Anda di halaman 1dari 4

Tema : Undang-Undang kesehatan “solusi atau bencana”.

RUU KEFARMASIAN : TINJAUAN TERHADAP RELEVANSI, INOVASI


FARMASI , DAN DAMPAKNYA DI ERA GLOBALISASI

Angelica Zahra Syaputri – Universitas Fort De Kock

Pendahuluan :

Negara Republik Indonesia saat ini telah memperkenalkan berbagai


program jaminan sosial kesehatan, salah satunya adalah jaminan sosial, untuk
memberikan akses pelayanan kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat
Indonesia [1]. Dalam bidang kesehatan sendiri, terdapat setidaknya 35 rancangan
undang-undang (RUU), rancangan peraturan pemerintah (RPP), dan rancangan
peraturan/keputusan presiden [2]. Salah satu RUU yang terdapat di dalamnya
ialah RUU Kefarmasian, merupakan kerangka hukum yang mengatur pendidikan,
profesi, dan praktik apoteker di Indonesia [3]. RUU Kefarmasian, yang merujuk
pada Rancangan Undang-Undang Farmasi, merupakan sebuah aturan kompleks
mengenai kefarmasian yang dapat dijadikan pedoman dalam menjalankan praktik
kefarmasian di Indonesia. RUU ini bertujuan untuk mengatur serta mengawasi
aktivitas pada bidang kefarmasian, termasuk produksi, distribusi, serta penggunaan
obat-obatan, pengelolaan apotek serta tenaga kefarmasian. Pertanyaan mengenai
relevansi RUU Kefarmasian, dapat dilihat berasal dari beberapa sudut pandang
yang berbeda. Dikarenakan prosesnya yang sangat lama, telah menimbulkan
keraguan dan pesimisitas dari beberapa pihak untuk mengikuti perkembangan isu
mengenai pengesahan RUU kefarmasian, yang sampai saat ini statusnya masih
berwarna abu abu, sehingga muncullah pertanyaan “Masih Relevankah
Pembahasan Ruu Kefarmasian?”

Isi :

Setelah tagar urgensi pengesahan RUU kefarmasian yang nyatanya tidak


juga membuahkan hasil dan memberikan angin segar bagi farmasis di Indonesia,
kini isu tersebut telah berpindah arah menjadi sebuah pertanyaan mengenai,
“relevanitas RUU kefarmasian”. Merujuk pada relevanitasnya sendiri, sebenarnya
masih banyak sekali poin poin penting yang harus menjadi pertimbangan. Poin ini
dapat dijadikan sebagai motivator farmasis di Indonesia untuk tetap konsisten
dalam mengikuti perkembangan dan pembahasan RUU Kefarnasian.

Pertama, RUU ini berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan


masyarakat. Perkembangan di bidang farmasi terus berlangsung meskipun di era
gempuran globalisasi dan kemajuan teknologI. Contoh nyatanya adalah penemuan
pada bidang produksi serta penggunaan obat-obatan. Oleh sebab itu, sangat krusial
bagi farmasis untuk memiliki regulasi yang relevan dan terkini guna melindungi
masyarakat dari risiko penggunaan obat yang tidak aman atau tidak efektif.

Poin kedua, RUU Kefarmasian juga berkaitan dengan industri farmasi serta
ekonomi nasional. Industri farmasi ialah sektor yg strategis dan memiliki potensi
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, baik melalui produksi obat-obatan,
penelitian serta pengembangan dan inovasi baru. Regulasi yg jelas serta terkini
dalam RUU Kefarmasian dapat menyampaikan kepastian hukum bagi pelaku
industri serta mendorong investasi di sektor ini. Seperti halnya kasus yang hangat
dibahas beberapa bulan terakhir, mengenai industri farmasi yang tersandung
kasus penyalahgunaan bahan kimia obat. Akibat tidak adanya kejelasan payung
hukum farmasi, kasus ini menjadi sulit dan melibatkan banyak pihak.

Poin ketiga, RUU Kefarmasian sangat relevan pada konteks globalisasi dan
harmonisasi terstandar. Pada era globalisasi, perdagangan obat-obatan lintas negara
semakin meningkat. Maka dari itu, farmasi harus mempunyai regulasi yang sejalan
menggunakan standar internasional. Dengan hal ini, Indonesia dapat memastikan
kualitas, keamanan, dan efektivitas obat-obatan yg tersebar meluas. RUU
Kefarmasian dapat dijadikan instrumen untuk memperkuat sistem regulasi
farmasi Indonesia agar dapat berkompetisi serta berinteraksi bersama banyak negara
secara lebih efektif.. RUU Kefarmasian juga dapat mengatur ketentuan untuk
kerja sama antarinstansi, baik pada taraf nasional maupun internasional, guna
mempertinggi sinergi dan efektivitas supervisi kefarmasian, kolaborasi antara
otoritas pengawas, badan penelitian, lembaga pendidikan, serta industri farmasi
yang dapat memperkuat kapasitas serta kemampuan dalam menghadapi
perubahan serta tantangan di bidang kefarmasian.
Poin keempat , RUU Kefarmasian mencerminkan komitmen pemerintah
dalam mendorong penemuan di industri farmasi. Hal ini berguna dalma hal
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, regulasi yang relevan
dan responsif terhadap perubahan, yang akan membantu memfasilitasi
pengembangan dan penggunaan inovasi baru, obat obatan bahan alam,
bioteknologi, serta terapi berbasis sel.

