Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KULIAH MEMBUAT MAKALAH

“SEJARAH PENDIDIKAN DASAR/SD”

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr, Sa’dun Akbar, M.Pd
MATA KULIAH PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

Disusun oleh kelompok 1 :


Sri Suryani Mimah (230151610510)
Dora Puspitasari
Selyna Dwi Anestia (230151603557)
Fauziah

Fakultas Ilmu Pendidikan


Departemen S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Negeri Malang
Jln. Semarang 5, Malang, Jawa Timur
ABSTRAK
Salah satu dari materi mata kuliah Pedidikan Sekolah Dasar adalah mengenal lebih dalam
tentang Sejarah Pendidikan Dasar/SD. Tujuan makalah ini guna menjadi bahan ajar bagi
penulis pribadi dan khayalak umum, guna menciptakan karakter inovatif, kritis, dan kreatif.
Juga menjadi dasar teorema penerapan proses pembelajaran SD. Makalah ini dikerjakan
melalui proses penelitian kualitatif, dengan merujuk pada beberapa sumber atau literatur
dengan memperhatikan beberapa teori-teori dan argument yang sesuai dengan materi
pembelajaran Pendidikan Sekolah Dasar. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa proses
Pendidikan Dasar di Indonesia diawali dengan beberapa perkembangan Sejarah proses
Pendidikan Dasar yang sudah di validasi dan diakui beberapa tahun ini, hingga mendapatkan
model pembelajaran Sekolah Dasar yang kompeten.
Kata kunci : Literatur, Perkembangan Sejarah Pendidikan, Validasi.

ABSTRACK
One of the materials for the Elementary School Education course is to get to know more
about the History of Elementary / Elementary Education. The purpose of this paper is to serve
as teaching material for private authors and the general public, in order to create innovative,
critical, and creative characters. It is also the basis for the theorem of applying the SD
learning process. This paper was carried out through a qualitative research process, by
referring to several sources or literature, taking into account several theories and arguments
that are appropriate to elementary school education learning materials. The results of this
research show that the basic education process in Indonesia began with several developments
in the history of the basic education process which have been validated and recognized in
recent years, leading to a competent elementary school learning model.
Key words : Literature, Development of Education History,
Validation.
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT PENDIDIKAN
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, Masyarakat, bangsa, dan Negara.
Ki Hajar Dewantara mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan
manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik
secara fisik, mental , jasmani dan rohani.
Menurut Ahmad dalam Hasbullah (2017:3) “Pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Menurut Rousseau dalam Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2015:69)
“Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak,
akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa”.
Selanjutnya menurut Jhon Dewey dalam Hasbullah (2015:2) “Pendidikan
adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan
emosional ke arah alam dan sesama manusia”.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah proses
pengajaran, dari seseorang yang memberikan materi kepada penerima materi, dengan
tujuan dalam meningkatkan kemampuan spiritual, akademik, dan nonakademik, demi
menunjang kamampuan potensi yang ada, dan mengubah pola pikir seseorang, guna
bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.
B. KARAKTERISTIK PENDIDIKAN
1. Ilmu Pendidikan Bersifat Otonom
Bermakna bahwa setiap orang yang menuntut ilmu, bebas memilih kewenangan
atas pendidikannya, dan sebuah Lembaga pendidik berpartisipasi dalam
meningkatkan kemampuan peserta didik dan mengolah sumber daya manusia
yang tersedia.
2. Ilmu Pendidikan Adalah Ilmu Dasar
Ilmu Pendidikan menerapkan konsep atau teori yang dikembangkan dalam ilmu-
ilmu lain. Hal ini dapat didefenisikan secara sederhana, bahwa semua ilmu yang
ada baik dari teori dasar maupun hal praktis semua berlandaskan dari Ilmu
Pendidikan yang mendasar.
3. Bersifat Fleksibel
Ilmu pendidikan bisa digolongkan ke dalam rumpun-rumpun ilmu-ilmu perilaku,
ilmu-ilmu sosial, dan ilmu-ilmu budaya yang bersifat deskriptif dan replektif.
4. Objektifitas Luas
Obyek studi ilmu pendidikan ialah berbagai aspek interaksi sosial budaya antara
peserta didik dengan pendidik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
C. PENDIDIKAN DASAR
1. Pengertian dan Prinsip Pendidikan Dasar
Menurut Faud Ihsan (2013:22) “Pendidikan dasar adalah pendidikan yang
memberikan pengetahuan dan keterampilan, membutuhkan sikap dasar yang
diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti
pendidikan menengah”. Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan
yang memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi
maupun untuk masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Pendidikan ini dapat berupa
pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, yang dapat merupakan
pendidikan biasa ataupun pendidikan luar biasa.
Istilah Prinsip Dasar Pendidikan Dasar terdiri dari dua rumpun istilah, yaitu
prinsip dasar dan pendidikan dasar. Mari kita kaji dulu arti prinsip dasar, yang dalam
bahasa Inggris disebut sebagai “basic principles”. Anda pasti sudah sering mendengar
istilah tersebut. Dalam kamus, kata principle sebagai kata benda diartikan: asas, dasar,
prinsip, keyakinan, sedangkan basic principles dapat diartikan sebagai asas atau
keyakinan utama. Makna ini sejalan dengan makna prinsip dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia atau KBBI (1997:788) yang secara harfiah, memaknai prinsip
sebagai: “asas (kebenaran yang penjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dsb); dasar” .
Dengan menggabungkan kedua makna dari kedua kamus tersebut maka
Prinsip Dasar dapat kita artikan sebagai keyakinan utama sebagai pokok berpikir atau
bertindak. Selanjutnya, sesuai dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Dasar adalah Pendidikan Dasar terdiri dari
Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sejenis.
Sebagai bagian dari pendidikan dasar, SD dan SMP merupakan landasan atau
dasar bagi jenjang pendidikan menengah (UU No.20/2003, Pasal 17).Pengertian
pendidikan dasar dalam UU 50 yang disebut dengan pendidikan rendah, definisinya
sangat jelas, bahwa level ini adalah level untuk menumbuhkan minat, mengasah
kemampuan pikir, olah tubuh dan naluri.
Berdasarkan pasal 17 UU RI No. 20 tahun 2003 menerangkan bahwa:
1. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan
menengah.
2. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah
tsanawiyah (MTs), atsu bentuk lain yang sederajat.
3. Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Penjelasan atas pasal 17 ayat (2)
menyatakan bahwa “Pendidikan yang sederajat dengan SD/MI adalah program seperti
Paket B yang diselenggarakan pada jalur pendidikan nonformal.
Dalam UU No. 2 tahun 1989, Pendidikan dasar diselenggarakan untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta
mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti
pendidikan menengah.
Dengan mengintegrasikan makna prinsip dasar dan pendidikan dasar, maka
Prinsip Dasar Pendidikan Dasar dapat kita maknai sebagai keyakinan utama yang
menjadi acuan berpikir atau bertindak dalam penyelenggaraan Pendidikan Dasar,
yaitu Satuan pendidikan SD dan SMP. Prinsip Dasar Pendidikan Dasar ini tentu
sangat terkait dengan Landasan Pendidikan atau apa yang disebut dengan Foundation
of Education, yang sudah pernah Anda peroleh ketika duduk di tingkat Sarjana (S1).
Agar kaitan ini dapat kita pahami dengan lebih baik, mari kita bahas istilah Landasan
Pendidikan yang menjadi salah satu mata kuliah dalam Program Pendidikan Guru
tingkat sarjana.
Dalam istilah Landasan Pendidikan terdapat dua kata, yaitu landasan dan
pendidikan. Secara harfiah, kata landasan berarti alas, dasar, atau topangan, yang
dapat merupakan sesuatu yang konkret seperti beton yang kokoh, tempat bangunan
bertingkat berdiri. Dengan perkataan lain, pada landasan itu ada sesuatu yang
ditopang, misalnya bangunan berupa rumah atau pabrik. Makin kokoh landasan atau
penopang tersebut, maka bangunan itu akan semakin kokoh pula. Makna landasan
seperti itu dapat dikatakan merupakan penjelasan dari suatu konsep konkret, yang
mudah dibayangkan karena landasan tersebut dapat dilihat.
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1, ayat 1, pendidikan didefinisikan
sebagai: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara”. Jika kita cermati, ternyata definisi tahun 2003 sudah bergeser atau berubah
dibandingkan dengan definisi tahun 1989.
Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) mendefinisikan
pendidikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pengertian ini sejalan dengan pengertian pendidikan sebagaimana yang
dikemukakan oleh Langeveld, yaitu pendidikan adalah usaha untuk mengantar anak
menuju kedewasaan, dan dapat juga kita katakan sejalan dengan definisi dalam UU
No. 2/1989 ,dalam hal mempersiapkan peserta didik untuk masa yang akan datang
atau kedewasaan. Namun kini, pengertian tersebut sudah bergeser. Bahkan Dewey
mengatakan bahwa pendidikan bukan persiapan untuk hidup (sebagaimana yang
diasumsikan oleh Langeveld), tetapi pendidikan adalah proses kehidupan itu sendiri.
“Education is not preparation for future life but it is life itself”

