PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang tergolong sayuran
bumbu masakan guna menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Hampir
sebagai obat tradisional yang banyak bermanfaat untuk kesehatan (Rahayu dan
Berlian, 2004). Sebagai bahan obat, bawang merah dapat menyembuhkan luka
luar maupun dalam, penyakit maag, masuk angin, menurunkan kadar gula dan
bawang merah dalam rumah tangga selama periode tahun 2002 - 2016 relatif
Selama periode tahun 2002 – 2016, konsumsi bawang merah terbesar terjadi pada
terjadi pada tahun 2013 sebesar 2,065 kg/kapita/tahun. Tahun 2015 besarnya
kg/kapita/tahun atau naik 0,04% dari tahun 2014. Dari data di atas dapat dilihat
bahwa budidaya bawang merah memiliki prospek pasar yang baik karena
rendah yaitu dari luas lahan 109.634 ha produksinya hanya 1.048.934 ton, rata-
rata produksi per hektarnya yaitu 9,57 ton (Departemen Pertanian, 2012). Salah
1
satu penyebab rendahnya produksivitas bawang merah adalah ketersediaan benih
bermutu yang belum mencukupi secara tepat, baik waktu maupun jumlahnya
Hasil percobaan Soedomo (1992), umbi bawang merah yang telah disimpan
bulan. Lama penyimpanan erat kaitanya dengan pecahnya masa dormansi dalam
waktu tertentu. Salah satu kegiatan yang ada di BALITSA adalah budidaya
menanam benih apa adanya dengan mutu rendah, akibatnya kualitas dan produksi
2
2. Mengetahui teknik budidaya produksi umbi benih bawang merah di Balai
Bandung.
3
Di kawasan Eropa Barat dan Eropa Timur, diduga tanaman ini
sampai ke timur jauh dan Asia Selatan. Pada tahun 1975, Jepang memproduksi
bawang merah sebanyak 1 juta ton dari 30 ribu hektar, sehingga menjadi produsen
nomor dua di dunia. Bawang merah menjadi salah satu tanaman komersial di
berbagai negara di dunia antara lain Jepang, USA, Rumania, Italia, dan Meksiko
(Dewi, 2012). Wibowo (2005) menambahkan bahwa Eropa Barat dan Eropa
Timur terlambat dalam mengenal bawang merah. Ada yang menduga, sekitar abad
ke-8. dari belahan benua ini bawang merah mulai menyebar luas hingga daratan
Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Pada tahun 1991, luas panen bawang
4
Menurut Rahayu dan Berlian (1999) tanaman bawang merah dapat
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Liliales
Family : Liliacea
Genus : Allium
Bawang merah tergolong genus Allium, yang mempunyai lebih dari 500
spesies. Namun, yang selama ini dikenal dan banyak dibudidayakan adalah
2. Morfologi
berbentuk rumpun. Tinggi tanaman berkisar antara 15-25 cm, berbatang semu,
bawang merah tidak tahan terhadap kekeringan (Samadi dan Bambang, 2005).
Secara morfologis, bagian-bagian tanaman bawang merah terdiri dari akar, batang,
5
Akar. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran
tanah. Jumlah perakaran tanaman bawang merah dapat mencapai 20-200 akar.
Diameter bervariasi antara 2-5 mm. Akar cabang tumbuh dan terbentuk antara 3-5
akar (AAK, 2004). Menurut Pitojo (2003) akar tanaman bawang merah terdiri
atas akar pokok (primary root) yang berfungsi sebagai tempat tumbuh akar
adventif (adventitious root) dan bulu akar yang berfungsi untuk menopang tubuh
tanaman serta menyerap air dan zat-zat hara dari dalam tanah.
bawah cakram merupakan tempat tumbuh akar. Bagian atas batang sejati
merupakan batang semu, berupa umbi lapis (bulbus) yang berasal dari modifikasi
pangkal daun bawang merah. Pangkal dan sebagian tangkai daun menebal, lunak,
2003).
memanjang antara 50-70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing, berwarna
hijau muda sampai tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya
relatif pendek (Dewi, 2012). Setelah tua daun menguning, tidak lagi setegak daun
yang masih muda dan akhirnya mengering dimulai dari bagian bawah tanaman.
Setelah kering dijemur, daun tanaman bawang merah melekat relatif kuat dengan
Tangkai bunga berbentuk ramping, bulat, dan berukuran panjang lebih dari 50 cm.
6
Pangkal tangkai bunga bagian bawah agak menggelembung dan tangkai bagian
atas berukuran lebih kecil. Pada bagian ujung tangkai terdapat bagian yang
berbentuk kepala dan berujung agak runcing, yaitu tanda bunga yang masih
tampak dan muncul kuncup-kuncup bunga dengan ukuran tangkai kurang dari 2
cm (Pitojo, 2003). Dewi (2012) menambahkan bahwa setiap ujung tangkai bunga
terdapat 50-200 kuntum bunga yang tersusun melingkar seolah berbentuk payung.
Tiap kuntum bunga terdiri atas satu putik dengan 5-6 helai daun bunga berwarna
tiga ruang yang masing-masing memiliki dua bakal biji. Buah bawang merah
berbentuk bulat, di dalamnya terdapat biji yang berbentuk agak pipih dan
berukuran kecil. Pada waktu masih muda biji berwarna putih bening dan setelah
Bima Brebes, Medan, Kling dan Maja Cipanas. Sedangkan varietas bawang merah
unggul lokal yang banyak diusahakan petani adalah Kuning, Kuning Gombong,
Varietas Bima Brebes. Varietas ini berasal dari daerah lokal Brebes. Umur
tanaman 60 hari setelah tanam. Tinggi tanaman 25-44 cm, banyak umbi 7-12 per
rumpun. Produksi umbi 9,9 ton/ha. Susut bobot umbi 21,5%. Cukup tahan
terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis alli). Peka terhadap penyakit busuk ujung
7
daun (Phytophthora porri). Varietas ini baik dibudidayakaan di dataran rendah
Varietas Medan. Varietas ini berasal dari lokal Samosir, umur panen adalah
berkisar antara 6-12 per rumpun. Umbi berbentuk bulat dengan ujung meruncing.
