Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PSIKOLOGI PERSPEKTIF IBNU SINA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Didin Hidayat,S.Sy.,M.H

Oleh

Muhamad Anas (11.2021.1.065)

Siti Mulyani (11.2021.1.117)

Wulan Tanjung Sari (11.2021.1.136)

Yunisah Yulianingsih (11.2021.1.141)

FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 5 A REGULER
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL – AZHARY
CIANJUR
1445 H / 2023 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmatnya kepada kita semua, sehingga kita masih dapat merasakan
nikmat- Nya yang begitu besar. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada jungjunan kita yang membawa zaman jahiliyah ke zaman
islamiyah, yang cahaya dari kegelapan yakni Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, pemimpin yang kita patut teladani.

Terimaksih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam


menyelesaikan makalaha ini, terutama kepada anggota kelompok delapan yang
dapat mempertanggung jawabkan tugasnya. khususnya kepada Bapak Didin
Hidayat,S.Sy.,M.H. selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat pendidikan
Islam. Makalah ini berjudul " Psikologi Perspektif Ibnu Sina".

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kata, tulisan,
dan penetapan pembahasan yang kurang baik, dan jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami penyusun memohon maaf atas kekurangan atau hal apapun yang
berada dalam makalah ini. kami penyusunan berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca terkhusus bagi penyusun.

Cianjur, 10 Oktober 2023

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3
A. Biografi Ibnu Sina...................................................................................3
B. Psikologi Perspektif Ibnu Sina................................................................4
C. Implikasi Psikologi Perspektif Ibnu Sina dalam Pendidikan..................9

BAB III PENUTUP...........................................................................................11


A. Kesimpulan.............................................................................................11
B. Saran .......................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Situasi, kondisi, keripadian dan jiwa merupakan hal atau komponen yang
fundamental dalam belajar atau pendidkan. Pada dasarnya kita sering menemukan
permasalah-permasalahan dalam mengajar atau belajar sehingga kita sebagai guru
dituntut untuk mengerti akan psikologi guna terselesaikan atau terpecahkan
masalah-masalah yang ada terutama dalam kegiatan belajar mengajar. Karena
psikologi atau jiwa, komponen yang paling fundamental dalam segala hal. Bahkan
masih banyak orang-orang yang konsultasi terkait kejiwaan dengan psikolog dan
psikiater.
Banyak ahli-ahli yang membahas bahkan meneliti terkait jiwa atau psikologi
diantaranya Ibnu Sina. Ibnu Sina berpendapat jiwa sama dengan roh, dimana jiwa
adalah kesempurnaan awal, karena dengannya organisme menjadi sempurna
sehingga menjadi manusia yang nyata. Ibnu Sina juga menyebutkan jiwa tidak
mungkin terwujud tanpa adanya badan. Begitupun sebaliknya, badan tidak akan
bekerja kalau tidaka ada jiwa. jadi bisa dibuktikan bahwa jiwa merupakan hal
yang paling fundamental dalam segala hal. Manusia tidak disebut manusia kalua
tidak memiliki jiwa1.
Hal terpenting dalam pendidikan ialah kita dapat menentukan bagaimana kita
mengajar, mengatur, mengkonsep, atau memahami suatu kondisi sehingga kita
dapat mengambil langkah yang benar dalam hak tersebut. Seperti ketika didalam
kelas seorang guru mesti biasa mamahami kondisi lingkunganya sehingga mereka
bisa menerapkan metode yang benar dalam mengajar.

1
Raja Oloan Tumanggur dan Carolus Sudaryanto, Pengantar Filsafat Untuk Psikologi ,Yogyakarta, PT
Kanisius 2017, 209.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Biografi Ibnu Sina
2. Psikologi perspektif Ibnu Sina
3. Implikasi Psikologi perspektif Ibnu Sina dalam Pendidikan

