Anda di halaman 1dari 16

METODOLOGI PENELITIAN KULAITATIF

Dosen Pengampu : Hieronimus Sujati, M. Pd

Disusun oleh :

1. Kurnia Maharani Ash Sidiq (17108241071)


2. Laras Formanasari (17108244011)
3. Vinsa Sahera (17108244066)
4. Rahma Agung Mahrufa (17108244083)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2019
A. Pengertian Catatan Lapangan
Catatan lapangan bisa menjadi penting untuk studi kualitatif,
terlepas dari alat pengumpulan data atau metode yang digunakan. Dalam
catatan lapangan, peneliti kualitatif merekam rincian deskriptif mendalam
orang (termasuk diri mereka sendiri), tempat, benda, dan peristiwa, serta
refleksi pada data, pola, dan proses penelitian. Rincian ini membentuk
konteks dan kontrol kualitas yang membentuk beberapa titik data kualitatif
menjadi temuan penelitian yang diartikulasikan, bermakna, dan
terintegrasi.
Fieldnotes adalah jenis jurnal pribadi, yang ditulis, dalam kata
Thomas Schwandt (1997), "untuk audiensi satu" (hlm. 115). Dengan
demikian, mereka unik untuk setiap peneliti, ditulis sebagai orang pertama
dan dengan cara spontan yang mengalir bebas. David Fetterman
menyarankan untuk memisahkan catatan lapangan menjadi dua bagian —
pengamatan dan refleksi spekulatif-pribadi.
Pemisahan ini mungkin paling tepat dalam etnografi, di mana
semua data dari kegiatan seperti pengamatan partisipan dapat dikumpulkan
dalam catatan lapangan dalam bentuk pengamatan. Dalam jenis lain dari
metode kualitatif, seperti wawancara semi-terstruktur, rekaman, data dapat
didefinisikan sebagai rekaman wawancara transkrip atau transkrip dan
catatan lapangan sebagai elemen deskriptif yang tidak dapat ditangkap
oleh rekaman — seperti pakaian; sikap; gerakan; ekspresi wajah; komentar
off-mic; pengaturan karakteristik, seperti apa yang ada di dinding dan
papan buletin dan pengaturan furnitur; cuaca; bau; cerita belakang; dan
kesan peneliti, asumsi, dan perasaan selama waktu di lapangan; dan
seterusnya. Sangat penting bahwa catatan lapangan ditulis sesegera
mungkin setelah setiap kegiatan lapangan dan dalam detail yang kaya
sebanyak mungkin. Catatan-catatan ini harus dilakukan sebelum
mendiskusikan pengalaman dengan siapa pun, karena diskusi semacam itu
dapat melemahkan ingatan. Menulis catatan adalah waktu yang intensif,
tetapi proses yang tak ternilai, dan jumlah pengamatan dan refleksi yang
direkam bisa sangat besar.
Robert Bogdan dan Sari Biklen menyarankan bahwa peneliti
menuliskan garis besar, sekuensial garis sesegera mungkin, dan kemudian,
sesegera mungkin setelah meninggalkan bidang langsung, menulis akun
kronologis pengamatan dan kesan. Mereka menyarankan bahwa bahasa
catatan lapangan deskriptif, khususnya, harus membedah dunia,
menggambarkannya secara objektif dengan kata sifat yang kaya daripada
dengan frasa abstrak, evaluatif, atau sumatif. Jadi, alih-alih
menggambarkan "wanita Afghanistan yang berani dan tegar," orang akan
menggambarkan "seorang wanita Afghanistan berusia pertengahan 30-an,
kepalanya terbuka, yang suaranya melambat dan mengeras, dahi berkerut,
dan matanya menyipit saat dia memandangi milikku dan mendeskripsikan
bekerja untuk hak-hak perempuan, meskipun ada ancaman kematian, di
pos Taliban Afghanistan. ”
Catatan lapangan reflektif dapat ditulis setiap kali kita
merenungkan proses, temuan, masalah, pola, dan sebagainya penelitian.
Mereka menangkap tayangan dan proses analitik peneliti yang sedang
berlangsung. Refleksi sering berubah secara iteratif selama studi, seperti
halnya sebagian besar pekerjaan kualitatif, dan berfungsi sebagai catatan
kemajuan serta tempat untuk menyelesaikan masalah. Catatan lapangan
