Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kimia merupakan suatu kumpulan konsep, prinsip, teori dan hukum.


Kimia dapat dipandang sebagai produk, yaitu ilmu pengetahuan yang diperoleh
melalui metode ilmiah dan dapat juga dipandang sebagai proses berpikir atau
metode berpikir. Adapun sikap yang dibutuhkan dalam metode ilmiah berupa
sikap ilmiah yang antara lain berupa hasrat ingin tahu, terbuka dan penuh
tanggung jawab. Dengan mempelajari kimia siswa akan belajar melakukan
observasi, melakukan percobaan siswa akan mampu menjelaskan objek dan
peristiwa, mengajukan pertanyaan, mengkonstruksikan penjelasan dan menguji
cobakan penjelasan tersebut berdasarkan teori yang dipelajarinya
(Arikunto,2006).

Kenyataan menunjukkan bahwa metode pembelajaran konvensional masih


mendominasi dalam proses mengajar kimia. Pembelajaran konvensional yang
umum dilakukan adalah metode mengajar dalam bentuk ceramah atau metode
mengajar secara informatif, pengajar lebih banyak berbicara dan bercerita untuk
menginformasikan semua fakta dan konsep sedangkan siswa hanya mendengarkan
dan mencatat hal - hal yang disampaikan pengajar tersebut. Siswa akan memiliki
banyak konsep tetapi tidak dilatih untuk menemukan dan mengembangkan
konsep. Metode pembelajaran konvensional dapat menyebabkan minat belajar
siswa menjadi rendah karena metode ini kurang menarik, menghalangi respon
siswa dan daya minat.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa di SMA YAPIM
(Yayasan Indonesia Membangun) KKM kimia siswa adalah 65 tetapi, ternyata
hasil belajar kimia siswa hanya 54. Ini menunjukkan bahwa belum semua siswa
mampu menuntaskan pelajaran kimia karena belum mencapai standar KKM.
Secara pengamatan input SMA YAPIM cukup bagus karena melalui tahap seleksi.

1
2

Oleh karena itu, proses belajar mengajar di kelas harus dapat


mengembangkan cara belajar siswa untuk mendapatkan, mengelola,
menggunakan dan mengkomunikasikan apa yang telah diperoleh dalam proses
belajar tersebut. Guru dalam menyajikan pelajaran (terutama berupa konsep –
konsep atau pengertian – pengertian yang essensial) harus mengikut sertakan para
siswanya secara aktif baik individual maupun kelompok (Suryosubroto,2002).
Sedangkan dalam penerapan sehari – hari, Dasna dan Sutrisno (2007) mengatakan
bahwa proses pembelajaran di kelas sering kali mengarahkan siswa untuk
menghafal informasi. Siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai
informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi itu dan menghubungkannya
dengan kehidupan nyata sehari – hari. Akibatnya siswa hanya pintar teori tapi
miskin aplikasi.

Kemampuan penalaran dan berpikir kritis sangat penting dimiliki oleh


siswa untuk menghadapi berbagai tantangan, mampu memecahkan permasalahan
yang dihadapi, mengambil keputusan yang tepat sehingga dapat menolong dirinya
dan orang lain yang ada di sekitarnya dalam menghadapi tantangan kehidupan di
era globalisasi ini (Dasna dan Sutrisno,2007). Namun demikian kemampuan
berpikir kritis ini tidak begitu saja dapat dimiliki dan ditingkatkan dengan mudah
oleh para siswa. Untuk memiliki dan dapat meningkatkan kemampuan penalaran
dan berpikir kritis, siswa perlu diberikan latihan – latihan dan pembiasaan dengan
dihadapkan kepada masalah – masalah nyata yang harus dipecahkan.
(Achmad,2007)

Salah satu alternatif model pembelajaran yang sangat memungkinkan


dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan berpikir kritis siswa adalah
pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning = PBL). Menurut Lee
dan Sconmez (Warmada,2003) pembelajaran based learning (PBL) adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menantang para siswa untuk mencari solusi –
solusi dari permasalahan – permasalahan dunia nyata secara individu atau
kelompok, untuk mengembangkan keterampilan – keterampilan menjadi
3

pembelajar mandiri dan menekan kan penggunaan keterampilan – keterampilan


berpikir analisis dan kritis.

Sturktur atom adalah partikel – partikel penyusun atom. Pernahkah anda


berpikir bahwa apa yang ada di dunia ini adalah partikel atom? Susunan struktur
kulit kita juga merupakan campuran antara unsur dan senyawa. Begitulah
dekatnya struktur atom dengan kita. Sehingga mudah diamati langsung. Akan
tetapi, pelajar maupun orang awam tidak pernah menyadari bahwa banyak
kejadian di alam ini yang merupakan fenomena yang dapat dikaji secara ilmiah.
Untuk itulah penulis mengangkat topik ini. Untuk mengajak para siswa berpikir
kritis terhadap fenomena alam yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

Dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah, diharapkan


siswa dapat menggunakan kemampuan penalaran dan berpikir kritisnya.

1.2. Identifikasi masalah


Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, maka yang
menjadi identifikasi masalah dalam penelitian adalah:
1. Rendahnya hasil belajar siswa.
2. Standar KKM yang masih rendah.
3. Metode pembelajaran yang monoton sehingga siswa bersifat pasif.

1.3. Batasan masalah


Disebabkan berbagai keterbatasan yang dimiliki peneliti baik dari segi
waktu, wawasan, kemampuan dan dana yang dimiliki, kiranya peneliti perlu
membatasi masalah dalam penelitian ini agar dapat mencapai sasaran yang tepat
dan sesuai dengan yang diharapkan dan memudahkan penulis dalam
menyelesaikan tuntutan karya tulis ini, maka batasan masalah dalam penellitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Subjek penelitian adalah siswa kelas X semester ganjil SMA YAPIM
MEDAN T.P. 2010/2011.
2. Model pembelajaran yang digunakan adalah Problem Based Learning.
4

3. Materi pada kelas XI semester ganjil adalah Struktur Atom.

1.4. Rumusan masalah


Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Apakah ada pengaruh Problem Based Learning untuk meningkatkan
penalaran dan kemampuan berpikir kritis siswa SMA pada bahasan
Struktur Atom?”

1.5. Tujuan penelitian


Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian ini adalah “Untuk
mengetahui apakah ada pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) terhadap penalaran dan kemampuan berpikir kritis siswa
SMA pada bahasan Struktur Atom.”

1.6. Manfaat penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang
terlibat baik siswa, guru maupun penulis sendiri. Adapun manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukkan bagi guru dalam menggunakan metode pembelajaran
berbasis masalah untuk meningkatkan penalaran dan berpikir kritis siswa pada
pokok bahasan struktur atom.
2. Sebagai bahan masukkan bagi guru dalam mengajar harus juga melibatkan
siswa untuk aktif belajar.
3. Sebagai pertimbangan bagi peneliti lain yang ingin membahas lebih dalam
mengenai PBL.
4. Menumbuhkan kemampuan memecahkan masalah bgi siswa.
5. Melatih kemampuan berkomunikasi siswa.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hakekat Belajar Kimia


Keseluruhan dari proses pendidikan di sekolah adalah kegiatan belajar
mengajar. Dengan kata lain kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang
paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan
banyak yang bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh
siswa sebagai anak didik.
Ada beberapa macam pengertian belajar, hal ini disebabkan adanya
kenyataan bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam – macam. Menurut Uzer
Usman (2006) belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya.
Demikian juga dalam psikologi pendidikan mendefenisikan bahwa “belajar adalah
proses perubahan tingkah laku, sebagian atau seluruhnya.”, kemudian
disempurnakan lagi menjadi “ belajar adalah setiap perubahan tingkah laku yang
relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman”. (Arikunto,2006).
Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2001) belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the
modification or strengthening of behavior through experiencing). Dalam
kehidupan sehari – hari belajar dapat didefenisikan sebagai berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman atau berusaha (berlatih, dan sebagainya) supaya
mendapat sesuatu kepandaian. Selanjutnya, menurut Arikunto (2006) defenisi
belajar dilengkapi lagi dengan persyaratan tertentu :
1. Perubahan tingkah laku yang dimaksud harus berkembang dari tingkat
yang paling sederhana sampai yang kompleks.
2. Prosesnya harusnya dapat dikontrol sendiri atau oleh faktor – faktor
eksternal. Faktor eksternal itulah yang menjadi tanggung jawab guru,
keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
6

Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut maka, dapat disimpulkan belajar


sebagai proses perubahan tingkah laku individu ke arah yang lebih baik yang
bersifat relatif tetap akibat adanya interaksi dan latihan yang dialaminya. Ciri
khas bahwa seseorang telah melakukan kegiatan belajar ialah dengan adanya
perubahan pada diri orang tersebut, yaitu dari belum mampu menjadi mampu.
(Uzer Usman, 2006) menngemukakan bahwa perubahan tingkah laku yang
dimaksud meliputi perubahan berbagai aspek, yaitu:
1. Perubahan aspek pengetahuan yaitu semata–mata mengetahui apa yang
dilakukan dan bagaimana melakukannya, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu.
2. Perubahan aspek keterampilan yaitu kemampuan untuk mengkoordinasi
mata, jiwa dan jasmaniah ke dalam suatu perbuatan yang kompleks
sehingga dapat melakukan tugasnya dengan mudah, misalnya dari tidak
bisa menjadi bisa, dari tidak terampil menjadi terampil.
3. Perubahan aspek sikap yaitu respon emosi seseorang terhadap tugas
tertentu yang dihadapinya, misalnya dari ragu-ragu menjadi
mantap/yakin, dari tidak sopan menjadi sopan, dari kurang ajar menjadi
terpelajar.

