Anda di halaman 1dari 71

KONSEP HAK ẒOFAR PRESPEKTIF MAZHAB

SYAFI’I

RISALAH

Karya tulis sebagai salah satu syarat kelulusan


Ma’had Aly Marhalah Ula

(konsentrasi Fikih-Ushul Fikih)

Oleh:
ABD. WAFI ROHIQIM MAKHTUM
NIRM: 161912104003

MA’HAD ALY SALAFIYAH SYAFI’IYAH


SUKOREJO-SITUBONDO
2022
KONSEP HAK ẒOFAR PERSPEKTIF MAZHAB
SYAFI’I

RISALAH
(Konsentrasi Fikih-Ushul Fikih)

Diajukan Kepada Ma’had Aly (Lembaga Kader Ahli Fikih) Sukorejo Situbondo
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan
Pendidikan Ma’had Aly Marhalah Ula

Oleh:
NAMA: ABD. WAFI ROHIQIM MAKHTUM
NIRM: 161912104003

MA’HAD ALY SALAFIYAH SYAFI’IYAH


SUKOREJO-SITUBONDO
2022
PERSEMBAHAN

Semoga tulisan ini layak untuk dikatakan karya tulis dan layak untuk
dipersembahakan.
Tulisan ini saya persembahakan untuk:
1. Abi Misnadin dan Umi Yayuk Suprihatin yang tiada henti menorehkan
kasih dan sayang sepanjang masa untuk penulis.
2. Adekku tercinta Abd Gani Ibnu Athaillah yang memotifasi panulis
untuk selalu tegar dalam menghadapi semua persoalan.
3. Segenap keluarga yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu.

IV
MOTTO

َََ َََ َ ََ
َ‫ال َر َكةََ َب َر َكة‬
َ ََ‫كَ َف َأنََف‬
َ ‫ت َر‬
َ

“Bergeraklah! Karena sesungguhnya pada setiap pergerakan


terdapat berkah”

V
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرمحن الرحيم‬


Segala puji kucurahkan kepada sang pemberi kekuatan dan kemampuan
serta daya dan upaya yang telah mengijinkan hambanya yang hina menyelesaikan
tugas risalahnya. Ungkapan kata syukur yang tak terukur meluap dari lisan kotor
hambanya sebagai rasa terimakasih karena telah senantiasa dan semoga akan selalu
melapangkan nikmat-nikmatnya kepada tetesan air hina ini.

Tulisan kecil ini lahir menjadi persyaratan selesainya studi pada program
strata satu (S1) jurusan Fikih Usul Fikih di Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah
Sukorejo Situbondo guna memperoleh gelar sarjana agama (S.Ag) dalam bidang
Fikih Ushul Fikih.

Siapa yang tidak bisa bersyukur kepada sesamanya maka dia tidak akan
bersyukur kepada penciptanya. Ungkapan terimakasih selanjutnya kami suguhkan
kepada mereka yang selalu ada untuk membantu lancarnya proses pengerjaan
risalah ini:

1. Abi dan Umi (Misnadin dan Yayuk Suprihatin) sebagai tulang punggung
penulis, yang penulis tak berdaya tanpa kasih sayang, doa serta dukungan dari
beliau berdua, tak lupa juga adikku tersayang Abd Gani Ibnu Athaillah yang
telah memberikan semangat dan warna baru di kehidupan penulis dengan
kekehan kecilnya.
2. KHR. Azaim Ibrahimy, bimbingan ruhani serta doa beliau tak pernah luput
menyertai penulis walaupun tak pernah ada sebiji kutupun sumbangsih
kebaikan dari penulis untuk pesantren umumnya dan secara khusus untuk
beliau.
3. KH. Afifuddin Muhajir, M.H.I., senantiasa membentengi pemahaman penulis
menghadapi perkembangan dan perubahan di zaman ini. Sebagai tauladan
dalam berfikir, penulis sangat benyak menggali ilmu pengetahuan dari beliau
sebagai pijakan dasar penyusunan risalah ini.

VI
4. KH. Abdurrahman al-Kayyis, yang selalu membina penulis dalam menempuh
kehidupan di Asrama Ma’had Aly tercinta ini.
5. Ust. Asmuki M.H.I dan Ust. Achmad Luhtfi M.Ag, yang tak pernah henti-
hentinya merelakan dan meluangkan waktu beliau hanya untuk membimbing
dan mengarahkan penulis selama penulisan risalah ini agar tulisan ini selalu
berada pada relnya.
6. Segenap dosen dan ustaz Ma’had Aly Sukorejo Situbondo yang telah
memberikan segenap pengetahuan dan mengajar penulis selama berproses di
bangku penulisan dan ikut berperan dalam memberikan informasi, data,
referensi dan yang lain-lain.
7. Seluruh civitas akademika Ma’had Aly Marhalah Ula yang tak bisa
disebutakan satu-persatu yang sudah embantu penulis dari balik layar yang
entah jasanya bisa penulis bayar.
8. Seluruh sahabat-sahabat Ma’had Aly terutama angkatan 2019 yang tak pernah
jenuh bersama dan selalu mewarnai kehidupan penulis serta selalu memberikan
pelajaran moral yang sangat tak ternilai harganya.
9. Sahabat-sahabat penulis diluar Ma’had Aly yang tak jauh berpengaruh kepada
lancarnya penulisan risalah ini. Utamanya yang selalu memberikan dan
memperbarui semangat penulis untuk selalu melanjutkan penulisan risalah ini.

Sukorejo, 23 Mei 2022


Penulis,

Abd.Wafi Rohiqim M
NIRM:161912104003

VII
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN I
LEMBAR PERSETUJUAN II
NOTA DINAS III
PERSEMBAHAN IV
MOTTO V
KATA PENGANTAR VI
DAFTAR ISI VIII
ABSTRAK X
PEDOMAN TRANSLITERASI XII

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 6

D. Manfaat Penelitian 7

E. Kajian Penelitian Terdahulu 8

F. Definisi Istilah 8

G. Kerangka Berfikir 10

H. Metode Penelitian 10

I. Sstematika Penelitian 11

BAB II LANDASAN TEORI 13

A. Hak 13

1. Pengertian Hak 13

2. Rukun-rukun Hak 15

VIII
3. Macam-macam Hak 15

4. Sumber-sumber Hak 19

B. Ẓofar 20

1. Definisi Istilah 20

2. Landasan Ẓofar 20

3. Hukum Ẓofar 22

4. Syarat-syarat Ẓofar 23

BAB III PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN 25


A. Paparan Data 25

1. Contoh kasus Ẓofar dalam kitab-kitab Syafi’iyah dan kitab-kitab

muqaranah yang memuat pendapat mazhab Syafi’iyah 25

B. Pembahsan 30

1. Pandangan ulama Syafi’iyah mengenai hak Ẓofar 30

BAB IV PENUTUP 41

A. Kesimpulan 41

B. Saran 42

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN REFRENSI
BIODATA PENULIS

IX
ABSTRAK

Nama : Abd. Wafi Rohiqim Makhtum


Pembimbing : 1. Dr. Asmuki M.H.I.
2. Ach Luthfi M.Ag.
Judul risalah : Konsep Hak Ẓofar Perspektif Mazhab Syafi’i
Katak kunci : Hak, ẓofar .

Hak ẓofar merupakan konsep yang penting dalam khazanah fikih islami, karna hak
ẓofar menaungi banyak dari persoalan yang ada dalam bab-bab fikih. Namun
kebanyakan dari kalangan ulama fikih membahas hak ẓofar dalam bab dakwa dan
pembuktian, sebagian lagi ada yang membahasnya dalam bab tentang barang
titipan, bab gosab, dan bab nafkah. Inilah yang manjadi alasan penulis untuk
membahas hak ẓofar secara mandiri dengan mengumpulkannya dalam sebuah
konsep utuh dengan mengambil rujukan utama dari kitab-kitab syafi’iyah dan
dengan menggunakan teori hak yang akan menjadi pisau analisis untuk membangun
sebuah rumusan baru dari kosep hak ẓofar ini. Dengan mengunakan pendekatan
kajian pustaka penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk melakukan
penelitian terhadap konsep hak ẓofar dan selanjutanya melalui studi komparatif,
data-data tersebut akan disatukan menjadi sebuah konsep utuh. Dari penelitian
tersebut penulis menjumpai temuan baru bahwa hak ẓofar tidak hanya mencakup
harta benda melaikan juga manfaat dan tanggungan. Dan dari situ penulis juga
membangun konsep utuh tentang hak ẓofar yang telah diramu dengan konsep hak
dengan kesimpulan bahwa : 1) hak ẓofar bisa dipandang dari jenis barang yang
diambil 2) hukum ẓofar dari kaitannya dengan hak-hak.

X
‫امللخص‬

‫ان حق الظفر مفهوم مهم يف خزينة الفقه اإلسالمي ألن حق ظفر يشمل على كثري من املسائل‬
‫املوجودة يف ابواب الفقه‪.‬اال ان اكثرالفقهاء قد حبثه يف ابب الدعوى والبينات ومنهم من ذكره يف ابب‬
‫الوديعة و منهم من ذكره يف ابب الغصب ومنهم من جعله يف ابب النفقة‪ .‬وهذا هو سبب قيام املؤلف‬
‫مبناقشة حقوق ظفر بشكل مستقل من خالل مجعها مبفهوم كامل من خالل أخذ املرجع الرئيسي من‬
‫كتب الشافعية‪ .‬وابستخدام نظرية احلقوق اليت ستكون النظرية التحليلي لبناء صياغة جديدة ملفهوم‬
‫ظفار‪ .‬ابستخدام منهج مراجعة األدبيات ‪ ،‬جيمع املؤلف البياانت الالزمة إلجراء حبث حول مفهوم‬
‫حقوق ظفر ومن مث من خالل دراسة مقارنة ‪ ،‬سيتم دمج البياانت يف مفهوم كامل‪ .‬من هذا البحث‬
‫أيضا‬
‫‪ ،‬وجد املؤلفون نتائج جديدة مفادها أن حقوق ظفر ال تشمل املمتلكات فحسب ‪ ،‬بل تشمل ً‬
‫مفهوما كامالً حلقوق ظفر اختلط مبفهوم احلقوق مع‬‫ً‬ ‫أيضا‬
‫املنفعة والذمة‪ .‬ومن هنا يبين املؤلف ً‬
‫االستنتاج التايل‪ )1 :‬ميكن النظر إىل حقوق ظفر من نوع البضائع املأخوذة ‪ )2‬قانون ظفر فيما يتعلق‬
‫ابحلقوق‪.‬‬

‫الكلمة الرئيسية‪:‬احلقوق‪ ,‬الظفر‪.‬‬

‫‪XI‬‬
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi meurujuk pada Keputusan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 158 tahun 1978 nomor 0543b/u/1978
tentang Pedoman Transliterasi Arab Latin.

‫ا‬ A ‫ط‬ T{

‫ب‬ B ‫ظ‬ Z{

‫ت‬ T
‫ع‬ ‘

‫ث‬ Th ‫غ‬ Gh

‫ج‬ J ‫ف‬ F

‫ح‬ H{ ‫ق‬ Q

‫خ‬ Kh
‫ك‬ K

‫د‬ D
‫ل‬ L

‫ذ‬ Dh
‫م‬ M

‫ر‬ R
‫ن‬ N

‫ز‬ Z
‫و‬ W

‫س‬ S ‫ه‬ H

‫ش‬ Sh
‫ء‬ ‘

‫ص‬ S{ T{

‫ض‬ D{ Z{

Ketentuan penulisan tanda baca panjang dalam bahasa arab

a> : a panjang, seperti tulisan ‫ النجاح‬ditulis an-Naja>h{


i> : i panjang, seperti tulisan ‫ الفقيه‬ditulis al-faqi>h.
u> : u panjang, seperti tulisan ‫ الفروع‬ditulis al-furu>’.

XII
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata ‫ الظفر‬merupakan turunan dari kata ‫ ظفر‬yang memiliki arti

memperoleh seseuatu yang di tuntut (‫ )ظفرا المطلوب‬dalam bahasa arab.

Sedangkan menurut istilah hak ẓofar merupakan istilah bagi orang yang

mengambil hak secara diam-diam dari orang yang mencekal haknya.1 Dari

definisi diatas dapat diketahui bahwa hak ẓofar merupakan sebuah upaya

seseorang untuk memperoleh haknya yang di cekal oleh orang lain.

Pada dasarnya seseorang dapat memperoleh haknya melalui dua cara,

Pertama, memenuhi setiap hak manusia satu dengan yang lain secara suka rela

dan kedua, menyelasaikannya dengan putusan hakim apabila terjadi

perselisihan antara kedua belah pihak, namun dalam setiap putusan hukum

belum dapat dipastikan akan adanya hukum kebenaran karna pada dasarnya

putusan hakim mengacu kepada hukum keadilan yang ada diatas kertas.

Sedangkan hak ẓofar sendiri merupakan sebuah pengambilan hak secara

mandiri tanpa melalui putusan seorang hakim.

Hak ẓofar sebagai sebuah penyelesaian dari kasus fikih tentulah

didasarkan atas dalil-dalil, berikut beberap dalil yang dijadikan landasan untuk

konsep hak ẓofar :

1
Muhammad bin Ahmad as-Shatiri, sharh al-Yaqu>tu an-Nafi>s, juz II(Dar al-
Hawi,1418H/1997M),115.

1
1. Al-Qur’an

Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 194:

‫اعتَ ُدوا َعلَْي ِه مبِِثْ ِل َما ْاعتَ َدى َعلَْي ُك ْم‬


ْ َ‫فَ َم ِن ْاعتَ َدى َعلَْي ُك ْم ف‬

“oleh sebab itu, barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah dia

setimpal dengan serangannya terhadap kamu.”

Tidak diragukan lagi bahwasanya orang yang memeliki kewajiaban

hak atas orang lain lalu mengingkarinya dan enggan untuk menunaikannya

telah melakukan perbuatan yang melampaui batas. Ayat di atas menjadi

dalil dari pada adanya konsep hak ẓofar dikarenakan orang yang

mempunyai hutang talah berbuat melampaui batas dengan mengingkari

tanggungan yang seharusnya ia bayar.

2. Al-Hadis

Bardasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidatina Aisyah r.a:

ِ َّ ‫أ‬:َ‫ال أَخَبِِن أَِِب عن عائِشة‬ ِ


َ ْ‫َن هنْ َد بِن‬
َ‫ت عُْت بَة‬ َ َ َْ ََ ْ َ َ‫َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُمثَ ََّّن َحدَّثَنَا ََْي ََي َع ْن ه َشام ق‬

ِ ِ ِ ِ َِّ ‫ول‬
‫ت‬ َ ‫س يُ ْعط ِيين َما يَكْف ِيين َوَولَدي إَِّال َما أ‬
ُ ‫َخ ْذ‬ ٌ ‫اَّلل إِ َّن أ ََاب ُس ْفيَا َن َر ُج ٌل َشح‬
َ ‫يح َولَْي‬ َ ‫ت ََي َر ُس‬
ْ َ‫قَال‬

2 ِ ِ
ِ ‫يك وولَ َد ِك ِابلْمعر‬
.‫وف‬ ِ َ ‫ِمنْه وهو َال ي علَم فَ َق‬
ُْ َ َ َ ‫ال ُخذي َما يَكْف‬ ُ َْ ََُ ُ

2
Ahmad bin Ali bin Hajar al-‘Asqolani, Fathu al-Bari Bisharhi Sahih Bukhari, juz 12,
(Riyad, Dar taybah, 2005), 265.

2
“dari sayyidatina Aisyah r.a: bahwa Hindun binti Utbah mengadu kepada

Rosulullah bahwa Abu Sufyan adalah seorang yang kikir dan dia tidak

memberikan nafkah yang mencukupi terhadap diriku dan anakku kecuali

aku mengambil nafkahku tampa sepengetahuannya, Nabi menjawab

ambillah olehmu akan apa yang dapat mencukupimu dan anakmu dengan

baik.”

Hadis diatas memberikan sebuah gambaran ketika seorang istri tidak

menerima haknya dari seorang suami, maka dia diperbolehkan untuk

mengambil haknya sekadar kebutuhan yang akan menucukupinya.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi di dalam kitab Sarah

an-Nawawi ala Sohih Muslim bahwa “apabila seseorang memiliki hak atas

orang lain dan ia tidak mampu untuk mengambil hak tersebut, orang

tersebut diperbolehkan untuk mengambil haknya tampa harus mendapat izin

dari orang yang mencekal haknya.”

Ulama berbeda pendapat mengenai hak ẓofar ini, setidaknya ada tiga

pendapat berbeda dari kalangan 4 mazhab besar:

1. Mazhab Hanabalah berpendapat bahwa ẓofar tidak diperbolehkan,

berlandaskan hadis yang diriwayatkan oleh abu huroiroh:

‫أد األمانة إىل من ائتمنك وال ختن من خانك‬

“tunaikanlah amanah orang yang memberikan amanah kepadamu, dan

jangan kamu menghianati orang yang menghianatimu.”

3
Dari hadis diatas mazhabHanabalah menarik kesimpulan bahwa apabila

seseorang mengambil sekadar haknya dari harta si ghorim (orang yang

mencekal haknya) tampa sepengetahuan ghorim maka orang tersebut telah

menghianati ghorim. Dan orang tersebut termasuk kedalam keumuman

larangan rosulullah pada hadis diatas.3

2. Mazhab Hanafiah berpendapat bahwa ẓofar diperbolehkan dengan syarat

bahwa pemilik hak mengambil haknya dengan harta yang sejenis dan sama

sifatnya.4

3. Mazhab Syafi’iyah berpendapat ẓofar diperbolehkan baik harta tersebut

sejanis dengan haknya atau tidak asalkan sama kadarnya.5

Hak ẓofar merupakan sebuah konsep yang sangat penting dalam

persoalan fikih yang menaungi banyak bab dalam fikih. Namun dalam kitab-

kitab fikih pembahasan mengenai hak ẓofar tidak terangkum secara kompleks

didalam satu judul melaikan diikutkan dalam bab-bab yang berkaitan dengan

hak ẓofar ini.

Berikut beberapa contoh redaksi yang penulis temukan dalam berbagai

kitab-kitab turos, dalam kitab Hasyiyatu al-Jamal ‘ala al-Minhaji karangannya

Saikhul Islam Zakaria al-Anshari:

3
Abdullah bin Ahmad bin Qudamah al-Maqdasi, al-mugni fi fikih al-imam Ahmad bin
Hambal as-Syaibani,(Bairut, Dar al-fikr,1405), juz 12, hal 229. Dan Mansur bin Yunus bin Idris Al-
Buhuti, Kasyful qona’an matni al-Iqna’, juz 6 (Beirut, Dar al-fikr,1402), 357.
4
Wahba az-zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 4 (Suriah, Dar al-fikr,t.th), 383.
5
Wahba az-zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 4 (Suriah, Dar al-fikr,t.th), 383.

4
‫ولو أتلف ماال ُمرتما بيد مالكه ضمنه ابإلمجاع وقد ال يضمنه ككسر ابب وثقب جدار يف‬

6
.‫مسألة الظفر‬

“andai kata seseorang merusak harta yang dimuliakan ditangan

pemiliknya,maka berdasarkan ketentuan ijma’ maka orang tersebut wajib

menanggungnya, namun beda halnya jika orang tersebut melakukan

pengrusakan dalam persoalan ẓofar semisal, menghancurkan pintu atau

melubangi tembok maka orang tersebut tidak wajib menanggungnya.”