reflektif juga harus mendokumentasikan bias peneliti, sudut pandang,
dilema, kemungkinan kesalahan, reaksi, dan tanggapan terhadap kerja
lapangan dan peserta. Akhirnya, penting agar semua catatan lapangan
diorganisasikan dengan baik sehingga memoing, pengkodean, dan teknik
analitik lainnya dapat digunakan untuk menarik makna dari alat kualitatif
yang kaya ini.
Yin (2011:159) dalam bukunya yang berjudul Qualitative Research
from Start to Finish mengungkapkan : “ Besides observing and
interviewing , a third common source of field notes comes fro written
materials”. Hal ini menunjukkan bahwa selain mengamati dan
mewawancarai, sumber catatan lapangan ketiga datang dari bahan tertulis.
Penelitian kualitatif mengandalkan pengamatan dan wawancara dalam
pengumpulan data di lapangan. Pada waktu berada di lapangan dia
membuat catatan, setelah pulang kerumah atau tempat tinggal barulah
menyusun catatan lapangan. Catatan lapangan bisa berupa rincian dan
penjabaran dari catatan yang hanya sederhana menjadi catatan yang lebih
rinci yang bisa mempermudah peneliti untuk membuat laporan yang
lengkap. Menurut Moleong (2014: 208) catatan yang dibuat di lapangan
sangat berbeda dengan catatan lapangan. Catatan itu berupa coretan
seperlunya yang sangat dipersingkat, berisi kata – kata kunci, frasa , pokok
– pokok isi pembicaraan atau pengamatan, mungkin gambar, sketsa,
sosiogram, diagram, dan lain – lain.
Catatan itu berguna hanya sebagai alat perantara yaitu antara apa
yang dilihat, didengar, dirasakan, dicium, dan diraba dengan catatan
sebenarnya dalam bentuk catatan lapangan. Catatan itu baru diubah ke
dalam catatan lengkap dan dinamakan catatan lapangan setelah peneliti
tiba di rumah. Proses itu dilakukan setiap kali selesai mengadakan
pengamatan atau wawancara , tidak boleh dilalaikan karena akan
tercampur dengan informasi lain dan ingatan seseorang itu sifatnya
terbatas.
Idrus (2007 : 85) juga berpendapat bahwa catatan lapangan
merupakan catatan yang ditulis secara rinci, cermat,luas, dan mendalam
dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti tentang aktor,
aktivitas ataupun tempat berlangsungnya kegiatan tersebut. Selanjutnya
alam bukunya yang berjudul Qualitative Research for Education An
Introduction to Theories and Methods, Bogdan dan Biklen (2007:72)
mengemukakan dijelaskan bahwa setelah penelitian melakukan observasi
atau wawancara , peneliti harus kembali baik dalam bentuk tulisan maupun
dalam komputer menceritakan tentang apa yang terjadi. Penelitian
mendeskripsikan tentang orang – orang, objek, tempat, kejadian, aktivitas,
dan percakapan. Dalam hal ini bisa membantu penelitian dalam
menuangkan ide – ide, strategi, refleksi yang berupa catatan – catatan.
Dapat disimpulkan bahwa catatan lapangan adalah catatan tulisan tentang
apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka
pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.
Lebih lanjut Bogdan dan Biklen (2007: 119) mengemukakan
bahwa catatan lapangan merupakan catatan tertulis tentang apa yang di
dengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data
refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Pada dasarnya, catatan
lapangan berisi dua bagian. Pertama bagian deskriptif yang berisi
gambaran tentang latar pengamatan , orang , tindakan, dan pembicara.
Catatan lapangan berupa catatan yang sangat penting karena bisa
mencakup keseluruhan hasil penelitian yang digunakan untuk bahan
laporan yang akan disusun nantinya. Karena catatan tersebut berisi hasil
pendengaran, penglihatan, pengalaman, dan pemikiran peneliti sehingga
ditulis secara rinci dan mendalam.

B. Bentuk Catatan Lapangan


Yin (2011: 162) menjelaskan bahwa ketika peneliti mengambil
catatan lapangan maka ia harus mendengarkan, menonton, dan
mengasimilasi peristiwa kehidupan nyata pada saat yang bersamaan. .
Sebagai bagian dari catatan tersebut, peneliti akan mencatat ide, strategi,
ref1ections, dan firasat, serta perhatikan pola yang muncul. Bogdan dan
Biklen (2007: 119) mengemukakan bahwa keberhasilan hasil dari studi
observasi partisipan pada khususnya, tetapi lainnya bentuk penelitian
kualitatif juga bergantung pada catatan lapangan yang rinci, akurat, dan
ekstensif. Catatan lapangan memiliki bentuk yang beragam, dapat berupa
kartu, notebook, loose leaf, note kecil atau buku ukuran biasa ( Alwasilah,
2002).
Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki bentuk dan
format masing-masing dalam menulis sebuah catatan lapangan. Catatan
lapangan juga dapat menyertakan gambar atau sketsa peneliti itu sendiri.
Karena gambar akan membantu peneliti melacak hubungan tertentu saat
peneliti masih di lapangan, serta untuk mengingat hubungan ini setelah
peneliti menyelesaikan pekerjaan lapangan peneliti.
Menurut Moleong (2014: 210) secara keseluruhan bentuk dari
catatan lapangan ini merupakan wajah catatan lapangan yang terdiri dari
halaman depan dan halaman-halaman berikutnya yang disertai petunjuk
paragraf dan baris tepi. Selanjutnya Bogdan dan Biklen (2007: 124)
memberikan saran berkaitan dengan bentuk catatan.
1. Halaman pertama. Meskipun bentuk dan konten yang teoat dapat
bervariasi, disarankan bahwa halaman pertama dari setiap rangkaian
catatan berisi tajuk dengan informasi seperti ketika pengamatan dilakukan
(tanggal dan waktu), siapa yang melakukannya, di mana pengamatan
berlangsung, dan jumlah set catatan ini dalam studi total. di mana
pengamatan berlangsung, dan jumlah set catatan ini dalam studi total.
Kemudian memberikan judul untuk setiap set catatan. Judul membantu
Anda menyimpan catatan dalam urutan dan mempertahankan catatan
kondisi di mana catatan itu diambil.
2. Paragraf dan Margin. Sebagian besar metode menganalisis data
kualitatif memerlukan prosedur yang disebut coding. Pengkodean dan
aspek lain dari analisis data lebih mudah dicapai jika catatan lapangan
terdiri dari banyak paragraf. Saat menulis catatan, setiap kali terjadi
perubahan-dalam topik percakapan, ketika orang baru memasuki
pengaturan, atau apa pun-memulai paragraf baru. Jika ragu, mulailah
paragraf baru. Cara lain untuk membuat catatan peneliti berguna untuk
analisis adalah dengan meninggalkan margin besar di sisi kiri halaman. Ini
menyediakan ruang untuk notasi dan pengkodean.
Berikut ini adalah contoh dari catatan lapangan:
Catatan Lapangan : No. 5

Pengamatan/Wawancara : P / W

Waktu : Tanggal----, Jam------

Disusun Jam : ------

Tempat : ------

Subjek Penelitian : ------

(Bagian deskriptif)

(judul)

……………...................................................................................................
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………… ………………………………………………

(Bagian reflektif)

Tanggapan pengamat

………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………

Gambar: Contoh catatan lapangan (Moleong, 2007) .


Berdasarkan contoh bagan di atas, maka catatan lapangan terdiri dari
halaman pertama, alinea dan batas tepi. Halaman pertama pada catatan lapangan
secara keseleruhuan memuat latar dan identitas subjek penelitian. Sedangkan
alinea atau paragraf dalam catatan lapangan memegang peranan khusus dalam
kaitannya dengan analisis data. Dimana setiap satu pokok persoalan, peneliti harus
membuat alinea baru. Disamping itu batas tepi kanan, pada catatan lapangan harus
diperlebar, hal ini bertujuan untuk memberikan ruang dal am koding (pemberian
kode) sewaktu melakukan analisis (Moleong, 2007).

C. Membuat Transkip Catatan Lapangan


Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa data dapat berupa
angka, kata, gambar, ataupun bentuk lainnya. Setelah diperoleh melalui
berbagai metode pengumpulan (wawancara, observasi, dan lainnya), data
perlu diolah sebagai bahan untuk melakukan proses interpretasi. Tahapan
pengolahan data antara lain:
1. Transkrip
a) Hasil Wawancara
Wawancara yang dilakukan pada penelitian kualitatif
semestinya dengan metode yang tidak terstruktur. Metode
ini dimaksudkan untuk menjaga kealamiahan proses
wawancara sehingga peneliti dapat menangkap fenomena
sebenarnya. Untuk menjaga kealamiahan ini peneliti harus
memungkinkan terteliti merasa tidak sedang diteliti
sehingga terteliti menyampaikan tindakan, sikap, dan
keputusannya tanpa ditutupi. Alat utama dari proses ini
adalah si peneliti itu sendiri. Namun kemampuan
mengingat dengan tepat pernyataan dan ekspresi terteliti
tentu terbatas. Untuk itu, alat rekam menjadi alat bantu
penting. Hasil pengumpulan data melalui wawancara yang
tersimpan pada alat rekam kemudian perlu diolah menjadi
transkrip. Proses transkrip adalah proses untuk mengubah
rekaman menjadi bentuk tertulis. Pada proses ini, peneliti
hanya melakukan penulisan atas rekaman tanpa mengubah,
menyesuaikan atau menyimpulkan.
b) Hasil Observasi
Seperti halnya proses transkrip hasil wawancara, hasil
observasi sebisa mungkin menggambarkan secara apa
adanya’ informasi penelitian. Peneliti sebisa mungkin tidak
melakukan penyesuaian apapun.
2. Pengkodean Pengkodean (coding) adalah proses pengolahan data
yang sekaligus merupakan tahap awal analisis. Setelah proses
membaca dan peneliti telah mengenali muatan dari teks/ catatan
lapangan, maka proses codingdapat dilakukan. Dengan
menggunakan kata-kata atau bagian dari kata-kata yang ada pada
transkrip, analisis terhadap file data yang sangat banyak akan dapat
dilakukan dengan lebih mudah akurat.Codingdigunakan sebaga
alat analisis pada banyak jenis penelitian. Terdapat tiga bentuk
codingyang dapat dilakukan menurut Sarantoks (Poerwandari,
1998) yaitu:
a. Open Coding: adalah proses merinci, menguji,
membandingkan, konseptualisasi, dan melakukan
kategorisasi data. Data yang dimaksud dapat berupa kata-
kata, kalimat, maupun paragraf.
b. Axial Coding: adalah suatu perangkat prosedur dimana data
dikumpulkan kembali bersama dengan cara baru setelah
open coding, dengan membuat kaitan antara kategori-
kategori. Ini dilakukan dengan memanfaatkan landasan
berpikir (paradigma) codingyang meliputi kondisi-kondisi,
konteks-konteks, aksi strategi-strategi interaksi dan
konsekuensi-konsekuensi. Mencari tahu hubungan sebab
akibat, pola interaksi, kategori dan kelompok konsep
sehingga kemudian dapat dibentuk kategori atau dimensi
baru atas suatu pemahaman.
c. Selective Coding: adalah proses seleksi kategori inti,
menghubungkan secara sistematis ke kategori-kategori lain,
melakukan validasi hubungan-hubungan tersebut, dan
dimasukkan ke dalam kategori-kategori yang diperlukan
lebih lanjut untuk perbaikan dan pengembangan.

Transkrip wawancara ataupun catatan lapangan dibuat


sejelas dan sesimpel mungkin sehingga mudah untuk dipahami.
Langkah-langkah penyusunan transkrip hasil observasi dan
wawancara meliputi pengumpulan data, mencari kata kunci,
kemudian menentukan tema yang dikategorikan menjadi beberapa
sub tema dan dihubungkan dengan menggunakan pola. Setelah itu
semua selesai barulah dilakukan pengembangan teori. Langkah ini
semua dapat terpenuhi, maka peneliti harus:
1. Membaca transkip berulang-ulang untuk mendapatkan
pemahaman tentang kasus-kasus atau masalah, kemudian
menggunakan salah satu bagian kosong untuk menuliskan
pemadatan fakta-fakta, tema-tema yang muncul maupun kata-kata
kunci yang dapat esensi data dari teks yang dibaca.
2. Peneliti menggunakan satu sisi yang lain untuk menuliskan
apapun yang muncul saat peneliti membaca transkip tersebut.
Peneliti dapat menuliskan kesimpulan sementara, suatu hal yang
tiba-tiba muncul di pikirannya, interpretasi sementara, atau apapun.
Pada tahap ini belum dilakukan penyimpulan konseptual apapun
karena jika dilakukan penyimpulan yang terlalu cepat dapat
menghalangi peneliti memperoleh pemahaman utuh mengenai
realitasyang ditelitinya.
3. lembaran terpisah, peneliti dapat mendaftar tema-tema yang
muncul tersebut, dan mencoba memikirkan hubungan antar tema.
4. Setelah peneliti melakukan proses di atas pada tiap-tiap transkrip
atau catatan lapangannya, ia dapat menyusun ‘master’ yang berisi
daftar tema-tema dan kategori-kategori, yang telah disusun
sehingga menampilkan pola hubungan antar kategori (‘cross
cases’,bukan lagi kasus tunggal).
5. Dalam penyusunan ranskrip observasi, wawancara ataupun
catatan lapangan sebelumnya telah dilakukan analisis tematik
dalam mengolah informasi yang menghasilkan daftar tema, model
tema atau indicatoryang kompleks, kualifikasi yang biasanya
terkait dengan tema atau hal-hal lain yang masih memiliki
hubungan dengan analisis. Boyatzis (1998: 8) menyatakan untuk
dapat menganalisis penelitian kualitatif dengan baik sesuai dengan
transkrip diperlukan kemampuan dan kompetensi tertentu, adalah
sebagai berikut.
 Kemampuan mengenai pola (pattern recognition).
 Kemampuan melakukan perencanaan dan penyusunan system
terhadap data (planning and systems thinking).
 Pengetahuan mengenai hal-hal relevan dengan yang diteliti
merupakan hal krusial, yang seringkali disebut sebagai
pengetahuan tacit (tacit knowledge).
 Memiliki kompleksitas kognitif dalam benak peneliti yang
mencakup kemampuan mempersepsi sebab-sebab ganda
(multiple causality), menemukan variable-variabel yang berbeda
sejalan dengan waktu dan variasi lain, juga kemampuan untuk
mengkonseptualisasi hubungan.
 Hal-hal yang diperlukanantara lain adalah empati dan
objektivitas social, juga kemampuan mengintegrasikan.
Menurut Smith (Linda danClaire, 2006:144-145)
menyarankan agar transkrip wawancara ataupun catatan
lapangan dibuat sejelas dan sesimpel mungkin sehingga mudah
untuk dipahami. Langkah-langkah penyusunan transkrip hasil
observasi dan wawancara meliputi pengumpulan data, mencari
kata kunci, kemudian menentukan tema yang dikategorikan
menjadi beberapa sub tema dan dihubungkan dengan
menggunakan pola. Setelah itu semua selesai barulah dilakukan
pengembangan teori. Agar ini semua dapat terpenuhi, maka
peneliti harus:
 Membaca transkip berulang-ulanguntuk mendapatkan
pemahaman tentang kasus-kasus atau masalah, kemudian
menggunakan salah satu bagian kosong untuk menuliskan
pemadatan fakta-fakta, tema-tema yang muncul maupun kata-
kata kunci yang dapat esensi data dari teks yang dibaca.
 Peneliti menggunakan satu sisi yang lain untuk menuliskan
apapun yang muncul saat peneliti membaca transkip tersebut.
Peneliti dapat menuliskan kesimpulan sementara, suatu hal
yang tiba-tiba muncul di pikirannya, interpretasi sementara,
atau apapun. Pada tahap ini belum dilakukan penyimpulan
konseptual apapun karena jika dilakukan penyimpulan yang
terlalu cepat dapat menghalangi peneliti memperoleh
pemahaman utuh mengenai realitasyang ditelitinya.
 Di lembaran terpisah, peneliti dapat mendaftar tema-tema
yang muncul tersebut, dan mencoba memikirkan hubungan
antar tema.
 Setelah peneliti melakukan proses di atas pada tiap-tiap
transkrip atau catatan lapangannya, ia dapat menyusun
‘master’ yang berisi daftar tema-tema dan kategori-kategori,
yang telah disusun sehinggamenampilkan pola hubungan
antar kategori (‘cross cases’,bukan lagi kasus tunggal).
Semua catatan, transkrip wawancara dan dokumen lainya
harus tersedia salinannya (fotokopi). Data kemudian disusun
ke dalam system kategori yang telah ditentukan sebelumnya,
misalnya, berdasarkan teori yang sudah ada, atau berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Sebagian
peneliti lebih suka membaca data yang sudah terkumpul, dan
mencantumkan kategori tertentu pada data bersangkutan.
Missal, suatu penelitian kualitatif untuk mengetahui alasan
remaja mendengarkan suatu siaran radio tak jarang akan
menghasilkan berlembar-lembar transkrip wawanncara
(Morissan, 2012:27).

DAFTAR PUSTAKA

Agar, M. H. (1996). The professional stranger (2nd ed.). Diego, CA: Academic
Press. Diakses: https://books.google.co.id/books?
id=DcQwBwAAQBAJ&pg=PA198&lpg=PA198&dq=Agar,+M.+H.+(1996).
+The+professional+stranger+(2nd+ed.).+San+Diego,+CA:
+Academic+Press.&source=bl&ots=W-L_O5iFG0&sig=ACfU3U3f-
d4Jas9Vb85SaAm43UyOg8KXmg&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiu3bq3wM3hA
hUd63MBHWswAywQ6AEwAnoECAIQAQ#v=onepage&q=Agar%2C%20M.
%20H.%20(1996).%20The%20professional%20stranger%20(2nd%20ed.).
%20San%20Diego%2C%20CA%3A%20Academic%20Press.&f=false

Alwasilah, A Chaedar, 2002. Pokoknya Kualitatif (Dasar-Dasar Merancang dan


Melakukan Penelitian Kualitatif). PT Dunia Pustaka Jaya dan Pusat Studi Sunda.
Jakarta.

Bogdan dan Biklen. (2007). Qualitative Research for Education : An Introduction


to Theory and Methods fifth edition. New York : Pearson Education. Di unduh
melalui http://gen.lib.rus.ec/book/index.php?
md5=BF9470930A18B5E296E8E40CA04921A5

Bogdan, R. C., & Biklen, S. K. (1998). Qualitative research


for education (3rd ed.). Boston: Allyn & Bacon. Diakses:
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwj1
pKNwc3hAhWH6XMBHY1UCRIQFjABegQIABAB&url=https%3A%2F
%2Fwww.researchgate.net%2Fpublication
%2F314245673_Qualitative_Research&usg=AOvVaw1EzOAxBW3MnYJVbez5
Q_UA

Boyatzis, Richard, E. (1998). Transforming Qualitative Information: Thematic


Analysis and Code Development.Thousand Oaks: Sage Publication
https://us.sagepub.com/en-us/nam/transforming-qualitative-information/book7714

Fetterman, D. M. (1998). Ethnography: Step by step (2nd ed.) Thousand Oaks,


CA: Sage. Diakses: https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjb
582rwc3hAhWw4XMBHUvxA4kQFjABegQIABAC&url=http%3A%2F
%2Fisaacleung.com%2Fculs%2F5412%2Freadings
%2FR4_Fetterman_gearing_up.pdf&usg=AOvVaw3jDI5k2bBBPpKC5dtIdE4m

Idrus, Muhammad. (2007). Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta : Erlangga.

Linda danClaire. (2006). Qualitative Research for Allied Health Professional:


Challenging Choices. London: John Wiley & Sons, Ltd.
https://www.wiley.com/en-
us/Qualitative+Research+for+Allied+Health+Professionals
%3A+Challenging+Choices-p-9780470033760

Moleong, Lexy, J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. PT


Remaja Rosdokarya. Bandung.
Moleong, Lexy. J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakary

Morissan. (2017). Metode Penelitian Survei.Jakarta: Kencana.


https://books.google.co.id/books?id=LhZNDwAAQBAJ&pg=PR4&dq=Morissan.
+(2017).+Metode+Penelitian+Survei.Jakarta:
+Kencana.&hl=jv&sa=X&ved=0ahUKEwio9tCf6szhAhUJFHIKHTC0BigQ6AEI
JTAA#v=onepage&q=Morissan.%20(2017).%20Metode%20Penelitian
%20Survei.Jakarta%3A%20Kencana.&f=false

Noviani, Tri. 2018. Catatan Lapangan. Universitas Negeri Ygyakarta . Yogyakarta


http://trinovianii.blogs.uny.ac.id/wp-content/uploads/sites/15261/2018/04/catatan-
lapangan.pdf

Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.


LPSP3: F. Psikologi Universitas Indonesia.

Schwandt, T. (1997). Qualitative inquiry: A dictionary of terms. Thousand Oaks,


CA: Sage. Diakses: https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwii
4LvAwc3hAhWt7nMBHVPwAYEQFjACegQIBRAC&url=https%3A%2F
%2Fwww.researchgate.net%2Fprofile%2FJoseph_Maxwell%2Fpost
%2FDo_mixed_methods_research_designs_now_make_epistemological_choices_
irrelevant%2Fattachment%2F59d628a7c49f478072e9bce4%2FAS
%253A272440146497550%25401441966201159%2Fdownload%2FMaxwell
%252C%2BThe%2BImportance%2Bof%2BQual
%2BResearch.pdf&usg=AOvVaw1J1FFooThaG4ND5uMGdvmq

Yin, Robert K . (2014). Qualitative Research from Start to Finish. New York : The
Guilford Press. Diunduh melalui http://gen.lib.rus.ec/book/index.php?
md5=08BA635182E91672BE0FA1C7E0C4DB97

Anda mungkin juga menyukai