2.2. Hasil Belajar Kimia


Hamalik (2001) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam
bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut
diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan lebih baik dibandingkan
dengan sebelumnya.
Dengan demikian belajar dikatakan berhasil, bila telah terjadi perubahan
dalam diri individu yang telah belajar. Sebaliknya, bila tidak terjadi perubahan-
perubahan dalam diri individu, maka belajar dikatakan tidak berhasil. Dari
pengertian tentang hakikat belajar kimia pada sub sebelumnya perubahan tingkah
laku sebagai hasil belajar adalah meningkatnya kemampuan individu untuk
memahami dan menjelaskan tentang gejala alam yang berhubungan dengan
7

komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika dan energetika zat. Bukan
hanya sampai disitu, individu yang telah belajar akan mengalami peningkatan
keterampilan untuk mencegah ataupun menyelesaikan berbagai masalah akibat
dari gejala-gejala alam tadi.
Secara umum penjelasan diatas dapat menjadi jawaban atas hasil belajar
kimia tetapi, karena kendala dan keterbatasan serta berbagai hal lain maka hasil
belajar kimia yang diteliti meliputi peningkatan kemampuan tentang pemahaman
dan penguasaan individu yang belajar (siswa) tidak sampai pada peningkatan
keterampilan. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman dan penguasaan siswa
terhadap materi dalam hal ini juga hanya pada materi struktur atom dan hasil
belajar yang diperoleh siswa dalam hal ini diukur dengan pemberian test objektif
pada awal dan akhir pengajaran untuk mengetahui apakah metode pembelajaran
yang ditetapkan berhasil atau tidak.
2.3. Penalaran
2.3.1. Pengertian Penalaran
Dalam Wikipedia (2006), Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak
dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep
dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk
proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan jumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam
penalaran proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis dan
hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi. Soekardijo dalam fajar sidiq
(2007) mengatakan penalaran adalah aktivitas pikiran yang abstrak, dan argumen
adalah lambang lain yang digunakan untuk menguatkan penalaran yang diberikan.
Penalaran dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk mengidentifikasi
atau menganalisis masalah yang diberikan kemudian disimpulkan berdasarkan
pemahaman.

2.3.2. Prinsip dan Jenis Penalaran


8

Kegiatan berpikir ilmiah memerlukan penalaran agar dapat


mendeskripsikan suatu masalah secara sistematis dan logis. Pada
prinsipnyapenalaran adalah proses pemikiran untuk memperoleh kesimpulan yang
logis berdasarkan fakta yang relevan. Dengan kata lain penalaran adalah proses
penafsiran fakta sebagai dasar untuk menarik kesimpulan.
Sutedja dan Harmoni (2006) mengatakan bahwa menurut prosesnya
penalaran dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu penalaran induktif dan penalaran
deduktif.
a. Penalaran deduktif
Penalaran deduktif didasarkan atas hukum, prinsip atau teori yang berlaku
umum tentang suatu hal atau gejala. Berdasarkan prinsip umum itu ditarik
kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan bagian dari hal atau
gejala itu. Jadi, penalaran deduktif bergerak dari hal atau gejala yang umum
menuju ke hal atau gejala yang khusus.
Diagramnya :

KHUSUS

UMUM KHUSUS

KHUSUS

Pernyataan dasar dalam logika disebut premis. Di dalam penalran


deduktif, berdasarkan premis itu ditarik kesimpulan yang sifatnya lebih khusus.
Penarikan kesimpulan deduktif tidak menghasilkan pengetahuan baru sebab
kesimpulan sudah tercantum didalam premisnya secara tersirat.

b. Penalaran Induktif
Secara formal proses penalaran induksi dapat diartikan sebagai proses
penalaran untuk sampai pada suatu keputusan, prinsip atau sikap umum dan
khusus, berdasarkan pengamatan atas hal – hal yang khusus.
Diagramnya :

KHUSUS
9

UMUM
KHUSUS

KHUSUS

Proses induksi dapat dibedakan menjadi :


1. Generalisasi, ialah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas
jumlah gejala dengan sifat – sifat tertentu untuk menarik kesimpulan
mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa.
2. Analogi, analogi disini ialah suatu proses penalaran untuk menarik
kesimpulan tentang kebenaran dari suatu gejala khusus berdasarkan
kebenaran suatu gejala khusus lain yang memiliki sifat – sifat essensial
yang bersamaan.
3. Hubungan sebab akibat, penalaran dari sebab keakibat mulai dari
pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui. Berdasarkan itu, kita
menarik kesimpulan mengenai akibat yang mungkin ditimbulkan.
Dalam penelitian ini jenis penalaran yang digunakan adalah penalaran
deduktif.
2.4. Berpikir Kritis
2.4.1. Pengertian Berpikir Kritis
Menurut Halpen dalam achmad (2007), berpikir kritis adalah
memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan.
Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan
mengacu langsung kepada sasaran. Merupakan bentuk berpikiryang perlu
dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan,
mengumpulkan berbagai kemungkinan dan membuat keputusanketika
menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe
yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi,
mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan
beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa
disebut directed thinking, sebab berpikir langsung pada proses yang akan dituju.
10

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Angelo dalam achmad (2007),


berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi,
yang meliputi kegiatan menganalisis, mensitesis, mengenal permasalahan dan
pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Angelo menegaskan bahwa
berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi :
analisis, sintesis, pengenalan masalah dan pemecahanny, kesimpulan dan
penilaian.
Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal
sistematika berpikir yang ternyata berproses berpikir kritis harus selalu melalui
beberapa tahapan untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian.
2.4.2. Tahapan Berpikir Kritis
Wade dalam achmad (2007) mengidentifikasi delapan tahapan berpikir
kritis, yakni meliput :
Kegiatan merumuskan pertanyaan, membatasi permasalahan, menguji
data – data, menganalisis berbagai pendapat dan bias, menghindari pertimbangan
yang sangat emosional, menghindari penyederhanaan berlebihan,
mempertimbangkan berbagai interpretasi dan mentoleransi ambiguitas.
Penemuan indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan
melalui aspek – aspek prilaku yang diungkapkan dalam defenisi berpikir kritis.
Menurut beberapa defenisi yang diungkapkan terdahulu, menurut achmad (2007)
terdapat beberapa kegiatan atau prilaku yang mengindikasikan bahwa prilaku
tersebut merupakan kegiatan – kegiatan dalam berpikir kritis, sebagi berikut :

a. Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan
sebuah struktur kedalam komponen – komponen agar mengetahui
pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya
adalah memahami sebuah konep global dengan cara menguraikan atau merinci
globalitas tersebut kedalam bagian – bagian yang lebih kecil dan terperinci.
11

Kata – kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir


analitis diantaranya : menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi,
menggambarkan, menghubungkan dan merinci.
b. Keterampilan Mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan
dengan keterampilan menganalisis. Keterampilan mensintesis adalah
keterampilan menggabungkan bagian – bagian menjadi sebuah bentukan atau
susunan baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan
semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat
menciptakan ide – ide baru yang tidak dinyatakan secara rinci didalam bacaannya.
c. Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah.
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada
beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami
bacaan dengan kritis sehingga, setalah kegiatan membaca selesai siswa mampu
menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah
konsep.
d. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah keterampilan yang menuntut pembaca
untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar
sampai pada satu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia
itu sendiri dapat dibagi dalam dua cara, yaitu : deduksi dan induksi.
Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan
pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau
pengetahuan yang baru.
e. Keterampilan mengevaluasi atau menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan
nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada.
Dalam taksonomi belajar, menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi
merupakan tahap berpikir kognitf yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa
dituntut agar ia mampu mensinergikan aspek – aspek kognitif lainnya dalam
menilai sebuah fakta atau konsep.
12

Adapun aspek - aspek tersebut meliputi :


1. Kejelasan (Clarity)
Kejelasan mengarah kepada pertanyaan : “Dapatkah permasalahan yang
rumit dirinci sampai tuntas?”,”Dapatkah dijelaskan permasalahan itu
dengan cara yang lain?”, berikanlah ilustrasi dan contoh!”.
Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas,
kita tidak dapat membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan.
Maka, kita tidak akan dapat berbicara apapun sebab kita tidak
memahami pernyataan tersebut.
2. Keakuratan, ketelitian dan kesaksamaan (accuracy)
Ketelitian atau kesaksamaan dapat ditelusuri melalui pertanyaan :
“apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggung
jawabkan?”,”bagaimana cara mengecek kebenarannya?”,”bagaimana
menemukan kebenaran tersebut?”. Pernyataan bisa saja jelas tapi tidak
akurat, seperti :”Pada umumnya air mengandung mercury.”
3. Ketepatan (precision)
Ketepatan mengacu kepada perincian data – data pendukung yang sangat
mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek
ketepatan sebuah pertanyaan. “apakah pernyataan yang diungkapkan
sudah sangat terurai?”,”apakah pernyataan itu itu telah cukup
spesifik?”. Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan
ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya Hcl sangat pekat (kita tidak
mengetahui sebarapa kepekatannya apakah 1M atau 5M).

4. Relevansi, keterkaitan (relevance)


Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan
berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan. Penelusuran keterkaitan
dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut : “bagaimana
menghubungkan pernyataan atau respon dengan
pertanyaan?”,”bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang
13

permasalahan?”. Permasalahan dapat saja jelas, teliti dan tepat, tetapi


tidak relevan dengan permasalahannya.
5. Kedalaman (depth)
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju
kepada pertanyaan dengan kompleks, “apakah permasalahan dalam
pertanyaan diurikan sedemikian lupa?”,” Apakah telah dihubungkan
dengan faktor – faktor yang signifikan terhadap pemecahan masalah?”.
Sebuah pernyataan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan,
ketelitian, ketepatan, relevansi, tetapi jawabannya sangat dangkal
(kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan, “katakana tidak”.
Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka
penolakkan terhadap obat – obatan terlarang (narkoba). Pernyataan
tersebut cukup jelas, akurat , tepat, relevan, tetapi sangat dangkal sebab
ungkapan tersebut dapat diartikan bermacam – macam.
6. Keluasan (Breadth)
Keluasan suatu pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut
ini :”Apakah pertanyaan itu telah ditinjau dari berbagai sudut
pandang?”,”apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam
merespon pertanyaan yang dirumuskan?”, “menurut pandangan….”,
“seperti apakah pernyataan tersebut menurut….”. pernyataan yang
diungkapkan dapat memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian,
ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas. Seperti halnya
kita mengajukan sebuah pendapat atau argument tetapi tidak cukup luas.
Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argument menurut
pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam
pertanyaan yang diajukan.
7. Logika (logic)
Logika berkaitan dengan hal – hal berikut : “Apakah pengertian telah
disusun dengan konsep yang benar?”, “apakah pertanyaan yang
diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya?”, “Bagaimana tindak
lanjutnya?”, “sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana
14

kedua hal tersebut benar adanya?”. Ketika kita berpikir, kita akan
dibawa kepada bermacam – macam pemikiran satu sama lain. Katika
kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain saling
menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka
kita akan berpikir logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan
satu sama lain tdak saling mendukung atau bertolak belakang, maka hal
tersebut tidak logis.

2.5. Problem Based learning (PBL)


2.5.1. Pengertian Problem Based Learning
Dalam dunia pendidikan yang berjalan sekarang ini, kebanyakan sekolah –
sekolah di Indonesia khususnya Medan yang masih menjadikan guru sebagai
sumber utama dalam belajar. Dengan kata lain, pelajaran berpusat pada
pengetahuan yang dimiliki guru (teacher centered) dan siswa menerima pelajaran
berdasarkan apa yang disampaikan oleh guru tanpa pernah mencari tahu langsung
apakah informasi itu sesuai atau tidak.
Faktanya, sebagian dari pelajar sudah mendapat kemudahan dari teknologi
digital modern, jaringan komunikasi berkecepatan tinggi (high-speed networks)
yang menerima informasi dengan lebih produktif dan up to date.
Berdasarkan keterangan diatas, maka saya tertarik untuk menggunakan
pengajaran yang berpusat pada pemelajar (student centered). Pada student
centered pelajran dibebankan pada siswa.
Krisanti dan Kamarza dalam Amir (2009) mengatakan perbedaan Teacher
Centered (TC) dan Learner Centered (LC) dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
No. Berpusat Pada Pengajar Berpusat pada pembelajar
(teacher centered – TC) (learner centered – LC)
01. Pengetahuan dipindahkan dari Pembelajar membangun
pengajar kepada pembelajar. pengetahuan.
02. Pemelajar menerima informasi Pembelajar terlibat secara aktif.
secara pasif.
15

03. Belajar dan penilaian adalah hal Belajar dan penilaian adalah hal
terpisah. sangat terkait dan belajar adalah
kooperatif, kolaboratif, dan
saling mendukung.
04. Penekanan pada pengetauan di Penekanan pada penguasaan dan
luar konteks aplikasinya. penggunaan pengetahuan yang
merefleksikan isu baru dan lama
serta menyelesaikan masalah
konteks kehidupan nyata.
05. Pengajar perannya sebagai Pengajar sebagai pendorong dan
pemberi informasi dan penilai. pemberi fasilitas pembelajaran.
06. Focus pada satu bidang disiplin Pengajar dan pemelajar
mengevaluasi pembelajaran
bersama – sama dan pendekatan
pada integrasi antardisiplin.

Salah satu model yang banyak diadopsi untuk menunjang pendekatan


pembelajaran Learner centered dan yang memberdayakan pembelajar adalah
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Menurut H.S.Barrus,1982
dalam Ibrahim,2005 “PBL adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan
pada prinsip menggunakan masalah sebagai sebagai titik awal akuisisi dan
integrasi pengetahuan baru.”. atau menurut Boud & felleti dalam I Wayan “
Problem based learning is a wayof constructing and teaching course using
problem as a stimulus and focus on student activity”.dari kedua pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan
siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap – tahap metode ilmiah.
Sehingga, siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan
masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan
masalah.
2.5.2. Karakteristik Problem Based Learning
16

Adapun yang menjadi karakteristik Problem Based Learning menurut


Ibrahim,2005 adalah :
1. Menghindari pembelajaran terisolasi dan berpusat pada guru.
2. Menciptakan pembelajaran interdisiplin berpusat pada siswa dalam
jangka waktu lama.
3. Terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman praktis.
4. Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapkan apa yang mereka
pelajari di sekolah dalam kehidupannya yang panjang.
5. Pembelajaran berpusat pada siswa.
6. Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil
7. Guru berperan sabagai tutor dan pembimbing.
8. Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang
pembelajaran.
9. Masalah adalah kenderaan untuk pengembangan keterampilan
pemecahan masalah.
10. Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri.
2.5.3. Ciri – Ciri Problem Based Learning
Menurut Tan,2003; Wee & Kek,2002 dalam Amir,2009 Ciri – cirri PBL
adalah sebagai berikut :
1. Pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah; biasanya masalah
memiliki konteks dengan dunianya.
2. Pemelajar secara berkelompok aktif merumuskan masalah dan
mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka.
3. Mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah.
4. Melaporkan solusi dari masalah.
5. Pendidik lebih banyak memfasilitasi ketimbang memberikan pengajaran.
6. Pendidik memberikan clue – clue / indikasi – indikasi tentang sumber
bacaan tambahan dan berbagai arahan dan saran yang diperlukan saat
pembelajar menjalankan proses.
17

Demikian lah ciri – ciri dari PBL, dari setiap point ciri – ciri tersebut kita
selalu mendapati kata “masalah”. Masalah yang terjadi di sekitar kita dapat
merangsang rasa ingin tahu, keinginan untuk mengamati, motivasi serta
keterlibatan seseorang atas satu hal. Dengan kata lain masalah adalah apa saja
yang menghalangi seseorang dalam mencapai tujuan.
Dalam PBL, masalah – masalah yang disajikan pengajar adalah maslah
yang dekat dengan kehidupan nyata. Semakin dekat maka akan semakin baik.
Yang namanya masalah tidak sekedar latihan yang diberikan setelah contoh soal
yang disajikan. Ini adalah salah satu perbedaan PBL dengan metode
konvensional.
2.5.4. Perbedaan PBL dengan Metode Konvensional
Perbedaan pendekatan PBL dengan pendekatan lain yang biasanya
diberikan pendidik (Savin; Badin, 2000 & Moust, Bouhuijs, Schmidt, 2001 dalam
Amir,2009) dapat dilihat pada table berikut :
Metode Belajar Deskripsi
Ceramah Informasi dipersentasekan dan didiskusikan
oleh pendidik dan pemelajar.
Pembahasan kasus biasanya dilakukan
diakhir perkuliahan dan selalu disertai dengan
Kasus atau studi kasus pembahasan dikelas tentang materi (dan
sumber – sumbernya) atau konsep terkait
dengan kasus. Berbagai materi terkait dan
pertanyaan diberikan pada pembelajar.
Informasi tertulis yang berupa masalah
diberikan sebelum kelas dimulai. Fokusnya
Problem Based Learning adalah bagaimana pemelajar
(PBL) mengidentifikasikan isu pembelajaran sendiri
untuk memecahkan masalah. Materi dan
konsep yang relevan ditemukan oleh
pembelajar sendiri.
18

