Anda di halaman 1dari 11

1

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Grand theory atau teori utama yang digunakan pada penelitian ini adalah

teori kecerdasan sedangkan teori pendukungnya adalah Intelligence Quotient,

Spiritual Quotient, Adversity Quotient dan pemahaman akuntansi.

2.1.1 Teori Utama

2.1.1.1 Intelligence Theory

Alfred Binet, seorang tokoh utama perintis pengukuran inteligensi yang

hidup antara tahun 1857-1911, bersama Theodore Simon mendefinisikan

inteligensi terdiri atas tiga komponen, yaitu 1) Kemampuan untuk mengarahkan

fikiran atau mengarahkan tindakan 2) kemampuan untuk mengubah arah tindakan

bila tindakan tersebut telah dilaksanakan 3) kemampuan untuk mengeritik diri

sendiri atau melakukan autocritism.

Susanto (2004:68) menyatakan kecerdasan merupakan kemampuan yang

dimiliki seseorang untuk melihat suatu masalah lalu menyelesaikannya atau

membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain. Amstrong (2009:71)

menyatakan kecerdasan adalah kemampuan untuk menangkap situasi baru serta

kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Binet seorang

psikologis Prancis, mengatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk

menetapkan dan mempertahan suatu tujuan untuk mengadakan penyesuaian dalam

rangka mencapai tujuan untuk untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri

(Lesmana, 2010:31).

Gardner seorang Psikologis Amerika mengatakan bahwa kecerdasan adalah

kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu

aturan yang bermacam-macam dan situasinya yang nyata (Yani, 2011:61).

Dengan demikian, dari beberapa pengertian di atas kecerdasan dapat diartikan

sebagai kesempurnaan akal budi seseorang yang diwujudkan dalam suatu

kemampuan untuk memperoleh kecakapan-kecakapan tertentu dan untuk

memecahkan suatu persoalan atau masalah dalam kehidupan secara nyata dan

tepat.

2.1.2 Teori Pendukung

2.1.2.1 Intelligence Quotient

Intelligent Quotient (IQ) merupakan pengkualifikasian kecerdasan manusia

yang didominasi oleh kemampuan daya pikir rasional dan logika. Lebih kurang

80% IQ diturunkan dari orangtua, sedangkan selebihnya dibangun pada usia

sangat dini yaitu 0-2 tahun kehidupan manusia yang pertama. Sifatnya relatif

digunakan sebagai predictor keberhasilan individu dimasa depan. Implikasinya,

sejumlah riset untuk menemukan alat (tes IQ) dirancang sebagai tiket untuk

memasuki dunia pendidikan sekaligus dunia kerja (Amran, 2009:62).

Dwijayanti (2009:24) menyebutkan kecerdasan intelektual sebagai suatu

kemampuan yang terdiri dari tiga ciri yaitu: a) Kemampuan untuk mengarahkan

pikiran atau mengarahkan tindakan b) Kemampuan untuk mengubah arah

tindakan bila tindakan itu telah dilakukan c) Kemampuan untuk mengkritik diri

sendiri. Robins dan Judge (2008:57) mengatakan bahwa kecerdasan intelektual

adalah kemampuan yang di butuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental

berpikir, menalar dan memecahkan masalah. Yani (2011) mengatakan bahwa

kecerdasan intelektual adalah kemampuan untuk memperoleh, memanggil

kembali (recall), dan menggunakan pengetahuan untuk memahami konsep-

konsep abstrak maupun konkret dan hubungan antara objek dan ide, serta

menerapkan pengetahuan secara tepat. Kecerdasan intelektual menurut Sternberg

(2008:121) adalah sebagai kemampuan untuk belajar dari pengalaman, berfikir

menggunakan prosesproses metakognitif, dan kemampuan untuk beradaptasi

dengan lingkungan sekitar.

Kecerdasan intelektual merupakan kemampuan menganalisis, logika dan

rasio seseorang. Dengan demikian, hal ini berkaitan dengan keterampilan bicara,

kecerdasan akan ruang, kesadaran akan sesuatu yg tampak, dan penguasaan

matematika. IQ mengukur kecepatan kita untuk mempelajari hal-hal baru,

memusatkan perhatian pada aneka tugas dan latihan, menyimpan dan mengingat

kembali informasi objektif, terlibat dalam proses berfikir, bekerja dengan angka,

berpikir abstrak dan analitis, serta memecahkan masalah dan menerapkan

pengetahuan yg telah ada sebelumnya (Anastasi, 2007:220).

2.1.2.2 Spiritual Quotient

Sinetar (2000) dalam Rachmi (2010) mendefinisikan kecerdasan spiritual

sebagai pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan, efektifitas yang terinspirasi,

dan penghayatan ketuhanan yang semua manusia menjadi bagian di dalamnya.