C. Tujuan Permasalahan
1. Mengetahui Siapa Ibnu Sina
2. Mengetahui kondisi atau keadaan anak
3. Mengetahui kegunaan psikologi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Sina
seorang tokoh filsuf muslim yang terkenal dari masanya hingga sekarang,
sosok ibnu sina adalah seorang tokoh pemikir yang sangat peting karena karya-
karya hasil pemikirannya. di balik sosok yang kita kenal sebagai ibnu sina
ternyata memiliki nama asli Abu Ali al-Huseyn bin Abdullah bin Hasan Ali bin
Sina. beliau lahir pada bulan shafar tahun 370 H atau yang bertepatan dendgan
bulan agustus 980 Masehi. Di desa Afsanah, kota Bukhara, Uzbekistan, ibnu sina
lahir dari pasangan Abdullah dengan sitarah. ibnu sina juga memiliki panggilan
lain yakni alvicenna. alvicenna sendiri sebenarnya ibnu sina yang terkena
metamorfose ke dalam bahasa ibrani. hal tersebut menunjukan atas banyaknya
orang yang tidak mampu melafalkan bahasa arab, sehingga banyak oranng yang
melafalkan dalam bentuk "alvicenna" daripada bentuk awalnya yakni "ibnu sina"
Memiliki orang tua yang sangan luar biasa, Ibunya bernama Setareh yang
berasal dari Bukhara, dan ayahnya bernama Abdullah. Ayahnya sangan berhati-
hati dalam mendidik anaknya (Ibnu Sina) di Bukhara 2. Memiliki latar belakang
dang lingkungan yang mendukung membuat intelektualnya luar biasa. Ali Al
Jumbulati mengatakan dalam bukunya “Ayahnya sangat memperhatikan
pendidikan anaknya terutama Ibnu Sina sendiri sehingga ayahnya memanggil
guru privat untuk kedua anaknya. Sering sekali ahli ilmu datang kerumah ayah
ibnu sina seperti Abdullah an natilli dan rumahnya juga dikenal dengan tempat
berkembang dan tumbuh ibnu sina yang dipengaruhi oleh faham Persia...3”.
Sejak kecil, ibnu sina adalah seorang anak yang rajin tekun, dan telaten.
Belum genap usia 10 tahun beliau telah menghafal Al-Qur'an dan membaca
seluruh sastra tradisional. hingga pada usia 16 tahun, ia telah menjadi sosok
remaja gagah, tampan, juga cendekiawan, bahkan telah menjadi thabib yang mahir
lagi mashur. Beliau menyembuhkan Sultan Bukhara pada masa itu yaitu
Nuh b Mansur dengan kecakapanya, sehingga sang sulta menawari posisi dokter
2
Yun yun Yunadi, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam. Indonesia: Kementrian Agama, 2015. 37
3
Ali Al-Jumbulati & Abdul Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta,
PT.Rineka Cipta 1994, 114.

3
4

istana kepada Ibnu sina, tetapi beliau menolak tawarannya. Yang diminta ibnu
sina ialah diperbolehkannya ibnu sina masuk kedalam perpustakaan istana, maka
sang Nuh b Mansur dengan hormat membuka gudang perpustakaannya untuk ibnu
sina.
Genap usia 22 tahun, ayahnya meninggal dunia. Kemudian beliau melakukan
perjalanan dari Bukhara menuju jurjan, terus khawarizm, dan terus berpindah dari
suatu wilayah kewilayah lainnya, hingga berakhir di Hamadan. Karena
kecakapannya ibnu sina menjadi menteri di Hamadan. Beliau meninggal pada
tahun 428 H / 1037 M di Hamadan dengan usia yang ke-85 tahun.

B. Psikologi Perspektif Ibnu Sina


Menilik dari beberapa jurnal yang menjadi sumber, berikut beberapa pokok
pemikiran Ibnu Sina terhadap pendidik:
a. Setiap anak memiliki bakat yang berbeda. Seorang anak terlahir dengan
karakteristik yang berbeda sehingga diperlukan seorang guru yang
memiliki banyak referensi terhadap metode pengajaran. Sebagaimana
hakikat jiwa yang dapat mengetahui objek pemikiran yang tidak
Nampak.
b. Kecenderungan Berkompetensi. Dalam eksistensi jiwa disebutkan bahwa
gerak dibagi menjadi dua yaitu paksaan dan kehendak. Gerak paksaan
inilah yang dipicu oleh luar. Terkadang seorang anak berkompetensi
karena pingin diakui keberadaannya, sehingga mereka berlomba-lomba.
c. Kecenderungan bermitasi atau meniru. Kecenderungan ini sering terjadi
terhadap anak kecil dimana mereka masih melihat atau menerka
dunianya. Hal ini bisa termasuk dalam eksistensi jiwa karena adanya
penggerak yaitu orang yang ditiru.
d. Kecenderungan bermain. Seorang anak memiliki khayalan sehingga
diperlukannya kebebasan dalam berkhayal dan memunculkan kreasi-
kreasi yang bagus.
5