Warna umbi merah, produksi umbi kering 7,4 ton per hektar. Susut umbi 24,7%.
Cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botritis alli). Peka terhadap penyakit
busuk daun (Phytophthora porri). Varietas ini baik untuk dataran rendah dan
Varietas Keling. Varietas ini berasal dari lokal Maja, dipanen pada umur 70
banyaknya umbi 7-13 per rumpun. Warna umbi merah muda. Produksi umbi 7,9
ton per hektar umbi kering. Susut bobot umbi 14,9%. Cukup tahan terhadap
penyakit busuk umbi (Botritis alli). Peka terhadap penyakit busuk ujung daun
Varietas Maja Cipanas. Varietas ini berasal dari lokal Cipanas, masa
panennya mencapai umur 60 hari setelah tanam. Tinggi tanaman berkisar antara
24,3-43,7 cm, dengan jumlah umbi 6-12 per rumpun. Bentuk umbi bulat dengan
warna merah tua. Produksi umbi kering 10.9 ton/ha dan susut bobot umbi 24,9%.
Cukup tahan terhadap busuk umbi (Botrytis alli). Peka terhadap penyakit busuk
ujung daun (Phytophthora porri). Varietas ini baik untuk dataran rendah dan
8
Varietas Kuning. Varietas ini telah lama dibudidayakan petani di daerah
Brebes, Jawa Tengah sebagai varietas lokal setempat. Umur tanaman mulai saat
tanam sampai panen berkisar antara 56-66 hari. Tinggi tanaman berkisar antara
33,7-36,9 cm. Produksi umbi berkisar antara 14,4-20 1 ton/ha, umbi berwarna
merah gelap dan susut bobot umbi 21,5-22,0%. Cukup tahan terhadap penyakit
busuk umbi (Botritis sp.) tetapi peka terhadap penyakit bercak ungu (Alternaria
Brebes, Jawa Tengah. Umur tanaman dari saat tanam sampai panen adalah 59-65
hari. Tinggi tanaman berkisar antara 36-45 cm, produksi umbi kering berkisar
antara 11,2-17,3 ton/ha kering dan susut bobot umbi dari basah ke kering 22,5%.
Bentuk umbi bulat lonjong dengan bagian leher agak besar, warna umbi merah
muda. Tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botritis sp.), tetapi peka terhadap
Varietas ini cocok untuk ditanam di dataran rendah pada musim kemarau
Varietas Sumenep. Varietas ini berasal dari kultivar lokal yang diduga
berasal dari daerah Sumenep, Madura. Umur tanaman sekitar 90 hari dan sedikit
tinggi. Rataan jumlah umbi di lapangan berkisar antara 7-14 setiap rumpun.
Bentuk umbi lonjong memanjang dan warna umbi merah pucat. Produksi umbi
9
kering berkisar antara 12,3-19,7 ton/ha dengan susut bobot umbi sekitar 23,5
persen. Tanaman bawang merah ini tahan terhadap penyakit Fusarium, bercak
ungu (Alternaria porri) dan antraknose (Colletotrichum spp.) dan cocok ditanam
di dataran rendah sampai dataran medium atau dataran tinggi (Putrasamedja dan
Suwandi, 1996).
tumbuh dan berproduksi dengan baik di sembarang tempat atau daerah. Tanaman
Tanaman bawang merah menyukai tanah yang subur, gembur dan banyak
mengandung bahan organik. Tanah yang gembur dan subur akan mendorong
perkembangan umbi sehingga hasilnya lebih maksimal. Jenis tanah yang paling
baik untuk bawang merah adalah tanah lempung berpasir atau lempung berdebu.
Jenis tanah ini mempunyai aerasi dan drainase yang baik karena mempunyai
perbandingan yang seimbang antara fraksi liat, pasir dan debu (Rahayu dan
Berlian, 1999). Dewi (2012) mengatakan bahwa tanaman bawang merah tumbuh
baik pada tanah yang subur, gembur dan banyak dan banyak mengandung bahan
organik dengan jenis tanah lempung berpasir atau lempung berdebu. Derajad
kemasaman tanah (pH) tanah antara 5,5-6,5, tata air dan tata udara dalam tanah
2. Iklim
10
Di Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai
ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Ketinggian tempat yang optimal untuk
permukaan laut. Tanaman bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di
dataran tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi lebih panjang 0,5-1 bulan (Sutarya
dan Grubben 1995). Tanaman bawang merah lebih cocok tumbuh di daerah
beriklim kering. Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan yang tinggi,
minimal 70%, suhu udara 25-32°C, dan kelembaban nisbi 50-70% (Nazaruddin,
1999). Menurut Samadi dan Bambang (2005), curah hujan yang sesuai untuk
udaranya rata-rata 22°C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu
udara lebih panas. Bawang merah akan membentuk umbi lebih besar bilamana
ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam. Oleh karena itu, tanaman
bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dengan iklim yang cerah
11
Berikut merupakan langkah-langkah dalam teknik produksi umbi benih
bawang merah:
menciptakan lapisan tanah yang gembur, memperbaiki drainase dan aerasi tanah,
(2005), pengolahan tanah dilakukan dengan cara dibajak atau dicangkul pada
kedalaman 15 cm, kemudian dibuat bedengan selebar 80-100 cm, tinggi 20-30
cm, jarak antar bedengan 25-30 cm sebagai jalan. Panjang bedengan disesuaikan
dengan kondisi lahan. Apabila pH tanah kurang dari 5,6 diberi dolomit dengan
dosis 1,5 ton/ha, disebarkan di atas bedengan dan diaduk rata dengan tanah lalu
setelah pengolahan tanah. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik
yang sudah matang seperti pupuk kandang sapi dengan dosis 10-20 ton/ha atau
pupuk kandang ayam dengan dosis 5-6 ton/ha, atau pupuk kompos dengan dosis
2. Umbi Benih
Umbi yang baik untuk benih berukuran sedang 5-10 g. Penampilan umbi
benih harus segar dan sehat, bernas, padat, tidak keriput, dan warnanya cerah.
