1.Marisa : ( 220101119 )
3. Rintia ( 220101120 )
Dalam tradisi hukum Islam dikenal adanya sumber hukum; yaitu al-Qur’an, Sunnah,
Ijma’ dan qiyas. Al-Qur’an merupakan sumber utama hukum Islam. Karenanya
dalam perujukan hukumhukum Islam al-Qur’an haruslah dikedepankan. Bila dalam
alQur’an tidak ditemukan maka beralih kepada al-Sunah karena alSunah adalah
penjelas bagi kandungan al-Qur’an. Apabila di dalam al-Sunah tidak ditemukan
maka beralih kepada Ijma’ karena sandaran Ijma’ adalah nash-nash al-Qur’an dan al-
Sunah. Bila dalam Ijma’ tidak ditemukan maka haruslah merujuk kepada qiyas.
Karena qiyas merupakan suatu perangkat untuk melakukan ijtihad. Dalam posisi ini,
qiyas menempati rangkin keempat sebagai sumber hukum Islam.
Namun, yang menjadi permasalahan adalah eksistensi qiyas itu sendiri sebagai salah
satu sumber hukum Islam. Dalam kajian hukum Islam, qiyas menjadi salah satu
sebab dari berbagai macam sebab lainnya yang menimbulkan silang pendapat diantara
para ulama. Karena tidak adanya dalil atau petunjuk pasti yang menyatakan bahwa
qiyas dapat dijadikan sumber hukum Islam. Madzhab Syi’ah Imamiyah dan madzhab
Zahiriyah misalnya, mereka tidak mengakui keberadaan qiyas apalagi menerima atau
menggunakannya sebagai salah satu sumber hukum Islam.
Pemakalah.
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan...........................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
3.1 kesimpulan...................................................................................................................9
3.2 Saran.............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................10
2
PENDAHULUAN
Adapun makalah ini akan membahas qiyas sebagai salah satu metodeistinbāṭ
hukum dalam koridor usul fikih dengan mengulas berbagai unsur dan aspeknya.
_________________________
² Secara harfiah, ijtihad adalah suatu ungkapan dari pengerahan daya kemampuan untuk
mewujudkan sesuatu yang dituju. Sedang secara istilah, menurut al-Ghazali, bahwa ijtihad adalah
pengerahan kemampuan untuk mencapai keyakinan atas hukum-hukum syara‟. Muhammad bin
Muhammad al-Ghazali,Al-Mustaṣfā min 'ilmi al-‟Uṣūl (Damaskus: Ar-Risalah, 2010), h. 382
³ Muhammad Abu Zahrah,Ushul Fiqih, terj. Saefullah Ma‟shum dkk., cet.XI (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2008), 336-337.
3
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
4
PEMBAHASAN
Secara etimologi, qiyas merupakan bentuk masdar dari kata qâsa- yaqîsu, (ﯾﻘﯿﺲ-)ﻗﺎس
yang artinya ukuran, mengetahui ukuran sesuatu (Ahmad Warsono Munawwir, 1984).
Amir Syarifudin menjelaskan bahwa qiyas berarti qodaro ( )ﻗﺪرyang artinya mengukur,
membandingkan sesuatu dengan yang semisalnya. Sebagai contoh, "Fulan Meng-
qiyas-kan baju dengan lengan tangannya", artinya membandingkan antara dua hal
untuk mengetahui ukuran yang lain. Secara bahasa juga berarti "menyamakan",
dikatakan "Fulan meng-qiyas-kan extasi dengan minuman keras", artinya
menyamakan antara extasi dengan minuman keras
Adapun arti qiyas secara terminologi menjadi perdebatan ulama, antara yang
mengartikan qiyas sebagai metode penggalian hukum yang harus tunduk pada nash,
dan yang mengartikan qiyas sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri di luar nash.
Menurut ulama ushul fiqh, qiyas ialah menetapkan hukum dari suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu
kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash
karena ada persamaan '‘Illat antara kedua kejadian atau peristiwa tersebut.
Jadi qiyas hanya dapat dilakukan apabila telah diyakini bahwa benar-benar tidak
ada satupun nash yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hukum. Karena itu
tugas pertama yang harus dilakukan oleh seseorang yang akan melakukan qiyas, ialah
mencari apakah ada nash yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan hukum dari
peristiwa atau kejadian. Jika telah diyakini benar-benar tidak ada nash yang dimaksud
barulah dilakukan qiyas.
