Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH KOMPETENSI TERHADAP KINERJA

AUDITOR DENGAN KEBIJAKAN REMUNERASI


SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI
(Studi pada Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai)

Oleh:

Yosia Theo N1), Dr. Bambang Setyobudi I, M.Si, Ak2), Rini Widianingsih, SE,
M.Acc, Ak2)
E-mail: Ri3n.wibowo@gmail.com
1)
Economics and Business Faculty, Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRACT

This research discusses the effect of competence on the performance of auditors


with remuneration policy as a moderating variable in the Audit Directorate of
Directorate General of Customs and Excise.The purpose of this study is to
determine the effecton the performance of the auditor's competence and the role
of there muneration policy to moderate influence on the performance of the
auditor's competence. This research is a quantitative study in which researchers
use da questionnaire and interviews in knowing the relationship between
variables which the conclusion is: (1) the competence affect the auditor’s
performance and (2) the remuneration policy does not moderate the influence of
competence on the auditor's performance. This study there for accept the
hypothesis 1(H1)but rejects the hypothesis 2 (H2).

Keywords : government auditors performance, competence, remuneration, audit


quality.

PENDAHULUAN

Berdasarkan data Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan


dan Cukai nilai penerimaan negara yang hilang melalui proses keberatan
banding di pengadilan pajak menunjukkan angka yang cukup signifikan. Hal
ini berarti sebagian besar penetapan yang dilakukan oleh pejabat maupun auditor
bea cukai mempunyai kekuatan hukum yang lemah, atau lemahnya kualitas
hasil audit sebagai dasar penetapan tagihan. Sementara itu pada tahun 2015

424
jumlah penetapan (LHA) yang ditolak/dibatalkan oleh pengadilan pajak
sebesar 4,75% sedangkan yang dikabulkan/dimenangkan oleh auditee sebesar
0,25% sedangkan sisanya sebesar 95% masih belum mendapatkan keputusan.
Berdasarkan penelitian sebelumnya (Lowensohn et al., 2007) salah satu
ukuran kualitas audit yaitu dengan menggunakan proksi kualitas audit, misalnya
ukuran auditor (Mansi, S.A. et al., 2004), kualitas laba (Kim J. et al., 2002),
reputasi KAP (Beatty R.P., 1989), besarnya audit fee (Copley P.A., 1989),
adanya tuntutan hukum pada auditor (Palmrose Z., 1988), dan lain-lain. Dalam
audit kepabeanan dan cukai, kualitas audit dapat diukur dengan pendekatan
proksi kualitas audit yaitu adanya tuntutan hukum (Palmrose Z., 1988) pada
auditor atas laporan audit (LHA). Tuntutan hukum yang dimaksud yaitu berupa
keberatan dan banding atas LHA di pengadilan pajak.
Kemampuan auditor dalam mendeteksi kesalahan pada laporan
keuangan dan melaporkannya pada pengguna laporan keuangan adalah definisi
kualitas audit (DeAngelo, 1981). Peluang mendeteksi kesalahan tergantung pada
kompetensi auditor, sedangkan keberanian auditor melaporkan adanya
kesalahan pada laporan keuangan tergantung pada independensi auditor.
Kompetensi diukur dari kemampuan auditor, misalnya tingkat pengalaman,
spesialisasi auditor, jam audit, dan lain-lain (Fitriany, 2010). Kompetensi dan
independensi sudah disyaratkan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN) sebagai patokan bagi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
Penelitian sebelumnya Efendy (2010) mendapatkan hasil penelitian bahwa
kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Sejalan dengan hal itu,
Sujana (2012) menemukan bahwa kinerja auditor akan maksimal apabila
ditunjang oleh kemampuan dan keterampilan yang baik, adanya persepsi
kesesuaian peran dan adanya motivasi yang tinggi. Senada dengan penelitian
tersebut, penelitian Kanfer et. al, (2010) juga menemukan bahwa keperibadian
dan motivasi sangat mempengaruhi kinerja individu dalam bekerja.
Sedangkan kemampuan personal (ability) berpengaruh positif terhadap kinerja

425
akademik. Kemampuan auditor dalam melakukan tugas sangat ditentukan
oleh kompetensi individu yang dimiliki. Kompetensi individual meliputi;
kompetensi intelektual, kompetensi emosional, dan kompetensi sosial
(Spencer & Spencer, 1993). Namun tidak sejalan dengan Zamroni (2015) yang
mengatakan bahwa kompetensi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit, dalam penelitiannya dengan objek Direktorat Audit DJBC
merupakan objek yang sama dengan penelitian ini.
Penelitian Suprianto (2012) dan Priyambudhi (2012) memberikan hasil
pengujian hipotesis bahwa variabel penetapan sasaran berpengaruh terhadap
kinerja pegawai, sedangkan variabel sistem remunerasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja pegawai pada KPPN Percontohan Surabaya II
dan KPPN Malang. Berbeda dengan penelitian Sancoko (2011) yang
membuktikan bahwa remunerasi mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kualitas pelayanan pegawai KPPN Jakarta I yang dirasakan oleh
pelanggan. Senada dengan fakta tersebut, Palagia et al. (2012) membuktikan
bahwa remunerasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak di Kota Makassar.
Berdasarkan Baron (1986) kebijakan remunerasi dapat dijadikan sebagai
salah satu bentuk variabel moderator yang dapat memperkuat dan
memperlemah hubungan antara dua variabel bebas dan terikat. Sedangkan
menurut Lina (2014) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa sistem
reward tidak mempengaruhi hubungan antara kepemimpinan dan budaya
organisasi terhadap kinerja pegawai biro UMSU. Dengan demikian sistem reward
bukan merupakan variabel moderating.
Teori harapan memprediksi bahwa karyawan akan mengeluarkan tingkat
usaha yang tinggi apabila mereka merasa bahwa ada hubungan yang kuat
antara usaha dan kinerja, kinerja dan penghargaan, serta penghargaan dan
pemenuhan tujuan-tujuan pribadi. Kinerja karyawan adalah sebuah fungsi (f) dari
interaksi kemampuan (A) dan motivasi (M); yaitu kinerja = f(A x M).
Apabila salah satu dari keduanya tidak memadai, kinerja akan dipengaruhi

426
secara negatif. Jadi selain motivasi, kemampuan (berupa kecerdasan dan
keterampilan) seorang individu harus dipertimbangkan ketika menjelaskan
dan memprediksi kinerja karyawan dengan akurat. Tetapi, ternyata masih ada
faktor peluang untuk bekerja (opportunity to perform, O), sehingga terbentuk
fungsi kinerja = f(A x M x O).
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 200/PMK.04/2011 dan Peraturan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Nomor: Per-9/BC/2012 tentang Tatalaksana Audit
Kepabeanan dan Audit Cukai, pengertian audit kepabeanan adalah kegiatan
pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi
bukti dasar pembukuan dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha,
termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang
kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan
perundang-undangan di bidang kepabeanan. Menurut Anwar (2015a) audit
kepabeanan dan cukai merupakan sebuah proses pemeriksaan terstruktur pada
sistem transaksi perdagangan internasional seperti kontrak jual-beli, laporan
keuangan/non keuangan, barang persediaan, dan berbagai aset perusahaan untuk
mengukur kepatutan dan ketaatan pada aturan kepabeanan.

1. Kompetensi
Pernyataan standar umum pertama dalam SPKN adalah: “Pemeriksa secara
kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk
melaksanakan tugas pemeriksaan”. Berdasarkan pernyataan standar
pemeriksaan ini semua organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang
secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut.
Menurut Trotter (1986) dalam Saifuddin (2004) mendefinisikan bahwa
seorang yang berkompeten adalah orang yang dengan ketrampilannya
mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau

427
tidak pernah membuat kesalahan. Lee dan Stone (1995) mendefinisikan
kompetensi sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit dapat digunakan
untuk melakukan audit secara objektif. Adapun Bedard (1986) dalam Lastanti
(2005) mengartikan keahlian atau kompetensi sebagai seseorang yang
memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan
dalam pengalaman audit. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa kompetensi auditor adalah pengetahuan, keahlian, dan
pengalaman yang dibutuhkan auditor untuk dapat melakukan audit secara
objektif, cermat dan seksama.
2. Kinerja Auditor
Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi
yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu (Bastian, 2001).
Sementara Mangkunegara (2000) mengemukakan kinerja adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dari
pengertian tersebut, kinerja dinyatakan dengan standar yaitu pengukuran kinerja
mempertimbangkan kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu kerja. Kualitas,
yaitu mutu yang dihasilkan. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan.
Ketepatan waktu yaitu kesesuaian dengan waktu yang telah direncanakan.
Rikawati (2012) berargumen bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah suatu
hasil karya yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanaan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas,
kualitas dan ketepatan waktu. Trisnaningsih (2007) menyatakan kinerja adalah
suatu hasil karya yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-
tugas yang dibebankan kepadanya. Kinerja (prestasi kerja) dapat diukur
melalui pengukuran tertentu (standar) dimana kualitas adalah jumlah hasil
kerja yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, dan ketepatan waktu adalah
kesesuaian waktu yang telah direncanakan.
3. Kebijakan Remunerasi

