Pada saat pengumpulan data dalam penelitian, terutama dengan metode kualitatif, catatan
lapangan menjadi aspek yang sangat penting. Catatan lapangan akan menjadi bukti rekaman
perjalanan peneliti selama melakukan proses penelitian. Hal ini disebabkan karena saat
mengumpulkan data, semua indera yang ada pada peneliti akan ikut bermain dan menjadi
alat pengumpulan data (Jessen et al. 2022). Mengapa demikian, karena salah satu metode
pengumpulan data yang digunakan adalah Observasi atau Pengamatan.
Catatan lapangan adalah hasil dari observasi yang dilakukan saat pencarian data, berbeda
dengan hasil wawancara yang biasanya disebut Transkrip Wawancara. Pada penelitian
kualitatif, observasi adalah teknik pengumpulan data yang paling utama (Yenrizal et al. 2022).
Apa yang diamati harus dituliskan sesegera mungkin. Pengamatan ini tidak hanya
berdasarkan penglihatan dari mata peneliti semata, tetapi juga apa yang dirasakan. Oleh
karena itu, seorang peneliti kualitatif harus bisa membuat catatan lapangan ini dengan baik.
Akan lebih baik catatan lapangan ini dibuat dalam bentuk Catatan Harian (Daily Note)
(Stephen Kemmis 2008), sehingga rekaman perjalanan peneliti per hari bisa terlihat.
Ada beberapa penulis yang membedakan antara catatan lapangan dengan catatan harian.
Dimana catatan lapangan disebutkan sebagai catatan yang ditulis saat berada di lapangan,
dan catatan harian ditulis setelah peneliti berada di posko. Dalam hal ini, pada tulisan ini saya
lebih cenderung mengatakan bahwa catatan lapangan adalah catatan yang dituliskan
berdasarkan hasil pengamatan dan termasuk wawancara, baik ditulis di posko ataupun di
lokasi penelitian. Persoalan tempat menuliskan tidak dipersoalkan karena substansinya sama
yaitu hasil pengamatan dan wawancara.
Alasan Pentingnya Catatan Lapangan
1. Menjadi bukti syahih terhadap apa yang dilakukan peneliti dalam periode
pengumpulan data (Yenrizal et al. 2022)
Catatan lapangan akan memperlihatkan rekam jejak peneliti per periode waktu, bisa
per hari, per topik, atau per lokasi. Apa yang terlihat dan apa yang dilakukan
digambarkan secara detil dalam catatan ini. Peneliti bisa menunjukkan kepada pihak
lain tentang apa yang dilakukannya selama penelitian, semua ada dalam catatan
lapangan yang tersusun secara rapi dan detil.
2. Membantu peneliti untuk mengembalikan daya ingat saat penulisan laporan
Sebagai manusia, peneliti tentu memiliki batas kemampuan daya ingat, apalagi
dengan begitu banyaknya data yang didapat. Ada kemungkinan peneliti lupa tentang
beberapa hal yang dialami dan diingat saat melakukan penelitian, terutama apa yang
dilihat dan didengar. Oleh karena itu catatan lapangan yang baik akan menjadi alat
bantu yang paling efektif dalam mengembalikan ingatan peneliti saat menuliskan
laporan penelitian.
3. Membantu peneliti untuk melakukan kontrol terhadap data yang dikumpulkan
Pada catatan lapangan yang baik, apalagi dibuat dalam bentuk catatan harian, akan
bisa menjadi alat kontrol terhadap data yang dikumpulkan. Peneliti bisa melihat data
apa saja yang sudah dikumpulkan dan data apa yang belum lengkap. Peneliti bisa
membuat di bagian akhir setiap catatan lapangan tentang rencana tindak lanjut di
keesokan hari atau periode berikutnya. Rencana lanjutan inilah yang menjadi kontrol
data, karena disitu akan dicantumkan rencana apa lagi yang harus dilakukan besok
harinya.
4. Mempermudah peneliti dalam penulisan laporan penelitian
Saat menulis laporan penelitian, biasanya banyak bersumber dari hasil pengamatan
yang menunjukkan pengalaman peneliti. Isinya harus lengkap dan detil. Ini berguna
sekali saat menuliskan laporan penelitian, dimana peneliti bisa melakukan Copy Paste
terhadap catatan tersebut ke laporan penelitian ataupun melakukan sedikit modifikasi.
Tanpa perlu repot-repot mengetik ulang, cukup ambil saja dari catatan lapangan.
5. Bisa menjadi bahan publikasi tersendiri di luar laporan penelitian
Menuliskan catatan lapangan punya seni tersendiri. Sebaiknya dituliskan dengan
kalimat yang lentur , apa adanya, dan sedikit nyastra. Apabila peneliti mampu menulis
dengan baik, maka hasil catatan lapangan tersebut bisa dijadikan bahan publikasi
tersendiri, diluar laporan penelitian. Tentunya ini menjadi nilai tambah penting untuk
menunjukkan kualitas peneliti, bahwa ia memang mampu merekam jejak penelitian
dengan baik dan kemudian menuliskan pula dengan menarik.
Ketentuan yang Harus Ada dalam Catatan Lapangan
1. Keterangan waktu (Hari, Tanggal, Jam)
Pada bagian awal penulisan catatan lapangan, dituliskan keterangan waktu tentang
kapan pelaksanaan pencarian data dilakukan. Hal ini meliputi Hari dan Tanggal
pelaksanaan, termasuk jam pelaksanaan. Catatan lapangan yang dimaksud disini
adalah catatan yang dibuat per topik. Misalnya dilakukan pada rumah Kepala Desa,
tentunya waktu terbatas. Misalnya berlangsung pada jam 08.00 – 10,00 WIB.
2. Keterangan lokasi (tempat dimana data dikumpulkan)
Keterangan lokasi menunjukkan dimana lokasi pencarian data dilakukan. Misalnya
Rumah Kepala Desa.
3. Keterangan topik (catatan ini tentang topik apa)
Ketentuan tentang topik apa yang dilakukan saat itu. Misalnya topik tentang tata cara
pengolahan lahan, topik tentang tradisi tahlilan, dan sebagainya.
4. Keterangan narasumber jika menggunakan wawancara
Apabila menggunakan narasumber, khususnya wawancara, maka harus disebutkan.
Hal ini bisa dibuat di bagian awal catatan lapangan.
5. Catatan perjalanan
Menjelaskan tentang rute atau wilayah-wilayah yang ditempuh dalam perjalanan
pencarian data tersebut. Penjelasan ini harus rinci dan bisa menunjukkan seolah-olah
pembaca berada di daerah itu.
6. Dinamika di lapangan
Menjelaskan berbagai dinamika yang ditemukan peneliti saat berada di lapangan. Bisa
kondisi cuaca, sulit atau mudahnya medan yang dilewati, penerimaan informan,
kondisi lokasi yang didatangi, kondisi fisik dan juga kondisi batin si peneliti, termasuk
masalah-masalah lain yang ditemui.
7. Intisari atau kesimpulan dari yang hasil pencarian data
Saat mencari data, dipastikan peneliti mengamati dan kemudian pasti merasakan
sesuatu terhadap apa yang dilihat dan diamati. Peneliti harus bisa membuat
kesimpulan umum dari apa yang diamati tersebut, walaupun tentu saja bukan
kesimpulan akhir. Refleksi peneliti terhadap apa yang diamati perlu dimunculkan
karena ini akan jadi bahan untuk pendalaman masa selanjutnya.
8. Catatan untuk besok hari atau masa selanjutnya
Pengamatan dan wawancara yang dilakukan pada hari tertentu, biasanya akan
membutuhkan pendalaman di tahap berikutnya. Peneliti harus menuliskan apa yang
perlu dilakukan di keesokan harinya lagi, pendalaman apa yang mesti dilakukan lebih
lanjut.
Oleh karena itu, sebelum membuat catatan lapangan dan sebelum turun ke lapangan,
seorang peneliti harus mempersiapkan segala kebutuhan teknis. Persiapkan segala peralatan
yang dibutuhkan (alat perekam, kamera, block note, pulpen). Membuat catatan lapangan
tentunya membutuhkan peralatan-peralatan khusus. Sejatinya alat ini merupakan alat yang
lazim digunakan seorang peneliti lapangan. Alat ini harus dimaksimalkan dan harus ada.
Selain itu, seorang peneliti harus sensitif terhadap segala sesuatu yang diamati. Rasa
sensitif terhadap apa yang diamati, dilihat, didengar, mutlak harus dimiliki oleh seorang
peneliti. Hasil dari pengamatan inilah yang kemudian akan dituliskan. Oleh karena itu
sensitifitas terhadap apa yang diamati harus begitu kuat. Seorang peneliti harus bisa
memahami dan menangkap apa yang terjadi dan apa yang dirasakan. Seorang peneliti yang
membahas tentang komunikasi lingkungan misalnya, ia harus sensitif terhadap kondisi cuaca,
kuat rendahnya hembusan angin, gemericik air, kondisi lahan, dan sebagainya. Termasuk jika
mewawancarai narasumber harus sensitif terhadap gerak gerik tubuh si narasumber, apakah
ia rileks, kaku, tegang, dan sebagainya. Ini harus dituliskan dalam catatan lapangan.
Referensi
Jessen, Tyler D., Natalie C. Ban, Nicholas Claxton, and Chris T. Darimont. 2022.
“Contributions of Indigenous Knowledge to Ecological and Evolutionary Understanding.”
Frontiers in Ecology and the Environment 20(2):93–101. doi: 10.1002/fee.2435.
Stephen Kemmis. 2008. The SAGE Handbook of Action Research 8 Critical Theory and
Participatory Action Research 8 Critical Theory and Participatory Action.
Yenrizal, Agus Rahmat, Johan Iskandar, and Atwar Bajari. 2022. “Manusia Memandang
Alam Dalam Perspektif Etnoekologi Komunikasi.” in Etnoekologi Komunikasi, Orang
Semende Memandang Alam. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.