Anda di halaman 1dari 15

IBNU SINA DAN KONSEP PEMIKIRAN

PENDIDIKAN ISLAM
Makalah ini di tulis untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan

Mata kuliah : Tokoh Pendidikan Islam


Semester :I
Jenjang : Strata 1
Dosen pengampu : Ust. Tarikh Al Hafizh Hasibuan, M.Pd

Disusun oleh
Irsyaad Saifullah

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AR-RAUDHATUL HASANAH

MEDAN-SUMATERA UTARA
INDONESIA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………..………………...………………...….…………………………..i
KATA PENGANTAR............................................................................................................................................ii
BAB I……………………………………………………………………………………………………1
PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………1
LATAR BELAKANG MASALAH…………………………………………………………………...1
RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………………………….1
TUJUAN PEMBELAJARAN………………………………………………………………………....2
BAB II…………………………………………………………………………………………………..3
PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………….3

A. Biografi dan latar belakang kehidupan Ibnu Sina…………………………………………..3


a. Karya-karya Ibnu Sina…………………………………………………………………... 6
B. Konsep pendidikan dalam pandangan Ibnu Sina………………………………………….. 7
C. Tujuan pendidikan dalam pandangan Ibnu Sina………………………………………….. 8
D. Konsep kurikulum dalam pandangan Ibnu Sina……………………………………………9
BAB III………………………………………………………………………………………………...11
PENUTUP……………………………………………………………………………………………..11
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………………11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………12

i
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu Wata’ala yang mana telah memberikan kita banyak
nikmat, berupa nikmat kesehatan dan kelapangan waktu sehingga pemakalah dapat menyesaikan makalah
ini tepat pada waktunya.

Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallama. Berkat
limpahan dan rahmat-Nya pemakalah mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Tokoh Pendidikan Islam.

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan seseorang, karena dengan
Pendidikan seseorang dapat meraih cita-cita yang diinginkan. Tentunya untuk mencapai cita-cita tersebut
seseorang membutuhkan model atau contoh yang dapat ditiru serta di pelajari untuk menselaraskan
pendidikan yang dapat membantunya menggapai cita-citanya.

Dalam Menyusun tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang pemakalah hadapi. Namun,
pemakalah menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan
dan bimbingan dosen pembimbing, sehingga kendala-kendala yang pemakalah hadapi dapat teratasi.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca, khususnya para Mahasantri Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Ar-Raudlatul
Hasanah. Pemakalah sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah ini
di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian.

Medan, 5 September 2021

Pemakalah

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Pendidikan adalah suatu cara untuk menanamkan nilai kepada diri setiap manusia. Ia berbeda
dengan pengajaran yang hanya sekedar transfer ilmu dari seorang guru ke peserta didik. Pendidkan
menurut Ki Hajar Dewantara adalah penanaman adab dan kesusilaan1, sementara pengajaran sendiri
lebih fokus dan memusat terhadap masalah intelektualisme. Pendidikan bisa dilihat paling tidak dari
dua dimensi, yaitu pendidikan sebagai teori dan pendidikan sebagai praktek.2 Pendidikan sebagai
teori, yakni berupa pemikiran manusia terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan rana
pendidikan dan dibarengi dengan upaya pemecahan masalah tersebut dengan sistematis. Sedangkan
pendidikan secara teori yakni berpedoman terhadap filsafat atau teori pendidikan tertentu.
Dan pendidikan Islam merupakan suatu usaha untuk menciptakan dan membentuk insan yang
lebih baik serta memiliki makna dan manfaat dalam kehidupan dunia dan mempersiapkan dirinya
untuk kehidupan ukhrawi. Dengannya terbentuklah insan-insan yang beradab serta berakhlak mulia.
Tak ayal pendidikan menjadi tolak ukur seseorang saat ini.
Dari statemen yang dungkapkan oleh pakar di atas mengajak secara implisit untuk kita kembali
mengkaji tentang pemikiran dan pandangan para filosof yang terutama berkaitan dan
berkesinambungan terhadap pendidikan islam. Untuk maksud tersebut, saya memfokuskan
pembahasan kali ini terhadap konsep pemikiran Ibnu Sina dalam bidang pendidikan. Maka dapat
dirumuskan bagaimana konsep pendidikan yang dikembangkan oleh Ibnu Sina dan apa-apa saja pokok
pemikirannya yang masih sesuai dan relevan dengan pendidikan pada saat ini.

B. Rumusan masalah
1. Siapakah Ibnu Sina?
2. Bagaimana konsep pendidikan dalam pandangan Ibnu Sina?
3. Apa tujuan pendidikan dalam pandangan Ibnu Sina?
4. Bagaimana konsep kurikulum dalam pandangan Ibnu Sina?

1
Kesusilaan adalah sebuah peraturan hidup yang berasal dari setiap diri atau hati manusia, kesusilaan mendorong seorang
manusia untuk melakukan segala perbuatan baik dan mengindari atau menjahui perbuatan buruk.
2
Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmoderanisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hal. 99

1
C. Tujuan pembelajaran
1. Mengetahui siapa itu Ibnu Sina, biografi serta riwayat hidupnya.
2. Mengetahui konsep pendidikan dalam pandangan Ibnu sina.
3. Mengetahui tujuan dari pendidikan dalam pandangan Ibnu Sina.
4. Mengetahui konsep kurikulum daalam pandangan Ibnu Sina.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi dan latar belakang kehidupan Ibnu Sina

Ibnu Sina mempunyai nama lengkap Abu al-Ali Husein ibn Abdullah ibn al-Hasan ibn Ali
Ibnu Sina, sedangkan di dunia Barat ia lebih dikenal dengan nama Avicenna. Ia dilahirkan pada
bulan Safar di desa Afsana, Transoxania pada tahun (370-428 H/980-1037 M), Afsana adalah
sebuah desa yang dekat dengan Bukhara (kini termasuk wilayah Uzbekkistan) pada masa sebuah
dinasti Persia di Asia Tengah. Ibunya yang bernama Setareh yang berasal dari Bukhara. Ayahnya
bernama Abdullah, ayahnya adalah seorang sarjana yang dihormati yang berasal dari Baklan (kini
menjadi wilayah Afganistan), yaitu sebuah kota penting di masa pemerintahan Dinasti Samaniyah. 3

Sejak kecil, Ibnu Sina memang sudah menunjukan daya intelektualitas yang tinggi serta
ingatan yang kuat pada dirinya. Maka, bukan hal yang mengherankan jika ia mampu dalam menyerap
ilmu dengan lebih baik dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Bahkan di usia mudanya ia
telah mampu menyerap ilmu dari para guru-gurunya. Dalam hal ini, guru-guru Ibnu Sina berasal dari
berbagai kalangan. Sebagai contoh, ia belajar aritmatika dari seorang pedagang sayuran yang
berasal dari india di pasar, dan hampir setiap orang yang memiliki pengetahuan atau wawasan yang
luas didekati oleh Ibnu Sina dan ia belajar dengan mereka.4

Di Bukhara ia menimba ilmu kepada seorang guru yang bernama Abu Abdullah an-Naqili,
darinya ia banyak belajar ilmu, mulai dari ilmu Al-Qur’an, sastra, mantiq, kedokteran, fisika,
metafisika, astronomi dan lain-lain. Bahkan pada usianya yang ke 10 tahun Ibnu Sina telah hafal
Al-Qur’an.5 Dan pada saai itu pula ia sudah membaca buku metafisika karya Aristoteles sebanyak
40 kali, walaupun ia belum memahaminya. Namun tidak sampai disitu ia membaca karangan Al-
Farabi tentang metafisika Aristoteles dan akhirnya dari situ ia dapat memahaminya.6
Akhirnya Ibnu Sina mempelajari ilmu kedokteran pada usianya yang ke 16 tahun, usia yang
sangat muda untuk menjadi seorang dokter. Tidak hanya teori saja yang dikuasi olehnya, namun ia
juga mempraktikannya. Setelah itu ia berkeliling kampung untuk mengobati orang-orang sakit dari
kalangan orang miskin dan menjadi guru bagi anak-anak mereka. Pada usianya yang ke 17 tahun ia

3
Yun Yun Yunadi, Mokhamad Amin Tohari, Siti Nadroh, Sejarah Kebudayaan Islam, (Indonesia: Kementrian Agama, 2015),
hal. 35.
4
Eka Nova Irawan, Buku Pintar Pemikiran-Pemikiran Tokoh Psikologi (Yogyakarta, IRCISOD, September 2015), hal. 29-30
5
Muhammad Gharib Gaudah, 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar, 2007), hal.
211
6
A. Heris Hermawan, Yaya Sunarya, Filsafat Islam (Bandung, Cv. Insan Mandiri, 2011), hal. 45

