DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr, Sa’dun Akbar, M.Pd
MATA KULIAH PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
ABSTRACK
One of the materials for the Elementary School Education course is to get to know more
about the History of Elementary / Elementary Education. The purpose of this paper is to serve
as teaching material for private authors and the general public, in order to create innovative,
critical, and creative characters. It is also the basis for the theorem of applying the SD
learning process. This paper was carried out through a qualitative research process, by
referring to several sources or literature, taking into account several theories and arguments
that are appropriate to elementary school education learning materials. The results of this
research show that the basic education process in Indonesia began with several developments
in the history of the basic education process which have been validated and recognized in
recent years, leading to a competent elementary school learning model.
Key words : Literature, Development of Education History,
Validation.
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT PENDIDIKAN
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, Masyarakat, bangsa, dan Negara.
Ki Hajar Dewantara mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan
manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik
secara fisik, mental , jasmani dan rohani.
Menurut Ahmad dalam Hasbullah (2017:3) “Pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Menurut Rousseau dalam Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2015:69)
“Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak,
akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa”.
Selanjutnya menurut Jhon Dewey dalam Hasbullah (2015:2) “Pendidikan
adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan
emosional ke arah alam dan sesama manusia”.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah proses
pengajaran, dari seseorang yang memberikan materi kepada penerima materi, dengan
tujuan dalam meningkatkan kemampuan spiritual, akademik, dan nonakademik, demi
menunjang kamampuan potensi yang ada, dan mengubah pola pikir seseorang, guna
bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.
B. KARAKTERISTIK PENDIDIKAN
1. Ilmu Pendidikan Bersifat Otonom
Bermakna bahwa setiap orang yang menuntut ilmu, bebas memilih kewenangan
atas pendidikannya, dan sebuah Lembaga pendidik berpartisipasi dalam
meningkatkan kemampuan peserta didik dan mengolah sumber daya manusia
yang tersedia.
2. Ilmu Pendidikan Adalah Ilmu Dasar
Ilmu Pendidikan menerapkan konsep atau teori yang dikembangkan dalam ilmu-
ilmu lain. Hal ini dapat didefenisikan secara sederhana, bahwa semua ilmu yang
ada baik dari teori dasar maupun hal praktis semua berlandaskan dari Ilmu
Pendidikan yang mendasar.
3. Bersifat Fleksibel
Ilmu pendidikan bisa digolongkan ke dalam rumpun-rumpun ilmu-ilmu perilaku,
ilmu-ilmu sosial, dan ilmu-ilmu budaya yang bersifat deskriptif dan replektif.
4. Objektifitas Luas
Obyek studi ilmu pendidikan ialah berbagai aspek interaksi sosial budaya antara
peserta didik dengan pendidik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
C. PENDIDIKAN DASAR
1. Pengertian dan Prinsip Pendidikan Dasar
Menurut Faud Ihsan (2013:22) “Pendidikan dasar adalah pendidikan yang
memberikan pengetahuan dan keterampilan, membutuhkan sikap dasar yang
diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti
pendidikan menengah”. Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan
yang memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi
maupun untuk masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Pendidikan ini dapat berupa
pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, yang dapat merupakan
pendidikan biasa ataupun pendidikan luar biasa.
Istilah Prinsip Dasar Pendidikan Dasar terdiri dari dua rumpun istilah, yaitu
prinsip dasar dan pendidikan dasar. Mari kita kaji dulu arti prinsip dasar, yang dalam
bahasa Inggris disebut sebagai “basic principles”. Anda pasti sudah sering mendengar
istilah tersebut. Dalam kamus, kata principle sebagai kata benda diartikan: asas, dasar,
prinsip, keyakinan, sedangkan basic principles dapat diartikan sebagai asas atau
keyakinan utama. Makna ini sejalan dengan makna prinsip dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia atau KBBI (1997:788) yang secara harfiah, memaknai prinsip
sebagai: “asas (kebenaran yang penjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dsb); dasar” .
