Anda di halaman 1dari 1

Aktualisasi ajaran Ki Hajar Dewantara mengacu pada modernisasi dan

implementasi filosofi dan prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara, pendiri Sekolah


Tamansiswa, yang didirikan pada tahun 1922 di Yogyakarta, Indonesia. Filosofi
Tamansiswa menekankan pentingnya pendidikan bagi semua orang, tanpa
memandang status sosial, dan bertujuan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
dan cinta tanah air di kalangan siswa. Prinsip Tamansiswa meliputi Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
berpedoman pada kebijaksanaan musyawarah/perwakilan), dan Keadilan Sosial
bagi Seluruh Rakyat Indonesia (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
Penerapan prinsip Tamansiswa masih relevan hingga saat ini dan dapat dilihat di
berbagai lembaga pendidikan di Indonesia.
Pendidikan tamansiswa berciri khas pancadarma, yaitu kodrat alam,
kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan. Pendidikan
berlangsung dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan lingkungan masyarakat, yang disebut sebagai tri pusat pendidikan. Tamansiswa
yang memiliki misi untuk mengembangkan budaya nasional berupaya untuk
senantiasa menyisipkan pendidikan karakter nasionalistik kepada para siswa melalui
para pamong dan dosen. Jika kita sudah memiliki sistem pendidikan yang tepat
maka selain dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dapat pula menghilangkan
rasa minder atau tidak percaya diri yang ada pada setiap siswa, Karena kecerdasan
sejatinya harus sejalan dengan adanya rasa percaya diri. Ki Saur Panjaitan
menjelaskan, bahwa konsep “Pendidikan Untuk Semua” yang dianut oleh
Tamansiswa , mengandung arti bahwa seharusnya pendidikan bisa bermanfaat bagi
masyarakat, bangsa dan negara dengan tetap menyemai keluhuran budaya. Saur
Panjaitan juga menambahkan, Ki Hajar Dewantara sendiri selalu terbuka pada
kemajuan adab tidak pernah menolak adanya budaya asing bahkan diyakini dapat
memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, namun perlu juga diingat agar jangan
sampai kehilangan kewaspadaan terhadap model penjajahan baru berupa
penundukan pola pikir budaya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai