Anda di halaman 1dari 2

Membahas Estetika Puisi

Tulisan ini sebenarnya ditujukan untuk menjadi pembanding bagi tulisan sebelumnya
yang berjudul Antara Estetika dan Makna Dalam Puisi. Demi memperkaya
pengetahuan kita tentanang Estetika.

Berbicara Estetika puisi, alangkah baiknya kita pertama membahas arti dari estetika.
Secara etimologis, 'estetika' berasal dari bahasa latin yaitu 'aestheticus' atau bahasa
Yunani 'aestheticos' yang berarti merasa. Secara etimologis estetika dianggap sebagai
hal-hal yang bisa diserap oleh panca indera manusia.

Dalam buku Seni Budaya Jawa dan Karawitan karya Arina Restian, dkk, pengertian
estetika adalah ilmu atau filsafat yang mempelajari segala sesuatu tentang seni dan
keindahan, serta bagaimana tanggapan manusia terhadapnya.

Sekarang, pertanyaannya, bagaimana Puisi dapat dikatakan estetik, atau bagaimana


cara menilai estetika dalam puisi. Setidaknya dalam sastra kita, biasanya estetika
merujuk kepada tiga teori, yaitu, estetika harmoni, estetika deviasi dan estetika
emansipatori.

Estetika Harmoni

Puisi masih terikat oleh estetika pantun. kesesuaian rima menjadi poin penting.
Biasanya bentuk puisi yang semacam ini sering kita temui dalam puisiModern
dekade 20-30-an. Seperti yang kita temukan adalam puisinya Rustam Effendi. yakni
Bebasari (1924) dan Pertjikan Permenungan (1925).

Dalam dua karyanya tersebut, Rustam Effendi berniat untuk membebaskan karyanya
dari syarat-syarat seloka lama maupun syair. Namun dia tidak bisa melepas
harmonisasi pantun. sehingga hasilnya adalah karyanya yang tidak terikat seperti
seloka lama namun tetap konskuen dengan lampiran.

Estetika Deviasi

Dalam tinjauan estetika deviasi, keindahan karya tidak terletak pada unsur rima.
namun lebih kepada makna. bentuk-bentuk puisi yang demikian bisa kita lihat pada
karya-karya dekade 40-60-an. Seperti Khairil Anwar. Dalam karyanya, bisa kita lihat
ketiadaan konskuen dalam rima, namun tetap memiliki makna yang indah nan dalam.
Seperti dalam puisinya yang berjudul 'Aku'.

Pemikiran estetika puisi Chairil dinyatakan eksplisit dalam teks pidato radio
-Membuat Sajak Melihat Lukisan-. Antara lain dinyatakan bahwa dalam penciptaan
sajak yang dipentingkan adalah perasaan atau emosi si penyair dan cara
mengungkapnya secara istimewa. Bagi Chairil, kebagusan sebuah sajak tidaklah harus
didasarkan atas suatu atau beberapa dari perkakas bahasa, tetapi harusdidasarkan atas
kerjasamadengan perhubungannya yang sama dengan pokok (Jassin, l978:157).

Estetika Emansipatori
Karya seni tidak hanya produk yang ada untuk dinikmati. Seni harus membawa
kepada perubahan tatanan sosial yang lebih baik. Gerakan seni ini muncul di
Indonesia sekitar dekade 70-an.

Menurut Arthur Danto dan George Dickie, sebuah benda dapat dikatkan karya seni
apabila diakui demikian oleh konsensus di kalangan publik seni. Dari sini kita bisa
meelihat adanya polarisasi hubungan antara seni dan realita.

Puisi dinilai secara pragmatik. Indah atau tidaknya, dilihat dari bagaiman hubungan
karya tersebut dengan realita yang ada. Karena karya sastra haruslah membawa hal
baru kepada pembaca, baik berupa sensai, kesadaran dan sebagainya.

Dari telaah diatas, dapat kita simpulkan bahwa estetika puisi tidak hanya sebatas pada
keindahan kata. Tidak pula hanya pada makna. Estetika adalah bahasa yang terlalu
umum untuk dijadikan penilaian bahasa puisi.

Anda mungkin juga menyukai