Dengan menggabungkan kedua makna dari kedua kamus tersebut maka
Prinsip Dasar dapat kita artikan sebagai keyakinan utama sebagai pokok berpikir atau
bertindak. Selanjutnya, sesuai dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Dasar adalah Pendidikan Dasar terdiri dari
Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sejenis.
Sebagai bagian dari pendidikan dasar, SD dan SMP merupakan landasan atau
dasar bagi jenjang pendidikan menengah (UU No.20/2003, Pasal 17).Pengertian
pendidikan dasar dalam UU 50 yang disebut dengan pendidikan rendah, definisinya
sangat jelas, bahwa level ini adalah level untuk menumbuhkan minat, mengasah
kemampuan pikir, olah tubuh dan naluri.
Berdasarkan pasal 17 UU RI No. 20 tahun 2003 menerangkan bahwa:
1. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan
menengah.
2. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah
tsanawiyah (MTs), atsu bentuk lain yang sederajat.
3. Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Penjelasan atas pasal 17 ayat (2)
menyatakan bahwa “Pendidikan yang sederajat dengan SD/MI adalah program seperti
Paket B yang diselenggarakan pada jalur pendidikan nonformal.
Dalam UU No. 2 tahun 1989, Pendidikan dasar diselenggarakan untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta
mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti
pendidikan menengah.
Dengan mengintegrasikan makna prinsip dasar dan pendidikan dasar, maka
Prinsip Dasar Pendidikan Dasar dapat kita maknai sebagai keyakinan utama yang
menjadi acuan berpikir atau bertindak dalam penyelenggaraan Pendidikan Dasar,
yaitu Satuan pendidikan SD dan SMP. Prinsip Dasar Pendidikan Dasar ini tentu
sangat terkait dengan Landasan Pendidikan atau apa yang disebut dengan Foundation
of Education, yang sudah pernah Anda peroleh ketika duduk di tingkat Sarjana (S1).
Agar kaitan ini dapat kita pahami dengan lebih baik, mari kita bahas istilah Landasan
Pendidikan yang menjadi salah satu mata kuliah dalam Program Pendidikan Guru
tingkat sarjana.
Dalam istilah Landasan Pendidikan terdapat dua kata, yaitu landasan dan
pendidikan. Secara harfiah, kata landasan berarti alas, dasar, atau topangan, yang
dapat merupakan sesuatu yang konkret seperti beton yang kokoh, tempat bangunan
bertingkat berdiri. Dengan perkataan lain, pada landasan itu ada sesuatu yang
ditopang, misalnya bangunan berupa rumah atau pabrik. Makin kokoh landasan atau
penopang tersebut, maka bangunan itu akan semakin kokoh pula. Makna landasan
seperti itu dapat dikatakan merupakan penjelasan dari suatu konsep konkret, yang
mudah dibayangkan karena landasan tersebut dapat dilihat.
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1, ayat 1, pendidikan didefinisikan
sebagai: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara”. Jika kita cermati, ternyata definisi tahun 2003 sudah bergeser atau berubah
dibandingkan dengan definisi tahun 1989.
Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) mendefinisikan
pendidikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pengertian ini sejalan dengan pengertian pendidikan sebagaimana yang
dikemukakan oleh Langeveld, yaitu pendidikan adalah usaha untuk mengantar anak
menuju kedewasaan, dan dapat juga kita katakan sejalan dengan definisi dalam UU
No. 2/1989 ,dalam hal mempersiapkan peserta didik untuk masa yang akan datang
atau kedewasaan. Namun kini, pengertian tersebut sudah bergeser. Bahkan Dewey
mengatakan bahwa pendidikan bukan persiapan untuk hidup (sebagaimana yang
diasumsikan oleh Langeveld), tetapi pendidikan adalah proses kehidupan itu sendiri.
“Education is not preparation for future life but it is life itself”
Banyak tantangan dan perubahan yang harus dilakukan di era society 5.0 ini.
Termasuk yang harus dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai gerbang utama dalam
mempersiapkan SDM unggul.
Era super smart society (society 5.0) sendiri diperkenalkan oleh Pemerintah Jepang
pada tahun 2019, yang dibuat sebagai antisipasi dari gejolak disrupsi akibat revolusi
industri 4.0, yang menyebabkan ketidakpastian yang kompleks dan ambigu (VUCA).