Umbi benih sudah siap ditanam apabila telah disimpan selama 2 – 4 bulan sejak
panen, dan tunasnya sudah sampai ke ujung umbi. Cara penyimpanan umbi yang
12
baik adalah disimpan dalam bentuk ikatan di atas para-para dapur atau disimpan
Sebelum ditanam, kulit luar umbi benih yang mengering dibersihkan. Umbi
benih yang umur simpannya kurang dari 2 bulan biasanya dilakukan pemotongan
ujung umbi, kurang lebih ¼ bagian dari seluruh umbi. Tujuannya untuk
diperlukan dapat diperhitungkan berdasarkan jarak tanam dan bobot umbi benih.
Kebutuhan umbi benih untuk setiap hektarnya berkisar antara 600 – 1200 kg
3. Penanaman
Cara penanaman bawang merah unuk umbi benih sama dengan penanaman
untuk konsumsi. Akan tetapi, jarak tanam yang digunakan lebih rapat, yaitu 10 cm
banyak umbi yang berukuran sedang dan hasil umbi per satuan luas lebih banyak
(Rahayu dan Berlian, 2004). Penanaman dilakukan dengan cara, umbi benih
direndam dulu dalam larutan fipronil + air (dosis 5 ml/1lt air) minimal 15 menit,
kemudian disimpan selama 2 hari sebelum tanam. Saat ditanam, seluruh bagian
umbi benih yang telah siap tanam dibenamkan ke dalam permukaan tanah, tiap
lubang ditanam satu umbi benih. Umbi benih bawang merah dimasukan ke dalam
terlalu dalam karena umbi mudah busuk. Setelah proses penanaman selesai
4. Pemeliharaan
13
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan tindakan-tindakan untuk menjaga
penyakit.
penyiraman yang cukup, biasanya satu kali sehari pagi atau sore sejak tanam
menghilangkan percikan tanah yang menempel pada daun bawang merah (Dewi,
2012).
setelah tanam, dengan cara menggantinya dengan umbi benih baru. Hal ini
dilakukan agar produksi dari suatu lahan tetap maksimal walau akan mengurangi
menggunakan pupuk tunggal Urea atau ZA, SP-36 dan KCl yang rendah, pupuk N
95 kg/ha, P2O5 46 kg/ha dan K2O 60 kg/ha. Masing-masing diberikan tiga kali
pada umur 15, 30 dan 45 hari setelah tanam dengan dosis 1/3 dari dosis yang telah
menjadi besar dan kandungan air tinggi, namun kurang bernas dan mudah
hari setelah tanam secara teratur satu minggu sekali. Penyiangan dilakukan
14
dengan cara mekanik untuk membuang gulma atau tumbuhan liar. Pembumbun
dilakukan agar perakaran bawang merah selalu tertutup tanah. Selain itu bedengan
yang rusak atau longsor perlu dirapikan kembali dengan cara memperkuat tepi-
tepi selokan dengan lumpur dari dasar saluran (Rahayu dan Berlian, 2004).
bawang merah adalah hama dan penyakit. Hama dan penyakit menyerang mulai
dari akar, umbi, batang dan daun. Tidak hanya menyerang di kebun, beberapa
hama dan penyakit juga menyerang di tempat penyimpanan. Penyakit yang harus
diwaspadai pada awal pertumbuhan adalah penyakit layu Fusarium dan penyakit
tanaman bawang merah antara lain ulat bawang (Spodoptera exigua Hbn.), ulat
tanah (Agrotis ipsilon) dan hama putih atau trips (Thrips tabaci).
bawang, daun layu dengan cepat, daun terpelintir dan pangkal batang
tempat yang jauh (Dewi, 2012). Selain penyakit layu Fusarium, salah satu
sering juga disebut penyakit blorok atau trotol. Cendawan ini biasanya
menyerang dengan hebat jika pada waktu suhu panas pada musim kemarau
15
Pengendalian penyakit fusarium dapat menggunakan fungisida efektif,
oleh ulat bawang adalah dengan adanya lubang – lubang pada daun, mulai
dari tepi daun permukaan atas atau bawah. Serangan tertinggi biasanya terjadi
mengumpulkan kelompok telur dan larva pada saat tanaman bawang merah
muda menjadi terpotong karena ulat memotong daun satu demi satu sehingga
tanaman menjadi rebah. Gejala dapat terlihat pada pangkal daun bawang
sehingga rebah, rusak dan bercereran. Larva pada siang hari berada di dalam
WP, SP, atau G (granular) dengan cara pencelupan bibit (rizoma) dan ditanam
didalam lubang atau disebar dengan bahan aktif insektisida yang dianjurkan
16
Hama Putih atau Trips. Thrips tabaci dapat menyerang tanaman bawang
merah sejak fase pertumbuhan vegetatif (11–35 hari setelah tanam) sampai
dengan fase pematangan umbi (51–65 hari setelah tanam). Serangan berat
dapat mengakibatkan umbi saat panen kecil dengn kualitas rendah. Trips
dapat dijumpai pada umbi saat panen, sehingga dapat terbawa ke tempat
disebabkan trips yaitu terdapat noda pada daun yang berwarna putih
mengkilat seperti perak, seluruh daun brwarna putih jika sudah parah, dan
umbi berukuran kecil (Sasmito, 2010). Pengendalian trips antara lain dengan
cara penyiraman tanaman bawang yang terserang pada siang hari untuk
5. Panen
penangkaran benih dapat dilakukan setelah tanaman bawang merah cukup tua.
