Anda di halaman 1dari 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/375579581

Membuat Catatan Lapangan (Field Note) dalam Penelitian Kualitatif

Preprint · November 2023


DOI: 10.13140/RG.2.2.31045.63202

CITATIONS READS

0 964

2 authors, including:

Yenrizal Tarmizi
Islamic University of Raden Fatah, Palembang, Indonesia
48 PUBLICATIONS 68 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Yenrizal Tarmizi on 12 November 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Membuat Catatan Lapangan (Field Note) dalam Penelitian Kualitatif
Oleh : Dr. Yenrizal, M.Si
yenrizal_uin@radenfatah.ac.id

Pada saat pengumpulan data dalam penelitian, terutama dengan metode kualitatif, catatan
lapangan menjadi aspek yang sangat penting. Catatan lapangan akan menjadi bukti rekaman
perjalanan peneliti selama melakukan proses penelitian. Hal ini disebabkan karena saat
mengumpulkan data, semua indera yang ada pada peneliti akan ikut bermain dan menjadi
alat pengumpulan data (Jessen et al. 2022). Mengapa demikian, karena salah satu metode
pengumpulan data yang digunakan adalah Observasi atau Pengamatan.
Catatan lapangan adalah hasil dari observasi yang dilakukan saat pencarian data, berbeda
dengan hasil wawancara yang biasanya disebut Transkrip Wawancara. Pada penelitian
kualitatif, observasi adalah teknik pengumpulan data yang paling utama (Yenrizal et al. 2022).
Apa yang diamati harus dituliskan sesegera mungkin. Pengamatan ini tidak hanya
berdasarkan penglihatan dari mata peneliti semata, tetapi juga apa yang dirasakan. Oleh
karena itu, seorang peneliti kualitatif harus bisa membuat catatan lapangan ini dengan baik.
Akan lebih baik catatan lapangan ini dibuat dalam bentuk Catatan Harian (Daily Note)
(Stephen Kemmis 2008), sehingga rekaman perjalanan peneliti per hari bisa terlihat.
Ada beberapa penulis yang membedakan antara catatan lapangan dengan catatan harian.
Dimana catatan lapangan disebutkan sebagai catatan yang ditulis saat berada di lapangan,
dan catatan harian ditulis setelah peneliti berada di posko. Dalam hal ini, pada tulisan ini saya
lebih cenderung mengatakan bahwa catatan lapangan adalah catatan yang dituliskan
berdasarkan hasil pengamatan dan termasuk wawancara, baik ditulis di posko ataupun di
lokasi penelitian. Persoalan tempat menuliskan tidak dipersoalkan karena substansinya sama
yaitu hasil pengamatan dan wawancara.
Alasan Pentingnya Catatan Lapangan
1. Menjadi bukti syahih terhadap apa yang dilakukan peneliti dalam periode
pengumpulan data (Yenrizal et al. 2022)
Catatan lapangan akan memperlihatkan rekam jejak peneliti per periode waktu, bisa
per hari, per topik, atau per lokasi. Apa yang terlihat dan apa yang dilakukan
digambarkan secara detil dalam catatan ini. Peneliti bisa menunjukkan kepada pihak
lain tentang apa yang dilakukannya selama penelitian, semua ada dalam catatan
lapangan yang tersusun secara rapi dan detil.
2. Membantu peneliti untuk mengembalikan daya ingat saat penulisan laporan
Sebagai manusia, peneliti tentu memiliki batas kemampuan daya ingat, apalagi
dengan begitu banyaknya data yang didapat. Ada kemungkinan peneliti lupa tentang
beberapa hal yang dialami dan diingat saat melakukan penelitian, terutama apa yang
dilihat dan didengar. Oleh karena itu catatan lapangan yang baik akan menjadi alat
bantu yang paling efektif dalam mengembalikan ingatan peneliti saat menuliskan
laporan penelitian.
3. Membantu peneliti untuk melakukan kontrol terhadap data yang dikumpulkan
Pada catatan lapangan yang baik, apalagi dibuat dalam bentuk catatan harian, akan
bisa menjadi alat kontrol terhadap data yang dikumpulkan. Peneliti bisa melihat data