428
Remunerasi mempunyai pengertian berupa ‘sesuatu’ yang diterima
pegawai sebagai imbalan dari kontribusi yang telah diberikannya kepada
organisasi tempat bekerja (Surya, 2004:8). Lebih lanjut Surya (2004)
menyatakan prinsip dasar sistem remunerasi yang efektif mencakup prinsip
individual equity atau keadilan individual artinya apa yang diterima oleh
pegawai harus setara dengan apa yang diberikan oleh pegawai terhadap
organisasi. Internal equity atau keadilan internal dalam arti adanya keadilan
antara bobot pekerjaan dan imbalan yang diterima serta external equity atau
keadilan eksternal dalam arti keadilan imbalan yang diterima pegawai dalam
organisasinya dibandingkan dengan organisasi lain yang memiliki kesetaraan.
Beberapa kesimpulan penelitian terdahulu adalah Zamroni (2015)
menyimpulkan bahwa kompetensi auditor tidak berpengaruh terhadap kualitas
audit. Lain halnya dengan Efendy (2010) yang menemukan hasil penelitian
bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit dimana hal
itu sejalan dengan penelitian Sujana (2012) hasil penelitiannya telah berhasil
menunjukkan bahwa kompetensi, motivasi, kesesuaian peran, dan komitmen
organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja. Sancoko (2010)
berpendapat bahwa pemberian remunerasi akan meningkatkan kinerja pegawai
sehingga kualitas pelayanan yang diberikan akan meningkat. Sementara
Lina (2014) berpendapat bahwa sistem reward tidak mempengaruhi
hubungan antara kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja
pegawai biro Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). Kompetensi
merupakan variabel independen, kinerja auditor sebagai variabel dependen dan
kebijakan remunerasi sebagai variabel pemoderasi, dengan hipotesis yaitu:
H1 : Terdapat pengaruh antara kompetensi terhadap kinerja auditor.
H2 : Terdapat peran kebijakan remunerasi dalam memoderasi pengaruh
kompetensi terhadap kinerja auditor.
METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Obyek penelitian ini adalah


Direktorat Audit Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Populasi

429
dari penelitian ini adalah auditor dan sampel penelitian yaitu auditor ketua tim
dan anggota tim audit pada Direktorat Audit DJBC dimana berdasarkan data
per Januari
2016 berjumlah 216 orang, sesuai dengan rumus Slovin jumlah sampel yang
memberikan respon berjumlah
142 responden. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini data primer &
sekunder.
1. Uji Regresi Linear
Pengujian hipotesis pertama menggunakan regresi linear sederhana karena
variabel independen yang digunakan hanya satu variabel. Model persamaannya
adalah:
= + +

keterangan :
Y : variabel dependen (Kinerja Auditor)
X : variabel independen (Kompetensi)
α : konstanta
b : koefisien regresi
e : error
2. Uji Interaksi
Pengujian hipotesis kedua dilakukan dua kali pengujian regresi. Hal
ini bertujuan untuk menguji keberadaan Z apakah benar-benar sebagai Pure
Moderator, Quasi Moderator, Homologizer Moderator atau variabel lainnya.
a. Pertama, uji regresi dari variabel X dan Z ke variabel Y.

= + + +

b. Kedua, uji regresi dari variabel X, Z dan XZ ke variabel Y.

= + + + +

Keterangan

Y : variabel dependen (Kinerja Auditor)

430
X : variabel independen (Kompetensi)
Z : variabel moderating (Kebijakan Remunerasi)
XZ : interaksi antara X dan Z
α : konstanta
b1 : koefisien regresi untuk X
b2 : koefisien regresi untuk Z
b3 : koefisien regresi interaksi antara X dan Z
e : error

Setelah diperoleh hasil dari perhitungan di atas, pengaruh interaksi


XZ memperkuat atau memperlemah dapat dilihat dari nilai Beta yang
dihasilkan. Jika Beta bernilai positif berarti moderasi XZ memperkuat
pengaruh Z terhadap Y. Jika Beta bernilai negatif berarti moderasi XZ
memperlemah pengaruh Z terhadap Y. Sementara itu, untuk mengetahui
signifikansi pengaruh tersebut, dapat dilihat dari nilai Sig. yang dihasilkan,
sebagaimana dilihat dalam tabel.
Tabel 1. Pengelompokan Kriteria Variabel Moderator
Interaksi (X*Z) Hubungan Y=
f(X,Z)
Ada Hubungan Tidak Ada Hubungan
(1) (2)
Tidak Ada Interaksi Variabel Intervening, Variabel Homologizer
Exogenous,
Antecedent atau Prediktor Moderator
Ada Interaksi (3) (4)
Variabel Quasi Moderator Variabel Pure Moderator

Sumber: Sugiono, Jurnal Studi Manajemen dan Oragnisasi (2004)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengujian Hipotesis 1

431
Pada pengujian hipotesis 1 (H1) yaitu untuk mengetahui pengaruh
kompetensi terhadap kinerja auditor, dimana dalam penelitian ini metode yang
digunakan adalah analisis regresi linear sederhana. Adapun ringkasan hasil
penghitungannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Hasil Perhitungan Regresi Linear Sederhana
Variabel Koefisien (Beta) t hitung t tabel P value
Kompetensi 0,690 11,288 1,977 0,000
Konstanta 1,174
Koefisien determinasi 0,473
Sumber : Diolah dari data primer
Tabel 2. menyatakan bahwa persamaan regresi untuk hipotesis 1 (H1) sebagai
berikut:

= . + . +

Konstanta bernilai 1,174 artinya Kinerja Auditor akan bernilai 1,174


apabila variabel kompetensi bernilai nol. Nilai koefisien regresi variabel
kompetensi sebesar 0,690. Nilai koefisien yang positif tersebut mempunyai arti
bahwa variabel kompetensi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor, atau
semakin baik kompetensi maka kinerja auditor semakin meningkat.