Umur panen antara 60-90 hari, tergantung pada varietas bawang merah yang
ditanam. Adapun tanda-tanda yang dapat dilihat dari tanaman yang sudah tua
17
adalah sebagian besar daun menguning, layu dan kering. Tanda lain yang dapat
dilihat adalah batang tanaman tampak lemah, umbi tampak padat dan sebagian
6. Penyimpanan
Proses penyimpanan dalam produksi umbi benih bawang merah bertujuan
untuk mematahkan masa dormansi umbi hasil panen. Menurut Rubatzky dan
dengan beberapa cara diantaranya dengan cara tradisional di atas tungku dapur,
cara tradisional untuk menyimpan umbi bawang merah yang telah kering.
di atas tungku dapur tempat menanak nasi, supaya mendapatkan asap udara
kering. Umbi bawang merah yang disimpan dengan cara ini dapat disimpan
sampai 6 bulan tanpa mengalami serangan penyakit busuk umbi (Samadi dan
Bambang, 2005).
Mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan umbi bawang
yang tidak dikehendaki. Penyimpanan umbi bawang merah pada suhu rendah (0-
18
7.5°C) dan suhu tinggi (25-30°C) dengan RH lingkungan 65-80% dapat menunda
persyaratan sebagai berikut: kering, memiliki aerasi yang baik, dan terbuka.
Bawang merah digantung atau diletakkan di atas para-para yang disusun rapih
Selama berada di dalam gudang penyimpanan tersebut calon benih harus terus
mulai dari bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2015. Tempat pelaksanaan
19
Materi yang dikaji dalam Praktik Kerja Lapangan meliputi berbagai hal
yang berkaitan dengan teknik produksi umbi benih bawang merah di Balai
Lapangan.
untuk memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan teknik produksi
umbi benih bawang merah. Pengambilan data primer melalui pengamatan, praktik
langsung, dan wawancara dengan staff atau petugas lain yang turut dalam proses
budidaya. Data sekunder diambil dari arsip atau dokumen yang ada kaitannya
dengan produksi umbi benih bawang merah di Balai Penelitian Tanaman Sayuran
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Sejarah
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) berdiri pada tahun 1940 di
mulai dilaksanakan pada tahun 1940 sampai tahun 1942 di Kebun Percobaan
21
Penelitian Hortikulura Cabang Lembang pada tahun 1968. Lembaga tersebut
mulai tahun 1973 memiliki tenaga peneliti di bidang pemuliaan tanaman, sosial
Pertanian Republik.
2. Kondisi Wilayah
permukaan laut. Letak geografis BALITSA berada pada 107,30º BT dan 6,30º LS,
memiliki areal seluas ±40 hektar yang terletak di Jl. Tangkuban Parahu No. 517
desa Cikole, kecamatan Lembang, kabupaten Bandung Barat Propinsi Jawa Barat.
berasal dari abu vulkanik Gunung Tangkuban Parahu, dengan struktur tanah
remah dan gembur. Tekstur tanah berupa debu, lempung berdebu dan lempung.
22
Warna tanah di lahan Balitsa adalah hitam, abu-abu dan coklat dengan pH tanah
sebesar 5,5-6. Lokasi ini mempunyai suhu 19-24oC dengan curah hujan 2.207
pada tahun 2015 adalah sebagai berikut : Visi. Menjadi lembaga penelitian
sayuran berkelas dunia pada tahun 2015 yang menghasilkan dan mengembangkan
sumber daya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor,
teknologi inovasi sayuran yang secara ilmiah dan teknis dapat meningkatkan
produktivitas, daya saing dan nilai tambah, serta sesuai dengan kebutuhan
teknologi inovasi yang efektif dan efisien. (4) Menjalin jejaring kerjasama dalam
negeri dan luar negeri dalam membangun kemitraan untuk membangun dan
23
penelitian komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis tanaman sayuran.
dipimpin oleh seorang kepala balai. Tugas kepala balai adalah membawahi
penelitian balai. Susunan atau struktur organisasi BALITSA secara umum dibagi
ke dalam beberapa divisi seperti seksi jasa penelitian, seksi tata usaha, seksi
KepegawaianRumah TanggaKeuangan
Rumah TanggaKeuangan
Kepegawaian
Kebun
Kebun UPBS Laboratorium
UPBS Laboratorium
Sumber daya manusia yang ada di BALITSA terdiri atas Struktural yang
25
10 orang, teknisi = 40 orang dan administrasi = 85 orang. BALITSA Lembang
dipimpin oleh seorang Kepala dan terdiri dari Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Jasa
Penelitian, Seksi Pelayanan Teknik, dan Kelompok Jabatan Fungsional. Setiap sub
Sub bagian Tata Usaha adalah bagian yang melaksanakan urusan tata usaha
dan rumah tangga. Tugas pokok sub bagian tata usaha yaitu memberikan
Seksi Jasa Penelitian adalah bagian yang mempunyai tugas melakukan bahan
BALITSA tidak dijual semuanya, tetapi disisakan sebagian untuk produksi tahun
berikutnya dan untuk dikembangkan atau diteliti. Benih yang dipasarkan oleh
Balitsa tidak memiliki kriteria tertentu, benih tersebut langsung bisa dipasarkan
apabila telah lolos standar dan sertifikasi dari BPSB. Selain itu, seksi Jasa
26
untuk kebutuhan membaca. Perpustakaan BALITSA sendiri sudah memiliki
seluas 40,5 ha, Subang (±100 m dpl) seluas 109,7 ha dan Berastagi (±1.340 m dpl)
seluas 25 ha.