Menurut yunani phisicology berasal dari kata psyche dan logos yang
memiliki arti jiwa dan ilmu, dan secara harfiah psikologi adalah ilmu jiwa. Jiwa
merupakan hal yang abstrak dan kita selalu ingin tahu eksistensi dari jiwa itu
sendiri. Maka dari itu kami akan membahas jiwa atau psikologi perspektif Ibnu
sina.
1. Jiwa Perspektif Ibnu Sina
Menurut Ibnu Sina, jiwa atau nafs, dalam bahasa Inggris: soul, yaitu
kesempurnaan awal bagi jasad itu sendiri dan jasad berfungsi sebagai bantuan
dari ruh (jiwa). Pembantu jiwa itu jasad yang menjadi suatu yang hakiki dari
tubuh manusia. Manusia memiliki jiwa yang diberi wadah berupa jasad itu
sendiri, untuk meningkatkan suatu potensi yang berada pada diri manusia.
Karena itu, kesempurnaan awal pada jasad itu adalah jiwa.
Ibnu sina mengartikan kesempurnaan itu sebagai substasnsi, jasad berupa
materi dan suatu pelengkap bagi jiwa. Tetapi, tidak semua hal bersifat materi.
Jasad pula sebagian dari diri manusia, dikarenakan jasad dan jiwa merupakan
hal yang saling berkaitan. Penjelasan tersebut menunjukan bahwa jasad
merupakan bagian dari jiwa. Tetapi keduanya memiliki perbedaan.
Sebagaimana kesempurnaan jasad dan jiwa itu berawal dari nafs. Ibnu
sina berpendapat bahwa hubungan jasad dan ruh itu bagaikan kapal dengan
nahkodanya. Nahkoda diibaratkan seperti ruh yang akan masuk pada kapal
dan mengatur segala hal yang berada di sana. Analogi tersebut seperti nafs
yang telah terjadi satu tahap di dalam jasad, sehingga dapat menjalankan
jasad. Hubungan antara keduanya saling berkaitan dan membutuhkan. Tetapi
tetap, nafs dan jasad bukanlah suatu substansi. Nafs dan jasad memiliki
substansi masing-masing. Maka dapat tetap diketahui tanpa jasad tidak akan
ada nafs.
Jadi Ibnu Sina berpendapat jiwa dan ruh itu memiliki arti yang sama.
memiliki substansi ruhani untuk menghidupkan jasad, kemudian digunakan
sebagai alat untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan, hingga dengan jiwa
dan jasad itu dapat mengenali tuhannya dengan baik. (Yamin, 2006). Menurut
beliau, jiwa merupakan suatu aspek untuk memberikan kemampuan terhadap
6

seseorang berupa kemampuan, fungsi, merasakan ataupun dalam bertindak.