Berdasarkan uji t diperoleh t hitung kompetensi sebesar 11,288 dengan


tingkat signifikansi sebesar 0,000. T tabel bernilai 1,977 yang diperoleh dari
tabel t dengan df (n-k) 140 menggunakan batas signifikansi 0,05 s a t u sisi. Hal
ini menunjukkan bahwa t hitung (11,288) > dari t tabel (1,977) dengan sig.
(0,000) < α (0,05) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Maka dapat
disimpulkan bahwa secara parsial variabel kompetensi berpengaruh (positif)
terhadap variabel kinerja auditor secara signifikan. Dengan demikian,
hipotesis 1 yang menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap kinerja
auditor diterima.

2. Pengujian Hipotesis 2

432
Pengujian ini dilakukan dalam 2 (dua) tahapan yaitu: tahapan
pertama, uji regresi variabel Kompetensi (X) dan variabel moderasi
Kebijakan Remunerasi (Z) terhadap variabel Kinerja Auditor (Y). Tahapan
kedua, dilakukan uji regresi variabel Kompetensi (X), variabel moderasi
Kebijakan Remunerasi (Z), dan interaksi variabel Kompetensi dan Kebijakan
Remunerasi (XZ) terhadap variabel Kinerja Auditor (Y). Ringkasan hasil
penghitungannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Hasil Perhitungan Regresi Linear X, Z terhadap Y

Variabel Koefisien (Beta) t hitung t tabel P value


(X) 0,682 10,893 1,977 0,000
(Z) 0,037 0,588 1,977 0,588
Konstanta 1,064
Koefisien korelasi (R) 0,691
Koefisien determinasi 0,470
Sumber : Diolah dari data primer
Berdasarkan perhitungan analisis regresi linear, diperoleh perumusan sebagai
berikut:
= . + . + . +

Sementara itu untuk pengujian variabel moderating dijelaskan sebagaimana


tabel berikut: Tabel 4. Hasil Perhitungan Regresi Linear X, Z, XZ terhadap
Y
Variabel Koefisien (Beta) t hitung t tabel P value
(X) 1,036 4,875 1,656 0,000
(Z) 0,423 1,837 1,656 0,068
(XZ) -0,094 -1,742 1,656 0,084
Konstanta -0,363
Koefisien korelasi (R) 0,699
Koefisien determinasi 0,478
Sumber : Diolah dari data primer

Berdasarkan perhitungan analisis regresi linear dalam tabel 4, diperoleh


perumusan sebagai berikut:

433
=− . + . + . − . +

Pada tabel 3 diketahui bahwa nilai t hitung variabel kebijakan remunerasi


(Z) lebih besar dari pada t tabel. Nilai t hitung 0,588 > t tabel 1,977. Sementara
itu pengaruh Z terhadap Y tidak signifikan dengan taraf Sig. (0,588) > α (0,05)
artinya tidak ada hubungan pengaruh antara variabel moderator dan variabel
kriteria, sedangkan koefisien beta Z bernilai positif sebesar 0,037. Berdasarkan
tabel 4 dapat dilihat bahwa t hitung interaksi antara variabel interaksi (XZ)
lebih kecil dari t tabel, nilai t hitung -1,742 < t tabel 1,656. Sedangkan
pengaruh interaksi XZ terhadap Y tidak signifikan dengan taraf Sig. (0,084) <
α (0,05) artinya tidak ada interaksi antara variabel moderator dan variabel
prediktor. Untuk koefisien Beta XZ bernilai negatif sebesar -0,094 yang berarti
bahwa moderasi XZ memperlemah pengaruh Z terhadap Y. Taraf signifikansi Z
bernilai tidak signifikan 0,588 dan taraf signifikansi interaksi XZ bernilai
tidak signifikan 0,084, maka keberadaan Z merupakan sebagai moderator
potensial (homologizer moderator), hal ini sesuai dengan pengelompokan
sebagaimana penelitian Sugiono (2004). Hasil pengujian memberi kesimpulan
Ho diterima dan Ha ditolak artinya kebijakan remunerasi tidak memoderasi
pengaruh kompetensi terhadap kinerja auditor. Dengan demikian hipotesis 2
(H2) yang menyatakan bahwa Kebijakan Remunerasi memoderasi pengaruh
Kompetensi terhadap Kinerja Auditor ditolak.
3. Pembahasan Hipotesis Penelitian
a. Kompetensi berpengaruh terhadap Kinerja Auditor.
Hipotesis pertama diterima disebabkan karena responden auditor
mempunyai sikap positif terhadap pentingnya peran kompetensi di Direktorat
Audit DJBC. Berdasarkan kuesioner yang diberikan, terungkap bahwa mereka
memahami bahwa kompetensi merupakan variabel yang berpengaruh kuat
terhadap kinerja auditor. Dengan didukung kompetensi yang baik, maka kinerja
auditor tersebut akan semakin baik juga. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan
hasil pengujian uji t bahwa secara parsial kompetensi berpengaruh terhadap