D. SEJARAH PENDIDIKAN DASAR


Indonesia adalah Negara yang menerapkan asas pembelajaran dan mewajibkan setiap
warganya system wajib belajar 9 tahun. Hal ini dilakukan agar dapat mencapai cita-
cita Nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. (UUD)
1. Pendidikan dan Pengajaran Dalam Abad Ke 16-18
a. Masa Pengaruh Portugis
Sejarah pendidikan yang melaksanakan sistem pengajaran dengan wujud
lembaganya yang lebih dikenal dengan sekolah, sebenarnya sudah dimulai pada
permulaan abad ke-16, yaitu dengan kedatangan Bangsa Portugis di Indonesia,
yang · kemudian disusul oleh Bangsa Spanyol. Kedatangan Bangsa Portugis
sebagai orang Peranggi tidak dapat dipandang terlepas dari konteks
perkembangan sistem dunia yang semakin meluas sebagai akibat ekspansi Barat
sejak akhir abad ke-15. Ditambah pula bahwa hubungan di bidang politik dan
ekonomi antara bangsa-bangsa di Eropa khususnya bangsa Portugis dan Spanyol,
dengan bangsa-bangsa di Asia khususnya bangsabangsa di Timur Tengah, tidak
dapat dilepaskan dari dampak Perang Salib. 1 Persaingan di bidang perdagangan
dan pelayaran menambah semakin tajamnya konflik tersebut.
Dilihat dari sudut pandangan bangsa-bangsa Barat dengan sikap
keagamaannya dalam abad pertengahan, yaitu bahwa setiap orang Moro/Moor
(ada kaitannya dengan daerah Morokko, nama sebuah negara di Afrika Utara)
yang beragama Islam, adalah musuh dari orang Kristen. Hal ini berarti bahwa
mereka di mana pun di dunia harus diperangi. Usaha kristiaosasi yang dilakukan
oleh para misionaris yang menyertai ekspedisi militer Portugis dan Spanyol
semakin memperhebat konfrontasi di atas dan dengan sendirinya membawa
pengaruh terhadap pendidikan di daerah-daerah yang bersangkutan. Ketika
Pendeta Ignatius Loyola dalam tahun 1534 untuk pertama kali mendirikan Ordo
Yesuit di Paris, tujuan semula adalah untuk membangun Orde Baru bagi
pelayanan tugastugas misi agama Katolik Roma di Palestina, tetapi kemudian
berkembang. menjadi sebuah organisasi yang sangat militan untuk
memperjuangkan dan menyebarluaskan agama tersebut ke segala penjuru dunia.
Antara tahun 1539-1550 organisasi Ordo Yesuit semakin disempumakan
menjadi a military company of Y esus, yang disusun sangat rapi berdasarkan suatu
kode peraturan yang bernama Regimini Militantis Ecclesiae. Salah satu sarana
bagi kegiatan misi orde ini, yang kemudian ternyata sangat efektif dan efisien
adalah bidang pendidikan. Seperti yang diatur oleh Pendeta Aquaviva (1543-1615)
dalam risalah Ratio Studiorium (1585-1599), sebuah dokumen yang sangat
terkenal dalam sejarah pendidikan, perencanaan tentang tujuan, isi, proses dan
pihak yang terlibat dalam pendidikan, merupakan usaha berskala besar dan yang
disusun dengan sangat cennat yaitu untuk menambahkan ketaatan kepada cita-cita
Gereja Katolik Roma melalui cara pengajaran biasa. Pendidikan agama
merupakan unsur pokok dalam struktur pengajaran. Kemashuran dan jumlah
peserta sekolah-sekolah Yesuit yang semakin meningkat sebagian besar
tergantung pada prioritas pelajaran tentang Sastra Yunani dan Romawi Kuna (The
Classics).
Pada umumnya sekolah-sekolah ini memperlihatkan suatu keadaan yang jauh
dari suasana "pertapaan" a tau yang bersifat sangat ketat. Keganjilan dan
kepelikan sifat pribadi masing-masing murid mendapat perhatian khusus dari para
guru, sehingga salah satu tujuan mengajar ialah untuk menemukan bakat-bakat
istimewa mereka dan mengarahkannya secara bijaksana kepada kepentingan Ordo
Yesuit. Para guru mengajukan tawaran pelajaran tentang bagaimana mengasihi diri
dan orang lain serta peningkatan semangat melebihi apa 6 yang sudah mereka
miliki. Para murid dianjurkan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
deklamasi dan perdebatan di luar jam sekolah. bersaing untuk memperoleh
penghargaan dan hadiah, memperkenalkan karya tulis tentang berbagai
pengetahuan dan mengadakan pertunjukan-pertunjukan drama.
Hal ini ditambah pula dengan sekolah-sekolah Yesuit yang tidak memungut
biaya atau pembayaran uang sekolah sehingga mampu menarik anak-anak
berbakat dari keluarga yang kurang mampu. Sekolah-sekolah ini akhirnya
mendapat perhatian dan sambutan dari berbagai kalangan masyarakat tanpa
mempersoalkan agama yang dianut atau status sosialnya. Salah seorang pengikut
pertama Ordo Yesuit, yaitu Franciscus Xaverius (Francis Xavier, meninggal tahun
1552) kemudian berhasil mendirikan berbagai misi Gereja Katolik Roma di India,
Indonesia , dan Jepang, sekaligus menjadi peletak dasar dari katholicisme di
Indonesia. Dialah yang menegaskan bahwa untuk memperluas agama Nasrani
perlu didirikan sekolah di mana-mana, terutama di daerah-daerah non-Kristen .
Secara historis Kepulauan Amboina sangat terkenal sebagai suatu daerah
penghasil cengkih , tetapi sebenarnya daerah terse but bukan merupakan "pulau
rempah-rempah" yang asli. Selama berabad-abad sebelum kedatangan orang-
orang Barat di Kepulauan Maluku, para pedagang Melayu , Jawa, dan Cina telah