apa saja yang sudah dikumpulkan dan data apa yang belum lengkap. Peneliti bisa
membuat di bagian akhir setiap catatan lapangan tentang rencana tindak lanjut di
keesokan hari atau periode berikutnya. Rencana lanjutan inilah yang menjadi kontrol
data, karena disitu akan dicantumkan rencana apa lagi yang harus dilakukan besok
harinya.
4. Mempermudah peneliti dalam penulisan laporan penelitian
Saat menulis laporan penelitian, biasanya banyak bersumber dari hasil pengamatan
yang menunjukkan pengalaman peneliti. Isinya harus lengkap dan detil. Ini berguna
sekali saat menuliskan laporan penelitian, dimana peneliti bisa melakukan Copy Paste
terhadap catatan tersebut ke laporan penelitian ataupun melakukan sedikit modifikasi.
Tanpa perlu repot-repot mengetik ulang, cukup ambil saja dari catatan lapangan.
5. Bisa menjadi bahan publikasi tersendiri di luar laporan penelitian
Menuliskan catatan lapangan punya seni tersendiri. Sebaiknya dituliskan dengan
kalimat yang lentur , apa adanya, dan sedikit nyastra. Apabila peneliti mampu menulis
dengan baik, maka hasil catatan lapangan tersebut bisa dijadikan bahan publikasi
tersendiri, diluar laporan penelitian. Tentunya ini menjadi nilai tambah penting untuk
menunjukkan kualitas peneliti, bahwa ia memang mampu merekam jejak penelitian
dengan baik dan kemudian menuliskan pula dengan menarik.
Ketentuan yang Harus Ada dalam Catatan Lapangan
1. Keterangan waktu (Hari, Tanggal, Jam)
Pada bagian awal penulisan catatan lapangan, dituliskan keterangan waktu tentang
kapan pelaksanaan pencarian data dilakukan. Hal ini meliputi Hari dan Tanggal
pelaksanaan, termasuk jam pelaksanaan. Catatan lapangan yang dimaksud disini
adalah catatan yang dibuat per topik. Misalnya dilakukan pada rumah Kepala Desa,
tentunya waktu terbatas. Misalnya berlangsung pada jam 08.00 – 10,00 WIB.
2. Keterangan lokasi (tempat dimana data dikumpulkan)
Keterangan lokasi menunjukkan dimana lokasi pencarian data dilakukan. Misalnya
Rumah Kepala Desa.
3. Keterangan topik (catatan ini tentang topik apa)
Ketentuan tentang topik apa yang dilakukan saat itu. Misalnya topik tentang tata cara
pengolahan lahan, topik tentang tradisi tahlilan, dan sebagainya.
4. Keterangan narasumber jika menggunakan wawancara
Apabila menggunakan narasumber, khususnya wawancara, maka harus disebutkan.
Hal ini bisa dibuat di bagian awal catatan lapangan.
5. Catatan perjalanan
Menjelaskan tentang rute atau wilayah-wilayah yang ditempuh dalam perjalanan
pencarian data tersebut. Penjelasan ini harus rinci dan bisa menunjukkan seolah-olah
pembaca berada di daerah itu.
6. Dinamika di lapangan
Menjelaskan berbagai dinamika yang ditemukan peneliti saat berada di lapangan. Bisa
kondisi cuaca, sulit atau mudahnya medan yang dilewati, penerimaan informan,
kondisi lokasi yang didatangi, kondisi fisik dan juga kondisi batin si peneliti, termasuk
masalah-masalah lain yang ditemui.
7. Intisari atau kesimpulan dari yang hasil pencarian data
Saat mencari data, dipastikan peneliti mengamati dan kemudian pasti merasakan
sesuatu terhadap apa yang dilihat dan diamati. Peneliti harus bisa membuat
kesimpulan umum dari apa yang diamati tersebut, walaupun tentu saja bukan
kesimpulan akhir. Refleksi peneliti terhadap apa yang diamati perlu dimunculkan
karena ini akan jadi bahan untuk pendalaman masa selanjutnya.
8. Catatan untuk besok hari atau masa selanjutnya
Pengamatan dan wawancara yang dilakukan pada hari tertentu, biasanya akan
membutuhkan pendalaman di tahap berikutnya. Peneliti harus menuliskan apa yang
perlu dilakukan di keesokan harinya lagi, pendalaman apa yang mesti dilakukan lebih
lanjut.