3
memulai profesinya menjadi seorang dokter. Dari sinilah ia mendapatkan banyak sekali metode-
metode dan berbagai obat-obatan baru yang dapat membantunnya dalam mengobati orang sakit.
Dan ia memperoleh status penuh sebagai seorang dokter pada usianya yang ke 18 tahun. Dan di
usianya yang muda ini dia semakin bersemangat dalam menuntut ilmu dari berbagai bidang
keilmuan.7 Kepopulerannya menjadi dokter dimulai pada saat ia menyembuhkan seorang penguasa
Dinasti Samaniah yang bernama Nuh bin Mansur (976-997 M). Banyak tabib dan para ahli yang
hidup pada masa itu untuk menyembuhkannya, namun tidak ada satupun yang berhasil. Hanya Ibnu
Sina yang dapat menyembuhkannya, sebagai penghargaan atas jasanya ia diminta raja untuk
menetap di istana sementara, selama raja masih dalam proses penyembuhan dari penyakit.8 Namun
ia menolak secara halus permintaan sang raja, dan dia hanya meminta izin untuk mengunjungi
perpustakaan kerajaan yang antik dan kuno
Ketika Ibnu Sina sudah berumur 22 tahun, ayahnya meninggal dunia. Dan selanjutnya Dinasti
Samaniyah runtuh pada bulan desember 1004 M. kemudian Ibnu Sina memutuskan untuk
meninggalkan tanah kelahirannya dengan berjalan menuju Urgench (kini berada di Turkmenistan).
Dan disana ia sempat diangkat menjadi penjabat di pemerintahan, namun karena tidak mendapat
bayaran yang sesuai ia melepaskan jabatannya dan kembali kepada pengembaraannya ke beberapa
tempat. Ia berjalan melewati Naisapur dan Merv hingga sampai ke perbatasan khurasan demi
mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya.9
Dan pada pengembaraan yang selanjutnya ia sampai di Tabaristan sebagai seorang yang
mencari suaka, dan ia diterima oleh pemimpin setempat yang bernama Qabus. Namun tak berselang
lama pemimpin itu mati kelaparan akibat ulah para pemberontak, dan pada saat itu Ibnu Sina dilanda
penyakit yang cukup parah. Dan akhirnya ia mengembara lagi hingga sampai di gora yang
merupakan daerah yang terletak di dekat Laut Kaspia. Dan disana ia bertemu dengan seorang teman
yang baik hati yang bersedia membelikkan hunian serta lembaga pendidikan untuk Ibnu Sina. Dan
di tempat ini Ibnu Sina mulai mengajar logika dan astronomi. Dan di sini pula ia menulis sebagian
dari kitab Qanun fi al-Tib.10
Tak lama kemudian Ibnu Sina kembali melanjutkan pengembaraannya kembali hingga ia
sampai di Rey (kini menjadi bagian dari kota Teheran, Iran) dan menetap disana. Disana ia disambut
hangat oleh Majd ad-Daulah anak terakhir bupati Rey. Dan sekitar 30 karya Ibnu Sina di tulis di
kota ini. Namun tak berselang lama kemudian terjadi perseteruan dan permusuhan antara bupati Rey
dengan putera keduanya yang bernama Sham ad-Daulah. Karena hal ini akhirnya dengan terpaksa
Ibnu Sina meninggalkan Rey dan kembali mengembara menuju Qazvin dan menetap disana untuk

7
Eka Nova Irawan, hal. 30
8
A. Heris Hermawan, Yaya Sunarya, Filsafat Islam (Bandung, Cv. Insan Mandiri, 2011), hal. 45
9
Eka Nova Irawan, hal. 30
10
Eka Nova Irawan, hal. 31