melakukan dagang cengkih secara "barter" di daerahdaerah bagian utara
kepulauan tersebut, yaitu di Halmahera , Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan
Bacan. Ketika orang-orang Portugis pada permulaan abad ke-16 tiba di sana,
perdagangan cengkih berpusat di sekitar daerah-daerah kerajaan Islam , yaitu di
Ternate dan Tidore.
Selama abad ke-16 itu berkobarlah pertentangan bersenjata yang sangat hebat
antara Ternate , Tidore , Serrienanjung Tanah Melayu , dan Jawa dengan
orangorang Barat untuk memperebutkan hegemoni atas daerahdaerah penghasil
cengkih di atas. Sebagai akibatnya , timbullah daerah-daerah baru penghasil
cengkih , yaitu di daerah-daerah bagian selatan Kepulauan Maluku, seperti di
Hoamoal, Hitu , Larike dan Seram. Hubungan dagang berkembang antara Hitu
dengan Tuban dan Gresik di Jawa Timur. Bersamaan dengan itu penduduk Hitu
mulai memeluk agama Islam. Pada permulaan abad ke-17 cengkih yang
dihasilkan di Kepulauan Amboina sudah melebihi kebutuhan konsumsi dunia.
Kontak pertama antara Hitu dan orang-orang Portugis terjadi pada tahun 1525.
Tetapi orang-orang Portugis dipaksa pindah ke Semenanjung Leitimor. Di tempat
itu mereka membangun sebuah benteng yang selanjutnya menjadi Kota Ambon
sekarang. Bersamaan dengan itu mereka memperluas penanaman pohon cengkih,
bukan saja di Leitimor tetapi juga di Kepulauan Lease.
Sampai akhir abad ke-16 terciptalah suatu balance of power antara orang-
orang Islam di Hitu, orangorang Ternate di Semenanjung Hoamoal (Seram Barat)
dengan orang-orang Portugis di Leitimor dan di Kepulauan Lease. Dalam keadaan
yang cukup sulit ini ternyata orang-orang Portugis telah berhasil meletakkan
dasar-dasar bagi pembangunan komunitas Kristen di Ambon. Dalam tahun 1536
penguasa Portugis untuk daerah Maluku, Antonio Galvano, mendirikan sekolah
seminari untuk anak anak para pemuka pribumi di Ternate, yang merupakan
sekolah agama Kristen bagi anakanak mereka. Sekolah yang sejenis kemudian
didirikan di Pulau Solor, dengan jumlah murid sebanyak 50 orang.
Murid-murid yang berasal dari golongan pribumi dan yang ternyata mampu
mengikuti pelajaran dengan baik dan ingin melanjutkannya, dapat meneruskan
studi di Goa (India), yang merupakan pusat kekuatan orang-orang Portugis di
Asia. Franciscus Xaverius berangkat dari Ternate ke Goa dengan membawa
pemudapemuda Maluku untuk melanjutkan pelajarannya di kota terse but. Tahun
1546 di Ambon sudah terdapat tujuh buah kampung pemeluk Agama Katolik
Roma Selain pelajaran agama, diberikan pula pelajaran tentang membaca,
menulis, dan berhitung (3R), ditambah dengan pelajaran tentang bahasa Latin.
Walaupun demikian, belum diketahui secara jelas bahasa apa yang dipakai sebagai
bahasa pengantar di sekolah-sekolah tersebut, apakah bahasa daerah, bahasa
Portugis, bahasa Latin, atau bahasa yang lain?
Barangkali masalah bahasa pengantar inilah yang merupakan salah satu
kekurangan bahkan rintangan dalam sistem pengajaran di sekolah-sekolah yang
didirikan' oleh orang Portugis, walaupun wujud lembaga, tujuan, isi, proses dan
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya sudah jelas. Orang-orang Belanda yang
kemudian menggantikan kedudukan orang-orang Portugis dengan perencanaan
terarah menggunakan bahasa Belanda dan bahasa Melayu (yang kemudian
berkembang menjadi bahasa Indonesia) pada sekolahsekolahnya. Persebaran
agama Katolik Roma di daerah Indonesia Bagi.an Timur (IBT), dan
penyelenggaraan pendidikannya kurang mendapat kemajuan yang berarti.
Di antaranya karena faktor·faktor yang disebut di atas di samping juga karena
hubungan orang orang Portugis dengan orang Ternate semakin kurang baik dan
mereka masih harus bersaing dan berperang melawan orang-orang Spanyol dan
lnggris. Akhirnya orang-orang Belanda berhasil mengusir orang-orang Portugis
dari Indonesia sekaligus mengambil alih segala harta kekayaan mereka, termasuk
milik Gereja Katolik Roma. Serta lembaga-lembaga pendidikannya.
Namun demikian sebagian penduduk Indonesia Bagi.an Timur, khususnya di
daerah Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur, masih tetap memeluk agama
Katolik Roma sampai sekarang. Orang-orang Spanyol, berdasarkan Perjanjian
Tordissilas yang diprakarsai oleh Sri Paus di Roma dan diselesaikan dalam
Perjanjian Saragosa (1527), tidak sempat menanamkan pengaruhnya di Indonesia.'
Garis Saragosa kemudian pada dasarnya menjadi garis pemisah antara Indonesia
bekas jajahan Belanda dan Filipina bekas jajahan Spanyol.
b. Masa Pengaruh Belanda
Kedatangan Bangsa Belanda akhir abad ke-16 dan awal ke-17 merupakan
giliran bagi orang-orang Belanda untuk menanam dan memperkuat pengaruhnya
di Indonesia. Mereka mendiami tanah-tanah rendah (De Nederlanden a tau sering
disebut Holland) di sekitar muara sungai-sungai besar di Eropa Barat, seperti
Sungai Rhein dan Sungai Maas. Mata pencaharian mereka banyak tergantung
pada laut, di antaranya dengan menggunakan kapal-kapal melakukan transportasi
dan sekaligus sebagai pedagang perantara di wilayah perairan Eropa Barat Ketika
pada tahun 1585 Portugal jatuh ke dalam kekuasaan Kerajaan Spanyol yang
beragama Katolik Roma sedangkan orang-orarig Belanda yang beragama Kristen
Protestan sedang berjuang untuk memerdekakan negerinya dari negara penjajah
Spanyol melalui perang 80 tahun (1568-1648), mata pencaharian di atas menjadi
sangat sulit. 1 ° Keadaan tersebut memaksa orang-orang Belanda mengambil
keputusan untuk menjemput atau membeli secara langsung bahan -bahan dagang.
terutama rempah-rempah dari daerah asalnya yaitu Kepulauan Indonesia.
Jika kedatangan orang-orang Portugis ke Indonesia bermotif kepentingan
ekonomi, agama dan petualangan, maka kedatangan orang-orang Belanda
terutama bermotif pada kepentingan perdagangan. 1 1 Untuk melaksanakan
keputusan di atas, Pemerintah Belanda melalui keputusan sidang Staten Generaal
(parlemen) memberikan kekuasaan penuh kepada sebuah perserikatan kongsi
dagang Belanda di Hindia Timur, yaitu VOC (Verenigde Oostlndische
Compagnie) untuk menjalankan politik monopoli perdagangan rempah-rempah di
Indonesia. Langkah pertama orang-orang Belanda pada tahun 1605 ialah
mengambil alih posisi orang-orang Portugis di Kepulauan Amboina (Maluku Sela
tan), 1 2 selanjutnya pada tahun 1619 mereka berhasil mendirikan Bandar
Jayakarta sekaligus mengubah namanya menjadi Batavia, sebagai basis
perdagangan dan kekuasaan politiknya di Indonesia sampai tahun 1942. Pada
akhir abad ke-17 mereka berhasil mengisolasi Pulau Jawa dan daerahdaerah lain
di Indonesia.
Sehingga mampu mengawasi lalulintas antarpulau di wilayah perairan
Nusantara. 1 3 Orang-orang Indonesia justru semakin tenggelam dalam pertikaian
bersenjata antara sesamanya, sehingga tidak menyadari akan bahaya yang semakin
mengancam dari pihak orang-orang Belanda. Walaupun secara kuantitatif jumlah
orang Belanda kelihatan kecil dan lemah, tetapi karena adanya persatuan dan
kesatuan di antara mereka serta didukung oleh disiplin yang tinggi, maka secara
kualitatif mereka menjadi 10 sangat tangguh. Kebijaksanaan politik dan usaha
untuk melestarikan kekuasaan Belanda di Indonesia, antara lain dilaksanakan dan
didukung melalui usaha-usaha di bidang pendidikan , tujuan , isi, proses dan
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya disesuaikan dengan kebijaksanaan tersebut
misalnya, orang-orang Belanda beserta keluarganya memerlukan pendidikan dan
latihan , baik mengenai pengetahuan umum maupun mengenai pengetahuan
khusus tentang Indonesia.
Di samping itu VOC memerlukan tenaga-tenaga pembantu yang murah untuk
keperluan menggerakkan roda pemerintahan dan roda perekonomian yang
tentunya diambil dari kalangan penduduk pribumi. Kepada mereka perlu diberikan
pendidikan sewajarnya untuk dapat menjalankan tugas-tugas tersebut. Hal yang
tidak kalah pentlng ialah bahwa pendidikan juga dimanfaatkan untuk membina
kelompok-kelompok di kalangan penduduk pribumi, yang kesetiaan serta
loyalitasnya kepada orang orang Belanda dapat diandalkan, di antaranya
komunitas-komunitas emigran Kristen di Ambon.
c. Pendidikan Indonesia Zaman Penjajahan Jepang
Di masa pendudukan Jepang, pendidikan tingkat dasar hanya ada satu macam
yakni Sekolah Dasar selama 6 tahun. Jepang menyeragamkan sekolah-sekolah
dasar di Indonesia agar mudah untuk diawasi, sekolah-sekolah yang menggunakan
bahasa Belanda di tutup. Begitu juga materi pengetahuan soal belanda dan Eropa
di tutup.
Pada masa Jepang, pendidikan dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan Jepang
yang hendak menghapus pelajaran agama islam menggantinya dengan pelajaran
agaman Shinto, oleh karena itu bahasa dan aksara arab dikurangi frekuensinya,
serta pendidikan pada umumnya mendapat penekanan. Karena Jepang menyadari
untuk me-Nipponkan bangsa Indonesia dengan jalur pendidikan dan Jepang juga
merubah kurikulum pendidikan (Abbas, 2018: 64-69).
Menurut (Purwanti, 2018) Tujuan dalam bidang pendidikan ini adalah supaya
murid-muridnya dapat penggunaan bahasa barat di wilayah seluruh Indonesia.
Khususnya dalam bidang pendidikan secara sistematis diarahkan untuk menanam
norma-norma militer Jepang kearah pembentukan semangat Bushido (tatacara
kesatria). Jadi pada masa pendudukan Jepang di Indonesia juga diterapkan proses
Jepangisasi baik dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Semangat Bushido ditanamkan untuk meningkatkan rasa hormat kepada
pemerintah militer Jepang
Masa pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun merupakan masa yang
sangat menentukan bagi bangsa Indonesia. Setelah Kejayaan penjajahan Belanda
lenyap, Jepang berada di Indonesia. Mereka bertekuk lutut tanpa syarat kepada
Jepang. Dan sistem persekolahan di masa pendudukan Jepang banyak mengalami
perubahan karena sistem penggolongan baik baik menurut golongan bangsa
maupun menurut status sosial dihapus. Dengan demikian terdapat integrasi
terhadap macam-macam sekolah yang sejenis sejak masa Jepang bahasa dan
istilah-istilah mulai dipergunakan di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan
(Mestoko, 1985 : Hlm138). Di masa pendudukan Jepang, pendidikan tingkat dasar
hanya ada satu macam yakni Sekolah Dasar selama 6 tahun. Jepang
menyeragamkan sekolah-sekolah dasar di Indonesia agar mudah untuk diawasi,
sekolah-sekolah yang menggunakan bahasa Belanda di tutup. Begitu juga materi
pengetahuan soal belanda dan Eropa di tutup.
Berbagai cara yang dilakukan oleh Jepang dalam mengelabuhi bangsa
Indonesia untuk kepentingan politiknya. Demi kepentingan perang, Jepang
mengambil pasukan dari Indonesia dengan menyuguhkan pendidikan kemiliteran.
Namun demikian, dibalik kekejaman Jepang itu, Indonesia banyak memanfaatkan
berbagai toleransi dari pihak Jepang terutama dalam bidang pendidikan.
Pendidikan Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang.
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang banyak mengalami
perubahan dan perkembangan. Beberapa kegiatan dan pembekalan bagi para guru
sengaja dilakukan dalam rangka untuk menyamankan persepsi dan suksesnya
propaganda Jepang. Hilangnya sistem dualisme dalam pendidikan, menjadikan
sistem pendidikan atau persekolahan menjadi lebih merakyat (populis). Pada
prinsipnya terjadi perubahan bahwa sekolah menjadi terbuka bagi semua lapisan
masyarakat Indonesia (Demokrasi Pendidikan). Hapusnya sistem Konkordansi
dan masuknya sistem baru yang relatif lebih praktis dan terarah bagi kebutuhan
masyarakat, meskipun kepraktisan tersebut lebih berarti untuk keperluan
kemenangan perang Jepang.
Faktor Pendorong Pekembangan Pendidikan Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang (1942- 1945) :
1) Penyederhanaan sistem pendidikan
2) Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar
3) Pembentukan sekolah guru
4) Ditutupnya sekolah yang berbahasa Belanda
5) Tingkat pendidikan baru
Faktor Penghambat Perkembangan Pendidikan Indonesia Pada Masa
Pendudukan Jepang (1942-1945)
1) Kurangnya tenaga pendidikan
2) Minimnya buku pembelajaran
3) Menurunnya jumlah sekolah
4) Sekolah berfokus pada kegiatan militer
5) Masa pendudukan Jepang yang singkat
2. Pendidikan Era Kemerdekaan Indonesia.
Pendidikan Indonesia pada masa awal kemerdekaan tahun 1945-1950 masih
dalam keadaan yang sulit. Bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan banyak
mengalami kesulitan dimana banyak terjadi perubahan-perubahan, yang tidak hanya
terjadi dalam bidang pemerintahan saja tetapi juga dalam bidang pendidikan.
Pendidikan nasional bertujuan untuk menciptakan warga negara yang sosial,
demokratis, dan bertanggung jawab dan siap sedia menyumbangkan tenaga dan
pikiran untuk negara. Praktek pendidikan selepas penjajahan menekankan
pengembangan jiwa patriotisme. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melatih
kemampuan berpikir ilmiah dengan mengintergrasikan berbagai disiplin ilmu yang
berkaitan dengan penelitian yang berjudul sejarah pendidikan indonsesia awal
kemerdekaan tahun 1945-1945. Secara khusus penelitian ini bertujuan menngetahui
pendidikan di Indonesia awal kemerdekaan dan pembaca dapat memahami sejarah
pendidikan di Indonesia awal kemerdekaan. Adapun metode penelitian yang di
gunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Penelitian ini menemukan
gambaran mengenai sejarah pendidikan Indonesia awal kemerdekaan tahun1945-
1950. Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa perlunya mengkaji sejarah Pendidikan
Indonesia untuk memahami nilai-nilai sejarah Pendidikan Indonesia pada masa awal
kemerdekaan Indonesia.
3. Pendidikan Sekolah Dasar Saat Ini
Sekolah dasar saat ini telah mengalami perbaikan dan peningkatan di semua
aspek dengan adanya peningkatan mutu di Sekolah Dasar. Terdapat 8 indikator mutu
di sekolah dasar yang di kembangkan dari indikator sarana prasarana, kompetensi
lulusan hingga penilaian. Dukungan dana juga di tambahkan dengan adanya dana
BOS yang membantu sekolah mengelola keuangan secara swakelola tiap tahun, tiap
anak Rp 800.000. Hal ini memungkinkan sekolah tidak memungut biaya bulanan pada
siswa. Hal ini jelas tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Di tingkat lingkungan
sekolah juga terdapat perbaikan kesejahteraan guru dengan adanya dana sertifikasi
guru yang tujuan untuk mensubsidi guru dalam mengambangkan keilmuan dan terus
bisa belajar
Adanya peran komite sekolah yang sebelumnya saja formalitas merupakan hal
baru dan membantu proses kegiatan belajar mengajar maupun non mengajar di kelas.
Komite berpartisipasi bersama sekolah menyusun sistem MBS manajemen berbasis
sekolah dengan tujuan agar-agar sekolah mampu bersaing di zaman globalisasi namun
tetap mempertahankan nilai-nilai budaya lokal yang terus tumbuh.
4. Sinergi Masyarakat, Dinas Pendidikan dan Sekolah Untuk Masa Depan Pendidikan di
Sekolah Dasar.

Sekolah dan masyarakat harus bersinergi agar-agar setiap kebutuhan individu


disekolah dapat tercapai. Sebagai contoh ketika siswa bermasalah di bidang akademik
maka perlu dilakukan kajian bersama kenapa masalah tersebut muncul dan bagaimana
bagaimana menangani.kebutuhan eksternal di penuhi dengan memberikan peralatan
maupun sarana prasarana siswa namun sebagai mahluk individu perlu adanya
menyediakan perhatian baiklah orang tua maupun guru. Kebutuhan ini lebih mengacu
kepada semangat yang timbul pada dalam diri siswa itu sendiri untuk menumbuhkan
prestasi belajar, bakat dan minat yang terpendam pada diri masing-masing siswa
untuk lebih terpacu dan termotivasi. Hal ini berar membutuhkan bantuan orang lain
yang dalam hal ini tentunya adalah guru. Sekali lagi tugas para guru di sekolah dasar
di kelas bukan hanya sebagai pemberita materi/sumber nara atau pengajar saja, akan
tetapi lebih dari itu seorang guru di kelas juga menjadi motivator dan pemberita
bimbingan bagi semangat siswa-siswanya ke arah prestasi yang menarik. Oleh karena
itu, bimbingan adalah layanan yang wajib diberikan guru kepada semua siswadi
sekolah dasar dan seyogianya guru harus mampu mengetahui kebutuhan yang
dibutuhkan sebuah siswanya dalam memberik sebuah layanan bimbingan agar-agar
tahap perkembangan belajarnya terlampaui secara baik.

Bimbingan adalah bentuan yang diberikan kepada individu untuk memperoleh


penyesuaian diri dalam menelaah pengalaman belajarnya yang diperoleh di sekolah
agar-agar mencapai perkembangan yangoptimal. bimbinganmerupakan suatuproses,
dimana bentuk kegiatannya dilakukan secara terus-menerus, berkelanjutan dan bukan
sebuah kegiatan yang seketika atau kebetulan. Maka, bimbingan bagi siswa di sekolah
dasar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan berencana.
karena pada usia sekolah dasar, merupakan tahap perkembangan yang dinamis,
holistik dan unik.

Sinergi di bentuk dengan adanya komunikasi antara sekolah dengan


lingkungannya, pelibatan masyarakat merupakan salah satu bentuk pagar dasar dalam
mengembangkan sekolah berbasis manajemen intern sehingga dengan adanya sinergi
antara masyarakat, sekolah dan lingkungan akan tercipta generasi yang lebih baik
secara kognitif, afektif maupun psikomotorik.
5. Pendidikan Revolusi Era 5.0
Saat ini terdapat penyempurnaan konsep pendidikan di sekolah dasar dengan
adanya pengembangan pendidikan karakter. Terinspirasi dari siswa di Finlandia
akhirnya konsepini di adopsi oleh sekolah dasar di Indonesia dengan tujuan
menciptakan pembelajaran yang aktif dan menarik. Tentunya terdapat berbagai
hambatan namun dengan adanya perbaikan di kurikulum yang baru niscaya sistem
tersebut akan ideal secara bertahap.

Banyak tantangan dan perubahan yang harus dilakukan di era society 5.0 ini.
Termasuk yang harus dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai gerbang utama dalam
mempersiapkan SDM unggul.
Era super smart society (society 5.0) sendiri diperkenalkan oleh Pemerintah Jepang
pada tahun 2019, yang dibuat sebagai antisipasi dari gejolak disrupsi akibat revolusi
industri 4.0, yang menyebabkan ketidakpastian yang kompleks dan ambigu (VUCA).
Dikhawatirkan invansi tersebut dapat menggerus nilai-nilai karakter kemanusiaan
yang dipertahankan selama ini.
Dalam menghadapi era society 5.0, dunia pendidikan berperan penting dalam
meningkatkan kualitas SDM. Selain pendidikan beberapa elemen dan pemangku
kepentingan seperti pemerintah, Organisasi Masyarakat (Ormas) dan seluruh
masyarakat juga turut andil dalam menyambut era society 5.0 mendatang.
“Untuk menghadapi era society 5.0 ini satuan pendidikan pun dibutuhkan
adanya perubahan paradigma pendidikan. Diantaranya pendidik meminimalkan peran
sebagai learning material provider, pendidik menjadi penginspirasi bagi tumbuhnya
kreativitas peserta didik. Pendidik berperan sebagai fasilitator, tutor, penginspirasi dan
pembelajar sejati yang memotivasi peserta didik untuk “Merdeka Belajar,” papar Dwi
Nurani, S.KM, M.Si, Analis Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Direktorat Sekolah
Dasar pada saat mengisi seminar nasional “Menyiapkan Pendidikan Profesional Di
Era Society” pada Rabu, 03 Februari 2021.
Dwi Nurani menyampaikan merdeka belajar akan menciptakan pendidikan berkualitas
bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui peningkatan layanan dan akses pendidikan
dasar salah satunya adalah upaya pemenuhan maupun perbaikan infrastruktur dan
platform teknologi di sekolah dasar. Pendidikan nasional berbasis teknologi dan
infrastruktur yang memadai diharapkan dapat menciptakan sekolah dan ataupun kelas
masa depan.
Merdeka belajar juga dapat dimaknai dengan kebijakan strategis baik pemerintah
maupun swasta dalam mendukung implementasi merdeka belajar, prosedur akreditasi
yang dapat beradaptasi, sesuai kebutuhan oraganisasi/lembaga/sekolah, serta
pendanaan pendidikan yang efektif dan akuntabel salahsatunya ditandai dengan
otonomi satuan pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan.
“Selain itu dalam melaksanakan merdeka belajar diperlukan manajemen tata kelola
dari semua unsur, baik pemerintah daerah, swasta (industri dll), kepala sekolah, guru
dan masyarakat. Melalui manajemen berbasis sekolah diperlukan jiwa kepemimpinan
seorang kepala sekolah yang berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya. Untuk peningkatan sumber daya
manusia, baik guru maupun kepala sekolah, diperlukan pembinaan baik lokal maupun
internasional yang berkelanjutan sehingga mampu menjawab tantangan dunia industry
atau menghadapi era revolusi industry 4.0 dan society 5.0,” ujarnya.
Dalam menghadapi era society ada dua hal yang harus dilakukan yaitu adaptasi dan
kompetensi. Beradaptasi dengan Society 5.0, Dwi Nurani menegaskan kita perlu
mengetahui perkembangan generasi (mengenal generasi). Istilah baby boomers yang
dimaksud adalah tinggi tingkat kelahiran dari beberapa generasi mulai dari generasi x
sampai dengan generasi ⍺ dimana terjadi transformasi peradaban manusia.
“Untuk menjawab tantangan Revolusi industri 4.0 dan Society 5.0 dalam dunia
pendidikan diperlukan kecakapan hidup abad 21 atau lebih dikenal dengan istilah 4C
(Creativity, Critical Thingking, Communication, Collaboration). Diharapkan guru
menjadi pribadi yang kreatif, mampu mengajar, mendidik, menginspirasi serta
menjadi suri teladan,” imbuh Dwi Nurani.
Sementara itu di abad 21 kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh siswa ini adalah
memiliki kemampuan 6 Literasi Dasar (literasi numerasi, literasi sains, literasi
informasi, literasi finansial, literasi budaya dan kewarganegaraan). Tidak hanya
literasi dasar namun juga memiliki kompetensi lainnya yaitu mampu berpikir kritis,
bernalar, kretatif, berkomunikasi, kolaborasi serta memiliki kemampuan problem
solving. Dan yang terpenting memiliki perilaku (karakter) yang mencerminkan profil
pelajar pancasila seperti rasa ingin tahu, inisiatif, kegigihan, mudah beradaptasi
memiliki jiwa kepemimpinan, memiliki kepedulian sosial dan budaya.
Menghasilkan SDM unggul dengan beradaptasi di era society 5.0. Dwi Nurani
mengingatkan, peserta diidk harus diimbangi dengan penguatan profil pelajar
pancasila. Dimana penguatan nilai pancasila terhadap peserta didik ini dapat
dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler, kegiatan ko kurikuler, kegiatan
ekstrakurikuler, kegiatan lingkungan sekolah, pemberdayaan budaya masyarakat.
Pendidik Profesional Era Society
Society 5.0 adalah masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan
permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era
Revolusi industri 4.0 seperti Internet on Things (internet untuk segala
sesuatu), Artificial Intelligence (kecerdasan buatan), Big Data (data dalam jumlah
besar), dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Society 5.0 juga dapat
diartikan sebagai sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis
teknologi.
Terjadi perubahan pendidikan di abad 20 dan 21. Pada 20th Century Education
pendidikan fokus pada anak informasi yang bersumber dari buku. Serta cenderung
berfokus pada wilayah lokal dan nasional. Sementara era 21th Century
Education, fokus pada segala usia, setiap anak merupakan di komunitas pembelajar,
pembelajaran diperoleh dari berbagai macam sumber bukan hanya dari buku saja,
tetapi bias dari internet, bernagai macam platform teknologi & informasi serta
perkembangan kurikulum secara global, DIindonesia dimaknai dengan merdeka
belajar.
“Menghadapi era society 5.0 ini dibutuhkan kemampuan 6 literasi dasar seperti
literasi data yaitu kemampuan untuk membaca, analisis, dan menggunakan informasi
(big data) di dunia digital. Kemudian literasi teknologi, memahami cara kerja mesin,
aplikasi teknologi (coding, artificial intelligence, machine learning, engineering
principles, biotech). Dan terakhir adalah literasi manusia yaitu humanities,
komunikasi, & desain,” kata Dwi Nurani.
Peran Pendidik Era Society 5.0
Sebagai Pendidik di era society 5.0, para guru harus memiliki keterampilan dibidang
digital dan berpikir kreatif. Menurut Zulfikar Alimuddin, Director of Hafecs (Highly
Functioning Education Consulting Services) menilai di era masyarakat 5.0 (society
5.0) guru dituntut untuk lebih inovatif dan dinamis dalam mengajar di kelas
(Alimuddin, 2019).
Oleh karena itu ada tiga hal yang harus dimanfaatkan pendidik di era society 5.0.
diantaranya Internet of things pada dunia Pendidikan (IoT), Virtual/Augmented
reality dalam dunia pendidikan, Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dalam dunia
pendidikan untuk mengetahui serta mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran yang
dibutuhkan oleh pelajar.
“Pendidik juga harus memiliki kecakapan hidup abad 21 yaitu memiliki
kemampuan leadership, digital literacy, communication, emotional intelligence,
entrepreneurship, global citizenship, team working dan problem solving. Fokus
keahlian bidang pendidikan abad 21 saat ini dikenal dengan 4C (Risdianto, 2019)
yang meliputi creativity, critical thinking, communication dan
collaboration,” tambahnya.
Tenaga pendidik di abad society 5.0 ini harus menjadi guru penggerak yang
mengutamakan murid dibandingkan dirinya, inisiatif untuk melakukan perubahan
pada muridnya, mengambil tindakan tanpa disuruh, terus berinovasi serta
keberpihakan kepada murid.
“Akan tetapi dengan adanya perubahan ini banyak yang mempertanyakan apakah
peran guru dapat tergantikan oleh teknologi? Namun ada peran guru yang tidak ada di
teknologi diantaranya interaksi secara langsung di kelas, ikatan emosional guru dan
siswa, penanaman karakter dan modeling/ teladan guru,” pungkasnya. (Kumi
Laila/Hendriyanto)

Anda mungkin juga menyukai