Dari table diatas maka perbedaan antara PBL dan metode lain yang sering
di gunakan pedidik dalam mengajar semakin jelas. Dimana PBL sangat menuntut
keaktifan siswa untuk dapat menalar suatu masalah kemudian berpikir secara
kritis untuk menghadapi masalah tersebut.
2.5.5. Langkah – langkah PBL
Proses PBL akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala
perangkat yang diperlukan (masalah, formulir pelengkap, dan lain – lain).
Pembelajar pun harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk
kelompok – kelompok kecil. Umumnya setiap kelompok menjalankan proses
yang sering dikenal dengan Proses 7 Langkah.
Adapun 7 langkah tersebut (Amir,2009), yaitu:
2.5.5.1. Mengklarifikasikan Istilah dan Konsep yang Belum Jelas
Pada langkah ini pendidik harus memastikan setiap anggota memahami
berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah. Langkah pertama ini dapat
dikatakan tahap yang membuat setiap peserta berangkat dari cara memandang
yang sama atas istilah – istilah atau konsep yang ada dalam masalah.
2.5.5.2. Merumuskan Masalah
Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan –
hubungan apa yang terjadi diantara fenomena itu. Kadang – kadang ada
hubungan yang masih belum nyata antara fenomenanya, atau ada sub – sub
masalah yang harus diperjelas dahulu.
Keunggulan dari PBL ada di perancangan perumusan masalah. Masalah
yang disajikan oleh pendidik dalam proses PBL yang baik memiliki ciri khas,
seperti berikut (Wee, kek, 2002 dalam Amir, 2009):
a) Masalah yang disajikan sedapat mungkin memang merupakan cerminan
masalah yang dihadapi di dunia kerja.
b) Masalah yang dirancang dapat membangun kembali pemahaman
pemelajar atas pengetahuan yang telah didapat sebelumnya dan
kemudian mengaitkannya dengan pengatahuan baru yang diperoleh.
c) Membangun pemikiran yang metakognitif (pemikiran yang menyadari
pemikiran sendiri) dan konstruktif. Artinya kita mencoba berefleksi
19

seperti apa pemikiran kita atas satu hal. Pemelajar menjalankan proses
PBL sembari menguji pemikrannya, mempertanyakannya, mengkritisi
gagasannya sendiri, sekaligus mengeksplor hal yang baru. Itu pula yang
dilakukannya pada gagasan orang lain, serta terus melakukan refleksi
dan memperbaiki proses yang dijalankan. Bila pemikirannya seperti ini,
maka sembari ia mencari pemecahan masalah, mencari dan menemukan
informasi yang terkait, maka sebenarnya pemelajar akan memahami
sebuah pengetahuan secara konstruktif. Artinya, pemahaman –
pemahaman itu ia bangun sendiri dengan pemikiran yang metakognitif
tadi dan dengan mencari sumber – sumber informasi baru.
d) Meningkatkan minat dan motivasi pembelajaran. Dengan rancangan
masalah yang menarik dan menantang, pemelajar akan tergugah untuk
belajar. Bila relevansinya tinggi dengan saat nanti praktik, biasanya
pemelajar akan terangsang rasa ingin tahunya dan bertekad untuk
menyelesaikan masalahnya.
e) Satuan Acara Pembelajaran (SAP) yang seharusnya menjadi sasaran
mata kuliah tetap dapat terliputi dengan baik.

Merumuskan masalah dalam PBL meliputi fitur – fitur berikut ini :


Fitur dari Masalah Hal – Hal yang Harus Diperhatikan
- Seperti apa relevansinya dengan sasaran SAP?
- Seperti apa relevansinya dengan dunia nyata?
- Apakah penyelesaian hanya menuntut
pemahaman satu topic, atau penyelesaiannya
Karakteristik menuntut integrasi multitopik atau bahkan
multidisiplin ilmu?
- Seberapa terbuka solusi masalahnya?
- Apakah masalah cukup “mengambang” (ill-
structured)?
20

- Apakah cukup mengundang rasa ingin tahu?


- Apakah cukup menantang dan menciptakan
motivasi?
Konteks - Apakah cukup membuat pemelajar harus
memanfaatkan pengetahuan terdahulunya dan
mendapatkan informasi baru?
- Sejauh mana masalah dapat menstimulasi
Lingkungan Belajar kerja sama kelompok?
dan Sumber Materi - Belajar independen seperti apa yang
diharapkan?
- Apakah perlu ada tuntunan mendapatkan
sumber materi?
- Seperti apa “isyarat” atau “petunjuk” yang
anda sisipkan disetiap masalah.
- Data / informasi seperti apa yang dituntut dari
sumber materi?(perpustakaan?cari kesumber
langsung?internet?dan sebagainya)
- Adakah skenario dari penyelesaian masalah?
- Sejauh apa rincian laporan presentasi yang
Pelapor dan harus dibuat? Bagaimana dengan lampiran –
Presentasi lampirannya?
- Bagaimana format presentasi dan diskusi?

2.5.5.3.Menganalisis Masalah
Anggota kelompok mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah
dimiliki anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi
faktual (yang tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada dalam
pikiran anggota. Mengeluarkan gagasan (brainstorming) dilakukan dalam tahap
ini. Anggota kelompok mendapatkan kesempatan melatih bagaimana
menjelaskan, melihat alternatif, atau hipotesis yang terkait dengan masalah.
2.5.5.4.Menata Gagasan dan Menganalisis Secara Sistematis dan Dalam
21

Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain,


dikelompokkan; mana yang paling menunjang mana yang bertentangan dan
sebagainya. Analisis adalah upaya memilah – memilah sesuatu menjadi bagian –
bagian yang membentuknya.
2.5.5.5.Memformulasikan Tujuan Pembelajaran
Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok
sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum
jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat.
Inilah yang akan menjadi dasar gagasan yang akan dibuat dilaporan. Tujuan
pembelajaran ini juga yang dibuat menjadi dasar penugasan penugasan individu
disetiap kelompok.
2.5.5.6.Mencari Informasi Tambahan dari Sumber yang Lain
Pada langkah ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki,
dan sudah punya tujuan pembelajaran. Kini saatnya mereka harus mencari
informasi tambahan itu, dan menentukan dimana hendak dicarinya. Mereka harus
mengatur jadwal, menentukan sumber informasi. Setiap anggota harus mampu
belajar sendiri dengan efektif untuk tahapan ini, agar mendapatkan informasi yang
relevan, seperti misalnya menentukan kata kunci dalam pemilihan,
memperkirakan topic, penulis, publikasi dari sumber pembelajaran. Pembelajar
harus memilih, meringkas sumber pembelajaran itu dengan kalimatnya sendiri
(ingatkan mereka untuk tidak hanya memindahkan kalimat dari sumber!), dan
mintalah menulis sumbernya dengan jelas. Keaktifan setiap anggota harus
terbukti dengan laporan yang harus disampaikan oleh setiap individu /
subkelompok yang bertanggung jawab atas setiap tujuan pembelajaran. Laporan
ini harus disampaikan dan dibahas dipertemuan kelompok berikutnya (langkah 7).
2.5.5.7.Mensintesa dan Menguji Informasi Baru dan Membuat Laporan
Dari laporan – laporan individu / subkelompok, yang dipresentasikan
dihadapan anggota kelompok lain, kelompok akan mendapatkan informasi –
informasi baru. Anggota yang mendengar laporan haruslah kritis tentang laporan
yang disajikan (laporan diketik dan diserahkan kesetiap anggota). Kadang –
kadang dibuat menghasilkan pertanyaan – pertanyaan baru yang harus disikapi
22