Sehinnga jiwa menjadi tanggung jawab atas apa yang dilakukan terhadap
pergerakan dan respon terhadap lingkungan.
Hubungan antara jiwa dan badan memiliki hubungan yang sangat erat.
Ibnu sina mempercayai jiwa memiliki peran dalam setiap fungsi tubuh,
termasuk pada hal penyembuhan. Dalam penelitian Beliau, menjelaskan
bahwa suatu penyakit dapat sembuh dengan jiwa yang kuat tanpa berobat atau
menjalani hal medis lainnya, tidak terdapat dalam individu saja. Dalam
penelitiannya, fisik akan menjadi kuat apabila jiwanya kuat pula. Karena
kondisi jiwa dapat berpengaruh pada kondisi kesehatan. Di dalam gagasan
tersebut dapat dipahami bahwa jiwa yan kuat akan berpengaruh terhadap
kekebalan tubuh, jiwa dan jasad memiliki ikatan dan saling menguntungkan
satu sama lain. Karena itu, apabila jiwa seseorang lemah, maka fisiknya pun
akan terbawa lemah.
2. Hakikat Jiwa
Kesempurnaan awal pada jasad belum bisa dikatakan hakikat dari jiwa
itu sendiri. Hakikat jiwa berbeda dengan badan, dan wujudnya tidak
berbentuk4. Wujud tak berbentuk inilah yang disebut akal, jika wujud ini tidak
mengendalikan badan. Jika wujud tak berbentuk ini dapat mengendalikan
badan dan berada di badan maka disebut jiwa 5. jadi bisa disimpulkan jiwa
menurut ibnu sina ialah akal yang beraktifitas dalam badan6.
Diambil dari jurnal Jarman arosi & rahmat Ardi R. D. yang berjudul
konsep jiwa perspektif ibnu sina yang membuktikan hakikat jiwa dengan
mengemukakan empat dalil yaitu: pertama jiwa dapat mengetahui objek
pemikiran (ma’qulat), dalam hal ini akal lah yang berkerja karena bentuk-
bentuk objek pemeikiran ada dalam akal dimana wujudnya tidak nampak.
Kedua jiwa dapat menangkap hal-hal abstrak. Ketiga jika akal (jiwa) terus
menerus berfikir hal-hal yang besar, tidak melemah ketika memikirkan hal-
4
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang 1986, 82.
5
Cyril Glasse , terj. Gufron A. Mas’adi, Ensiklopedi Islam Ringkas, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada 1999, 199.
6
Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam: Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam, Jakarta,
UI Press 2006, 50.
7

hal kecil yang ada timbul penyelesaian. Keempat tidak akan melemahnya akal
meskipun kita atau jasadnya sudah tua. Inilah dalil-dalil Ibnu Sina yang
terkait hakikat jiwa sebagai substansi ruhani yang berdiri sendiri.
3. Eksistensi Jiwa
Ibnu sina membuktikan eksistensi jiwa dengan emat dalil natural
psychology (alam kejiwaan), dalil continuity (Istimrār, kesinambungan),
manusia terbang, dan dalil ke- Aku-an dan penyatuan gejala kejiwaan7.
Pertama dalil natural psychology, yang didasarkan pada gerak dan
pengenalan dimana ibnu sina membaginya menjadi dua yaitu gerak paksa dan
gerak kehendak. Dua dalil continuity, yang didasari perbandingan badan dan
jiwa dimana badan selalu mengalami perubahan, pergantian sedangkan jiwa
tidak. Tiga dalil manusia terbang, yang didasarkan atas perkiraaan dan
khayalan. Empat dalil ke-akuan dan penyatuan gegela kejiwaan, dalil yang
menyatakan tentang kepemilikan dengan bentuk “saya, aku, pribadi” ketika
beraktivitas misal saya tidur, saya keluar. Yang dimaksud aktivitas atau
peristiwa itu ialah jiwa dan kekuatannya. Sedang dalil penyatuan gegela
kejiwaan menyatakan keberagaman aktivitas dan perasaan bahkan saling
bertolak belakang misal sedih, senang, dan cinta. Tapi hal itu bisa terjadi
dalam satu diri jika dalam dirinya ada suatu pengikat yang menyatukan
keseluruhannya yaitu jiwa.
4. Macam-macam jiwa menurut ibnu sina
Di dalam buku An-Najah (keselamatan), ibnu sina menjelaskan mengenai
daya-daya jiwa, beliau membagi menjadi tiga bagian, yang memiliki tungkat
kesempurnaan berbeda-beda. Yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa hewani dan
jiwa insan. Tidak hanya manusia yang memiliki ruh hewan dan tumbuhan
juga memiliki ruh. Burhanudin Salam menjelaskan bahwa “Tumbuh-
tumbuhan, hewan, dan manusia itu memiliki ruh (ruhani) atau anima. Ruh
yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan disebut dengan ruh nabati (anima
vegetative), ruh yang terdapat pada hewan disebut dengan ruh hewani