didukung oleh kelompok peneliti pemuliaan dan plasma nutfah, hama dan
penyakit, ekofisiologi dan pasca panen. Fasilitas penunjang utama yang tersedia
yaitu kebun percobaan seluas 50 hektar, laboratorium, rumah kasa atau kaca,
Hasil penelitian tersebut nantinya akan disosialisasikan kepada petani sayur yang
Pemuliaan dan Plasma Nutfah, Kegiatan Peneliti Hama dan Penyakit, Kegiatan
27
perbaikan tanaman yang merupakan salah satu upaya peningkatan produksi dan
biotik dan abiotik yang berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas hasil melalui
yang memproduksi berbagai varietas benih sayuran. Salah satu lembaga yang
menyediakan benih sumber. Beberapa benih sayuran yang diproduksi oleh Balitsa
yaitu bawang merah, cabai, caisin, kangkung, bayam, kentang, buncis dan lain-
lain.
Kegiatan Peneliti Hama dan Penyakit. Kelompok ini menekankan pada suatu
teknik pengendalian hama dan penyakit yang menerapkan suatu kombinasi dari
strategi yang bersandar pada faktor penyebab kematian alami dan strategi
penggunaan pestisida.
agronomi dan sosial ekonomi pertanian. Kegiatannya yaitu merancang suatu paket
teknologi untuk menanggulangi masalah yang ada dalam budidaya antara lain
terakhir yang dapat memberikan intensif terhadap peningkatan kuantitas hasil dan
nilai tambah komoditas sayuran. Kegiatan yang dilakukan antara lain penanganan
28
tanaman segar serta mendapatkan hasil olahan yang bermutu, teknik pengendalian
7. Komoditas
lain Margahayu, GM 05, Pink 06, GM 08, Tanggo, Granola, Amudra, Manohara,
Merbabu 17, Repita, Krespo, dan Balsa. 2) Cabai merah, varietas tanaman cabai
varietas tanaman kubis belum ada yang diproduksi dari Balai Penelitian Tanaman
Sayuran, namun untuk budidaya umumnya digunakan antara lain Green cup,
Mammoth Red Rock. 2) Tomat, varietas tanaman tomat yang diproduksi dan
dibudidayakan di BALITSA antara lain Tosca, Ruby, Topaz, Mirah, Opal dan
Flo, Monel, Rich Green dan Dowel. 4) Kacang Panjang, kacang panjang yang
29
dibudidayakan di BALITSA antara lain varietas kacang panjang 1 (KP 1) atau No.
1090 dan varietas kacang panjang 2 (KP 2) atau No. 1018. 5) Mentimun, varietas
mentimun yang dibudidayakan di BALITSA antara lain Mars, Pluto dan Saturnus.
jenis terong ungu. Sementara, tanaman terong hanya dibudidayakan dalam jumlah
yang sedikit.
8. Mitra
perlakuan yang tepat untuk memperoleh hasil panen yang maksimal sehingga
sama dengan beberapa mitra kerja yang memasarkan benih-benih sayuran yang
telah diproduksi. Benih varietas tanaman sayuran yang dihasilkan oleh Balitsa
pengepul dan juga bandar sayuran. PT Bimandiri Lembang juga merupakan mitra
Balitsa yang bergerak di bidang packaging sayuran dan juga mitra dalam
30
petani langsung ke supermarket besar seperti Hero, Hypermart, Carrefour, Giant,
Produk yang dipasarkan oleh Bimandiri adalah produk sayuran yang memiliki
grade A.
Beberapa perusahaan benih besar seperti Panah Merah dan Riawan Tani
Lembang juga menggunakan benih tanaman sayuran dari Balitsa, kelompok tani
tersebut antara lain Ikamaja, Pasir Langu, Jaya Makmur, Lembang Agri, dan lain-
lain. Kelompok tani yang juga bermitra dengan Balitsa adalah kelompok tani
Mekar Jaya. Mekar Tani Jaya bergerak dalam bidang agribisnis dan dalam
pelaksanaannya diusahakan secara kolektif. Mekar Tani Jaya sendiri terdiri dari
beberapa anggota kelompok seperti Lentera Asri, Madya Tani Sejahtera, Mekar
Tani Jaya, Mekar Tani I, Mekar Tani II, Gapura Tani, Yan’s Fruit, Jhotani, Bakti
Mandiri, Mekar Rahayu, Mekar Saluyu, Prima Tani, Jian Agro, Saung Organik,
372 orang.
Selain mitra dalam pemasaran benih, Balitsa bekerja sama pula dengan
berbagai pihak dalam hal penelitian. Mitra kerja sama internasional Balitsa antara
merupakan sebuah lembaga bertaraf international, yang mana fungsi CIP adalah
untuk menyediakan bahan genetika kentang. Selain CIP adapula HORTIN dan
31
merupakan kerja sama yang dilakukan oleh Balitsa-Balitbio dan Queensland
University di Australia.
