tersedianya kondom gratis
3. Memastikan transfusi darah yang aman
C. KEWASPADAAN STANDAR
Kewaspadaan standar adalah langkah pengendalian infeksi yang mengurangi
risiko penularan patogen yang terbawa dalam darah melalui paparan
terhadap darah atau cairan tubuh di antara para pasien dan tenaga
kesehatan. Menurut prinsip “pencegahan standar”, darah dan cairan tubuh
dari semua orang harus dianggap sebagai terinfeksi HIV, terlepas dari
pengetahuan atau dugaan kita mengenai status orang tersebut. Tindakan
pencegahan standar dapat mencegah penyebaran infeksi seperti HIV,
Hepatitis B, Hepatitis C dan patogen-patogen lain di dalam lingkungan
perawatan kesehatan.
Catatan: Pastikan ketersediaan dan logistik sarung tangan yang cukup dan
berkelanjutan untuk melaksanakan semua kegiatan. JANGAN PERNAH
menggunakan kembali atau mensterilisasi ulang sarung tangan sekali pakai,
karena akan membuatnya menjadi berpori/ berlubang kecil.
c. Memakai pakaian pelindung, seperti baju atau celemek tahan air, untuk
melindungi dari kemungkinan terpercik darah atau cairan tubuh lain.
Petugas diwajibkan menggunakan masker dan pelindung mata di mana
ada kemungkinan terpapar darah dalam jumlah banyak.
Kondom Wanita
dengan 2 ring
Tempat penyediaan kondom di fasilitas kesehatan, toilet dan tempat lain yang sesuai
Latihan:
1. Demonstrasi cara pemasangan kondom pria dan wanita
a. Dapat dilakukan melalui demostrasi langsung memakai dildo/penis buatan
dan model vagina
b. Dengan memutar video cara pemasangan kondom
Jawaban
VII. RANGKUMAN
VIII. EVALUASI
3. Seorang perempuan, barus saja melahirkan anak ke duanya 30 menit yang lalu di
posko kesehatan reproduksi, dari hasil pemeriksaan didapatkan K/U lemah, TD
100/60, plasenta sudah terlepas, dari vagina terlihat darah segar mengalir. Setelah
dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan HB: 6 gr%, dokter dan bidan
memutuskan untuk melakukan penanganan kehilangan darah, namun donor
darah yang ada belum diskrining HIV dan hepatitis. Apakah tindakan segera yang
dapat dilakukan dokter dan bidan tersebut?
a. Melakukan rujukan terhadap ibu
b. Melakukan pemasangan infuse RL dua jalur
c. Menunggu hasil pengechekan darah yang tersedia
d. Tetap memeberikan transfuse darah karena emergency
e. Melapor kepada koordinator kesehatan reproduksi untuk mnyediakan darah
yang memadai
IX.DAFTAR PUSTAKA
PENCEGAHAN KESAKITAN
DAN KEMATIAN MATERNAL
DAN NEONATAL PADA
SITUASI KRISIS/DARURAT
BENCANA
F
Daftar Isi Materi
DAFTAR ISI
I. DESKRIPSI SINGKAT..........................................................................................94
VII. RANGKUMAN..................................................................................................117
VIII. EVALUASI.........................................................................................................118
IX. DAFTAR PUSTAKA............................................................................................119
X. LAMPIRAN.......................................................................................................121
MATERI 6
PENCEGAHAN KESAKITAN DAN KEMATIAN MATERNAL DAN NEONATAL
PADA KRISIS KESEHATAN
Pencegahan kesakitan dan kematian maternal dan neonatal dalam situasi darurat
bencana merupakan salah satu topik yang akan dipelajari dalam Paket Pelayanann Awal
Minimum (PPAM) dalam situasi bencana. Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi.
Kondisi ini akan lebih buruk bila terjadi bencana, karena terganggunya sistem kesehatan.
Sampai saat ini data kasus kematian ibu pada daerah bencana belum terdokumentasi,
sehingga data yang digunakan sebagai rujukan adalah Angka Kematian Ibu pada situasi
normal.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini membahas tentang Pencegahan kesakitan dan kematian maternal dan
neonatal dalam situasi bencana difokuskan pada pelayanan persalinan dengan
memastikan bahwa pelayananan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal tersedia,
dibangunnya sistem rujukan yang berfungsi serta penyediaan kit persalinan bersih jika
terpaksa harus melahirkan di rumah atau tempat lain di luar fasilitas kesehatan. Di
modul ini juga dibahas mengenai komponen lain dari kesehatan maternal dan neonatal
yaitu perawatan kehamilan/Ante Natal Care (ANC) dan perawatan nifas/Post Natal Care
(PNC) yang akan diberikan apabila situasi sudah lebih stabil dan memungkinkan.
2. Hal-hal yang dilakukan untuk kesehatan maternal dan neonatal yang merupakan
bagian dari PPAM seprti tersedianya pelayanan kegawatdaruratan kebidanan dan
neonatal, mebangun system rujukan yang berfungsi dan penyediaan kit persalinan
bersih
3. Merencanakan pemyediaan pelayanan ANC dan PNC apabila situasi sudah mulai
stabil dan memungkinkan
4. Memahami kriteria pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang
berkualitas
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 7 JPL @ 50 menit (T=1 JPL, P=
6 JPL). Untuk memudahkan proses pelatihan, digunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Langkah 1 : Penyiapan Proses pembelajaran
1. Kegiatan Dosen
a) Dosen memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelas
b) Dosen menyapa mahasiswa dengan ramah dan hangat.
c) Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas maka mulailah dengan
memperkenalkan diri.
d) Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, dan materi yang
akan disampaikan.
e) Menayangkan film tentang kondisi darurat bencana yang terkait dengan
kesakitan dan kematia maternal dan neonatal
f) Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang video yang
dtayangkan yang terkait dengan Pencegahan Kesakitan dan Kematian
Kesehatan Maternal dan Neonatal pada situasi Darurat Bencana dengan
metode curah pendapat (brainstorming).
g) Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran tentang
Pencegahan Kesakitan dan Kematian Kesehatan Maternal dan Neonatal
pada situasi Darurat Bencana dengan menggunakan bahan tayang.
2. Kegiatan Peserta
a) Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b) Mengemukakan pendapat atas pertanyaan dosen
c) Memperhatikan film/gambar tentang Pencegahan Kesakitan dan
Kematian Kesehatan Maternal dan Neonatal pada situasi Darurat Bencana
d) Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
e) Mengajukan pertanyaan kepada dosen bila ada hal-hal yang belum jelas
dan perlu diklarifikasi.
d. Langkah 4 :
Penyajian dan pembahasan hasil pendalaman pokok bahasan dikaitkan
dengan situasi darurat bencana.
1. Kegiatan Dosen
a) Meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusi
b) Memimpin proses tanggapan (tanya jawab)
c) Memberikan masukan khususnya dikaitkan dengan situasi dan kondisi
di daerah kerja
d) Merangkum hasil diskusi .
2. Kegiatan Peserta
a) Mengikuti proses penyajian kelas
b) Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh dosen
c) Bersama dosen merangkum hasil presentasi masing–masing pokok
bahasan yang dikaitkan dengan situasi bencana.
Di seluruh dunia, 15% sampai dengan 20% ibu hamil akan mengalami komplikasi
selama kehamilan atau persalinan. Terdapat lebih dari 500.000 kematian ibu setiap
tahun dengan 99%-nya terjadi di negara-negara berkembang. Di Indonesia,
berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesian (SDKI 2012) Angka
Kematian Ibu sebesar 359 per 100,000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian
bayi 32 per 1000 kelahiran hidup. Dari sekitar 130 juta bayi yang lahir setiap tahun,
sekitar 4 juta di antaranya meninggal dunia dalam empat minggu pertama
kehidupannya (periode neonatal). Sekitar 4 juta bayi juga meninggal saat lahir,
meninggal di dalam rahim selama tiga bulan terakhir kehamilan.
Sebagian besar angka kematian ibu pada saat kehamilan dan persalinan serta angka
kematian bayi baru lahir terjadi pada saat proses persalinan dan nifas. Dari analisa
penyebab kematian Ibu 2008 diperoleh data, 90% kematian ibu terjadi pada saat
persalinan dan segera setelah persalinan. Penyebab utama kematian ibu 1) Hipertensi
dalam Kehamilan (24%) 2) Komplikasi puerperum (8%) 3) Perdarahan (28%) 4) Abortus
(5%) 5) Partus macet / lama (5%) 6) infeksi (11%).
Grafik 6.1
Penyebab kematian Ibu di Indonesia
Grafik 6.2
Penyebab kematian Bayi di Indonesia
Meningtis, 4.5 %
Tidak diketahui
Penyebabnya 3.7 %
Kelainan Kongenital, 5.7 %
Masalah
Pneumonia, 12.7 %
Neonatal
46,2 %
(BBLR, asfiksia dan
infeksi)
Diare, 15 %
Tetanus, 1.7 %
Sumber data Riskesdas 2007
Kematian bayi sebagian besar disebabkan oleh masalah neonatal (BBLR, asfiksia
dan infeksi) yang sebenarnya dapat dihindari penyebabnya. Mengingat kematian
bayi mempunyai hubungan erat dengan mutu penanganan ibu, maka proses
bersalin dan perawatan bayi harus dilakukan dalam sistem terpadu. Sebagian
besar kematian ibu dan bayi sebenarnya dapat dicegah apabila ditangani
oleh petugas terampil dengan sumber daya yang memadai di tingkat fasilitas
kesehatan.
Pada kondisi normal angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih sangat tinggi
dan kondisi ini dapat menjadi lebih buruk pada situasi kondisi bencana karena sulit
mendapat pelayanan kesehatan maternal dan neonatal atau karena pelayanan
tersebut tidak tersedia. Oleh karena itu PPAM bertujuan untuk mencegah
meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal.
Pada kondisi bencana akan tetap ada ibu hamil yang akan melahirkan
kapan saja pada saat bencana sedang terjadi, pada saat proses evakuasi
maupunpada saat tinggal di pengungsian
Karena situasi kacau pada saat bencana, ibu yang belum waktunya
melahirkan juga dapat melahirkan lebih awal/prematur karena situasi
yang kacaudan harus menyelamatkan diri
Berdasarkan tabel di atas, berikut ini yang harus dilakukan untuk mencegah
kesakitan dan kematian maternal dan neonatal pada afse tanggap darurat:
Memastikan tersedianya layanan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal
Persyaratan apa yang dibutuhkan untuk sistem rujukan agar efektif bekerja
selama 24 jam dan 7 hari (24/7)?
1. Sistem rujukan harus memiliki transportasi sepanjang waktu. Misalnya,
apabila ada tenaga kesehatan yang meninggalkan kamp dan membawa serta
kendaraan atau ambulans bersamanya, ada transportasi yang
menggantikannya.
2. Sistem komunikasi harus dibangun agar apabila seorang wanita yang hendak
melahirkan dan mengalami komplikasi, seperti persalinan macet, maka ia
dapat mencapai fasilitas perawatan kesehatan. Dengan adanya sistem
komunikasi ini, tenaga kesehatan di lapangan bisa berkonsultasi dengan
tenaga yang lebih ahli apabila belum memungkinkan untuk merujuk pasien
karena faktor keamanan atau akses ke fasilitas rujukan yang terputus
3. Fasilitas rujukan harus memiliki staf yang memenuhi syarat, peralatan dan
supply medis untuk menangani kebutuhan ekstra yang diajukan kepadanya
oleh populasi pengungsi internal.
Suatu sistem rujukan yang memadai memerlukan protokol rujukan yang rinci
yaitu bilamana dan kemana harus dirujuk serta pencatatan yang memadai dari
kasus-kasus yang dirujuk. Hal ini membutuhkan koordinasi, komunikasi,
kepercayaan dan saling pengertian antara bidan dan diantara puskesmas dengan
rumah sakit yang memiliki fasilitas yang lebih lengkap. Suatu sistem rujukan yang
efektif harus pula memperhitungkan keadaan keamanan, keadaan geografis dan
kesulitan transportasi.
Menyediakan kit persalinan bersih bagi ibu hamil yang terlihat dan penolong
persalinan
Pada bencana berskala besar seperti tsunami di Aceh, dimana banyak sekali
fasilitas kesehatan yang hancur dan tenaga kesehatan termasuk bidan yang
menjadi korban, tidak semua persalinan bisa dilakukan di fasilitas kesehatan
dan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Untuk itu disediakan kit
persalinan bersih bagi ibu-ibu yang terpaksa melahirkan di rumah atau di
tempat selain fasilitas kesehatan.
Kit persalinan bersih: terdiri dari peralatan sederhana seperti perlak, sabun cuci
tangan silet untuk memotong tali pusat, tali untuk mengikat tali pusat dll. Kit
persalinan bersih didistribusikan kepada ibu hamil yang akan melahirkan dalam
waktu dekat dengan pesan bahwa ibu hamil tetap harus melahirkan di tenaga
kesehatan. Kit ini hanya dipakai pada saat kondisi darurat saja dimana ibu yang
akan melahirkan tsb tidak bisa bertemu bidan atau puskesmas karena bencana
susulan, jalan terendam banjir dll. Setidaknya ibu yang melahirkan itu memiliki
alat yang bersih untuk memotong tali pusat bayinya. Jadi kit persalinan bersih
tidak mempromosikan persalinan di rumah.
Paket ini berisi materi yang sangat mendasar: satu lembar seprai plastik atau alas,
dua utas tali steril, satu pisau silet yang bersih (baru dan terbungkus di dalam
kertas asli), kasa, kapas, alkohol, betadine, sebatang sabun, sepasang sarung
tangan dan kain katun.
Perawatan Persalinan
Pelayanan persalinan merupakan pelayanan prioritas dalam kondisi bencana. Proses
melahirkan terdiri dari persalinan, kelahiran dan periode segera setelah kelahiran. Proses ini
harus terjadi di fasilitas kesehatan yang memastikan adanya privasi, aman, khusus dan
dilengkapi dengan pemenuhan alat serta petugas kesehatan yang kompeten yang diperlukan
dan transportasi serta komunikasi ke rumah sakit rujukan untuk kegawatdarurat kebidanan
dan neonatal.
Petugas kesehatan reproduksi harus memastikan bahwa semua fasilitas layanan memiliki
protokol klinis/Standar Operating Prosedur (SOP) serta tindakan kewaspadaan standard
terkait dengan penanganan limbah untuk cairan ketuban, darah dan plasenta. Mencuci
tangan dan kewaspadaan standard lainnya harus dilakukan
Hal yang perlu dilakukan pada pelayanan persalinan dalam kondisi bencana adalah :
1. Menilai kemajuan persalinan dengan menggunakan Partograf. Partograf harus
digunakan untuk setiap kelahiran untuk memantau kemajuan persalinan, kondisi ibu
dan fetus secara ketat serta sebagai alat bantu pembuatan keputusan untuk
penanganan lebih lanjut dari rujukan.
