Oleh
FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 5 A REGULER
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL – AZHARY
CIANJUR
1445 H / 2023 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmatnya kepada kita semua, sehingga kita masih dapat merasakan
nikmat- Nya yang begitu besar. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada jungjunan kita yang membawa zaman jahiliyah ke zaman
islamiyah, yang cahaya dari kegelapan yakni Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, pemimpin yang kita patut teladani.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kata, tulisan,
dan penetapan pembahasan yang kurang baik, dan jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami penyusun memohon maaf atas kekurangan atau hal apapun yang
berada dalam makalah ini. kami penyusunan berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca terkhusus bagi penyusun.
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3
A. Biografi Ibnu Sina...................................................................................3
B. Psikologi Perspektif Ibnu Sina................................................................4
C. Implikasi Psikologi Perspektif Ibnu Sina dalam Pendidikan..................9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Raja Oloan Tumanggur dan Carolus Sudaryanto, Pengantar Filsafat Untuk Psikologi ,Yogyakarta, PT
Kanisius 2017, 209.
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Biografi Ibnu Sina
2. Psikologi perspektif Ibnu Sina
3. Implikasi Psikologi perspektif Ibnu Sina dalam Pendidikan
C. Tujuan Permasalahan
1. Mengetahui Siapa Ibnu Sina
2. Mengetahui kondisi atau keadaan anak
3. Mengetahui kegunaan psikologi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Sina
seorang tokoh filsuf muslim yang terkenal dari masanya hingga sekarang,
sosok ibnu sina adalah seorang tokoh pemikir yang sangat peting karena karya-
karya hasil pemikirannya. di balik sosok yang kita kenal sebagai ibnu sina
ternyata memiliki nama asli Abu Ali al-Huseyn bin Abdullah bin Hasan Ali bin
Sina. beliau lahir pada bulan shafar tahun 370 H atau yang bertepatan dendgan
bulan agustus 980 Masehi. Di desa Afsanah, kota Bukhara, Uzbekistan, ibnu sina
lahir dari pasangan Abdullah dengan sitarah. ibnu sina juga memiliki panggilan
lain yakni alvicenna. alvicenna sendiri sebenarnya ibnu sina yang terkena
metamorfose ke dalam bahasa ibrani. hal tersebut menunjukan atas banyaknya
orang yang tidak mampu melafalkan bahasa arab, sehingga banyak oranng yang
melafalkan dalam bentuk "alvicenna" daripada bentuk awalnya yakni "ibnu sina"
Memiliki orang tua yang sangan luar biasa, Ibunya bernama Setareh yang
berasal dari Bukhara, dan ayahnya bernama Abdullah. Ayahnya sangan berhati-
hati dalam mendidik anaknya (Ibnu Sina) di Bukhara 2. Memiliki latar belakang
dang lingkungan yang mendukung membuat intelektualnya luar biasa. Ali Al
Jumbulati mengatakan dalam bukunya “Ayahnya sangat memperhatikan
pendidikan anaknya terutama Ibnu Sina sendiri sehingga ayahnya memanggil
guru privat untuk kedua anaknya. Sering sekali ahli ilmu datang kerumah ayah
ibnu sina seperti Abdullah an natilli dan rumahnya juga dikenal dengan tempat
berkembang dan tumbuh ibnu sina yang dipengaruhi oleh faham Persia...3”.
Sejak kecil, ibnu sina adalah seorang anak yang rajin tekun, dan telaten.
Belum genap usia 10 tahun beliau telah menghafal Al-Qur'an dan membaca
seluruh sastra tradisional. hingga pada usia 16 tahun, ia telah menjadi sosok
remaja gagah, tampan, juga cendekiawan, bahkan telah menjadi thabib yang mahir
lagi mashur. Beliau menyembuhkan Sultan Bukhara pada masa itu yaitu
Nuh b Mansur dengan kecakapanya, sehingga sang sulta menawari posisi dokter
2
Yun yun Yunadi, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam. Indonesia: Kementrian Agama, 2015. 37
3
Ali Al-Jumbulati & Abdul Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta,
PT.Rineka Cipta 1994, 114.
3
4
istana kepada Ibnu sina, tetapi beliau menolak tawarannya. Yang diminta ibnu
sina ialah diperbolehkannya ibnu sina masuk kedalam perpustakaan istana, maka
sang Nuh b Mansur dengan hormat membuka gudang perpustakaannya untuk ibnu
sina.
Genap usia 22 tahun, ayahnya meninggal dunia. Kemudian beliau melakukan
perjalanan dari Bukhara menuju jurjan, terus khawarizm, dan terus berpindah dari
suatu wilayah kewilayah lainnya, hingga berakhir di Hamadan. Karena
kecakapannya ibnu sina menjadi menteri di Hamadan. Beliau meninggal pada
tahun 428 H / 1037 M di Hamadan dengan usia yang ke-85 tahun.
Menurut yunani phisicology berasal dari kata psyche dan logos yang
memiliki arti jiwa dan ilmu, dan secara harfiah psikologi adalah ilmu jiwa. Jiwa
merupakan hal yang abstrak dan kita selalu ingin tahu eksistensi dari jiwa itu
sendiri. Maka dari itu kami akan membahas jiwa atau psikologi perspektif Ibnu
sina.
1. Jiwa Perspektif Ibnu Sina
Menurut Ibnu Sina, jiwa atau nafs, dalam bahasa Inggris: soul, yaitu
kesempurnaan awal bagi jasad itu sendiri dan jasad berfungsi sebagai bantuan
dari ruh (jiwa). Pembantu jiwa itu jasad yang menjadi suatu yang hakiki dari
tubuh manusia. Manusia memiliki jiwa yang diberi wadah berupa jasad itu
sendiri, untuk meningkatkan suatu potensi yang berada pada diri manusia.
Karena itu, kesempurnaan awal pada jasad itu adalah jiwa.
Ibnu sina mengartikan kesempurnaan itu sebagai substasnsi, jasad berupa
materi dan suatu pelengkap bagi jiwa. Tetapi, tidak semua hal bersifat materi.
Jasad pula sebagian dari diri manusia, dikarenakan jasad dan jiwa merupakan
hal yang saling berkaitan. Penjelasan tersebut menunjukan bahwa jasad
merupakan bagian dari jiwa. Tetapi keduanya memiliki perbedaan.
Sebagaimana kesempurnaan jasad dan jiwa itu berawal dari nafs. Ibnu
sina berpendapat bahwa hubungan jasad dan ruh itu bagaikan kapal dengan
nahkodanya. Nahkoda diibaratkan seperti ruh yang akan masuk pada kapal
dan mengatur segala hal yang berada di sana. Analogi tersebut seperti nafs
yang telah terjadi satu tahap di dalam jasad, sehingga dapat menjalankan
jasad. Hubungan antara keduanya saling berkaitan dan membutuhkan. Tetapi
tetap, nafs dan jasad bukanlah suatu substansi. Nafs dan jasad memiliki
substansi masing-masing. Maka dapat tetap diketahui tanpa jasad tidak akan
ada nafs.
Jadi Ibnu Sina berpendapat jiwa dan ruh itu memiliki arti yang sama.
memiliki substansi ruhani untuk menghidupkan jasad, kemudian digunakan
sebagai alat untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan, hingga dengan jiwa
dan jasad itu dapat mengenali tuhannya dengan baik. (Yamin, 2006). Menurut
beliau, jiwa merupakan suatu aspek untuk memberikan kemampuan terhadap
6
hal kecil yang ada timbul penyelesaian. Keempat tidak akan melemahnya akal
meskipun kita atau jasadnya sudah tua. Inilah dalil-dalil Ibnu Sina yang
terkait hakikat jiwa sebagai substansi ruhani yang berdiri sendiri.
3. Eksistensi Jiwa
Ibnu sina membuktikan eksistensi jiwa dengan emat dalil natural
psychology (alam kejiwaan), dalil continuity (Istimrār, kesinambungan),
manusia terbang, dan dalil ke- Aku-an dan penyatuan gejala kejiwaan7.
Pertama dalil natural psychology, yang didasarkan pada gerak dan
pengenalan dimana ibnu sina membaginya menjadi dua yaitu gerak paksa dan
gerak kehendak. Dua dalil continuity, yang didasari perbandingan badan dan
jiwa dimana badan selalu mengalami perubahan, pergantian sedangkan jiwa
tidak. Tiga dalil manusia terbang, yang didasarkan atas perkiraaan dan
khayalan. Empat dalil ke-akuan dan penyatuan gegela kejiwaan, dalil yang
menyatakan tentang kepemilikan dengan bentuk “saya, aku, pribadi” ketika
beraktivitas misal saya tidur, saya keluar. Yang dimaksud aktivitas atau
peristiwa itu ialah jiwa dan kekuatannya. Sedang dalil penyatuan gegela
kejiwaan menyatakan keberagaman aktivitas dan perasaan bahkan saling
bertolak belakang misal sedih, senang, dan cinta. Tapi hal itu bisa terjadi
dalam satu diri jika dalam dirinya ada suatu pengikat yang menyatukan
keseluruhannya yaitu jiwa.
4. Macam-macam jiwa menurut ibnu sina
Di dalam buku An-Najah (keselamatan), ibnu sina menjelaskan mengenai
daya-daya jiwa, beliau membagi menjadi tiga bagian, yang memiliki tungkat
kesempurnaan berbeda-beda. Yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa hewani dan
jiwa insan. Tidak hanya manusia yang memiliki ruh hewan dan tumbuhan
juga memiliki ruh. Burhanudin Salam menjelaskan bahwa “Tumbuh-
tumbuhan, hewan, dan manusia itu memiliki ruh (ruhani) atau anima. Ruh
yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan disebut dengan ruh nabati (anima
vegetative), ruh yang terdapat pada hewan disebut dengan ruh hewani
7
Muhammad ‘Alī Abū Rayyān, al-Falsafah al-Islāmīyah, Iskandariyah, Dār alQawmīyah 1967, 489.