Bawang merah merupakan salah satu jenis tanaman sayuran utama yang
ketinggian 1250 mdpl tanaman bawang merah dapat dibudidayakan dengan baik
namun umur panennya lebih lama dibandingkan dengan bawang merah yang
ditanam di dataran rendah. Semua kegiatan budidaya bawang merah yang ada di
BALITSA diusahakan untuk mendapatkan umbi benih bawang merah, tidak untuk
umbi konsumsi. Umbi benih bawang merah yang dihasilkan nantinya akan dijual
Kegiatan produksi umbi benih bawang merah di BALITSA juga bertujuan untuk
persilangan atau bahan penelitian. Teknik produksi umbi benih bawang merah di
1. Persiapan Lahan
Persiapan lahan untuk produksi umbi benih bawang merah yang ada di
32
pada lahan bekas pertanaman sebelumnya. Hal ini bertujuan agar lahan yang
tanaman lain terutama bersih dari gulma. Pembersihan tersebut juga dapat
digunakan untuk memutus siklus hidup penyakit atau hama yang berasal dari
pengolahan tanah adalah membalik dan memecah lapisan top soil tanah
menjadi tanah yang remah dan gembur untuk memperbaiki aerase dan
drainase tanah, selain itu juga untuk mencabut akar gulma yang masih
33
tertinggal.
= 200 m2. Bedengan yang telah terbentuk kemudian diberi pupuk dasar berupa
pupuk kandang kuda 15-20 ton/ha dan SP-36 dengan dosis 200 kg/ha,
sehingga untuk lahan dengan luas 200 m2 dibutuhkan dosis pupuk kandang 4
kwintal dan pupuk SP-36 sebanyak 4 kg. Bedengan yang telah diberi pupuk
34
Gambar 3. Proses pembuatan bedengan dan pemberian pupuk dasar.
Bedengan untuk budidaya produksi umbi
benih dapat
menggunakan mulsa
mulsa yang
digunakan di
BALITSA adalah Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP). Warna perak pada
Sedangkan warna hitam pada mulsa akan menyerap panas sehingga suhu di
optimal selain itu warna hitam juga mencegah sinar matahari menembus ke
dalam tanah sehingga benih-benih gulma tidak akan tumbuh. Bedengan yang
telah dipasang mulsa selanjutnya dibuat lubang tanam dengan jarak tanam
35
Gambar 4. Proses pemasangan mulsa.
mulsa bekas pertanaman sebelumnya, karena kondisi mulsa masih baik untuk
perak untuk produksi umbi benih bawang merah dapat digunakan 2-3 kali
pertanaman.
2. Persiapan Benih
Benih yang digunakan dalam produksi umbi benih adalah benih dengan
mutu yang baik. Persyaratan benih bawang merah yang bermutu baik antara
lain telah memenuhi umur simpan yaitu 3-4 bulan, umur panen 70-85 hari,
bobot umbi sedang 3-5 gram, umbi benih berwarna cerah, padat, tidak keropos,
bernas (tidak lunak), tidak terserang hama dan penyakit. Benih bermutu
Tahapan persiapan benih yang akan ditanam yaitu memilih varietas sesuai
dengan yang akan dihasilkan, membersihkan benih dari kulit kering yang
kebutuhan lubang tanam yang telah dibuat. Pemotongan pada bagian ujung
seragam. Pemotongan umbi juga banyak dilakukan petani dengan tujuan untuk
mempercepat pertunasan pada umbi, namun apabila waktu tanam pada musim
hujan maka tidak perlu pemotongan karena akan menyebabkan benih busuk
36
Gambar 5. Proses persiapan benih.
Benih yang digunakan pada saat praktik dilapangan yaitu benih bawang merah
lahan yang telah disiapkan. Benih tersebut merupakan sisa dari gudang
penyimpanan.
3. Penanaman
Sehari sebelum dilakukan penanaman, lubang tanam pada bedengan di
dilakukan dengan cara membenamkan benih ke dalam lubang tanam yang telah
yang terbalik, sehingga proses pertunasan akan terganggu. Benih yang ditanam
terbalik masih dapat bertunas, tetapi tunasnya akan tumbuh kebawah terlebih
37
Gambar 6. Penanaman bawang merah.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan salah satu tahapan penting dalam produksi umbi
sesuai kondisi cuaca yang ada, pada saat dilapangan penyiraman dilakukan
setiap hari pada pagi hari karena kondisinya pada musim kemarau. Penyiraman
38
dilakukan dengan mengalirkan air dari sumbernya ke lubang tanam pada
bedengan.
tumbuh, jika benih busuk atau mati maka langsung dilakukan penyulaman,
tetapi jika benih ternyata terbalik maka dilakuakn perbaikan posisi benih.
Penyulaman dilakukan 7 hari setelah tanam, pada umur tersebut umbi benih
Gambar 8. Penyulaman.
Saat praktik penyulaman dilapangan ditemukan benih yang terlihat tidak
39
tunas yang tumbuh berada dibagian bawah sedangkan akar berada dibagian
pada budidaya umbi konsumsi sebanyak 350 kg/ha ditambah dengan pupuk ZA
setengah dosis pemupukan untuk umbi konsumsi yaitu pupuk NPK sebanyak
200 kg/ha. Unsur hara N, P, dan K merupakan unsur hara makro primer yang
tanaman membutuhkan penambahan hara dari luar untuk dapat hidup optimal
efektif yang ditanam 200 m2 maka kebutuhan pupuk NPK sebanyak 4 kg.