Poin kelima, mengenai keliru satu informasi krusial dalam kefarmasian


dalam hal ketersediaan dan aksesibilitas obat-obatan yang terjangkau bagi
masyarakat. RUU Kefarmasian dapat meliputi ketentuan mengenai pengendalian
harga obat, dengan regulasi yg dapat menetapkan keadaan ekuilibrium antara
kepentingan industri farmasi dan kepentingan kesehatan masyarakat. Regulasi
pada RUU Kefarmasian juga dapat memperkuat sistem supervisi dan jaminan
kualitas obat-obatan yang beredar di pasaran. Hal ini melibatkan aspek
pengendalian mutu produksi, investigasi laboratorium, pelacakan dan pemantauan
obat, serta tindakan penegakan hukum terhadap praktik ilegal atau penyalahgunaan
obat.

Poin keenam, RUU Kefarmasian dapat menyampaikan proteksi aturan bagi


konsumen, termasuk isu yg jelas perihal obat, efek samping, serta tata cara
penggunaan yang tepat. Hal ini bertujuan untul meningkatkan tingkat
pengetahuan serta kewaspadaan konsumen dalam menentukan serta menggunakan
obat-obatan. Di era globalisasi dan kemajuan teknologi, bidang farmasi tentunya
mengikuti perkembangan tersebut seperti contohnya apotek digital yang saat ini kian
marak di negeri ini. Terdapat kelebihan dan kekurangan dalam adanya apotek
digital ini, sehingga pemerintah harus bisa mengalokasikan lebih banyak sumber
daya untuk menegakkan hukum dan memastikan kepatuhan masyarakat dengan
kejelasan RUU kefarmasian. [4]. Selain itu, undang-undang kekayaan intelektual
juga harus dirancang sesuai dengan kebutuhan budaya Indonesia untuk
memastikan efektivitasnya sebagai pelengkapnya[5].

Kesimpulan :

Dengan memperhatikan beberapa poin pembahasan relevanitas RUU


Kefarmasian, maka jawaban dari pertanyaan “Masih Relevankah RUU
Kefarmasian?” adalah, tetap relevan. Hal ini dapat menjawab banyak sekali kabar
miring dan ketidakjelasan yang berkaitan dengan isu kesehatan masyarakat,
ekonomi, inovasi obat obatan, keamanan, dan proteksi konsumen di sektor
kefarmasian, dengan catatan tetap memantau aspek keberlanjutan dan
penyempurnaan RUU Kefarmasian. Perkembangan pada bidang farmasi serta
kesehatan yang terus berubah, seperti kemajuan teknologi, kebutuhan masyarakat
yang beragam, dan perubahan kebijakan global, menyebabkan RUU ini perlu terus
diperbarui agar permanen relevan dan bisa menjawab tantangan yang dihadapi pada
masa depan. Namun, tetap pada poin terpenting dari RUU Kefarmasian yang masih
sangat relevan untuk dibahas saat ini, ialah karena farmasis membutuhkan kejelasan
dan payung hukum di Indonesia.

Referensi :

[1] Mahendradhata, Y., Trisnantoro, L., Listyadewi, S., Soewondo, P.,


Marthias, T., Harimurti, P., & Prawira, J. (2017). The Republic of Indonesia
health system review. Health systems in transition, 7(1).
[2] Rahanra, N. K., Supriyanto, S., & Suryanto, H. (2018). Health Services in
Health Centers Located Regions, Limitations, and Islands. Health
Notions, 2(5), 586-591.
[3] Ikhsan, M., & Wahab, S. (2021). Kepastian Hukum Tenaga Kefarmasian
Dalam Menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian. Jurnal Hukum
Kesehatan Indonesia, 1(02), 106-120.
[4] Mackey, T. K., & Nayyar, G. (2016). Digital danger: a review of the
global public health, patient safety and cybersecurity threats posed by illicit
online pharmacies. British medical bulletin, 118(1), 110-126.
[5] Kusumadara, A. (2000). Analysis of the failure of the implementation of
Intellectual Property Laws In Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai