Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENGANTAR STUDI HUKUM ISLAM


Tentang

SEBAB DAN AKIBAT PERBEDAAN PENDAPAT DALAM FIQIH

Disusun oleh kelompok 9


1. Muhammad Ahwan Muslih ( 2213010179 )

2. Muhammad Alfikri ( 2213010171 )

3. Hikmal Nasution (2213010137 )

4. Amisyah Putri Amanah ( 2213010170 )

5. Hadisya Nailah ( 2213010131 )

Dosen pengampu:
Prof.Dr.Makmur Syarif S.H.M.ag

Prodi Hukum Keluarga C

Fakultas Syariah

Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Tahun 2022/1444 H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr, Wb

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang maha agung, maha kasih dan penyayang
kepada segenap mahkluknya, sehingga dengan rahmat dan izinnya kami bisa menyelesaikan
makalah ini.

Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW, teladan sepanjang zaman yang telah
membawa umat manusia kepada jalan yang benar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
menyelesaikan makalah Pengantar Studi Hukum Islam. Selain untuk menyelesaikan makalah ini,
tujuan kami dalam penulisan makalah ini adalah untuk mempersentasikan materi ini dengan jelas
dan dapat dipahami.

Kami menyadari kemampuan kami sebagai mahasiswa yang pengetahuan nya masih belum
seberapa dan masih perlu banyak belajar dalam penulisan makalah ini, bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan ada kritik dan saran yang positif
agar makalah ini menjadi baik dan berguna dimasa depan.

Padang, 26 September 2022

Penulis

DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
A. Sebab Perbedaan Pendapat 2
B. Akibat Perbedaan Pendapat 5
BAB III 6
A. Kesimpulan 6
B. Saran 6
DAFTAR PUSTAKA 7

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Munculnya berbagai mazhab dalam bidang fiqih menjadi sebuah fenomena yang
menunjukkan begitu terbukanya keilmuan Islam pada saat itu sehingga setiap pakar hukum
Islam (fuqaha") memiliki kemampuan dan hak untuk berbeda dengan pakar yang lain,
sekalipun guru mereka sendiri. Imam al-Shafi'i yang merupakan salah satu murid terbaik
Imam Malik pun berbeda pendapat dengan gurunya sendiri. dan pada akhirnya pendapat
keduanya mewakili dua mazhab yang berbeda. Imam Ahmad bin Hanbal adalah salah satu
murid terbaik dari Imam Shafi'i dan ia berbeda pendapat dengan gurunya. Pendapat-pendapat
Ahmad bin Hanbal pun akhirnya menjadi sebuah mazhab yang mandiri.'

Hanya saja perbedaan ini pada masa-masa selanjutnya memunculkan perpecahan di


antara umat Islam yang sebagian di antaranya masih berlanjut sampai saat ini.perpecahan
yang berawal dari perbedaan pendapat tadi karena masing-masing pengikut mazhab merasa
bahwa pendapat mazhabnya adalah yang paling benar.

B. Rumusan Masalah

1. Sebab perbedaan pendapat dalam fiqih

2. Akibat perbedaan pendapat dalam fiqih

C. Tujuan

1. Mengetahui sebab dari perbedaan pendapat dalam fiqih

2. Mengetahui akibat dari perbedaan pendapat dalam fiqih

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sebab Perbedaan Pendapat

Mustafa Sa'id al-Khin dalam bukunya Atsar al-Ikhtilaf fi al-Qawa'id al Uşuliyah fi


Ikhtilaf al-Fuqaha berusaha meneliti sebab-sebab terjadinya perbedaan ulama dalam bidang
fiqih.

Menurut al-Khin penyebab terjadinya perbedaan pendapat dalam bidang fiqih secara
umum banyak sekali, tetapi yang dianggapnya penting ada beberapa macam, di antaranya:

a. Perbedaan dalam qira'at.

Perbedaan qira'at dalam pembacaan al-Qur'an merupakan salah satu penyebab


terjadinya perbedaan dalam bidang fiqih. Salah satu contohnya adalah perbedaan ulama'
tentang kewajiban pada kaki ketika berwudlu, apakah dibasuh ataukah
diusap,sebagaimana dalam surat al-Ma'idah ayat 6 :

B‫وامسحو ابرؤ سكم وارجلكم الى الكعبين‬

Dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.