8
(anima sentiva), sedangkan ruh yang terdapat pada manusia disebut dengan
ruh insani (anima intelectiva)8”.
a. Jiwa tumbuh-tumbuhan
Pada jiwa ini, jiwa yang berkaitan dengan tumbuh-tumbuhan serta
kemampuan untuk tumbuh dan berkembang. Ibnu sina berpendapat
bahwa jiwa ini memiliki kemampuan untuk mengatur proses yang ada
didalamnya dan memelihara tubuh. Berkaitan pada hidup, makan dan
reproduksi.
b. Jiwa hewan
Daya jiwa yang berhubungan kepada rangsangan atau reasksi
terhadap lingkungan. Menurut ibnu sina, jiwa ini berhubungan pada
Mengatur-mengatur proses dan memelihara serta menunjukan
pergerakan, keinginan dan mengekspresikan melalui tindakan. Hal ini
pula berkaitan dengan syahwat, marah dan berpindah-pindah. Kemudian
daya mencerna, berupa panca indera.
c. Jiwa insan
Jiwa ini merupakan jiwa yang paling tinggi. Kemampuan ini terdapat
pada manusia. Berhubungan dengan berpikir, dan berbuat sesuatu dengan
akal. Dalam jiwa ini, ibnu sina berpendapat, bahwa jiwa insan memiliki
kemampuan untuk memahami konsep-konsep abstrak.
5. Kepribadian Menurut Ibnu Sina
Kepribadian menurut beliau ialah perpaduan hati, jiwa, dan kemauan /
minat yang membawa prilaku. Manusia memiliki dusut pandang tiga kualits
yaitu hati yang memiliki kekuasaan dan keinginan, akal atau jiwa sebagai
karakterisktik dari kesadaran, ingin atau minat memiliki kekuatan konasi atau
tujuan (objek).
Kecemasan pada kematian merupakan inti universal dari semua penyakit
mental, itu yang dinyatakan oleh ibnu sina. Seperti fobia, kesedihan, depresi,
dan sebagainya. Hal ini terjadi mungkin karenatiga penyeban kognitif yang
merasa takut pada kematian, yaitu ketidak tahuan rasanya kematian, ketidak
8
Baharudin Salam, Filsafat Manusia Antropologi Metafisika, Jakarta, Bumi Aksara 1998, 53.
9
pastian tentang apa yang terjadi setelah kematian, dan mengendalikan bahwa
jiwa akan lenyap setelah kematian. Hal inilah inti dari kecemasan berkaitan
dengan gagasan. Menilih hal tersebut jika kita hubungkan dengan berbagai
masalah dalam pendidikan maka kita akan menemukan cara atau metode
yang tepat dalam mengatasinya. Seperti peserta didik yang tidak mau maju
kedepan untuk berpresentasi maka kita harus melihat latar belakang
kognitifnya yaitu kita menanyakan ketiga hal yang sudah disebutkan kepada
peserta didik.
C. Implikasi Psikologi Perspektif Ibnu Sina Dalam Pendidikan
1. Dapat menentukan dan mengetahui gerak, jalan, metode, atau cara yang
akan kita ambil. Ibnu Sina menyebutkan gerak dibagi menjadi 2 yaitu
gerak paksaan (qasriyyah) dan gerak kehendak (Iradiyyah). Gerak
paksaan ialah gerak yang di dorong dari luar, seperti anak yang ingin
berkembang karena melihat orang lain berkembang sehingga timbul
hasrat, keinginan, atau motivasi dalam dirinya. Ketika kita tahu
berkembang seperti apa maka kita juga akan mengetahui langkah atau
tahap yang tepat yang akan kita terapkan dalam perkembangan. Karena
tidak mungkin kita terapkan metode yang sama antara anak usia dini
dengan anak remaja.
2. Dapat mengetahui bakat yang dipunyai seorang peserta didik atau kita.
Setiap anak dilahirkan dengan beragam bakat, sehingga kita tidak bisa
menyamaratakan kemampuan peserta didik. Kareana jika semua
dilahirkan dengan bakat yang sama maka segala hal akan mudah
dilakukan oleh setiap orang.
3. Mengetahui kondisi jiwa atau perasaaan kita. Perasaan dan aktivitas
manusia sangat beragam sehingga kita perlu tau kondisi kita seperti apa.
Ketika kita tahu kita dalam kondisi bagus atau siap dalam menimba ilmu
atau membagi ilmu maka kita akan mudah atau lancar dalam kegiatanya.
4. Terjadinya kegiatan mengajara yang kondusif dan efektif, mengacu ke
point yang pertama dimana ketika kita menerapkan metode atau langkah
yang tepat maka terjadilah proses ngajar mengajar yang tepat.
10
11
12
DAFTAR PUSTAKA
Yunadi, Yun yun, & dkk. Sejarah Kebudayaan Islam. Indonesia, Kementrian
Agama 2015.
13