40
pada umur 10-15 hari dan 30-35 hari setelah tanam dengan cara melarutkan 2
adalah umbi dengan ukuran yang sedang, padat, bernas dan tahan lama untuk
maka pada saat pemberian pupuk susulan dosis yang diberikan jangan terlalu
dan kandungan air tinggi, namun kurang bernas dan mudah keropos sehingga
menurunkan daya simpan bawang merah. Untuk itu pada saat praktik di
41
kandungan N yang tidak terlalu besar yaitu 16% dan dosis aplikasi setengah
selain tanaman yang kita tanam. Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali selama
pertanaman, dengan cara mekanik yaitu mencabut langsung gulma yang ada di
perebutan air, unsur hara dan sinar matahari, sehingga pertumbuhan dan
dilakukan pada parit-parit antar bedengan agar saluran air tidak tersumbat.
dan teki (Cyperus rotundus) merupakan jenis gulma yang paling banyak
ditemukan. Rumput teki adalah jenis gulma yang paling meresahkan, karena
menjadi sobek. Mulsa yang terlalu banyak sobek nantinya tidak dapat
42
pada mulsa disebabkan karena proses pengolahan tanah yang tidak
yang telah dibuat, sehingga pada saat pengolahan tanah sebaiknya dilakukan
keakarnya.
hama ulat daun bawang Spodoptera exigua dengan gejala serangan yang
hitam yang merupakan kotoran dari larva S. exigua, larva memakan jaringan
daun bawang merah bagian dalam tanpa memakan epidermis bagian luar daun
43
Gambar 13. Larva Spodoptera exigua.
Penyakit yang ditemukan dilapang adalah layu Fusarium oxysporum,
bagian tanaman yang terserang adalah bagian dasar dari umbi lapis, umbi akan
bahkan membusuk.
oxysporum.
Pengendalian hama yang dilakukan dilapangan yaitu menggunakan cara
ulat S.exigua dan setelah itu ulat-ulat yang masih tersisa dilahan disempot
44
dengan insektiida berbahan aktif emamektin benzoat 22 g/l dengan merek
dan lambung, artinya insektisida jenis ini akan bekerja dengan baik jika
terkena atau kontak langsung dengan hama sasaran dan juga akan bekerja
jika bagian tanaman yang telah disemprot dimakan oleh hama sasaran
benih adalah mendapatkan umbi bawang merah yang masak fisiologis sebagai
45
tujuan dilakukanya pruning adalah agar penyerapan nutrisi tanaman digunakan
sampai merusak umbi. Hal ini dikarenakan kerusakan pada umbi seperti memar
dan luka akan menurunkan kualitas. Umbi bawang merah yang akan dijadikan
benih dipanen pada saat sudah masak fisiologis. Umbi bawang merah yang
sudah mengalami masak fisiologis biasanya bisa dilihat dari umur tanaman.
Panen bawang merah yang sudah cukup masak fisiologi biasanya dilakukan
pada umur 60-70 hari di dataran rendah dan 70-90 hari didataran tinggi, dua
minggu lebih lama dari umur panen untuk umbi konsumsi. Umbi bawang
merah yang telah masak fisiologis dapat dilihat dari tanda-tanda sebagai
berikut: leher umbi kosong atau hampa, 70-80 % daun berwarna kuning dan
rebah, sudah terjadi pembentukan pigmen merah dan timbulnya bau bawang
yang khas, sebagian umbi tersembul diatas permukaan tanah dan warna umbi
46
Gambar 17. Bawang
bawang merah dari dari kotoran yang melekat setelah proses pemanenan yang
sebanyak 10-15 rumpun dan dijemur beralaskan rikar bambu (gedheg) atau
adalah proses pelayuan yang dilakukan selama 2-3 hari pertama setelah panen
dengan bagian daun berada di bagian atas. Tujuan penjemuran tahap pertama
selama 7-14 hari dengan bagian umbi menghadap ke atas, yang harus
sengatan radiasi sinar matahari langsung akan merusak umbi benih, umbi jadi
keriput dan tidak timbulnya warna mengkilat sehingga warna kulit menjadi
pudar. Tujuan penjemuran kedua adalah mengurangi kadar air umbi bawang
merah sehingga kadar air umbi tersebut berada pada batas dimana
umbi sudah mencapai kondisi kering askip dengan kadar air umbi 80-85 % atau
dapat ditandai dengan kulit bawang merah yang terlihat mengkilap dan jika
47
Gambar 18. Penjemuran umbi bawang merah.
Langkah kedua penanganan pasca panen adalah proses sortasi dan
bawang merah yang utuh, sehat dan tidak kriput dari umbi yang mengalami
dan selanjutnya setelah disortasi bawang dibersihkan dari kulit umbi yang telah
dan pengikatan tersebut bertujuan agar bawang terlihat rapih dan untuk
bawang merah yang telah diikat selanjutnya diberi kapur dolomit dengan cara
ditaburkan pada ikatan bawang secara merata. Tujuan dari pengapuran tersebut
48
merah pada saat proses penyimpanan, kelembaban yang tinggi dapat
mengakibatkan umbi benih bawang merah busuk. Sifat kapur yang panas akan
Langkah keempat atau langkah terakhir dalam proses pasca panen adalah
dormansi 2-4 bulan, sehingga umbi yang dipanen tidak dapat langsung
digantungkan pada bambu-bambu yang telah disusun seperti rak. Suhu dan
nampan berisi air. Penyimpanan dilakukan selama 2-4 bulan dan setiap 1 bulan
49
sekali selama proses penyimpanan dilakukan sortasi untuk memisahkan
bawang yang rusak, busuk dan kropos. Sortasi tersebut juga bertujuan untuk
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Struktur Organisasi Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang merupakan
susunan kepengurusan yang dipimpin oleh seorang kepala balai yang bertugas
50
membawahi seluruh pegawai yang secara umum dibagi ke dalam beberapa
divisi seperti seksi jasa penelitian, seksi tata usaha, seksi pelayanan publik dan
telah ditemukan.
