Anda di halaman 1dari 5

KONTEKSTUALISASI AYAT Al-QUR’AN DENGAN METODE HERMENEUTIKA

FAZLUR RAHMAN
Ananda Muhammad Rizky
21102034
bestwayananda@gmail.com

Di era millennium kayak sekarang, segala sesuatu berkembang begitu pesat, bahkan yang
sebelumnya belum ada menjadi ada. Tak terkecuali pengembangan prinsip-prinsip dasar agama.
Alasan adanya hal tersebut karena tuntutan zaman yang menuntut kita untuk bisa menerapkan
dalil-dalil nash yang ada sejak zaman dahulu, bagaimana agar bisa menjadi solusi di era milenial
ini. Maka dari itu muncul istilah kontekstualisasi teks yang mana tujuannya adalah biar sesuatu
yang terjadi di masa sekarang itu bisa sejalan dengan aspek dari teks yang sudah ada sejak zaman
yang lampau. Pembahasan metode kontekstualisasi tersebut bisa kita temukan salah satunya di
bidang ilmu hermeneutika. Fazlur Rahman, seorang tokoh hermeneutika, merumuskan teori
gerakan ganda dalam penafsiran Al-Qur'an. Caranya dengan melihat dari situasi dimasa sekarang
menuju ke waktu dimana Al-Qur’an diturunkan, kemudian dari situ kemudian dibawa kembali
menuju masa kini. Dengan adanya hal ini, orang nggak akan bosan untuk mempelajari al-Qur’an,
karena ada bukti bahwa kandungannya itu nggak monoton dan terus update seiring
berkembangnya zaman.
Bagaimana Mengkontekstualisasikan Ayat dengan Hermeneutika Fazlur Rahman?
Fokus kajian hermeneutika Fazlur Rahman adalah sosial historis atau aspek sejarah dari
suatu teks yang dikontekstualisasikan di zaman sekarang. Disini saya ambil contoh tentang
kebijakan pemerintahan di Indonesia tentang Grasi, Amnesti, dan Abolisi. Al-Qur’an dengan
kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah secara sosial historis

Surah An-Nisa` Ayat 58

‫اَن َس ِم يعًا‬1‫ا َو ِإذا َح َك ْم ُتْم َبْيَن الَّن اِس َأْن َتْح ُك ُم وا ِباْلَع ْد ِل ِإَّن َهَّللا ِنِعَّم ا َيِع ُظُك ْم ِب ِه ِإَّن َهَّللا ك‬1‫ِإَّن َهَّللا َيْأُم ُر ُك ْم َأْن ُتَؤ ُّد وا اَأْلماناِت ِإلى َأْهِله‬
)58( ‫َبِص يرًا‬

Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya
kalian menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Berdasarkan salah satu pendapat mufassir yaitu Ibnu Jarir, diketahui bahwasanya ayat ini
turun pada saat peristiwa Fathul Makkah. Ketika itu Rasulullah Saw mengambil kunci pintu
Ka'bah dan masuk ke dalamnya. Kemudian beliau keluar dari Ka'bah seraya membacakan ayat
tersebut. Kemudian Rasulullah Saw. memanggil Usman bin Thalhah dan memberikan kunci itu
kepadanya. Kita ambil poin sosial historisnya yaitu “Peristiwa Fathul Makkah”

Apa Keputusan yang diambil Nabi Muhammad Ketika Peristiwa Fathul Makkah?
Sikap kemanusiaan Rasulullah sudah terbukti ketika terjadi perang pada peristiwa Fathul
Makkah. Bayangin aja selama perang, emosi berkobar secara alami dan keinginan untuk
membunuh, bahkan mungkin untuk membalas dendam, mencapai puncaknya. Meski kaum kafir
Quraisy melakukan kekejaman yang berlebihan, namun Nabi nyatanya memaafkan mereka tanpa
syarat dan tanpa pertumpahan darah. Nabi tidak menggunakan logika dalam menghadapi situasi
di Fathul Mekkah, namun menggunakan hati dan akhlak untuk menyelamatkan umat. Nabi
melupakan dalam hatinya segala perbuatan negatif yang dilakukan masyarakat Mekkah dan para
pemimpinnya. Rasulullah nggak benci sama kaum kafir Quraisy yang belom memeluk Islam.
Rasulullah hanya membersihkan tanah suci dari berhala-berhala yang ada. Yang terbukti,
masyarakat Mekkah memilih Islam karena melihat akhlak terpuji yang dimiliki oleh Nabi, bukan
karena takut terhadap penaklukkan Nabi. Dari sini kita tahu bahwa ada sikap humanisme
Rasulullah yaitu kebijaksanaannya mengampuni siapapun yang mendzaliminya termasuk kaum
kafir quraisy saat peristiwa tersebut. Inilah sebuah bentuk penegasan kebijakan pemerintah
sekarang seharusnya memperhatikan kemaslahatan rakyat dan menjalankan hukum dengan
bijaksana, salah satunya pemberian grasi, amnesti dan abolisi.
Sekali lagi, keputusan Nabi ini murni bersifat kemanusiaan dan bertujuan untuk
membersihkan Mekkah dari ibadah palsu. Tidak ada syarat sama sekali. Syaratnya hanya siapa
saja yang boleh masuk ke rumah Abu Sufyan, rumahnya masing-masing, atau masjidnya. Itu
adalah kondisi yang sangat mudah untuk dipenuhi. Sebenarnya itu bukan syarat politik, tapi
syarat untuk melindungi kaum kafir Quraisy dari kesombongan dan egonya sendiri. Meskipun
Nabi tidak mengatur tentang hukum amnesti, namun sejarah telah menuliskan hukum ini dengan
tinta emas dan menuliskannya dengan sempurna di pikiran dan hati Nabi, sebuah keputusan yang
melampaui hukum apapun di dunia ini.
Kontekstualisasi Ayat Al-Qur’an terhadap Kebijakan Grasi, Amnesti dan Abolisi
Surah An-Nisa’ ayat 58 menjelaskan bahwa amanah itu harus diberikan kepada orang
yang benar-benar dapat menjaganya dengan sepenuh hati. Dalam konteks ini hendaknya memilih
pemimpin harus berdasarkan kemaslahatan rakyat. Disamping kepala negara harus mempunyai
visi dan misi yang jelas, tindakan atau aksinya juga harus diperhatikan. Hal tersebut dapat
diketahui melalui kehidupan sehari-hari calon kepala negara tersebut. Semua ini bertujuan untuk
menciptakan negara yang makmur, aman, dan damai. Makanya di dalam ayat tersebut ada
penjelasan lanjutan bahwa menetapkan hukum itu harus bijaksana. Di ayat tersebut juga ada
perintah untuk menetapkan hukum secara adil. Adil disini bukan kok serta merta semua di sama
ratakan. Tapi harus ada aspek kebijaksanaan dalam penetapkan keadilan tersebut, caranya ya
dengan melihat situasi dan kondisi yang ada. Hal itu terbukti pada keputusan Nabi ketika Fathul
Makkah.
Dasar hukum pemberian kebijakan tersebut di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang
Tahun 1945, Pasal 14 ayat (2) yang berbunyi: “Presiden memberikan amnesti dan abolisi
berdasarkan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat.”. Kewenangan ini sepenuhnya berada di
tangan Presiden dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana ditentukan oleh undang-undang.
Meski dalam praktiknya, Presiden ketika memberikan grasi akan memperhatikan pendapat
legislatif. Konteks sosial historis ayat QS.An Nisa’ ayat 58 tersebut seperti yang telah dijelaskan
adalah peristiwa Fathul Makkah. Disitu apa yang diputuskan oleh Nabi Muhammad SAW bisa
kita kontekstualisasikan di zaman sekarang dengan pemberian Grasi, Amnesti, dan Abolisi yang
ada di dalam kebijakan pemerintah.
Tujuan Grasi, Amnesti, dan Abolisi
Alasan utama mempertimbangkan pemberian Grasi adalah karena keadilan dan
kemanusiaan. Alasan keadilan adalah apabila ternyata karena suatu sebab hakim menjatuhkan
hukuman yang dipandang nggak adil, maka pengampunan dapat diberikan sebagai langkah
menuju keadilan. Kesejahteraan manusia tercermin dari keadaan pribadi pihak yang bersalah.
Misalnya, jika terpidana sakit atau menunjukkan dia telah berubah menjadi lebih baik, maka
belas kasihan juga bisa diberikan sebagai ucapan terima kasih kepada terpidana itu sendiri.
Adapun amnesti dan Abolisi, keduanya merupakan cara pemerintah mengurangi konflik dan
membawa perdamaian pada situasi yang mengacaukan stabilitas dan kedaulatan negara akibat
kejahatan politik.
Wallahu A’lamu Bi Ash Showabi.

Anda mungkin juga menyukai