oleh kelompok. Pada langkah tujuh ini kelompok sudah dapat membuat sintesis,
menggabungkanya dan mengombinasikan hal – hal yang relevan. Sebagian bagus
tidaknya aktivitas PBL kelompok, akan sangat ditentukan pada tahap ini (untuk
kondisi kelas – kelas yang ada di Indonesia, umumnya proses ini harus terjadi
diluar kelas).
Di tahap ini, keterampilan yang dibutuhkan adalah bagaimana meringkas,
mendiskusikan dan meninjau ulang hasil diskusi untuk nantinya disajikan dalam
bentuk paper / makalah. Di sinilah kemampuan menulis (komunikasi tertulis) dan
kemudian mempresentasekan (komunikasi oral) sangat dibutuhkan sekaligus
dikembangkan.
Ketujuh langkah ini dapat berlangsung dalam beberapa pertemuan
kelompok. Tergantung kondisi dan konteks yang ada pada setiap kelas, ada yang
menjalankannya dengan 3 atau 4 pertemuan. Untuk tiga kali pertemuan, kira –
kira pembagiannya seperti berikut :
Pertemuan I : (langkah 1 – 5) di kelas, dengan difsilitasi pendidik.
Pertemuan II : (langkah 6 – 7) di luar kelas, pemelajar mandiri / berkelompok.
Pertemuan III : presentasi laporan kelompok dan diskusi kelas. Sebelum diskusi
didahului pengklarifikasikan pekerjaan oleh pendidik.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan 4 kali pertemuan dan telah
dirinci pada RPP lampiran 1.
2.5.6. Manfaat Problem Based Learning
Smith, 2005 dalam Amir, 2006 yang khusus meneliti berbagai dimensi
manfaat di atas menemukan bahwa pemelajar akan:
2.5.6.1.Menjadi Lebih Ingat dan Meningkatkan Pemahaman Atas Materi Ajar
Dengan konteks yang dekat, dan sekaligus melakukan deep learning
(karena banyak mengajukan pertanyaan yang menyelidik) bukan surface learning
(yang sekedar hafal saja), maka pemelajar akan lebih memahami materi. Kita
membutuhkan pemelajar seperti ini apappun bidang yang mereka pelajari.
2.5.6.2.Meningkatkan Fokus pada Pengetahuan yang Relevan
Banyak kritik pada dunia pendidikan kita, bahwa apa yang diajarkan di
kelas – kelas sama sekali jauh dari apa yang terjadi di dunia praktik. PBL yang
23

baik mencoba menutupi kesenjangan ini. Dengan kemampuan pendidik


membangun masalah yang sarat dengan konteks praktek, pemelajar bisa
“merasakan” lebih baik konteks operasinya di lapangan.
2.5.6.3.Mendorong Untuk Berpikir
Dengan proses yang mendorong pemelajar untuk mempertanyakan, kritis,
reflektif, maka manfaat ini bisa berpeluang terjadi. Pemelajar dianjurkan untuk
tidak terburu – burumenyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas
argumennya, dan fakta – fakta yang mendukung alasan. Nalar pemelajar dilatih,
dan kemampuan berpikir ditingkatkan. Tidak sekedar tahu, tapi juga dipikirkan.
2.5.6.4.Membangun Kerja Tim, Kepemimpinan, dan Keterampilan Sosial
Karena dikerjakan dalam kelompok – kelompok kecil, maka PBL yang
baik dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim dan
kecakapan sosial. Pemelajar diharapkan memahami peranannya dalam kelompok,
menerima pandangan orang lain, bisa memberikan pengertian bahkan untuk orang
– orang yang barangkali tidak mereka senangi. Keterampilan yang sering disebut
bagian dari soft skills ini, seperti juga hubungan interpersonal dapat mereka
kembangkan. Dalam hal tertentu, pengalaman kepemimpinan juga dapat
dirasakan. Mereka mempertimbangkan strategi, memutuskan dan persuasive
dengan orang lain.
2.5.6.5.Membangun Kecakapan Belajar
Pemelajar perlu dibiasakan untuk mampu belajar terus menerus. Ilmu,
keterampilan yang mereka butuhkan nanti akan terus berkembang, apapun bidang
pekerjaanya. Jadi mereka harus mengembangkan bagaimana kemampuan untuk
belajar (learn how to learn).
2.5.6.6.Memotivasi Pemelajar
Memotivasi belajar pemelajar, telepas dari apapun metode yang kita
gunakan, selalu menjadi tantangan kita. Dengan PBL, kita punya peluang untuk
membangkitkan minat dari dalam diri pemelajar, karena kita menciptakan
masalah dengan konteks pekerjaan. Dengan masalah yang menantang, mereka
walaupun tidak semua merasa bergairah untuk menyelesaikannya. Tetapi tentu
24

saja, sebagian diantara mereka akan ada yang justru merasa kebingungan dan
menjadi kehilangan minat. Di sini peran pendidik menjadi sangat berpengaruh.

2.5.7. Peran Pendidik Dalam PBL


Lancarnya proses PBL tergantung dengan bagaimana pendidik
memfasilitasi prosesnya, terutama proses berpikir si pemelajar. Pendidik harus
mampu menciptakan suasana dialog antara dirinya dan kelompok pemelajar, dan
antara sesama pemelajar. Waktu belajar kelompok, pendidik berusaha
menciptakan suasana yang produktif dan menyenangkan. Pendidik juga harus
mengawasi agar bahasan yang terjadi cukup komprehensif, dan kritis
mengevaluasi informasi dan sumber – sumber yang digunakan. Biasanya,
pendidik yang kurang inisiatif dalam memfasilitasi tidak mencoba menggali
pendapat pemelajar lebih jauh. Kalaupun ada, pertanyaan yang dikemukakan
adalah :”bagaimana menurut anda?” setelah itu selesai. Memfasilitasi seperti ini
dianggap pelajar membosankan. Contoh – contoh pertanyaan untuk
memfasilitasi PBL dapat dilihat seperti dalam table berikut :
Langkah I : - Apa yang anda pikirkan atas pernyataan bahwa
Mengklarifikasi istilah elektron tidak akan jatuh ke inti atom?
dan konsep yang belum - Apa yang terlindas pada pikiran anda jika saya
jelas. katakan orbital?
- Apa yang sudah anda ketahui tentang struktur
atom?
- Bisa anda jelaskan lebih jauh tentang
percobaan Rutherford?
Langkah 2 - 3: - Bagaimana anda mengatakan dengan teori
Merumuskan masalah atom Dalton kalimat anda sendiri?
dan menganalisis - Bisa anda buat urutan – urutan perkembangan
masalah sistem periodik? Mulai dari pertama…..,
kemudian….
Langkah 4 : - Bagaimana kita bisa memastikan bahwa atom
25

Menata gagasan anda terdiri dari elektron, proton dan neutron?


dan secara sistematis - Anda bisa pikirkan hal yang lain tentang
menganalisisnya dengan ikatan kimia, seperti mengibaratkan dengan
dalam. ikatan antara manusia? berikan alasan anda!
- Apakah anda sudah mempertimbangkan
kemungkinan yang ada? Berikan pendapat
anda!
- Apakah kita punya data / pengetahuan yang
cukup untuk mengatakan bahwa gas mulia
stabil? Tunjukkanlah data tersebut dan alasan
kita memberikan data tersebut.
- Dimana anda bisa mendapatkan sumber yang
menjelaskan tentang ikatan dipol tersebut?
Langkah 5 : - Apa saja yang anda anggap penting untuk
Penentuan tujuan menyelesaikan masalah yang ada?
pembelajaran - Sudahkah anda mendaftar semua pertanyaan
kunci?
- Mengapa anda anggap isu / tujuan ini penting?
- Mengapa anda menyertakan data mengenai
masalah yang anda bahas tersebut?
Langkah 6 : - Coba gambarkan apa yang anda pelajari
Mencari informasi tentang teori atom Thomson?
tambahan dari sumber - Jelaskan apa yang anda pahami atas ungkapan
yang lain (di luar diskusi roti kismis?
kelompok) - Apakah yang anda maksudkan dengan
elektronegatif? Bisakah anda jelaskan lebih
spesifik?
- Bisa anda elaborasi lagi tentang sistem
periodik dan perkembangan teori atom?
- Mengapa rutherford menggunakan lempeng
26

Au pada percobaannya?
- Jelaskan strategi yang anda buat untuk
menjelaskan teori sistem periodik modern?
- Apa konsekuensinya jika atom memiliki
elektron tak berpasangan?
Langkah 7 : - Apa tiga hal kunci yang anda pelajari tentang
Saat laporan (paper dan struktur atom?
presentasi kelompok) - Apa yang anda pelajari tentang diri anda, dan
rekan kelompok?
- Sumber baru apa atau mana yang anda peroleh
dari diskusi ini?
- Bagimana cara menerapkannya disituasi yang
lain?
- Tindak lanjut seperti apa yang anda
rekomendasikan?
Selain mampu menyusun pertanyaan yang dapat merangsang rasa ingin
tahu pemelajar dan menciptakan suasana yang hidup pendidik juga berperan
sebagai :
a. Narasumber
Dimana pendidik berperan dalam menyusun masalah yang akan
diselesaikan siswa, sebagai sumber pembelajaran untuk informasi yang tidak
ditemukan dalam sumber pembelajaran bahan cetak maupun media elektronik,
melakukan evaluasi hasil pembelajaran.
b. Fasilisator
Pada peran yang seperti ini pendidik bertugas membagi kelompok dan
mengatur jalannya diskusi, memberikan informasi pada saat yang tepat sesuai
situasi kelompok, memastikan bahwa tiap sesi diskusi ditutup dengan self
evaluation, menjaga motivasi siswa untuk tetap tertantang memecahkan masalah
yang ada, mengevaluasi penerapan PBL yang telah dilakukuan.
2.5.8.Tujuan Menggunakan Problem Based Learning
27

Menurut Ibrahim (Amir,2009) Problem Based Learning bertujuan untuk


mengembangkan :
1.Pengetahuan, dasar – dasar materi sesuai konteks
2.Keterampilan, berupa penalaran ilmiah, berpikir kritis, berpikir tingkat
tinggi melek informasi, keterampilan pengaturan diri, belajar sepanjang
hayat.
3.Sikap, berupa kerjasama keterampilan,keterampilan interpersonal, meniru
peran orang dewasa, percaya diri.
4.Memungkinkan siswa untuk sadar teknologi.

