BAB II Kontribusi Intelligence Quotient Dengan Keterampilan Renang Gaya Dada Terhadap Peserta Didik Dengan Hambatan Pendengaran
BAB II Kontribusi Intelligence Quotient Dengan Keterampilan Renang Gaya Dada Terhadap Peserta Didik Dengan Hambatan Pendengaran
A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Kecerdasan Intelektual (IQ)
a. Pengertian Kecerdasan
Satu hal yang membedakan antara insan menggunakan mahluk lain
ialah kemampuan berfikir yang dimilikinya. akal budi tersebut tercangkup
pada aspek kognitif yang sering dianggap kecerdasan atau intelegensi
(intelligence) (Izzaty, 2008). Beberapa pakar juga mengemukakan
pengertian intelegensi. Charles Spearman (dalam Izzaty, 2008)
menyatakan bahwa intelegensi merupakan suatu kemampuan yang adalah
kemampuan tunggal merupakan seluruh tugas serta prestasi mental hanya
menuntut dua macam kualitas saja yaitu intelegensi awam serta
ketrampilan individu pada hal eksklusif. Sedikit tidak sama menggunakan
Charles Spearman, Weschler (dalam Izzaty, 2008) mengatakan bahwa
intelegensi sebagai keseluruhan kemampuan individu buat berpikir serta
bertindak secara terarah dan kemampuan memasak dan menguasai
lingkungan secara efektif. Lebih lanjut Sugihartono (2007) menyatakan
bahwa intelegensi menjadi kemampuan buat memahami serta berfikir
wacana inspirasi-inspirasi, symbol-simbol atau hal-hal tertentu yg bersifat
tak berbentuk.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, nampak sangat bervariasi,
namun bisa disimpulkan bahwa intelegensi merupakan kemampuan dalam
banyak sekali bidang yang dalam fungsinya saling bekerjasama dan dapat
diamati pada sikap individu.
b. Pengertian Kecerdasan Intelektual (IQ)
Witherington (dalam Izzaty, 2008) mengidentifikasi beberapa ciri
perilaku integensi sebagai manifestasi dari kemampuan intelegensi sebagai
berikut.
38
39
Semua faktor tersebut di atas bersangkut paut satu sama lain. Untuk
menentukan intelegen atau tidaknya seorang anak, kita tidak dapat hanya
berpedoman kepada salah satu faktor tersebut di atas. Intelegensi adalah
faktor total. Seluruh pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan
intelegensi seseorang.
d. Penggolongan Kecerdasan Intelektual
Tingkat kecerdasan intelektual seseorang dapat diukur dengan
menggunakan tes yang disebut dengan tes IQ. menurut Anne Anastasia
dan Susana Urbina (Alfian, 2012), seorang ilmuwan bernama Terman di
tahun 1926 memperkenalkan sebuah tes (indera ujian) yang digunakan
untuk mengukur IQ seseorang. Indera uji digunakan untuk mengukur IQ
didasarkan pada temuan skala yang diperkenalkan oleh Stanford dan Binet.
41
(The Back CrawlStroke), Gaya Dada (The Breast stroke), dan Gaya Kupu-kupu
(The Dolphin Butterfly Stroke) (Marlina, 2008). Berikut beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam materi renang:
a. Prinsip Pembelajaran Renang
Cabang olahraga renang digunakan sebagai sarana untuk merajut
prestasi, hal ini dibuktikan dengan banyaknya klub-klub renang dan
banyaknya lomba-lomba renang yang diadakan dari tingkat daerah sampai
dengan tingkat internasional. Untuk renang prestasi harus mengetahui
prinsip-prinsip renang untuk menunjang prestasi yang diinginkan. Ada
beberapa prinsip renang yang harus diketahui oleh para pelatih renang
maupun atletnya, yaitu:
1) Prinsip Hambatan dan Dorongan
Setiap saat kecepatan maju perenang adalah hasil dari dua
kekuatan. Satu kekuatan cenderung untuk menahannya, ini disebut
tahanan atau hambatan yang disebabkan oleh air yang harus didesaknya
atau yang harus dibawanya. Yang kedua kekuatan yang mendorongnya
maju disebut dorongan yang diciptakan oleh gerakan lengan dan
gerakan tungkai. Usaha yang bisa dilakukan oleh perenang untuk
memperoleh kecepatan renang optimal adalah membuat letak badan
perenang di air supaya streamline dan tidak menimbulkan banyak
tahanan, baik depan maupun belakang, keberhasilan perenang untuk
mencapai kemenangan pada suatu perlombaan dasarnya berasal dari
kemampuan perenang untuk menghasilkan daya dorong dengan
menghilangkan hambatan. Meningkatkan daya dorong dapat dilakukan
dengan menambah tenaga dorong yaitu melakukan kekuatan otot
sedangkan untuk mengurangi hambatan dapat dilakukan sesuai bentuk
hambatan (T. T. Setiawan, 2004).
2) Prinsip Hukum Aksi-Reaksi
Hukum Newton Tiga mengatakan bahwa setiap aksi
mengakibatkan reaksi yang sama dan berlawanan arah. Jika perenang
mendorong lengannya ke belakang dengan kekuatan 30 kg dan
43
sedangkan pada gaya crawl atau gaya kupu- kupu sekitar 15°. Tiga
kualitas yang diperlukan untuk menjadi starter yang baik adalah ialah
waktu reaksi yang baik, kekuatan otot tungkai dan mekanika yang baik.
Waktu reaksi yang baik ialah salah satu dari kualitas yang
merupakan bawaan. Seorang perenang dapat belajar untuk
meninggalkan tempat lebih cepat untuk mengambil posisi start yang
betul dan melakukan koreksi. Kekuatan ialah kemampuan otot untuk
menciptakan tegangan. Sedangkan power yaitu kecepatan dari koreksi
otot. Seorang dengan power eksplosif yang baik dan mekanika yang
jelek sering kali dalam start dapat mengalahkan orang dengan kombinasi
yang sebaliknya tetapi jangan salah tafsir kalauwaktu reaksi dan power
yang baik, sudah cukup tanpa mengajar mekanika yang baik. Ia
mungkin akan dapat start lebih baik lagi jika mempunyai kualitas yang
baik dari ketiganya. Power dapat diperbaiki dalam batas-batas tertentu,
dengan latihan beban dan kontraksi-kontraksi isometris. Mekanika yang
baik dapat diajarkan dan mekanika yang jelek dapat diperbaiki dengan
latihan, coaching yang baik, dan memahami prinsip-prinsip yang baik
(Setiawan, 2004).
2) Skala 2
Pada skala 2 di khususkan untuk 8-14 tahun dan dewasa, yang
terdiri dari 2 formulir isian dengan masing-masing 4 sub-tes.
Tabel 2 Skala 2 CFIT
3) Skala 3
Pada skala 3 di khususkan untuk dewasa, yang terdiri dari 2formulir
isian dengan masing-masing 4 sub-tes.
Tabel 3 Skala 3 CFIT
d. Administrasi
Adapun beberapa administrasi dalam pelaksanaan tes CFIT yang
harus diperhatikan sebagai berikut:
1) Waktu
Waktu yang di tentukan untuk seluruh penyajian bentuk tes
membutuhkan waktu sekitar 20 – 40 menit, tergantung pada daya faham
56
2) Instruksi
Setiap sub-tes memiliki instruksi yang berbeda-beda. Masing-
masing-instruksi untuk tiap-tiap sub-tes adalah sebagai berikut.
a) Sub-tes 1 Series Di sebelah atas, Anda akan menemukan sederet kotak
yang berisi urutan gambar. Namun, kotak terakhir belum ada isinya.
Tugas Anda adalah mengisi kotak tersebut dengan gambar yang sesuai,
yang bisa dipilih dari enam pilihan jawaban yang tersedia, yaitu A, B,
C, D, E, dan F. Perlu diingat bahwa gambar-gambar pada soal
memiliki pola tertentu sehingga untuk mengisinya, Anda perlu
mengetahui pola dari urutan gambar tersebut.
b) Sub-tes 2 Clasification Pada setiap soal, Anda akan menemukan 5 buah
gambar yang disusun secara berdampingan. Telitilah gambar-gambar
tersebut. Tugas Anda adalah menemukan 2 gambar yang tepat yang
memiliki karakteristik yang sama. 3 gambar lainnya berfungsi sebagai
pengecoh, sehingga berhati- hatilah dalam menentukan pilihan.
c) Sub-tes 3 Matrices Di bagian sebelah kiri, Anda akan menemukan
sebuah kotak besar, yang di dalamnya terdapat kotak-kotak kecil
bergambar. Di dalam kotak besar terdapat kotak kecil bergambar garis
tebal miring. Perhatikan bahwa bagian sebelah kanan bawah masih
kosong. Tugas Anda adalah melengkapi bagian kosongtersebut dengan
salah satu dari 5 pilihan jawaban di sebelah kanan (A, B, C, D, E, dan
F).
d) Sub-tes 4 Topology Perhatikan contoh soal. Pada contoh nomor 1,
terdapat kotak yang berisikan gambar dan mempunyai titik hitam tebal.
Tugas Anda adalah mencari gambar yang mempunyai titik hitam,
dimana titik hitam tersebut berada pada 2 gambar sekaligus.
Roberto Colom, Botella, Santacreu (2002) melaporkan bahwa
Culture Fair Intelligence Scale (CFIT) merupakan tes yang mengukur
intelegensi fluid yang terdiri dari empat bagian yang dibagi perwaktu
pengerjaan yakni series, classification, matrices, dan topology. Keempat
bagian tersebut terdiri atas problem pilihan ganda dengan taraf kesukaran
57
motorik, (4) hasil belajar motorik bersifat relatif permanen, (5) belajar
motorik dapat menimbulkan efek negatif.
b. Faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar motorik (Motoric
Learning)
Pendapat para ahli menyatakan bahwa terdapat faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Menurut Suryabrata, (2006)
terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap proses dan hasil
belajar, faktor-faktor tersebut adalah: (l) bahan yang dipelajari; (2) faktor
lingkungan yaitu: lingkungan alami dan lingkungan sosial; (3) faktor
instrumental, baik seperangkat alat keras maupun seperangkat alat lunak;
(4) kondisi individu siswa meliputi, minat, motivasi, kecerdasan, bakat dan
kemampuan kognitif.
Singer, (1982) menjelaskan, dalam proses belajar motorik perlu
mempertimbangkan tiga faktor utama yaitu: (l) Faktor proses belajar,
artinya bagaimana siswa mengolah informasi sehingga terjadi otomatisasi
dalam melakukan gerakan; (2) Faktor-faktor personal meliputi, ketajaman
berpikir, persepsi, intelegensi, ukuran fisik, pengalaman, emosi,
kapabilitas, motivasi, sikap, jenis kelamin dan usia; (3) Faktor-faktor
situasi meliputi, situasi alami dan sosial. Khusus untuk anak usia delapan
sampai sembilan tahun perbedaan jenis kelamin belum banyak
berpengaruh terhadap proses belajar motorik.
5. Anak Dengan Hambatan Pendengaran
Anak dengan hambatan pendengaran adalah individu yang mengalami
Hambatan pada pendengarannya. menggunakan hambatan telinga umumnya
diikuti menggunakan tunawicara karena mereka sulit buat belajar perihal kata
dan suara sebagai akibatnya sulit juga buat mengeluarkan kata dan bunyi tadi.
Kurniawati et al., (2022) menyatakan bahwa anak dengan hambatan
pendengaran merupakan individu yang mengalami Hambatan pendengaran,
baik sebagian (sulit mendengar) atau menyeluruh, penyebabnya indra
pendengaran mereka hingga tidak memiliki nilai fungsional dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut Murtie, (2016), terdapat dua jenis Hambatan pendengaran
59
ibu, sementara bahasa lisan adalah bahasa yang asing bagi dirinya.
Di dalam kondisi yang demikian, perkembangan bahasa anak-anak
dengan ganggguan pendengaran pada tahap berikutnya sangat
memerlukan bimbingan khusus, sesuai dengan derajat ketunaan
dan kemampuannya masing-masing. Secara umum, tahapan
perkembangan bahasa anak adalah tahap motorik (menangis,
bernafas), tahap meraban, tahap meniru, tahap yangon, dan tahap
perkembangan bahasa yang sebenarnya.
2) Perkembangan inteligensi anak dengan hambatan pendengaran
Perkembangan inteligensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan
bahasa, sehingga hambatan perkembangan bahasa pada anak dengan
ganggguan pendengaran mengakibatkan perkembangan inteligensinya
juga terhambat. Kerendahan tingkat inteligensi anak dengan ganggguan
pendengaran, bukan karena kemampuan potensial yang rendah, namun
pada umumnya disebabkan karena inteligensinya tidak mendapat
kesempatan berkembang secara optimal.
Adanya bimbingan yang teratur, terutama dalam kecakapan
berbahasa akan dapat membantu perkembangan inteligensi anak
dengan ganggguan pendengaran., aspek yang mengalami hambatan
adalah yang berkenaan dengan kemampuan verbal, seperti
merumuskan pengertian, mengasosiasikan, menarik kesimpulan dan
meramalkan kejadian. Sedang aspek yang berkenaan dengan numerik
dan motorik cenderung berkembang lebih cepat.
Selain itu kemampuan intelektual anak dengan ganggguan
pendengaran juga tergantung dari faktor kebahasaan, sesuai derajat
ketunaan yang disandangnya. Hal ini didasarkan adanya kenyataan,
bahwa berat ringannya kelainan akan mempunyai pengaruh yang
berbeda terhadap kemampuan berbahasa penyandang pada anak
dengan ganggguan pendengaran, sebagaimana dilaporkan Hallahan
(1988) (Munir Amin, 2015) berikut:
63
Tingkat
Pengaruh Terhadap Pemahaman Bahasa
Ketunarunguan
3) Perkembangan Emosi
Keterbatasan kecakapan berbahasa mengakibatkan adanya
kesulitan berkomunikasi bagi anak tunarungu, yang pada gilirannya
akan menghambat perkembangan emosi. Emosi berkembang karena
adanya pengalaman berkomunikasi antara anak dengan anak yang
lain, dengan orang tua atau dengan lingkungannya. Selain adanya
kesulitan berkomunikasi, keterbatasan berbahasa, sikap masyarakat,
dan kegagalannya dalam banyak hal menyebabkan emosi anak
tunarungu tidak stabil. Umumnya mereka selalu ragu-ragu, dan segala
perilakunya senantiasa disertai perasaan cemas. Kesempatannya
untuk melihat kejadian, ketidakmampuannya untuk memahami
kejadian secara menyeluruh menyebabkan perkembangan perasaan
curiga terhadap lingkungan dan kurang percaya diri.
4) Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian terjadi pada pergaulan, perluasan
pengalaman yang terfokus pada anak sendiri. Kombinasi antara
faktor-faktor dalam diri anak dengan hambatan pendengaran, seperti
presesi auditori, kemiskinan berbahasa, ketidak stabilan emosi,
kelambatan perkembangan intelektual, dan sikap lingkungan sekitar,
menyebabkan terhambatnya perkembangan kepribadian anak dengan
hambatan pendengaran (Suparno, 2001). Rasa frustasi dan kecewa,
dalam interaksi sosialnya menyebabkan mereka sering putus asa dan
berkembangnya rasa curiga. Seorang anak dengan hambatan
pendengaran berusaha berkomunikasi secara verbal dengan orang lain
dan ditertawakan, atau sering diisolir dari pergaulan masyarakat
umum, menjadikan mereka enggan berkomunikasi, berlatih bicara
dan berinteraksi dengan masyarakat umum.
65
B. Kerangka Berpikir
SLB Negeri Surakarta merupakan sekolah milik pemerintah di bawah
naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menyelenggakan
pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sekolah Luar Biasa atau dikenal
istilah SLB adalah sebuah lembaga pendidikan yang khusus diperuntukan bagi
anak berkebutuhan khusus agar mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai
dengan kekhususannya. Sistem pendidikan di SLB menganut sistem segregasi
yakni pemisahan anak berkebutuhan khusus dari anak umumnya dalam
memperoleh layanan pendidikan. Penekanan keterampilan hidup kepada anak
berkebutuhan khusus sebagai bekal mereka untuk mandiri adalah kelebihan yang
di miliki SLB dibandingkan sekolah lain untuk ABK. Mata pelajaran program
khusus adalah mata pelajaran yang hanya ada dalam kurikulum di SLB.
Salah satu materi pembelajaran yang dipelajarai oleh peserta didik SLB
Negeri Surakarta adalah berenang gaya dada. Pembelajaran materi ini meliputi
beberapa fase yaitu (1) Fase Start, (2) Fase Posisi Tubuh Saat Meluncur, (3) Fase
Gerak lengan, (4) Fase Gerak Tungkai, (5) Fase Pengambilan Napas (6) Fase
Gerak Koordinasi. Pelaksanaan kegiatan peningkatan hasil belajar di SLB Negeri
Surakarta dilakukan oleh peserta didik dengan keterbatasan pendengaran.
Keterbatasan kemampuan pendengaran yang dimiliki peserta didik ini dapat
mempengaruhi Intelligence Quotient (IQ) sehingga memberikan hasil yang
kurang maksimal terhadap pelatihan peserta didik. Oleh karena itu peneliti
mengajukan kerangka penelitian sebagai berikut :
C. Hipotesis
1. Ada hubungan Intelligence Quotient (IQ) dengan keterampilan renang gaya
dada pada peserta didik dengan hambatan pendengaran SLB Negeri Surakarta
tahun 2023
2. Ada kontribusi Intelligence Quotient (IQ) dengan keterampilan renang gaya
dada pada peserta didik dengan hambatan pendengaran SLB Negeri Surakarta
tahun 2023