434
kinerja auditor dimana hal ini menguatkan hipotesis yang diambil dalam
penelitian.
Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya Arini (2010) yang
menyatakan bahwa persepsi auditor internal atas kode etik yang terdiri atas
integritas, obyektivitas, kerahasiaan, dan kompetensi secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor internal. Pengujian variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial menunjukkan bahwa
dari empat variabel independen yaitu integritas, obyektivitas, kerahasiaan, dan
kompetensi, hanya variabel obyektivitas dan kompetensi yang secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor internal. Selain itu penelitian
ini sejalan juga dengan hasil penelitian Efendy (2010) yang menyatakan
bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit dimana kualitas
audit merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam menilai kinerja
auditor internal.
b. Kebijakan Remunerasi tidak memoderasi pengaruh Kompetensi terhadap
Kinerja Auditor
Berdasarkan hasil uji interaksi diperoleh hasil bahwa tidak ada interaksi
antara variabel moderator dan variabel prediktor dengan kata lain bahwa
kebijakan remunerasi tidak memoderasi pengaruh antara kompetensi terhadap
kinerja auditor. Melalui instrumen penelitian atau kuesioner yang
diberikan mengungkapkan bahwa auditor tidak mempunyai sikap positif
terhadap kebijakan remunerasi dalam memoderasi pengaruh kompetensi
terhadap kinerja auditor.

435
Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian Lina, (2014) yang
menunjukkan bahwa sistem reward tidak mempengaruhi hubungan antara
kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai biro UMSU.
Dengan demikian sistem reward bukan merupakan variabel moderating.
Sistem reward bukanlah faktor memperlemah ataupun memperkuat hubungan
antara kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai. Hal ini
dimungkinkan karena reward yang diberikan UMSU kepada pegawainya
bukan berdasarkan kinerja pegawai tetapi berdasarkan pada masa kerja,
golongan dan jabatan serta tingkat kehadiran pegawai.
Berdasarkan penelitian Fessler (2003), subyek penelitian yang awalnya
menerima tugas kompleks sebagai hal yang menarik, kompensasi berbas
insentif justru menurunkan daya tarik tugas tersebut. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kompensasi berbasis insentif dapat, dalam kondisi
tertentu, berinteraksi dengan dan bahkan berdampak negatif terhadap persepsi
tugas tarik dan kinerja tugas. Selain itu penelitian tersebut menemukan bahwa
terdapat hubungan positif antara persepsi daya tarik tugas dan kinerja.
Beberapa teori yang menjadi pertimbangan sejalan dengan hasil
pembahasan tersebut adalah kompensasi berdasarkan kinerja dapat merusak
daya tarik tugas (task attractiveness) dalam bentuk motivasi untuk melakukan
tugas tersebut. Contoh, motivasi dari luar (ekstrinsik), dalam bentuk
kompensasi berdasarkan kinerja mengungguli motivasi dari dalam diri
(intrinsik), Frey, B. S., and R. Jegen, (2000). Sementera itu R. Koestner, (1999)
dalam penelitiannya membuktikan bahwa ketergantungan terhadap
insentif/reward mengurangi daya tarik tugas bahkan ketika pada awalnya tugas
tersebut dianggap menarik. Activation theory menyatakan bahwa daya tarik
yang dirasakan merupakan fungsi dari tingkat gairah individu (tingkat stres)
selama melakukan tugas. Gairah yang sedang mengarah ke maksimumnya daya
tarik yang dirasakan, sementara terlalu banyak atau terlalu sedikit gairah
menyebabkan berkurangnya daya tarik Gardner (1988).
Berdasarkan wawancara terhadap beberapa auditor, kebijakan remunerasi
yang terjadi saat ini dirasa tidaklah terlalu signifikan jika dibandingkan