2.6. Struktur Atom


2.6.1. Struktur Atom
Setiap unsur memiliki bentuk atom yang berbeda – beda sehingga sifat
fisik dan kiminya berbeda. Atom suatu unsur berbeda dengan atom unsur lainnya.
Sejak awal abad ke – 20 telah disepakati bahwa setiap atom mengandung 3
macam partikel, yaitu proton, neutron, dan elaktron.
a. Elektron
Elektron ditemukan pertama kali oleh J.J. Thomson dengan menggunakan
tabung sinar katoda. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Thomson dapat
disimpulkan bahwa sinar katoda merupakan aliran partikel bermuatan negatif dan
dinamakan elektron. J.J. Thomson berhasil menentukan perbandingan muatan
elektron terhadap massa elektron berdasarkan pengukuran simpangan berkas
elektron dalam medan magnet. Besarnya perbandingan sebagai berikut :

b. Proton
Penemuan inti atom berasal dari penemuan unsur radioaktif. Unsur
radioaktif akan meluruh secara spontan karena inti atomnya tidak stabil. Ernest
Rutherford melakukan percobaan dengan menembak radiasi α pada lempengan
emas tipis. Berdasarkan percobaan tersebut, Rutherford menyimpulkan bahwa di
dalam atom terdapat inti yang bermuatan positif dan inti yang bermuatan positif
ini disebut proton.
28

c. Neutron
James Chadwick melakukan percobaan dengan menembak lempeng
belirium menggunakan radiasi α. Hasil penembakan menandakan adanya partikel
yang tidak bermuatan. Partikel tidak bermuatan ini dinamakan neutron. Neutron
mempunyai massa yang hampir sama dengan massa proton. Jadi, di dalam inti
atom terdapat 2 partikel, yaitu proton yang bermuatan positif dan neutron yang
tidak bermuatan. Dengan demikian, muatan inti atom merupakan muatan proton.

2.6.2. Teori Model Atom


2.6.2.1.Teori Atom Democritus
Menurut Democritus, jika sebuah batu dibelah dua kemudian setiap hasil
pembelahan tersebut dibelah kembali, dan demikian seterusnya hingga tidak dapat
dibelah lagi, setiap belahan batu mempunyai sifat yang sama dengan batu asal.
Democritus menyebut bagian dari belahan batu yang paling kecil itu dengan
istilah atomos (A = tidak, TOMos = dipotong – potong), yang artinya “invisible
(tidak terlihat)”.
2.6.2.2.Model Atom Dalton
John Dalton menjelaskan model atom berdasarkan data – data perhitungan
saat mengamati reaksi – reaksi kimia. Dalton berpendapat bahwa :
a. Atom adalah bagian terkecil dari suatu zat.
b. Atom berbentuk bola sederhana yang sangat kecil, tidak dapat dibelah,
diciptakan, maupun dimusnahkan.
c. Unsur yang sama mengandung atom – atom yang sama.
d. Atom – atom dari unsur yang berbeda dapat bergabung menyusun
senyawa dengan perbandingan tetap.
e. Atom – atom bergabung membentuk senyawa dengan angka dan
perbandingan yang bulat dan sederhana.
2.6.2.3.Model Atom J.J. Thomson
J.J Thomson dalam percobaan dengan menggunakan tabung sinar katoda
menyatakan, “atom merupakan awan yang bermuatan positif. Pada tempat tertentu
di dalam awan tersebut terdapat elektron yang bermuatan negatif”. Teori atom
29

Thomson diketahui kurang tepat setelah penemuan inti atom oleh Rutherford.
Muatan positif tidak tersebar sebagai awan, tetapi berada pada inti atom yang
sangat kecil.
2.6.2.4.Teori Atom Ernest Rutherford
Ernest Rutherford mengemukakan bahwa seluruh muatan positif terletak
di pusat atom dan dinamakan inti atom. Selain inti atom, terdapat elektron yang
bermuatan negatif dan mengitari inti atom dengan kecepatan tinggi. Muatan inti
atom dan muatan elektron berjumlah sama. Model atom Rutherford memiliki
kelemahan, yaitu tidak dapat menerangkan penyebab elektron tidak jatuh ke inti
atom akibat mengitari inti atom.
2.6.2.5.Teori Atom Bohr
Secara ringkas, teori yang dikemukakan Niels Bohr (teori atom Bohr)
adalah sebagai berikut:
a. Elektron mengelilingi inti atom pada tingkat – tingkat energy (kulit)
tertentu.
b. Elektron dapat berpindah dari tingakat energi satu ke tingkat energy lain.
1. Apabila dari tingkat energi rendah ke tinggi, disebut eksitasi, hal itu
dicapai dengan cara menyerap energi.
2. Apabila dari tingakt energi tinggi ke rendah, disebut deeksitasi, hal itu
dicapai dengan cara pemancaran energy.
Gerakan elektron telah diukur secara matematik dan akurat. Namun teori
atom Bohr memiliki kelemahan, yaitu :
a.Teori atom Bohr tidak dapat menerangkan spectrum atom yang lebih
rumit.
b. Teori Bohr tidak dapat menjelaskan adanya modifikasi pengaruh
medan magnet dalam atom hidrogen.
2.6.2.6. Model dan Teori Atom Modern
Pendapat de Broglie yang dikembangkan oleh Edwin Schrodinger dan
Warner Heisenberg melahirkan teori atom modern yang dikenal dengan Teori
Mekanika Kuantum. Prinsip dasar teori tersebut adalah gerakan elektron dalam
mengelilingi inti bersifat seperti gelombang. Berdasarkan teori mekanika
30

kuantum, keberadaan elektron dalam lintasan tidak dapat ditentukan dengan pasti,
yang dapat diketahui hanya daerah kebolehjadian ditemukan elektron.

2.6.3. Nomor Atom dan Nomor Massa Suatu Unsur


Jumlah proton yang terdapat di dalam inti atom dinyatakan sebagai nomor
atom. Nomor atom dinotasikan dengan Z atau NA. Muatan inti atom merupakan
muatan proton, yaitu bermuatan positif sedangak elaktron yang mengelilingi inti
atom bermuatan negatif. Secara keseluruhan, atom bersifat netral (tidak
bermuatan). Artinya, jumlah mautan positif harus sama dengan jumlah muatan
negatif. Persamaan dapat ditulis :
Jumlah proton (p) = jumlah elektron (e)
p=e
Nomor Massa menunjukkan massa atom unsur tersebut. Nomor massa
dinotasikan A atau NM. Massa atom merupakan jumlah massa partikel
penyusunnya, yaitu massa proton, neutron, dan elektron.
Nomor massa = jumlah massa proton + jumlah massa neutron
Lambang unsur ditulis sebagai berikut :
keterangan :
A A = nomor massa (NM) = jumlah massa proton + jumlah
massa neutron
Z Z = nomor atom (NA) = jumlah proton dalam inti
X = lambang unsur
Jumlah neutron ditentukan sebagai berikut :
Jumlah neutron = A – Z = NM – NA
2.6.4. Isotop, Isobar, dan Isoton
2.6.4.1. Isotop
Isotop adalah unsur yang mempunyai nomor atom sama, tetapi nomor
massa berbeda. Contohnya adalah atom C. Atom C mempunyai jumlah proton
sama, tetapi nomor massa tiap – tiap aatom berbeda. Lambang unsurnya
dituliskan .
a.Sifat Isotop
31

Sifat kimia unsur ditentukan dari jumlah protonnya. Isotop


mempunyai jumlah proton yang sama maka sifat kimia isotop tersebut
sama. Jadi, tidak ada perbedaan sifat reaksi dari isotop – isotop jika
bereaksi dengan unsur – unsur yang lain. Perbedaan isotop – isotop suatu
unsur ialah nomor massanya sehingga mempengaruhi sifat fisik dari unsur
tersebut.
2.6.4.2. Isobar
Isobar adalah unsur yang mempunyai nomor atom berbeda, tetapi
mempunyai nomor massa sama. Jadi, isobar terdiri atas unsur – unsur yang
berbeda, tetapi nomor massanya sama. Contohnya ialah .

2.6.4.3. Isoton
Isoton adalah unsur yang mempunyai jumlah neutron sama, tetapi
mempunyai nomor atom berbeda. Contohnya adalah Be dan B.
Unsur Be mempunyai jumlah proton = jumlah elektron = nomor atom = 4
dan nomor massa = 9 maka jumlah neutron = NM –NA
= 9 – 4 = 5.

2.6.5. Massa Atom Relatif (Ar) dan Massa Molekul Relatif (Mr)
Massa satu atom atau molekul terlalu kecil untuk digunakan dalam
perhitungan. Untuk memudahkan, massa atom dan molekul dinyatakan dengan

satuan massa atom (sma). Satu sma didefenisikan sebagai kali massa sebuah

atom netral.
a. Massa Atom Relatif (Ar)
Massa atom relatif unsur adalah massa rata – rata dari isotop –
isotop suatu unsur (dalam sma) sesuai kelimpahannya di alam.

b. Massa Molekul Relatif (Mr)


Massa molekul relatif adalah massa rata – rata dari molekul (dalam
sma) sesuai kelimpahannya di alam. Massa molekul merupakan jumlah
32

dari massa atom – atom penyusunnya. Dengan demikian, massa molekul


relatif dapat diperoleh dari jumlah massa atom relatif unsur – unsur
penyusun senyawa.
Contoh : berapa massa molekul realtif senyawa H 2SO4, jika Ar H = 1, S =
32, dan O = 16?
Jawab : perhitungan massa molekul relatifnya sebagai berikut :
Mr H2SO4 = (2 x ArH) + (1 x Ar S) + (4 x Ar O)
= (2 x 1) + (1 x 32 ) + (4 x 16 )
= 98.
Jadi, massa molekul relatif senyawa H2SO4 adalah 98.

2.6.6. Konfigurasi Elektron dan Elektron Valensi


2.6.6.1. Konfigurasi Elektron
Konfigurasi elektron adalah penataan elektron dalam atom. Konfigurasi
elektron ditentukan oleh jumlah elektron. Elektron bergerak mengelilingi inti pada
lintasan yang disebut kulit. Kulit pertama dinamakan kulit K, kulit kedua
dinamakan L, dan seterusnya hingga kulit terakhir yaitu Q. Pengaturan pengisian
elektron per kulit berdasarkan pengisian jumlah elektron maksimum yang
dirumuskan oleh Pauli.
2n2 keterangan : n = menunjukkan nomor kulit.
Berdasarkan rumusan Pauli, diberikan contoh pada tabel berikut ini.
Kulit Nomor kulit (n) Jumlah elektron
maksimum
K 1 2 (1)2 = 2
L 2 2 (2)2 = 8
M 3 2 (3)2 = 18
N 4 2 (4)2 = 32
O 5 2 (5)2 = 50
P 6 2 (6)2 = 72
Q 7 2 (7)2 = 98
33

2.6.6.2. Elektron Valensi


Elektron valensi menunjukkan jumlah elektron pada kulit paling luar dari
suatu atom netral. Cara menentukan elektron valensi, yaitu dengan menuliskan
kofigurasi elektron. Jumlah elektron pada kulit yang paling luar merupakan
jumlah elektron valensi. Elektron valensi juga digunakan untuk menentukan letak
golongan suatu atom pada tabel sistem periodik unsur.

2.6.7. Sifat Periodik Unsur


Sifat unsur yang berubah secara teratur disebut sifat periodik unsur. Sifat
– sifat unsur yang mengalami keperiodikan meliputi jari – jari atom, potensial
ionisasi, afinitas elektron, dan keelektronegatifan.

2.6.7.1. Jari – jari atom


Jari – jari atom adalah jarak dari inti atom sampai kulit terluar suatu atom.
Pada tabel sistem periodik unsur jari – jari atom untuk unsur dalam satu golongan,
semakin ke bawah akan semakin besar. Adapun dalam satu periode, dari kiri ke
kanan jari – jari atom semakin kecil.
2.6.7.2. Afinitas Elektron
Afinitas elektron adalah energi yang dibebaskan oleh atom yang berwujud
gas jika menerima sebuah elektron. Contoh : Cl2 (g) + 2e- → 2Cl-
Dalam satu periode, dari kiri ke kanan, afinitas elektron cenderung
semakin besar. Adapun dalam satu golongan, dari bawah ke atas, afinitas elektron
cenderung semakin besar.
2.6.7.3. Energi Ionisasi
Energi ionisasi didefenisikan sebagai energy minimum yang dibutuhkan
suatu atom netral yang berwujud gas untuk melepaskan elektron terluar sehingga
membentuk ion positif. Contoh : Na (g) → Na+ + e-
Dalam satu periode, dari kiri ke kanan, energi ionisasi cenderung semakin
besar. Adapun dalam satu golongan, dari atas ke bawah, energi ionisasi cenderung
semakin kecil.
2.6.7.4. Keelektronegatifan
34

Kecenderungan setiap unsur dalam menarik elektron berbeda – beda.


Besarnya kecenderungan suatu atom untuk menarik elektron disebut dengan
keelektronegatifan. Nilai keelektronegatifan berkaitan dengan afinitas elektron
dan energi ioisasi. Dalam satu periode, keelektronegatifan unsur – unsur dari kiri
ke kanan semakin besar. Adapun dalam satu golongan, dari atas ke bawah
semakin kecil.

Tabel elektron valensi beberapa unsur


Atom Jumlah Konfigurasi elektron Elektron
elektron K L M N O P valensi
2 He 2 2 2
5 B 5 2 3 3
9 F 9 2 7 7
15 P 15 2 8 5 5
18 Ar 18 2 8 8 8
34 Se 34 2 8 18 6 6

2.7. Kerangka Berpikir


Dari penjelasan pendapat – pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnya proses belajar itu tidak hanya menekankan pada aspek
pengetahuan dan pemahaman, tetapi aspek aplikasi, analisis, sintesis, bahkan
evaluasi juga harus ditekankan. Hal ini sangat penting karena siswa akan dapat
mengembangkan daya nalarnya dalam memecahkan permasalahan dan
mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata.
Oleh karena itu diperlukan pembelajaran yang tidak hanya memberikan
ceramah dan latihan mengerjakan soal-soal dengan cepat tanpa memahami konsep
secara mendalam. Salah satu alternatif yang tepat adalah dengan menerapkan
35

pembelajaran yang mampu mengkondisikan siswa sedemikian rupa sehingga


siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran, memupuk kerjasama diantara
siswa, serta melatih keterampilan berpikir siswa secara kritis sehingga mampu
memecahkan permasalahan yang dihadapi yaitu pembelajaran berbasis masalah.
Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran
yang saat ini sedang dikembangkan. Walaupun tidak terlalu baru tetapi
keberhasilan model ini diterapkan dalam dunia pendidikan menarik minat banyak
peneliti untuk meneliti metode ini pada bidang lain. Demikian halnya dengan
penulis tertarik menerapkan metode ini dibangku sekolah menengah pertama.
Menurut H.S.Barrus,1982 dalam Ibrahim, 2005 “PBL adalah suatu model
pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai
sebagai titik awal akuisisi dan integrasi pengetahuan baru. jadi, model
pembelajaran PBL adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah –
masalah di dunia nyata menjadi latihan pada siswa untuk memecahkan masalah
tersebut.
Pada metode ini siswa bekerja sama dalam satu kelompok untuk mencari
pemecahan masalah yang telah diberikan oleh guru. Sebagai orang yang
merancang masalah maka pada model ini guru berperan sebagai sumber dan
fasilisator bagi siswa atas informasi apa yang tidak diperolehnya dibuku atau
media elektronik.
Masalah yang dibahas dalam model pembelajaran PBL adalah masalah
yang nyata dalam kehidupan sehari – hari dan dapat dilihat langsung oleh siswa
sehingga menarik minat siswa untuk memecahkan masalah tersebut. Keinginan
siswa untuk memecahkan suatu masalah merangsang rasa ingin tahu siswa untuk
mengetahui lebih banyak lagi mengenai masalah tersebut. Apa penyebabnya?,
dimana terjadinya?, apa akibatnya? Dan lain sebagainya. Pertanyaan – pertanyaan
seperti ini akan muncul dibenak siswa. Sehingga, siswa mencari informasi dari
berbagai sumber dan kemudian merangkainya. Pada tahap merangkai informasi
tersebutlah dibutuhkan nalar siswa agar tidak salah dalam menafsirkan masalah.
Setelah masalah terlihat atau terbuka dengan jelas maka diperlukan
kemampuan berpikir siswa untuk memecahkan masalah tersebut. Kemampuan
36

berpikir ini diharapkan yang kritis sehingga, solusi yang dihasilkan benar – benar
memecahkan masalah bukan menambah masalah baru. Seringnya siswa
menggunakan nalarnya akan mengasah kemampuan berpikirnya untuk lebih kritis
tehadap hal – hal di sekitarnya. Sehingga, siswa menjadi biasa memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari – hari.

2.8. Hipotesis
Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
: Tidak ada pengaruh yang signifikan kemampuan penalaran dan berpikir
kritis siswa dengan model pembelajaran Problem Based Learning.
: Ada pengaruh yang signifikan kemampuan penalaran dan berpikir kritis
siswa dengan model pembelajaran Problem Based Learning.
Atau:
: ≠

: =
37

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Swasta YAPIM Medan yang beralamat di
Air Bersih, Medan.

3.2. Populasi dan Sampel


3.2.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dengan kata lain wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Keseluruhan kelas yang ada di sekolah YAPIM
ada 2 kelas, dari 2 kelas tersebut diambil secara acak yang mana kelas kontrol dan
kelas eksperimen.
Populasi dalam sampel ini adalah siswa SMA Swasta YAPIM yang
berjumlah rata – rata 52 orang siswa per kelas.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, atau objek
populasi yang mewakili keseluruhan. Dalam penelitian ini penulis mengambil
sampel hanya dua kelas. Yang akan penulis ambil secara acak (random
sampling). Kedua kelas tersebut akan dibagi menjadi kelas eksperiment diberi
perlakuan khusus dengan problem based learning dan kelas kontrol diberi
perlakuan seperti biasanya yaitu pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan.

3.3. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional


3.3.1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variable bebas dan dua
variable terikat. Adapun yang menjadi variabel – variabel dalam penelitian ini
adalah:
38

a.Variabel bebas (x) adalah : Model pembelajaran (meliputi model


pembelajaran konvensional dan model pembelajaran problem based
learning) dan kemampuan siswa (meliputi kemampuan tinggi dan
rendah).
b. Variabel terikat (y) adalah : Kemampuan penalaran dan
kemampuan berpikir kritis siswa.

3.3.2. Defenisi Operasional


Adapun Defenisi operasional masing – masing veriabel adalah sebagai
berikut:
a.Model pembelajaran
1. Model pembelajaran problem based learning merupakan model
pembelajaran yang menjadikan masalah dunia nyata sebagai konteks
siswa untuk belajar memecahkan masalah. Dimana pada model
pembelajaran ini pembelajaran berpusat pada siswa sebagai pembelajar.
2. Model pembelajaran konvensional merupakan suatu metode dimana
pembelajaran berpusat pada guru. Pada metode ini guru memberikan
ceramah kemudian siswa bersifat fasif mendengarkan ilmu yang
ditransfer oleh guru.

3.4. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan metode
pemberian test. Dimana test diberikan sebanyak dua kali. Sebelum diberikan
perlakuan (pre test) untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dan yang kedua
diberikan setelah perlakuan (post test).

3.5. Instrument Penelitian


Instrument penelitian Tes subjektif disebut juga sebagai tes essay. Tes
essay adalah butiran soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban
atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan
pikiran peserta tes. Soal essay juga menuntut siswa untuk dapat menghubungkan,
39

dan atau menyampaikan gagasan dengan kata – kata sendiri, serta dapat
mambantu siswa untuk meningkatkan daya kreativitas siswa. (Arikunto,2003).
Tes essay ini diyakini mampu menjaring kemampuan penalaran dan berpikir kritis
siswa.
1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrument yang
digunakan untuk memperoleh data sudah valid / sah atau belum? Pada penelitian
uji validitas dilakukan dengan menggunakan validator ahli.
2. Uji Reabilitas
Uji reabilitas digunakan untuk mengukur tingkat tinggi kepercayaan dari
suatu instrument. Pada penelitian ini uji reabilitas dilakukan dengan
menggunakan KR – 20 sebagai berikut :

r11 =

Dimana :
r11 = reabilitas test secara keseluruhan

= Jumlah varians butir soal

= varians total
n = Banyaknya item
Suatu soal dikatakan reliabel apabila r hitung > rtabel yang diperoleh dari tabel
nilai r pada tabel Product Moment dengan taraf signifikan 5 % atau .
3.6. Rancangan dan Prosedur Penelitian
3.6.1.Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental. Dalam penelitian ini ada 2 (dua)
kelompok, yaitu : kelompok eksperiment dan kelompok kontrol. Kelompok
eksperiment diberikan perlakuan khusus dengan pembelajaran berbasis masalah
(Problem Based Learning), sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan
perlakuan khusus hanya diberikan metode pengajaran biasa atau metode
konvensional.
40

Adapun desain penelitian yang digunakan adalah :

Kelas Test kemampuan Perlakuan Test hasil


awal belajar
(pre test) (post test)

Eksperiment T1 X T2

Kontrol T2 Y T2

Dimana :

T1 = Test Kemampuan Awal


T2 = Test Hasil Belajar
X = Perlakuan dengan Pembelajaran PBL
Y = Perlakuan demgan pengajaran konvensional
3.6.2. Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tahapan – tahapan sebagai berikut :
a. Tahapan persiapan
Tahapan ini meliputi :
- Menetapkan jadwal penelitian
- Menyusun SP
- Menyusun permasalahan
- Menyusun soal test dari permasalahan yang telah disusun
- Uji test awal (Pretest)
b. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini kegiatannya meliputi :
- Pengambilan kelas sampel dari populasi yang ada dengan cara pengundian
- Membagi sampel menjadi kelas control dan kelas eksperimen, kemudian
kelas eksperiment dan kelas kontrol diberikan test kemampuan test awal
untuk mendapatkan data awal.
- Siswa diberikan pengajaran. Dikelas eksperiment diterapkan pembelajaran
problem based learning, sedangkan untuk kelas kontrol dengan pengajaran
konvensional, pengajaran yang dilakukan searah dan terpusat pada guru.
41

- Siswa diberi test hasil belajar untuk mengukur hasil belajar siswa kemudian
dilakukan uji hipotesis.
- Setelah uji hipotesis dapat diambil kesimpulan.
Tahapan penelitian dapat digambarkan dalam diagram berikut ini :

Populasi

Sampel

Kelas
Kelas Kontrol
Eksperiment
Test Kemampuan
awal

Problem Based Konvensional


Learning
Kesimpulan
Gambar : Skematik Pelaksanaan Penelitian
Test Hasil
Belajar

3.7. Teknik Analisis Data Analisis Data


Teknik analisis data dilakukan dengan cara berikut :
1. Data hasil pretest dan post test dari kedua sampel disusun dalam table

2. Menenukan rata – rata hitung dengan rumus :

Menentukan simpangan baku digunakan rumus :

(Arikunto,2006)

Dimana :
SD = Varians nilai
= Jumlah nilai total
= Jumlah kuadrat nilai
n = Sampel
42

3.7.1. Uji Normalitas

Dalam percobaan ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji


normalitas chi – kuadrat. Langkah – langkah yang dilakukan dalam pengujian
adalah sebagai berikut :
1. Menentukan batas interval, dimana interval kelas atas + 0,5 dan interval
kelas bawah – 0,5.

2. Mengubah batas tersebut sesuai dengan angka baku Z dengan


menggunakan rumus angka baku :

3. Dari batas kelas maka didapat luas kurva yang dapat dilihat dari tabel
distribusi standart.

4. Menghitung luas kelas dengan mencari selisih antara Z2 – Z1.

5. Menghitung nilai hi = luas interval x 100.

6. Frekuensi amatan (Oi) adalah frekuensi dari data yang didapat (harga f)

7. Menghitung chi – kuadrat sesuai dengan rumus :

X2 hitung =

8. Mencari X2 tabel dengan dk = (dk – 3), dimana dk = banyak kelas.

Hipotesis normalitas diterima jika X 2hitung ≤ X2tabel untuk uji chi – kuadrat
dengan taraf α = 0,05 dan sebaliknya akan ditolak.
3.7.2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara


varians terbesar dibandingkan varian terkecil, dengan langkah – langkah sebagai
berikut :
1. Menuliskan Ha dan Ho dalam bentuk kalimat

2. Menuliskan Ha dan Ho dalam bentuk statistik.

3. Mencari F hitung dengan rumus :

4. Menghitung F tabel = F (n varians terbesar – 1, n varians terkecil – 1)

5. Membandingkan F hitung dengan F table


43

Kriteria pengujian adalah jika F hitung ≤ F tabel maka Ho diterima


(homogen) pada taraf α = 0,05.
3. 8. Persentasi Peningkatan Hasil Belajar
Untuk mengetahui besarnya persentasi peningkatan kemampuan penalaran
dan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari hasil pretest dan post test siswa yang
diajarkan dengan pembelajaran Problem Based Learning dan melalui
pembelajaran konvensional sehingga, dapat dihitung dengan menggunakan rumus
g Faktor (Faktor Ternormalisasia) berikut :

g=

Berdasarkan nilai g faktor peningkatan hasil belajar siswa dapat


dikategorikan sebagai berikut :
Nilai g faktor < 0,3 dikategorikan rendah
Nilai g faktor 0,3 < g<0,6 dikategorikan sedang
Nilai g faktor > 0,6 dikategorikan tinggi

Anda mungkin juga menyukai