Contoh lain dalam kitab bugyatu al-Mustarsyidin dalam persoalan orang

kafir yang mengambil harta orang mukmin secara dolim:

‫ومن ظلمه كافر أبخذ شيء منه قهراً جاز له أخذ قدر ظالمته من ماله على التفصيل يف مسألة‬

7
.‫الظفر‬

“bagi seseorang yang didolimi oleh orang kafir semisal diambil daripadanya

sesuatu secara paksa, maka diperbolehkan bagi orang tersebut mengambil

harta orang kafir tersebut sekadar dengan harta yang diambil, berdasarkan

penjelasan yang diperinci dalam persoalan ẓofar .”

Dan masih banyak lagi yang nantinya akan penulis bahas tuntas dalam

pembahasan dan paparan data.

6
Sulaiman al-jamal, Hasyiah al-Jamal ‘ala al-Minhaj li syaikhu al-Islam zakaria al-
Anshari, juz 7(Bairut, Dar ansyr, t.th), 72.
7
Bugyatul Musytarsyidin li as-Sayyid Ba’alawi al-Hadromi, maktabah syamilah, 542.

5
Dengan adanya sedikit pemaparan diatas akan memberikan gambaran

tentang penelitian yang akan dilakukan penulis, yakni membangun sebuah

konsep utuh tentang hak ẓofar khususnya pada mazhabSyafi’iyah karena

notabene masyarakat indonesia bermazhabSyafi’iyah. Penulis akan menyajikan

pembahasan hak ẓofar ini dalam bentuk risalah yang berjudul “Analisis

Konsep Hak Ẓofar Perspektif MazhabSyafi’iyah” dengan maksud

memberikan informasi yang utuh mengenai hak ẓofar agar tidak terjadi mal

praktek dalam pengaplikasiannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka punulis meyajikan rumusan

masalah yang nantinya akan menjadi inti dari penilitian ini :

1. Bagaimana pandangan mazhabSyafi’iah tentang hak ẓofar ?

2. Hak apa saja yang berada di bawah koridor hak ẓofar ?

C. Tujuan Penelitian

Terdapat beberapa tujuan yang melatar belakangi penelitian ini,

diantaraya sebagi berikut:

1. Memabangun konsep utuh mengenai konsep hak ẓofar sehingga bisa

dijadikan suatu bab yang mandiri khususnya dalam mazhabSyafi’iyah.

2. Memenuhi tugas akhir sebagai persyaratan untuk kelulusan ma’had aly

marhalah ula.

6
D. Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini, diantaranya

sebagai berikut:

1. Secara Akademis

Dengan adanya penelitian ini, hasil penelitian diharapkan dapat

menambah wawasan dan khazanah keilmuan khusunya dalam bidang fikih

dan hukum islam.

2. Secara Teoritis

a. Sebagai ilmu pengetahuan. Khususnya dalam persoalan yang

menyangkut hak ẓofar .

b. Diharapkan memberikan pemahaman terhadap mahasiswa pada

khususnya, dan pada masyarakat pada umumnya tentang hak ẓofar .

c. Diharapkan bisa dijadikan bahan refrensi dan pertimbangan dalam

kajian selanjutnya.

3. Secara Praktis

Tujuan penulisan tugas ahir ini adalah dalam rangka untuk

memenuhi dan melengkapi tugas ahir. Dan sumbangsih keilmuan untuk

para mahasiswa dan masyarakat umum sebagai hasil dari pemabalajaran

penulis selama 3 tahun.

7
E. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian yang menyangkut tentang topik hak ẓofar ini bisa di katakan

masih baru pada kalangan kita di Indonesia, dikarenakan masih belum penulis

temukan kajian terdahulu dalam bahasa Indonesia yang membahas hak ẓofar

ini. Berbeda halnya dalam kajian literatur Arab, penulis menemukan beberapa

literatur yang juga membahas tentang hak ẓofar ini di ataranya:

Karya ilmiah milik Bukhori Ibrahim Wahib dalam karyanya yang

berjudul ‫مبدأ الظفر بالحق ضوابطه الفقهيه وتطبيقاته المعاصرة‬yang membahas ẓofar dari

segi kaidah fikih dan penerapannya.

Dan diantaranya karya ilmiah milik Gozi Kholid Rihal Ubaidi yang

bejudul ‫مسألة الظفر في الفقه االسالمي‬yang membahas hak ẓofar secara umum dan

meluas dengan banyak perbedaan pendapat dari ulama fiqh atau biasa disebut

dengan perbandingan madzhab.

Dari dua penelitian terdahulu diatas penulis ingin menyajikan hak ẓofar

dalam bingkai yang berbeda, yakni membehas hak ẓofar dalam satu konsep

utuh menurut mazhab Syafi’iah beserta cakupan dari hak ẓofar atas bab-bab

dalam persoalan fikih.

F. Definisi Istilah

1. Konsep

8
Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang

dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai

bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam karakteristik.8

2. Hak Ẓofar

Hak Ẓofar terdiri dari dua kata yaitu hak dan ẓofar . Hak didalam

kamus bahasa Indonesia memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang

benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu

(karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya),

kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau

martabat, dan wewenang menurut hukum. Seperti hak untuk hidup, hak

memperoleh kehidupan yang layak, hak mendapatkan pendidikan, hak

mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulis, hak memiliki kedudukan

yang sama di depan hukum, dan lain-lain.9 Sedangkan ẓofar berasal dari

kata ẓofar a yang berarti berhasil, hak ẓofar yang dimaksud oleh penulis

adalah sebuah istilah bagi orang yang mengambil hak secara diam-diam dari

orang yang mencekal haknya.

3. Mazhab Syafi’i

Mazhab Syafi’i adalah mazhab fikih dalam Sunni yang di cetuskan

oleh Abu Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafi’i atau yang lebih dikenal

dengan nama Imam Syafi’i pada awal abad ke-9. Mazhab ini kebanyakan

dianut para penduduk Mesir selatan, Arab Saudi bagian barat, Suriah,

8
https://id.wikipedia.org/wiki/Konsep.
9
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak.

9
Kurdistan, Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, pantai Koromandel,

Ceylon, Malabar, Hdramaut, dan Bahrain.10

G. Kerangka Berfikir

Penulis meneliti tema hak ẓofar diatas menggunakan pendekatan kajian

pustaka atau library research, yakni penelitian yang dilakukan melalui

mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek

penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan, atau telaah yang

dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya tertumpu

pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang

relevan. Penulis juga akan menggunakan teori tentang hak yang nantinya akan

di jadikan pijakan untuk memebangun kesimpulan hukum dari penelitian

penulis. Dan selanjutnya penulis akan menggunakan studi komparatif untuk

memadukan berbagai sumber dan merusmuskannya menjadi sebuah konsep

utuh dari permasalahan yang diteliti penulis.

H. Metode Penelitian

Metode penilitian yang penulis lakukan dalam membahas hak ẓofar

menggunakan pendekatan konseptual, yaitu membangun sebuah konsep utuh

dengan menjadikan kitab-kitab serta kajian terdahulu sebagi pondasinya atau

10
https://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Syafi%27i.

10
lebih tapatnya penulis melakukan kajian pustaka dalam menggali informasi

mengenai hak ẓofar .

Metode kajian pustaka yang penulis pilih mengarahkan penulis untuk

mengumpulkan data dangan cara dokumentasi, dengan menelaah serta

mengkaji secara mendalam kitab-kitab turos serta kajian-kajian ilmiah

terdahulu yang bersangkutan dengan hak ẓofar dan selanjutnya akan diseleksi

dan diklasifikasikan sesuai dengan pokok pembahasan yang akan dibahas.

I. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran hasil yang dapat dimengerti dan meyeluruh

mengenai isi dalam skripsi ini secara menyeluruh dapat dilihat dari sistematika

pembahasan skripsi di bawah ini :

Bab I: Pendahuluan, bab ini yang bertujuan untuk mengantarkan pada

pembahasan skripsi secara keseluruhan. Dalam bab ini diuraikan tentang latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian

penelitian terdahulu, definisi istilah, kerangka berpikir, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

Bab II: Landasan teori, dalam bab ini berisi tentang landasan – landasan teori,

teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti terdahulu, kerangka teori relevan dan

terkait dengan tema skripsi. Jadi pada bab ini peneliti berangkat dari data yang

diperoleh dan menggunakan teori sebagai penjelasan dan berakhir pada

11
konstruksi teori baru yang dikemukakan oleh peneliti setelah menganalisis dan

menyimpulkan hasil penelitian.

Bab III: Paparan data dan Pembahasan, pada bab ini memuat secara rinci

tentang uraian paparan data dari hasil penelitian dan berisikan juga tentang

pembahasan dari hasil penelitian tersebut secara detail dan meyeluruh.

Bab IV: Penutup, pada bab ini berisi tentang kesimpulan, saran-saran atau

rekomendasi. Kesimpulan menyajikan secara ringkas keseluruhan penemuan

penelitian yang ada hubunganya dengan penelitian. Didalam bab ini juga

memuat tentang lampran-lapiran penujang pada proses dan hasil penelitian

skripsi.

12
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hak

1. Pengertian hak

Secra bahasa hak merupakan kata serapan dari bahasa arab ‫ َحق‬yang

merupakan bentuk masdar dari lafad ‫ َحق‬bisa diarahkan kepada banyak

makna. Menurut Ali Khofif setidaknya ada 11 makna yang dipakai untuk

lafadz ‫ الحق‬di dalam Al-Qur’an diantaranya11:

a. As-tsubut dan al-Wujub

Dalam hal ini lafad ‫ حق‬bermakna pasti contohnya dalam surah

Yasiin ayat 7:

‫) اي ثبت ووجب عليهم‬7( ‫لََق ْد َح َّق الْ َق ْو ُل َعلَى أَ ْكثَ ِرِه ْم فَ ُه ْم َال يُ ْؤِمنُو َن‬

“sungguh, pasti berlaku perkataan(hukuman) terhadap kebanyakan

mereka, karena mereka tidak beriman.”

b. Kebalikan dari lafad al-batil

ِ ‫وَال تَلْبِسوا ا ْحل َّق ِابلْب‬


)42( ‫اط ِل َوتَكْتُ ُموا ا ْحلَ َّق َوأَنْتُ ْم تَ ْعلَ ُمو َن‬َ َ ُ َ

“dan janganlah kamu mencampur adukkan kebenaran dan kebatilan

dan janganlah kamu menyembunyikan kebenaran, sedangkan kamu

mengetahuinya.”

11
Ali Khafif, al-Haqqu wa al-Dzimmah,(Qohiroh, Dar al-fikr,2010), 54-55.

13
c. Bermakna an-Nasiib atau al-Hadhu

ِِ ِ َّ
ٌ ُ‫ين ِيف أ َْم َواِل ْم َح ٌّق َم ْعل‬
)24( ‫وم‬ َ ‫َوالذ‬

“dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu.”

Dengan demikian banyak ulama menggunakan makna hak untuk

seseuatu yang pasti adanya berupa perkara perkara yang terkhusus kepada

manusia, lalu mereka mengatakan “termasuk dari hak seseorang adalah

memiliki sesuatu”. Dan ada juga yang mengatakan bahwa makna di

arahkan kepada makna bagian sehingga mereka mengatakan “ini adalah

haknya fulan”.12

Sedangkan secara istilah menurut Ali Khofif belum di jumpai definisi

hak secara istilah dari kalangan ulama fiqh, karena mereka berpandangan

bahwa makna hak sudah sangat jelas berdasarkan tafsiran makna-makna di

atas.13

Namun terdapat beberapa rumusan dari kalangan ulama kontemporer

mengenai definisi hak secara istilah, antara lain:

a. Ali Khafif mendefinisikan hak sebagai suatu manfaat atau faedah baik

material ataupun non material yang berhak dimiliki oleh penerima hak

yang hanya terkhusus kapada penerima hak tidak lainnya.14

12
Ali Khafif, al-Haqqu wa al-Dzimmah,(Qohiroh, Dar al-fikr,2010), 56.
13
Ali Khafif, al-Haqqu wa al-Dzimmah,(Qohiroh, Dar al-fikr,2010), 56.
14
Ali Khafif, al-Haqqu wa al-Dzimmah,(Qohiroh, Dar al-fikr,2010), 57.

14
b. Mustofa az-Zarqo mengungkapkan bahwa hak adalah suatu

keistimewaan yang ditetepkan oleh syara’ berupa kekuasaan atau

tuntutan semisal hak wilayah dan melunasi hutang.15

2. Rukun-rukun hak

Rukun-rukun hak terbagi menjadi tiga bagian sebagai berikut :

a. Sohibu al-haqqi yakni orang yang berhak atas hak tersebut. Al-Mustahiq

(pemilik hak) pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga yakni, Tuhan

sebagai pemilik hak atas hak-hak yang bersifat diniyah (ibadah),

manusia, dan perserikatan.

b. Mahallu al-haqqi yakni sesuatu yang berkaitan dengan hak yang wajib

dekembalikan kepada pemilik hak.

c. Al-mukallaf bil haqqi yakni orang yang dituntut untuk mengembalikan

hak

Dari tiga rukun dia atas dapat dicontohkan dengan sederhana pada

persolan hutang piutang yakni pemilik hak piutang sebagai Sohibu al-haqqi,

harta yang di hutangkan untuk Mahallu al-haqqi, dan orang yang berhutang

sebagai Al-mukallaf bil haqqi.16

3. Macam-macam hak.

Hak terbagi menjadi beberapa bagian dengan memperhitungkan

makna yang berbeda-beda:

15
Mustafa az-Zarqo, al-Madkhol ila Nodhoriyati al-Iltizam,(Damaskus, Dar
alqolam,1999), 19.
16
Wahba az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 4(Suriah, Dar al-fikr,t.th), 378.

15
a. Hak dipandang dari penerima hak Sohibu al-haqqi.

Hak dipandang dari pihak penerima hak terbagi menjadi tiga

bagian:

1) Hak Allah ta’ala atau hak yang bersifat umum adalah suatu hak yang

ditujukan untuk medekatkan diri kepada Allah, mengagungkanNya,

menegakkan siar-siar agama, dan mewujudkan kemanfaatan umum

tan menghususkan kepada individu tertentu. Contohnya, shalat,

zakat, jihad, amar ma’ruf nahi mungkar. 17

2) Hak manusia adalah hak yang ditujukan untuk melindungi

kemaslahatan manusia secara umum semisal mewjudkan keamanan,

ataupun kemaslahatan yang bersifat khusus seperti menjaga hak

kepemilikan bagi pemilik barang.18

3) Hak perserikatan adalah suatu hak yang didalamnya terdapat dua

hak yakni hak Allah dan hak manusia, namun pada salah satu dari

keduanya ada yang lebih dominan entah itu hak Allah atau hak

manusia. Contohnya semisal hak qisos.

b. Hak dipandang dari objek yang dituju sebagai suatu hak.

Hak dipandang melalui objek yang dituju sebagai suatu hak

dapat di bagi menjadi tiga bagian:

1) Hak yang berupa harta dan hak yang bukan berupa harta. Hak yang

berupa harta merupakan hak yang ojeknya adalah harta dan manfaat

17
Wahba az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 4 (Suriah, Dar al-fikr,t.th), 370.
18
Wahba az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 4(Suriah, Dar al-fikr,t.th), 369.

16
semisal haknya penjual akan harga dan pembeli pada barang, hak

suf’ah dan hak khiyar. Sedangkan yang bukan harta adalah hak

tidak ada kaitannya dengan harta semisal hak qisos dan hak

kemerdekaan.19

2) Haqqu syakhsyiyyi dan haqqu ainiyyi, Haqqu syakhsyiyyi adalah

hak seseorang yang wajib atas orang lain yang di tetapkan oleh

syara’ baik hak untuk mencegah seperti tidak memperbolehkan

menggunakan barang pinjaman atau hak penerimaan semisal

menerimanya pembeli atas barang yang dibeli. Sedangkan haqqu

ainiyyi adalah keberhakan seseorang atas suatu barang yang

ditetapkan oleh syara’ semisal hak kepemilikan yang menjadikan

seseorang menguasai atas barang tersebut dan dapat

menggunakannya dengan sepunuh hati.20

c. Hak dipandang dari cara pemenuhannya

Hak dipandang dari cara pemenuhannya terbagi menjadi tiga

bagian:

1) Hak yang pemenuhannya melalui putusan hakim.

a) Hak yang berkaitan dengan sangsi-sangsi seperti had qisas,

qodaf, pencurian, dan ta’zir.

b) Tercapainya hak-hak yang murni aturan dari syra’ semisal hak

yang duperolah istri dari adanya akad nikah.

19
Wahba az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 4(Suriah, Dar al-fikr,t.th), 375.
20
Wahba az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 4 (Suriah, Dar al-fikr,t.th), 375.

17
c) Ketika hak itu dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah dan

kerusakan semisal kerusakan yang diakibatkan dari mendapat

hak lebih besar daripada kehilangan hak, saperti mencederai

anggota tubuh, kehormatan dan lain-lain.21

2) Hak yang pemenuhannya tidak membutuhkan putusan hakim.

a) Hak untuk mendapatkan barang-barang yang memang

diberhaki dengan syarat :

• Tidak menimbulkan mafsadad dan fitnah.

• Tidak mengantarkan kepada tercederainya anggota badan

dan kehormatan.

• Benda yang diberhaki berada di bewah kekuasan yang

normal dan tidak berkaitan dengan hak orang lain semisal

barang gadai dan barang sewaan.22

b) Nafkah istri dan anak dengan berdasarkan hadis dari

Sayyidatina Aisyah r.a :

Ulama berbeda pendapat mengenia keputusan kasus diatas

apakah itu merupakan putusan hukum atau fatwa dari Nabi.

Menurut pendapat yang unggul bahwa perintah Rosullah

tersebut merupakan sebuah fatwa bukan putusan hukum dari

Rosul.23

21
Abdullah Azam, Fiqhu al-Ijraat wa al-Murafaat, 6. Maktabah syamilah.
22
Abdullah Azam, Fiqhu al-Ijraat wa al-Murafaat, 8. Maktabah syamilah.
23
Tayassuru al-Ulam sarh Umdatu al-Ahkam, maktabah syamilah.

18
3) Hak yang masih diperselisihkan kebolehannya tampa melalui

proses hukum.

a) Hak-hak yang berada didalam tangggungan semisal hutang.

Menurut mazhabjumhur ulama mengambil hak yang berada

pada tanggungan orang lain diperbolehkan.24 Sedangkan

menurut hanabalah mengambil hak yang berada pada

tanggungan orang lain tidak diperbolehkan kecuali pada kasus

nafaqoh seorang istri.25

4. Sumber-sumber hak atau penyebab adanya hak.

Wahbah az-Zuhaili munuturkan penyebab adanya hak ada lima

macam:26

a. Syara’ semisal kewajiban nafaqoh atas istri dan keluarga.

b. Akad semisal jual beli dan sewa.

c. Kehendak sendiri semisal berjanji untuk menunaikan sesuatu dan

nadar.

d. Perbuatan yang mendatangkan mudorot semisal kewajiban doman27

karna telah merusak barang atau menggosobnya.

e. Perbutan yang mendatangkan manfaat seperti membeli barang

kemudian diketahui bahwa barang tersebut adalah milik orang lain,

24
Asna al-matolib, t.td, 121. maktabah syamilah.
25
Abdullah bin Ahmad bin Qudamah Al-Maqdasi, al-Mugni fi fikih al-Imam Ahmad bin
Hambal as-Syaibani, juz 12,(Bairut, Dar al-fikr,1405), 229.,Dan Mansur bin Yunus bin Idris al-
Buhuti, Kasyful qona’an matni al-Iqna’, juz 6, (Beirut, Dar al-fikr,1402), 357.
26
Wahba az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 4(Suriah, Dar al-fikr,t.th), 380.
27
Doman, merupakan sebuah istilah bagi seseorang yang memiliki suatu tanggungan untuk
mengganti rugi atas suatu barang yang telah dirusak atau di gosab olehnya.

19
maka diperbolehkan bagi pemilik barang untuk mengambil barangnya

dengan tanggungan yang harus dibayar oleh pemilik barang.

B. Ẓofar

1. Definisi ẓofar

Kata ‫ الظفر‬merupakan turunan dari kata ‫ ظفر‬yang memiliki arti

memperoleh seseuatu yang di tuntut (‫ )ظفرا المطلوب‬dalam bahasa arab.

Sedangkan menurut istilah ulama sepakat bahwa ẓofar merupakan istilah

untuk pengambilan suatu hak yang dicekal oleh seseorang dikeranakan dia

mengingkarinya atau pemilik hak tidak memungkinkan untuk

melaporkannya kepada hakim.28

2. Landasan ẓofar

Terdapat beberapa dalil yang digunakan oleh ulama yang dijadikan

sebagai dasar dari hukum ẓofar diantaranya:

a. Al-Qur’an

Firman Allah dalam Surah Al-Baqoroh ayat 194:

‫اعتَ ُدوا َعلَْي ِه مبِِثْ ِل َما ْاعتَ َدى َعلَْي ُك ْم‬


ْ َ‫فَ َم ِن ْاعتَ َدى َعلَْي ُك ْم ف‬

“oleh sebab itu, barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah

dia setimpal dengan serangannya tecrhadap kamu.”

28
Abdullah bin Ahmad bin Qudamah al-Maqdasi, al-mugni fi fikih al-imam Ahmad bin
Hambal as-Syaibani, juz 12,(Bairut, Dar al-fikr,1405), 229. Dan Mansur bin Yunus bin Idris al-
Buhuti, Kasyful qona’an matni al-Iqna’, juz 6(Beirut, Dar al-fikr,1402) 357. Ahmad bin Ali bin
Hajar al-‘Asqolani, Fathu al-Bari Bisyarhi Sahih Bukhori, juz 12(Riyad, Dar taybah,2005) 268

20
Firman Allah dalam Surah An-Nahl ayat 126:

ِ َّ ِ‫ص ََبُُْت َِلُو َخ ْري ل‬ ِ ِِ ِ ِِ ِ ِ


َ ‫لصاب ِر‬
)126( ‫ين‬ ٌ َ ْ َ ‫َوإ ْن َعاقَ ْب تُ ْم فَ َعاقبُوا مبثْ ِل َما عُوقْب تُ ْم به َولَئ ْن‬

“Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan)

yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi

jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi

orang yang sabar.”29

Firman Allah dalam Surah Asy-Syura ayat 40:

ِ ِ ُّ ‫اَّللِ إِنَّه َال َُِي‬ ِ


َ ‫ب الظَّالم‬
)40( ‫ني‬ ُ َّ ‫َج ُرهُ َعلَى‬ ْ ‫َو َجَزاءُ َسيِئَة َسيِئَةٌ مثْ لُ َها فَ َم ْن َع َفا َوأ‬
ْ ‫َصلَ َح فَأ‬

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi

barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat

jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-

orang zalim.”30

b. Hadis

Bardasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidatina Aisyah r.a:

29
https://quran.kemenag.go.id/sura/16/126
30
https://quran.kemenag.go.id/sura/42/40

21
ِ َّ ‫أ‬:َ‫ال أَخَبِِن أَِِب عن عائِشة‬ ِ
َ ‫َن هْن َد بِْن‬
‫ت‬ َ َ َْ ََ ْ َ َ‫َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُمثَ ََّّن َحدَّثَنَا ََْي ََي َع ْن ه َشام ق‬

‫ْف ِيين َوَولَ ِدي‬


ِ ‫اَّللِ إِ َّن أَاب س ْفيا َن رجل َش ِحيح ولَيس ي ع ِط ِيين ما يك‬
َ َ ُْ َ ْ َ ٌ ٌ َُ َ ُ َ َّ ‫ول‬َ ‫ت ََي َر ُس‬
ْ َ‫عُْت بَةَ قَال‬

31 ِ ِ
ِ ‫يك وولَ َد ِك ِابلْمعر‬
.‫وف‬ ِ َ ‫إَِّال ما أَخ ْذت ِمنْه وهو َال ي علَم فَ َق‬
ُْ َ َ َ ‫ال ُخذي َما يَكْف‬ ُ َْ ََُ ُ ُ َ َ

“dari sayyidatina Aisyah r.a: bahwa Hindun binti Utbah mengadu

kepada Rosulullah bahwa Abu Sufyan adalah seorang yang kikir dan

dia tidak memberikan nafkah yang mencukupi terhadap diriku dan

anakku kecuali aku mengambil nafkahku tampa sepengetahuannya,

Nabi menjawab ambillah olehmu akan apa yang dapat mencukupimu

dan anakmu dengan baik.”

3. Hukum ẓofar

Meskipun ulama sepakat dalam istilah ẓofar namun mereka berbeda

pendapat dalam memutuskan hukum doafar satidaknya ada tiga pendapat

berbeda yang mereka kemukakan sebagaimana berikut :

a. MazhabHanabalah berpendapat bahwa ẓofar tidak diperbolehkan,

berlandaskan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh:

‫أد األمانة إىل من ائتمنك وال ختن من خانك‬

“tunaikanlah amanah orang yang memberikan amanah kepadamu, dan

jangan kamu menghianati orang yang menghianatimu.”

31
Ahmad bin Ali bin Hajar al-‘Asqolani, Fathu al-Bari Bisyarhi Sahih Bukhori, juz
12(Riyad, Dar taybah,2005),265.

22
Dari hadis diatas mazhabHanabalah menarik kesimpulan bahwa apabila

seseorang mengambil sekadar haknya dari harta si ghorim (orang yang

mencekal haknya) tampa sepengetahuan ghorim maka orang tersebut

telah menghianati ghorim. Dan orang tersebut termasuk kedalam

keumuman larangan rosulullah pada hadis diatas.32

b. MazhabHanafiah berpendapat bahwa ẓofar diperbolehkan dengan

syarat bahwa pemilik hak mengambil haknya dengan harta yang sejenis

dan sama sifatnya.33

c. MazhabSyafi’iyah berpendapat ẓofar diperbolehkan baik harta tersebut

sejanis dengan haknya atau tidak asalkan sama kadarnya.34

4. Syarat-syarat ẓofar

Dalam penerapannya hak ẓofar tidak dapat dilakukan dengan bebas

akan tetapi masih berkaitan dengan beberapa persyaratan diantaranya

sebagai berikut:

a. Pemilik hak tercegah untuk mendapatkan hartanya lantaran pihak

pencekal hak mengingkari atau enggan untuk memberikannya.

b. Pemilik hak harus memastikan tidak akan terjadi fitnah baik pada

dirinya atau orang lain.

32
Abdullah bin Ahmad bin Qudamah al-Maqdasi, al-mugni fi fikih al-imam Ahmad bin
Hambal as-Syaibani, juz 12(Bairut, Dar al-fikr,1405), 229. Dan Mansur bin Yunus bin Idris al-
Buhuti, Kasyful qona’an matni al-Iqna’, juz 6(Beirut, Dar al-fikr,1402),357.
33
Wahba az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 4,(Suriah, Dar al-fikr,t.th), 383.
34
Wahba az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu,(Suriah, Dar al-fikr,t.th), juz 4, hal
383.

23
c. Melakukan ẓofar dikarenakan dalam keadaan terdesak artinya jika

pemilik hak masih bisa mengambil haknya melalui jalur hukum maka

lebih di utamakan untuk melaporkannya kepada hakim.35

35
Zainuddin bin Abdul Aziz al-malibari, fatḥu al-mui’n(Semarang: karya toha putra, t.th).

24
BAB III

PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Paparan Data

1. Contoh kasus ẓofar dalam kitab-kitab Syafi’iyah dan kitab-kitab

muqaranahyang memuat pendapat mazhabSyafi’iyah.

a. Kasus ẓofar dalam kitab fathul bari sarah sahih bukhari.

Ẓofar dalam persoalan nafaqoh mengacu kepada hadis yang

diriwatkan oleh Sayyidatina Aisyah:

ِ َّ ‫أ‬:َ‫ال أَخَبِِن أَِِب عن عائِشة‬ ِ


َ ‫َن هْن َد بِْن‬
‫ت‬ َ َ َْ ََ ْ َ َ‫َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُمثَ ََّّن َحدَّثَنَا ََْي ََي َع ْن ه َشام ق‬

‫ْف ِيين َوَولَ ِدي‬


ِ ‫اَّللِ إِ َّن أَاب س ْفيا َن رجل َش ِحيح ولَيس ي ع ِط ِيين ما يك‬
َ َ ُْ َ ْ َ ٌ ٌ َُ َ ُ َ َّ ‫ول‬َ ‫ت ََي َر ُس‬
ْ َ‫عُْت بَةَ قَال‬

36 ِ ِ
ِ ‫يك وولَ َد ِك ِابلْمعر‬
.‫وف‬ ِ َ ‫إَِّال ما أَخ ْذت ِمْنه وهو َال ي علَم فَ َق‬
ُْ َ َ َ ‫ال ُخذي َما يَكْف‬ ُ َْ ََُ ُ ُ َ َ

“dari Sayyidatina Aisyah r.a: bahwa Hindun binti Utbah mengadu

kepada Rosulullah bahwa Abu Sufyan adalah seorang yang kikir dan

dia tidak memberikan nafkah yang mencukupi terhadap diriku dan

anakku kecuali aku mengambil nafkahku tampa sepengetahuannya,

Nabi menjawab ambillah olehmu akan apa yang dapat mencukupimu

dan anakmu dengan baik.”

36
Ahmad bin Ali bin Hajar al-‘Asqolani, Fathu al-Bari Bisyarhi Sahih Bukhori, juz
12(Riyad, Dar taybah,2005), 265.

25
Berdasarkan hadis di atas ulama Syafi’iyah memaparkan pendapat

sebagai berikut:

‫اجز َع ْن اِ ْستِي َفائِِه َج َاز لَهُ أَ ْن ََيْ ُخذ ِم ْن‬


ِ ‫َن من لَه عِْند َغريه حق وهو ع‬
َ ََُ َ ْ
ِ ِ ‫و‬
ُ ْ َ َّ ‫استُد َّل بِه َعلَى أ‬
ْ َ

‫الر ِاجح‬ ِِ ِِ ِِ
َ َ‫ َوُه َو قَ ْول الشَّافعي َو َمج‬، ‫َماله قَ ْدر َحقه بِغَ ِْري إِ ْذنه‬
َّ ‫ َو‬، ‫ َوتُ َس َّمى َم ْسأَلَة الظََّفر‬، ‫اعة‬

37
.‫دهم َال ََيْ ُخذ َغ ْري ِجْنس َح ِق ِه إَِّال إِذَا تَ َع َّذ َر ِجْنس َح ِق ِه‬ ِ
ْ ‫عْن‬

“ulama Syafi’iyah beserta kelompoknya berpendapat berdasarkan dalil

hadis diatas bahwa apabila hak seseorang di cekal oleh orang lain dan

dia tidak mamapu untuk mengambil hak tersebut maka ia diperbolehkan

untuk mengambil sekadar haknya dari harta orang tersebut, inilah yang

disebut dengan masalah ẓofar. Namun menurut pendapat yang unggul

tidak diperbolehkan mengambil hak yang tidak sejenis kecuali terdapat

kesulitan untuk mengambil hak yang sejenis.”

b. Kasus ẓofar dalam kitab fathu al-muin

Kasus ẓofar kitab fathu al-muin terdapat pada bab ad-Dakwa wa al-

bayyinat berikut kutipan redaksinya:

37
Ahmad bin Ali bin Hajar al-‘Asqolani, Fathu al-Bari Bisyarhi Sahih Bukhori, juz
12(Riyad, Dar taybah,2005), 268.

26
‫(وله) أي للشخص (بال خوف فتنة) عليه أو على غريه (أخذ ماله) إستقالال للضرورة‬

‫(من) مال مدين له مقر (مماطل) به أو جاحد له أو متوار أو متعزز وإن كان على‬

.‫اجلاحد بينة أو رجا إقراره لو رفعه للقاضي‬


38َ

“diperbolehkan bagi seseorang untuk mengambil hartanya yang berada

di tangan orang yang berhutang dari harta orang tersebut tampa harus

melakukan pengajuan kepada hakim. Hal ini berlaku dalam keadaan

darurot semisal orang tersebut mengulur-ulur untuk membayar hutang

atau dia mengingkari akan hutangnya atau dia enggan untuk membayar

hutang, dengan cacatan orang tersebut aman dari fitnah baik pada

dirinya sendiri atau orang lain. Pengambilan tersebut dapat dilakukan

meskipun pihak yang berhutang memiliki bukti atau pihak yang memiliki

hak piutang mengharap pengakuan dari pihak yang berhutang apabila

dilaporkan kepada hakim.”

c. Kasus ẓofar dalam kitab al-yaqutu an-nafis yang mana konsep hak ẓofar

diikutkan dalam bab wakalah dan telah memeliki judul tersendiri:

َ ‫حقَالظفر‬

38
Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, fatḥu al-Mui’n,(Semarang: karya toha putra, t.th).

27
َ‫لوَانَشخصاَهلَدينَثابتَفَذمةَشخصَآخر‬:‫َحقَالظفرَهو‬.‫حنب َان َ نبنيَماَهوَحقَالظفر‬

َ‫وليسَمعهَحجةَعليهَواملدينَجحدَماَعليهَهلَانَيأخذَمنَمالَاملدينَبقدرَحقهَخفيةَوهلَان‬

َ‫ويلحرتسَمنَان‬.‫يكرسبابَاملحلَاذليَيريدَانَيأخذَمنهَحقَالظفرَلكَهذاَيكونَباخلفية‬

َ‫يطلعَعليهَاحدَفأنَامسكواَبهَفسيتهمَبأنهَسارقَوسياقمَالدَعليهَلعدمَوجودَالجةَمعهَوان‬

َ .‫اكنَهلَالقَرشاع‬

َ‫والَجيوز َاالخذَبالظفرَملنَمعهَالجةَووجودَاحلاكم َاذليَسينصفهَمنَغريمهَبلَعليهَتقديم‬

39
.َ‫دعوىَىلعَغريمه‬

“hak ẓofar, kami ingin menjelaskan apa itu hak ẓofar. Hak ẓofar adalah

andaikata memiliki piutang yang berapa di tangan orang yang

berhutang, dan dai tidak memiliki bukti untuk menarik piutang tersebut

sedangkan pihak yang berhutang mengingkari akan hutangnya. Maka

orang tersebut boleh mengambil harta orang yang berhutang tersebut

sekadar akan haknya secara sembunyi-sembunyi. Dan dia juga

diberbolehkan merusak pintu tempat yang dituju dan semua itu

dialkukan secara sembunyi-sembunyi. Dan hendaknya orang tersebut

berharti-hati agar tidak tertangkap agar tidak diduga sebagai maling

dan mendapat hukuman had pencurian dikarenakan dia tidak memiliki

39
Muhammad bin Ahmad as-Syatiri, sharh al-Yaqutu an-Nafis, juz II(t.t, Dar al-hawi,
1418H/1997M), 115.

28
bukti, meskipun pada dasarnya dia memiliki hak secara syara’. Dan

selama orang itu masih memiliki bukti serta terdapat hakim yang adil

untuk memberikan putusan maka orang tersebut tidak boleh melakukan

pengamabilan hak dengan cara ẓofar bahkan dia diwajibkan untuk

melakukan dakwaan kepada pihak yang berhutang terlebih dahulu ”

d. Kasus ẓofar dalam kitab fiqhu al-islam wa adillatuhu karya Wahba az-

Zuhaili :

‫ سواء أكان من‬،‫ لصاحب احلق استيفاء حقه بنفسه أبي طريق‬:)1( ‫وقال الشافعية‬

/40:‫ {وجزاء سيئة سيئة مثلها} [الشورى‬:‫ لقوله تعاىل‬،‫ أم من غري جنسه‬،‫جنس حقه‬

‫] واملثلية ليست‬16 /126:‫ {وإن عاقبتم فعاقبوا مبثل ما عوقبتم به} [النحل‬،]42

‫ «من وجد عني ماله عند رجل فهو‬:‫ ولقوله عليه السالم‬.‫ وإمنا يف املال‬،‫من كل وجه‬

.)2( »‫أحق به‬

“golongan Syafi’iyah mengatakan bagi pemilik hak boleh untuk

mengambil haknya secara pribadi dengan segala cara, baik barang

tersebut sejenis dengan haknya ataupun tidak sejenis. Berdasarka dalil

Q.S Asy-Syura ayat 40 dan Q.S An-Nahl ayat 126. Dan untuk

padanannya tidak mengacu kepada segala aspek melaikan hanya

terbatas kepada harta saja. Hal ini berdasarkan hadis “ Barang siapa

29
yang menemukan hartanya berada di tangan orang lain maka dia

berhak atas harta tersebut.””40

B. Pemabahasan

1. Pandangan ulama Syafi’iyah mengenai hak ẓofar.

Dalam pembahasan ẓofar terdapat banyak silang pendapat

mengeniai ketentuan hukumnya, perbendaan tersebut berawal dari dalil

yang dipakai oleh para ulama :

ِ َّ ‫أ‬:َ‫ال أَخَبِِن أَِِب عن عائِشة‬ ِ


َ ‫َن هنْ َد بِْن‬
‫ت‬ َ َ َْ ََ ْ َ َ‫َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُمثَ ََّّن َحدَّثَنَا ََْي ََي َع ْن ه َشام ق‬

‫ْف ِيين َوَولَ ِدي‬


ِ ‫اَّللِ إِ َّن أَاب س ْفيا َن رجل َش ِحيح ولَيس ي ع ِط ِيين ما يك‬
َ َ ُْ َ ْ َ ٌ ٌ َُ َ ُ َ َّ ‫ول‬َ ‫ت ََي َر ُس‬
ْ َ‫عُتْ بَةَ قَال‬

41 ِ ِ
ِ ‫يك وولَ َد ِك ِابلْمعر‬
.‫وف‬ ِ َ ‫إَِّال ما أَخ ْذت ِمْنه وهو َال ي علَم فَ َق‬
ُْ َ َ َ ‫ال ُخذي َما يَكْف‬ ُ َْ ََُ ُ ُ َ َ

“dari Sayyidatina Aisyah r.a: bahwa Hindun binti Utbah mengadu

kepada Rosulullah bahwa Abu Sufyan adalah seorang yang kikir dan

dia tidak memberikan nafkah yang mencukupi terhadap diriku dan

anakku kecuali aku mengambil nafkahku tampa sepengetahuannya,

Nabi menjawab ambillah olehmu akan apa yang dapat mencukupimu

dan anakmu dengan baik.”

Wahba az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 4, (Suriah, Dar al-fikr, t.th),383.
40
41
Ahmad bin Ali bin Hajar al-‘Asqolani, Fathu al-Bari Bisyarhi Sahih Bukhori, juz 12
(Riyad, Dar taybah,2005), 265.

30
Pada hadis tersebut terdapat dua penafsiran yang berbeda yakni

hadis tersebut merupakan sebuah putusan dari nabi ataukah sebuah fatwa

dari baginda Nabi. Ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa keputusan

nabi dalam kasus diatas adalah sebuah fatwa bukan sebuah qodlo’(putusan

hukum) dari Nabi, karna jika keputusan tersebut merupakan sebuah qodlo’

dari nabi maka posisi Nabi ketika itu adalah sebagai qodli(hakim), dengan

demikian bagi wanita yang hendak mengambil haknya dari suami

dibutuhkan pengajuan kepada hakim.42

Hak ẓofar sebagai bentuk pengelakan yang disyariatkan,43

merupakan sebuah konsep yang sangat penting dalam persoalan fikih,

namun masih belum di jumpai kriteria yang pasti mengenai ketentuan serta

sayrat-syaratnya, bahkan di kalangan mazhab Syafi’iyah sendiri masih

terdapat perbedaan dalam standar untuk ẓofar sendiri. Semisal dalam

keterangan yang disampaikan olah syekh Wahbah az-Zuhaili dalam

kitabnya fiqhu al-islami wa adillatuhu “golongan Syafi’iyah mengatakan

bagi pemilik hak boleh untuk mengambil haknya secara pribadi dengan

segala cara, baik barang tersebut sejenis dengan haknya ataupun tidak

sejenis.”44 Redaksi tersebut memberikan keterangan bahwa ẓofar bisa

dilakukan dengan berbagai cara dan tampa memberikan batasan akan hak

yang akan di ambil oleh pemilik hak. Dalam keterangan lain contohnya

42
Lihat, Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, Zadu al-Ma’aad fi hadyi khoiri al-Ibaad, juz 5 (Bairut,
Muassisatil Risalah,1986), 503. Dan Tayassuru al-‘Ulaam syarh Umdatu al-Ahkam,juz 2,168.
Maktabah syamilah.
43
Al-auqof al-kuwaitiyah, al-Mausuah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, juz 18,(Bairut, Dar al-
kutub al-ilmiyah, t.th), 330.
44
Wahba az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 4 (Suriah, Dar al-fikr,t.th) 383.

31
dalam kitab fath al-Mu’in karya syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-

Malinbari memberikan batasan bahwa ẓofar bisa dilakukan ketika pemilik

hak terjaga dari adanya finah yang akan menimpa dirinya atau orang lain,

disamping itu juga terdapat pemilahan mengenai hak yang akan di ambil

oleh pemilik hak, semisal harus mendahulukan hak yang sejenis kemudian

jika tidak dijumpai hak yang sejenis barulah beralih akan hak yang tidak

sejenis.45 Menilik persoalan cara mengambil hak yang daianjurkan oleh

syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malinbari yaitu pemilik hak harus

terjaga dari adanya fitnah yang akan menimpa dirinya dan orang lain, syekh

Muhammad bin Ahmad as-Syatiri memberikan solusi cerdas untuk melakukan

pengambilan hak tersebut secara sembunyi-sembunyi agar pemilik hak aman dari

dugaan pencurian yang nantinya akan mengakibatkan jatuhnya had pencurian

dikerankan pemilik hak tidak mempunyai bukti kuat atas haknya.46

Dan juga menjadi permasalahan dari konsep ẓofar adalah tidak

adanya pembahasan kompleks yang membahas ẓofar secara menyeluruh,

bahkan pembahasan ẓofar cenderung dimasukkan pada kasus-kasus tertentu

dalam bab-bab fikih semisal dalam kitab fathul muin konsep ẓofar terletak

pada Babu ad-Dakwa wa al-Bayyinat, sedangkan dalam kitab sharh al-

Yaqutu an-Nafis konsep ẓofar terletak dalam bab wakalah, dan didalam

45
Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, fatḥu al-Mui’n,(Semarang: karya toha putra).
Babu ad-Dakwa wa al-Bayyinat.
46
Muhammad bin Ahmad As-Syatiri, sharh al-Yaqutu an-Nafis, juz II(Dar al-
hawi,1418H/1997M),115.

32
kitab fiqh al-Islami wa adillatuhu konsep ẓofar masuk kedalam pembahsan

tentang hak.

Setelah tuntas membahas masalah perbedaan pendapat di antara para

ulama mengenai hak ẓofar, selanjutnya penulis akan membahas tentang hak,

dikerenakan hak ẓofar sangat erat kaitannya dengan pembahasan hak.

Setelah penulis membaca terhadap beberapa sumber semisal kitab fiqh al-

Islami wa adillatuhu karya syekh Wahba az-Zuhaili yang mengupas tuntas

tentang hak mulai dari mulai defisini hingga sebab-sebab lahirnya suatu hak

dan al-huquq wa ad-dzimmah karya syekh Ali Khofif yang juga membahas

secara mendalam persoalan hak, penulis tidak menjumpai akan adanya

pendefinisian hak secara istilah yang dilakukan oleh ulama fiqh zaman dulu

melaikan mereka cenderung menggukan makna secara kebahasaan saja.

Menurut syekh Ali Khofif setidaknya ada 11 makna yang dipakai untuk

lafadz ‫ الحق‬di dalam Al-Qur’an dan beliau tidak menjumpai definisi hak

secara istilah dari kalangan ulama fiqh, karena mereka berpandangan bahwa

makna hak sudah sangat jelas berdasarkan tafsiran makna-maknanya secara

kebahasaan.47 Disamping itu, penulis juga belum menujumpai pembahasan

hak secara mandiri dalam kitab-kitab ulama fikih zaman dulu melainkan

tercakup dalam pembahasan-pembahasan yang terkait semisal dalam bab

qodlo’, dakwa wa al-bayyinat dan lain sebagainya.

47
Ali Khafif, al-Haqqu wa al-Dzimmah,(Qohiroh, Dar al-fikr,2010), 54-55.

33
Ulama berbeda pendapat mengenai pengelompokan hak

berdasarkan hasil olah fikir dari masing-masing ulama terseebut. Untuk

memadukan konsep hak ẓofar dengan konsep hak yang telah dirumuskan

oleh syekh Wahba az-Zuhaili dan syekh Ali Khofif penulis menggunakan

bandingan yang ada pada karya ulama fikih sebgai pendukung terhadap

rumusan penulis nantinya. Namun dalam pembahasan kali ini penulis hanya

mencomot sebagian dari pengelompokan hak yang penulis nilai sesuai

untuk dipadukan dengan konsep hak. Dengan demikian penulis akan

menyajikan sebuah konsep utuh mengenai hak ẓofar beserta hak apa saja

yang berada di bawah koridor hak ẓofar pada pembahasan selanjutnya

sebagai hasil dari perpaduan teori yang penulis pakai beserta adanya data-

data lengkap yang mendukung rumusan penulis pada lampiran data.

2. Rumusan konsep hak ẓofar mazhabSyafi’iyah

Setelah melakukan pembacaan terhadap redaksi dalam kitab-kitab

turos serta melakukan pengakajian terhadap konsep-konsep hak penulis

dapat merumuskan konsep hak ẓofar berikut sebagai hasil dari penelitian

penulis :

a. Definisi ẓofar

Ẓofar secara bahasa berasal dari kata ‫ الظفر‬yang merupakan turunan

dari kata ‫ ظفر‬yang memiliki arti memperoleh seseuatu yang di tuntut

(‫ )ظفرا المطلوب‬dalam bahasa arab. Sedangkan secara istilah hak ẓofar

merupakan istilah bagi orang yang mengambil hak secara diam-diam

dari orang yang mencekal haknya.

34
b. Rukun-rukun ẓofar

Berikut rukun-rukun yang dapat penulis rangkum dalam penelitian

penulis:

1) Sohibu al-haqqi yakni orang yang berhak atas hak tersebut. Dalam

hal ini pemilik hak bersifat relatif berdasarkan pembahasan yang

disandingkan dengan hak ẓofar, semisal istri dalam bab nafkah, dan

pemilik hak piutang pada kasus hutang piutang.

2) Mahallu al-haqqi yakni sesuatu yang berkaitan dengan hak yang

wajib dekembalikan kepada pemilik hak. Pada persoalan hak yang

wajib dikembalikan kepada pemilik hak, penulis mengkuti

ketentuan yang dalam kitab asnal matolib dimana hak yang wajib

dikembalikan tidak hanya terbatas akan harta benda atau berupa

tanggungan semisal hutang namun juga mencakup manfaat semisal

ijarah yang berkaitan dengan benda yang mana ketentuannya akan

dijelaskan di bawah ini.

• Al-mukallaf bil haqqi yakni orang yang dituntut untuk

mengembalikan hak. Sama halnya dengan pemilik hak orang yang

dituntut untuk mengembalikan hak juga bersifat relatif mengkuti

pembahasan yang dimaksud.

c. Syarat-syarat dan ketentuan ẓofar.

Dalam hal syarat dan ketentuan ẓofar berdasarkan hak yang diambil

dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

1) Hak yang akan diambil berupa barang.

35
a) Pengambilan hak tidak akan menimbulkan mafsadat dan fitnah.

b) Pengambilan hak tidak akan mengantarkan kepada cederanya

anggota badan dan mencoreng kehormatan.

c) Barang yang akan di ambil merupakan barang yang benar-benar

kepemilikan orang yang berhak atas barang tersebut.

d) Dalam hal barang, prioritas barang yang di ambil adalah barang

yang sejenis, kemudian barang yang tidak sejenis bila tidak

memungkinkan untuk mengambil barang sejenis. Namun untuk

barang yang tidak sejenis lebih diutamakan uang dari barang

yang lain.

e) Barang dapat dimiliki dengan adanya kleim dari pemilik barang

semisal mengucapkan “aku pemilik barang ini”, namun untuk

barang yang tidak sejenis maka pemilik hak harus menjual

barang tersebut atas nama dirinya. Tidak diperkenankan menjual

barang tersebut kepada dirinya sendiri.

2) Hak yang akan diambil berupa tanggungan.

a) Orang yang memiliki hak tercegah dari mengambil haknya.

b) Jenis tanggungan haruslah hutang yang sudah jatuh tempo.

f) Pengambilan hak tidak akan menimbulkan mafsadat dan fitnah.

c) Tanggungan hutang merupakan hak pemilik piutang.

3) Hak yang akan diambil berupa manfaat.

a) Apabila manfaat tersebut berkaitan dengan barang maka pemilik

hak mengambil barang sebagai pelunasan dari hutanganya.

36
b) Apabila manfaat tersebut berkaitan dengan tanggungan maka

pemilik hak mengambil nominal yang seharga manfaat tersebut.

Sedangkan untuk ketentuan umum dari hak ẓofar adalah sebagai

berikut:

1) Bagi pemilik hak tidak diperbolehkan mewakilkan kepada orang

lain pengambilan haknya.

2) Pemilik hak boleh merusak pintu, jendela dan yang lainnya untuk

mencapai tempat yang dituju dalam pengambilan hak ẓofar.

3) Hak ẓofar merupakan sebuha konsep yang dapat dilakukan

dikarenakan adanya kaeadaan darurot, oleh karena itu jika

memungkin mengambil hak melalui putusan hakim maka lebih di

utamakan melaporkannya kepada hakim.

d. Hukum ẓofar berdasarkan kaitannya dengan hak.

Dipandang dari kaitannya dengan hak, ketentuan hukum ẓofar dapat

kelempokkan sebagai berikut :

1) Hak-hak yang tidak diperbolehkan melakukan ẓofar tampa adanya

putusan dari hakim.

a) Hak yang berkaitan dengan sangsi-sangsi seperti had qisas,

qodaf, pencurian, dan ta’zir. Karena persoalan tersebut dapat

memberikan peluang kepada seseorang untuk melekukan

perbutan yang melampui batas atas orang lain.

b) Hak yang murni aturan dari syara’ seperti hak-hak yang

berkaitan dengan pernikahan, talak, dan rujuk.

37
c) Hak yang dapat mengantarkan akan adanya fitnah dan

kemudaratan bagi pemilik hak.

2) Hak-hak yang diperbolehkan melakukan ẓofar walaupun tanpa

adanya putusan hakim.

c) Hak untuk mendapatkan barang-barang yang memang

diberhaki dengan syarat :

• Tidak menimbulkan mafsadad dan fitnah.

• Tidak mengantarkan kepada tercederainya anggota badan

dan kehormatan.

• Benda yang diberhaki merupakan benda yang benar-benar

milik pemilik hak.

d) Nafkah istri dan anak dengan berdasarkan hadis dari

Sayyidatina Aisyah r.a yang telah disebutkan sebelumnya.

3) Hak-hak yang masih diperselisihkan melakukan ẓofar dengan tanpa

adanya putusan dari hakim.

a) Hak-hak yang berada didalam tangggungan semisal hutang.

38
Tabel Konsep Hak Ẓofar
1. Definisi a. Bahasa.
Ẓofar secara bahasa berasal dari
kata ‫ الظفر‬yang merupakan turunan dari
kata ‫ ظفر‬yang memiliki arti
memperoleh seseuatu yang di tuntut
(‫ )ظفرا المطلوب‬dalam bahasa arab.
b. Istilah.
Ẓofar secara istilah hak ẓofar
merupakan istilah bagi orang yang
mengambil hak secara diam-diam dari
orang yang mencekal haknya.

2. Rukun-rukun a. Sohibu al-haqqi.


Orang yang memiliki keberhakan
atas hak yang di cekal.
b. Mahallu al-haqqi.
Sesuatu yang berkaitan dengan hak
yang wajib dekembalikan kepada
pemilik hak baik berupa barang,
tanggungan atau berupa manfaat.
c. Al-mukallaf bil haqqi.
Orang yang dituntut untuk
mengembalikan hak.

3. Syarat-syarat dan ketentuan. a. Syarat umum


1. Pemilik hak tidak diperbolehkan
mewakilkan pengambilan hak.
2. Diperbolehkan merusak properti
untuk mencapai tempat yang
dituju.
3. Hanya bisa dilakukan dalam
keadaan darurat.
b. Syarat berdsarkan hak yang di ambil.
1. Hak yang berupa barang.
• Pengambilan hak tidak akan
menimbulkan mafsadat dan
fitnah.
• Pengambilan hak tidak akan
mengantarkan kepada
cederanya anggota badan dan
mencoreng kehormatan.
• Prioritas barang yang di ambil
adalah barang yang sejenis,

39
kemudian barang yang tidak
sejenis bila tidak
memungkinkan untuk
mengambil barang sejenis.
Namun untuk barang yang
tidak sejenis lebih diutamakan
uang dari barang yang lain.
2. Hak yang berupa tanggungan.
• Orang yang memiliki hak
tercegah dari mengambil
haknya.
• Jenis tanggungan haruslah
hutang yang sudah jatuh
tempo.
• Pengambilan hak tidak akan
menimbulkan mafsadat dan
fitnah.
• Tanggungan hutang
merupakan hak pemilik
piutang.
3. Hak yang berupa manfaat.
• Apabila manfaat tersebut
berkaitan dengan barang maka
pemilik hak mengambil
barang sebagai pelunasan dari
hutanganya.
• Apabila manfaat tersebut
berkaitan dengan tanggungan
maka pemilik hak mengambil
nominal yang seharga manfaat
tersebut.
4. Hukum a. Hak yang tidak diperbolehkan
melakukan ẓofar, semisal hak yang
berkaitan dengan sangsi-sangsi seperti
had qisas, qodaf, pencurian, dan ta’zir.
b. Hak yang diperbolehkan melakukan
ẓofar walaupun tanpa adanya putusan
hakim. Seperti mengabil hak dicekal
oleh orang lain dengan ketentuan yang
telah disebutkan sebelumnya, nafkah
istri dan anak.
c. Hak-hak yang masih diperselisihkan
melakukan ẓofar dengan tanpa adanya
putusan dari hakim. Semisal hak-hak
yang berkaitan dengan tanggungan
semisal hutang.

40
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan-pembahasan sebelumnya penulis memberikan

kesimpulan sebagaimana berikut :

1. Mengenai persoalan hak ẓofar masih terjadi silang pendapat diantara

kalangan mazhabSyafi’iyah baik berkenaan dengan syarat maupun

pengaplikasiannya lebih-lebih dalam pengelompokannya berdasakan dari

pandangan masing-masing ualama. Namun setelah ditinjau ulang antara

satu keterangan dengan keterangan lainnya, maka dapat dijumpai bahwa

antara satu pendapat dengan pendapat lainnya masih berkesinambungan dan

saling melengkapi satu sama lain. Sehingga dengan menggunakan

pendekatan analisis kontes dan metode komparasi dapat dibangun sebuah

konsep utuh mengenai hak ẓofar.

2. Mengenai hak yang berada dibawah koridor hak ẓofar dapat dikelompokkan

sebagaimana berikut :

a. Dipandang dari jenis hak yang diambil terdapat tiga bagian :

1) Hak yang berupa barang

2) Hak yang berupa tangguangan

3) Hak yang berupa manfaat

b. Dipandang dari kaitannya dengan hak-hak yang boleh dialkukan ẓofar

juga terdapat tiga bagian :

41
1) Hak-hak yang tidak diperbolehkan melakukan ẓofar tampa adanya

putusan dari hakim.

2) Hak-hak yang diperbolehkan melakukan ẓofar walaupun tanpa

adanya putusan hakim.

3) Hak-hak yang masih diperselisihkan melakukan ẓofar dengan tanpa

adanya putusan dari hakim.

B. Saran

Setelah penulis melakukan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan mengeani konsep ẓofar ini, yaitu :

a. Konsep ẓofar ini hanyalah sebagai tambahan wawasan dalam khazanah

keilmuan islam. Oleh karena itu jangan sampai memeraktekannya dalam

dunia nyata, karna hak ẓofar ini memliki resiko yang tinggi ketika

dipraktekkan.

b. Konsep ẓofar ini belum berlaku di Indonesia, karena Indonesia bukanlah

negara Islam melainkan negara republik yang mana hak setiap warganya

telah dilindungi oleh undang-undang positif.

c. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menyempurnakan kajian tentang

hak ẓofar ini, karna penulis sadar dalam penelitian penulis banyak sekali

kekurangan baik dari segi analisis ataupun data-data yang penulis baca.

42
DAFTAR PUSTAKA

Al-‘Asqolani, Ahmad bin Ali bin Hajar. Fathu al-Bari Bisyarhi Sahih
Bukhori. Riyad: Dar taybah, 2005.

Al-auqof al-Kuwaitiyah. al-Mausuah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah. Bairut:


Dar al-kutub al-ilmiyah, t.th.

Al-Buhuti, Mansur bin Yunus bin Idris. Kasyful qona’an matni al-Iqna’.
Beirut: Dar al-fikr,1402.

Al-jamal, Sulaiman. Hasyiah al-Jamal ‘ala al-Minhaj li syaikhu al-Islam


zakaria al-Anshari. Bairut: Dar ansyr, t.th.

Al-Jauziyah, Ibnu Qoyyim. Zadu al-Ma’aad fi hadyi khoiri al-Ibaad.


Bairut: Muassisatil Risalah, 1986.

Al-Malibari, Zainuddin bin Abdul Aziz. fatḥu al-mui’n. Semarang: karya


toha putra, t.th.

Al-Maqdasi, Abdullah bin Ahmad bin Qudamah. al-Mugni fi fikih al-Imam


Ahmad bin Hambal As-Syaibani. Bairut: Dar al-fikr,1405.

Asna al-Matolib, t.td. Maktabah syamilah.

As-Syatiri, Muhammad bin Ahmad. sharh al-Yaqutu an-Nafis. t.t, Dar al-
hawi, 1418H/1997M.

Azam, Abdullah. Fiqhu al-Ijraat wa al-Murafaat. Maktabah syamilah.

Az-Zarqo, Mustafa. al-Madkhol ila Nodhoriyati al-Iltizam. Damaskus: Dar


alqolam, 1999.

Az-zuhaili, Wahba. al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu. Suriah: Dar al-fikr,


t.th.

Bugyatul Musytarsyidin li as-Sayyid Ba’alawi al-Hadromi. maktabah


syamilah.

43
Khafif, Ali. al-Haqqu wa al-Dzimmah. Qohiroh: Dar al-fikr, 2010.

Tayassuru al-Ulam sarh Umdatu al-Ahkam, t.td. maktabah syamilah.

https://id.wikipedia.org/wiki/Analisis.

https://id.wikipedia.org/wiki/Hak.

https://id.wikipedia.org/wiki/Konsep.

https://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Syafi%27i.

https://quran.kemenag.go.id/sura/16/126

https://quran.kemenag.go.id/sura/42/40

44
‫‪LAMPIRAN REFRENSI‬‬

‫أسَّن املطالب يف شرح روض الطالب (‪)216 /2‬‬

‫اَّللِ تَ َع َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬


‫اىل أَ ْن ََيْ ُخ َذ ما بَ َذلَهُ قَالَهُ‬ ‫ني َّ‬ ‫يما بَْي نَهُ َوبَْ َ‬
‫صا ََلَ على ْاإلنْ َكار وكان الْ ُمدَّعي ُُمقًّا فَيَح ُّل له ف َ‬ ‫وإذا َ‬
‫صا ََلَ على غَ ِْري الْ ُمدَّعِي فَِف ِيه ما ََيِِْت‬ ‫ِِ‬
‫ض َك َالمه فَأ ََّما إذَا َ‬
‫ِ ِ ِِ‬
‫صلْ ِح ا ْحلَطيطَة َوفيه فَ ْر ُ‬ ‫يح يف ُ‬ ‫صح ٌ‬
‫ي وهو ِ‬
‫َ‬ ‫الْ َم َاوْرِد ُّ‬
‫صولِ َح ُمثَّ أَقَ َّر ُّ‬
‫الصلْ ُح َاب ِط ًال‬ ‫يف َم ْسأَلَِة الظُُّف ِر قَالَهُ ِْ‬
‫اإل ْسنَ ِو ُّ‬
‫ي قال َولَ ْو أَنْ َكَر فَ ُ‬
‫حاشية اجلمل على املنهج لشيخ اإلسالم زكرَي األنصاري (‪)72 /7‬‬

‫ولو أتلف ماال ُمرتما بيد مالكه ضمنه ابإلمجاع وقد ال يضمنه ككسر ابب وثقب جدار يف مسألة الظفر‬

‫مغين احملتاج (‪)277 /2‬‬

‫وقد بدأ ابألول فقال " ولو أتلف ماال يف يد مالكه ضمنه " ابإلمجاع واستثين من ذلك مسائل منها كسر‬
‫الباب ونقب اجلدار يف مسألة الظفر‬

‫بغية املسرتشدين (ص‪)542 :‬‬

‫ومن ظلمه كافر أبخذ شيء منه قهراً جاز له أخذ قدر ظالمته من ماله على التفصيل يف مسألة الظفر‬

‫بغية املسرتشدين (ص‪)613 :‬‬

‫(مسألة) ‪ :‬حاصل مسألة الظفر أن يكون لشخص عند غريه عني أو دين ‪ ،‬فإن استحق عيناً مبلك أو‬
‫بنحو إجارة أو وقف أو وصية مبنفعة أو بوالية ‪ ،‬كأن غصبت عني ملوليه وقدر على أخذها فله يف هذه‬
‫الصور أخذها مستقالً به إن مل خيف ضرراً ولو على غريه ‪ ،‬وإن مل تكن يد من هي عنده عادية كأن اشرتى‬
‫مغصوابً ال يعلمه ‪ ،‬ويف حنو اإلجارة املتعلقة ابلعني َيخذ العني ليستويف املنفعة منها ‪ ،‬واملتعلقة ابلذمة َيخذ‬
‫قيمة املنفعة ‪ ،‬ويقتصر على ما يتيقن أنه قيمة تلك املنفعة ‪ ،‬فإن خاف من األخذ املذكور مفسدة وجب‬
‫الرفع إىل القاضي وإن استحق عند غريه ديناً ‪ ،‬فإن كان املدين مقراً ابذالً طالبه به ‪ ،‬وال َيل له أخذ شيء‬
‫‪ ،‬بل يلزمه رده ويضمنه إن تلف ‪ ،‬ما مل يوجد شرط التقاص أو مقراً ممتنعاً أو منكراً وال بينة للظافر ‪ ،‬وكذا‬
‫إن كان له بينة يف األصح أخذ جنس حقه من ماله ظفراً ‪ ،‬وكذا غري جنس حقه ولو أمة إن فقد اجلنس‬
‫للضرورة ‪ ،‬نعم يتعني أخذ النقد إن أمكن ‪ ،‬ولو كان املدين ُمجوراً عليه بفلس أو ميتاً عليه دين مل َيخذ‬

‫‪45‬‬
‫إال قدر حقه ابملضاربة إن علمها وإال احتاط ‪ ،‬وُمل أخذ املال املذكور إن كان الغرمي مصدقاً أنه ملكه‬
‫وإال مل جيز أخذه ‪ ،‬ولو ادعى املأخوذ منه على الظافر أنه أخذ من ماله كذا جاز جحده واحللف عليه ‪،‬‬
‫وينوي أنه مل َيخذ من ماله الذي ال يستحق األخذ منه ‪ ،‬وإذا جوزان األخذ ظفراً فله بنفسه ال بوكيله ‪،‬‬
‫إال لعجز كسر ابب ونقب جدار للمدين ليتوصل لألخذ وال ضمان كالصائل ‪ ،‬نعم ميتنع الكسر يف غري‬
‫متع د لنحو صغر ويف غائب معذور وإن جاز األخذ ‪ ،‬مث إن كان املأخوذ من جنس حقه وصفته ملكه‬
‫بنفس األخذ ‪ ،‬أو من غري جنسه أو أرفع منه صفة ابعه ولو مبأذونه ال لنفسه وُمجوره إبذن احلاكم إن‬
‫تيسر ‪ ،‬أبن علمه احلاكم أو أمكنه إقامة بينة بال مشقة ومؤنة فيهما ‪ ،‬واشرتى جنس حقه وملكه وهو‬
‫أعين املأخوذ من اجلنس أو غريه ‪ ،‬مضمون على اآلخذ مبجرد أخذه أبقصى قيمة ‪ ،‬وال َيخذ فوق حقه‬
‫إن أمكن االقتصار على قدر حقه ‪ ،‬فإن مل ميكن جاز وال يضمن الزائد ‪ ،‬ويقتصر على بيع قدر حقه إن‬
‫أمكن أيضاً ‪ ،‬ويرد الزائد ملالكه ‪ ،‬ولو مل ميكنه أخذ مال الغرمي جاز له أخذ مال غرمي ابلشرط املذكور وهو‬
‫جحده أو امتناعه أو مماطلته ‪ ،‬لكن يلزمه إعالم غرميه ابألخذ حىت ال َيخذ اثنياً ‪ ،‬وال يلزمه إعالم غرمي‬
‫الغرمي ‪ ،‬إذ ال فائدة فيه إال إن خشي أن الغرمي َيخذ منه ظلماً ‪ ،‬وله إقامة شهود بدين قدر برىء منه ومل‬
‫يعلموه على دين آخر ‪ ،‬كما جيوز جحد من جحده إذا كان على اجلاحد مثل ما له عليه أو أكثر فيحصل‬
‫التقاص ‪ ،‬وإن مل توجد شروطه للضرورة ‪ ،‬فإن نقص ماله جحد بقدر حقه ‪ ،‬اه ملخصاً من التحفة‬
‫والنهاية‪.‬‬

‫األشباه و النظائر يف قواعد و فروع فقه الشافعية ‪ -‬الرقمية (ص‪)281 :‬‬

‫الرابعة‪ :‬مسألة الظفر إذا ظفر بغري جنس حقه‪ ,‬أو جبنسه‪ ,‬وتعذر استيفاؤه من املستحق عليه طوعا‪ ,‬فأخذه‬
‫يكون قبضا منه حلق نفسه‪ ,‬فهو قابض مقبض‪.‬‬

‫أسَّن املطالب (‪)121 /23‬‬

‫الذ َخائِِر َع ْن الْغََزِِ‬


‫ايل أَنَّهُ‬ ‫الس ِف ِيه َوَْحن ِوهِ لَكِ ْن ِيف َّ‬‫اإلقْ َرا ِر َك َّ‬ ‫ول ِْ‬ ‫يين وِيف م ْعَّن الْمْنكِ ِر َغ ْري م ْقب ِ‬
‫َُُ‬ ‫ال الْبُلْق ِ ُّ َ َ َ ُ‬
‫( تَ ْنبِيه ) قَ َ ِ‬
‫ٌ‬
‫ِ‬ ‫َن من لَه ح ٌّق علَى صغِري لَيس لَه أَ ْن َيْخ َذ ِمن مالِِه إ ْن ظََفر ِِجبْن ِ ِ ِ‬ ‫َال ِخ َال َ‬
‫يين َعلَى‬ ‫س َحقه َونَبَّهَ الْبُلْق ِ ُّ‬ ‫َ‬ ‫ف ِيف أ َّ َ ْ ُ َ َ َ ْ َ ُ َ ُ ْ َ‬
‫ِ‬
‫ص‬‫ف َونَ ُّ‬ ‫س َح َّىت َِجييءَ فِ ِيه ا ْْلَِال ُ‬ ‫س َما إذَا َكا َن ِمثْلِيًّا فَإِ ْن َكا َن ُمتَ َق ِوًما فَ ُه َو َكغَ ِْري ا ْجلِْن ِ‬ ‫َخ ِذ ا ْجلِْن ِ‬‫َن َُمَ َّل ا ْجلَْزم ِأب ْ‬
‫أ َّ‬
‫ث َو َج َدهُ بَِوْزنِِه أ َْو َكْيلِ ِه فَإِ ْن َملْ يَ ُك ْن لَهُ ِمثْ ٌل‬ ‫ِ‬
‫ال فَلَهُ أَ ْن ََيْ ُخ َذ ِم ْن َمال ِه َحْي ُ‬ ‫ث قَ َ‬ ‫ك َحْي ُ‬
‫ِِ‬
‫ص ِر يَ ُد ُّل ل َذل َ‬ ‫الْ ُم ْختَ َ‬
‫ِ ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َكانَ ِ‬
‫اب قَ َّس ُموا‬‫َص َح َ‬ ‫استَ ْو ََف م ْن ََثَنه َحقَّهُ َو ْاعلَ ْم أَ َّن ْاأل ْ‬ ‫ضهُ َو ْ‬ ‫ع َعَر َ‬‫يمتُهُ َد َانن َري أ َْو َد َراه َم فَإِ ْن َملْ َِجي ْد لَهُ َاب َ‬
‫تقَ‬ ‫ْ‬

‫‪46‬‬
‫ض لِ ِذ ْك ِرَها َواَلَّ ِذي يَظْ َه ُر‬ ‫َح ًدا تَ َعَّر َ‬‫ث َوُه َو الْ َمْن َف َعةُ َوَملْ أ ََر أ َ‬ ‫َّعى بِِه َإىل َع ْني َوَديْن َوبَِق َي قِ ْس ٌم َاثلِ ٌ‬ ‫ال الْ ُمد َ‬ ‫الْ َم َ‬
‫ني بِي ِدهِ إ ْن َمل َخي ِ‬
‫ت‬ ‫ف فْت نَةً َوَكالدَّيْ ِن إ ْن َوَرَد ْ‬ ‫ْ َْ‬ ‫ك الْ َع ْ ِ َ‬ ‫استِي َف ُاؤَها ِم ْن تِْل َ‬ ‫ني فَلَهُ ْ‬ ‫ت َعلَى الْ َع ْ ِ‬ ‫ني إ ْن َوَرَد ْ‬ ‫أَ ََّّنَا َكالْ َع ْ ِ‬
‫ال ْاألَ ْذ َرعِ ُّي ْاألَ ْشبَهُ أ َّ‬ ‫ك بِ َش ْر ِط ِه ع َوقَ َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫الذ َّم ِة فَلَو قَ َدر علَى ََت ِ ِ‬ ‫علَى ِ‬
‫َن‬ ‫صيل َها ِأبَ ْخذ َش ْيء ِم ْن أ َْم َوال ِه فَلَهُ ذَل َ‬ ‫ْ َ َ ْ‬ ‫َ‬
‫س‬ ‫ال إ ْن قَ َد َر َعلَى ا ْجلِْن ِ‬ ‫ك ( قَ ْولُهُ فَِإ ْن َملْ َِجي ْدهُ فَغَ ْريُهُ ) يَْن بَغِي أَ ْن يُ َق َ‬ ‫مستَ ِح َّق الْمْن َفع ِة َال ِسيَّما الْم َؤبَّ َدةُ َكالْمالِ ِ‬
‫َ‬ ‫َ ُ‬ ‫َ َ‬ ‫ُْ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫إحرا ِزهِ‬
‫َخذه َإىل ُرُكوب َخطَر لشدَّة ْ َ‬ ‫اج ِيف أ ْ‬ ‫احتَ َ‬ ‫عْن َد الظَّْف ِر َملْ يَ ْعد ْل َإىل َغ ِْريه قَطْ ًعا َوإِ ْن َع َجَز َعْنهُ حينَئذ أ َْو ْ‬
‫َخ ِذ َغ ِْري‬‫ني ِيف أ ْ‬ ‫ود ُرَّمبَا ُج ِر ُحوا ( قَ ْولُهُ َويَتَ َع َّ ُ‬ ‫ُّه َ‬‫َن الش ُ‬ ‫َن فِ ِيه َغَرَرا ِأل َّ‬ ‫الرفْ ِع إلَْي ِه إ ََلْ ) َوِأل َّ‬
‫َن ِيف َّ‬ ‫َخ َذ َغ ْريَهُ ( قَ ْولُهُ َوِأل َّ‬ ‫أَ‬
‫يح ِه ‪.‬‬ ‫َشار َإىل تَص ِح ِ‬ ‫ِ‬ ‫يح ِه ( قَولُه وي ْن بغِي تَ ْق ِدمي أ ِ‬ ‫َشار َإىل تَص ِح ِ‬ ‫ا ْجلِْن ِ‬
‫ْ‬ ‫َخذ َغ ِْري ْاألََمة إ ََلْ ) أ َ َ‬ ‫ُ ْ‬ ‫ْ ُ ََ َ‬ ‫ْ‬ ‫س إ ََلْ ) أ َ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫َشار َإىل تَ ِ ِ ِ‬ ‫( قَولُه قَ َ ِ‬
‫ص‬‫َّخلُّ ُ‬ ‫صحيحه ( قَ ْولُهُ إ ْن َملْ يَص ْل إلَْيه َّإال بِه ) ِأبَ ْن َملْ ميُْكْنهُ الت َ‬ ‫ْ‬ ‫يين َولَ ْو َكا َن إ ََلْ ) أ َ َ‬ ‫ال الْبُ ْلق ِ ُّ‬ ‫ُْ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ايل أَنَّهُ َُمَ ُّل ِوفَاق ( قَ ْولُهُ َك َما ِيف‬ ‫ال الْغََزِ ُّ‬‫يين َو َغ ْريُهُ َوقَ َ‬‫ك َك َما َحَّرَرهُ الْبُ ْلق ِ ُّ‬ ‫وز ذَل َ‬ ‫ِابلْ َقاضي أ ََّما إذَا أ َْم َكنَهُ فَ َال َجيُ ُ‬
‫ب‬ ‫صورتَهُ ما إذَا َكا َن ا ْحل ُّق َعلَى مْنكِر وَال ب يِنَةَ وي ْؤ َخ ُذ ِمن تَوِج ِيه جوا ِز َكس ِر اب ِ‬ ‫الصائِ ِل ) عُلِ َم ِمْنهُ أ َّ‬
‫ْ ْ ََ ْ َ‬ ‫ُ َ َ َُ‬ ‫َ‬ ‫َن ُ َ َ‬ ‫َدفْ ِع َّ‬
‫ب الْ َم ْع ُذوِر أ َْو‬ ‫ك ِيف َح ِق الْم ِق ِر الْم ْمتَنِ ِع أ َْو الْمْنكِ ِر َم َع الْبَ يِنَ ِة أ َْو الْغَائِ ِ‬ ‫ب ِج َدا ِرهِ أَنَّه َال َجي ِ‬
‫وز ذَل َ‬ ‫ُ ُُ‬ ‫الْغَ ِرِمي ونَ ْق ِ‬
‫ُ‬ ‫ُ ُ‬ ‫َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫الصِ ِب أ َْو الْ َم ْجنُون أ َْو َغ ِرِمي الْغَ ِرِمي َوِيف َم ْع ََّن الْ َمال الْ ُم ْختَ ِ‬
‫َي‬
‫يين ) أ ْ‬ ‫ال الْبُلْق ِ ُّ‬ ‫َّههُ ْاألَ ْذ َرع ُّي ( قَ ْولُهُ قَ َ‬ ‫ص َك َما تَ َفق َ‬ ‫َّ‬
‫ب ا لَ َم ْع ُذوِر‬ ‫ِ‬ ‫اضر أَو الْغَائِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫َشار َإىل تَ ِ ِ ِ‬
‫ب ب َال عُ ْذر أََّما الْغَائ ُ‬ ‫ُ‬ ‫َي ا ْحلَ ُ ْ‬ ‫صحيحه ( قَ ْولُهُ للْ َمدي ِن ) أ ْ‬ ‫ْ‬ ‫َو َغ ْريُهُ َوَُمَلُّهُ إ ََلْ أ َ َ‬
‫َش َار َإىل‬ ‫اضي َولَ ْو ُوكِ َل إ ََلْ ) أ َ‬ ‫ال الْ َق ِ‬ ‫ون ( قَ ْولُهُ قَ َ‬ ‫الصِ ِب والْمجنُ ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫وز أَ ْن يَ ُكو َن ِيف ملْكه َوَال ِيف ملْك َّ َ َ ْ‬
‫ِ ِِ‬
‫فَ َال َجيُ ُ‬
‫ول ِخ َالفُهُ ‪.‬‬ ‫الزْرَك ِش ُّي َوالْ َم ُق ُ‬
‫ال َّ‬ ‫َخ ِذهِ ) قَ َ‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫اإلسنَ ِو ُّ ِ‬
‫ي َوقَضيَّ تُهُ أَنَّهُ َال ميَْل ُكهُ مبُ َجَّرد أ ْ‬ ‫ال ِْ ْ‬ ‫يح ِه ( قَ ْولُهُ قَ َ‬ ‫تَص ِح ِ‬
‫ْ‬
‫اه‪.‬‬
‫ص ِد ِاال ْستِي َف ِاء‬ ‫َخ َذهُ َال بَِق ْ‬ ‫َخذ أ َْو َُْي َم ُل َعلَى َما إذَا أ َ‬
‫ف فِ ِيه ِاب ْأل ِ‬
‫ْ‬ ‫َّصُّر ُ‬
‫َي َتََُّولُهُ َوالت َ‬ ‫ني لَهُ َتََلُّ ُكهُ أ ْ‬ ‫فَ َق ْو ُل الشَّْي َخ ْ ِ‬
‫ِ‬ ‫َشار َإىل تَ ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫َش َار‬ ‫ص ُد إ ََلْ ) أ َ‬ ‫صحيحه ( قَ ْولُهُ َوإِذَا ُوج َد الْ َق ْ‬ ‫ْ‬ ‫ك)أََ‬ ‫س َك َذل َ‬ ‫فَإنَّهُ َال بُ َّد م ْن إنْ َشاء َتَْليك ( قَ ْولُهُ َولَْي َ‬
‫ِ‬
‫صريُ َعلَى ِملْكِ ِه َوعِبَ َارةُ‬ ‫ي إذَا أَخ َذ ِجْنس ح ِق ِه ي ِ‬
‫َ َ َ‬ ‫َ‬ ‫ال الْ َم َاوْرِد ُّ‬ ‫ام إ ََلْ ) َوقَ َ‬ ‫ال ِْ‬
‫اإل َم ُ‬ ‫يح ِه ( قَ ْولُهُ َوِِلََذا قَ َ‬ ‫َإىل تَص ِح ِ‬
‫ْ‬
‫َخ َذهُ ِملْ َكهُ َوَال‬ ‫ك النَّوِع بِتِلْ َ ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫وذ ِي فَإِ ْن أ ِ‬ ‫تَعلِ ِيق إب ر ِاهيم الْمُّر ِ‬
‫ك الص َفة َك َما أ َ‬ ‫س َحقه إ ْن َكا َن م ْن ذَل َ ْ‬ ‫َخ َذ جْن َ‬ ‫َ‬ ‫ْ َْ َ َ‬
‫ك‪.‬‬ ‫اختِيا ِرهِ التَّملُّ ِ‬
‫َ‬ ‫اج َإىل ْ َ‬ ‫ََْيتَ ُ‬
‫اه‪.‬‬
‫صريُ َعلَى ِملْكِ ِه‬ ‫ييِ‬ ‫ِ‬
‫ال الْ َم َاوْرد ُّ َ‬ ‫س َح ِق ِه َملَ َكهُ انْتَ َهى ) َوقَ َ‬ ‫ال الْب غَ ِوي فَإِذَا أ ِ‬
‫َخ َذ جْن َ‬ ‫َ‬ ‫َص ِل ( قَ ْولُهُ َوقَ َ َ‬ ‫اض ِاب ْأل ْ‬ ‫بَيَ ٌ‬
‫ضيَّةُ َك َال ُم الْ َم َح ِاملِ ِي‬ ‫ك ‪ ،‬وهو قَ ِ‬
‫َّمل َ َ ُ َ‬
‫اختِيَا ِرهِ الت َ ُّ‬
‫اج َإىل ْ‬ ‫َخذ َوَال ََْيتَ ُ‬
‫اضي حسني أَنَّه ميَْلِ ُكه لِمجَّرِد ْاأل ِ‬
‫ْ‬ ‫ُ َ ٌْ ُ ُ ُ َ‬
‫ال الْ َق ِ‬ ‫َوقَ َ‬
‫ص ِد ِاال ْستِي َف ِاء َوالشَّا ِرِع قَ ْد أ َِذ َن لَهُ ِيف‬ ‫َخ َذهُ بَِق ْ‬ ‫اب فَإِنَّهُ َّإمنَا أ َ‬ ‫الص َو ُ‬ ‫َو َغ ِْريِه ْم فَإِ ََّّنُْم َع ََّبُوا بَِق ْوِلِِ ْم َملَ َكهُ َوَه َذا ُه َو َّ‬
‫س ِابلْ َوْزِن‬ ‫ال الدَّا ِرِم ُّي إنَّهُ ََيْ ُخ ُذ ِم ْن ا ْجلِْن ِ‬ ‫ين فَإِنَّهُ ميَْلِ ُكهُ َوِِلََذا قَ َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ضهُ َّإَيهُ ا ْحلَاك ُم أ َْو الْ َمد ُ‬ ‫ضه فَأَ ْشبَهَ َما لَ ْو أَقَبَ َ‬
‫قَب ِ ِ‬
‫ْ‬
‫ص َار ُم ْستَ ْوفِيًا‬ ‫س َع ْن ا ْحلَ ِق َ‬ ‫َخ ِذ ا ْجلِْن ِ‬ ‫ال إلَي ِه الْب لْ ِق ِ ِ‬
‫يين ) ألَنَّهُ ِأب ْ‬
‫ِ‬
‫يمة ( قَ ْولُهُ َوَوافَ َقهُ ْاألَ ْذ َرع ُّي َوَم َ ْ ُ ُّ‬
‫والْ َكي ِل َال ِابلْ ِق ِ‬
‫َ‬ ‫َ ْ‬
‫س َو َسيَأِِْت ‪.‬‬ ‫ص َفتِ ِه َوإَِّال فَ َكغَ ِْري ا ْجلِْن ِ‬‫ال الشَّارِح ِيف َشرِح م ْن ه ِج ِه فَيملِ ُكه إ ْن َكا َن بِ ِ‬ ‫ك َوقَ َ‬ ‫فَ ِملْ ٌ‬
‫ْ َ َ َْ ُ‬ ‫ُ‬
‫اه‪.‬‬

‫‪47‬‬
‫يح ي ْن بغِي أَ ْن َال ي ت وَّكل لَه َّإال من ي عت َق ُد أَنَّه ُُِم ٌّق ِيف الْب ي ِع ( قَولُه قَ َ ِ‬ ‫ِ‬ ‫( قَ ْولُهُ أ َْو َانئِبِ ِه ) قَ َ‬
‫ال الْبُ ْلق ِ ُّ‬
‫يين‬ ‫َْ ْ ُ‬ ‫َُ َ َ ُ َ ْ ُ ْ َ ُ‬ ‫ال ِيف الت َّْوش ِ َ َ‬
‫ِ ِ‬ ‫يح ِه ( قَولُه وقَ ِ‬ ‫َشار َإىل تَص ِح ِ‬ ‫ِ‬
‫َش َار َإىل‬ ‫ضا ) أ َ‬ ‫ضيَّ تُهُ أَنَّهُ َال يَ ْستَق ُّل بِه أَيْ ً‬ ‫َُْ‬ ‫ْ‬ ‫ص ْل إ ََلْ ) أ َ َ‬ ‫يما إذَا َملْ ََْي ُ‬ ‫َولَ َعلَّهُ ف َ‬
‫وب الْ ُمَرافَ َع ِة‬‫ضا فَِإ ْن قُ ْلت فَما فَائِ َدةُ َع َدِم وج ِ‬
‫ُُ‬ ‫َ‬ ‫ب أَيْ ً‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َي َعلَى َما ظَ َهَر م ْن َك َالم الْبَغَ ِوي َوَكتَ َ‬ ‫بأ ْ‬
‫تَ ِ ِ ِ‬
‫صحيحه َوَكتَ َ‬ ‫ْ‬
‫ب‬ ‫ِ‬
‫َخ َذهُ حبَس ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫يما إذَا ظََفَر ِاب ْجلْن ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ْ‬ ‫س ( قَ ْولُهُ َويَْن بَغي أَ ْن يُبَاد َر َإىل بَْي ِع َما أ َ‬ ‫إذَا َملْ يَ ْستَق َّل ابلْبَ ْي ِع قُ ْلت فَائ َدتُهُ ف َ‬
‫َخره لَ َذهب ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِْ ِ‬
‫ت َماليَّ تُهُ‬ ‫اد َوَملْ َِجي ْد َم ْن يَ ْش َِرتيه ِيف ا ْحلَ ِال َولَ ْو أ َّ َ ُ َ َ ْ‬ ‫اإل ْم َكان ) لَ ْو َكا َن الْ َمأْ ُخوذُ ممَّا يَتَ َس َارعُ إلَْيه الْ َف َس ُ‬
‫ِ ِِ‬ ‫يم ِة قَ َ‬ ‫ِِ ِ ِ‬
‫ب ا ْجلََو ُاز ُهنَا نَظََرا‬ ‫ال ْاألَ ْذ َرع ُّي فيه نَظٌَر َو ْاألَقْ َر ُ‬ ‫وز لَهُ أَ ْن يَتَ َملَّ َكهُ بَدََّال َع ْن َحقه ابلْق َ‬ ‫أ َْو ُم ْعظَ ُم َها فَ َه ْل َجيُ ُ‬
‫يح ِه ‪.‬‬ ‫َشار إ َىل تَص ِح ِ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ْ‬ ‫ب ا ْجلََو ُاز أ َ َ‬ ‫َِلَُما َمج ًيعا َوإِ ْن َمنَ ْعنَاهُ م ْن َتََلُّكه ِيف َغ ِْري َهذه ا ْحلَالَة َوقَ ْولُهُ ْاألَقْ َر ُ‬
‫َخ ِذ‬ ‫َن الْمأْخوذَ ِمن ِجْن ِ ِ ِ ِ‬
‫س َحقه ميَْل ُكهُ ِاب ْأل ْ‬ ‫ضمنَهُ ِاب ْألَ ْكثَ ِر إ ََلْ ) قَ ْد َمَّر أ َّ َ ُ ْ‬
‫صر فِ ِيه وتَلَف الْمأْخوذُ َ ِ‬
‫( قَ ْولُهُ فَإِ ْن قَ َّ َ َ َ َ ُ‬
‫اع َويَ ْستَ ْوِيف‬ ‫س وَُملُّه فِيما إذَا أ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫فَي ْدخل ِيف ضمانِِه ِمبجَّرِد ْاألَخ ِذ ِِب َذا الْ َق ِ‬
‫َخ َذهُ ليُبَ َ‬ ‫َ‬ ‫صد فَ َك َال ُم ُه ْم ُهنَا ِيف َغ ْري ا ْجلْن ِ َ َ ُ َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ َ‬ ‫َ ُ ُ ََ َُ‬
‫س َح ِق ِه‬ ‫ِمن ََثَنِ ِه فَإِ ْن أَخ َذه بَِقص ِد الْب َدلِيَّ ِة فَالْوجه ا ْجلرم بِ ُدخولِِه ِيف ضمانِِه ِمبجَّرِد ْاألَخ ِذ َكما لَو أ ِ‬
‫َخ َذ جْن َ‬ ‫ْ َ ْ َ‬ ‫ََ َُ‬ ‫َ ْ ُ ُْ ُ ُ‬ ‫َ ُ ْ َ‬ ‫ْ‬
‫ك الثَّمن الَّ ِذي ِيف ِذ َّمةِ‬ ‫ِ‬
‫ِِبَذه النيَّة َوأ َْوَىل َولَ ْو َملْ َِجي ْد َم ْن يَ ْش َِرتي الْ َمأْ ُخوذَ َّإال ُم َؤ َّج ًال َه ْل لَهُ بَْي عُهُ َك َذل َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك َويَتَ َملَّ ُ َ َ‬
‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫س ح ِق ِه وقَ ْد ِرهِ وي رضى ِاب ْأل ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ب الْ َمْن ُع‬ ‫ورةِ أ َْم َال فيه نَظٌَر ظَاهٌر َو ْاألَقْ َر ُ‬ ‫َج ِل للض َُّر َ‬ ‫َ‬ ‫الْ ُم ْش َِرتي إذَا َكا َن م ْن جْن ِ َ َ َ َ ْ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ ِ ِ‬ ‫والظَّ ِ‬
‫ك‬ ‫يم ِة الْ ُمتَ َق ِوِم غ َوقَ ْولُهُ َه ْل لَهُ بَْي عُهُ َك َذل َ‬ ‫وضا ِيف ق َ‬ ‫ض َم ُن الْ ِمثْ َل ُهنَا مبثْله َويَ ُكو ُن َك َال ُم ُه ْم َم ْف ُر ً‬ ‫اه ُر أَنَّهُ يَ ْ‬ ‫َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صحيحه َوَك َذا قَ ْولُهُ َوالظَّاه ُر أَنَّهُ يَ ْ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َص ُل بَ ْع َد نَ ْقله َما َمَّر‬ ‫ض َم ُن الْ َمأْ ُخوذَ إ ََلْ ( قَ ْولُهُ َوقَ ْد َحبَثَهُ ْاأل ْ‬ ‫َش َار َإىل تَ ْ‬ ‫أَ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫ال ابْن ِ ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫يما إذَا َكا َن الث ََّم ُن الْ َمأْ ُخوذُ َابقيًا َو ُه َو الْ ُم َع ََّبُ َعْنهُ‬ ‫الرفْ َعة َويُ ْشبهُ أَ ْن يَ ُكو َن َك َال ُم ْاإل َمام ف َ‬ ‫َع ْن ْاإل َمام ) قَ َ ُ‬
‫يم ِة أ ََّما إذَا َكا َن ََتلًِفا فَ َق ْد قُلْنَا أَنَّهُ لَ ْو تَ َعدَّى بَِ ْرت ِك الْبَ ْي ِع َح َّىت‬ ‫ِِ‬
‫يحا َال ابلْق َ‬ ‫صح ً‬
‫ِابلْ ِقيم ِة إ ْذ الْب يع َال ي ُكو ُن ِ‬
‫َ‬ ‫َْ ُ َ‬ ‫َ‬
‫َن ِْ‬ ‫ِ‬
‫الرافع ُّي َواض ٌح َوظَِين أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫اصا َعلَى الْم ْذ َه ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫اإل َم َام َملْ‬ ‫ال ْاألَ ْذ َرع ُّي َما ذَ َكَرهُ َّ‬ ‫ب َوقَ َ‬ ‫َ‬ ‫ص ً‬ ‫يمتُ َها ق َ‬ ‫تقَ‬ ‫ني َكانَ ْ‬
‫ت الْ َع ْ ُ‬ ‫تَلْف ْ‬
‫ك َوَال َُْي َم ُل َك َال ُمهُ َعلَْي ِه َم َع ظُ ُهوِر الْ َف ْرِق ‪.‬‬ ‫ِ‬
‫يُِرْد ذَل َ‬
‫اه‪.‬‬
‫ب َم َع بَ َق ِاء‬ ‫صِ‬ ‫ورةِ الْغَ ْ‬ ‫صَ‬
‫ِ ِ‬
‫َن الْ َم ْسأَلَةَ ِيف الن َهايَة ِيف ُ‬ ‫الرفْ َع ِة أ َّ‬
‫ضيَّةُ َك َالِم ابْ ِن ِ‬ ‫وه َذا هو الْوجه فَريُّد علَي ِه ما وفَّاه وقَ ِ‬
‫َ َ ُ َ َ ْ ُ َُ َ ْ َ َ ُ َ‬
‫ني َال ِيف َم ْسأَلَِة الظَّْف ِر ‪.‬‬ ‫الْ َع ْ ِ‬
‫س َح ِق ِه َملَ َكهُ إذَا َكا َن َعلَى ِص َف ِة َح ِق ِه‬ ‫َن َُم َّل قَوِلِِم إنَّه إذَا أ ِ‬
‫َخ َذ جْن َ‬ ‫َ‬
‫ِِ ِ ِ‬
‫( قَ ْولُهُ ألَ ََّّنَا فَ ْو َق َحقه ) َوِبَ َذا عُل َم أ َّ َ ْ ْ ُ‬
‫ِ‬
‫استِي َفاءٌ قَ ْه ِر ٌّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ ِ‬
‫وز لَهُ‬ ‫ي فَ َال َجيُ ُ‬ ‫ك قَطْ ًعا ألَنَّهُ ْ‬ ‫س لَهُ ذَل َ‬ ‫أ َْو ُدوََّنَا أ ََّما لَ ْو َكا َن فَ ْو َق َحقه يف الن َّْوِع أ َْو الص َفة فَلَْي َ‬
‫َخ ِذ َوإِ ْن‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِِ ِ‬
‫ين َعلَى َدفْ ِع مثْله إلَْيه فَإِنَّهُ ميَْل ُكهُ ِاب ْأل ْ‬
‫ِ‬
‫يما يَظْ َه ُر إ ْن َكا َن َما ُْجي ََبُ الْ َمد ُ‬ ‫طفَ‬
‫أَخ ُذ ْاألَجوِد فِ ِيه والضَّابِ ُ ِ‬
‫َ‬ ‫َْ‬ ‫ْ‬
‫َج َوَد ِم ْن َح ِق ِه نَ ْو ًعا أ َْو ِص َفةً فَ َال َك َما لَ ْو َكا َن َحقُّهُ ِم ْن نَ ْوع َرِديء ‪َ ،‬والْ َمأْ ُخوذُ ِم ْن نَ ْوع َجيِد‬ ‫َكا َن الْ َمأْ ُخوذُ أ ْ‬
‫ْس ِممَّا‬ ‫الص َف ِة ِأبَ ْن َكا َن ِابلْ َعك ِ‬ ‫أَو َكا َن حقُّه معِيبا والْمأْخوذُ سلِيما وإِ ْن َكا َن الْمأْخوذُ دو َن ح ِق ِه ِيف النَّوِع و ِ‬
‫ْ َ‬ ‫َ ُ ُ َ‬ ‫َ َُ ً َ َ ُ َ ً َ‬ ‫ْ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ب َع ْن َسلَم َملْ يَص َّح أَ ْن يَ ْستَ ْبد َل َعْنهُ‬ ‫ذَ َك ْرَانهُ فَإنَّهُ ميَْل ُكهُ إذَا َرض َي به َو َس َام َح اب ْجلَْوَدة نَ َع ْم لَ ْو َكا َن َحقُّهُ َو َج َ‬
‫س ( قَ ْولُهُ َوإِ ْن َرَّد الْغَ ِرميُ إقْ َر َارهُ لَهُ أ َْو‬ ‫ف ا ْجلِْن ِ‬ ‫ف النَّوِع هنَا َكاختِ َال ِ‬ ‫ك أَ ْن ي ُكو َن ِ‬ ‫ِِ ِ ِ‬
‫اخت َال ُ ْ ُ ْ‬ ‫ْ‬ ‫غَ ْ َري نَ ْوعه َوقَضيَّةُ ذَل َ َ‬

‫‪48‬‬
‫ِ ِ‬ ‫َخ ِذ َوتَ ْن ِز ِيل َم ِال الث ِ‬
‫َّاِن َمْن ِزلَةَ َمال ْاأل ََّول ( قَ ْولُهُ‬ ‫ال ا ْجلََال ُل الْم َحلِ ُّي ويُ ْؤ َخ ُذ ِمْنهُ عِ ْلم الْغَ ِرميَْ ِ‬
‫ني ِاب ْأل ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َج َح َد إ ََلْ ) قَ َ‬
‫ُ‬
‫يح ِه‬
‫َشار َإىل تَص ِح ِ‬ ‫و َشر ُ ِ‬
‫ْ‬ ‫ك أَ ْن َال يَظْ َفَر إ ََلْ ) أ َ َ‬ ‫ط ذَل َ‬ ‫َ ْ‬
‫َتفة احملتاج بشرح املنهاج (‪)114 /9‬‬

‫وأما من حقه يف الذمة أصالة وليس له يف األعيان إال التوثق فال جياب إىل تعيني عني دون عني مساوية‬
‫ِلا لظهور تعنته حينئذ كما تقرر وإن أراد إعطاءه من غري اجلنس أو مع أتخري لغري ضرورة فله األخذ‪ ،‬لكن‬
‫إن وجدت شروط الظفر لتعديه مبنع اجلنس أو ابلتأخري وقد صرحوا جبرَين الظفر بشروطه فيما فيه جنس‬
‫الدين وغريه وِبذا الذي ذكرته ودل عليه كالمهم يرد على من زعم أن للمستحق هنا االستقالل ابألخذ‬
‫مث استشكله أبن اإلنسان ال يتعاطى البيع واالستيفاء لنفسه إال يف مسألة الظفر‬

‫املوسوعة الفقهية الكويتية (‪)330 /18‬‬

‫وعةُ ‪:‬‬ ‫ِ‬


‫ا ْحليَل الْ َم ْش ُر َ‬
‫وق ‪ ،‬أ َْو إِ َىل َدفْ ِع َاب ِطل‬
‫صل إِ َىل ا ْحلالَل ‪ ،‬أَو إِ َىل ا ْحل ُق ِ‬
‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ص ِم َن الْ َم ِِ‬
‫آمث لِلت ََّو ُّ‬ ‫َّخلُّ ِ‬ ‫‪ - 9‬وِهي ا ْحلِيل الَِّيت تُت ِ‬
‫َّخ ُذ للت َ‬
‫َ‬ ‫َ َ َ‬
‫صلَ َحةً َش ْرعِيَّةً ‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ض َم ْ‬‫وعا َوالَ تُنَاق ُ‬ ‫‪َ ،‬وه َي ا ْحليَل الَِّيت الَ ََتْد ُم أ ْ‬
‫َصالً َم ْش ُر ً‬
‫َوِه َي ثَالَثَةُ أَنْ َواع ‪:‬‬
‫أ ‪ -‬أَ ْن تَ ُكو َن ا ْحلِيلَةُ ُُمَّرمةً وي ْقص َد ِِبا الْوصول إِ َىل الْم ْشر ِ ِ‬
‫وع ‪ ،‬مثْل أَ ْن يَ ُكو َن لَهُ َعلَى َر ُجل َح ٌّق فَيَ ْج َح َدهُ‬ ‫َ ُ‬ ‫َ َ َُ َ َ ُ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫والَ ب يِنَةَ لَه ‪ ،‬فَي ِقيم ِ‬
‫ب ا ْحلَ ِق َشاه َد ْي ُزور يَ ْش َه َدان بِه َوالَ يَ ْعلَ َمان ثُبُ َ‬
‫وت َه َذا ا ْحلَ ِق ‪.‬‬ ‫صاح ُ‬
‫َ َ ُ ُ ُ َ‬
‫ص ِد ‪.‬‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫َوُمتَّخ ُذ َه َذا الْق ْس ِم م َن ا ْحليَل ََيْ َمثُ َعلَى الْ َوسيلَة ُدو َن الْ َق ْ‬
‫الص َوِر ُدو َن بَ ْعض ‪.‬‬
‫ض ُّ‬ ‫َوُِجي ُيز َه َذا َم ْن ُِجي ُيز َم ْسأَلَةَ الظََّف ِر ِاب ْحلَ ِق ‪ ،‬فَيَ ُج ُ‬
‫وز ِيف بَ ْع ِ‬

‫طرح التثريب (‪)144 /9‬‬


‫ِ‬
‫اإلنْ َسا َن إذَا َكا َن لَهُ َعلَى َغ ِْريه َح ٌّق فَ َمنَ َعهُ‬ ‫َن ِْ‬ ‫ي َرِمحَهُ َّ‬
‫اَّللُ َعلَى َم ْسأَلَِة الظََّف ِر َوأ َّ‬ ‫استَ َد َّل بِِه الْبُ َخا ِر ُّ‬
‫الرابِ َعةُ ) ْ‬
‫( َّ‬
‫اص‬‫ص ِ‬ ‫َّإَيه وجح َده َكا َن لَه أَ ْن َيْخ َذ ما قَ َدر علَي ِه ِمن مالِِه ِيف م َقابِلَ ِة ما من عه ِمن ح ِق ِه فَب َّوب علَي ِه ( اب ِ‬
‫بق َ‬ ‫ُ َ ََ َ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ‬ ‫ُ َ ُ َ َ َْ ْ َ‬ ‫ََُ َ ُ‬
‫اصهُ َوقَ َرأَ { ‪َ ،‬وإِ ْن َعاقَ ْب تُ ْم فَ َعاقِبُوا مبِِثْ ِل‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫الْمظْلُ ِوم إذَا وج َد م َ ِ ِ ِ‬
‫ال يُ َق ُّ‬
‫ين أَنَّهُ قَ َ‬‫ال ظَالمه ) َو ُحك َي َع ْن ابْ ِن سري َ‬ ‫ََ َ‬ ‫َ‬
‫يل ا ْحلَ ِق ِابلْ َقا ِضي ِأبَ ْن يَ ُكو َن ُمْنكًِرا‬ ‫ِ ِ‬ ‫ال الشَّافِعِي فَجزم ِاب ْأل ِ ِ‬ ‫َما عُوقِْب تُ ْم بِِه } َوِِبَ َذا قَ َ‬
‫يما إذَا َملْ ميُْك ْن ََْتص ُ‬ ‫َخذ ف َ‬ ‫ُّ َ َ َ ْ‬

‫‪49‬‬
‫َخ ُذ‬ ‫س فَإِ ْن َملْ َِجي ْد َّإال َغ ْ َري ا ْجلِْن ِ‬‫س َم َع ظََف ِرهِ ِاب ْجلِْن ِ‬ ‫ال َوَال ََيْ ُخ ُذ َغ ْ َري ا ْجلِْن ِ‬‫ب ا ْحلَ ِق قَ َ‬ ‫وَال ب يِنَةَ لِص ِ‬
‫اح ِ‬
‫س َج َاز ْاأل ْ‬ ‫َ َ َ‬
‫ِ ِ‬ ‫اضي ِأبَ ْن َكا َن م ِقًّرا ممَُ ِ‬ ‫صيل ا ْحل ِق ِابلْ َق ِ‬ ‫ِ‬
‫ضَر‬‫اط ًال أ َْو ُم ْنكًرا َعلَْيه بَيِنَة أ َْو َكا َن يَ ْر ُجو إقْ َر َارهُ لَ ْو َح َ‬ ‫ُ‬ ‫‪َ ،‬وإِ ْن أ َْم َك َن ََْت ُ َ‬
‫ان‬‫اضي ؟ فِ ِيه لِلشَّافِعِيَّ ِة وجه ِ‬ ‫الرفْع َإىل الْ َق ِ‬ ‫ني فَهل يستَ ِق ُّل ِاب ْأل ْ ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ َْ‬ ‫ب َّ ُ‬ ‫َخذ أ َْو َجي ُ‬ ‫ض َعلَْيه الْيَم َ َ ْ َ ْ‬ ‫عْن َد الْ َقاضي َو َعَر َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َخ ِذ َوقَ َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك فَ َرَوى ابْ ُن الْ َقاس ِم َعْنهُ أَنَّهُ‬ ‫ف قَ ْو ُل َمالك ِيف ذَل َ‬ ‫اختَ لَ َ‬‫ال ابْ ُن بَطَّال ْ‬ ‫َص ُّح ُه َما عْن َد أَ ْكثَ ِره ْم َج َو ُاز ْاأل ْ‬‫أَ‬
‫ِِ‬ ‫ِِ‬
‫َخ ُذ إذَا َملْ يَ ُك ْن فيه ِزََي َدةٌ َوَرَوى ابْ ُن َو ْهب َعْنهُ أَنَّهُ إذَا َملْ يَ ُك ْن َعلَى ا ْجلَاحد َديْ ٌن فَلَهُ‬ ‫ي َعْنهُ ْاأل ْ‬ ‫َال يَ ْف َع ُل َوُرِو َ‬
‫ال أَبُو َحنِي َفةَ ََيْ ُخ ُذ‬‫ُس َوةً ِابلْغَُرَم ِاء َوقَ َ‬ ‫ِِ‬
‫س لَهُ أَ ْن ََيْ ُخ َذ َّإال بَِق ْد ِر َما يَ ُكو ُن فيه أ ْ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َخ ُذ ‪َ ،‬وإ ْن َكا َن َعلَْيه َديْ ٌن فَلَْي َ‬ ‫ْاأل ْ‬
‫ِ‬ ‫ضةَ وِمن الْمكِ ِيل الْمكِيل وِمن الْموُز ِ‬ ‫الذه ِ ِ ِ ِ‬ ‫ِم ْن َّ ِ‬
‫ك‬‫ون الْ َم ْوُزو َن َوَال ََيْ ُخ ُذ غَ ْ َري ذَل َ‬ ‫َ َ َ ْ َْ‬ ‫ب َوم ْن الْفضَّة الْف َّ َ ْ َ‬ ‫الذ َهب َّ َ َ‬
‫ال ُزفَ ُر ‪.‬‬
‫َوقَ َ‬

‫يث‬‫اب قَو ُل من أَج َاز بِ َدَاللَِة ْاآلي ِة وح ِد ِ‬ ‫ال ابْن بطَّال وأَوَىل ْاألَقْ و ِال ِاب َّ ِ‬ ‫لَه أَ ْن َيْخ َذ الْعِوض ِابلْ ِق ِ‬
‫َ ََ‬ ‫لص َو ْ َ ْ َ‬ ‫َ‬ ‫يمة ‪ ،‬قَ َ ُ َ َ ْ‬ ‫َ‬ ‫ُ َُ َ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِهْن َد أََال تَ َرى أ َّ‬
‫ضا َع َّما‬ ‫َج َاز َِلَا أَ ْن تُطْع َم َعائلَةَ َزْوج َها م ْن َماله ِابلْ َم ْع ُروف ع َو ً‬ ‫اَّللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم أ َ‬
‫صلَّى َّ‬ ‫َن النِ َّ‬
‫َّب َ‬
‫اص‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صَر ِيف إطْ َع ِام ِه ْم فَ َد َخ َل ِيف َم ْع ََّن ذَل َ‬
‫ص ُ‬ ‫وز لَهُ االقْت َ‬ ‫ب َعلَْيه َح ٌّق َملْ يُ َوفه أ َْو َج َح َدهُ فَيَ ُج ُ‬ ‫ك ُك ُّل َم ْن َو َج َ‬ ‫قَ َّ‬
‫ِمْنهُ انْتَ َهى ‪.‬‬
‫ك نَظٌَر فَإِنَّهُ َملْ يَ ُق ْل فِ ِيه ُخ ُذوا ِمْن ُه ْم بِطَ ِر ِيق الظََّف ِر َوالْ َق ْه ِر‬ ‫ِ‬
‫يث عُْت بَةَ َعلَى ذَل َ‬ ‫إن ِيف ِاالستِ ْدَال ِل ِحب ِد ِ‬
‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ال َّ‬ ‫َوقَ ْد يُ َق ُ‬
‫ك ‪َ ،‬وِيف ُسنَ ِن أَِِب َد ُاود ِم ْن‬ ‫ِ‬ ‫فَلَع َّل م ْعنَاه ُخ ُذوا ِمْن هم بِرفْ ِع ْاأل َْم ِر َإىل ا ْحل َّك ِام لِي ْل ِزم ُ ِ ِ‬
‫ب َعلَْي ِه ْم ِم ْن ذَل َ‬ ‫وه ْم مبَا َجي ُ‬ ‫ُ ُ ُ‬ ‫ُْ َ‬ ‫َ َ ُ‬
‫اَّللِ صلَّى َّ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ ِ‬
‫اف‬
‫َض َ‬ ‫اَّللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم { أَُّميَا َر ُجل أ َ‬ ‫ول َّ َ‬ ‫ال َر ُس ُ‬‫ال قَ َ‬ ‫ب أَِِب َك ِرميَةَ قَ َ‬ ‫َحديث الْم ْق َدام بْ ِن َم ْعدي َك ِر َ‬
‫ِ ِ ِ ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صَرهُ َح ٌّق َعلَى ُك ِل ُم ْسلم َح َّىت ََيْ ُخ َذ بِق َرى لَْي لَة م ْن َزْرعه َوَماله } َوَرَواهُ‬ ‫وما فَإِ َّن نَ ْ‬ ‫ف َُْم ُر ً‬ ‫َصبَ َح الضَّْي ُ‬ ‫قَ ْوًما فَأ ْ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ضا بِلَ ْف ِظ { لَْي لَةُ الضَّْي ِ‬
‫ضى ‪َ ،‬وإِ ْن‬ ‫َصبَ َح بِفنَائه فَ ُه َو َديْ ٌن َعلَْيه فَإِ ْن َشاءَ اقْ تَ َ‬ ‫ف َح ٌّق َعلَى ُك ِل ُم ْسلم فَ َم ْن أ ْ‬ ‫أَيْ ً‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ضي ويطَالِب وي ْنصره الْمسلِمو َن لِي ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫ك‬‫ص َل َإىل َحق ِه َال أَنَّهُ ََيْ ُخ ُذ ذَل َ‬ ‫ِ‬
‫َشاءَ تَ َرَك } فَظَاه ُر َه َذا ا ْحلَديث أَنَّهُ يَ ْقتَ َ ُ ُ َ َ ُ ُُ ُ ْ ُ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِِ ِ‬
‫َحد َواَ ََّّللُ أ َْعلَ ُم ‪.‬‬‫بيَده م ْن غَ ِْري علْ ِم أ َ‬
‫سبل السالم حملمد الكحالِن (‪)130 /3‬‬

‫(وعن أِب هريرة رضي هللا تعاىل عنه قال‪ :‬قال رسول هللا (ص)‪ :‬أد االمانةإىل من ائتمنك وال ختن من‬
‫خانك رواه الرتمذي وأبو داود وحسنه وصححه احلاكم واستنكره أبو حاُت الرازي وأخرجه مجاعة من‬
‫للعارية) والوديعة وحنومها وأنه جيب أداء االمانة كما أفاده قوله تعاىل‪( * :‬إن هللا‬ ‫احلفاظ وهو شامل‬
‫َيمركم أن تؤدوا االماانت إىل أهلها) *‪ .‬وقوله‪:‬ال ختن من خانك دليل على أنه ال جيازي ابالساءة من‬
‫أساء ومحله اجلمهور على أنه مستحب لداللة قوله تعاىل‪( * :‬وجزاء سيئة سيئةمثلها) * * (وإن عاقبتم) *‬
‫‪50‬‬
‫على اجلواز‪ .‬وهذه هي املعروفة مبسألةالظفر وفيها أقوال للعلماء‪ .‬هذا القول االول وهو االشهر من أقوال‬
‫الشافعي وسواء كان من جنس ما أخذ عليه أو من غريه جنسه‪ .‬والثاِن‪:‬جيوز إذا كان من جنس ما أخذ‬
‫عليه ال من غريه لظاهر قوله * (مبثل ماعوقبتم به) * وقوله‪( * :‬مثلها) * وهو رأي احلنفية واملؤيد‪ .‬والثالث‪:‬‬
‫ال جيوز ذلك إال حبكم احلاكم لظاهر النهي يف احلديث ولقوله تعاىل‪( * :‬ال أتكلوا أموالكم بينكم ابلباطل)‬
‫* وأجيب أنه ليس أكال ابلباطل واحلديث َيمل فيه النهي على التنزيه‪ .‬الرابع‪:‬البن حزم أنه جيب عليه أن‬
‫َيخذ بقدر حقه سواء كان من نوع ما هو له أو من غريه ويعينه ويستويف حقه فإن فضل على ما هو له‬
‫رده له أو لورثته وإن نقص بقي يف ذمة من عليه احلق فإن مل يفعل ذلك فهو عاص هلل عزوجل إال أن َيلله‬
‫ويَبئه فهو مأجور فإن كان احلق الذي له البينة له عليه وظفر بشئ من مال من عنده له احلق أخذه فإن‬
‫طولب أنكرفإن استحلف حلف وهو مأجور يف ذلك‪ .‬قال‪ :‬وهذا هو قول الشافعي وأِب سليمان‬
‫وأصحاِبما وكذلك عندان كل من ظفر لظامل مبال ففرض عليه أخذه وإنصاف املظلوم منه واستدل ابآليتني‬
‫بقوله تعاىل‪( * :‬وملن انتصربعد ظلمه فأولئك ما عليهم من سبيل) * وبقوله تعاىل‪( * :‬والذين إذاأصاِبم‪.‬‬

‫زاد املعاد يف هدي خري العباد حملمد اجلوزية (‪)503 /5‬‬

‫دليل على أن نفقة الزوجة‪ ،‬واألقارب مقدَّرة ابلكفاية‪ ،‬وأن ذلك ابملعروف‪ ،‬وأن لِ َمن له النفقة له أن‬
‫وفيه ٌ‬
‫َيخذها بنفسه إذا منعه إَيها َم ْن هي عليه‪.‬‬

‫احتج ِبذا على جواز احلكم على الغائب‪ ،‬وال دليل فيه‪ ،‬ألن أاب سفيان كان حاضراً يف البلد مل يكن‬
‫وقد َّ‬
‫مسافراً‪ ،‬والنب صلى هللا عليه وسلم مل يسأِلا البينَة‪ ،‬وال يُعطى املدَّعي مبجرد دعواه‪ ،‬وإمنا كان هذا فتوى‬
‫منه صلى هللا عليه وسلم‪.‬‬

‫وقد احتج به على مسألة الظَّفر‪ ،‬وأن ل ِإلنسان أن َيخذ من مال غرميه إذا ظفر به بقدر حقه الذي جحده‬
‫سبب احلق هاهنا ظاهر‪ ،‬وهو الزوجية‪ ،‬فال يكون األخ ُذ خيانةً يف‬ ‫أحدها‪ :‬أن َ‬ ‫إَيه‪ ،‬وال يدل لثالثة أوجه‪ُ ،‬‬
‫ك" ‪.‬‬ ‫ِ‬
‫ك‪َ ،‬والَ َختُ ْن َم ْن َخانَ َ‬
‫األمانَةَ إىل من ائْ تَ َمنَ َ‬
‫النب صلى هللا عليه وسلم‪" :‬أَد َ‬
‫الظاهر‪ ،‬فال يتناولُه قول ِ‬
‫وجوز للزوجة األخ َذ‪،‬‬
‫وِلذا نص أمحد على املسألتني مفرقاً بينهما‪ ،‬فمنع من األخذ يف مسألة الظفر‪َّ ،‬‬
‫وعمل بكال احلديثني‪.‬‬

‫‪51‬‬
‫ترفعه إىل احلاكم‪ ،‬فيلزمه اب ِإلنفاق أو الفراق‪ ،‬ويف ذلك َّ‬
‫مضرة عليها مع‬ ‫الثاِن‪ :‬أنه يشق على الزوجة أن َ‬
‫تستدين‬
‫َ‬ ‫يتجدد ُك َّل يوم فليس هو حقاً واحداً مستقراً ُميكن أن‬
‫ُ‬ ‫َتكنها من أخذ حقها‪ .‬الثالث‪ :‬أن حقها‬
‫عليه‪ ،‬أو ترفعه إىل احلاكم خبالف حق الدين‪.‬‬

‫تيسر العالم شرح عمدة األحكام (‪)168 /2‬‬

‫ول هللا صلى هللا عليه‬ ‫ت ِهْن ُد بِْنت ْ‬


‫عت بَةَ امرأة أِب ُس ْفيَا َن‪َ ،‬على َر ُس َ‬ ‫َع ْن َعائ َشةَ رضي هللا َعْن َها قالت‪َ :‬د َخلَ ْ‬
‫ِ‬
‫َّن‪ ،‬إال‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ت‪َ :‬ي رسول هللا‪ ،‬إ َن َأاب ُسفيَا َن رجل َشحيح‪ ،‬ال يعطيين م َن الن َف َقة َما يكفيين َويَكْفى بَ َّ‬ ‫وسلم فَ َقالَ ْ‬
‫ذلك ِمن ُجنَاح؟فَ َق َ‬ ‫ِ‬
‫ول هللا صلى هللا عليه وسلم ‪" :‬‬ ‫ال َر ُس ُ‬ ‫ت ِم ْن َمال ِه بِغَ ِْري عِلْ ِم ِه‪ ،‬فَ َه ْل َعلَ َّي يف َ‬‫أخ ْذ ُ‬ ‫ما َ‬
‫يك و يكْفي بنِ ِ‬ ‫ْف ِ‬‫وف ما يك ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫يك "‪.‬‬ ‫َ َ‬ ‫من َماله ِابلْ َم ْع ُر َ َ‬ ‫ُخذي ْ‬
‫ما يستفاد من احلديث‪:‬‬

‫يؤخذ من هذا احلديث فوائد وأحكام‪ ،‬سأْلصها من شرح اإلمام النووي على صحيح مسلم وأزيد عليها‬
‫ما تيسر نقله أو فهمه‪ ،‬وابهلل التوفيق‪ -1:‬وجوب نفقة الزوجة واألوالد الفقراء والصغار‪ -2.‬أن النفقة‬
‫تقدر بكفاية املنفق عليه وحاله‪ -3.‬جواز مساع كالم األجنبية للحاجة‪ .‬وهللا املستعان‪ 4.‬جواز ذكر‬
‫اإلنسان مبا يكره للشكوى والفتيا‪ ،‬إذا مل يقصد الغيبة‪ -5.‬فيه [مسألة الظفر] وهى أن من كان له على‬
‫إنسان حق فمنعه منه وَتكن من أخذه منه بغري علمه فهل له ذلك أو ال؟ املذاهب فيها ثالثة‪ -1:‬املنع‬
‫مطلقاً‪ -2 .‬واجلواز مطلقاً‪ -3.‬والتفصيل‪ :‬وهو أنه من كان حقه ظاهرا كالنفقة جاز أن َيخذ بقدر حقه‬
‫وإن كان سبب حقه خفيا ‪ ،‬كوديعة‪ ،‬مل جيز له أن َيخذ شيئا لقوله عليه الصالة والسالم‪" :‬وال ختن من‬
‫خانك" وفيه فتح ابب للشر‪ ،‬وسد الذرائع مطلوب‪ .‬وهذا التفصيل هو الصحيح من األقوال‪ -6.‬اختلف‬
‫العلماء‪ :‬هل هذا احلكم من الين صلى هللا عليه وسلم ِلند قضاء أو فتوى؟ فيرتتب عليهما ما َيِت؟‪:‬إن‬
‫كان قضاء‪ ،‬ففيه احلكم على الغائب‪ ،‬وإن كانت فتوى فليس فيه دليل‪.‬إن كان قَضاء‪ ،‬ففيه أنه ال جيوز‬
‫لغري هند أن تستقل بنفقة أوالدها إال إبذن القاضي‪ ،‬وإن كانت فتوى فيجوز اإلنفاق لكل امرأة‬
‫أشبهتها‪.‬والصحيح أَّنا فتيا من النب صلى هللا عليه وسلم ال قضاء‪ ،‬ومذهبنا أنه قضاء‪.‬‬

‫جمموعة الرسائل واملسائل النجدية (‪)302 /1‬‬

‫‪52‬‬
‫املسألة الرابعة‪ :‬إذا كان لرجل على رجل حق وقدر على أخذ ماله هل جيوز له أخذ قدر حقه أم ال؟ وهل‬
‫قول النَِّب صلى هللا عليه وسلم ِلند‪ " :‬خذي ما يكفيك وولدك ابملعروف "هل هو حكم أو فتيا؟فنقول‪:‬‬
‫سمى هذه املسألة مسألة الظفر‪:‬أحدها‪ :‬أنه ليس‬
‫هذه املسألة قد اختلف العلماء فيها على مخسة أقوال‪،‬وتُ َّ‬
‫له أن خيون َمن خانه‪ ،‬وال جيحد َمن جحده‪ ،‬وال يغصب َمن غصبه‪ .‬وهذا مذهب أمحد ومالك‪.‬والثاِن‪:‬‬
‫جيوز أن يستويف قدر حقه إذا ظفر مباله سواء ظفر جبنسه أو بغري جنسه‪ ،‬ويف غري اجلنس يدفعه إىل احلاكم‬
‫ببيعه ويستويف َثنه منه‪ .‬وهذا قول أصحاب الشافعي‪.‬والثالث‪ :‬جيوز له أن يستويف قدر حقه إذا ظفر جبنس‬
‫ماله‪ ،‬وليس له أن َيخذ من غري اجلنس‪ .‬وهذا قول أصحاب أِب حنيفة‪.‬والرابع‪ :‬إن كان عليه دين لغريه مل‬
‫يكن له األخذ‪ ،‬وإن مل يكن عليه دين فله األخذ‪ .‬وهذه إحدى الروايتني عن مالك‪.‬واْلامس‪ :‬إن كان‬
‫سبب احلق ظاهراً كالنكاح والقرابة وحق الضيف جاز للمستحق األخذ بقدر حقه‪ ،‬كما أذن فيه النَِّب‬
‫صلى هللا عليه وسلم ِلند أن أتخذ من مال أِب سفيان ما يكفيها ويكفي بنيها‪ ،‬وكما أذن لِ َمن نزل بقوم‬
‫ومل يضيفوه أن يعقبهم يف ماِلم مبثل قراه كما يف الصحيحني عن عقبة بن عارم قال‪ :‬قلت للنَِّب صلى هللا‬
‫عليه وسلم ‪ :‬إنك تبعثنا فنَ ْنزل بقوم ال يقروننا فما ترى؟ فقال لنا‪" :‬إن نزلتم بقوم فأمروا لكم مبا ينبغي‬
‫للضيف فاقبلوا‪ ،‬وإن مل يفعلوا فخذوا منهم حق الضيف الذي ينبغي ِلم"‪.‬‬

‫وإن كان سبب احلق خفياً حبيث يتهم ابألخذ والنسبة إىل اْليانة ظاهراً مل يكن له األخذ‪ ،‬وتعريض نفسه‬
‫للتهمة واْليانة‪ ،‬وإن كان يف الباطن آخذاً حقه كما أنه ليس له أن يتعرض للتهمة اليت تسلط الناس على‬
‫عرضه‪ ،‬وإن ادعى أنه ُمق غري متهم‪.‬‬

‫املغين (‪)229 /12‬‬

‫حكم ما لو كان له على أحد حق وقدر له على املال‬

‫مسألة ‪ :‬قال ‪ :‬ومن كان له على أحد حق فمنعه منه وقدر له على مال مل َيخذ منه مقدار حقه ملا روي‬
‫عن البين صلى هللا عليه و سلم أنه قال [ أد األمانة إىل من ائتمنك وال ختن من خانك ] رواه الرتمذي‬

‫مجل ته أنه إذا كان لرجل على غريه حق وهو مقر به ابذل له مل يكن له أن َيخذ من ماله إال ما يعطيه بال‬
‫خالف بني أهل العلم فإن أخذ من ماله شيئا بغري إذنه لزمه رده إليه وإن كان قدر حقه ألنه ال جيوز أن‬
‫ميلك عليه عينا من أعيان ماله بغري اختياره لغري ضرورة وإن كانت من جنس حقه ألنه قد يكون لإلنسان‬
‫غرض يف العني فإن أتلفها أو تلفت فصارت دينا يف ذمته وكان الثابت يف ذمته من جنس حقه تقاصا يف‬
‫‪53‬‬
‫قياس املذهب املشهور من مذهب الشافعي وإن كان مانعا له ألمر يبيح املنع كالتأجيل واإلعسار مل جيز‬
‫أخذ شيء من ماله بغري خالف وإن أخذ شيئا لزمه رده إن كان ابقيا أو عوضه إن كان َتلفا وال َيصل‬
‫التقاص ههنا ألن الدين الذي له ال يستحق أخذه يف احلال خبالف اليت قبلها وإن كان مانعا له بغري حق‬
‫وقدر على استخالصه ابحلاكم أو السلطان أم جيز له األخذ أيضا بغريه ألنه قدر على استيفاء حقه مبن‬
‫يقوم م قامه فأشبه ما لو قدر على استيفائه من وكيله وإن مل يقدر على ذلك لكونه جاحدا له وال بينة له‬
‫به أو لكونه ال جييبه إىل احملاكمة وال ميكنه إجباره على ذلك أو حنو هذا فاملشهور يف املذهب أنه ليس له‬
‫أخذ قدر حقه وهو إحدى الروايتني عن مالك قال ابن عقيل ‪ :‬وقد جعل أصحابنا احملدثون جلواز األخذ‬
‫وجها يف املذهب أخذا من حديث هند حني قال ِلا النب صلى هللا عليه و سلم [ خذي ما يكفيك‬
‫وولدك ابملعروف ] وقال أبو اْلطاب ‪ :‬ويتخرج لنا جواز األخذ فإن كان املقدور عليه من جنس حقه‬
‫بقدره وإن كان من غري جنسه َترى واجتهد يف تقوميه مأخوذ من حديث هند ومن قول أمحد يف املرَتن‬
‫‪ :‬يركب وَيلب بقدر ما ينفق واملرأة أتخذ مؤنتها وابئع السلعة َيخذها من مال املفلس بغري رضا‬

‫وقال الشافعي ‪ :‬إن مل يقدر على استخالص حقه بعينه فله أخذ قدر حقه من جنسه أو من غري جنسه‬
‫وإن كانت له بينة وقدر على استخالصه ففيه وجهان واملشهور من مذهب مالك أنه مل يكن لغريه عليه‬
‫دين فله أن َيخذ بقدر حقه وأن كان عليه دين مل جيز ألَّنما يتحاصان يف ماله إذا أفلس‬

‫وقال أبو حنيفة ‪ :‬له أن َيخذ بقدر حقه إن كان عينا أو ورقا أو من جنس حقه وإن كان املال عرضا مل‬
‫جيز ألن أخذ العرض عن حقه اعتياض وال جتوز املعارضة إال برضا من املتعارضني قال هللا تعاىل { إال أن‬
‫تكون جتارة عن تراض منكم } واحتج من أجاز األخذ حبديث هند حني جاءت إىل رسول هللا صلى هللا‬
‫عليه و سلم [ فقالت ‪َ :‬ي رسول هللا إن أاب سفيان رجل شحيح وليس يعطيين من النفقة ما يكفيين وولدي‬
‫فقال خذي ما يكفيك وولدك ابملعروف ] متفق عليه وإذا جاز ِلا أن أتخذ من ماله ما يكفيها بغري إذنه‬
‫جاز للرجل الذي له احلق على الرجل‬

‫ولنا قول النب صلى هللا عليه و سلم [ أد األمانة إىل من ائتمنك وال ختن من خانك ] رواه الرتمذي وقال‬
‫‪ :‬حديث حسن ومىت أخذ منه قدر حقه من ماله بغري علمه فقد خانه فيدخل يف عموم اْلَب وقال صلى‬
‫هللا عليه و سلم [ ال َيل مال امرئ مسلم إال عن طيب نفس منه ] وألنه إن أخذ من غري جنس حقه‬
‫كان معاوضة بغري تراض وإن أخذ من جنس حقه له تعني احلق بغري رضا صاحبه فإن التعني إليه أال ترى‬

‫‪54‬‬
‫أن ال جيوز له أن يقول اقضين حقي من هذا الكيس دون هذا ؟ وألن كل ما ال جيوز له َتلكه إذا مل يكن‬
‫له دين ال جيوز أخذه إذا كان له دين كما لو كان ابذال له وأما حديث هند فإن أمحد اعتذر عنه أبن‬
‫حقها واجب عليه يف كل وقت وهذا إشارة منه إىل الفرق ابلشفقة يف احملاكمة يف كل وقت واملخاصمة‬
‫كل يوم جت ب فيه النفقة خبالف الدين وفرق أبو بكر بينهما بفرق آخر وهو أن قيام الزوجية كقيام البينة‬
‫فكأن احلق صار معلوما يعلم قيام مقتضيه وبينهما فرقان آخران أحدمها ‪ :‬أن للمرأة من التبسيط يف ماله‬
‫حبكم العادة ما يؤثر قي إابحة أخذ احلق وبذل اليد فيه ابملعروف خبالف األجنب والثاِن ‪ :‬أن النفقة تراد‬
‫إلحياء النفس وإبقاء املهجة وهذا مما ال يصَب عنه وال سبيل إىل تركه فجاز أخذ ما تندفع به هذه احلاجة‬
‫خبالف الدين حىت نقول لو صارت النفقة ماضية مل يكن ِلا أخذها ولو وجب ِلا عليه دين آخر مل يكن‬
‫ِلا أخذه فعلى هذا إن أخذ شيئا لزمه رده إ ن كان ابقيا وإن كان َتلفا وجب مثله إن كان مثليا أو قيمته‬
‫إن كان متقوما فإن كان من جنس دينه تقاصا يف قياس املذهب وإن كان من غري جنسه لزمه غرمه ومن‬
‫جوز من أصحابنا األخذ فإنه قال إن وجد من جنس حقه جاز له األخذ منه بقدر حقه من غري زَيدة‬
‫وليس له األخذ من غري جن س حقه مع قدرته على أخذه من جنسه وإن مل جيد إال من غري جنس حقه‬
‫فيحتمل أن ال جيوز له َتلكه ألنه ال جيوز أن يبيعه من نفسه وهذا يبيعه من نفسه وتلحقه فيه َتمة وَيتمل‬
‫أن جيوز له ذلك كما قالوا ‪ :‬الرهن ينفق عليه إذا كان مركواب أو ُملواب يركب وَيلب بقدر النفقة وهي من‬
‫غري اجلنس واختالف أصحاب الشافعي فمنهم من جوز له هذا ‪ :‬و منهم من قال ‪ :‬يواطئ رجال يدعى‬
‫عليه عند احلاكم دينا فيقر له مبلك الشيء الذي أخذه فيمتنع عليه الدعوى من قضاء الدين لبيع احلاكم‬
‫الشيء املأخوذ ويدفعه إليه‬

‫كشاف القناع (‪)357 /6‬‬

‫فصل ( ومن له على إنسان ح ق مل ميكن أخذه منه حباكم وقدر له ) أي للمدين ( على مال مل جيز ) أي‬
‫َيرم على رب احلق ( يف الباطن أخذ قدر حقه ) لقوله صلى هللا عليه وسلم أد األمانة إىل من ائتمنك وال‬
‫ختن من خانك‬

‫وقوله ال َيل مال امرىء مسلم إال عن طيب نفس منه‬

‫‪55‬‬
‫وألن التعيني واملعارضة ال جي وز بغري رضا املالك ( إال إذا تعذر على ضيف أخذ حقه من ) واجب (‬
‫الضيافة حباكم ) فله أخذه قهرا وتقدم بدليله يف األطعمة ( أو منع زوج ومن يف معناه ) من قريب وسيد‬
‫( ما وجب عليه ) لزوجته أو قريبه أو مملوكه ( من نفقة وحنوها ) ككسوة ومسكن ( فله ذلك وتقدم )‬
‫ذلك يف النفقات لقوله صلى هللا عليه وسلم خذي ما يكفك وولدك ابملعروف‬

‫فتح املعني (‪)285 /4‬‬

‫(وله) أي للشخص (بال خوف فتنة) عليه أو على غريه (أخذ ماله) إستقالال للضرورة (من) مال مدين‬
‫له مقر (مماطل) به أو جاحد له أو متوار أو متعزز وإنكان على اجلاحد بينة أو رجا إقراره لو رفعه للقاضي‬
‫الذنه (ص) ِلند ملا شكت إليه شح أِب سفيان أن أتخذ ما يكفيها وولدها ابملعروف والن يف الرفع‬
‫للقاضي مشقة ومؤنة وإمنا جيوز له االخذ من جنس حقه مث عند تعذر جنسه َيخذ غريه‪.‬‬
‫ويتعني يف أخذ غري اجلنس تقدمي النقد على غريه مث إن كان املأخوذ من جنس ماله يتملكه‬
‫ويتصرف فيه بدال عن حقه فإن كان من غري جنسه فيبيعه الظافر بنفسه أو مأذونه للغري ال لنفسه إتفاقا‬
‫وال حملجوره المتناع تويل الطرفني وللتهمة‪.‬‬
‫هذا إن مل يتيسر علم القاضي به لعدم علمه وال بينة أو مع أحدمها لكنه َيتاج ملؤنة ومشقة وإال اشرتط‬
‫إذنه وال ببيعه إال بنقد البلد (مث إن كان جنس حقه َتلكه) وإال اشرتط جنس حقه وملكهولو كان املدين‬
‫ُمجورا عليه بفلس أو ميتا وعليه دين مل َيخذ إذ قدر حصته ابملضاربة إن علمها وإال احتاط وله االخذ‬
‫من مال غرمي غرميه إن مل يظفر مبال الغرمي وجحد غرمي الغرمي أو ماطل وإذا جاز االخذ ظفرا جاز له كسر‬
‫ابب أو قفل ونقب جدار للمدين إن تعني طريقا للوصول إىل االخذ وإن كان معه بينة فال يضمنه كالصائل‬
‫وإن خاف فتنة أي مفسدة تفضي إىل ُمرم كأخذ ماله لو اطلع عليه وجب الرفع إىل القاضي أو حنوه‬
‫لتمكنه من اْلالص به ولو كان الدين على غري ممتنع من االداء طالبه ليؤدي ما عليه فال َيل أخذ شئ‬
‫له الن له الدفع منأي ماله شاء فإن أخذ شيئا لزمه رده وضمنه إن تلف ما مل يوجد شرط التقاص‪.‬‬

‫الفقه اإلسالمي وأدلته (‪)383 /4‬‬

‫وقال الشافعية (‪ :) 1‬لصاحب احلق استيفاء حقه بنفسه أبي طريق‪ ،‬سواء أكان من جنس حقه‪ ،‬أم من‬
‫غري جنسه‪ ،‬لقوله تعاىل‪{ :‬وجزاء سيئة سيئة مثلها} [الشورى‪{ ،]42 /40:‬وإن عاقبتم فعاقبوا مبثل ما‬
‫عوقبتم به} [النحل‪ ] 16 /126:‬واملثلية ليست من كل وجه‪ ،‬وإمنا يف املال‪ .‬ولقوله عليه السالم‪« :‬من‬
‫وجد عني ماله عند رجل فهو أحق به» (‪.)2‬‬

‫‪56‬‬
‫ واملفىت به اليوم‬،‫) على رأي الشافعية فيما إذا كان املأخوذ من جنس حقه ال من غريه‬3( ‫ووافق احلنفية‬
.‫ لفساد الذمم واملماطلة يف وفاء الديون‬،‫كما قال ابن عابدين جواز األخذ من جنس احلق أو من غريه‬

BIODATA PENULIS

Abd. Wafi Rohiqim Makhtum, lahir di Situbondo pada tanggal 26 Mei 2000

tepatnya di desa Kalibagor desa kecil yang berada diujung kota Situbondo. Penulis

merupakan putra pertama dari pasangan abi Misnadin dan umi Yayuk Suprihatin.

Penulis memulai pendidikannya di SDN 1 Kalibagor (lulus tahun 2012), kemudian

setelah lulus penulis melanjutkan kehidupan barunya di pondok pesantren Salafiyah

Syafi’iyah Sukorejo sambil melanjutkan pendidikan di SMP 1 Ibrahimy (lulus tahun

2015), dan SMA Ibrahimy (lulus tahun 2019), panulis merupakan santri aktif yang

masih melanjutkan jenjang pendidikannya di Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah

Sukorejo.

57

Anda mungkin juga menyukai