2. Pencegahan perdarahan pasca melahirkan
Salah satu penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan pasca persalinan.
Manajemen aktif kala tiga akan mengurangi risiko plasenta tertahan dan perdarahan
pasca melahirkan. Petugas kesehatan kompeten harus melakukan manajemen aktif
kala tiga ke semua ibu. Tata laksana ini mencakup:
a. Pemberian obat uterotonika (oksitosin), kepada ibu dalam waktu satu menit
setelah kelahiran bayi,
b. Peregangan tali pusat terkendali
c. Masase uterus dari luar setelah plasenta dilahirkan oksitosin merupakan
uterotonika yang direkomendasikan untuk pencegahan dan perawatatan
perdarahan pasca persalinan atonik. Perlu diperhatikan kesulitan untuk
memastikan praktek penyuntikan aman dan ada tidaknya lemari pendingin untuk
penyimpanan oksitosin . Karena oksitosin mengalami penurunan keaktifitasannya
jika disimpan di atas suhu.
3. Pelayanan kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Selain perawatan esensial selama persalinan dan kelahiran, layanan PONED harus
dilakukan di tingkat pusat kesehatan masyarakat untuk menangani komplikasi selama
kelahiran termasuk masalah-masalah bayi baru lahir, atau menstabilkan ibu sebelum
dirujuk ke rumah sakit. Pastikan petugas kesehatan telah terampil tentang prosedur
penanganan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal Informasikan protokol/ SOP
secara luas tentang obat-obatan, peralatan dan suplai tersedia di semua pusat
kesehatan.
4. Seperti halnya kedaruratan maternal, kedaruratan neonatal tidak selalu dapat
diprediksi. Misalnya, mungkin saja bayi tidak bernafas sehingga staf harus siap untuk
melakukan resusitasi neonatal di setiap persalinan. Lebih jauh lagi, komplikasi ibu dapat
menyebabkan bayi baru lahir terganggu secara bermakna sehingga petugas kesehatan
harus siap sebelum kelahiran terjadi.
5. Tanda bahaya pada kehamilan merupakan faktor penentu untuk melakukan intervensi
medis yang digunakan dalam menangani komplikasi kebidanan yang merupakan
penyebab utama kematian maternal di seluruh dunia. Menggambarkan tanda bahaya
terkait dengan layanan PONED dan PONEK. Sejumlah layanan penting tidak disebutkan
tetapi dimasukkan ke dalam tanda-tanda bahaya ini. Misalnya, saat melakukan bedah
sesar berarti tindakan anestesi/ pembiusan harus diberikan.
Apabila situasi sudah mulai stabil dan memungkinkan, bisa dilaksanakan pemberian
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang lain seperti ANC dan PNC melalui
pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif pada kondisi normal.
Antenatalcare (ANC)
Jika tenaga kesehatan tersedia atau kondisi situasi sudah mulai stabil, ANC dapat dilakukan
sesuai dengan standar yang berlaku. Kunjungan ANC minimal dilakukan empat kali dengan
rincian sebagai berikut : kunjungan pertama di awal kehamilan sampai dengan usia,
kunjungan kedua di usia kandungan 24-28 minggu, kunjungan ketiga pada usia kandungan 32
minggu dan kunjungan keempat pada usia kandungan sekitar 36 minggu.
Tujuan Pelayanan Ante Natal adalah untuk:
1. Mempersiapkan ibu hamil agar dapat bersalin dengan sehat dan selamat, dan
memperoleh bayi yang sehat melalui penyuluhan dan promosi kesehatan selama
kehamilan
2. Mengidentifikasi dan menangani masalah kesehatan yang ada serta komplikasi yang
terjadi selama kehamilan
Beberapa Pelayanan antenatal yang dapat dilakukan secara terpadu dengan program lain
pada kondisi bencana adalah:
1. Pencegahan dan pengobatan malaria dalam kehamilan
Program ini terutama diperhatikan bagi daerah bencana yang endemis malaria.
Malaria merupakan penyebab dari 2-15% anemia pada ibu hamil di Afrika yang
menyebabkan peningkatan risiko kesakitan dan kematian maternal. Malaria juga
meningkatkan risiko aborsi spontan, lahir mati, lahir prematur dan bayi dengan berat
badan lahir rendah. Sekitar 3-8% dari semua kematian bayi dapat dilihat
hubungannya dengan infeksi malaria pada ibu.* Untuk mencegah malaria selama
kehamilan:
a. Memberikan kelambu berinsektisida (Insecticide-Treated Bed Nets/ITN) dan
berikan dorongan kepada semua ibu hamil untuk tidur di bawah kelambu tersebut
pada kehamilan dan terus menggunakannya selama masa nifas bersama dengan
bayinya.
b. Melakukan screening bagi semua ibu hamil dengan menggunakan Rapid Diagostik
Test (RDT)
c. Berikan terapi bagi ibu hamil yang positif terinfeksi malaria sesuai standar yang
ada
d. Memberikan saran kepada ibu hamil untuk menghindari keluar setelah hari gelap
atau sebelum matahari terbit atauuntuk menggunakan repellent atau obat
nyamuk untuk membunuh atau mengusir nyamuk.
keguguran serta bayi lahir dengan sifilis bawaan. Bagi ibu yang menerima hasil tes
positif segera dirujuk dan harus segera diobati sesuai standar pengobatan yang ada.
3. Skrining HIV untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) - Prevention
of Mother to Child Transmission ( PMTCT)
Pelayanan ini dilakukan pada ibu hamil di daerah yang mempunyai resiko tinggi.
Sekitar 430.000 anak menjadi terkena infeksi baru HIV di tahun 2008 dengan lebih
dari 90% di antaranya tertular melalui penularan ibu ke anak. Tanpa pengobatan,
sekitar setengah dari anak-anak yang terinfeksi ini akan meninggal dunia sebelum
ulang tahun mereka yang kedua.Pemeriksaan Tes HIV dan sifilis merupakan
pemeriksaan yang wajib ditawarkan kepada ibu hamil bersama pemeriksaan rutin
lainnya pada setiap kunjungan antenatal mulai kunjungan pertama(K1) hingga
menjelang persalinan.
6. Komplikasi kehamilan
Adanya kondisi bencana akan meningkatkan pengaruh pada kondisi fisik dan mental
wanita hamil, sehingga komplikasi pada kehamilan akan meningkat seperti:
a. Perdarahan saat kehamilan disebabkan oleh plasenta menutupi jalan lahir
( plasenta previa ) atau plasenta yang lepas sebelum bayi lahir ( solution
plasenta ). Pasien di diagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, jika
memungkinkan pemeriksaan penunjang (USG), prinsip penatalaksanaannya :
1) Mencegah kematian ibu
2) Menghentikan sumber perdarahan
3) Jika janin masih hidup mempertahankan dan mengusahakan janin lahir hidup
b. Hipertensi dalam kehamilan
Merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu yang dapat menjadi, antara
lain :
1) Hipertensi saja
2) Preeklampsia apabila disertai dengan proteinuria dan atau odema
Semua hasil pemeriksaan dan tindakan yang diberikan selama masa antenatal harus
dicatat di buku KIA yang dipegang oleh ibu. Pencatatan yang baik sangat penting
untuk membantu pengambilan keputusan dan intervensi yang sesuai.
Pastikan adanya dukungan petugas kesehatan secara dini dan pemberian ASI
eksklusif serta diskusikan gizi yang sesuai untuk ibu. Tablet zat besi dan folat harus
dilanjutkan dan vitamin A serta minyak atau garam beryodium diberikan jika perlu.
Menyusui secara khusus merupakan hal penting dalam situasi bencana. Risiko terkait
dengan pemberian susu botol atau pengganti ASI sangat meningkat ketika kebersihan
sangat buruk, terlalu banyak orang dalam satu tempat dan akses terbatas terhadap
air.
Dalam situasi semacam ini, ASI mungkin merupakan satu-satunya sumber makanan
yang aman dan berkesinambungan untuk bayi. Kehangatan dan perawatan yang
diberikan selama menyusi juga merupakan hal penting bagi ibu dan bayi. Karena
menyusui juga merupakan aktifitas tradisional untuk ibu, menyusui dapat membuat
ibu percaya diri. oleh karena itu, penting sekali untuk mengawali pemberian ASI
dalam waktu satu jam setelah kelahiran, mendorong pemberian ASI eksklusif,
mendorong menyusui secara sering dan sesuai kebutuhan bayi (termasuk di malam
hari) dengan tidak membatasi periode dan frekuensi menyusui. Pemberian ASI setiap
kali bayi menginginkan selama enam bulan pertama juga merupakan salah satu cara
ber- KB selama menstruasi belum kembali dan tidak ada makanan lain diberikan
kepada bayi.
Dukung ibu dengan HIV positif untuk membuat keputusan berdasarkan informasi
mengenai cara pemberian asupan pada bayinya. Ibu yang diketahui HIV+ harus
diberikan OBAT ARV seumur hidup untuk menekan risiko penularan HIV lewat ASI.
Pastikan bahwa ibu HIV positif telah dikonseling dan memiliki akses terhadap terapi
ARV dan bayi dirawat setelah kelahiran. Di tempat-tempat ketika pemberian asupan
pengganti (dengan susu formula) memunculkan risiko tinggi untuk penyakit,
malnutrisi dan kematian, hasil akhir kesehatan bayi akan lebih baik jika ibu dengan
HIV menyusui bayinya.
Pada saat bencana skala besar, biasanya syarat AFASS sulit terpenuhi, Ibu yang telah
diketahui terinfeksi HIV (dan yang bayinya tidak terinfeksi HIV atau belum diketahui
status HIV-nya) harus menyusui bayinya secara eksklusif selama enam bulan pertama,
memperkenalkan makanan tambahan setelah masa tersebut dan melanjutkan
menyusui selama 12 bulan awal kehidupan.
(sumber: pedoman ANC terpadu, Kemenkes RI, 2010)
Pada kondisi normal dan darurat bencana, pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
tetap harus diberikan secara berkualitas.
Dalam situasi darurat bencana, asuhan bayi baru lahir merupakan bagian dari
PPAM. Asuhan bayi baru lahir normal mencakup:
a. Menjaga bayi tetap kering dan hangat serta memastikan kontak kulit ke kulit
dengan ibu.
b. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dalam rentang waktu satu jam setelah
melahirkan jika bayi dan ibu telah siap
c. Memantau perdarahan tali pusar, kesulitan bernafas, pucat dan sianosis secara
ketat
d. Berikan perawatan mata untuk mencegah optalmia neonatorum
e. Berikan imunisasi (Hepatitis B dan/atau BCG sesuai dengan protokol nasional)
VII. RANGKUMAN
VIII. EVALUASI
1. Seorang wanita usia 35 tahun tinggal bersama suaminya di desa yang sering
terjadi longsor, karena daerah tersebut merupakan daerah tata lahan dengan
persawahan dan perladangan. Saat ini perempuan tersebut sedang hamil, usia
kehamilan 40 minggu dan akan mempersiapkan persalinan serta perawatan
BBLnya.
Apakah komponan kesehatan maternal dan neonatal, yang merupakan bagian dari
PPAM, dimana terdapatnya keterbatasan sumber daya?
a. Perawatan kehamilan
b. Perawatan persalinan
c. Perawatan BBL
d. Perawatan masa nifas
e. Perawatan masa menyusui
2. Seorang wanita usia 30 tahun, hamil 39 minggu tinggal di aceh. Kejadian tsunami
di Aceh adalah bencana berkala besar, dimana banyak sekali fasilitas kesehatan
yang hancur dan tenaga kesehatan termasuk bidan yang menjadi korban.
Apakah sarana yang diberikan kepada ibu tersebut pada saat kondisi darurat
dimana ibu tidak dapat bertemu bidan atau puskesmas karena bencana susulan?
a. Kit Pem. TTV
b. Kit Perawatan Bayi
c. Kit Imunisasi Bayi
d. Kit Penjahitan Perineum
e. Kit Persalinan Bersih
3. Seorang wanita usia 30 tahun, hamil 39 minggu tinggal di aceh. Kejadian tsunami
di Aceh adalah bencana berkala besar, dimana banyak sekali fasilitas kesehatan
yang hancur dan tenaga kesehatan termasuk bidan yang menjadi korban.
Apakah alat yang tersedia dalam Kit, tersebut pada kasus di atas?
a. Pisau silet
b. Termometer
c. Gunting tali pusat
d. Benang untuk penjahitan perineum
e. Jarum suntik
4. Seorang wanita usia 30 tahun, hamil 39 minggu tinggal di aceh. Kejadian tsunami
di Aceh adalah bencana berkala besar, dimana banyak sekali fasilitas kesehatan
yang hancur dan tenaga kesehatan termasuk bidan yang menjadi korban.
Kepada siapakah Kit tersebut pada kasus di atas diberikan?
a. Remaja yang sedang hamil
b. Ibu hamil dan tanda bahaya pada masa kehaimilan
c. Ibu hamil yang akan melahirkan dalam waktu dekat
d. Ibu menyusui dengan BBL
e. Ibu menyusui dengan BBL bermasalah
5. Seorang wanita usia 30 tahun, hamil preterm dan sudah mengalami tanda-tanda
persalinan.
Bagaimanakah sistem rujukan untuk memfasilitasi transportasi?
a. Terdapat transportasi yang standby
b. Memiliki staf yang memenuhi syarat
c. Memiliki kendaraan bermotor
d. Memiliki
Inter agency Working Group on Reproductive Health in Crises. 2010. Buku Pedoman
Lapangan Antar lembaga Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Darurat Bencana.
Revisi untuk peninauan lapangan. Jakarta: Inter agency Working Group on
Reproductive Health in Crises.
LAMPIRAN
1. Demonstrasi & praktek perawatan segera bayi bayi baru lahir dengan
menggunakan kit persalinan bersih 5 menit
Langkah-langkah perawatan segera bayi baru lahir
- Pastikan bahwa penolong memakai sarung tangan atau sudah mencuci tangan
dengan sabun sebelum menolong persalinan
- Jaga agar ruang persalinan tetap hangat
- Keringkan bayi, singkirkan kain yang basah dan bungkus bayi dengan kain yang
kering dan hangat. Beri tutup kepala. Tunda memandikan bayi sampai setidaknya
6 jam.