2. Teknik produksi umbi benih bawang merah di BALITSA meliputi prsiapan
susulan, pengendalian hama penyakit dan pruning. Proses pasca panen meliputi
konsumsi adalah pemberian dosis pupuk sususlan, umur panen dan lama
penyimpanan. Dosis pupuk susulan yang diberikan adalah setengah dari dosis
pupuk susulan untuk budidaya umbi bawang merah konsumsi. Umur panen
untuk produksi umbi benih bawang merah adalah 60-70 hari untuk dataran
rendah dan 70-85 hari untuk dataran tinggi, lebih lama dua minggu dengan
umur panen untuk konsumsi. Penyimpanan untuk umbi benih bawang merah
BALITSA adalah adanya hama ulat daun bawang (Spodoptera exigua) dan
51
penyakit layu fusarium (Fusarium oxysporum) yang mengakibatkan tanaman
sakit atau mati serta adanya gulma teki yang dapat merusak mulsa plastik
selanjutnya.
B. Saran
untuk kegiatan diskusi, agar mahasiswa yang telah melaksanakan kegiatan praktik
di lapangan lebih mengerti dan paham tentang apa yang telah dilakukannya.
DAFTAR PUSTAKA
52
Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. 2008. Pengenalan dan
Pengendalian Hama Tanaman Sayuran Prioritas. Direktorat Jendral
Hortikultura, Jakarta. 164 Halaman.
Hidayat, A. 2004. Budidaya bawang merah. Beberapa hasil penelitian di
Kabupaten Brebes, Direktorat Tana Sayuran dan Bio Farmaka, Brebes. 57
Halaman.
Korlina, E. 1999. Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Bawang Putih.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Timur. 24 Halaman.
Maemunah. 2010. Viabilitas dan Vigor Benih Bawang Merah pada Beberapa
Varietas Setelah Penyimpanan. Journal Agroland. 17 (1) : 18 – 22.
Nazaruddin. 1999. Budidaya Dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah.
Penebar Swadaya, Jakarta. 142 Halaman.
Pitojo, S. 2003. Penangkaran Benih Bawang Merah. Kanisius, Yogyakarta. 89
Halaman.
Priyantono, E., E. Andi dan Adrianton. 2013. Vigor Umbi Bawang Merah (Allium
ascallonicum L.) Varietas Palasa Dan Lembah Palu Pada Berbagai Kondisi
Simpan. Jurnal Agrotekbis. 1 (1) : 8-16.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Buletin Konsumsi Pangan.
Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. 5 (1): 31-38.
Putrasamedja, S. dan Suwandi. 1996. Varietas Bawang Merah di Indonesia. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang. 23 Halaman.
Rahayu, E. Dan N.V.A. Berlian. 1999. Bawang Merah. Penebar Swadaya, Jakarta.
94 Halaman.
_________________________. 2004. Bawang Merah. Penebar Swadaya, Jakarta.
94 Halaman.
Rajiman. 2009. Pengaruh Pemupukan NPK Terhadap Hasil Bawang Merah Di
Lahan Pasir Pantai. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. 5 (1): 52-60.
Rauf, A. 1999. Dinamika Populasi Spodoptera exigua (Hubner) (Lepidoptera:
Noctuidae) Pada Pertanaman Bawang Merah di Dataran Rendah. Buletin
Hama dan Penyakit Tumbuhan II (2): 39 – 47.
Rismunandar. 1986. Membudidayakan Lima Jenis Bawang. Sinar Baru, Bandung.
128 Halaman.
Rubatzky,V.E dan Yamaguchi.1998. Sayuran Dunia, Prinsip, Produksi, dan Gizi,
alih bahasa Catur Herison. ITB, Bandung. 196 Halaman.
53
Rukmana, R. 1994. Bawang Merah Budidaya dan Pengolahan Pacapanen.
Kanisius. Yogyakarta. 72 Halaman.
Samadi, B., dan B. Cahyono. 2005. Bawang Merah Intensifikasi Usaha Tani.
Kanisius, Yogyakarta. 84 Halaman.
Santoso dan H. Budi. 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. AgroMedia
Pustaka, Jakarta. 142 Halaman.
Sasmito, 2010. Aplikasi Sistem Pakan Untuk Simulasi Diagnosa Hama dan
Penyakit Tanaman Bawang Merah dan Cabai Menggunakan Forward
Chaining dan Pendekatan Berbasis Aturan. Tesis. Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro, Semarang. 78 Halaman.
Soedomo, R. P. 1992. Pengaruh pemotongan umbi dan lamanya penyimpanan
umbi bibit bawang merah terhadap hasil umbi di Brebes, Jawa tengah.
Jurnal Hortikultura. 2:43-47.
. 2006. Pengaruh jenis kemasan dan daya simpan umbi bibit
bawang merah terhadap pertumbuhan dan hasil di lapangan. Jurnal
Hortikultura. 16 (3): 188-196.
Sutarya, R., dan G. Grubben. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran
Rendah. Balai Penelitian Hortikultura Lembang, Bandung. 264 Halaman.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo, Jakarta. 247 Halaman.
Sumarni, N., R. Rosliani dan Suwandi. 2012. Jarak Tanam dan Dosis pupuk NPK
untuk Produksi Bawang Merah dari Benih Umbi Mini di Dataran Tinggi.
Jurnal Hortikultura. 22 (2): 148-155.
Suwandi, N., Nurtika, S. Sahat. 1997. Bercocok Tanam Sayuran Dataran Rendah.
Balai Penelitian Hortikultura Lembang dan Proyek ATA 395, Bandung. 3: 1-
6.
Wibowo, S. 2005. Budidaya Bawang Putih, Merah dan Bombay. Penebar
Swadaya, Jakarta. 203 Halaman.
Wiguna G., I. M. Hidayat dan C. Azmi. 2013. Perbaikan Teknologi Produksi
Benih Bawang Merah Melalui Pengaturan Pemupukan, Densitas, dan
Varietas. Jurnal Hortikultura. 23 (2): 137-142.
54
55
LAMPIRAN
56