Khavari (2000) dalam Rachmi (2010) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai

fakultas dimensi non-material atau jiwa manusia. Lebih lanjut dijelaskan oleh

Khavari (2000), kecerdasan spiritual sebagai intan yang belum terasah dan

dimiliki oleh setiap insan.

Manusia harus mengenali seperti adanya lalu menggosoknya sehingga

mengkilap dengan tekad yang besar, menggunakannya menuju kearifan, dan

untuk mencapai kebahagiaan yang abadi. Dari beberapa pengertian diatas dapat

disimpulkan bahwa definisi kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial

setiap manusia yang menjadikan seseorang dapat menyadari dan menentukan

makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama

makhluk hidup karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan, sehingga

membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh

kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki (Utama, 2010). Prinsip-

prinsip kecerdasan spiritual menurut Agustian (2001), yaitu:

a. Bintang

b. Prinsip Prinsip Malaikat (Kepercayaan)

c. Prinsip Kepemimpinan

d. Prinsip Pembelajaran

e. Prinsip Masa Depan

f. Prinsip Keteraturan

Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual berdasarkan teori Zohar

dan Marshall (2005) yaitu:

a. Memiliki Kesadaran Diri

b. Memiliki Visi

c. Bersikap Fleksibel

d. Berpandangan Holistik

e. Melakukan Perubahan

f. Sumber Inspirasi

g. Refleksi Diri

Kecerdasan spiritual ditemukan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall pada

pertengahan tahun 2000. Zohar dan Marshall (2005) menegaskan bahwa

kecerdasan spiritual adalah landasan untuk membangun IQ dan EQ. Spiritual

berasal dari bahasa Latin spiritus yang berati prinsip yang memvitalisasi suatu

organisme. Sedangkan, spiritual dalam SQ berasal dari bahasa Yunani sapientia

(sophia) yang berati ’kearifan’ (Zohar dan Marshall, 2005). Zohar dan Marshall

(2005) menjelaskan bahwa spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan

seseorang dengan aspek ketuhanan, sebab seorang humanis atau atheis pun dapat

memiliki spiritualitas tinggi. Kecerdasan spiritual lebih berkaitan dengan

pencerahan jiwa. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi mampu

memaknai hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa,masalah,

bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif akan

mampu membangkitkan jiwa dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.

2.1.2.3 Adversity Quotient

Kecerdasan adversitas adalah kecerdasan pada saat menghadapi segala

kesulitan tersebut. Beberapa orang mencoba untuk tetap bertahan menghadapinya,

sebagian lagi mudah takluk dan menyerah. Dengan demikian, kecerdasan

adversitas adalah sebuah daya kecerdasan budi-akhlak-iman manusia

menundukkan tantangan-tantangannya, menekuk kesulitan-kesulitannya, dan

meringkus masalah-masalahnya, sekaligus mengambil keuntungan dari

kemenangan-kemenangan itu. Sebagaimana terbukti dalam penelitian yang pernah

dilakukan oleh Sunjoyo (2009:379) yaitu semakin tinggi tingkat kecerdasan

adversitas maka semakin tinggi kinerja karyawan, dan sebaliknya semakin rendah

kecerdasan adversitas maka semakin rendah kinerja karyawan.

Dalam menjalankan tugas, seseorang sangat perlu melakukan langkah-

langkah yang memungkinkan yang bersangkutan mengambil jalan yang paling

taktis. Jalan taktis tersebut berguna untuk melakukan terobosan penting, agar

kesuksesan menjadi nyata. Menurut Stoltz (1997:8) suksesnya pekerjaan dan

hidup terutama ditentukan oleh Adversity Quotient (AQ). Dikatakan juga bahwa

AQ berakar pada bagaimana merasakan dan menghubungkan dengan tantangan-

tantangan. Orang yang memiliki AQ lebih tinggi tidak menyalahkan pihak lain

atas kemunduran yang terjadi dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan

masalah (Welles dalam Stoltz, l997:2). Stoltz membagi tiga kelompok manusia

yang diibaratkan sedang dalam perjalanan mendaki gunung yaitu pertama, high-

AQ dinamakan Climbers, kelompok yang suka mencari tantangan. Yang kedua,

low-AQ dinamakan Quitters, kelompok yang melarikan diri dari tantangan. Yang

ketiga, moderat-AQ dinamakan campers (Martin, 2003:55).

2.1.2.4 Tingkat Pemahaman Akuntansi

2.1.2.4.1 Pengertian Akuntansi

American Accounting Association mendefinisikan akuntansi sebagai proses

mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan informasi ekonomi, untuk

memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka

yang menggunakan informasi tersebut (Soemarso, 2000). Definsi ini mengandung

beberapa pengertian, yaitu:

a. Akuntansi merupakan proses yang terdiri dari identifikasi, pengukuran dan

pelaporan informasi ekonomi.

b. Informasi ekonomi yang dihasilkan oleh akuntansi diharapkan beguna

dalam penilaian dan pengambilan keputusan mengenai kesatuan usaha yang

bersangkutan.