- Jepit tali pusat dan gunakan alat yang bersih (lebih baik bila steril) untuk
memotong tali pusat (kira-kira sepanjang 3 jari dari pangkal tali pusat)
- Jaga agar bayi tetap bersama ibunya untuk memastikan tetap hangat dan sering
menyusui
- Bantu ibu dengan proses menyusui pertama kali (dalam 1 jam setelah kelahiran)
- Bersihkan mata bayi segera, dan berikan salep mata
- Beri perhatian untuk sering mencuci tangan bagi orang yang menangani bayi
- Kontak kulit ke kulit, termasuk inisiasi menyusu dini, ASI eksklusif dan dukungan
medis, emosional, psikologis dan fisik untuk ibu dan bayi tanpa memisahkan
mereka.
- Jika bayi prematur dan/atau bayi kecil lakukan metode Kangguru:
Mendekap bayi agar kulit bayi bersentuhan langsung dengan pendekapnya
Posisi bayi telungkup dada ketemu dada diantara kedua payudara, kepala bayi
menoleh ke satu sisi, mata bayi dapat saling kontak dengan ibu dan kaki bayi
berposisi seperti kaki kodok
Metode kangguru bisa dilakukan dalam posisi ibu tidur dan istirahat
Metode kangguru ini dapat dilakukan pada ibu, bapak atau anggota keluarga
yang dewasa lainnya
Metode kangguru bisa dilakukan sambil bekerja, juga untuk rujukan
- Nasehati ibu untuk tidak memberikan apa-apa kecuali ASI untuk 6 bulan
pertama dan meneruskan menyusui sampai usia 2 tahun atau lebih lama
Latihan: memesan kit persalinan bersih 10 menit
Gunakan angka kelahiran kasar/CBR 4% untuk menghitung kebutuhan supplies dan
layanan yang dibutuhkan untuk penduduk sebanyak 10,000 orang selama 3 bulan
untuk memastikan bahwa ibu hamil menjalani persalinan yang aman.
- Sekitar dua pertiga dari kematian bayi terjadi dalam 28 hari pertama
kehidupannya. Mayoritas dari kematian tsb adalah dapat dicegah dengan
tindakan-tindakan dasar awal yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, ibu
ataupun anggota masyarakat.
- Kit persalinan bersih perlu untuk didistribusikan kepada semua ibu hamil yang
terlihat (6-9 bulan) meskipun dalam proses perpindahan, untuk dipakai oleh
penolong persalinan atau ibu itu sendiri, Ini harus ditekankan bahwa setidaknya
perempuan harus mendapatkan perawatan supportif selama proses kelahiran dan
tidak boleh ditinggalkan sendirian. Kit persalinan bersih dapat dibeli atau
diadakan secara lokal.
1. Praktek: Cocokkan alat atau obat (atau gambar alat atau obat) yang ada di meja
dengan indikasi medis yang ada pada lembar kerja.
Oxytocin, 10 IU/ml
Extractor Vakum
Kiwi cup
Thermometer
Catatan:
PESAN PENTING
Layanan yang berkualitas dapat diartikan sebagai memberi layanan yang dibutuhkan oleh client
dengan cara menghormati client, kejujuran, memberikan informasi yang akurat, kompetensi
petugas yang memadai, kenyamanan bagi pasien dan hasil pelayananan yang memuaskan.
Element dari kualitas layanan meliputi:
- Ketersediaan (layanan tersedia dan tidak ada halangan hukum, prosedur atau logistic
yang membatasi ketersediaanya)
- Akses terhadap layanan (layanan dapat dijangkau, nyaman dan client diperlakukan
dengan hormat dan dihargai )
- Penerimaan: layanan dapat diterima secara social budaya oleh masyarakat dengan
menghormati keinginan dari client
- Pengorganisasian layanan — layanan Kesehatan Reproduksi dan seksual yang terintegrasi
dengan layanan kesehatan primer, system rujukan dan tersedianya layanan yang
berkesinambungan
- Kompentensi teknis — jumlah staff yang memadai dan berkualitas, adanya standard dan
protokol pelayanan maupun mekanisme supervisi.
- Fasilitas dan supplies – tersedianya alat, obat dan logistic dengan teknologi yang
memadai
- Hak-hak client — harus memperhatikan privacy; kerahasiaan; informed consent;
menghormati dan menjamin keselamatan client
Kualitas harus diukur dari sudut pengelola, pemberi layanan, dan client atau masyarakat
Contoh indicator layanan yang berkualitas:
- % dari fasilitas yang memiliki bangunan fisik yang memadai dengan ketersediaan alat dan
bahan yang cukup. Dapat dinilai dengan memakai check list saat melakukan supervise rutin
setiap 3 bulan.
- % dari petugas Kesehatan yang mematuhi protokol klinis/teknis, petugas yang member
informasi dengan memakai media KIE.
- Dapat diobservasi dengan menggunakan checklist saat melakukan supervisi
- % dari client yang merasa puas dengan layanan yang diberikan karena merasa dihormati,
dipelakukan dengan ramah dan sopan dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Informasi dapat diperoleh dari: exit interview (interview saat keluar dari tempat layanan)
KELUARGA BERENCANA
PADA SITUASI
KRISIS/DARURAT BENCANA
G
Daftar Isi Materi
DAFTAR ISI
I. DESKRIPSI SINGKAT.........................................................................................130
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN.............................................................131
VII. RANGKUMAN..................................................................................................159
VIII. EVALUASI.........................................................................................................159
IX. REFERENSI.......................................................................................................161
X. LAMPIRAN.......................................................................................................162
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM) KESEHATAN
REPRODUKSI PADA SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA
MATERI 7 :
KELUARGA BERENCANA PADA KRISIS
MATERI 7
KELUARGA BERENCANA PADA SITUASI KRISI KESEHATAN
Keluarga Berencana (KB) memungkinkan pasangan usia subur mengatur jumlah anak yang
diinginkan. Pemakaian metode KB berpotensi untuk menghindari 32% dari semua
kematian Ibu dan hampir 10% kematian anak, sekaligus menurunkan angka kemiskinan
dan kelaparan. Selain itu, penggunaan metode KB berperan terhadap pemberdayaan
perempuan, pendidikan dan stabilitas ekonomi. Terkait dengan risiko kesehatan yang
berhubungan dengan kehamilan, infeksi menular seksual (IMS) termasuk Human
Immunodeficiency Virus (HIV), aborsi tak aman, seks tanpa pelindung dan seks tidak aman
merupakan faktor risiko kedua untuk kecacatan dan kematian pada masyarakat miskin di
dunia. Metode KB merupakan cara yang aman, efektif dan murah untuk disediakan.
Demikian pula dengan tingginya kebutuhan KB pada situasi darurat bencana (Buku
Pedoman Lapangan antar-Lembaga Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Darurat Bencana,
2010).
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini membahas tentang KB pada situasi darurat bencana yang meliputi
pengertian dan tujuan KB dalam Situasi Darurat Bencana, Needs Assessment,
Layanan KB berkualitas tinggi, Perancangan layanan KB, Pengidentifikasian
Kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM), Pelaksanaan Komunikasi, Informasi dan
Edukasi (KIE), Pelaksanaan Pelayanan KB dan Pembuatan Perencanaan Logistik
Kontrasepsi dengan metoda kuliah interaktif, studi kasus, diskusi kelompok, dan role
play.
II. PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari materi ini peserta didik mampu melaksanakan pelayanan KB
pada situasi darurat bencana.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari materi ini peserta didik mampu:
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka digunakan langkah-
langkah sebagai berikut :
Setiap pasangan usia subur memiliki hak untuk memilih metode kontrasepsi, baik
pada kondisi normal maupun pada situasi bencana. Situasi didaerah bencana
merupakan faktor penting yang berpengaruh pada harapan, persepsi kebutuhan dan
permintaan akan pelayanan KB. Para tokoh agama dan tokoh masyarakat juga harus
dilibatkan untuk memastikan bahwa layanan yang diberikan sesuai dengan budaya
setempat. Infrastruktur, nilai-nilai agama, etika, latar belakang budaya dan
kompetensi serta keterampilan tenaga kesehatan dari daerah yang terkena bencana
mempunyai pengaruh penting terhadap pelayanan yang akan dijalankan.
Segera setelah situasi stabil, perempuan (dan pasangan mereka) mungkin ingin
memulai, mengganti atau menghentikan metode kontrasepsi. Sebelum suatu metode
KB digunakan harus dilakukan konseling KB dan harus secara realistis mencerminkan
metode yang ada karena layanan KB lengkap mungkin belum tersedia hingga tahap
selanjutnya dari program.
Jadi pada saat bencana, kita hanya focus untuk menyediakan kontrasepsi bagi
pasangan yang sebelum bencana sudah menggunakan alat KB sebelumnya dan tidak
melakukan seluruh komponen dari program KB pada kondisi normal seperti pencarian
akseptor baru, penyuluhan KB, pelatihan dll seperti pada kondisi normal.
Lihat perbedaan komponen KB antara PPAM saat bencana dan Kesehatan Reproduksi
Komprehensif saat situasi stabil/normal:
Setiap klien KB memiliki hak atas kerahasiaan dan privasi serta untuk secara sukarela
memilih suatu metode KB. Metode kontrasepsi umumnya digunakan oleh perempuan
tetapi laki-laki seringkali sebagai pengambil keputusan dalam keluarga. Oleh karena
itu, para laki-laki tersebut harus menerima informasi yang tepat, dan didorong untuk
mampu berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan berKB. Keterlibatan aktif
ini akan memastikan bahwa pengambilan keputusan ber-KB merupakan tanggung
jawab bersama, sehingga akan tercapai hasil yang maksimal.
POINT PENTING
Masalah dan kekhawatiran mengenai KB pada situasi darurat bencana mencakup:
Perpisahan keluarga.
Kewenangan perempuan untuk mengontrol kesuburan mungkin terkikis oleh
perubahan sosial
Lakukan diskusi dengan para laki-laki, perempuan (Termasuk para tokoh, penyedia
pengobatan tradisional, dukun bayi), remaja dan organisasi setempat, guna
memperoleh saran mengenai lokasi penyelenggaraan layanan, waktu pelayanan
kesehatan, tingkat privasi dan kerahasiaan yang diperlukan untuk memastikan
penggunaan layanan secara maksimal serta dapat diterima. Diskusi dapat
dilakukan untuk laki-laki secara terpisah dari para perempuan, tergantung pada
budaya dan norma-norma setempat Focus Group Discussion (FGD).
seperti diapotik atau lokasi lain. Perkecualian adalah untuk metode-metode yang
memerlukan prosedur pembedahan yang tidak tersedia di tempat layanan
konsultasi (Misalnya sterilisasi sukarela). Terapkan suatu sistem rujukan untuk
klien yang memilih metode KB, yang memerlukan prosedur pembedahan.
Seperti halnya semua layanan Kespro, semua orang yang terlibat dalam
pemberian layanan KB harus menghormati pendapat dan pilihan klien. Guna
memastikan penggunaan kontrasepsi yang berkesinambungan dan meningkatkan
penerimaan layanan KB, penyedia layanan harus berjenis kelamin sama dengan
klien, memiliki latarbelakang budaya yang sama dengan klien, serta memiliki
keterampilan berkomunikasi yang kuat.
Kompetensi Teknik
Tenaga kesehatan harus memiliki pengetahuan mengenai hal-hal berikut:
1. Metode kontrasepsi termasuk cara penggunaan metode secara benar,
keuntungan, kerugian metode serta efektivitas metode.
2. Cara kerja, efek samping, penanganan efek samping, komplikasi, serta tanda-
tanda bahaya.
3. Instruksi untuk penggunaan atau cara pemakaian
Keterampilan Administratif
Keterampilan administratif mencakup penyimpanan catatan, pengendalian
inventaris, dan pengawasan distributor berbasis masyarakat. Tekankan pada
keterampilan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas ini, mengapa
keterampilan ini penting, dan bagaimana serta kapan tugas-tugas tersebut harus
dikerjakan.
Pada beberapa metode KB seperti pil, kondom dan suntik, klien harus memiliki
kontak berulang dengan penyedia pelayanan distribusi berbasis masyarakat atau
Bidan untuk memperoleh kontrasepsi. Ketika pengguna telah terbiasa dengan
suatu metode, kunjungan lanjutan dapat ditentukan sendiri oleh pengguna.
Sesering apapun frekuensi kunjungan lanjutan, klien harus diyakinkan mengenai
akses segera jika ia mengalami kesulitan. Ketika mengatur kunjungan lanjutan,
penyedia layanan KB harus peka terhadap kemampuan membaca klien dan
menggunakan alat bantu yang sesuai untuk memastikan bahwa informasi yang
disampaikan dipahami oleh klien.
Diagnosa Kehamilan
Diagnosa kehamilan sangat penting karena seorang penyedia pelayanan KB tidak
boleh memberikan metode KB kepada klien yang sedang hamil. Kemampuan
untuk mendiagnosa kehamilan fase awal akan bervariasi tergantung pada sumber
daya dan kondisi. Tes kehamilan yang dapat diandalkan akan sangat berguna
tetapi mungkin tidak tersedia. Pemeriksaan dalam, jika dilakukan oleh penyedia
layanan yang terampil akan memberikan hasil yang dapat diandalkan dalam
rentang waktu 8-10 minggu sejak hari pertama periode menstruasi terakhir. Jika
tak satu pun dari kedua pilihan tersebut dapat dilakukan, daftar periksa di
halaman berikut ini dapat digunakan oleh penyedia layanan, untuk meyakinkan
bahwa klien tidak sedang hamil.
G. Metode KB
Penyedia pelayanan KB harus mampu menjelaskan karakteristik setiap metode KB,
cara penggunaan, efektivitas, keamanan dan efek samping. Penyedia pelayanan
KB harus tahu bagaimana metode tersebut mempengaruhi penularan IMS dan
HIV, kecocokan untuk klien yang memiliki kebutuhan khusus (Seperti klien dengan
AIDS dan ibu menyusui) serta lama waktu antara penghentian metode KB dan
kembalinya kesuburan. Pastikan bahwa penyedia memiliki pengetahuan untuk
semua metode KB yang tersedia di tempatnya dan mampu menggunakan
informasi itu sesuai dengan tujuan reproduksi dari setiap klien.
Metode Kesuburan
Pemakaian metode kesuburan yang efektif mengharuskan perempuan
mengetahui cara mengidentifikasi waktu awal/mulai dan akhir masa subur dalam
siklus menstruasinya. Metode ini mencakup metode yang sesuai pada gejala-
gejala kesuburan, seperti mengukur suhu tubuh basal atau sekresi serviks harian
(Metode dua hari) atau metode yang didasarkan pada kalender yang dicatat setiap
hari dalam siklus menstruasi (Metode Hari Standar). Pemakaian metode ini
mengharuskan adanya kerjasama dari pasangan. Metode kesuburan cocok,
khususnya, untuk orang-orang yang tidak ingin menggunakan metode-metode
lain, karena alasan medis, alasan keagamaan atau keyakinan pribadi. Penyedia
layanan harus memberitahukan kepada pasangan bahwa metode ini tidak
melindungi mereka dari IMS, termasuk infeksi HIV, dan karena efektivitasnya yang
rendah maka metode ini tidak cocok jika kehamilan merupakan suatu risiko yang
tak bisa diterima untuk kesehatan ibu.
Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal mengandung progestogen saja atau dikombinasikan dengan
estrogen untuk mencegah seorang perempuan berovulasi. Kontrasepsi ini mudah
diperoleh, sangat efektif dan mudah digunakan. Terdapat beberapa cara
pemberian (Oral/diminum, disuntikkan, susuk). Ketika seorang perempuan
memilih metode hormonal, ia harus mendapat konseling mengenai pemakaian
kontrasepsi yang benar, apa yang perlu dilakukan jika ada dosis yang terlewat dan
efek samping yang mungkin ditemui seperti perubahan dalam pola menstruasi.
Tabel 7.1
Perbandingan Metode Hormonal
Membandingkan Metode Hormonal yang Diberikan
Secara Oral dan Diaplikasikan secara Lokal
Karakteristik Kontrasepsi Kontrasepsi Patch Kombinasi Ring Vagina
Oral Progestogen saja Kombinasi
Kombinasi (POP, Mini Pil)
(COC, Pil)
Metode Pil dikonsumsi Pil dikonsumsi Patch digunakan Ring
Penggunaan secara oral. secara oral. di lengan bagian dimasukkan
Aman untuk ibu luar atas, di ke dalam
menyusui dan punggung, perut vagina.
bayinya. atau bokong –
tidak di payudara.
Mengandung Dosis rendah Dosis Melepas 2 Terus
2 hormon – progestogen hormon secara menerus
progestogen yang sangat terus menerus- melepas 2
dan estrogen. rendah. progestogen dan hormon –
estrogen. progestogen
dan estrogen
Frekuensi Setiap hari Setiap hari, tidak Mingguan: patch Bulanan: ring
Pemakaian selama 21 hari, ada masa diganti setiap dibiarkan
diikuti oleh istirahat antara minggu selama 3 selama 3
masa istirahat paket. minggu. Tidak minggu dan
atau pil tanpa memakai patch dilepas saat
hormon selama di minggu minggu
7 hari. keempat. keempat
Efektivitas (Angka Bergantung Bergantung pada Memerlukan Bergantung
kehamilan ketika pada kemampuan perhatian klien pada
digunakan secara kemampuan klien untuk sekali setiap kemampuan
umum) klien untuk meminum satu minggu. Angka klien untuk
meminum satu pil setiap hari ektifivitasnya mempertahan
pil setiap hari pada waktu yang sedang diteliti. kan ring tetap
dengan sama. Mungkin lebih di tempatnya
penggunaan Menyusui: efektif dari pil. sepanjang
secara umum, Sekitar 1 hari, tidak
sekitar 8 kehamilan per mengeluarkan
kehamilan 100 ibu selama nya lebih dari 3
per100 tahun pertama. jam setiap kali.
perempuan Tidak menyusui: Angka
selama tahun sekitar 3 sampai efektivitas
pertama. 10 kehamilan masih diteliti.
per100 Mungkin lebih
perempuan efektif dari
selama tahun pada pil.
pertama.
Pola Menstruasi Biasanya Biasanya, pada Serupa denga Serupa
menstruasi ibu menyusui, pil pil, tetapi dengan pil,
Rata-rata Waktu Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Tunggu Hingga
Hamil Setelah
Menghentikan
Penggunaan
Metode
Privasi Tidak ada tanda Tidak ada tanda Patch mungkin Beberapa
fisik dari fisik dari terlihat oleh pasangan bias
pemakaian pemakaian pasangan atau merasakan
tetapi orang tetapi orang orang lain keberadaan
lain mungkin lain mungkin ring
menemukan menemukan
pilnya pilnya
Pertimbangan lain Persetujuan Persetujuan lisan Persetujuan Persetujuan
lisan dan dan konseling lisan plus lisan plus
konseling KB KB mengenai konseling KB konseling KB
mengenai bagaimana cara mengenai mengenai
penjelasan cara menggunakan pil bagaimana cara bagaimana
menggunakan menggunakan cara dan
pil patch dan kapan
rotasinya memasang
dan melepas
ring
Keterampilan Terlatih untuk konseling ABPK (Alat Bantu Pengambil Keputusan) ber-
Penyedia Layanan KB
Tabel 7.2
Perbandingan Metode KB Suntik
Karakteristik Dmpa Net-En Suntik Bulanan
Metode Suntikan intramuskular Suntikan IM setiap Suntikan IM setiap 1
Penggunaan (IM) atau subkutan (SK) 2 bulan tahun.
setiap 3 bulan.
Mengandung Progestogen – depot Progestogen – Dua hormon:
medroksiprogesteron noretisteron progestogen dan
acetate eranthate estrogen.
Batas waktu Sampai 2 minggu terlalu Sampai 2 minggu Sampai 7 hari terlalu
untuk cepat atau 4 minggu terlalu cepat atau 2 cepat atau 7 hari
mengulang terlambat minggu terlambat. terlambat.
suntikan agar
efektif jika
klien datang
terlalu awal
atau
terlambat.
Teknik Suntikan intramusukular Suntikan IM yang Suntikan IM yang
Penyuntikan (IM) yang dalam di pinggul, dalam di pinggul, dalam di pinggul,
lengan atas atau bokong. lengan atas atau lengan atas, bokong
Suntikan subkutan (SK) bokong. atau paha luar.
DMPA tersedia dalam spuit
uniject. Suntikan Mungkin sedikit
IM dan SK harus diberikan lebih nyeri
sebagaimana dimaksud: dibandingkan
jika tidak maka tidak akan DMPA.
sepenuhnya efektif.
Tabel 7.3
Perbandingan KB Implant
Karakteristik Norplant Norplant Jadelle/Sino- Implanon
Implant (III)
Metode 6 kapsul disisipkan di 2 batang disisipkan di bawah 1 batang disisipkan di
Penggunaan bawah kulit kulit bawah kulit
Mengandung Levonorgestrel Levonorgestrel Etonogestrel
Progestogen
Efektivitas Kehamilan akan terjadi Kehamilan akan terjadi hanya Kehamilan akan terjadi
(Angka hanya pada 5 dari pada 5 per 10.000 perempuan pada hanya 5 per
kehamilan dalam 10.000 perempuan yang yang menggunakan susuk Pada 10.000
tahun pertama memakai susuk perempuan > 80 kg, metode perempuan yang
penggunaan) Pada perempuan ini menjadi kurang efektif menggunakan susuk.
berbobot 70-79 kg, setelah 4 tahun pemakaian.
metode ini menjadi Berat badan tidak
kurang efektif setelah 5 diketahui memiliki
tahun pemakaian. Pada dampak terhadap
perempuan dengan efektivitas.
bobot > 80 kg, metode
menjadi kurang efektif
setelah 4 tahun
pemakaian.
Pola Menstruasi Dalam beberapa bulan pertama menstruasi lebih ringan Pengguna implanon
dan lebih pendek atau menstruasi menjadi tidak teratur lebih mungkin
dan berlangsung lebih dari 8 hari atau menstruasi jarang mengalami menstruasi
atau tidak ada. yang jarang atau Justru
Setelah sekitar satu tahun menstruasi lebih ringan dan tidak menstruasi.
lebih pendek, menstruasi tidak teratur dan jarang.
Jika seorang perempuan mengalami IMS baru setelah pemasangan IUD, ia tidak
secara khusus berisiko terkena PRP akibat IUD. Ia bisa terus menggunakan IUD
ketika ia sedang diobati untuk IMS. Pengangkatan IUD tidak ada manfaatnya dan
dapat membuat klien menanggung risiko kehamilan yang tidak diinginkan. Klien
harus dikonseling mengenai pemakaian kondom dan strategi lain untuk
menghindari tertular IMS.
Tabel 7.5
Perbandingan IUD
Membandingkan IUD
Karakteristik IUD dengan tembaga IUD Levonorgestrel
Pemasangan Memerlukan pelatihan Memerlukan pelatihan
spesifik tetapi lebih mudah spesifik dan unik, teknik
untuk memasang IUD ini pemasangan lebih sulit.
dibandingkan dengan IUD Klien mungkin mengalami
levonorgestrel lebih banyak rasa tak enak,
nyeri dan mual atau muntah
pada saat pemasangan
dibandingkan dengan IUD
dengan tembaga.
Biaya Lebih murah Lebih mahal
Pertimbangan lain Konseling KB, persetujuan lisan dan tertulis. Menyediakan
penjelasan mengenai bagaimana mengecek benang kepada
klien yang ingin melakukannya
Kontrasepsi Darurat
Dua metode kontrasepsi darurat yang digunakan adalah:
Pil kontrasepsi darurat
IUD tembaga
Pil kontrasepsi darurat dapat mencegah kehamilan yang tidak diinginkan jika
digunakan dalam jangka waktu lima hari (120 jam) setelah seks tanpa pelindung.
Kontrasepsi darurat harus digunakan sesegera mungkin setelah hubungan seksual
tanpa pelindung dilakukan. Kontrasepsi darurat paling efektif ketika langsung
digunakan tetapi masih bisa efektif ketika digunakan lima hari setelah seks tanpa
pelindung.
Tabel 7.6
Sediaan Pil Kontrasepsi Darurat
ATURAN PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI DARURAT
a) Levonorgestrel: 1.5 mg Levonorgestrel dalam dosis tunggal (ini adalah sediaan yang
direkomendasikan karena lebih efektif dengan efek samping yang lebih sedikit);
atau
b) Kalau pilihan pertama tidak tersedia dapat menggunakan pil KB yang ada di
puskemas/klinik dengan menggunakan pil kombinasi estrogen - progestogen
(metode Yuzpe):
Kontrasepsi darurat tidak boleh diberikan jika telah terjadi kehamilan. Kontrasepsi
darurat dapat diberikan ketika status kehamilan tidak jelas dan tes kehamilan
tidak tersedia karena tidak ada bukti bahwa kontrasepsi darurat akan
membahayakan ibu atau kehamilan yang sudah ada. Gunakan daftar periksa
kehamilan untuk mengetahui kemungkinan hamil sebelum memberikan
Kontrasepsi darurat.
Sebuah IUD yang mengandung tembaga dapat dipasang dalam jangka waktu
hingga lima hari setelah melakukan hubungan seks tanpa pelindung, sebagai
kontrasepsi darurat. Jika waktu ovulasi dapat diperkirakan, IUD yang mengandung
tembaga dapat dipasang lebih dari lima hari setelah hubungan seks tanpa
pelindung dilakukan, selama pemasangan tidak terjadi lebih dari lima hari setelah
ovulasi. Pilihan ini mungkin baik bagi para perempuan yang ingin menggunakan
IUD untuk seterusnya. Metode ini lebih efektif untuk mencegah kehamilan
dibandingkan dengan kontrasepsi darurat. Pastikan bahwa klien memenuhi syarat
untuk pemasangan IUD. Jika IUD dipasang sebagai kontrasepsi darurat setelah
pemerkosaan, pastikan bahwa pengobatan IMS presumtif (Berdasarkan dugaan)
perlu diberikan.
Inform Concent dari calon klien. Pembedahan dilakukan oleh dokter umum
terlatih dan dokter umum atau kebidanan dengan menggunakan peralatan yang
memadai.
KB Pasca Persalinan
Seorang perempuan terlindung dari kehamilan selama periode nifas jika:
1. Perempuan tersebut menyusui secara penuh (bayi hanya menerima ASI atau,
sesekali, sejumlah vitamin tambahan, air, jus atau nutrien lain) atau hampir
secara penuh (lebih dari tiga perempat konsumsi bayi adalah ASI); dan
2. Belum mengalami menstruasi lagi; dan
3. Masa nifas belum enam minggu setelah persalinan
Metode ini disebut metode amenore laktasi. Efektivitasnya, sebagai metode yang
sering dipakai, adalah dua kehamilan per100 perempuan pada enam bulan
pertama. Setelah persalinan. Lakukan konseling kepada perempuan yang
menggunakan metode ini untuk juga menggunakan metode KB lain ketika mereka
mendekati bulan keenam masa nifas atau ketika salah satu dari kriteria diatas
berubah.
setelah persalinan untuk ibu menyusui dan segera setelah melahirkan untuk
ibu yang tidak menyusui.
Metode kombinasi (Pil dan Suntikan): dapat dimulai enam bulan setelah
persalinan untuk ibu menyusui dan enam minggu setelah melahirkan untuk
ibu tidak menyusui.
Metode alami (Metode Hari Standar): dapat dimulai ketika klien telah
mengalami siklus menstruasi teratur kembali.
KB untuk ODHA
Dorong pemakaian kondom untuk semua orang HIV positif dalam upaya
melindungi mereka dari IMS dan untuk mencegah penularan HIV kepada pasangan
seksualnya. Jika seorang perempuan HIV positif memerlukan perlindungan
terhadap kehamilan yang lebih efektif, ia dapat menggunakan sebagian besar
metode kontrasepsi lain selain kondom, dengan pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut :
1. IUD tidak boleh dipasang pada klien perempuan yang mengalami infeksi
Gonorhea atau Klamidia atau jika ia memiliki risiko sangat tinggi tertular infeksi-
infeksi ini. Klien perempuan HIV positif yang secara klinis dalam keadaan sehat
(baik yang sedang menjalani Terapi Antiretro Viral (ARV) atau tidak) dapat
menggunakan IUD.
2. Jika seorang perempuan sedang mengkonsumsi Rifampicin untuk pengobatan
tuberkulosis, ia tidak boleh menggunakan pil KB, patch kombinasi, ring
kombinasi atau susuk karena efektivitas kontrasepsi mungkin akan berkurang.
3. Spermisida, baik secara tersendiri maupun dalam kombinasi, tidak boleh
digunakan untuk perempuan yang tertular HIV atau menderita AIDS.
4. Klien perempuan yang sedang menjalani ARV dan menggunakan metode
hormonal disarankan untuk menggunakan kondom juga karena sejumlah obat
ARV mengurangi efektivitas metode hormonal.
VII. RANGKUMAN
KB bukan bagian dari PPAM tapi pastikan supplai dasar tersedia untuk akseptor KB
lanjutan/yang sudah memakai alat KB sebelum terjadi bencana agar tidak terputus.
Perlunya memastikan adanya berbagai metode pilihan Kontrasepsi. Unsur pemberian
layanan KB yang harus diperhatikan dalam situasi krisis; 1) Penilaian kebutuhan dan
sumber daya, 2) Supply dan logistik, 3) Standard dan protokol pelayanan, 4) Lokasi
pemberian layanan, dan 5) Sumber Daya Manusia: Pelatihan dan Supervisi.
VIII. EVALUASI
LAMPIRAN
10 menit
1. Demonstrasi Kondom
Secara bergilir demonstrasikan bagaimana menggunakan kondom laki-laki dan
perempuan
2. Diskusikan 15 menit
Bagaimana anda memastikan bahwa kondom tersedia pada fase awal krisis di
tempat anda?
Bagaimana anda memonitor pengambilan kondom?
Dengan menggunakan rumus di bawah ini, hitung berapa banyak kondom yang
harus dipesan untuk penduduk sejumlah 30,000 selama 3 bulan.
1. Asumsikan bahwa 20% dari penduduk adalah laki-laki yang aktif secara seksual
2. 20% dari mereka memakai kondom
3. Tiap pengguna kondom membutuhkan 12 kondom per bulan
4. Tambahkan 20% untuk cadangan
Catatan:
PESAN PENTING
- Jangan memesan kondom perempuan dalam kondisi darurat jika populasi belum
pernah terpapar dengan kondom perempuan.
- Kondom dapat tersedia dengan berbagai cara, tapi koordinator Kespro dan Seksual
harus kreatif dan memikirkan juga sensitivitas budaya setempat. Mereka harus
berdiskusi dengan para remaja laki-laki dan perempuan (Secara terpisah) dan
menanyakan pada mereka dimana tempat terbaik untuk mengambil kondom jika
masyarakat membutuhkannya.
- Penting untuk untuk mencatat berapa banyak kondom yang didistribusikan. Cek setiap
minggu berapa banyak kondom diambil dari tempat distribusi.
Jawaban
2. Diskusi
Pesan penting apa yang harus diberikan kepada pasien?
Mohon hadir di
Klinik Mawar
Tel: 456 834
Jam buka
Senin 9.00 pagi– 3.00 sore
Selasa 9.00 pagi– 3.00
sore
Rabu 9.00 pagi– 3.00 sore
Jumat 9.00 pagi– 1.30 sore
Catatan:
PENCEGAHAN DAN
PENANGANAN KEKERASAN
SEKSUAL BERBASIS GENDER
PADA SITUASI
KRISIS/DARURAT BENCANA
H
Daftar Isi Materi 8
DAFTAR ISI
I. DESKRIPSI SINGKAT...........................................................................................171
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN.............................................................173
VII. RANGKUMAN..................................................................................................197
VIII. EVALUASI.........................................................................................................197
X. LAMPIRAN.......................................................................................................201
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM) KESEHATAN
REPRODUKSI PADA SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS
GENDER
MATERI 8
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL
BERBASIS GENDER PADA KRISIS KESEHATAN
Kekerasan Seksual berbasis gender dalam situasi bencana merupakan salah satu topik
yang akan dipelajari dalam Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) pada situasi
bencana. Situasi bencana merupakan situasi yang tidak pernah dapat diperkirakan
sebelumnya. Ketika bencana terjadi, perempuan dan anak-anak merupakan kelompok
yang sangat beresiko untuk mengalami kekerasan seksual.
I. DESKRIPSI
Modul ini membahas tentang pencegahan dan penanganan kekerasan sesual berbasis
gender/Seksual Gender Basic Violence (SGBV) dalam situasi bencana yang meliputi:
definisi, alasan pentingnya SGBV, keterkaitan antara SGBV dan pelanggaran hak asasi
manusia penanggung jawab SGBV, akar masalah, faktor resiko dan konsekuensi dari
SGBV, klien yang beresiko, pelaku, waktu terjadinya situasi dan kondisi yang beresiko,
alasan tidak dilaporkan, pemantauan, tindakan pencegahan dan respon pada SGBV
yang membutuhkan tindakan yang terkoordinasi dan multisektor. dan mekanisme
penanganan kasus kekerasan seksual serta pedoman prinsip dalam penanganan SGBV
dalam situasi bencana.
II. TUJUAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa mampu mengidentifikasi pencegahan
kekerasan berbasis gender pada situasi bencana.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa mampu:
a. Menguraikan definisi kekerasan seksual berbasis gender
b. Mengidentifikasi tindakan yang termasuk kekerasan seksual
c. Menjelaskan alasan pentingnya SGBV, keterkaitan antara SGBV dan
pelanggaran hak asasi manusia
IV.BAHAN MATERI
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 5 JPL @ 50 menit (T=1 JPL,
P= 4 JPL). Untuk memudahkan proses pelatihan, digunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Dosen memperkenalkan diri (5 menit)
b. Dosen menyampaikan tujuan pembelajaran secara umum dan khusus (5
menit)
c. Dosen memutar film/menyajikan gambar-gambar tentang situasi darurat
bencana serta kekerasan seksual yang terjadi (15 menit).
d. Dosen menggali pengalaman mahasiswa tentang kekerasan seksual berbasis
gender (15 menit)
e. Dosen menjelaskan tentang kekerasan seksual berbasis gender (90 menit).
f. memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk membahas kasus tentang
kekerasan seksual berbasis gender secara berkelompok (30 menit)
g. Dosen meminta mahasiswa untuk mempresentasikan analisis kasus yang
diberikan (90 menit)
d. Langkah 4 :
Penyajian dan pembahasan hasil pendalaman pokok bahasan dikaitkan
dengan situasi darurat bencana.
1. Kegiatan Dosen
a) Meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusi
b) Memimpin proses tanggapan (tanya jawab)
c) Memberikan masukan khususnya dikaitkan dengan situasi dan kondisi
di daerah kerja
d) Merangkum hasil diskusi
2. Kegiatan Peserta
a) Mengikuti proses penyajian kelas
b) Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh dosen
VI.URAIAN MATERI
Istilah ‘kekerasan berbasis gender’ kerap digunakan secara bergantian dengan istilah
‘kekerasan terhadap perempuan’ dan ‘kekerasan berbasis gender dan seksual’. Istilah
‘kekerasan berbasis gender; menyoroti dimensi gender dari kekerasan tersebut;
dengan kata lain, hubungan antara status perempuan yang lebih rendah dalam suatu
masyarakat danmakin besarnya kemungkinan terjadi kekerasan terhadap mereka.
Namun, penting untuk diingat bahwa pria dan anak laki-laki juga bisa menjadi
korban/penyintas kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual, terutama
ketika mereka mengalami penyiksaan dan/atau penahanan. Kekerasan berbasis gender
termasuk:
• Kekerasan seksual, di antaranya perkosaan, pelecehan seksual, ekspolitasi
seksual dan prostitusi
• Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
• Kawin paksa dan kawin muda
• Kekerasan fisik
• Kekerasan psikis
• Kekerasan ekonomi
• Praktek-praktek tradisional yang membahayakan seperti mutilasi alat genital
perempuan/ sunat perempuan dll.
Kekerasan berbasis gender terjadi dalam berbagai bentuk dan cakupan di berbagai
budaya, negara dan wilayah. Kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam situasi
darurat kemanusiaan umumnya jarang dilaporkan, akan tetapi kekerasan ini telah
banyak didokumentasikan selama terjadinya krisis kemanusiaan.
Konsekuensi kekerasan berbasis berbasis gender bisa terjadi sebagai akibat langsung
dari tindakan kekerasan atau bisa juga sebagai akibat dari efek jangka panjang:
Konsekuensi fisik
Ada beragam mulai dari luka ringan sampai luka berat yang menimbulkan
kematian atau cacat permanen; kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi tidak
aman dan komplikasi; hasil kehamilan yang tidak baik, termasuk keguguran,
berat badan lahir rendah dan kematian janin; infeksi penularan seksual,
termasuk HIV; penyakit radang panggul, ketidaksuburan, sindrom nyeri kronis;
infeksi saluran kemih.
• Konsekuensi psikologis termasuk:
gelisah, gangguan stres pasca trauma (PTSD/Post Trauma Stress Disorder);
depresi; perasaan rendah diri; tidak mampu mempercayai orang lain, takut,
peningkatan penyalahgunaan dan penggunaan obat-obatan; gangguan tidur;
sulit makan; disfungsi seksual; dan bunuh diri.
• Kekerasan berbasis gender juga sangat besar dampaknya pada kesehatan sosial
individu dan komunitas dalam hal stigma, isolasi dan penolakan (termasuk oleh
suami dan keluarga); kehilangan potensi pendapatan bagi perempuan;
gangguan pendidikan pada remaja; dan pembunuhan (misalnya pembunuhan
karena harga diri atau pembunuhan bayi perempuan).
Pada situasi bencana terjadi peningkatan risiko kekerasan berbasis gender karena:
a. Sistem perlindungan sosial terganggu: keluarga yang terpisah, sistem keamanan
di lingkungan tempat tinggal yang tidak berjalan.
b. Lemahnya aturan keamanan dan keselamatan pada saat terjadi konflik.
c. Eksploitasi seksual
Setiap upaya menyalahgunakan terhadap seseorang yang posisinya rentan, berbeda
kekuasaan atau kepercayaan, untuk tujuan seksual, tetapi tidak terbatas pada upaya
untuk menghasilkan keuntungan secara keuangan, sosial atau politik dari eksploitasi
seksual orang lain. (Lihat juga “pelecehan seksual)
Fokus penanganan kekerasan seksual dalam Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM)
adalah pencegahan perkosaan, penyediaan perawatan medis bagi mereka yang
selamat dari perkosaan dan menjamin ketersediaan layanan psikososial mendasar.
Setelah situasi stabil dan seluruh komponen PPAM dilaksanakan, perhatian dapat
diarahkan pada pencegahan kekerasan berbasis gender dalam lingkup yang lebih
luas, termasuk kekerasan rumah tangga, pernikahan dini dan/atau yang dipaksakan,
mutilasi/pemotongan alat kelamin wanita, perdagangan wanita, gadis dan anak laki-
laki dan lain-lain.
Pada kondisi bencana, difokuskan pada kekerasan seksual karena:
1. Kekerasan seksual mengancam jiwa secara segera dan memiliki dampak
panjang
2. Kekerasan seksual memiliki konsekuensi negatif yang serius pada semua
tingkat
3. Respon efektif pada kekerasan seksual dapat mencegah kekerasan lebih
jauh
4. Pencegahan dan respon pada kekerasan seksual adalah bagian dari
standard minimum bidang kemanusiaan (SPHERE & PPAM)
Dalam situasi di mana kekerasan seksual terjadi di antara individu yang
seringkali bertemu, seperti anggota keluarga, mungkin diperlukan strategi
perlindungan tambahan.
Banyak prinsip hak asasi manusia yang dimuat di dalam instrumen hak asasi manusia
internasional menjadi pedoman bagi perlindungan dari kekerasan berbasis gender.
Prinsip-prinsip ini termasuk hak-hak bagi:
Kehidupan, kemerdekaan dan keamanan manusia
Hak ini terancam ketika seseorang diperkosa atau mengalami mutasi alat genital
perempuan/sunat perempuan/female genital mutilation (FGM);
Standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang dapat dicapai
Hak ini terhambat jika seseorang ditolak aksesnya untuk mendapatkan pelayanan
medis yang semestinya setelah mengalami perkosaan;
Bebas dari penyiksaan atau kekejaman, serta hukuman atau perlakuan yang tidak
manusiawi atau merendahkan
FGM/sunat perempuan, perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga yang sangat
buruk, serta penolakan akses layanan aborsi yang aman bagi perempuan yang
hamil karena perkosaan dan perdagangan manusia, merupakan suatu bentuk
penyiksaan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan;
Bebas dari semua bentuk diskriminasi
Hak ini akan terhalang jika undang-undang gagal melindungi perempuan dan anak
perempuan dari kekerasan berbasis gender dan/atau jika mereka harus ditemani
oleh suami atau ayah untuk mendapatkan pelayanan medis akibat perkosaan.
Semua bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan diskriminasi terhadap
mereka;
Memasuki perkawinan dengan persetujuan penuh dan bebas serta pemberian
hak-hak yang setara dalam perkawinan, selama perkawinan dan saat perceraian
kawin paksa merupakan pelanggaran hak ini;
Ini adalah gambar pohon SGBV. Pohon ini memiliki akar, batang dan cabang.
Cabang menunjukkan contoh SGBV, batang menunjukkan faktor yang
berkontribusi dan akar menunjukkan akar masalah atau penyebab yang
mendasari.
Akar penyebab semua bentuk SGBV tergantung pada sikap dan praktek
masyarakat dalam diskriminasi gender – peran, tanggung jawab, pembatasan,
hak istimewa dan kesempatan yang didapat individual berdasarkan jender.
Mengatasi akar masalah melalui kegiatan pencegahan membutuhkan tindakan
berkesinambungan dan jangka panjang dan perubahan terjadi dengan lambat
setelah priode waktu yang lama.
Faktor yang berkonstribusi adalah faktor menyebabkan GBV tetap ada atau
meningkatkan resiko SGBV dan mempengaruhi tipe dan tingkat SGBV pada
situasi apa saja. Faktor yang berkontribusi tidak menyebabkan SGBV meskipun
diasosiasikan dengan beberapa tindakan SGBV. Beberapa contoh:
penyalahgunaan alkohol atau obat adalah faktor yang berkontribusi, tapi tidak
semua pemabuk atau pecandu obat memukul istri mereka atau memperkosa
wanita.
Perang, pengungsian dan kehadiran penyerang bersenjata adalah semua faktor
yang berkontribusi, tapi tidak semua tentara memperkosa perempuan sipil.
Kemiskinan adalah faktor yang berkontribusi, tapi tidak semua wanita dan gadis
miskin akan dieksploitasi secara sexual atau menjadi pekerja seks.
Banyak faktor yang berkontribusi dapat dihapuskan atau dikurangi secara nyata
melalui kegiatan pencegahan.
Situasi apa yang membuat wanita dan gadis beresiko mengalami kekerasan
seksual?
Telah ditunjukkan bahwa wanita tanpa dokumentasi pribadi untuk mengumpulkan
jatah makanan atau material tempat berteduh sangat rentan, karena mereka
bergantung pada pria untuk kelangsungan hidup mereka sehari-hari dan dapat
dipaksa melakukan hubungan seksual guna mendapatkan bahan-bahan pokok ini.
Juga telah ditunjukkan bahwa apabila pria (sesama pengungsi internal atau pelaku
kemanusiaan) bertanggung-jawab menyebarluaskan makanan dan barang pokok
lain, maka wanita dapat mengalami eksploitasi seksual, yaitu mereka mungkin akan
dipaksa melakukan hubungan seksual bagi pria dalam upaya mendapatkan
kebutuhan untuk kelangsungan hidup mereka.
Wanita dan gadis mungkin harus mengadakan perjalanan ke tempat distribusi yang
jauh untuk mendapatkan makanan, kayu bakar untuk memasak, bahan bakar dan
air. Tempat hidup mereka mungkin jauh dari kamar kecil dan fasilitas cuci. Tempat
untuk mereka tidur mungkin juga tidak terkunci dan tidak terlindung. Penerangan
mungkin kurang baik. Kamar kecil dan fasilitas cuci pria dan wanita mungkin tidak
dipisahkan. Semua situasi ini membuat wanita rentan terhadap serangan atau
perlakuan kejam.
Kurangnya perlindungan dari polisi dan tidak adanya hukum yang berlaku juga
memberi kontribusi pada meningkatnya kekerasan seksual. Petugas polisi, personil
militer, pekerja kemanusiaan, pengurus kamp atau pejabat pemerintah lain
mungkin saja terlibat dalam tindakan penyalahgunaan atau eksploitasi. Apabila
tidak ada organisasi independen, seperti UNHCR atau LSM, untuk menjamin
keamanan pribadi di dalam kamp, maka jumlah insiden seringkali meningkat. Yang
penting adalah pejabat pelindung wanita tersedia karena seringkali wanita dan
gadis lebih merasa nyaman apabila melaporkan soal perlindungan dan insiden
kekerasan kepada sesama wanita.
Perlindungan
Perlindungan terhadap korban kekerasan harus dilakukan secara langsung
yang memberi jaminan secara fisik bagi korban. Semua tindakan harus
ditujukan untuk menolong penyintas dan menghargai keinginannya.
Identitas penyintas dan semua informasi harus dijaga kerahasiaannya. Para
petugas kesehatan harus memberikan keleluasaan pribadi pada penyintas,
menghindarkan penyintas dari tekanan-tekanan dan kesendirian serta
mendapatkan persetujuan tindakan dari penyintas. Jika insiden baru saja
terjadi, pelayanan medis mungkin diperlukan. Korban harus
ditemani/diantar ke fasilitas kesehatan yang tepat. Jika korban
menghendaki, dapat menghubungi polisi.
Pendidikan
Kehidupan di pengungsian dapat menjurus kearah terganggunya struktur
tradisi sosial, frustasi, kebosanan, penyalahgunaan minuman keras dan
obat-obatan terlarang, dan perasaan ketidakberdayaan yang dapat
menimbulkan agresi dan kekerasan seksual. Oleh karena itu, kegiatan
pendidikan harus tetap dilaksanakan. Catatan: kalo di buku putih kespro
bagi pengungsi halaman 60, tidak hanya pendidikan yang harus
ditingkatkan, tetapi juga rekreasi dan peningkatan pendapatan melalui
penciptaan lapangan kerja harus ditingkatkan.
Manajemen camp
Manajemen camp/barak/tenda: mengatur tempat tinggal khusus bagi
perempuan tanpa pendamping, anak-anak perempuan dan perempuan
sebagai kepala keluarga; menyediakan penerangan yang cukup di jalan-
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)
KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI
TANGGAP DARURAT BENCANA)
1
MATERI 8 :
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS
GENDER
jalan yang dilalui pada malam hari; barak pengungsian dibangun dengan
desain memadai yang menjamin secara fisik para pengungsi; mencegah
pengungsi tinggal bersama dalam satu ruangan dengan pengungsi lain yang
bukan keluarganya
Kelompok masyarakat
Kelompok masyarakat: menyediakan petugas ronda yang selalu berkeliling
Kesehatan
Kesehatan: memastikan petugas kesehatan memiliki jenis kelamin yang
sama pada setiap pemeriksaan medis. Dalam melakukan pemeriksaan fisik,
penyintas harus dipersiapkan dan jika ingin didampingi oleh anggota
keluarga atau teman, dapat diperbolehkan. Kerahasiaan sangat diperlukan.
Petugas yang menangani penyintas harus peka, bijaksana/hati-hati dan
penuh pengertian dan dapat berempati.
Layanan masyarakat
Polisi/keamanan
b. Memantau jumlah mereka yang selamat dari kekerasan seksual yang mencari
dan mendapatkan perawatan kesehatan (pelaporan tanpa mencantumkan nama
sangatlah penting)
c. Pasokan mana yang diperlukan atau Kit Kesehatan Reproduksi Antar-Lembaga
mana yang dapat dipesan untuk menangani persoalan ini?
d. Kit yang perlu disiapkan adala Kit 3 ((Kit pasca perkosaan dadu) dan kit 9 (Kit
pemeriksaan vagina ungu).
b. Dalam kondisi tertentu yang tidak aman, instansi individu yang sangat
mendukung di seputar persoalan GBV mungkin dapat menyebabkan stafnya
sendiri dan operasi program menghadapiresiko. Bagaimana menanganinya?
Yang penting adalah bekerja dengan cara yang sesuai dengan budaya sambil
memberikan kesempatan dan tempat kepada para wanita dan gadis untuk
menyebutkan kekerasan yang telah mereka alami. Karena GBV dapat menjadi
pokok yang tabu dari segi budaya, maka jalinan dengan anggota masyarakat
kunci yang membantu melegitimasi pembicaraan mengenai GBV perlu dibentuk.
Apabila hal ini tidak memungkinkan, maka instansi dapat memilih
mengidentifikasi program dengan memberikan “layanan kesehatan wanita” yang
lebih umum untuk menghindari kepekaan terhadap GBV dan untuk menghindari
dukungan masyarakat atas GBV pada hari-hari dan minggu-minggu paling dini
dari situasi darurat.
Fokus kunci pada saat ini adalah mencari cara untuk memberitahu masyarakat
mengenai keuntungan dan ketersediaan perawatan bagi mereka yang selamat
dari kekerasan seksual. Lalu, sewaktu hubungan yang lebih baik dapat dibina
dengan masyarakat dan lebih banyak yang memahami GBV dalam konteks lokal,
maka perencanaan kampanye informasi, pendidikan dan komunikasi (IEC) dan
dukungan masyarakat harus diadakan.
c. Menghormati
Menghormati harapan, hak dan martabat korban
Melakukan interview pada tempat yang khusus
Menjadi pendengar yang baik, tidak menghakimi dan bersimpati
berempati
Bersabar, jangan menekan untuk mendapatkan informasi jika korban
tidak siap
Menanyakan pertanyaan yang relevan
Hindari meminta korban untuk mengulang cerita pada interview
Meyakinkan bahwa kekerasan yang terjadi bukan karena kesalahannya
d. Non diskriminasi
Menyediakan akses pada pelayanan bagi perempuan, laki-laki, remaja
Memastikan pewawancara, penerjemah, dokter, petugas polisi,
petugas proteksi, pekerja sosial masyarakat dan lainnya memiliki jenis
kelamin sama dengan korban
VII. RANGKUMAN
VIII. EVALUASI
Lampiran
10 menit
1. Lakukan praktek/main peran
- Tentukan peran masing-masing (yang tidak mendapat peran harap menjadi
observer/pengamat)
- Ikuti cerita narasi yang disampaikan oleh fasilitator
catatan
5 menit
1. Siapkan latihan
Ini adalah latihan main peran berdasarkan skenario pengungsi yang tidak nyata/karangan
25 menit
2. Lakukan pertemuan koordinasi GBV
Lakukan sesuai peran anda dan diskusikan issue berikut ini:
- Prioritas intervensi yang mana yang dibutuhkan untuk mencegah dan respon
terhadap kekerasan seksual pada skenario?
- Siapakah yang bertanggung jawab untuk kegiatan tersebut?
- Kapan kegiatan tersebut harus sudah selesai
dilaksanakan? Catatan:
PESAN PENTING
Handout peserta
Study kasus Nusantara - Khatulistiwa
(diadaptasi dari the ICRC HELP course)
Laporan
Setelah terjadinya pertikaian kekerasan antara pemberontak Patriot dengan tentara
pemerintah di Nusantara, sejumlah penduduk Nusantara yang tidak diketahui mengungsi
melintasi batas ke Negara Khatulistiwa. Setidaknya 20,000 pengungsi membuat
pemukiman dekat desa Karimun, sekitar 34 km dari perbatasan Nusantara. Pengungsi
mendapat limpahan sumber daya bagi yang bermukim di kabupaten Buah Pinang. Tidak
sanggup mengakomodasi kebutuhan pengungsi, pemerintah Khatulistiwa meminta
bantuan internasional. Dalam waktu bersamaan pemerintah Khatulistiwa mencoba
melakukan mediasi dengan 2 pihak yang terlibat dengan konflik Nusantara.
Pengungsi tinggal di penampungan sementara yang dibuat dari rumput ilalang, ranting
dan beberapa daun pisang. Air diperoleh dari sungai Alam tidak jauh dari camp, tetapi
ada masalah dengan sumber air. Laporan menunjukkan adanya sanitas yang buruk untuk
pengungsi, Oxfam sudah diminta untuk membuat Toilet/WC dan menyusun titik
distribusi air.
Ada masalah dengan bahan untuk memasak, tapi ada kayu dengan jarak sekitar 1 km,
dimana perempuan dapat pergi untuk mendapat kayu bakar. Pengungsi membawa
beberapa bahan makanan, tapi sudah habis. Penduduk lokal dan beberapa organisasi dari
Khatulistiwa mencoba membantu dan WFP telah memulai jalur pendistribusian makanan.
Masalah kesehatan di propinsi termasuk malaria, kolera, campak, tbc, HIV, meningitis,
diare, ISPA dan penyakit kulit. Meskipun belum ada survey yang dilakukan, nampaknya
malnutrisi merupakan masalah yang significant. Ada peningkatan kasus trauma karena
banyak orang datang dengan luka dan ada laporan tentang perkosaan , penculikan
perempuan, gadis remaja, anak laki-laki dan perempuan oleh laki-laki bersenjata.
Komplikasi kebidanan umum terjadi dan meskipun angka kematian ibu tidak diketahui, ini
dianggap cukup tinggi.
Ada beberapa pusat kesehatan dan pos kesehatan tersebar di sekitar 3 kabupaten di
propinsi Nagari. Pelatihan untuk pekerja Pelayanan Kesehatan Primer telah dilakukan di
Khatulistiwa beberapa tahun yang lalu, tapi jumlah yang sudah dilatih masih belum
memenuhi kebutuhan. Beberapa dukun bayi mendapat pelatihan sekitar 10 tahun yang
lalu. Beberapa organisasi mulai memberikan layanan kesehatan terbatas untuk pengungsi
(IRC, MSF, Betaland Red Cross, Islamic Relief). Sudah terjadi kekurangan obat dan
supplies yang cukup besar. Transportasi ke daerah ini memungkinkan dengan jalur darat,
kereta dan udara. Semua adalah problematis sekarang ini. Jalan sekitar Taruna terkena
banjir dan akses ke beberapa daerah terputus untuk beberapa hari. .
Tugas anda
Pagi ini pada pertemuan koordinasi antar lembaga anda mendapat informasi seperti di
atas dan diminta untuk mewakili organisasi anda dalam pertemuan koordinasi GBV. Anda
sekarang mengikuti pertemuan dengan focal point dari GBV dari sektor kesehatan dan
sektor lain untuk berdiskusi bagaimana melaksanakan intervensi yang sangat mendasar
untuk mencegah dan merespon kekerasan seksual untuk pengungsi di propinsi Gamma.
Lakukan pertemuan, pakailah tool matrik koordinasi GBV antar lembaga (IASC GBV
coordination matrix)
Matriks intervensi untuk mencegah dan merespon SGBV pada situasi kemanusiaan
dengan
Dan beri tanda informasi yang mana yang sama yang diminta pada kedua formulir
10 menit
2. Review:
Seorang korban perkosaan datang setelah 2 hari pasca kejadian ke klinik medis
dan meminta pengobatan untuk mencegah kehamilan dan AIDS.
Catatan:
PESAN PENTING
1. Dengan hati-hati baca dokumentasi yang dibawa oleh korban dan jangan tanyakan
lagi pertanyaan yang sudah dijawab kepada pemberi layanan
PERAWATAN PASCA
KEGUGURAN PADA
KRISIS/SITUASI DARURAT
I
Daftar Isi Materi
DAFTAR ISI
I. DESKRIPSI SINGKAT..........................................................................................217
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN..............................................................219
VII. RANGKUMAN...................................................................................................226
VIII. EVALUASI.........................................................................................................226
IX. REFERENSI........................................................................................................228
X. LAMPIRAN........................................................................................................229
MATERI 9
ASUHAN PASKA KEGUGURAN
PADA TANGGAP DARURAT KRISIS KESEHATAN
Asuhan paska keguguran merupakan strategi untuk menurunkan kematian dan kesakitan
karena komplikasi yang diakibatkan oleh aborsi yang tidak aman dan aborsi spontan.
WHO melaporkan bahwa sekitar 13% dari kematian yang berhubungan dengan kehamilan
diseluruh dunia diakibatkan oleh aborsi yang tidak aman. Dibeberapa negara, kematian
akibat aborsi yang tidak aman mencapai 45% dari seluruh kematian maternal. Komplikasi
yang paling sering ditemukan adalah aborsi inkomplit, sepsis, perdarahan dan cedera
intra-abdominal, masalah kesehatan jangka panjang meliputi inflamasi pelvic kronis,
sumbatan tuba dan infertilitas sEkunder. Aborsi spontan atau keguguran dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi sehingga membutuhkan pertolongan
kegawatdaruratan untuk menyelamatkan jiwa.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini membahas tentang asuhan paska keguguran pada krisis kesehatan yang
meliputi: Pemberian konseling, Informed consent dan penilaian klinis, Melakukan
pencegahan infeksi, Upaya mengatasi rasa nyeri, Penatalaksanaan asuhan paska
keguguran, Penjelasan pencegahan tetanus serta mengatasi komplikasi, dan
Pemberian konseling paska keguguran serta tindak lanjut, dengan metode kuliah
interaktif, studi kasus, diskusi kelompok dan role play.
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka digunakan langkah-
langkah sebagai berikut :
Adapun langkah-langkah diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Langkah 1 : Persiapan Proses Pembelajaran
1. Kegiatan Dosen
a) Dosen memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelas
b) Dosen menyapa peserta didik dengan ramah dan hangat.
c) Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas maka mulailah dengan
memperkenalkan diri.
d) Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, dan materi yang akan
disampaikan.
e) Menggali pendapat peserta didik (apersepsi) tentang apa yang dimaksud
dengan metode pembelajaran menggunakan metode curah pendapat
(brainstorming).
f) Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan dari pembelajaran tentang
Asuhan Paska Keguguran pada Krisis Kesehatan.
2. Kegiatan Peserta Didik
a) Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b) Mengemukakan pendapat atas pertanyaan Dosen
c) Memperhatikan film/ gambar tentang krisis kesehatan dan asuhan paska
keguguran.
d) Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
e) Mengajukan pertanyaan kepada Dosen bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.
b. Langkah 2 : Review Pokok Bahasan
1. Kegiatan Dosen
a) Menyampaikan pokok bahasan secara garis besar dalam waktu yang singkat.
b) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menanyakan hal-hal
yang kurang jelas
d. Langkah 4 :
Penyajian dan pembahasan hasil pendalaman pokok bahasan dikaitkan pada krisis
kesehatan.