4
beberapa lama. Lalu Ibnu Sina kembali meneruskan pengembaraanya hingga menuju selatan
Hamadan.
Setelah itu ia tinggal disana dan menjadi pelayan keluarga kaya. Namun penguasa setempat
mendengar kehadirannya, ia dipanggil untuk menjadi petugas medis dan kemudian ia menjadi
penjabat pemerintahan. Namun Ibnu Sina banyak di serang oleh ilmuwan lainya dan masyarakat
umum karena dianggap pemikirannya ortodoks. Dan para penguasa akhirnya mengusirnya dari
Hamadan, namun begitu ia tetap konsisten dan setia dalam menulis dan mengajar pada malam hari
secara diam-diam agar tidak diketahui oleh orang lain.11
Karena keuangan Ibnu Sina kian menipis hari demi hari untuk menghidupi kehidupannya
akhirnya ia mengirim surat kepada penguasa Isfahan yang bernama Abu Ja’far, untuk menawarkan
jasa kepadanya. Namun penguasa Hamadan mengetahui tentang korespondensi ini dan terungkaplah
tempat persembunyian Ibnu Sina dan akhirnya ia ditangkap dan di jebloskan ke dalam penjara pada
tahun 1042. Namun ketika perang usai ia dikeluarkan dari penjara dan ditunjuk kembali menjadi
petugas medis dan penjabat oleh penguasa Hamadan. Namun kemudian Ibnu Sina melarikan diri
dari Hamadan menuju Isfahan. Di Isfahan lah ia disebut dan dihormati oleh penguasa setempat.12
Menjelang akhir hayatnya, Ibnu Sina bekerja menjadi seorang pelayan penguasa Kakuyid
yang bernama Muhammad bin Rustam Dushmanziyar. Disana ia diangkat menjadi seorang dokter
umum dan menjadi penasehat dalam bidang sastra dan sains. Bahkan ia sering di ikutkan dalam
kegiatan-kegiatan politik. Dan pada suatu saat ia diangkat sebagai panglima militer Isfahan untuk
melawan Hamadan. Namun ia malah tertangkap oleh para tentara Hamadan dan dipukuli oleh
mereka secara sadis hingga ia tak bisa berdiri. Dan pada saat itulah penyakitnya kambuh, akhirnya
ia melepas jabatannya menjadi kepala resimen militer.
Dalam kondisinya yang sangat parah ia diminta untuk bersikap lunak terhadap pemerintahan
Hamadan, namun ia menolak secara tegas terhadap tawaran tersebut. Pada saat sakitnya semakin
parah ia memberikan semua harta bendanya kepada orang miskin. Dan pada bulan juni tahun 1037
Ibnu Sina menghembuskan nafas terakhir. Lalu ia dimakamkan di Hamadan, Iran. Ia meninggal
pada usia 58 tahun dan meninggalkan banyak karya yang sangat berkontribusi bagi dunia keilmuan
terkhusunya kedokteran modern yang sampai saat ini dikaji dan dirujuk untuk dunia kedokteran
modern.

11
Ibid
12
Eka Nova Irawan, hal. 32

5
a. Karya-karya Ibnu Sina.
Menurut Fater dari Dominican Kairo yang telah menyelidiki dan menghimpun karya
Ibnu Sina secara keseluruhan menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Essai de Bibliografi
Avicenna menyebutkan bahwa ada sekitar 276 karya Ibnu Sina. Dan keseluruhan itu dibagi
menjadi 15 bidang ilmu, yaitu (1) Filsafat Umum, (2) Logika, (3) Sastra, (4) Syair, (5) Ilmu-
Ilmu Alam, (6) Psikologi, (7) Kedokteran, (8) Kimia, (9) Matematika, (10) Metafisika, (11)
Tafsir Al-Qur’an, (12) Tasawuf, (13) Akhlak, Rumah Tangga, Politik, dan Nubuwah, (14)
Surat-Surat Pribadi, dan (15) Serba Ragam.
Dan diantara karyanya yang paling terkenal adalah:
 Al-Shifa’, yaitu kitab filsafat yang terdiri dari empat bagian yaitu, logika, fisika,
matematika, dan metafisika.
 Al-Najat, yaitu ringkasan buku Al-Shifa’.
 Al-Isharat wa Al Tanbihat, berisi tentang logika dan filsafat.
 Al-Hikmat Al-Masyriqiyyah, buku yang berisi tentang tasawuf.
 Al-Qanun atau Canon of Medicine, buku yang membahas tentang kedokteran yang
menjadi buku standar rujukan bagi universitas-universitas di Eropa sampai akhir
abad XVII M.
 Al-Sadiyyah, buku tentang ilmu kedokteran.
 Al-Muwsiqah, buku tentang musik.
 Al-Mantiq, buku tentang ilmu logika.
 Kamus al-Arabi, kamus yang terdiri dari 5 jilid.
 Danis Nameh, buku tentang filsafat.
 Uyum al-Hikmah, buku tentang filsafat yang terdiri dari 10 jilid.
 Mujiz al-Kabir wa al-Saghir, buku tentang dasar-dasar ilmu logika secara lengkap.
 Al-Insaf, buku tentang keadilan yang sejati.
 Al-Hudud, buku yang berisi tentang istilah-istilah dan pengertian-pengertian ilmu
filsafat.
 Al-Najah, buku yang berisi tentang kebahagiaan jiwa.13