Dikhawatirkan invansi tersebut dapat menggerus nilai-nilai karakter kemanusiaan
yang dipertahankan selama ini.
Dalam menghadapi era society 5.0, dunia pendidikan berperan penting dalam
meningkatkan kualitas SDM. Selain pendidikan beberapa elemen dan pemangku
kepentingan seperti pemerintah, Organisasi Masyarakat (Ormas) dan seluruh
masyarakat juga turut andil dalam menyambut era society 5.0 mendatang.
“Untuk menghadapi era society 5.0 ini satuan pendidikan pun dibutuhkan
adanya perubahan paradigma pendidikan. Diantaranya pendidik meminimalkan peran
sebagai learning material provider, pendidik menjadi penginspirasi bagi tumbuhnya
kreativitas peserta didik. Pendidik berperan sebagai fasilitator, tutor, penginspirasi dan
pembelajar sejati yang memotivasi peserta didik untuk “Merdeka Belajar,” papar Dwi
Nurani, S.KM, M.Si, Analis Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Direktorat Sekolah
Dasar pada saat mengisi seminar nasional “Menyiapkan Pendidikan Profesional Di
Era Society” pada Rabu, 03 Februari 2021.
Dwi Nurani menyampaikan merdeka belajar akan menciptakan pendidikan berkualitas
bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui peningkatan layanan dan akses pendidikan
dasar salah satunya adalah upaya pemenuhan maupun perbaikan infrastruktur dan
platform teknologi di sekolah dasar. Pendidikan nasional berbasis teknologi dan
infrastruktur yang memadai diharapkan dapat menciptakan sekolah dan ataupun kelas
masa depan.
Merdeka belajar juga dapat dimaknai dengan kebijakan strategis baik pemerintah
maupun swasta dalam mendukung implementasi merdeka belajar, prosedur akreditasi
yang dapat beradaptasi, sesuai kebutuhan oraganisasi/lembaga/sekolah, serta
pendanaan pendidikan yang efektif dan akuntabel salahsatunya ditandai dengan
otonomi satuan pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan.
“Selain itu dalam melaksanakan merdeka belajar diperlukan manajemen tata kelola
dari semua unsur, baik pemerintah daerah, swasta (industri dll), kepala sekolah, guru
dan masyarakat. Melalui manajemen berbasis sekolah diperlukan jiwa kepemimpinan
seorang kepala sekolah yang berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya. Untuk peningkatan sumber daya
manusia, baik guru maupun kepala sekolah, diperlukan pembinaan baik lokal maupun
internasional yang berkelanjutan sehingga mampu menjawab tantangan dunia industry
atau menghadapi era revolusi industry 4.0 dan society 5.0,” ujarnya.
Dalam menghadapi era society ada dua hal yang harus dilakukan yaitu adaptasi dan
kompetensi. Beradaptasi dengan Society 5.0, Dwi Nurani menegaskan kita perlu
mengetahui perkembangan generasi (mengenal generasi). Istilah baby boomers yang
dimaksud adalah tinggi tingkat kelahiran dari beberapa generasi mulai dari generasi x
sampai dengan generasi ⍺ dimana terjadi transformasi peradaban manusia.
“Untuk menjawab tantangan Revolusi industri 4.0 dan Society 5.0 dalam dunia
pendidikan diperlukan kecakapan hidup abad 21 atau lebih dikenal dengan istilah 4C
(Creativity, Critical Thingking, Communication, Collaboration). Diharapkan guru
menjadi pribadi yang kreatif, mampu mengajar, mendidik, menginspirasi serta
menjadi suri teladan,” imbuh Dwi Nurani.
Sementara itu di abad 21 kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh siswa ini adalah
memiliki kemampuan 6 Literasi Dasar (literasi numerasi, literasi sains, literasi
informasi, literasi finansial, literasi budaya dan kewarganegaraan). Tidak hanya
literasi dasar namun juga memiliki kompetensi lainnya yaitu mampu berpikir kritis,
bernalar, kretatif, berkomunikasi, kolaborasi serta memiliki kemampuan problem
solving. Dan yang terpenting memiliki perilaku (karakter) yang mencerminkan profil
pelajar pancasila seperti rasa ingin tahu, inisiatif, kegigihan, mudah beradaptasi
memiliki jiwa kepemimpinan, memiliki kepedulian sosial dan budaya.