1. Kegiatan Dosen
a) Meminta masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil
diskusi dan mensimulasikannya.
b) Memimpin proses tanggapan (tanya jawab)
c) Memberikan masukan terkait hasil diskusi dan simulasi.
d) Merangkum hasil diskusi
2. Kegiatan Peserta Didik
a) Mengikuti proses penyajian kelas
b) Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh Dosen
c) Bersama Dosen merangkum hasil presentasi dari masing – masing pokok
bahasan yang dikaitkan pada krisis kesehatan.
Pada hakikatnya beberapa negara di dunia mengizinkan aborsi yang aman dan legal
dengan indikasi tertentu yang ditetapkan dengan peraturan di masing-masing negara.
Begitu pula dengan Indonesia, sejak berlakunya UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan maka aborsi dapat dilakukan dengan indikasi-indikasi yang telah ditentukan
(Keguguran Provokatus Medicinalis).
Indikasi keguguran provokatus medicinalis tertuang dalam 3 (tiga) Pasal dalam Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu Pasal 75, Pasal 76 dan Pasal 77.
2. Penilaian Klinis
Penyedia layanan harus melakukan penilaian klinis yang menyeluruh meliputi:
riwayat kesehatan reproduksi yang teliti (termasuk riwayat kekerasan seksual),
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya bila tersedia dan penilaian
psikososial. Perempuan yang datang untuk perawatan aborsi yang tidak lengkap
atau komplikasi aborsi (perawatan paska aborsi) harus dilakukan penilaian
dengan hati-hati sekali, karena mungkin mengalami komplikasi yang mengancam
keselamatan jiwa. Oleh sebab itu harus dilakukan rujukan segera kerumah sakit
PONEK apabila perempuan tersebut tidak dapat ditangani puskesmas setempat,
namun sebelum melakukan rujukan kondisi pasien harus stabil.
Komplikasi yang serius sangat jarang terjadi tetapi penting untuk tenaga
kesehatan mengikuti perkembangan klien karena ada saja risiko yang dapat
terjadi seperti infeki atau perdarahan. Pastikan klien mempunyai akses ke
fasilitas gawat darurat selama masa paska keguguran. Jika klien membutuhkan
perawatan yang melebihi kemampuan fasilitas dimana ia dirawat maka stabilkan
kondisinya sebelum ia dipindahkan ke pelayanan rujukan yang lebih tinggi.
VII. RANGKUMAN
Perempuan dan anak perempuan pada krisis kesehatan sangat mungkin lebih
beresiko mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman dan
memerlukan akses ke pelayanan aborsi yang aman dan legal. Guna membantu
pemerintah, para pembuat rencana dan penyedia layanan mewujudkan komitmen
mereka terhadap hak dan kesehatan perempuan. WHO mengeluarkan petunjuk
teknis pada tahun 2003 untuk mendukung kapasitas sistem kesehatan agar dapat
memberikan perawatan aborsi yang aman dan asuhan paska keguguran (Post
Abortion Care atau PAC).
VIII. EVALUASI
1. Seorang wanita usia 37 tahun pasca aspirasi vakum manual, wanita tersebut
tampak menahan nyeri pada perutnya
Apakah asuhan pasca keguguran pada situasi darurat bencana yang tepat pada
kasus tersebut ?
a. Pemberian analgetik oral sebelum tindakan aspirasi vakum manual
b. Pemberian diazepam sebelum tindakan aspirasi vakum manual
c. Pemberian analgetik secara IV setelah tindakan aspirasi vakum manual
d. Pemberian asam mefenamat sebelum tindakan aspirasi vakum manual
e. Pemberian imunisasi booster tetanus toksoid
2. Seorang wanita usia 37 tahun pasca aspirasi vakum manual, wanita tersebut
tampak menahan nyeri pada perutnya
UNFPA dan WHO. 2008. Buku pedoman, RH Kit Antar Lembaga dalam Situasi Krisis.
Jakarta: UNFPA dan WHO.
LAMPIRAN
PERAWATAN PASKA KEGUGURAN
1. Demostrasi AVM/Aspirasi Vakum Manual (Kit 8): pemasangan pada model panggul,
pembongkaran dan pemasangan kembali AVM (kalau AVM tidak tersedia, lanjutkan ke
point no 2)
CATATAN:
PESAN PENTING
- Aborsi yang tidak aman adalah penyumbang penting pada kesakitan dan kematian
maternal. Sampai 15% dari kematian terkait kehamilan di seluruh dunia adalah akibat
aborsi yang tidak aman dan di beberapa negara kematian akibat aborsi yang tidak
aman mungkin bertanggung jawab sampai 45% dari semua kematian maternal.
- Aborsi akan tetap terjadi meskipun dilarang secara hukum. Situasi dengan peraturan
hukum yang melarang aborsi, memiliki angka kematian maternal yang lebih tinggi
akibat aborsi yang tidak aman. Hal ini bahkan akan lebih besar pada krisis kesehatan.
J
Daftar Isi Materi 10
DAFTAR ISI
I. DESKRIPSI SINGKAT.........................................................................................232
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN.............................................................234
VII. RANGKUMAN..................................................................................................253
VIII. EVALUASI.........................................................................................................253
IX. REFERENSI.......................................................................................................256
X. LAMPIRAN.......................................................................................................257
MATERI 10
LOGISTIK KESEHATAN REPRODUKSI
PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
Suplai dan logistik kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana merupakan salah satu
topik yang akan dipelajari dalam Paket Pelayanann Awal Minimum (PPAM) dalam situasi
darurat bencana. Masa tanggap darurat dalam situasi bencana tidak akan terlepas dari
pengelolaan logistik. Selain sebagai support kebutuhan utama masyarakat terkena
dampak bencana juga jaminan pemulihan fungsi social masyarakat. Pentingnya
Pengelolaan tersebut sehingga perlu ada pedoman yang mengatur persediaan logistic
dalam keadaan darurat.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini membahas tentang suplai logistik kesehatan reproduksi dalam situasi
darurat bencana yang meliputi: penjelasan tentang logistik untuk penerapan PPAM
yang terdiri dari bidan kit, Kit kesehatan reproduksi dan kit individual. Termasuk
bagaimana menghitung kebutuhan Kit kesehatan reproduksi, membuat dan
mendistribusikan Kit kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana.
Koordinatorkesehatan reproduksi harus memiliki kemampuan mengkoordinasikan
pengelolaan logistik kesehatan reproduksi. Dimulai dari perencanaan kebutuhan,
pendistribusian dan monitoring serta evaluasi penggunaan logistik kesehatan
reproduksi dengan metoda kuliah interaktif, studi kasus, diskusi kelompok, dan
seminar.
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah pembelajaran sebagai berikut :
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 5 JPL @ 50 menit (T=1 JPL, P=
4 JPL). Adapun langkah-langkah di atas dapat dijabarkan sebagai berikut di bawah:
a. Langkah 1 : Penyiapan Proses pembelajaran
1) Kegiatan Dosen
a) Dosen memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelas
b) Dosen menyapa mahasiswa dengan ramah dan hangat.
c) Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas maka mulailah
dengan memperkenalkan diri.
d) Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, dan materi yang
akan disampaikan.
e) Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) .tentang apa yang dimaksud
dengan suplai logistik kesehatan reproduksi dalam situasi darurat
bencana dengan metode curah pendapat (brainstorming).
f) Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran tentang
suplai logistik kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana
2) Kegiatan Peserta
a) Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b) Mengemukakan pendapat atas pertanyaan dosen
c) Memperhatikan materi suplai logistik kesehatan reproduksi dalam
situasi darurat bencana
d) Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
e) Mengajukan pertanyaan kepada dosen bila ada hal-hal yang belum jelas
dan perlu diklarifikasi.
b. Langkah 2 : Review pokok bahasan
1) Kegiatan Dosen
a) Menyampaikan Pokok Bahasan dan sub pokok secara garis besar dalam
waktu yang singkat
b) Menunjukkan kit yang perlu disiapkan dalam situasi darurat bencana
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)
KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN
(SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
2
MATERI 10 :
LOGISTIK KESEHATAN
REPRODUKSI PADA KIRIS KESEHATAN (SITUASI TANGGAP
1) Kegiatan Dosen
a) Meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusi
b) Memimpin proses tanggapan (tanya jawab)
c) Memberikan masukan khususnya dikaitkan dengan situasi dan kondisi
didaerah kerja
d) Merangkum hasil diskusi
2) Kegiatan Peserta
a) Mengikuti proses penyajian kelas
b) Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh dosen
c) Bersama dosen merangkum hasil presentasi masing–masing pokok
bahasan yang dikaitkan dengan situasi bencana.
Untuk bisa menerapkan PPAM pada situasi bencana, diperlukan logistik untuk
mencapai tujuan PPAM. Logisti untuk menunjang penerapan PPAM terdiri dari:
a. Kit Individu
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)
KESEHATAN REPRODUKSI (KESPRO) PADA KRISIS KESEHATAN
(SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
2
MATERI 10 :
LOGISTIK KESEHATAN
REPRODUKSI PADA KIRIS KESEHATAN (SITUASI TANGGAP
Kit Individu
Kit individu merupakan paket berisi pakaian, perlengkapan kebersihan diri,
perlengkapan bayi, dll, yang disediakan untuk individu yang merupakan target
sasaran dari PPAM yaitu diberikan kepada perempuan usia subur, ibu hamil, ibu
bersalin dan bayi baru lahir. Kit ini dapat langsung diberikan dalam waktu 1-2 hari
saat bencana/tanggap darurat kepada pengungsi setelah melakukan estimasi
jumlah sasaran.
Terdapat 4 jenis kit individu yaitu:
Jenis barang yang terdapat di dalam kit individu bisa disesuaikan dengan
kebutuhan kesehatan reproduksi pengungsi serta anggaran yang tersedia. Kit di
diadakan dan disimpan di gudang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pada saat bencana/tanggap darurat, akan sulit mendapatkan data sasaran dari PPAM
seperti jumlah wanita usia subur, jumlah ibu hamil, ibu hamil yang akan mengalami
komplikasi, jumlah laki-laki yang aktif secara seksual dll. Data yang tersedia biasanya
hanya jumlah pengungsi saja.
Jika data riil tidak tersedia, maka perhitungan kebutuhan logistik untuk pelayanan
kesehatan reproduksi dapat menggunakan estimasi statistik sebagai berikut:
a. Jumlah wanita usia subur : 25% dari jumlah pengungsi (untuk menghitung kebutuhan
pembalut wanita)
b. Jumlah ibu hamil:
Jika data angka kelahiran kasar (CBR = Crude Birth Rate) tersedia gunakan CBR
untuk mengestimasikan jumlah ibu hamil.
Contoh:
penyimpanan
7 Kain bedong (flannel, soft) 12
8 Sabun mandi bayi 3(80 gram)
9 Bedak bayi 3 (50 gram)
10 Handuk bayi (halus dan bisa 1
menyerap air)
11 Minyak telon 3 (50 ml)
12 Tas warna merah dengan tulisan 1
Kit Bayi
barang yang benar benar dibutuhkan oleh sasaran, sebagai contoh: wanita usia
subur membutuhkan pakaian dalam dan pembalut. Kit disediakan oleh
pemerintah dan disimpan di gudang sesuai dengan peraturan yang berlaku, atau
pengadaan dan penyediaankit individu dapat dikoordinasikan dengan sektor atau
lembaga lain, misalnya bantuan pihak swasta.
Apabila terjadi bencanaberskala besar dimana dibutuhkan peralatan dan obat untuk
pelayanan kesehatan reproduksi yang mendesak dan kit belum tersedia, Dinas Kesehatan
setempat dapat mengajukan permohonan bantuan penyediaan kit kesehatan reproduksi
kepada Kementerian Kesehatan yang akan didatangkan dari Copenhagen, Denmark yang
merupakan gudang logistik untuk bantuan kemanusiaan internasional. Pada saat
memesan, rencanakan pendistribusiannya. Rencana tersebut yang meliputi kemana akan
dikirimkan, kondisi medan, alat transportasi yang akan digunakan dan gudang
penyimpanan sementara.Kit kesehatan reproduksi hanya dapat dipesan pada dalam
penanggulangan bencana.
Perlu dipertimbangkan bahwa pengajuan kebutuhan kit kesehatan reproduksi dilakukan
apabila memang benar benar dibutuhkan.Bila masih ada fasilitas pelayanan kesehatan
yang masih berfungsi, disarankan untuk dimanfaatkan secara optimal.Pemerintah/Dinas
Kesehatan setempat dapat menyediakan Kit kesehatan reproduksi dan bahan habis pakai
secara lokal sesuai pedoman.
Koordinator kesehatan reproduksi harus memastikan bahwa obat dan alat kesehatan
tersedia dan terintegrasi kedalam sistem pelayanan yang sudah ada. Selain itu,
Koordinator kesehatan reproduksi harus melakukan pengenalan singkat tentang isi dan
cara penggunaan kit kesehatan reproduksi serta memastikan kit tersebut digunakan.
Blok1
Blok1 terdiridari6 kit (kit 0 sampai 5).Perlengkapan ini ditujukan untuk memberikan
pelayanankesehatanreproduksidi tingkatmasyarakat danperawatan kesehatan
dasar.Kitini berisi obat-obatandan bahanhabis pakai. Kit1, 2 dan3 terdiri dari dua bagian,
AdanB,yangdapatdipesan secaraterpisah.
Blok2
Blok2 terdiridari5 kit (kit 6 sampai 10)yangberisi bahan habis pakai danbahanyangdapat
digunakan kembali.Perlengkapan ini ditujukan untuk memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi padatingkatpuskesmas ataurumah sakit.
Blok3
Blok3 terdiridari2kit (kit 11 dan 12) yangberisi bahanhabis pakai danperlengkapan yang
dapatdigunakan kembaliuntukmemberikan pelayananPONEKpadatingkatrujukan (bedah
caesar).Kit 11 terdiri dariduabagian, AdanB,yangdapatdipesan secaraterpisah.