7
Muhammad ‘Alī Abū Rayyān, al-Falsafah al-Islāmīyah, Iskandariyah, Dār alQawmīyah 1967, 489.
8

(anima sentiva), sedangkan ruh yang terdapat pada manusia disebut dengan
ruh insani (anima intelectiva)8”.
a. Jiwa tumbuh-tumbuhan
Pada jiwa ini, jiwa yang berkaitan dengan tumbuh-tumbuhan serta
kemampuan untuk tumbuh dan berkembang. Ibnu sina berpendapat
bahwa jiwa ini memiliki kemampuan untuk mengatur proses yang ada
didalamnya dan memelihara tubuh. Berkaitan pada hidup, makan dan
reproduksi.
b. Jiwa hewan
Daya jiwa yang berhubungan kepada rangsangan atau reasksi
terhadap lingkungan. Menurut ibnu sina, jiwa ini berhubungan pada
Mengatur-mengatur proses dan memelihara serta menunjukan
pergerakan, keinginan dan mengekspresikan melalui tindakan. Hal ini
pula berkaitan dengan syahwat, marah dan berpindah-pindah. Kemudian
daya mencerna, berupa panca indera.
c. Jiwa insan
Jiwa ini merupakan jiwa yang paling tinggi. Kemampuan ini terdapat
pada manusia. Berhubungan dengan berpikir, dan berbuat sesuatu dengan
akal. Dalam jiwa ini, ibnu sina berpendapat, bahwa jiwa insan memiliki
kemampuan untuk memahami konsep-konsep abstrak.
5. Kepribadian Menurut Ibnu Sina
Kepribadian menurut beliau ialah perpaduan hati, jiwa, dan kemauan /
minat yang membawa prilaku. Manusia memiliki dusut pandang tiga kualits
yaitu hati yang memiliki kekuasaan dan keinginan, akal atau jiwa sebagai
karakterisktik dari kesadaran, ingin atau minat memiliki kekuatan konasi atau
tujuan (objek).
Kecemasan pada kematian merupakan inti universal dari semua penyakit
mental, itu yang dinyatakan oleh ibnu sina. Seperti fobia, kesedihan, depresi,
dan sebagainya. Hal ini terjadi mungkin karenatiga penyeban kognitif yang
merasa takut pada kematian, yaitu ketidak tahuan rasanya kematian, ketidak

8
Baharudin Salam, Filsafat Manusia Antropologi Metafisika, Jakarta, Bumi Aksara 1998, 53.
9

pastian tentang apa yang terjadi setelah kematian, dan mengendalikan bahwa
jiwa akan lenyap setelah kematian. Hal inilah inti dari kecemasan berkaitan
dengan gagasan. Menilih hal tersebut jika kita hubungkan dengan berbagai
masalah dalam pendidikan maka kita akan menemukan cara atau metode
yang tepat dalam mengatasinya. Seperti peserta didik yang tidak mau maju
kedepan untuk berpresentasi maka kita harus melihat latar belakang
kognitifnya yaitu kita menanyakan ketiga hal yang sudah disebutkan kepada
peserta didik.
C. Implikasi Psikologi Perspektif Ibnu Sina Dalam Pendidikan
1. Dapat menentukan dan mengetahui gerak, jalan, metode, atau cara yang
akan kita ambil. Ibnu Sina menyebutkan gerak dibagi menjadi 2 yaitu
gerak paksaan (qasriyyah) dan gerak kehendak (Iradiyyah). Gerak
paksaan ialah gerak yang di dorong dari luar, seperti anak yang ingin
berkembang karena melihat orang lain berkembang sehingga timbul
hasrat, keinginan, atau motivasi dalam dirinya. Ketika kita tahu
berkembang seperti apa maka kita juga akan mengetahui langkah atau
tahap yang tepat yang akan kita terapkan dalam perkembangan. Karena
tidak mungkin kita terapkan metode yang sama antara anak usia dini
dengan anak remaja.
2. Dapat mengetahui bakat yang dipunyai seorang peserta didik atau kita.
Setiap anak dilahirkan dengan beragam bakat, sehingga kita tidak bisa
menyamaratakan kemampuan peserta didik. Kareana jika semua
dilahirkan dengan bakat yang sama maka segala hal akan mudah
dilakukan oleh setiap orang.
3. Mengetahui kondisi jiwa atau perasaaan kita. Perasaan dan aktivitas
manusia sangat beragam sehingga kita perlu tau kondisi kita seperti apa.
Ketika kita tahu kita dalam kondisi bagus atau siap dalam menimba ilmu
atau membagi ilmu maka kita akan mudah atau lancar dalam kegiatanya.
4. Terjadinya kegiatan mengajara yang kondusif dan efektif, mengacu ke
point yang pertama dimana ketika kita menerapkan metode atau langkah
yang tepat maka terjadilah proses ngajar mengajar yang tepat.
10