Menghasilkan SDM unggul dengan beradaptasi di era society 5.0. Dwi Nurani
mengingatkan, peserta diidk harus diimbangi dengan penguatan profil pelajar
pancasila. Dimana penguatan nilai pancasila terhadap peserta didik ini dapat
dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler, kegiatan ko kurikuler, kegiatan
ekstrakurikuler, kegiatan lingkungan sekolah, pemberdayaan budaya masyarakat.
Pendidik Profesional Era Society
Society 5.0 adalah masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan
permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era
Revolusi industri 4.0 seperti Internet on Things (internet untuk segala
sesuatu), Artificial Intelligence (kecerdasan buatan), Big Data (data dalam jumlah
besar), dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Society 5.0 juga dapat
diartikan sebagai sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis
teknologi.
Terjadi perubahan pendidikan di abad 20 dan 21. Pada 20th Century Education
pendidikan fokus pada anak informasi yang bersumber dari buku. Serta cenderung
berfokus pada wilayah lokal dan nasional. Sementara era 21th Century
Education, fokus pada segala usia, setiap anak merupakan di komunitas pembelajar,
pembelajaran diperoleh dari berbagai macam sumber bukan hanya dari buku saja,
tetapi bias dari internet, bernagai macam platform teknologi & informasi serta
perkembangan kurikulum secara global, DIindonesia dimaknai dengan merdeka
belajar.
“Menghadapi era society 5.0 ini dibutuhkan kemampuan 6 literasi dasar seperti
literasi data yaitu kemampuan untuk membaca, analisis, dan menggunakan informasi
(big data) di dunia digital. Kemudian literasi teknologi, memahami cara kerja mesin,
aplikasi teknologi (coding, artificial intelligence, machine learning, engineering
principles, biotech). Dan terakhir adalah literasi manusia yaitu humanities,
komunikasi, & desain,” kata Dwi Nurani.
Peran Pendidik Era Society 5.0
Sebagai Pendidik di era society 5.0, para guru harus memiliki keterampilan dibidang
digital dan berpikir kreatif. Menurut Zulfikar Alimuddin, Director of Hafecs (Highly
Functioning Education Consulting Services) menilai di era masyarakat 5.0 (society
5.0) guru dituntut untuk lebih inovatif dan dinamis dalam mengajar di kelas
(Alimuddin, 2019).
Oleh karena itu ada tiga hal yang harus dimanfaatkan pendidik di era society 5.0.
diantaranya Internet of things pada dunia Pendidikan (IoT), Virtual/Augmented
reality dalam dunia pendidikan, Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dalam dunia
pendidikan untuk mengetahui serta mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran yang
dibutuhkan oleh pelajar.
“Pendidik juga harus memiliki kecakapan hidup abad 21 yaitu memiliki
kemampuan leadership, digital literacy, communication, emotional intelligence,
entrepreneurship, global citizenship, team working dan problem solving. Fokus
keahlian bidang pendidikan abad 21 saat ini dikenal dengan 4C (Risdianto, 2019)
yang meliputi creativity, critical thinking, communication dan
collaboration,” tambahnya.
Tenaga pendidik di abad society 5.0 ini harus menjadi guru penggerak yang
mengutamakan murid dibandingkan dirinya, inisiatif untuk melakukan perubahan
pada muridnya, mengambil tindakan tanpa disuruh, terus berinovasi serta
keberpihakan kepada murid.
“Akan tetapi dengan adanya perubahan ini banyak yang mempertanyakan apakah
peran guru dapat tergantikan oleh teknologi? Namun ada peran guru yang tidak ada di
teknologi diantaranya interaksi secara langsung di kelas, ikatan emosional guru dan
siswa, penanaman karakter dan modeling/ teladan guru,” pungkasnya. (Kumi
Laila/Hendriyanto)