13
Abdullah Nur, Ibnu Sina: Pemikiran Filsafatnya Tentang Al-Fayd, Al-Nafs, Al-Nubuwwah dan Al-Wujud (Jurnal Hunafa,
Vol 6) 2009, hal. 108-109

6
B. Konsep pendidikan dalam pandangan Ibnu Sina.
Menurut Ibnu Sina ilmu terbagi menjadi 2 bagian, yaitu ilmu yang tidak kekal dan ilmu yang
kekal (hikmah). Ilmu yang kekal yang dipandang dari perannya adalah akal atau logika. Namun
berdasarkan tujuannya ilmu dibagi menjadi dua bagian, yaitu ilmu praktis14 dan ilmu teoritis15.
Dalam pemikiran pendidikan, Ibnu Sina juga menguraikan tentang psikologi pendidikan. Dan
ini bisa dilihat dari uraianya mengenai hubungan pendidikan anak dengan usia sesuai tingkatanya.
Dengan ini dapat diketahui kemauan anak dan bakatnya melalui latar belakang perkembangan anak
tersebut. Maka bimbingan yang diberikan kepada anak tersebut akan lebih maksimal dan berhasil.
Menurut Ibnu Sina ada kecenderungan tersendiri dalam diri semua manusia untuk memilih
pekerjaan yang berbeda, hal ini dikarenakan terdapat suatu faktor tersembunyi yang sulit untuk di
ukur. Dengan pandangannya ini terlihat jelas bahwa ia sudah merintis dalam pemikiran
pendidikannya adanya perbedaan individu yang saat ini dikenal oleh pendidikan modern sekarang.16
Dalam konsep pendidikannya, Ibnu Sina sangat menekankan tentang pendidikan akhlak. Dan ini
dikemukakannya sembari merujuk pada zaman dimana ia hidup, dimana saat itu suasana dan kondisi
sosial politik sangatlah kacau dan tidak stabil. Pada saat itu fitnah berkecamuk sehingga terjadinya
kekacauan politik dan pertentangan aliran-aliran mazhab yang melanda di tengah-tengah umat islam
saat itu. Padahal apabila akhlak suatu negara atau bangsa telah rusak, maka bangsa tersebut akan
menemui kehancuran, apabila tidak segera diperbaiki. Dan dari kondisi yang terjadi saat itu banyak
berpengaruh terhadap pemikiran pendidikannya.17
Selanjutnya Ibnu Sina membagi tingkatan pendidikan menjadi dua bagian diantarannya adalah:
a. Tingkat umum. Pada tingkatan ini anak-anak dilatih untuk dapat mempersiapkan badan jasmaninya,
akal serta jiwannya untuk diberi pelajaran membaca, menulis, Al-Qur’an, masalah-masalah penting
yang berkaitan dengan agama, dasar dasar bahasa dan diajari sedikit tentang sastra.
b. Tingkat khusus. Pada tingkatan ini anak-anak harus dipersiapkan untuk menuju suatu profesi
mereka masing-masing. Yaitu mereka dilatih untuk melakukan praktek dari teori yang mereka
kuasai yang berkaitan dengan masalah kehidupan. karena tak cukup bagi mereka itu rasa ingin tau
saja namun tak dibarengi dengan latihan terus menerus. Dari sinilah Ibnu Sina hendak mengarahkan
anak anak itu menuju profesi-profesi dan bakat-bakat yang sesuai dengan minat, kemampuan serta
kecenderungan-kecenderungan anak didik tersebut.18

14
Ilmu praktis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ilmu tentang kebenaran sebab-akibat untuk diterapkan
ke dalam dunia nyata atau biasa disebut ilmu terapan.
15
Ilmu teorotis adalah ilmu yang di dapat dari hasil sebuah pendapat atau gagasan yang bersifat ilmiah dan disumbangkan oleh
para cendikiawan atau biasanya disebut ilmu murni.
16
Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 138
17
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam (Ciputat, Quantum Teaching, 2005), hal. 31
18
Samsul Ulum dan Triyo Supriyatno, Tarbiyah Qur’aniyah (Malang, UIN Malang Press, 2006), hal. 49