Suwardjono (2004) menyatakan akuntansi merupakan seperangkat

pengetahuan yang luas dan komplek. Cara termudah untuk menjelaskan

pengertian akuntansi dapat dimulai dengan mendefinisikannya. Akan tetapi,

pendekatan semacam ini mengandung kelemahan. Kesalahan dalam pendefinisian

akuntansi dapat menyebabkan kesalahan pemahaman arti sebenarnya akuntansi.

Akuntansi sering diartikan terlalu sempit sebagai proses pencatatan yang bersifat

teknis dan prosedural dan bukan sebagi perangkat pengetahun yang melibatkan

penalaran dalam menciptakan prinsip, prosedur, teknis, dan metode tertentu.

2.1.2.4.2 Pemahaman Akuntansi

Suwardjono (2005) menyatakan bahwa belajar di perguruan tinggi

merupakan suatu pilihan srategik dalam mencapai tujuan individual seseorang.

Semangat, cara belajar, dan sikap mahasiswa terhadap belajar sangat dipengaruhi

oleh kesadaran akan adanya tujuan individual dan tujuan lembaga pendidikan

yang jelas. Kuliah merupakan ajang untuk mengkonfirmasi pemahaman

mahasiswa dalam proses belajar mandiri. Pengendalian proses belajar lebih

penting daripada hasil atau nilai ujian. Jika proses belajar dijalankan dengan baik,

nilai merupakan konsekuensi logis dari proses tersebut. Paham dalam kamus besar

bahasa indonesia memiliki arti pandai atau mengerti benar sedangkan pemahaman

adalah proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Ini berarti bahwa

orang yang memiliki pemahaman akuntansi adalah orang yang pandai dan

mengerti benar akuntansi. Dalam hal ini, pemahaman akuntansi akan diukur

dengan menggunakan 10 pernyataan mata kuliah akuntansi yaitu pengantar

akuntansi, sistem informasi akuntansi, akuntansi manajemen, auditing, dan teori

akuntansi. Mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah yang didalamnya terdapat

unsur-unsur yang menggambarkan akuntansi secara umum.

Menurut Budhiyanto dan Paskah (2004), tingkat pemahaman akuntansi

mahasiswa dinyatakan dengan seberapa mengerti seorang mahasiswa terhadap apa

yang sudah dipelajari yang dalam konteks ini mengacu pada mata kuliah-mata

kuliah akuntansi. Tanda seorang mahasiswa memahami akuntansi tidak hanya

ditunjukkan dari nilai-nilai yang di dapatkannya dalam mata kuliah, tetapi juga

apabila mahasiswa tersebut mengerti dan dapat menguasai konsep-konsep yang

terkait. Mahasiswa dapat dikatakan menguasai atau memahami akuntansi apabila

ilmu akuntansi yang sudah di perolehnya selama ini dapat diterapkan dalam

kehidupannya bermasyarakat atau dengan kata lain dapat dipraktekkan di dunia

kerja. Pendidikan akuntansi setidaknya harus dapat mempersiapkan peserta didik

untuk memulai dan mengembangkan keaneragaman karir profesional dalam

bidang Akuntansi.

2.2 Pembahasan Penelitian Sebelumnya

Dwijayanti (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh

Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual, dan

Kecerdasan Sosial terhadap Pemahaman Akuntansi”. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual,

kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial terhadap pemahaman akuntansi baik

secara parsial maupun simultan. Penelitian ini menganalisa mahasiswa yang

dilaksanakan pada 3 perguruan tinggi swasta di wilayah Jakarta Selatan, dengan

kuesioner 133 responden. Penelitian ini terdapat empat variabel independen dan

satu variabel dependen yaitu kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual,

kecerdasan spiritual, kecerdasan sosial dan pemahaman akuntansi sebagai variabel

dependen. Pengolahan data penelitian ini menggunakan SPSS (Statistical Product

and Service Solutions) for windows version 13.0. sedangkan untuk pengujian

digunakan uji t, uji F dan Koefisien Determinan (R2).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial kecerdasan emosional

dan kecerdasan sosial berpengaruh terhadap pemahaman akuntansi sedangkan

kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual tidak berpengaruh terhadap

pemahaman akuntansi. Sedangkan secara simultan kecerdasan emosional,

kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual dan kecerdasan sosial berpengaruh

secara signifikan terhadap pemahaman akuntansi.

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Dwijayanti (2009) yang diuraikan diatas adalah variabel penelitian dan

sampel penelitiannya. Jika pada penelitian Dwijayanti (2009) variabel

penelitiannya kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual,

kecerdasan sosial dan pemahaman akuntansi, serta sampelnya adalah mahasiswa

akuntansi pada 3 Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta.

Kennedy (2013) melakukan penelitian mengenai ”Pengaruh Kecerdasan

Emosional dan Kecerdasan Spiritual terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi

pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji Angkatan

2010”. Dalam penelitian Kennedy (2013) mengatakan pembelajaran yang hanya

berpusat pada kecerdasan intelektual tanpa menyeimbangkan sisi emosional dan

spiritual akan menghasilkan generasi yang mudah putus asa, depresi sehingga



10

banyak mahasiswa yang kurang menyadari tugasnya sebagai seorang mahasiswa

yaitu tugas belajar.

Durgut, dkk (2013) melakukan penelitian ”The Impact of Emotional

Intelligence on the Achievement of Accounting Subject”. Penelitian ini dilakukan

terhadap mahasiswa yang mengikuti kelas akuntansi pada universitas di 2 negara

bagian di Turki dengan metode survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kecerdasan emosional berpengaruh terhadap pemahaman subyek mata kuliah

akuntansi.

Amran (2009) melakukan penelitian “The Contribution of Emotional and

Spiritual Intelligences to Effective Business Leadership”. Penelitian ini dilakukan

dengan metode survey terhadap 42 Chief Executive Offiver (CEO) dan 210 staf

pada perusahaan-perusahaan di California. Hasil penelitian menunjukkan

kecerdasan emosional CEO tidak berpengaruh terhadap efektivitas pengawasan,

namun kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap efektivitas pengawasan.

Tabel 2.2
Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya
No Peneliti Variabel Hasil Penelitian

1 Fitri NurainiKecerdasan Emosional, Kecerdasan emosional dan spiritual


(2017) Kecerdasan Intelektual berpengaruh tidak signifikan terhadap
dan Kecerdasan pemahaman akuntansi dasar. Kecerdasan
Spiritual Terhadap intelektual berpengaruh signifikan
Pemahaman Akuntansi terhadap pemahaman akuntansi dasar
Dasar Dengan Motivasi
Sebagai Variabel
Moderating
2 Ristadewi, Pengaruh Tipe Kepribadian conventional menyebabkan
Ratnadewi & Kepribadian peningkatan kinerja akademik
Putra Astika Conventional, Adversity mahasiswa magister akuntansi program
(2017) Quotient, Dan Motivasi STAR-BPKP Universitas Udayana.
Berprestasi Pada Adversity quotient tidak menyebabkan
Kinerja Akademik peningkatan kinerja akademik
Mahasiswa Magister mahasiswa magister akuntansi program
Akuntansi STAR-BPKP Universitas Udayana.



11

No Peneliti Variabel Hasil Penelitian

3 Pasek Pengaruh Kecerdasan Kecerdasan intelektual berpengaruh


(2015) Intelektual Pada positif dan signifikan terhadap
Pemahaman Akuntansi pemahaman akuntansi, Kecerdasan
Dengan Kecerdasan emosional dapat meningkatkan pengaruh
Emosi dan Kecerdasan kecerdasan intelektual
Spiritual Sebagai pada tingkat pemahaman akuntansi
Variabel Pemoderasi secara positif dan signifikan.
signifikan, Kecerdasan spiritual dapat
meningkatkan pengaruh kecerdasan
intelektual
pada tingkat pemahaman akuntansi
secara positif dan signifikan
4 Imlahi dan Intelligence quotient Hasilnya menunjukkan bahwa kurang
Kissani and its environmental tidur memiliki dampak besar pada
(2015) factors in children kecerdasan manusia karena tidur
membantu untuk beristirahat kekuatan
mental dan fisik dan mengatur memori
dan pikiran. korelasi yang signifikan
dengan IQ karena mereka menyoroti
pentingnya keduanya dalam kehidupan
anak-anak, masalah keluarga secara
mengejutkan meningkatkan IQ anak usia
sekolah karena mereka mendorongnya
untuk berpikir lebih bertahap.
5 M.O Emotional Intelligebce Kecerdasan emosional, adalah
Ogundokun and Academic prediksi kuat yang mempengaruhi
dan D.A. Achievement : The prestasi akademis
Adeyemo Moderating Influence of
(2010) Age, Intrinsic and
Extrinsic Motivation
6 Aminuddin Emotional and Spiritual Kecerdasan emosional dan
Hassan Intelligences as a Basis kecerdasan spiritual ( SQ )
(2009) for Evaluating the memainkan peran yang lebih
National Philosophy of besar dalam membuat keputusan
Education Achievement dalam konteks apapun.

Anda mungkin juga menyukai