Anda di halaman 1dari 14

Hand Out

Membuat Catatan Lapangan


A. Pengertian Catatan Lapangan
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif biasanya mengandalkan
observasi dan wawancara. Saat peneliti berada di lapangan untuk mengumpulkan data,
peneliti haruslah membuat catatan agar membatu peneliti mengingat informasi yang telah
didapatkan. Menulis catatan lapangan bertujuan untuk mencatat segala sesuatu dengan
rinci. Catatan lapangan bukan laporan atau rangkuman, atau sekedar seleksi dari hal-hal
yang menarik. Menurut Satori dan Komariah (2011: 179) catatan lapangan adalah bahan
mentah lengkap dengan riset peneliti yang dituliskan semuanya, atau peneliti akan lupa
pada begitu banyak informasi atau hanya ingat hal-hal tertentu saja.
Catatan lapangan menjadi rekaman paling penting, melalui catatan peneliti dapat
menyusun laporan penelitian secara komprehensif dan seiring berjalannya waktu, catatan
lapangan menjadi arsip yang kaya dan tidak ternilai harganya. Menurut Joukowsky (Satori
dan Komariah, 2011: 180) catatan lapangan atau field notes, merupakan catatan yang
dibuat langsung pada buku catatan ketika peneliti berada di lapangan. Catatan lapangan
sebaiknya ditulis pada buku catatan. Buku catatan ini memuat semua indikasi atau gejala,
nama atau istilah yang diberikan penduduk setempat, letak administratif temuan,
deskripsi temuan, sket temuan, hasil pengukuran, informasi atau pendapar penduduk
mengenai temuan tersebut, dan interpretasi sementara. Semua catatan harus ditulis
dengan jelas dan mudah dimengerti bila akan diacu untuk pembuatan laporan verbal dan
visual, agar tidak ada hal-hal penting yang terlewatkan.
Sementara itu menurut Moleong (2014: 208) menjelaskan bahwa catatan yang dibuat
di lapangan berbeda dengan catatan lapangan. Catatan itu berupa coretan seperluanya
berisi kata-kata kunci yang dipersingkat, frasa, pokok-pokok isi pembicaraan atau
pengamatan, dapat berupa gambar, sketsa, sosiogram, diagram, dan lain-lain. Catatan
tersebut berguna sebagai perantara yanitu antara apa yang dilihat, didengar, dirasakan,
dicium, dan diraba dengan catatan yang sebenarnya dalam bentuk catatan lapangan.

Membuat Catatan Lapangan 1


Catatan tersebut baru kemudian diubah ke dalam catatan lengkap dan dinamakan catatan
lapangan setelah peneliti tiba di rumah.
Disimpulkan dari beberapa pengertian diatas, catatan lapangan adalah catatan yang
berisi deskripsi lengkap tentang subjek, objek, tempat, kejadian, aktivitas, percakapan, dan
informasi lainnya yang telah dialami, dilihat, dan didengar oleh peneliti pada saat
mengumpulkan data di lapangan yang dibuat peneliti setelah tiba di rumah atau setelah
pulang dari lapangan penelitian, ditulis secara lengkap, jelas, dan mudah dimenegerti.

B. Bentuk catatan lapangan


Dalam penjelasannya, Moleong mengungkapkan bahwa model suatu catatan lapangan
membaginya ke dalam tiga macam, yakni catatan pengamatan, catatan teori, dan catatan
metodologi (2001:154-156).
1. Catatan Pengamatan (CP)
Catatan pengamatan adalah pernyataan tentang semua yang dialami yaitu yang dilihat
dan didengar dengan menceritakan siapa yang menyatakan atau melakukan apa dalam
situasi tertentu (Moleong, 2001:155). Pernyataan tersebut tidak boleh berisi penafsiran,
hanya merupakan catatan sebagaimana adanya dan pernyataan yang datanya sudah teruji
kepercayaan dan keabsahannya.
Setiap catatan pengamatan mewakili peristiwa yang penting sebagai bagian yang akan
dimasukkan ke dalam proposisi yang akan disusun atau sebagai kawasan suatu konteks
atau situasi. Moleong (2001:155) menambahkan bahwa catatan pengamatan merupakan
catatan tentang siapa, apa, bilamana, di mana, dan bagaiamana suatau kegiatan manusia.
Hal itu menceritakan ”siapa mengatakan” atau ”melakukan apa” dalam kondisi tertentu.
Setiap catatan pengamatan merupakan suatu kesatuan yang menunjukkan adanya satu
datum atau sesuatu yang sangat berkaitan atau menjelaskan peristiwa atau situasi yang
ada pada catatan pengamatan lainnya. Jika catatan pengamatan itu merupakan kutipan,
sebaiknya dikutip secara tepat.
2. Catatan Teori (CT)
Catatan teori yakni digunakan untuk menampung peneliti yang ingin mempersoalkan
melebihi fakta. Catatan teori mewakili usaha yang terkontrol dan dilakukan secara sadar

Membuat Catatan Lapangan 2


untuk memperoleh pengertian dari satu atau beberapa catatan pengamatan. Peneliti
sebagai pencatatan senantiasa berpikir tentang apa yang dialaminya dan membuat
pernyataan khusus tentang arti sesuatu yang dirasakannya sebagai sesuatu yang
menghasilkan suatu pemikiran konseptual. Dengan demkian ia mulai menafsirkan,
menyimpulkan, berhipotesis, bahkan berteori. Ia mulai mengembangkan konsep baru,
menghubungkannya dengan konsep lama, atau menghubungkan antara sesuatu yang
diamatinya dari segi lain yang akan menghasilkan suatu perubahan sosial.
3. Catatan Metodologi (CM)
Menurut Moleong (2001:156) catatan metodologi ialah pernyataan yang berisi
tindakan operasional yang berpengaruh terhadap suatu kegiatan pengamatan yang
direncanakan atau yang sudah diselesaikan. Jadi, catatan metodologi berupa instruksi-
instruksi terhadap pengamat sendiri, peringatan, kritik terhadap taktiknya. Hal itu berisi
soal waktu, penata urutan kegiatan, penetapan dan kestabilan langkah, pengaturan situasi
dan tempat, cara pengamat berkelit dalam taktik, dan lain sebagainya. Catatan metodologi
mempermasalahkan tindakan diri peneliti dan proses metodologinya.
Yin (2011: 162) menjelaskan bahwa ketika peneliti mengambil catatan lapangan maka
ia harus mendengarkan, menonton, dan mengasimilasi peristiwa kehidupan nyata pada
saat yang bersamaan. . Sebagai bagian dari catatan tersebut, peneliti akan mencatat ide,
strategi, ref1ections, dan firasat, serta perhatikan pola yang muncul. Bogdan dan Biklen
(2007: 119) mengemukakan bahwa keberhasilan hasil dari studi observasi partisipan
pada khususnya, tetapi lainnya bentuk penelitian kualitatif juga bergantung pada catatan
lapangan yang rinci, akurat, dan ekstensif.
Catatan lapangan memiliki bentuk yang beragam, dapat berupa kartu, notebook,
looseleaf, note kecil atau buku ukuran biasa (Alwasilah,2002). Catatan lapangan juga
dapat menyertakan gambar atau sketsa peneliti itu sendiri. Karena gambar akan
membantu peneliti melacak hubungan tertentu saat peneliti masih di lapangan, serta
untuk mengingat hubungan ini setelah peneliti menyelesaikan pekerjaan lapangan
peneliti.

Membuat Catatan Lapangan 3


Menurut Moleong (2014: 210) secara keseluruhan bentuk dari catatan lapangan ini
merupakan wajah catatan lapangan yang terdiri dari halaman depan dan halaman-
halaman berikutnya yang disertai petunjuk paragraf dan baris tepi.
Berikut ini adalah contoh dari catatan lapangan:

Gambar : Contoh catatan lapangan (Moleong,2007).

Berdasarkan contoh bagan di atas, maka catatan lapangan terdiri dari halaman
pertama, alinea dan batas tepi. Halaman pertama pada catatan lapangan secara
keseleruhuan memuat latar dan identitas subjek penelitian. Sedangkan alinea atau
paragraf dalam catatan lapangan memegang peranan khusus dalam kaitannya dengan
analisis data. Dimana setiap satu pokok persoalan, peneliti harus membuat alinea baru.
Disamping itu batas tepi kanan, pada catatan lapangan harus diperlebar, hal ini bertujuan
untuk memberikan ruang dalam koding (pemberian kode) sewaktu melakukan analisis
(Moleong, 2007).
Bogdan dan Biklen (2007: 120) mengatakan “…fieldnotes consist of two kinds of
materials. The first is descriptive-the concern is to provide a word-picture of the setting,
people, actions, and conversations as observed. The other is reflective…”. Hal ini berarti
bahwa pada dasarnya, catatan lapangan berisi dua bagian. Pertama, bagian deskirptif,
yang berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan, dan pembicaraan.
Kedua, bagian reflektif yang berisi kerangka berpikir dan pendapat peneliti, gagasan dan
kepeduliannya.

Membuat Catatan Lapangan 4


1. Bagian Deskriptif.
Bagian ini adalah bagian terpenjang yang berisi semua peristiwa dan pengalaman yang
didengar yang dilihat serta dicatat secara lengkap dan seobyektif mungkin.Atinya,
uraiannya sangat rinci dan jelas. Di samping itu, harus dihindari pernggunaan kata-kata
yang abstrak, seperti “disiplin, baik, bermain” dan lainnya, akan tetapi harus kata-kata
yang menguraikan apa yang diperbuat oleh obyek. Bagian ini berisi hal-hal berikut:
a. Gambaran diri subyek, yang dicatat adalah penampilan fisik, cara berpakaian, cara
bertindak, gaya berbicara dan bertindak. Kita harus menemukan sesuatu yang mugin
berbeda dengan yang lainnya. Jika pada bagian pertama catatan plapangan telah dicatat
gambaran diri secara lengkap, maka pada bagian selanjutnya tidak perlu diberikan lagi
gambaran cattan secara lengkap, tetapi cukup dengan perubahan-perubahan yang
terjadi.
b. Rekontruksi dialog, pencatatan dalam upaya mengulang kembali apa -apa saja yang
diperoleh dari subjek (secara verbal). Kemudian menggambarkan makna dari latar
atau suasana disekitar, selama melakukan observasi ataupun wawancara
c. Deskripsi pengaturan fisik, Deskripsi ini dapat digambarkan dengan menggunakan
pensil. Gambaran atau sketsa singkat yang secara verbal itu dapat pula dilakukan
tentang segala sesuatu yang ada pada latar fisik tesebut. Jika keadaan ruangan tempat
wawancara misalnya ada perasaan yang berbeda, maka harus dituangkan dalam kolom
tanggapan peneliti atau pengamat.
d. Catatan tentang peristiwa khusus. Jika ada catatan tentang peristiwa khusus, catatlah
apa yang ada di situ, apa yang dilakukannya, dan dengan cara bagaimana peristiwa itu
berlangsung. Harus dicatat pula apa hakikat dari peristiwa itu.
e. Penggambaran aktivitas. Untuk kategori ini peneliti memasukkan deskripsi perilaku
yang terperinci, mencoba untuk mereproduksi urutan dari kedua perilaku dan
tindakan tertentu.
f. Perilaku Pengamat. Gambaran ini merupakan gambaran tentang penampilan fisik,
reaksi, tindakan serta segala sesuatu yang dilakukan oleh pengamat sebagai instrumen
penelitian. (Moleong,2007)

Membuat Catatan Lapangan 5


2. Bagian Reflektif.
Bagian Reflektif (catatan reflektif), merupakan bagian yang secara khusus
menggambarkan sesuatu yang berkaitan dengan pengamat itu sendiri. Bagian ini berisi
spekulasi, perasaan, masalah, ide, sesuatu yang mengarahkan, kesan, dan prasangka
(Moleong, 2007). Munandir (1990) juga menambahkan bahwa catatan reflektif lebih
banyak memuat kerangka pikiran, gagasan, dan perhatian peng amatnya. Tujuan catatan
refleksi ini ialah untuk memperbaiki catatan lapangan dan untuk memperbaiki
kemampuan melaksanakan studi ini dikemudian hari. Patton (1980) dalam Miles dan
Huberman (1992) mengungkapkan bahwa catatan reflektif dapat juga digunakan s
ementara peneliti membuat catatan lapangan yang masih kasar. Hal ini dapat pula
meningkatkan kegunaan catatan lapangan.

C. Pembuatan Transkrip
1. Transkrip
Transkrip berupa rekapan dari hasil wawancara maupun observasi. Sebaiknya ditulis
secara jelas dan sederhana supaya mudah untuk dipahami. Dalam penyusunan transkrip
observasi, wawancara ataupun catatan lapangan sebelumnya telah dilakukan analisis
tematik dalam mengolah informasi yang biasanya terkait dengan tema atau hal-hal lain
yang masih memiliki hubungan dengan analisis.
a. Hasil wawancara
Pelaksanaan wawancara dalam pengambilan data penelitian kualitatif harus dibuat
senormal mungkin, supaya responden dapat memberikan data sekaligus informasi yang
maksimal. Peneliti dalam metode ini sekaligus menjadi instrument, karena peneliti harus
mampu megarahkan responden ke pertanyaan utama. Peneliti bisa saja memelai
pertanyaan secara acak dan kurang terarah. Hal ini dialkukan supaya responden nyaman
dan mampu percaya pada peneliti untuk memberikan informasi. Setelah itu, peneliti tidak
dapat memberikan perrtanyaan secara runtut dan terus menerus, tetapi ia harus
melakukannya secara mengalir meskipun pokok bahasan tidak teratur. Namun, di sisi lain
telah diketahui bersama bahwa kemampuan mengingat dengan tepat pernyataan dan

Membuat Catatan Lapangan 6


ekspresi peneliti tentu terbatas. Untuk itu, diperlukan sebuah alat yang mampu
merekamnya.
Alat rekam sebagai alat bantu dalam pengumpulan data melalui wawancara.
Berdasarkan data dari alat rekam, maka dapat dibuat menjadi transkrip. Proses transkrip
adalah proses untuk mengubah rekaman menjadi bentuk tertulis. Pada proses ini, peneliti
hanya melakukan penulisan atas rekaman tanpa mengubah, menyesuaikan atau
menyimpulkan.
b. Hasil observasi
Tidak hanya pada wawancara, transkripjuga dapat dibuat berdasaarkan hasil observasi
yang dilakukan. Hasil observasi sebisa mungkin menggambarkan secara ‘apa adanya’
informasi penelitian. dalam pembuatan transkrip melalui metode ini, diharapkan peneliti
sebisa mungkin tidak melakukan penyesuaian apapun.

2. Pengkodean
Tahap setelah membuat transkrip ialah pengkodean (coding). Ini merupakan proses
pengolahan data yang sekaligus merupakan tahap awal analisis. Proses ini harus didahului
dengan membaca hasil transkrip yang telah dibuat. Penulisan kode dapat menggunakan
kata-kata atau bagian dari kata-kata yang ada pada transkrip. Terdapat dua level coding
menurut K. Yin (2016: 198) yaitu:) yaitu:
a. Open Coding: berasal dari data asli, merupakan proses merinci, menguji,
membandingkan, konseptualisasi, dan melakukan kategorisasi data (kata-kata, kalimat,
maupun paragraf dari transkrip yang dibuat).
b. Category Codes: berupa proses seleksi kategori inti, menghubungkan secara sistematis
ke kategori-kategori lain, mencari hubungan-hubungan di dalamnya, dan dimasukkan
ke dalam kategori-kategori yang diperlukan lebih lanjut untuk perbaikan dan
pengembangan.
Sedangkan menurut Berg (2007: 253) dan Strauss (1987: 32), terdapat dua tipe coding,
yaitu:
a. Open Coding : di mana data dikode dengan mengasumsikan isi data asli dengan kode
sederhana

Membuat Catatan Lapangan 7


b. Axial Coding: merupakan suatu perangkat prosedur yang mengumpulkan data kembali
bersama dengan cara baru setelah open coding, dengan membuat kaitan antara
kategori-kategori. Ini dilakukan dengan memanfaatkan landasan berpikir (paradigma)
coding yang meliputi kondisi-kondisi, konteks-konteks, aksi strategi-strategi interaksi
dan konsekuensi-konsekuensi. Mencari tahu hubungan sebab akibat, pola interaksi,
kategori dan kelompok konsep sehingga kemudian dapat dibentuk kategori atau
dimensi baru atas suatu pemahaman.
Untuk mendapatkan hasil kode yang baik, Selanjutnya, terdapat langkah-langkah yang
membantu oeneliti dalam proses pengkodean yang terdiri dari langkah pengumpulan
data, mencari kata kunci, kemudian menentukan tema yang dikategorikan menjadi
beberapa sub tema dan dihubungkan dengan menggunakan pola. Setelah itu semua selesai
barulah dilakukan pengembangan teori. Dalam pelaksanaan langkah ini, peneliti
sebaiknya:
a. Membaca transkip berulang-ulang untuk mendapatkan pemahaman tentang masalah,
kemudian menggunakan salah satu bagian kosong untuk menuliskan pemadatan fakta-
fakta, tema- tema yang muncul maupun kata-kata kunci yang dapat esensi data dari
teks yang dibaca.
b. Peneliti menggunakan satu sisi yang lain untuk menuliskan apapun yang muncul saat
peneliti membaca transkip tersebut. Peneliti dapat menuliskan kesimpulan sementara,
suatu hal yang tiba-tiba muncul di pikirannya, interpretasi sementara, atau apapun.
c. Di lembaran terpisah, peneliti dapat mendaftar tema-tema yang muncul tersebut, dan
mencoba memikirkan hubungan antar tema.
d. Setelah peneliti melakukan proses di atas pada tiap-tiap transkrip atau catatan
lapangannya, ia dapat menyusun ‘master’ yang berisi daftar tema-tema dan kategori-
kategori, yang telah disusun sehingga menampilkan pola hubungan antar kategori
(‘cross cases’,bukan lagi kasus tunggal).
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa penulisan transkrip harus sesuai dengan
data sesungguhnya. Oleh karenanya, peneliti memerlukan alat rekam untuk mendata
secara utuh hasil dari wawancara, maupun observasi yang dilakukan. Setelah membuat
transkrip, peneliti melakukan pengkodean terhadap data yang ada. Pembuatan kode

Membuat Catatan Lapangan 8


(coding) disesuaikan dengan beberapa hal, tetapi secara umum, coding dilakukan untuk
memudahkan garis besar transkrip yang dibuat.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis setelah pengumpulan data
adalah sebagai berikut. Pertama, pengembangan sistem kategori pengkodean. Pengkodean
dalam penelitian ini dibuat berdasakan kasus latar penelitian, teknik pengumpulan data,
sumber data, fokus penelitian, waktu kegiatan penelitian dan nomor halaman catatan
lapangan. Pengkodean yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel berikut
ini.
Tabel 1: Sistem Pengkodean Analisis Data

NO ASPEK PENGKODEAN KODE

1. Kasus Latar Penelitian G


“SD N Gedongkiwo

2. Teknik Pengumpulan Data


a. wawancara W
b. observasi O
c. dokumentasi D

3. Sumber Data
a. Kepala Sekolah KS
b. Guru BK GBK
c. Guru Kelas GK
d. Orang Tua Siswa OS
e. Siswa S

4. Fokus Penelitian
Kebijakan sekolah KEBSEK

5. Waktu kegiatan : Tanggal-Bulan-Tahun 11-04-19

6. Nomor halaman catatan lapangan 11

Membuat Catatan Lapangan


Pengkodean ini digunakan dalam rangka kegiatan analisis data. Kode fokus penelitian
digunakan untuk mengelompokkan data hasil penelitian yang diperoleh melalui
wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Kemudian pada bagian akhir catatan
lapangan atau transkrip wawancara dicantumkan: (a) kode kasus latar penelitian, (b)
teknik pengumpulan data yang digunakan, (c) sumber data yang dijadikan informan
penelitian; (d) topik atau tema fokus penelitian, (e) tanggal, bulan dan tahun diadakan
kegiatan penelitian dan (f) nomor halaman catatan lapangan. Berikut ini disajikan contoh
penerapan kode dan cara membacanya.
Contoh penerapan kode : (G.W.KS.KEBSEK.11-04-19:11)
Tabel 2 : Contoh Penerapan Kode dan Cara Membacanya.

Kode Cara Membaca

Menunjukkan kode kasus latar penelitian pada kasus I


G
yaitu SD N Gedongkiwo

Menunjukkan jenis teknik pengumpulan data yang


W
digunakan yaitu teknik wawancara mendalam

Menunjukkan identitas informan/ sumber data yang


KS dijadikan informan penelitian, yaitu kepala sekolah,
disingkat KS

Menunjukkan topik atau tema fokus penelitian yaitu


KEBSEK
kebijakan sekolah

Menunjukkan tanggal, bulan dan tahun dilakukan


11-04-19
kegiatan penelitian

11 Menunjukkan nomor halaman catatan lapangan

Kedua, penyortiran data. Setelah kode-kode tersebut dibuat lengkap dengan


pembatasan operasionalnya, masing-masing catatan lapangan dibaca kembali, dan setiap
satuan data yang tertera di dalamnya diberi kode yang sesuai. Yang dimaksud satuan data
disini adalah potongan-potongan catatan lapangan yang berupa kalimat, paragraf atau
urutan alinea. Kode-kode tersebut dituliskan pada bagian tepi lembar catatan lapangan.

Membuat Catatan Lapangan


Kemudian semua catatan lapangannya di fotocopy. Hasil copynya dipotong-potong
berdasarkan satuan data, sementara catatan lapangan yang asli disimpan sebagai arsip.
Potongan-potongan catatan lapangan tersebut dipilah-pilah atau dikelompok-
kelompokkan berdasarkan kodenya masing-masing sebagaimana tercantum pada bagian
tepi kirinya. Untuk memudahkan pelacakannya pada catatan lapangan yang asli, maka
pada bagian bawah setiap satuan data tersebut diberi notasi.
Ketiga, perumusan kesimpulan-kesimpulan sebagai temuan-temuan sementara pada
setiap kasus tunggal dilakukan dengan cara mensintesiskan semua data yang terkumpul
(Ali, 2008:156-7). Untuk kepentingan itu terlebih dahulu dibuatkan beberapa bagan
konteks yang dimaksudkan untuk menggambarkan fokus penelitian yang diteliti. Bagan
konteks tersebut dapat dilihat pada bab IV paparan data dan temuan penelitian.
Contoh Transkip Wawancara

CATATAN LAPANGAN
DI SD NEGERI “X”

Cuplikan Catatan Lapangan


Hasil Wawancara dengan Kepala SD “X”
Catatan Lapangan (CL. 01)
Hasil Wawancara
Kode : G.W.KS. 11-04-19.
Situs : G. (SD Negeri „X”)
Teknik : W (Wawancara)
Informan : KS. (Kepala Sekolah)
Nama : Drs. Soedjono, M.Si. (SOE)
Tanggal : 11-04-19
Hari : Kamis
Tempat : Ruang Kepala Sekolah
Jam : 10.00 s.d 11. 30 WIB.

Membuat Catatan Lapangan


Gambaran Situasi dan Peristiwa:
Pak Soedjono adalah Kepala SD Negeri “X”, yang dijadikan informan dalam penelitian.
Sebelum mengadakan wawancara, peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan
maksud dan tujuan peneliti kepada informan. Peneliti datang ke sekolah pada hari rabu
tanggal 10 april 2019 dengan membawa proposal penelitian dan surat ijin penelitian dari
Perguruan Tinggi serta meminta waktu kepada kepala sekolah. Berdasarkan kesepakatan
wawancara akhirnya dilakukan pada tanggal 11 April 2019 di ruang kepala sekolah.
Berikut petikan wawancara peneliti dengan kepala sekolah.

Hasil wawancara :
P : Sejak kapan Bapak B menjadi kepala sekolah di SD X ?
SOE : Sejak tahun 2016, kurang lebih 3 tahun.
P : Berapa banyak penyimpangan sosial yang terjadi selama Bapak menjadi kepala
sekolah ?
SOE : Kalau banyak atau enggak saya kurang tahu mbak, soalnya tugas saya bukan hanya
menangani siswa saja tapi banyak sekali yang saya urus.
P : Apa saja penyimpangan sosial yang terjadi sekolah?
SOE : Ya banyak macam mbak, dari hal kecil sampai yang serius.
P : Apakah Bapak turun tangan dalam menangani kasus tersebut?
SOE : Tergantung kasusnya mba. Kalau cuman yang kecil biasanya guru kelas yang
menangani. Kalau udah yang serius saya baru turun tangan.
P : Bagaimana cara Bapak B menangani kasus tersebut?
SOE : Kalau sudah serius biasanya saya mengundang orang tua murid dan siswa yang
bersangkutan untuk bertemu dengan saya. Kemudian membicarakan hal tersebut secara
baik-baik sampai menemukan titik terang. Selain itu yang saya lakukan
mengumpulkan semua siswa atau sehabis senam bersama saya memberikan sebuah
pengumuman .
P : Apakah dengan cara tersebut dapat membuat siswa sadar dengan perbuatannya?

Membuat Catatan Lapangan


SOE : Biasanya sehabis kejadian itu (Pemanggilan orangtua siswa), siswa tersebut tidak
melakukan hal yang serupa.
P : Bagaimana pendapat Bapak mengenai siswa kelas 3 yang sering memalak
temannya?
SOE : Mengenai hal tersebut saya menunggu informasi dari guru kelasnya terlebih dahulu
apabila guru kelas tidak bisa menanganinya saya akan bertemu dengan siswa dan
orang tuanya untuk mengetahui lebih jelas penyebab siswa memalak teman kelasnya.
Saya akan memberitahu orang tuanya agar anaknya tidak melakukan hal itu lagi dan
menasehati siswa sampai siswa tersebut paham bahwa perilaku tersebut tidak baik .

Membuat Catatan Lapangan


Daftar Pustaka
Berg, B. L. (2007). Qualitative Research Methods for The Social Sciences. Boston: Pearson
Education, Inc. https://epdf.tips/queue/qualitative-research-methods-for-the-social-
sciences-4th-edition.html
Bogdan, R.C. & Biklen, S.K. (2007). Qualitative Research for Education: An Introduction to
Theory and Methods fifth edition. New York: Pearson Education
Bogdan, R.C. & Biklen, S.K. (1982). Qualitative Research for Education: An introduction to
Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc
http://gen.lib.rus.ec/book/index.php?md5=BF9470930A18B5E296E8E40CA04921A
5
Moleong, L. J. (2001).Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moleong, L. J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Satori, Djam’an., dan Komariah, Aan. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Yin, R. K. (2011). Qualitative Research from Strat to Finish. New York: The GuilfordPress.
https://doi.org/10.1111/fcsr.12144
Lofland, John dan Lofland, L. H. 1984. Analyzing Social Setting: A Guide to Qualitative
Observation and Analysis. Belmont. Cal: Wadsworth Publish ing Company.
http://www.sfu.ca/~palys/LoflandEtAl-2006-DevelopingAnalysis.pdf
Miles, M. B., dan Huberman. A. M. 1992. Analisis Data Kualitatif. UI Press. Jakarta.
Alwasilah, A Chaedar, 2002. Pokoknya Kualitatif (Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan
Penelitian Kualitatif). PT Dunia Pustaka Jaya dan Pusat Studi Sunda. Jakarta.

Metode Penelitian Kualitatif

Anda mungkin juga menyukai