7
C. Tujuan pendidikan dalam pandangan Ibnu Sina.
Dalam pandangan Ibnu Sina pendidikan memiliki tiga fungsi yang semuanya bersifat normatif
atau bersifat sesuai dengan norma-norma atau aturan dan ketentuan yang berlaku. Pertama, tujuan
pendidikan itu menentukan proses haluan bagi proses pendidkan. Kedua, tujuan itu bukan hanya
menjadi tonggak haluan yang akan dituju namun juga memberikan rangsangan atau dorongan akan
terwujudnya tujuan tadi. Ketiga, tujuan pendidikan itu adalah nilai, dan apabila tujuan tadi dipandang
bernilai atau tujuan tadi adalah sesuatu yang diinginkan bersama, tentulah akan mendorong anak didik
itu untuk mengeluarkan segenap tenaga dan kemampuannya untuk mencapainya dan
merealisasikannya.19 Dan tujuan sangat memiliki peran penting dalam proses pendidikan dan menjadi
kriteria khusus di dalamnya.
Dalam tujuan pendidikan Ibnu Sina ia mengatakan bahwa akal adalah sumber dari segala
kejadian yang terjadi, dan akal adalah suatu keistimewaan yang hanya dimilki oleh manusia. Dan ia
mengatakan bahwa akal manusia haruslah dikembangkan dan itulah tujuan akhir pendidikan. Dan ia
juga mengatakan bahwa tujuan pendidikan haruslah diarahkan menuju pada pengembangan seluruh
potensi yang dimiliki peserta didik kearah perkembangan yang sempurna, yaitu perkembangan secara
fisik, intelektual, dan budi pekerti agar terciptanya manusia yang seutuhnya. Sehingga potensi yang
dimiliki oleh seseorang secara menyeluruh terbina secara seimbang.20
Khusus pendidikan mengenai fisik atau jasmani, Ibnu Sina memaparkan hendaknya pendidikan
tersebut tidak melupakan pembinaan terhadap fisik atau jasmani dan segala sesuatu yang berkaitan
dengannya, seperti olahraga, istirahat, makan, minum, serta menjaga kebersihan. Dengan pendidikan
jasmani ini akan terbinanya pertumbuhan dan kecerdasan otak seseorang. Sedangkan pendidikan budi
pekerti, diharapkan setiap dari seseorang atau anak didik memiliki kebiasaan sopan santun yang baik
dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dan bukan itu saja Ibnu Sina juga mengemukakan perlunya
pendidikan yang bersifat keterampilan. Sehingga nantinya akan tumbuh generasi-generasi yang bukan
hanya cerdas secara intelektual serta memiliki budi pekerti tinggi, namun juga memiliki pengalaman
dan keterampilan yang mumpuni yang siap terjun di segala bidang keilmuan ataupun pekerjaan. Yang
bekerja secara propesional.21

19
Fathor Rachman Ustman, Pemikiran Pendidikan Ibnu Sina, Jurnal Tadris, Volume 5, Nomor 1 (April 2010), hal. 45
20
Darliana Sormin, dkk, Konsep Pendidikan Dalam Prespektif Ibnu Sina, Jurnal Al-Muaddib, Volume 5, Nomor 1 (2020), hal.
89
21
Idris Rasyid, Konsep Pendidikan Ibnu Sina tentang Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Metode Pembelajaran, dan Guru, Jurnal
Ekspose Volume 18, Nomor 1 (2019), hal. 784

8
D. Konsep kurikulum dalam pandangan Ibnu Sina.
Dalam konsep kurikulum Ibnu Sina membaginya berdasarkan tingkatan materi dan pengetahuan
yang dimiliki oleh anak didik, ia membaginya juga dengan berdasarkan tahap perkembangan dan usia
yang dimiliki anak. Walaupun secara formal Ibnu Sina tidak menggunakan istilah kurikulum. Ada
beberapa kurikulum menurut pandangan Ibnu Sina, antara lain:
1. Kurikulum anak usia 3 (tiga) s/d 5 (lima) tahun
Menurut Ibnu Sina di usia ini perlunya pemberian mata pelajaran seperti budi pekerti, olah
raga, kebersihan, dan kesenian. Pelajaran tentang budi pekerti dapat mengarahkan serta membekali
anak didik untuk bersikap sopan santun dalam pergaulannya setiap hari. Sedangkan pelajaran olah
raga atau gerak badan dapat membantu perkembangan dan pertumbuhan fisik dari anak didik dan
mengaktifkan fungsi organ tubuh secara optimal. Selanjutnya adalah pendidikan kebersihan,
dengannya dapat menimbulkan rasa cinta terhadap kebersihan dan kerapian kepada anak didik,
sehingga anak-anak didik sudah terbiasa dengan perilaku menjaga kebersihan sedari kecil. Dan
dengan pendidikan seni dapat meningkatkan daya kreatifitas serta daya khayal kepada anak-anak
didik, sehingga anak didik memiliki rasa ingin tau yang tinggi serta rasa ingin menghasilkan sesuatu
karya dari dirinya.22
2. Kurikulum anak usia 6 (enam) s/d 14 (empat belas) tahun
Selanjutnya kurikulum yang diberikan kepada anak didik pada usia ini menurut Ibnu Sina
adalah mencakup mata pelajaran membaca, Al-Qur’an, pelajaran tentang agama, syair, dan
pelajaran mengenai olahraga.23 Pelajaran membaca Al-Qur’an sangatlah penting dan dibutuhkan
bagi anak didik, disamping untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang di dalamnya memerlukan
bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, selain itu membaca dan menghafalnya sangatlah dibutuhkan, karena
dapat membantu anak didik untuk dapat mempelajari bahasa Arab dengan baik. Dan juga
pengenalan anak didik tentang agama sangatlah penting, seperti tata cara sholat dan lainnya.
Syair juga dapat meningkatkan keahlian anak didik dalam bidang ilmu bahasa atau sastra,
sehingga mereka mampu membuat kata-kata indah yang sarat akan makna. Dan olahraga pada usia
6 s/d 14 tahun ini sudah dapat menentukan keahlian anak didik dalam bidang olahraga sesuai dengan
apa yang mereka minati.24
3. Kurikulum anak 14 (empat belas) tahun ke atas
Pada usia ini Ibnu Sina menganjurkan pemilihan jenis pelajaran yang sesuai dengan keahlian
anak-anak didik guna menguasai bidang keilmuan. Sehingga anak didik dapat mengembangkan

22
Idris Rasyid, Konsep Pendidikan Ibnu Sina tentang Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Metode Pembelajaran, dan Guru, Jurnal
Ekspose Volume 18, Nomor 1 (2019), hal. 785
23
Darliana Sormin, dkk, Konsep Pendidikan Dalam Prespektif Ibnu Sina, Jurnal Al-Muaddib, Volume 5, Nomor 1 (2020), hal.
91
24
Idris Rasyid, Konsep Pendidikan Ibnu Sina tentang Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Metode Pembelajaran, dan Guru, Jurnal
Ekspose Volume 18, Nomor 1 (2019), hal. 786

9
keahliannya di bidang keilmuwan yang ia miliki. Karena anak didik lebih mengerti kelebihan serta
kekurangan yang ada pada dalam dirinya. Hal ini dapat dapat digunakan anak didik sebagai sarana
untuk menjadikannya ahli dalam bidang keilmuan tanpa harus terbebani dengan fashion yang tidak
ia inginkan.
Maka dari itu dalam hal ini terdapat persiapan diri dari anak didik tersebut untuk menemukan
apa yang menjadi fashion dan minatnya dalam bidang keilmuan. Diantara mata pelajaran tersebut
terbagi menjadi dua bagian yaitu ilmu yang bersifat teoritis dan praktis.
Mata pelajaran yang bersifat teoritis antara lain adalah ilmu yang membahas tentang
tumbuh-tumbuhan, hewan, fisika, kimia, matematika, astrologi, dan masih banyak lagi. Atau biasa
kita sebut dengan ilmu murni.
Dan ilmu yang bersifat praktis sebagai contoh adalah ilmu tentang tata kota atau tentang
otomotif, kelistrikan, perindustrian dan masih banyak lagi, dan biasanya kita menyebutnya sebagai
ilmu terapan.25
Dari uraian ini tampak konsep kurikulum Ibnu Sina menawarkan tiga ciri yaitu. Pertama,
konsep kurikulum yang dimiliki Ibnu Sina tidak hanya terbatas atas pemilihan mata pelajaran,
namun juga menjelaskan tujuan dari pelajaran tersebut dan kapan pelajaran tersebut diajarkan
kepada anak didik. Dan ia juga sangat mempertimbangkan tentang minat dan bakat anak didik
dalam menentukan keahlian yang akan dipilihnya. Kedua, penyusunan kurikulum juga didasari pada
fungsi dan kegunaan ilmu itu sendiri. Yakni dengan melihat dari segi tuntunan masyarakat akan
ilmu tersebut. Dengan demikian setiap lulusan mampu dan siap difungsikan dalam berbagai jenis
pekerjaan yang berada di masyarakat. Ketiga, pembentukan kurikulum yang ia lakukan juga didasari
oleh pengalaman yang ia rasakan. Pengalaman pribadinya yang ia rasakan dalam mempelajari
berbagai macam ilmu dan keterampilan yang ia miliki tersebut ia coba tuangkan dalam konsep
kurikulumnya.26

25
Ibid
26
Idris Rasyid, Konsep Pendidikan Ibnu Sina tentang Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Metode Pembelajaran, dan Guru, Jurnal
Ekspose Volume 18, Nomor 1 (2019), hal. 787

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berangkat dari pokok-pokok Ibnu Sina yang sudah dipaparkan, dapat diambil beberapa kesimpulan,
adalah sebagai berikut:
1. Ibnu Sina tumbuh besar dari lingkungan yang sarat akan ilmu pengetahuan, sehingga ia tumbuh
sebagai anak yang memiliki intelektualitas yang tinggi dibanding teman-temannya yang lain, serta
juga dirinya yang terus bersemangat dalam menuntut ilmu dari para guru-gurunya sehingga ia dapat
menjadi seorang ilmuwan yang bukan hanya pakar dalam bidang kedokteran namun ia juga pakar
dalam ilmu filsafat, dan juga segala disiplin keilmuan lainnya.
2. Ibnu Sina juga dikenal sebagai ulama atau cendikiawan Islam yang banyak berkontribusi dalam
kemajuan khazanah pemikiran dan keilmuan Islam. Banyak juga dari karya-karyanya yang menjadi
rujukan ilmu pengetahuan dan dipakai hingga saai ini.
3. Pandangannya tentang pendidikan dapat kita tinjau dari konsep, tujuan, serta kurikulum pendidikan
yang ia kemukakan. Tak sedikit pula konsep pendidikannya masih dipakai hingga saat ini. Pada
dasarnya konsep pendidikan Ibnu Sina masihlah sangat aktual dan relevan untuk dipakai dalam
pendidikan modern saat ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, 2009, Falsafah Kalam di Era Postmoderanisme, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Gaudah, Muhammad Gharib, 2007, 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam, Jakarta Timur,
Pustaka Al-Kautsar.

Hermawan, A. Heris & Sunarya, Yaya, 2011, Filsafat Islam, Bandung, Cv. Insan Mandiri.

Irawan, Eka Nova, 2015, Buku Pintar Pemikiran-Pemikiran Tokoh Psikologi, Yogyakarta, IRCISOD.

Jalaluddin, 1996, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Nur, Abdullah, 2009, Ibnu Sina: Pemikiran Filsafatnya Tentang Al-Fayd, Al-Nafs, Al-Nubuwwah dan
Al-Wujud, Jurnal Hunafa.

Ramayulis & Nizar, Samsul, 2005, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, Ciputat, Quantum Teaching.

Rasyid, Idris, 2019, Konsep Pendidikan Ibnu Sina tentang Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Metode
Pembelajaran, dan Guru, Jurnal Ekspose.

Sormin, Darliana, dkk, 2020, Konsep Pendidikan Dalam Prespektif Ibnu Sina, Jurnal Al-Muaddib.

Ulum, Samsul & Supriyatno, Triyo, 2006, Tarbiyah Qur’aniyah, Malang, UIN Malang Press,

Ustman, Fathor Rachman, 2010, Pemikiran Pendidikan Ibnu Sina, Jurnal Tadris.

Yunadi, Yun Yun, dkk, 2015, Sejarah Kebudayaan Islam, Indonesia, Kementrian Agama.

12

Anda mungkin juga menyukai