436
dengan pegawai non fungsional. Sebagai contoh adalah pemberian unsur
tunjangan fungsional auditor sebesar Rp 260.000,00 tidak jauh berbeda dengan
tunjangan umum untuk pelaksana lainnya sebesar Rp 180.000,00. Selain itu
faktor penempatan, dengan adanya sentralisasi maka auditor tidak merasa
dikhawatirkan dengan isu mutasi atau perpindahan ke unit lain sehingga
mereka dapat fokus terhadap pelaksanaan tugas audit serta membangun
kehidupan keluarganya dengan lebih baik. Penelitian ini sejalan dengan
pandangan Pasaribu, (2015) bahwa saat ini fungsional di Direktorat Audit
DJBC ditetapkan oleh kepegawaian, dimana secara umum pegawai yang
difungsionalkan mungkin hanya tertarik kepada fungsional karena berlokasi di
Jakarta/pusat. Hanya itu yang menjadi daya tarik fungsional audit. Ketika
karyawan menganggap suatu penugasan menarik, kompensasi berbasis insentif
dapat mengurangi anggapan tersebut dan memperburuk kinerja. Selain itu
penolakan kebijakan remunerasi dalam memoderasi pengaruh kompetensi
terhadap kinerja auditor dapat dijelaskan dalam beberapa kemungkinan
lainnya yaitu auditor di Direktorat Audit DJBC merupakan auditor yang
berstatus Aparatur Sipil Negara atau sebelumnya disebut Pegawai Negeri Sipil
yang berbeda dengan auditor di badan usaha/jasa atau kantor akuntan publik,
atau lembaga jasa audit swasta lainnya yang memberikan remunerasi, upah dan
reward lainnya berdasarkan kinerja yang diberikan, sedangkan di sektor
pemerintah penerapannya tidak demikian. Selain itu beberapa hal lainnya
seperti jam kerja yang berbeda dengan pegawai lainnya (non auditor) karena
intensitas pelaksanaan tugas di luar kantor cukup sering, jika pemanfaatan waktu
pengerjaan tugas dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien maka auditor akan
memiliki waktu lebih untuk keperluan pribadi atau keluarga dibanding pegawai
lainnya. Sementara untuk penghasilan tetap berupa gaji dan tunjangan
sebenarnya tidak memiliki perbedaaan yang terlalu signifikan antara auditor
dengan pegawai lainnya seperti, tunjangan fungsional auditor tidak jauh
berbeda dengan tunjangan umum pada pegawai lainnya (non auditor). Namun
dari beberapa penjelasan tersebut diatas, hal itu bukanlah berarti bahwa

437
penerapan kebijakan remunerasi tidak memberi pengaruh sama sekali terhadap
auditor, tetapi karena faktor lainnya tersebut diatas dianggap lebih berperan.
4. Kesimpulan
a. Kompetensi berpengaruh (positif) signifikan terhadap kinerja auditor.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik kompetensi auditor maka akan
meningkatkan kinerja auditor tersebut;
b. Kebijakan remunerasi tidak memoderasi pengaruh kompetensi terhadap
kinerja auditor. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan kebijakan
remunerasi di Direktorat Audit DJBC tidak memberi pengaruh positif
terhadap hubungan kompetensi dan kinerja auditor.
5. Implikasi
a. Direktorat Audit DJBC sebaiknya tetap meningkatkan perhatian terhadap
kompetensi auditor baik dengan peningkatan pengetahuan, keahlian dan
pengalaman audit yang didapat baik dari pendidikan formal dan non
formal.
b. Oleh karena kebijakan remunerasi sebagai potensial moderator, maka
sebaiknya dalam penerapannya di Direktorat Audit agar perlu ditinjau
ulang dan dilakukan perbaikan agar mampu meningkatkan kompetensi
dan kinerja auditor.
6. Keterbatasan Penelitian
a. Penelitian ini hanya dilakukan pada tingkatan ketua dan anggota tim pada
Direktorat Audit DJBC.

b. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan pembagian


kuesioner, survei, atau wawancara sehingga masih terdapat beberapa
kelemahan seperti kemungkinan jawaban yang kurang cermat, anggapan
hanya formalitas kantor, dll.
c. Nilai koefisien determinasi pengaruh variabel Kompetensi terhadap
Kinerja Auditor yaitu sebesar 47,3 persen sisanya 52,7 persen dipengaruhi
oleh variabel lain. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah
variabel-variabel lain.
7. Saran

438
a. Peneliti berharap agar penelitian selanjutnya dapat memeperluas sampel
seperti penambahan sampel mulai dari Pengendali Teknis Audit (PTA)
bahkan Pengawas Mutu Audit (PMA), sehingga diharapkan hasil penelitian
lebih merata dan menyeluruh ke setiap tingkatan jabatan fungsional.
b. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan survei dan
wawancara secara langsung person to person, chating ataupun media lainnya
guna mengurangi kekurangcermatan atas jawaban responden.
c. Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat menambah variabel-variabel
lain yang mempengaruhi kinerja auditor seperti variabel perencanaan audit,
kompleksitas tugas, manajemen risiko audit, dll.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, S. (2011). Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan


Publik. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Trisakti.

Anwar, S. (2015a). Nilai Pabean Harga Guna Menghitung Bea Masuk.


Yogyakarta: Gambang Buku Budaya.

Anwar, S. (2015b). Mengenal Fasilitas Kepabeanan dan Pembebasan Bea


Masuk. Yogyakarta: Gambang Buku Budaya.

Arens and Loebbecke. (2006). Auditing; An Integrated Approach. (1. edition,


Ed.) New Jersey: Prentice Hall International Inc.

Arini, T. F. (2010, Mei). Pengaruh Persepsi Auditor Internal Atas Kode Etik
Terhadap Kinerja Auditor Internal: Studi pada Auditor di Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Surakarta, Jawa Tengah.

Beatty R.P. (1989). Auditor Reputation and The Pricing of Initial Public
Offerings. The Accounting Review 64 (4).

Bing Jueming, et al. (2014). Audit Quality Research Report. Australian


National Centre for Audit and Assurance Research.

439
Carcello J.V., et al. (1992). Audit Quality Attributes: The Perceptions of
Audit Partners, Preparers and Financial Statement Users. Auditing: A
Journal of Practice and Theory 11 (Spring),.

Copley P.A. (1989). The Determinants of Local Government Audit Fees;


Additional Evidence. Research in Governmental and Nonprofit
Accounting 5, 3-23.

Dalmy, D. (2009). Pengaruh sumber daya manusia, komitmen, motivasi terhadap


kinerja auditor dan reward sebagai variabel moderating pada Inspektorat
Provinsi Jambi. Tesis. Medan, Sumatera Utara: Universitas Sumatera
Utara.

DeAngelo L.E. (1981a). Auditor Independence, "Low Balling", and


Disclosure Regulation. Journal of Accounting and Economics, August,
113-127.

DeAngelo L.E. (1981b). Auditor Size nd Audit Quality. Journal of Accounting


and Economics, December,183-199.

DeAngelo, L. E. (1981). Auditor Size and Audit Quality. Journal of Accounting


and Economics 3 (3), 183-200.

Deluca, M. J. (1990). Handbook of Compensation Management. New Jersey:


Prentice Hall, Inc.

Efendy, M. T. (2010, Januari). Pengaruh Kompetensi, Independensi dan


Motivasi Terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat dalam
Pengawasan Keuangan Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah
Gorontalo). Tesis. Semarang: Tidak dipublikasikan.

Fessler, N. J. (2003). Experimental Evidence on the Links among Monetary


Incentives, Task Attractiveness, and Task Performance. Journal of
Management Accounting Research, Fifteen, 161-176.

Fitriany. (2010). Analisis Komprehensif Pengaruh Independensi dan


Kompetensi Auditor terhadap Kualitas Audit. Disertasi Pascasarjana
Ilmu Akuntansi Universitas Indonesia.

Frey, B. S., and R. Jegen. (1999-2000). Does pay motivate volunteers?


Motivation c r o w d i n g theory : A survey of empirical evidence.
University of Zurich.

440
G.T. Milkovich, J.M. Newman. (2002). Compensation, Seventh Edition.
Boston: The McGraw Hill Companies, Inc.

Gardner, D. G. (1988). Activation theory and job design: Review and


reconceptualization. Research in Organizational Behavior 10, 81–122.

Ghazali, I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS (Vol.


Edisi Ketiga). Semarang: BP- Universitas Diponegoro.

Handoko, M. (1992). Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta:


Kanisius.

Harm oko , E. (2010). Pengaruh Remunerasi, Budaya Organisasi dan Sistem


Grading Terhadap Kinerja Pegawai pada Direktorat Barang Milik
Negara II. Tangerang: STAN.

IAASB. (2014). International Auditing and Assurances Standards Board. In I.


F. Accountant, A Framework for Audit Quality; Key Elements That
Create an Environtment for Audit Quality. Indonesia, K. B. (n.d.).

Kenny, R. M. (1986). The Moderator-Mediator Variable Distinction in Social


Psychological Research: Conceptual, Strategic, and Statistical
Considerations. (U. o. Connecticut, Ed.) Journal of Personality and Social
Psychology, Vol. 51 No. 6, 1173-1182.

Kim J. et al. (2002). Auditor Designation, Auditor Independence and Earnings


Management; Evidence from Korea. Working Paper, The Hong Kong
Polytechnic University.

Lina, D. (2014, Maret). Analisis Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi


terhadap Kinerja Pegawai dengan Sistem Reward sebagai Variabel
Moderating. Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis, Vol. 14 No.1, 77-97.

Lowensohn et al. (2007). Auditor specialization, perceived audit quality,


and audit fees in the local government audit market. Journal of
Accounting and Public Policy 26.

Mangkunegara, A. (2002). Perilaku Konsumen. Bandung: PT Rafika Aditama.


.

Mansi, S.A. et al. (2004). Does Auditor Quality and Tenure Matter to Investor?
Evidence from Bond Market. Journal of Accounting Research 42 (4),
755-793.

441
Mathilda, T. (2008). Pengaruh Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran terhadap
Kinerja Manajerial dengan Reward sebagai Variabel Moderating pada
Asian Agri Group. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Mayangsari, S. (2003, Januari). Pengaruh Keahlian Audit dan Independensi


terhadap Pendapat Audit: Suatu Kuasieksperimen. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia, Vol. 6 No. 1.