KitKesehatan Reproduksi
BLOK 1
No Kit Nama Kit Kode Warna
Kit 0 Administrasi Oranye
Kit 1 Kondom Merah
BagianA:kondomlaki-laki
BagianB:kondom perempuan)
Kit2 KelahiranBersih(Perorangan) Birutua
BagianA:kitpersalinanbersih
Bagian B: untuk dukun bayi
Turquoise
BLOK 2
Kit6 Kitpersalinan(FasilitasKesehatan) Coklat
Kit 7 AKDR Hitam
Kit8 PenanggulanganKomplikasiKegugurandanAborsi Kuning
Kit9 Menjahit Sobekan (leherrahim Ungu
danvagina)danPemeriksaanvagina
Kit10 Persalinandengan Vakum(Manual) Abu-abu
BLOK 3
Kit 11 Tingkat rujukan Hijaufluoresens
Bagian A: peralatan
Bagian B: obat-obatan dan bahan habis pakai
Kit 12 Transfusi Darah Hijau Tua
Apabila masa tanggap darurat bencana telah lewat dan masih terdapat sisa alat, obat dan bahan habis pakai
dari kit kesehatan reproduksi maka harus diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat untuk diatur
pemanfaatannya sesuai dengan peraturan yangberlaku.
Chlorhexidine sol. 1 L
Safety box
Kit 9 : Jahitan Sobekan (Vagina dan Leher rahim ) dan kit pemeriksaan vagina
Logistik Kontrasepsi
Keluarga Berencana bukan merupakan bagian dari PPAM, tapi sangat penting untuk
memastikan kontrasepsi tersedia bagi pasangan yang sudah memakai alat kontrasepsi
sebelumnya untuk melanjutkan pemakaian KB.
Ada 2 kit di kit kesehatan reproduksi yang berupa alat kontrasepsi yaitu kit no 4:
kit kontrasepsi oral dan kit no 7 yaitu kit IUD.
Jumlah kit no 3 dan 7 yang dipesan adalah sesuai dengan jumlah pengungsi.
darurat, Kecepatan distribusi, Ketersediaan alat angkutan dan infrastruktur yang ada,
Kondisi wilayah asal dan tujuan, Efektifitas dan efisiensi, Keamanan dan keselamatan.
Inventarisasi kebutuhan, pengadaan, penyimpanan dan penyampaian sampai dengan
pertanggungan jawab logistik dan peralatan kepada yang terkena bencana memerlukan
bantuan dari pihak militer, kepolisian, badan usaha, lembaga swadaya masyarakat
maupun instansi terkait lainnya baik dari dalam maupun luar negeri, atas komando yang
berwenang serta memperhatikan rantai pasokan yang efektif dan efisien.
VII. RANGKUMAN :
Untuk penerapan PPAM diperlukan dukungan ketersediaan logistik
Logistik untuk penerapan PPAM terdiri dari:
o Individual kit
o Bidan Kit
o Kit Kesehatan Reproduksi
Koordinator kesehatan reproduksi harus dapat menghitung kebutuhan logistik
kesehatan reproduksi pada saat bencana berdasarkan perkiraan lamanya waktu
mengungsi.
kit kesehatan reproduksi terdiri dari alat dan obat yang sama dengan yang tersedia
di fasilitas pelayanan kesehatan. Perbedaannya adalah alat dan obat tersebut
sudah dikemas sehingga memudahkan petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan pada dalam penanggulangan bencana.
VIII. EVALUASI
Soal Cerita
Tugas anda
Pagi ini ada pertemuan koordinasi darurat antar lembaga. Anda diberi penjelasan
tentang kondisi seperti di atas dan diminta untuk membuat koordinasi Kesehatan
Reproduksi dan seksual bagi pengungsi di propinsi Aceh. Sebelum pertermuan
anda menemukan beberapa indikator.
Jawab
LAMPIRAN
Latihan Logistik
Study kasus Nusantara dan Khatulistiwa
(diadaptasi dari the ICRC HELP course)
Laporan
Setelah terjadinya pertikaian kekerasan antara pemberontak Patriot dengan tentara
pemerintah di Nusantara, sejumlah penduduk Nusantara yang tidak diketahui mengungsi
melintasi batas ke Negara Khatulistiwa. Setidaknya 20,000 pengungsi membuat
pemukiman dekat desa Karimun, sekitar 34 km dari perbatasan Nusantara. Pengungsi
mendapat limpahan sumber daya bagi yang bermukim di kabupaten Buah Pinang. Tidak
sanggup mengakomodasi kebutuhan pengungsi, pemerintah Khatulistiwa meminta
bantuan internasional. Dalam waktu bersamaan pemerintah Khatulistiwa mencoba
melakukan mediasi dengan 2 pihak yang terlibat dengan konflik Nusantara.
Pengungsi tinggal di penampungan sementara yang dibuat dari rumput ilalang, ranting
dan beberapa daun pisang. Air diperoleh dari sungai Alam tidak jauh dari camp, tetapi
ada masalah dengan sumber air. Laporan menunjukkan adanya sanitas yang buruk untuk
pengungsi, Oxfam sudah diminta untuk membuat Toilet/WC dan menyusun titik
distribusi air.
Ada masalah dengan bahan untuk memasak, tapi ada kayu dengan jarak sekitar 1 km,
dimana perempuan dapat pergi untuk mendapat kayu bakar. Pengungsi membawa
beberapa bahan makanan, tapi sudah habis. Penduduk lokal dan beberapa organisasi dari
Khatulistiwa mencoba membantu dan WFP telah memulai jalur pendistribusian makanan.
Masalah kesehatan di propinsi termasuk malaria, kolera, campak, tbc, HIV, meningitis,
diare, ISPA dan penyakit kulit. Meskipun belum ada survey yang dilakukan, nampaknya
malnutrisi merupakan masalah yang significant. Ada peningkatan kasus trauma karena
banyak orang datang dengan luka dan ada laporan tentang perkosaan , penculikan
perempuan, gadis remaja, anak laki-laki dan perempuan oleh laki-laki bersenjata.
Komplikasi kebidanan umum terjadi dan meskipun angka kematian ibu tidak diketahui, ini
dianggap cukup tinggi..
Ada beberapa pusat kesehatan dan pos kesehatan tersebar di sekitar 3 kabupaten di
propinsi Nagari. Pelatihan untuk pekerja Pelayanan Kesehatan Primer telah dilakukan di
Khatulistiwa beberapa tahun yang lalu, tapi jumlah yang sudah dilatih masih belum
memenuhi kebutuhan. Beberapa dukun bayi mendapat pelatihan sekitar 10 tahun yang
lalu. Beberapa organisasi mulai memberikan layanan kesehatan terbatas untuk pengungsi
(IRC, MSF, Betaland Red Cross, Islamic Relief). Sudah terjadi kekurangan obat dan
supplies yang cukup besar. Transportasi ke daerah ini memungkinkan dengan jalur darat,
kereta dan udara. Semua adalah problematis sekarang ini. Jalan sekitar Taruna terkena
banjir dan akses ke beberapa daerah terputus untuk beberapa hari.
Tugas anda:
Pagi ini ada pertemuan koordinasi darurat antar lembaga. Anda diberi penjelasan tentang
kondisi seperti di atas dan diminta untuk membuat koordinasi Kesehatan Reproduksi dan
seksual bagi pengungsi di propinsi Nagari. Sebelum pertermuan anda menemukan
beberapa indikator.
Diskusikan langkah-langkah selanjutnya:
3. Assessment apa yang harus dilakukan?
4. Prioritas Kesehatan Reproduksi apa yang harus diutamakan?
5. Kit apa saja yang akan dipesan dan berapa banyak?
6. Hitung kebutuhan ruangan untuk penyimpanan (dalam meter kubik)
7. Buatlah rencana distribusi untuk masing-masing kit, kemana lokasi pengiriman,
menggunakan alat transportasi apa termasuk mengidentifikasi partner yang akan
diajak bekerja sama. Buat table rencana distribusi dengan petanya.
Lakukan diskusi selama 45 menit dan tulis hasilnya dalam kertas flipchat untuk
dipresentasikan (15 menit)
Totalpopulasi 23300000
Rasio Jenis Kelamin(M:100F) 99,6% dari perempuan yang
berusia 15 – 49 24,6%
Persentase usia <5 tahun 20,1%
Totaltingkat kesuburan (perwanita) 7,1
IMStermasuk HIV/AIDS
Dewasa yang mengidap HIV/AIDS(%) 9%(desa)–22%(kota)
Pria (15-49)yang melaporkan mengalami uretritispada akhir tahun (%)
11.7%(desa)–18.7%(kota)
Indikator KB
Prevalensi KB (semua metode)(%dari wanita 15–49)15%(1995)
Gabungan metode kontrasepsi
Kondom 10%
Pil 7%
Injeksi/ Suntikan 28%
IUD0.4%
Sterilisasi Wanita 1%
Metode tradisional 53%
o0o
PANDUAN PENGAJAR | MODUL BAHAN AJAR PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM) KESEHATAN
REPRODUKSI PADA KRISIS KESEHATAN (SITUASI TANGGAP DARURAT BENCANA)
Lampir
LAMPIRAN
d. Peralatan Pencahayaan
- Lampu Frontal dengan adaftor untuk 4 battery R6
- Battery, dry cell, R6, alkaline 1,5 V (10 buah)
- Kerosene stormlamp + extra socks
2. Alat untuk
Persalinan Normal di Rumah (tidak ada tenaga kesehatan)
(Jika tidak ada tenaga kesehatan, ibu dibekali dengan kit persalinan normal (sama dengan sub kit
no. 2 UNFPA)
- Sabun
- Plastik
- Gunting (Razor Blade)
- Benang untuk mengikat umbilical cord
- Lembaran gambar instruksi (Pictorial Instruction Sheet)
- Kain Katun 2 M x 1M
4. Bahan – bahan
yang harus disiapkan ibu untuk melahirkan di rumah/fasilitas kesehatan
- Baju, sarung, celana dalam, handuk, kain penyeka (waslap)
- Sabun, baskom isi air matang, pembalut
- Handuk bersih dan selimut untuk bayi, topi bayi
- Kantong plastik atau pot tanah liat untuk ari – ari
- Keranjang sampah tertutup (jika melahirkan dirumah)
c. Infeksi : 5 kasus
Ampicillin 1 g – p.e 3 x5 = 15 botol
Ampicillin 500 mg p.o 20 x 5 = 100 Tablet
Fenobarbital 30 mg p.o 10 x 5 = 50 tablet
Oxitocin 1 x 5 = 5 ampul
Dextrose 5% 1 x 5 = 5 botol
Kotrimoksasol 20 x 5 = 100 tablet
B. KOMPETENSI
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul ini peserta didik diharapkan mampu:
1. Memahami definisi PPAM, pentingnya PPAM kesehatan reproduksi, komponen-komponen dalam PPAM dan cara mengakses informasi PPAM dalam situasi darurat
bencana
2. Menjelaskan kebijakan pemerintah tentang pelayanan kesehatan reproduksipada situasi darurat bencana
3. Memahami mekanisme koordinasi pada situasi pada situasi darurat bencana yang berfokus pada kesehatan reproduksi dan seksual, kesehatan seksual berbasis
gender dan HIV
4. Melaksanakan kesehatan reproduksi remaja pada situasi darurat bencana
5. Mengidentifkasi tentang penularan infeksi menular seksual pada situasi darurat bencana
6. Melaksanakan pencegahan kesakitan dan kematian maternal dan neonatal pada situasi darurat bencana
7. Melaksanakan pelayanan KB dalam situasi darurat bencana
8. Mengidentifikasi pencegahan kekerasan berbasis gender pada situasi darurat bencana
9. Memberikan asuhan pasca keguguran pada situasi darurat bencana
10. Mendistribusikan suplai dan logistik kesehatan reproduksi yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana
D. POKOK BAHASAN
1. Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi pada situasi darurat bencana
2. Kebijakan kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana
3. Mekanisme koordinasi untuk implementasi Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) pada situasi darurat bencana
4. Kesehatan reproduksi remaja pada situasi darurat bencana
5. Pencegahan IMS & HIV pada situasi darurat bencana
6. Pencegahan kesakitan dan kematian maternal dan neonatal pada situasi darurat bencana
7. Keluarga Berencana pada situasi darurat bencana
8. Pencegahan dan penanganan kekerasan sesual berbasis gender/Seksual Gender Basic Violence (SGBV) dalam situasi darurat bencana
9. Asuhan Pasca Keguguran dalam Situasi Darurat Bencana
10. Suplai dan logistik kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana
E. METODA PEMBELAJARAN
1. Kuliah Interaktif
2. Tutorial
3. Role Play
4. Studi Kasus
5. Simulasi / Demonstrasi
6. Diskusi kelompok
7. Menonton video
H. BUKU SUMBER
1. Pedoman Lapangan Antar-lembaga Kesehatan Reproduksi dalam situasi darurat bencana: Revisi untuk peninjauan lapangan (2010)
2. UNFPA, IPPF, UNSW, (2009) Facilitor’s Manual : Training on the Minimum Initial Service Package (MISP) for Sexual and Reproductive Health in Crises, A Course fo
SRH Coordinators
3. Inter agency Working Group on Reproductive Health in Crises. 2010. Buku Pedoman Lapangan Antar lembaga Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Darurat Bencana.
Revisi untuk peninauan lapangan. Jakarta: Inter agency Working Group on Reproductive Health in Crises.
4. Departemen Kesehatan RI dan UNFPA. 2008. Pedoman Praktis Kesehatan Reproduksi pada Penanggulangan bencana di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI dan UNFPA.
5. Women Commision. 2007. Paket Pelayanan Awal Minimum Untuk Kesehatan Reproduksi Dalam situasi Krisis. Modul pembelajaran jarak jauh. http://
www.womenscommission.org.
6. UNFPA dan WHO. 2008. Buku pedoman, RH Kit Antar Lembaga dalam Situasi Krisis. Jakarta: UNFPA dan WHO.
KETERANGAN :
Uraian beban studi
2 SKS ( T : 1, P: 1) : T = 1T x 1 jam x 16 Minggu = 16 Jam
P = 1 P x 2 jam x 16 Minggu = 32 Jam
PENJABARAN SILABUS
P= PERTEMUAN, T = Teori, Pr = Praktik
WAKTU HARI/
P TIK POKOK/SUB POKOK BAHASAN METODE PENGAJAR
T Pr TANGGAL
1 2 1 Peserta didik diharapkan mampu 1. Menjelaskan definisi PPAM kesehatan reproduksi
memahami definisi PPAM, pentingnya dalam situai darurat bencana
PPAM kesehatan reproduksi, komponen- 2. Menjelaskan pentingnya PPAM kesehatan
komponen dalam PPAM dan cara reproduksi dalam situasi darurat bencana
mengakses informasi PPAM dalam situasi 3. Menjelaskan komponen-komponen dalam PPAM
darurat kesehatan reproduksi dalam situasi darurat
bencana
4. Menjelaskan cara mengakses Informasi PPAM
kesehatan reproduksi dalam situasi darurat
bencana
∑ 16 Jam 32 Jam
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada seluruh pihak yang telah memfasilitasi dan
meluangkan waktu serta tenaga pada masa Briefing dan Pelaksanaan Ujicoba Modul
Bahan Ajar PPAM.