Sebagian ulama (dalam hal ini diwakili Jumhur ulama') kata-kata arjul (kaki) pada
ayat itu dibaca nasab sehingga terbaca wa arjulakum, dan oleh sebagian yang lain
(diwakili oleh ulama Shi'ah Imamiyah) dibaca dengan jar, wa arjulikum. Pengaruhnya
dalam fiqih adalah apabila ayat tadi dibaca dengan nasab, maka dalam berwudu kaki
harus dibasuh, sedangkan apabila dibaca dengan jar, maka dalam berwudlu kaki harus
diusap bukan dibasuh.

b. Ketidaktahuan adanya hadis dalam masalah

Pengetahuan para sahabat Nabi saw, dalam masalah hadis tidaklah berada pada satu
tingkatan, akan tetapi berbeda-beda. Sebagian mengetahui banyak hadis, sedangkan
sebagian yang lain bahkan hanya mengetahui satu atau dua buah hadis saja. Hal ini
karena ketika seorang sahabat tidak selamanya mendengar seluruh ucapan Nabi saw. atau
menyaksikan seluruh aktifitasnya. Adakalanya dia mendengar sebuah hadis yang tidak

2
didengar oleh sahabat lain. Dan sebaliknya dia juga mungkin tidak mendengar hadis yang
diketahui oleh sahabat lain.

c. Perbedaan dalam Memahami dan Menafsirkan Teks

Salah satu sebab perbedaan yang lain adalah adanya perbedaan dalam memahami dan
menafsirkan sebuah teks, baik itu berupa al-Qur'an maupun al-Sunnah. Salah satu
contohnya adalah kasus pembagian tanah hasil rampasan perang. Umar ibn al-Khattab
berpendapat bahwa tanah hasil rampasan perang itu tetap berada di tangan pemiliknya
dan dalam pemeliharaannya. Hanya saja, tanah tadi dikenai pajak yang dapat dipakai
untuk kepentingan umat Islam di setiap masa dan generasi.

Pandangan Umar yang seperti ini didasarkan pada ayat 41 surat al-Anfal dan ayat 6-10
surat al-Hashr. Umar memahami kandungan ayat-ayat tadi bahwa harta rampasan perang
yang tidak bergerak tidak dibagikan pada tentara perang.akan tetapi dikuasai oleh negara
dan dipakai untuk kemaslahatan ummat Islam. Sedangkan para sahabat yang lain
berpendapat bahwa tanah rampasan perang sebagai mana barang bergerak, juga harus
dibagikan layaknya harta rampasan perang yang lain. Pendapat kedua ini juga didasarkan
pada ayat 41 surat al-Anfal serta tindakan Rasulullah yang juga pernah membagi tanah
hasil rampasan perang. Ayat yang dipakai oleh Umar untuk mendukung pendapatnya,
menurut para sahabat yang lain, adalah berbicara tentang dua hal yang berbeda, yaitu
harta ghanimah dan fai'. Dan kedua macam harta ini tetap dibagikan pada para tentara
perang tidak seperti keputusan yang dibuat Umar.

d. Adanya lafaz yang musytarak

Misalnya kata quru yang ada dalam surat al-Baqarah ayat 228.

‫والمطلقات يتر بصن بانفسهن ثالثة قروء‬

"dan perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah menahan diri tiga kali quru."

Lafaz quru' dalam ayat di atas punya arti ganda: suci dan haid. Karena memang lafaz
tersebut digunakan oleh bangsa arab untuk kedua makna tersebut. Oleh karenanya,
sebagian ulama mengartikan quru' dengan suci, seperti kelompok Syafi'iyah, sehingga
mereka mewajibkan iddah wanita yang ditalak tiga kali suci. Sebaliknya kelompok
Hanafiyah mengartikan lafaz quru' itu dengan haid, sehingga mereka mewajibkan iddah
wanita yang ditalak seperti disebut di atas selama tiga kali haid, bukan tiga kali suci.

e. Adanya pertentangan dalil (ta'arud Al adillah)


3
Contohnya adalah perbedaan di antara ulama tentang tata cara tayamum.

Mazhab Hanbali berpendapat bahwa tayamum cukup dilakukan dengan sekali tepukan
untuk wajah dan kedua telapak tangan. Dasarnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh
'Ammar bin Yasir yang menyatakan bahwa Rasulullah memberikan contoh kepadanya
dalam melakukan tayamum, Nabi mengusapkan tangannya ke tanah dan memakainya untuk
mengusap wajah dan dua telapak tangan.

Sedangkan Mazhab Hanafi, Maliki, dan Shafi'i mengatakan bahwa tayamum dilakukan
dengan dua kali tepukan. Satu tepukan untuk wajah dan satu tepukan untuk kedua tangan.
Dasar yang dipakai adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Umar bahwa Nabi saw
bersabda: "Tayamum itu dengan dua kali tepukan, satu tepukan untuk wajah dan satu
tepukan untuk kedua tangan sampai ke siku."

Perbedaan tersebut terjadi karena adanya dua dalil yang berbeda dan nampak
bertentangan dan masing-masing ulama menguatkan satu hadis yang menurut ulama lain
justru lemah.