Mondy R., Wayne & Noe III, Robert M. (1992). Human Resources Management
Fifth Edition. USA: Allyn and Bacon.

Mulyadi. (1992). Pemeriksaan Akuntan. Yogyakarta: Badan Penerbit STIE

YKPN. Nunnaly, J. (1967). Psychometric Methods. New York: McGraw-Hill.

O'Keefe T.B., et al. (1994). The Production of Audit Services; Evidence from
a Major Public Accounting Firm. Journal of Accounting Research 32 (2),
241-261.

Palagia dkk, M. (2012). Remunerasi, Motivasi, dan Kepuasan Kerja terhadap


Kinerja Pegawai pada Kantor Pajak: Studi pada Kantor Pajak di Kota
Makassar.
Palmrose Z. (1988). An Analysis of Auditor Litigation and Sservice Quality. The
Accounting Review 63 (1). Pasaribu, P. (2015, Mei). Sentralisasi Audit
Dianggap Berhasil, Benarkah? Warta Bea Cukai, Vol. 47(ISSN
0126-2483), 5-12.

Priyambudhi, D. (2012). Pengaruh Remunerasi Terhadap Kinerja Pegawai


KPPN Percontohan II Surabaya dan KPPN Malang. (Skripsi, Ed.)

R. Koestner, a. R. (1999). A meta-analytic review of experiments examining


the effect of extrinsic rewards on intrinsic motivation. Psychological
Bulletin 125 (6), 627–668.

Republik Indonesia, Undang Undang Kepabeanan;. (1995). Tentang


Kepabeanan. Indonesia. Robbins, S. T. (2008). Perilaku Organisasi, edisi
12. Jakarta: Salemba Empat.
Saifuddin. (2004). Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Opini
Audit Going Concern (Studi Kuasieksperimen pada Auditor dan
Mahasiswa). Universitas Diponegoro. Semarang: Tidak dipublikasikan.

Sancoko, B. (2010, Jan - Apr). Pengaruh Remunerasi Terhadap Kualitas


Pelayanan Publik. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 17,
43-51.

442
Setyaningrum, D. (n.d.). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas
Audit BPK RI.

Sri Lastanti, H. (2005, April). Tinjauan Terhadap Kompetensi dan Independensi


Akuntan Publik : Refleksi Atas Skandal Keuangan. 5.

Sugiono. (2004, Mei 2). KONSEP, IDENTIFIKASI, ALAT ANALISIS DAN


MASALAH PENGGUNAAN VARIABEL MODERATOR. Jurnal Studi
Manajemen dan Organisasi, 61.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sujana, E. (2012, Desember). Pengaruh Kompetensi, Motivasi, Kesesuaian Peran


dan Komitmen Organisasi Terhdap Kinerja Auditor Internal Inspektorat
Pemerintah Kabupaten (Studi pada Kantor Inspektorat Kabupaten Badung
dan Buleleng). Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika, Vol. 2, 2089-
3310.

Suprianto, E. (2013). Pengaruh Penetapan Sasaran dan SIstem Remunerasi


terhadap Kinerja Pegawai Organisasi Sektor Publik (Studi pada Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara di Jawa Timur). Jurnal Ilmiah
Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya.

The Center for Audit Quality. (2014). CAQ Approach to Audit Quality
Indicators.

Trisnaningsih, S. (2007). Independensi Auditor dan Komitmen Organisasi


Sebagai Mediasi Pengaruh Pemahaman Good corporate governance,
Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Auditor.
Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.

Uma, S. (n.d.). Research Methods for Bussiness; A Skill Building Approach 4rd
Edition. John Wiley & Sons Inc.

United States General Accounting Office. (1985). Statement of Frederick D.


Wolf, Director Accounting and Financial Management Division Before
The Legislation and National Security Subcommittee of The House
Committee on Government Operations on GAO's Review of Audit
Quality of Certified Public Accountant. Washington, United States
General Accounting Office, USA.

Werther, William B. & Davis, Keith. (1996). Human Resources and Personel
Mangement. Boston: McGraw Hill, Inc.

443
World Customs Organization (WCO). (2012). Guidelines for Post Clearance
Audit (PCA). Brussels.

World Customs Organization. Post Clearance Audit Guideline. (2016, Januari


(diakses 9 Januari 2016)).
Retrieved from www.wcoomd.org:
http://www.wcoomd.org/en/topics/enforcement-and- compliance/instruments-
and-tools/guidelines/pca-guidelines.aspx

Zahroh, F. (2014). Pengaruh Pengalaman dan Komitmen Organisasi Terhadap


Kinerja Auditor (Studi pada Kantor Akuntan Publik di Indonesia yang
Terdaftar di Directory 2010). Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol 16, No 2.

Zamroni. (2015). Analisis Pengaruh Kompetensi, Pengalaman dan


Independensi Terhadap Kualitas Audit pada Direktorat Audit DJBC.
Skripsi. Jakarta, Indonesia: STAN.

444

Anda mungkin juga menyukai