5. Bagi pendidik dapat mempersiapkan diri dalam mengajar atau


memecahkan permasalahan yang akan datang terkait perkembangan
peserta didik, atau perubahan peserta didik.
6. Dapat mengetahui atau memahami berbagai karakteristik peserta didik.
Sorang pengajar atau pendidik tidak akan dengan mudah mengukur atau
mempersiapkan segala hal terkait kegiatan atau proses ngajar belajar
ketika dia tidak mengetahui konsep psikologi.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abu Ali Al Husain bin Abdullah bin al Hasan bin Ali bin Ibnu Sina.
Merupakan nama asli dari Ibn sina. Beliau lahir di Afshana pada tahun 370 H /
980 M. Ibunya bernama Satareh dan ayahnya bernama Abdullah. Ibnu sina
merupakan seorang anak yang berintelektual tinggi karena belum genap umur 10
tahun beliau sudah menguasai Al-Quran dan pada usia 16 tahun beliau sudah
menjadi dokter dan mampu memecahkan masalah pengobatan. Karena
pengetahuannya beliau beberapa kali diangkat menjadi menteri. Pada akhirnya
beliau meniggal pada tahun 428 H / 1037 M pada usia ke 85 tahun.
Semasa hidupnya beliau membuat banyak karya diantaranya Risalah al
Siyasah. Beliau banyak meneliti berbagai keilmuan salah satunya psikologi.
Beliau berpendapat bahwa jiwa (psyche) sama dengan ruh. Dimana akan terjadi
kesemurnaan ketika ruh, jasad, dan kekuatan bersatu. Jiwa merupakan hal yang
tampak tetapi sangat dibutuhkan dalam kehidupan karena jasad tanpa jiwa tidak
mungkin dan jiwa tanpa jasad tidak mungkin juga.
Dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Ibnu sina maka akan
mempermudah bagi kita dalam menentukan atau menerapkan metode atau cara
dalam kegiatan dan proses belajar mengajar.
B. Saran
kami menyadari ketidak sempurnaan dan kekeliruan dalam makalah
ini, baik disengaja maupun tidak. Maka dari itu kami sebagai penyusun
mengharapkan keritik dan saranya dalam memperbaiki segala keterbatasan
yang kami punya.

11
12
DAFTAR PUSTAKA

Tumanggur, Raja Oloan dan Sudaryanto, Carolus, Pengantar Filsafat Untuk


Psikologi, Yogyakarta, PT Kanisius 2017.

Yunadi, Yun yun, & dkk. Sejarah Kebudayaan Islam. Indonesia, Kementrian
Agama 2015.

Glasse, Cyril, terj. Gufron A. Mas’adi, Ensiklopedi Islam Ringkas, Jakarta,


PT.Raja Grafindo Persada 1999.

Amien, Miska Muhammad, Epistemologi Islam: Pengantar Filsafat Pengetahuan


Islam, Jakarta, UI Press 2006.

Abū Rayyān, Muhammad ‘Alī, al-Falsafah al-Islāmīyah, Iskandariyah,


Dār alQawmīyah 1967.

Salam, Baharudin, Filsafat Manusia (Antropologi Metafisika), Jakarta, Bumi


Aksara 1998.

13

Anda mungkin juga menyukai