Adapun penyebab perbedaan pendapat menurut sumber lainnya adalah :

1. Hal hal yang berkaitan dengan 'urf

Seperti telah diungkap dalam sejarah perkembangan ilmu fiqih dan ilmu ushul fiqih
di atas, para ulama mujtahid tidak semuanya tinggal di suatu kota. Imam Abu Hanifah,
misalnya, tinggal di Irak, Imam Malik di Hijaz, Imam Syafi'i di Irak dan Mesir, dan
begitu pula dengan imam-imam lainnya.

Seperti yang kita ketahui masing-masing daerah mempunyai kekhususan, baik adat
istiadat, kondisi sosial, iklim, dan lain sebagainya. Semua kekhususan itu cukup
berpengaruh kepada masing-masing mujtahid dalam melakukan ijtihadnya.

2. Hal Hal yang berkaitan dengan dalil yang diperselisihkan

Ketika kita berbicara tentang sumber-sumber hukum fiqih telah diungkapkan bahwa
dalil-dalil yang disepakati jumhur ulama sebagai sumber hukum Islam ada empat:
Alquran, hadis, ijma, dan qiyas. Selebihnya seperti istihsan, istishlah, 'urf dan lain-lainnya
ter masuk kepada dalil yang diperselisihkan pemakaiannya. Artinya, para ulama tidak
sepakat untuk memakai itu semuanya sebagai sumber hukum. Ada yang memakai istihsan
dan ada pula yang menolaknya, dan begitu pula seterusnya. Bahkan, qiyas pun tidak

4
digunakan oleh Al-Zahir. Hal-hal ini semua cukup membuat beragamnya metode istinbat
hukum yang dihasilkan walau terhadap kasus tertentu.

Contohnya, golongan Malikiyah membolehkan kita membunuh orang Islam yang


dijadikan perisai orang kafir untuk menghancurkan Islam, dengan dasar maslahat al-
mursalat. Sementara jumhur tidak membolehkan hal tersebut, karena mereka tidak me
nerima maslahat mursalat sebagai dalil. Dan begitulah seterusnya. Perbedaan itu cukup
beragam sesuai dengan beragamnya dalil-dalil hukum yang dipergunakan masing-masing
ulama yang berijtihad.

Hal yang tidak kalah penting dalam berbedanya pendapat ulama dalam memahami nash
tersebut adalah wawasan keilmuan masing-masing mereka, baik tentang Sunnah nabi,
kaidah uslub-uslub Arab, atau kemampuan daya nalar dan analisisnya serta berbagai
faktor lain yang lebih bersifat kemampuan intelektual masing-masing. Namun, terlepas
dari itu mereka telah memberikan segenap kemampuannya untuk menanggapi kebenaran
syariat ilahi. Dan, hanya Allah sendirilah yang berhak menentukan mana di antara mereka
yang lebih dekat kepada kebenaran-Nya itu.

B. Akibat Perbedaan Pendapat

Setiap tafarruq (perpecahan) merupakan ikhtilaf (perbedaan), namun tidak setiap


ikhtilaf (perbedaan) bisa disebut sebagai bagian dari tafarruq (perpecahan). Namun setiap
ikhtilaf bisa dan berpotensi untuk berubah menjadi tafarruq atau iftiraq antara lain karena:

1. Faktor pengaruh hawa nafsu, yang memunculkan misalnya ta'ashub (fanatisme)

2. Salah persepsi (salah mempersepsikan masalah, misalnya salah mempersepsikan masalah


furu' sebagai masalah ushul).

3. Tidak menjaga moralitas, akhlaq, adab dan etika dalam berbeda pendapat dan dalam
menyikapi para pemilik atau pengikut madzhab dan pendapat lain.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sebab sebab perbedaan pendapat itu ada 5 sebab :

a. Perbedaan dalam Qira’at


5
b. Ketidaktahuan adanya hadis dalam masalah

c. Perbedaan dalam Memahami dan Menafsirkan Teks

d. Adanya lafaz yang musytarak

e. Adanya pertentangan dalil

2. Akibat perbedaan pendapat :

a. Perpecahan

b. Saling menghargai

c. Memunculkan sifat ta’abshub

d. Tidak menjaga moralitas dan etika dalam menghargai pendapat madzhab lain

B. Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,jika terdapat kesalahan pada
makalah ini mohon dimaklumi karena keterbatasan pengetahuan.Saran dan kritikan
sangat kami perlukan untuk perbaikan makalah ini kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Koto Alaiddin, 2007. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (pengantar) Jakarta : PT. Raja Grafindo

Nasshimdin Muh. Perbedaan dalam furu’ fiqhiyyah sebagai akibat perbedaan dalam Ushul Fiqh
vol. 14, no. 1, Juni 2015

6
Ibnu Rusdy Alandalusi. Kitab Bidayatul Mujtahid

Anda mungkin juga menyukai