Rukun adalah unsur-unsur pokok yang harus terpenuhi demi keabsahan atau
kesempurnaan suatu hal, dengan kata lain rukun adalah elemen urgen yang dengannya
suatu perkara menjadi sempurna.¹
_________________________
¹ Forum Karya Ilmiah 2004,Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam, cet. V (Kediri: Purna Siswa Aliyah
2004 MHM Lirboyo, 2008), h. 133; Wahbah Zuhaily, ‟Uṣūl..., h. 605.
5
Dalam segala hal, rukun merupakan elemen terpenting karena rukun memegang
peranan sebagai penentu sah atau tidaknya; legal atau tidaknya sesuatu. Termasuk
dalam hal ini, qiyas juga memiliki rukun-rukun yang harus terpenuhi. Jika rukun-
rukun tersebut tidak dapat terpenuhi maka secara otomatis qiyas juga tidak dapat
diterapkan.
1.Al-Aṣl ()اﻻﺻﻞ
Aṣl secara bahasa merupakanlafaẓ musytarok ¹ yang bisa diartikan sebagai asas,
dasar, sumber, dan pangkal.² Sedangkan yang dimaksud dengan aṣl dalam
pembahasan qiyas ini adalah kasus lama yang dijadikan obyek penyerupaan atau
kasus yang sudah ada ketetapan hukumnya secara tekstual dalam nas maupun ijmak.
Aṣl sering disebut jugamusyabbah bih ( ﻣ)ﺸﺒﺒﮫ ب هatau yang diserupai;maqīs „alaih
( )ﻣﻘﯿﺲ ﻋﻠﯿﮫatau tempat mengqiyaskan. Artinya, aṣl merupakan tempat atau kejadian
atau kasus yang dijadikan sebagai ukuran, pembanding, atau disamai.³
2.Al-Far'. ()اﻟﻔﺮع
Far ' merupakan rukun kedua dari rukun-rukun qiyas. Far ' disebut juga
musyabbah ( )ﻣﺸﺒﮫatau yang diserupakan;maqīs ( )ﻣﻘﯿﺲatau yang diqiyaskan. Secara
etimologis, far „ berarti cabang.⁴ Sedangkan dalam konteks qiyas, far„ diartikan
sebagai kasus yang ingin diserupakan kepadaaṣl karena tidak adanyanas yang secara
jelas menyebutkan hukumnya. Maka dari itu,far ' akan diproses untuk disamakan
denganaṣl Secara substansial,far yang belum jelas status hukumnya itu disinyalir
memiliki kesamaan-kesamaan denganaṣl , oleh karena ada titik temu antaraaṣl dan
far ' Titik temu itulah yang disebutillat
'
_________________________
¹ Abu Hilal al-„Askari,Al-Furūq al-Lugawiyah, cet. IV (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2006),
h. 183.Musytarok adalah satu kata yang di dalamnya terkandung beberapa arti. Lihat Abu Yahya
Zakaria Al-Anshari,Gāyah …, h. 43.
6
3. Hukumasl ( )ﺣﻜﻢ اﻻﺻﻞ
Rukun selanjutnya adalah hukum aṣl. Dua kata yang digabung menjadi satu
susunan iḍāfah
( ) ini, memiliki pengertian: hukum syara‟ yang ada padaaṣl berdasar
pada legitimasi nas.¹ Hukumaṣl inilah yang nantinya akan berdampak padafar „ yang
belum memiliki legalitas hukum dari syara‟ karena tiadanya nas. Dampak tersebut
adalah kesamaan hukum, hukum yang sama-sama melekat pada keduanya
dikarenakan kesamaan i„llat . Adapun setelah proses pengqiyasan, lalu ditemukanlah
hukum bagi far„, maka hukum far„ ini bukanlah merupakan salah satu rukun dari
rukun-rukun qiyas. Hukum far„ hanyalah buah hasil (ṡamrah) dari proses qiyas. Akan
tetapi menurut Imam al-Isnawi, hukum far„ juga merupakan salah satu rukun qiyas.
Sedangkan yang dimaksud dengan buah dari qiyas adalah pengertian akan hukum far„
tersebut.
4.Al-'Illah ( ) اﻟﻌﻠﺔ
_________________________
¹ Wahbah Zuhaily, U
‟ ṣūl ..., h. 606.
7
Secara lebih terperinci, ulama ushul fiqh terpetakan menjadi lima golongan dalam
menyikapi qiyas sebagai metode penetapan hukum;
1. Pendapat jumhur ulama ushul fiqh, mengatakan bahwa qiyas bisa dijadikan sebagai
metode atau sarana mengistinbatkan hukum syara’. Bahkan menurut jumhur,
mengamalkan qiyas adalah wajib. Jumhur Ulama yang menjadikan qiyas sebagai
landasan hukum, mereka menggunakan qiyas dalam suatu peristiwa yang tidak
terdapat hukumnya dalam nash alQur’an, as-Sunnah ataupun Ijma’ para sahabat.
Mereka menggunakan qiyas secara tidak berlebihan dan tidak melampaui batas
kewajaran. qiyas menduduki peringkat keempat diantara hujjah syar’iyyah dengan
pengertian apabila dalam suatu kasus tidak ditemukan hukumnya berdasarkan nash al-
Qur’an, sunnah dan ijma’ dan diperoleh ketetapan bahwa kasus itu menyamai suatu
kejadian yang ada nash hukumnya dari segi ‘Illat hukumnya, maka kasus itu
diqiyaskan dengan kasus tersebut dan ia diberi hukum yang sama, dan hukum itu
merupakan hukumnya menurut syara’
4. Kelompok yang menggunakan qiyas secara luas dan mudah. Mereka pun berusaha
menggabungkan dua hal yang tidak terlihat kesamaan ‘Illat diantara keduanya,
kadang-kadang memberi kekuatan yang lebih tinggi terhadap qiyas, sehingga qiyas itu
dapat membatasi keumuman sebagaian ayat alQur’an dan as-Sunnah.
Pada Qur'an surah an-nisa ayat 59 kelompok zahiriyah dan syi'ah mengatakan bahwa
perintah Allah untuk mengembalikan sesuatu kepada Allah ketika terdapat beda
pendapat yaitu kepada firman-Nya dalam al-Qur’an. Dan mengembalikan sesuatu
8
kepada Nabi yaitu sabdanya dalam sunnah. Tidak ada perintah untuk mengembalikan
sesuatu kepada qiyas. Jelas bahwa selain al-Qur’an dan sunnah tidak dapat dijadikan
rujukan ketika terjadi perbedaan pendapat. Qiyas menurut Zahiriyah, bukan al-Qur’an
atau sunnah; karenanya tidak suatu persoalan hukum ada yang dapat dikembalikan
kepada qiyas.
Kemudian, kelompok Zuhairi menolak hadits Mu’ad ibn Jabal sebagai landasan
penetapan qiyas kelompok tersebut berargumen bahwa dari segi matan (teks) dan
sanad (periwayata) hadits tersebut dianggap gugur. Indikasi gugurnya hadits Mu’ad
ibn Jabal tersebut adalah:Pertama , hadits tersebut diriwayatkan dari suatu kaum yang
namanya tidak diketahui, karenanya tidak dijadikan hujah atas orang-orang yang tidak
mengetahui siapa perawinya. Kedua , dalam urutan perawinya terdapat Harits ibn
‘Amru yang tidak pernah mengemukakan hadits selain dari jalur ini. Artinya dari segi
periwayatan dan perawinya hadits tersebut masih diperselisihkan kebenarannya.
Menurut pendapat Zahiriyah, hadits Muad ibn Jabal tidak sedikitpun menyebut
tentang qiyas. Dalam hadits itu hanya disebutkan penggunaan ra’yu, penggunaan
ra’yu tidaklah berarti qiyas. Ra’yu itu hanyalah menetapkan hukum dengan cara
terbaik dan lebih hati-hati. Sedangkan qiyas menetapkan hukum sesuatu yang tidak
ada nashnya
Salah satu nash al-Qur’an yang dikemukakan Jumhur ulama fiqh dalam
melejitimasi qiyas sebagai sumber hukum ialah: Qur’an surat an-Nisa: 59 kata
ﻓﺎﻧﺘﻨﺰﻋﺘﻤﻔﯿﺸﻲﺀﻓﺮدوه ا ا ﻟﻠﮫ و اﻟﺮﺳﻮلpada ayat tersebut perintah untuk mengikuti
qiyas apabila terdapat perbedaan dalam penetapan hukum yang tidak terdapat dalam
nash. Ayat di atas juga menunjukkan bahwa, jika ada perselisihan pendapat diantara
ulama tentang hukum suatu maslah, maka jalan keluarnya dengan mengembalikannya
kepada al-Qur’an dan Sunnah. Cara mengembalikannya yaitu dengan melakukan
qiyas.
Berdasarkan ayat di atas, manusia diperintahkan mencari hukum dari hukum Allah
dan Rasul-Nya, baik yang tekstual maupun yang kontekstual. Sesuatu yang
kontekstual atau implisit itu yang disebut qiyas. Oleh karena itu, secara tidak
langsung, ketika manusia menghadapi suatu problema hukum yang tidak ditemukan
nashnya secara jelas, diperintahkan untuk menggunakan jalan qiyas (Muhammad Roy:
55). Berdasarkan ayat tersebut, aplikasi qiyas dalam istinbat hukum merupakan hal
yang diperbolehkan, bahkan diperintahkan.
9
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran.
Penulisan ini bisa menjadi salah satu bahan menambah khazanah keilmuan bagi
pengelola sehingga bisa menjadikan refensi untuk mengembangkan kegiatan yang
sudah dilakukan sehingga target yang diingikan bisa menjadi lebih meningkat dari
sebelumnya. Kepada pembaca bahwa tulisan ini menjadikan referensi untuk
menambah khazanah keilmuan bagi para pembaca.
10
DAFTAR PUSTAKA
al-'Ilmiyyah, 2006.
11