Oleh karena itu, sebelum membuat catatan lapangan dan sebelum turun ke lapangan,
seorang peneliti harus mempersiapkan segala kebutuhan teknis. Persiapkan segala peralatan
yang dibutuhkan (alat perekam, kamera, block note, pulpen). Membuat catatan lapangan
tentunya membutuhkan peralatan-peralatan khusus. Sejatinya alat ini merupakan alat yang
lazim digunakan seorang peneliti lapangan. Alat ini harus dimaksimalkan dan harus ada.
Selain itu, seorang peneliti harus sensitif terhadap segala sesuatu yang diamati. Rasa
sensitif terhadap apa yang diamati, dilihat, didengar, mutlak harus dimiliki oleh seorang
peneliti. Hasil dari pengamatan inilah yang kemudian akan dituliskan. Oleh karena itu
sensitifitas terhadap apa yang diamati harus begitu kuat. Seorang peneliti harus bisa
memahami dan menangkap apa yang terjadi dan apa yang dirasakan. Seorang peneliti yang
membahas tentang komunikasi lingkungan misalnya, ia harus sensitif terhadap kondisi cuaca,
kuat rendahnya hembusan angin, gemericik air, kondisi lahan, dan sebagainya. Termasuk jika
mewawancarai narasumber harus sensitif terhadap gerak gerik tubuh si narasumber, apakah
ia rileks, kaku, tegang, dan sebagainya. Ini harus dituliskan dalam catatan lapangan.

Cara Membuat Catatan Lapangan


1. Rekam, photo, dan catat semua peristiwa penting
Tahap awal saat akan membuat catatan lapangan yang diperlukan adalah
kelengkapan data. Oleh karena itu, saat pencarian data seorang peneliti harus mampu
merekam semua peristiwa dengan baik. Merekam dengan alat perekam,
mendokumentasikan dengan kamera, serta mencatat harus dilakukan secara terus
menerus. Semuanya bisa dilakukan secara bergantian. Terkadang cukup dengan
merekam saja, atau dengan dokumentasi photo. Intinya semua peristiwa harus
didokumentasikan. Pencatatan tidak perlu secara lengkap, peneliti bisa menuliskan
kata-kata kunci saja, karena fungsinya adalah sebagai alat bantu ingatan peneliti saat
menuliskan secara lengkap. Saat menuliskan bisa menggunakan kalimat dari peneliti
sendiri, tidak mesti sama persis dengan apa yang disampaikan di lapangan. Hal ini
berbeda dengan transkrip wawancara yang harus sesuai dengan apa yang diucapkan.
2. Buat tulisan dari awal hingga berakhirnya pencarian data pada satu kesempatan (bisa
satu tempat atau satu hari)
Pencarian data biasanya dilakukan per topik. Walaupun kegiatan penelitian tersebut
berlangsung dari pagi sampai malam, tetapi akan banyak tempat dan lokasi yang
didatangi dan diamati. Banyak orang yang diwawancarai. Semua itu harus dituliskan
dalam catatan lapangan. Agar catatan lebih detil, maka sebaiknya dicatat per masing-
masing kegiatan, tidak dikumpulkan dalam satu hari.
Saat menuliskan catatan, maka tulislah dari awal hingga akhir untuk masing-masing
kegiatan. Tulis sejak dari mendatangi lokasi sampai dengan meninggalkan lokasi.
Termasuk disini menuliskan alasan mengapa memilih lokasi atau objek tersebut.
Biasanya ini ditempatkan di awal catatan.
Misalnya :
Hari ini saya berkunjung ke sebuah lokasi pertemuan warga, khususnya anak muda.
Warga biasanya berkumpul sore hingga menjelang magrib. Sengaja saya mendatangi
tempat ini, karena untuk bisa bertemu dengan anak-anak muda, kesempatan inilah
yang paling memungkinkan. Lokasi itu adalah sebuah lapangan Volly Ball. Selain sore
hari, para anak muda biasanya bekerja di kebun masing-masing. Disebabkan alasan
bermain volly-lah mereka berkumpul. Saya bisa bertemu banyak orang dalam
kesempatan tersebut. Tentu ini harus saya manfaatkan maksimal.
Contoh di atas adalah contoh untuk bagian awal catatan lapangan. Tampak disitu
tertulis alasan mengapa datang ke sebuah lokasi, termasuk pilihan waktu untuk datang
di sore hari. Itu adalah data yang harus dituliskan.
3. Tulislah secara detil semua peristiwa yang diamati, didengar, dan dirasakan.
Saat menuliskan hasil pencarian data, maka ketelitian dan isi yang detil dari sebuah
catatan menjadi penting. Apa yang diamati, didengar, dan dirasakan harus bisa
dicatatkan. Jangan ragu menuliskannya karena bisa jadi data itu yang dibutuhkan.
Termasuk disini adalah apa yang kita rasakan.
Misalnya, saat mendatangi sebuah lokasi wawancara, yaitu seorang tokoh
masyarakat, mantan Kepala Desa.
“… terus terang, saat memasuki rumah bergaya tradisional tersebut dan kemudian
disambut oleh seorang sepuh dengan tatapan mata tajam, hati saya jadi ciut. Badan
tegap, kokoh, seakan menutupinya usianya, dibungkus pula oleh pakaian hitam
dengan peci khas berwana hitam, tampak sangat kharismatik dan berwibawa. Kumis
lebatnya tampak sudah memutih, sama dengan alis matanya yang juga berwarna
keperakan. Wibawa dan kharisma seorang tokoh sangat kentara…”
Contoh di atas adalah penjelasan detil tentang seorang informan. Data ditulis
berdasarkan pada hasil pengamatan dan perasaan peneliti. Peneliti sendiri belum
mewawancarai, baru menjelaskan apa yang dirasakan. Tetapi peneliti wajib
menuliskan sosok itu secara detil karena ini adalah data penting. Kata “hati saya jadi
ciut” adalah perasaan peneliti.
4. Tulislah secara terstruktur dan sistematis
Penulisan dilakukan secara berurutan dari awal sampai dengan akhir kegiatan.
Seorang peneliti diminta untuk menuliskan semuanya, mulai dari memasuki lokasi
yang diamati sampai dengan meninggalkan lokasi. Urutan-urutan peristiwa yang
diamati sangat dianjurkan untuk ditulis secara berurutan. Ini berguna untuk
memudahkan peneliti dalam menemukan kembali atau mengembalikan memori pada
saat penulisan laporan.
5. Gunakan kalimat yang lentur dan mudah dipahami.
Setiap peneliti sebenarnya bisa saja punya gaya masing-masing dalam menuliskan
catatannya. Tetapi sangat dianjurkan untuk ditulis dengan gaya kalimat yang lebih
lentur atau bahkan sedikit nyastra. Tekanannya adalah sesuatu yang mudah
dipahami. Bagaimana menggambarkan sebuah realitas yang diamati tetapi dengan
gaya kalimat yang menarik dan mudah dimengerti. Kenapa ini dianjurkan karena
sebagaimana penjelasan sebelumnya, catatan lapangan berguna tidak saja bagi
peneliti, tetapi juga bisa dipublikasikan ke orang lain. Ia bisa jadi bahan publikasi
tersendiri yang kemudian bisa dikonsumsi publik.
6. Tulislah catatan tindak lanjut apa yang akan dilakukan pada hari berikutnya.
Di bagian akhir pada masing-masing catatan lapangan, tuliskanlah rencana tindak
lanjut dari apa yang diamati. Realitas yang sudah diamati pada satu hari tentu saja
masih menyisakan sejumlah pertanyaan, terutama berkaitan dengan apa yang harus
diperdalam lebih lanjut. Disinilah perlunya dituliskan apa yang mesti dikerjakan esok
hari atau dimasa mendatang. Ini menjadi semacam kartu kontrol dan juga panduan
bagi peneliti tentang apa yang akan dikerjakan esok hari.
Misalnya, peneliti bisa menuliskan : (1) Perlu mendalami lebih lanjut tentang kebiasaan
masyarakat membuang sampah ke sungai, apakah karena keterpaksaan atau
kebiasaan saja. (2) Perlu mencari tahu bagaimana kebijakan pemerintah setempat
dalam mengatasi masalah sampah di wilayah ini.
Kedua hal di atas, kemudian harus diperdalam pada keesokan harinya. Setelah
mendalami hal tersebut, maka akan muncul pula pertanyaan baru lagi. Begitulah
seterusnya, sampai kemudian data bisa diperoleh dan didapatkan secara maksimal.
Kendala-kendala dalam menuliskan Catatan Lapangan
Sebenarnya menuliskan catatan lapangan tidaklah punya kendala berarti, selain pada
kendala teknis semata. Tetapi bagi sebagian peneliti tetap saja ini kadang terabaikan.
Beberapa hal yang sering jadi kendala adalah :
1. Tidak disiplinnya peneliti untuk menuliskan catatan lapangan.
Sering terjadi seorang peneliti beranggapan bahwa apa yang sudah diamatinya akan
lekat dalam memori pikirannya, pasti bisa teringat karena melihat dan merasakan
langsung. Akibatnya bagi peneliti timbul kemalasan dan tidak disiplin untuk menulis
catatan tersebut. Padahal ini adalah masalah utama, yaitu tidak selamanya daya ingat
akan bisa memutar balik memori seutuhnya. Selain itu, banyak hal-hal yang bersifat
detil terlupakan karena hanya mengandalkan daya ingat. Misalnya, kondisi cuaca,
suasana rumah, suasana lokasi, dan sebagainya.
2. Ketersediaan waktu yang minim
Kecenderungan juga yang terjadi, dalam sebuah riset lapangan, alokasi waktu sulit
diprediksi. Terkadang informan yang akan didatangi sulit ditemui, atau lokasi sendiri
yang susah untuk dijangkau. Butuh waktu banyak untuk melakukan pengamatan.
Akibatnya, sesampai di posko atau di tempat istirahat, waktu sudah tidak memadai
lagi untuk menulis. Bisa saja pengamatan berlangsung sampai sore atau bahkan
malam, waktu untuk menulispun sangat terbatas.
3. Kondisi fisik yang tidak menunjang
Berhubungan dengan kondisi pada nomor 2, kekuatan fisik seorang peneliti juga
terbatas. Apabila seharian mencari data, mewawancarai informan, mengamati lokasi,
bisa dipastikan kondisi fisik juga terkuras. Malam adalah waktunya istirahat karena
besok hari masih akan dilanjutkan lagi. Akibatnya, kesempatan untuk menulis catatan
lapangan tidak dimiliki lagi, peneliti harus mempersiapkan fisik di keesokan harinya.
4. Terbatasnya sarana prasarana
Menuliskan catatan lapangan membutuhkan sarana, terutama sarana tulis menulis.
Peneliti pada era sekarang, sangat banyak mengandalkan perangkat elektronik seperti
laptop ataupun Ipad. Semua ini tentu membutuhkan asupan listrik. Sementara tidak
semua lokasi memiliki sumber daya listrik yang memadai. Ini juga menjadi masalah
yang semestinya bisa disiasati oleh seorang peneliti.
Terhadap kendala-kendala sebagaimana disebutkan di atas, peneliti harus betul-betul
menanamkan komitmen pada dirinya bahwa perjalanan yang dilakukan adalah perjalanan
penelitian, bukan wisata. Segala sesuatu harus dipertimbangkan, mulai dari waktu, fisik, dan
sarana prasarana. Jika tidak memungkinkan menggunakan perangkat elektronik, maka buku
catatan manual bisa dipergunakan. Jika tidak memungkinkan menuliskan secara ideal, maka
pointer-pointer yang bakal dikembangkan harus dituliskan. Apabila waktu dan fisik tidak
memungkinkan maka kesiapan buku saku untuk menuliskan realitas-realitas penting harus
dilakukan.

Referensi
Jessen, Tyler D., Natalie C. Ban, Nicholas Claxton, and Chris T. Darimont. 2022.
“Contributions of Indigenous Knowledge to Ecological and Evolutionary Understanding.”
Frontiers in Ecology and the Environment 20(2):93–101. doi: 10.1002/fee.2435.
Stephen Kemmis. 2008. The SAGE Handbook of Action Research 8 Critical Theory and
Participatory Action Research 8 Critical Theory and Participatory Action.
Yenrizal, Agus Rahmat, Johan Iskandar, and Atwar Bajari. 2022. “Manusia Memandang
Alam Dalam Perspektif Etnoekologi Komunikasi.” in Etnoekologi Komunikasi, Orang
Semende Memandang Alam. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai