Anda di halaman 1dari 8

Lex Privatum Vol. IX/No.

5/Apr/EK2/2021

PERCOBAAN TINDAK PIDANA MENURUT PASAL Perbuatan percobaan ini merupakan perbuatan
53 AYAT (1) KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM yang tidak dapat diselesaikan oleh si pembuat
PIDANA1 karena suatu sebab di luar kehendak si
Oleh: Billy Franklin Rembang2 pembuat.
Butje Tampi3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Rony Sepang4 (KUHPidana) sendiri tidak diberikan suatu
definisi tentang apa yang dimaksudkan dengan
ABSTRAK perbuatan percobaan itu. Oleh karenanya,
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk sejumlah ahli hukum pidana telah memberikan
mengetahui bagaimana teori tentang dasar definisi mereka, di antaranya Satochid
dapat dipidananya percobaan tindak pidana Kartanegara yang mengatakan bahwa
dan bagaimana sanksi pidana terhadap percobaan tindak pidana dari sudut KUHPidana
perbuatan percobaan dalam Pasal 53 ayat (1) adalah “permulaan kejahatan yang belum
KUHPidana. Dengan menggunakan metode selesai (een reeds begonnen, doch nog niet
penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. voltooid misdrijf)”.5
Teori percobaan yang subyektif, yang Baik secara teoritis maupun praktis dapat
menekankan dasar dapat dipidananya muncul pertanyaan berkenaan dengan adanya
perbuatan percobaan pada adanya kehendak ancaman pidana terhadap percobaan tindak
jahat (watak yang berbahaya) dari pelaku, pidana. Hal ini menyangkut dasar pikiran dari
merupakan teori yang lebih sesuai aliran dapat dipidananya suatu percobaan melakukan
kriminologis dalam ilmu hukum pidana. 2. tindak pidana. Bagaimanapun juga, dalam hal
Unsur-unsur yang dirumuskan dalam Pasal 53 percobaan sebenarnya belum terjadi
KUHPidana tidak semuanya sesuai sebagai pelanggaran terhadap suatu kepentingan
syarat untuk dapat dipidananya perbuatan hukum, yaitu belum ada orang lain yang
percobaan, karena unsur “tidak selesainya dirugikan. Dasar teoritis yang kuat perlu ada
pelaksanaan itu bukan semata-mata disebabkan untuk dapat meyakinkan perlunya pengenaan
karena kehendaknya sendiri” pada hakekatnya pidana terhadap percobaan tindak pidana.
merupakan suatu alasan penghapus pidana. Terkait erat dengan ini adalah soal syarat-
Kata kunci: Percobaan, Tindak Pidana, Pasal 53 syarat untuk dapat dipidananya percobaan
Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tindak pidana. Sebagaimana dikatakan
sebelumnya, dalam KUHPidana sendiri tidak
PENDAHULUAN diberikan definisi tentang apakah yang
A. Latar Belakang Penulisan dimaksudkan dengan percobaan, melainkan
Dalam kehidupan manusia, tidak semua niat dalam Pasal 53 ayat (1) KUHPidana hanya
atau kehendak dapat terwujud sesuai dengan dirumuskan unsur-unsur dari percobaan
apa yang diniatkan atau dikehendaki itu. melakukan tindak pidana, khususnya kejahatan
Demikian pula dalam bidang hukum pidana, (Bld.: misdrijven).
ada perbuatan yang dapat terwujud sesuai Menurut Pasal 53 ayat (1) KUHPidana
dengan niat pelakunya dan ada pula yang tidak. ditentukan bahwa mencoba melakukan
Sehubungan dengan itu, maka dalam hukum kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah
pidana, ada ancaman pidana terhadap ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan,
perbuatan yang sepenuhnya telah mencocoki dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
atau sesuai dengan rumusan undang-undang. semata-mata disebabkan karena kehendaknya
Perbuatan-perbuatan seperti ini merupakan sendiri.
delik selesai (Bld.: voltooid delict). Selain itu, Dari rumusan pasal ini dapat muncul
dikenal juga adanya perbuatan percobaan (Bld.: pertanyaan tentang telah memadai atau
poging) untuk melakukan tindak pidana. tidaknya syarat-syarat dapat dipidananya
percobaan melakukan kejahatan. Apakah
1
syarat-syarat itu masih dapat dipertahankan
Artikel Skripsi
2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM.
16071101585 5 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana, I,
3 Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum kumpulan kuliah, Balai Lektur Mahasiswa, tanpa
4 Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum tahun, hal.362.

162
Lex Privatum Vol. IX/No. 5/Apr/EK2/2021

ataukah sudah perlu mendapatkan perbaikan A. Teori-teori Dapat Dipidananya Percobaan


sesuai dengan perkembangan doktrin dan Tindak Pidana
yurisprudensi. Dalam KUHPidana, percobaan melakukan
Pertanyaan-pertanyaan di atas penting tindak pidana diatur dalam Buku I: Ketentuan
diperhatikan terutama dalam rangka Umum, Bab IV: Percobaan (Poging), yang isinya
pembaharuan KUHPidana di Indonesia, di mana hanya terdiri atas dua pasal saja, yaitu Pasal 53
semua dasar-dasar teoritis dan rumusan- dan 54.
rumusan normatif dalam KUHPidana perlu Pada Pasal 54, menurut terjemahan tim
dikaji kembali agar sesuai dengan penerjemah BPHN, ditentukan bahwa,
perkembangan ilmu hukum pidana saat ini dan “Mencoba melakukan pelanggaran tidak
sesuai pula dengan kebutuhan Indonesia. dipidana”.8 Pasal ini ditujukan untuk delik-delik
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di pelanggaran (Bld.: overtredingen) saja, di mana
atas, maka dalam rangka penulisan skripsi percobaan untuk melakukan suatu delik
penulis berkehendak untuk membahas pokok pelanggaran, tidak dipidana.
tersebut dengan judul “Percobaan Tindak Pasal yang penting berkenaan dengan
Pidana Menurut Pasal 53 Ayat (1) Kitab pembahasan dalam skripsi ini adalah Pasal 53
Undang-Undang Hukum Pidana”. KUHPidana. Pasal ini ditujukan untuk delik-
delik kejahatan (Bld.: misdrijven), di mana
B. Permasalahan percobaan untuk melakukan suatu delik
1. Bagaimanakah teori tentang dasar dapat kejahatan merupakan perbuatan yang dapat
dipidananya percobaan tindak pidana? dipidana. Dalam Pasal 53 KUHPidana ini
2. Bagaimanakah sanksi pidana terhadap ditentukan bahwa,
perbuatan percobaan dalam Pasal 53 (1) Mencoba melakukan kejahatan
ayat (1) KUHPidana? dipidana, jika niat untuk itu telah
ternyata dari adanya permulaan
C. Metode Penelitian pelaksanaan, dan tidak selesainya
Penelitian hukum yang dilakukan dengan pelaksanaan itu, bukan semata-mata
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder disebabkan karena kehendaknya
belaka, dapat dinamakan penelitian hukum sendiri.
normatif atau penelitian hukum kepustakaan (di (2) Maksimum pidana pokok terhadap
samping adanya penelitian hukum sosiologis kejahatan, dalam hal percobaan
atau empiris yang terutama meneliti data dikurangi sepertiga.
primer).6 (3) Jika kejahatan diancam dengan pidana
Penelitian hukum normatif mengkaji mati atau pidana penjara seumur hidup,
kelembagaan hukum yang meliputi lembaga dijatuhkan pidana penjara paling lama
eksekutif, legislatif, yudikatif, dan institusi lima belas tahun.
lainnya. Penelitian hukum normatif juga (4) Pidana tambahan bagi percobaan sama
mengkaji subjek hukum yang meliputi badan dengan kejahatan selesai.9
hukum, organisasi profesi hukum, pelaksana
undang-undang, aparat penegak hukum, Suatu percobaan melakukan tindak pidana,
profesional hukum, kedudukan, fungsi dan jelas merupakan perbuatan yang belum atau
peran subjek hukum.7 tidak selesai. Dari aspek teoritis, menjadi
pertanyaan, apakah yang menjadi dasar pikiran
sehingga suatu perbuatan yang berupa
mencoba melakukan tindak pidana, jadi
PEMBAHASAN perbuatan itu belum merupakan suatu delik
selesai (Bld.: voltooid delict), sudah dipandang
sebagai perbuatan yang perlu dan dapat
6Soerjono
dipidana.
Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta. 1995, hal. 13-14. 8 KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta,
7Abdulkadir Muhamad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. cetakan ke-4, 2002, hal.23.
Citra Aditya Bakti, Bandung. 2004, hal. 104. 9 Ibid.

163
Lex Privatum Vol. IX/No. 5/Apr/EK2/2021

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, subyektif yang dianut oleh pembentuk


dalam ilmu hukum pidana dikenal adanya teori- KUHPidana.
teori tentang dasar dapat dipidananya Keterangan mengenai percobaan (poging),
percobaan melakukan kejahatan. Teori-teori ini dapat ditemukan dalam risalah penjelasan
dinamakan teori-teori percobaan. (memorie van toelichting) terhadap rancangan
Teori-teori percobaan terdiri atas teori KUHPidana Belanda.
percobaan yang obyektif dan teori percobaan Mengenai pengertian percobaan (poging)
yang subyektif. Salah seorang ahli hukum dikatakan dalam risalah penjelasan tersebut
pidana yang terkenal sebagai pendukung teori bahwa, “Percobaan melakukan kejahatan ialah
percobaan yang obyektif adalah D. Simons, memulai melaksanakan suatu kejahatan, akan
sedangkan salah seorang ahli hukum pidana tetapi tidak sampai diselesaikan, atau adanya
yang terkenal sebagai pendukung teori kehendak yang dapat dinyatakan dengan
percobaan yang subyektif adalah G.A. van memulai melaksanakan kejahatan itu”; 12
Hamel. sedangkan mengenai dasar dapat dipidananya
Menurut D. Simons, penganut teori percobaan dikatakan bahwa, “Percobaan
percobaan yang obyektif, dasar dapat dipidana untuk menimpa kehendak jahat dari si
dipidananya perbuatan percobaan adalah pelaku, segera setelah ditimbulkannya keadaan
karena perbuatan itu telah “membahayakan berbahaya, seperti dapat dinyatakan secara
kepentingan hukum”.10 obyektif dengan dimulainya melaksanakan
Jadi, sekalipun perbuatan itu belum suatu kejahatan tertentu”.13
melanggar suatu kepentingan hukum, tetapi Keterangan dalam risalah penjelasan
kepentingan hukum itu telah dibahayakan. mengenai pengertian dan dasar dapat
Dengan demikian, teori ini terutama melihat dipidananya percobaan, menyebutkan baik
dari segi perbuatan. Perbuatan yang unsur obyektif (adanya perbuatan berupa
bersangkutan, sekalipun belum melanggar memulai melaksanakan kejahatan) maupun
suatu kepentingan hukum, tetapi telah unsur subyektif (adanya kehendak jahat dari si
membahayakan kepentingan hukum. pelaku).
Menurut G.A. van Hamel, penganut teori Tetapi, unsur obyektif dan unsur subyektif,
percobaan yang subyektif, dasar dapat memang merupakan dua unsur yang umumnya
dipidananya perbuatan percobaan adalah harus selalu ada dalam setiap tindak pidana.
“sikap batin yang berbahaya dari pembuat”.11 Karenanya, ahli hukum pidana seperti D. Simons
Teori percobaan yang subyektif mencari dan G.A. van Hamel, masih mengkaji lebih
dasar dapat dipidananya perbuatan percobaan lanjut tentang unsur mana yang lebih penting
pada sikap batin atau watak (karakter) yang sebagai dasar dari dapat dipidananya perbuatan
berbahaya dari si pembuat/pelaku. Jadi, teori percobaan, apakah unsur obyektif yang lebih
ini terutama melihat pada orangnya, yaitu si penting atau unsuur subyektif yang lebih
pembuat/pelaku, di mana yang diperhatikan penting.
adakah sikap batin atau watak (karakter) dari si Dalam rangka sedang dilakukannya upaya
pembuat/pelaku, yang dengan mencoba pembaharuan kodifikasi hukum pidana di
melakukan tindak pidana telah menunjukkan Indonesia, sudah tentu kembali menjadi
wataknya yang berbahaya. pertanyaan, teori mana yang sebaiknya dianut
Teori manakah yang dianut oleh pembentuk dalam KUHPidana Nasional mendatang.
KUHPidana pada waktu menyusun pasal-pasal Apakah teori percobaan yang obyektif ataukah
percobaan, yaitu Pasal 53 dan 54 KUHPidana? teori percobaan yang subyektif.
Dari rumusan Pasal 53 dan 54 KUHPidana, Untuk membahas masalah ini, kedua teori
tidak dapat diketahui apakah teori percobaan tentang dasar dapat dipidananya percobaan
yang obyektif atau teori percobaan yang tindak pidana perlu dikaji secara lebih
mendalam dengan melihat latar belakang dari
10
masing-masing teori.
J.M. van Bemmelen, Hukum Pidana 1. Hukum
Pidana Material Bagian Umum, terjemahan
Hasnan, Binacipta, 1984, hal.240.
11 D. Schaffmeister, et al, Hukum Pidana, Liberty, 12 J.M. van Bemmelen, Loc.cit.
Yogyakarta, 1995, hal.215. 13 Ibid.

164
Lex Privatum Vol. IX/No. 5/Apr/EK2/2021

Kedua teori tersebut masing-masing kejahatan saja. Dalam Pasal 53 ayat (1)
mewakili pandangan yang berbeda satu dengan KUHPidana dikatakan bahwa “mencoba
yang lain mengenai gambaran tentang melakukan kejahatan (misdrijf) dipidana, …”.
penjahat. Pandangan-pandangan yang Dalam Pasal 54 KUHPidana juga ditegaskan
dimaksud adalah pandangan dari Cesare bahwa mencoba melakukan pelanggaran
Beccaria (1738 – 1794) dan Cesare Lombroso (Bld.: overtreding) tidak dipidana.
(1835-1909) yang telah memberikan gambaran Dalam Pasal 53 KUHPidana tidak digunakan
yang bertolak belakang mengenai siapakah istilah kesengajaan (opzettelijk) melainkan
seorang penjahat itu. niat (voornemen). Hal ini telah menimbulkan
pertanyaan apakah niat yang dimaksudkan
B. Sanksi Pidana Terhadap Perbuatan di sini berbeda dengan kesengajaan.
Percobaan Dalam Pasal 53 Ayat (1) Tetapi, walaupun digunakan kata niat
KUHPidana (voornemen) dan bukannya kesengajaan,
Pada Pasal 53 ayat (1) KUHPidana ditentukan pada umumnya para ahli hukum pidana
bahwa mencoba melakukan kejahatan sependapat bahwa hal ini niat adalah sama
dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari dengan kesengajaan. Dengan demikian juga
adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak niat di sini mencakup semua bentuk
selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata kesengajaan, yaitu meliputi:
disebabkan karena kehendaknya sendiri. 1) sengaja sebagai maksud (Bld.: opzet als
Menurut J.M. van Bemmelen, dari rumusan oogmerk);
pasal tersebut tampak bahwa syarat-syarat 2) sengaja dengan kesadaran tentang
untuk dapat dipidananya percobaan tindak kepastian/keharusan; dan,
pidana kejahatan, yaitu: 3) sengaja dengan kesadaran tentang
1. Niat; kemungkinan atau dolus eventualis.
2. Permulaan pelaksanaan;
3. Niat itu harus dapat dinyatakan dengan 2. Permulaan pelaksanaan.
memulai pelaksanaan ini; Tidak seorangpun dapat dipidana hanya
4. Kejahatan itu tidak diselesaikan hanya semata-mata karena adanya niat saja.
karena keadaan di luar kehendak si Dalam hukum pidana dikenal adanya
pelaku.14 adagium cogitationis poenam nemo patitur,
yaitu: tidak seorangpun dapat dipidananya
Tetapi, unsur yang ke-3 sebenarnya atas apa yang semata-mata hanya ada dalam
mempunyai hubungan yang erat dan tidak pikirannya.
dapat dilepaskan dari unsur yang kedua, Jadi, niat itu harus diwujudkan keluar dalam
sehingga kebanyakan ahli hukum pidana tidak wujud suatu sikap fisik tertentu. Karenanya,
menyebutnya sebagai unsur tersendiri. Dengan salah satu syarat dari percobaan tindak
demikian, pada umumnya para ahli hukum pidana adalah bahwa telah adanya
pidana hanya menguraikan percobaan itu permulaan pelaksanaan.
berdasarkan tiga unsur saja, yaitu: Penganut teori percobaan obyektif dan teori
1. Niat; percobaan subyektif berbeda pendapat
2. Permulaan pelaksanaan. tentang apakah pelaksanaan itu merupakan
3. Kejahatan itu tidak diselesaikan hanya pelaksanaan niat atau pelaksanaan
karena keadaan di luar kehendak si kejahatan. Menurut penganut teori
pelaku. percobaan obyektif, pelaksanaan yang
Ketiga syarat yang dapat dibaca dalam dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHPidana
rumusaan Pasal 53 ayat (1) KUHPidana tersebut adalah pelaksanaan kejahatan, sedangkan
akan dibahas satu persatu berikut ini. menurut penganut teori percobaan
1. Niat. subyektif, pelaksanaan yang dimaksudkan di
Percobaan tindak pidana yang diancam situ adalah pelaksanaan niat.
pidana hanyalah percobaan melakukan Tetapi, apakah pelaksanaan dalam Pasal 53
ayat (1) KUHPidana itu merupakan
pelaksanaan niat atau pelaksanaan
14 J.M. van Bemmelen, Op.cit., hal.245.

165
Lex Privatum Vol. IX/No. 5/Apr/EK2/2021

kejahatan, tidak membawa konsekuensi Schaffmeiter, et al, mengemukakan


perbedaan praktis yang penting. bahwa menurut teori percobaan obyektif
Perbedaan pendapat yang penting antara dari D. Simons, “pada kejahatan dengan
penganut teori percobaan obyektif dan teori rumusan formal ada percobaan yang
percobaan subyektif, adalah berkenaan dengan dapat dipidana kalau perbuatan yang
masalah apakah yang dimaksudkan dengan dilarang dalam undang-undang mulai
permulaan pelaksanaan (Bld.: begin van dilakukan.”15
uitvoering). Kapan suatu perbuatan masih b. Dalam delik material, ada permulaan
merupakan perbuatan persiapan (Bld.: pelaksanaan jika perbuatan itu tidak
voorbereidingshandeling), kapan merupakan memerlukan perbuatan yang lain lagi
permulaan pelaksanaan (Bld.: begin van untuk dapat terjadinya akibat.
uitvoering) dan kapan sudah merupakan Schaffmeiter, et al, mengemukakan
pelaksanaan sepenuhnya. Dalam hal ini terjadi bahwa menurut teori percobaan obyektif
perbedaan pendapat antara penganut teori dari D. Simons,
percobaan obyektif dan penganut teori pada kejahatan dengan rumusan materiil,
percobaan subyektif yang mendapatkan banyak kalau perbuatan mulai dilakukan yang
pembahasan. menurut sifatnya segera dapat
D. Simons, seorang penganut teori menimbulkan akibat yang tidak
percobaan obyektif, dalam menentukan kapan dikehendaki oleh undang-undang, yang
telah ada permulaan pelaksanaan, mengadakan tanpa dilakukannya perbuatan lebih
pembedaan antara delik formal dengan delik lanjut, dapat menimbulkan akibat itu.16
material. Di pihak lain, menurut pendapat dari G.A.
Sebagaimana diketahui, delik formal adalah van Hamel, penganut teori percobaan subyektif,
perbuatan yang telah menjadi delik selesai telah ada permulaan pelaksanaan jika dalam
dengan dilakukannya perbuatan tertentu. keadaan konkrit sudah ternyata kepastiannya
Contohnya Pasal 362 KUHPidana tentang niat itu.
pencurian. Jika seseorang melakukan Putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung
perbuatan “mengambil” barang sesuatu negeri Belanda), 19-3-1934, yang dikenal
sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal sebagai Eindhovense Brandstichtings-arrest
pencurian itu, maka berarti telah ada delik (putusan pembakaran rumah di kota
pencurian sebagai delik selesai. Sekalipun pada Eindhoven), pernah mengikuti teori percobaan
delik berikutnya perbuatan itu ketahuan banyak obyektif ini. Kasusnya adalah sebagai berikut:
orang sehingga barang yang diambil itu tidak Terdakwa H hendak membakar rumah yang
jadi hilang, tetapi tetap telah ada suatu delik didiami oleh R rupanya dengan persetujuan
pencurian sebagai delik selesai. R, sebab R pada malam itu pergi ke luar
Delik material adalah perbuatan yang nanti kota, lalu masuk rumah tersebut serta
menjadi delik selesai dengan terjadinya akibat meletakkan pakaian-pakaian tua dan
tertentu yang ditentukan dalam undang- barang-barang yang mudah terbakar di tiap-
undang. Contohnya adalah pasal 338 tiap kamar yang kesemuanya itu
KUHPidana tentang pembunuhan. Nanti ada dihubungkan dengan sumbu panjang sumbu
delik pembunuhan sebagai delik selesai jika ada mana akhirnya sampai pada kompor gas di
orang yang terampas nyawanya (mati). dapur. Dekat kompor itu dipasang
Sekalipun pelaku telah melakukan penembakan sebuahpistol gas yang kalau ditembakkan
atau penikaman yang mengenai korban tetapi mengeluarkan api dan menyalakan kompor
korban tidak sampai mati, maka dalam hal ini serta sumbu. Pelatuk pistol lalu diikat
belum ada delik pembunuhan sebagai delik dengan tali panjang yang ujung lainnya
selesai. melalui jendela dikeluarkan sampai tembok
Menurut pendapat D. Simons: belakang, dan bergantung dari atas ke
a. Dalam delik formal, ada permulaan bawah sehingg abisa ditarik dari luar tembok
pelaksanaan jika perbuatan yang dilarang di mana kebetulan ada jalan kecil. Pakaian
oleh undang-undang mulai dilakukan.
15 D. Schaffmeister, et al, Op.cit., hal.216.
16 Ibid.

166
Lex Privatum Vol. IX/No. 5/Apr/EK2/2021

dan sumbu lalu disiram dengan bensin persiapan saja. Perbuatan itu belum
sehingga kalau tali ditarik dari luar tembok di merupakan permulaan pelaksanaan, sebab ia
jalan kecil, pistol menyalakan kompor dan masih perlu melakukan perbuatan yang lain
sumbu dan akhirnya pakaian-pakaian yang lain, yaitu ia masih perlu kembali pada malam
telah disiram dengan bensin menyala hari dan menarik tali dari luar jendela rumah.
membakar seluruh rumah. Jika kasus di atas dikaji dari sudut teori
Setelah selesai ini semua H lalu percobaan subyektif, sebagaimana yang
menyingkirkan barang-barang berharga ke dikemukakan oleh G.A. van Hamel, apa yang
tempat lain di luar rumah. Sementara itu dilakukan oleh orang itu sudah merupakan
tertarik dari baunya bensin, di jalan kecil permulaan pelaksanaan.
belakang rumah berkumpul beberapa orang. Hal ini karena orang itu telah melakukan
Ketika H kembali dari mengungsikan barang- serangkaian perbuatan yang cukup rumit, yaitu
barang berharga dan akan menarik tali dari menumpuk pakaian-pakaian tua dan barang-
jalan kecil, dia melihat banyak orang di situ, barang yang mudah terbakar di lantai dari
sehingga tidak bisa menyelesaikan setiap kamar, menyiram pakaian tua dan
17
maksudnya. barang-barang itu dengan bensin, memancang
pistol dekat jendela, mengikat pelatuk pistol
Langkah-langkah yang dilakukan oleh dengan tali, dan menjulurkan ujung tali yang
terdakwa sudah demikian cermat dan rumit, lain ke luar tembok. Dalam keadaan konkrit,
tetapi ia tidak dapat berkesempatan rangkain peristiwa ini sudah menunjukkan
menyelesaikan pembakaran karena orang-orang kepastian niat orang itu untuk melakukan
telah berkumpul. Menjadi pertanyaan, apakah pembakaran rumah. Perbuatannya untuk
langkah-langkah yang dilakukan oleh terdakwa menarik tali di malam hari, tidak dapat
masih merupakan perbuatan persiapan yang dilaksanakan karena sudah keburu ketahuan
belum dapat dipidana ataukah sudah oleh para tetangga rumah yang melakukan
merupakan permulaan pelaksanaan. penjagaan.
Hof Hertogenbosch memutuskan bahwa Di antara penganut teori percobaan yang
perbuatan sudah merupakan percobaan obyektif dan yang subyektif, sebenarnya
pembakaran dan terdakwa dijatuhi pidana terdapat juga perbedaan mengenai apakah
penjara 4 (empat) tahun. Tetapi terdakwa pelaksanaan itu merupakan pelaksanaan niat
mengajukan kasasi dengan alasan bahwa ataukah pelaksanaan kejahatan. Menurut
perbuatannya masih merupakan perbuatan penganut teori percobaan obyektif,
persiapan yang belum dapat dipidana. pelaksanaan itu adalah pelaksanaan kejahatan
Hoge Raad, 19-3-1934, memberikan sedangkan menurut penganut teori percobaan
pertimbangan bahwa, subyektif, pelaksanaan itu adalah pelaksanaan
Pada suatu kejahatan untuk dengan sengaja niat. Tetapi perbedaan ini lebih bersifat teoritis
melakukan pembakaran rumah, perbuatan dan tidak memiliki arti praktis yang penting.
itu harus ditujukan kepada maksud untuk Karenanya, yang lebih banyak menarik
melakukan pembakaran dan tidak ditujukan perhatian adalah perbedaan pendapat antara
kepada hal-hal yang lain, dan dalam kedua teori tersebut menyangkut batas antara
hubungan yang langsung dengan kejahatan perbuatan persiapan dengan permulaan
yang dimaksudkan. Dalam pada itu pelaksanaan.
perbuatan tersebut menurut kebiasaan di Dalam RUU KUHPidana 1999-2000, pada
dalam pengalaman haruslah tanpa sesuatu draft Pasal 17 ayat (2) ditentukan bahwa
tindakan yang lain dari si pelaku dapat dikatakan ada permulaan pelaksanaan, jika
menyebabkan timbulnya kebakaran itu.18 pembuat telah melakukan:
Jadi, menurut Hoge Raad, apa yang a. perbuatan melawan hukum;
dilakukan orang itu baru merupakan perbuatan b. secara obyektif perbuatan itu langsung
mendekatkan pada terjadinya tindak
17Moeljatno. Op.cit., hal.35-36.
pidana; dan
18 P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, Hukum c. secara subyektif tidak diragukan lagi
Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, bahwa perbuatan yang dilakukan itu
hal.36.

167
Lex Privatum Vol. IX/No. 5/Apr/EK2/2021

diniatkan atau ditujukan pada terjadinya merupakan syarat untuk dapat dipidananya
tindak pidana. percobaan kejahatan. Unsur yang ketiga ini
Pada bagian penjelasan pasal diberikan lebih merupakan alasan pengecualian pidana,
keterangan antara lain bahwa, yaitu alasan pengecualian pidana terhadap
Permulaan pelaksanaan merupakan perbuatan percobaan. Hal ini disebabkan
perbuatan yang sudah sedemikian rupa apabila si pembuat tidak menyelesaikan
berhubungan langsung dengan tindak pidana, kejahatan itu karena kehendak si pembuat itu
sehingga dapat dinilai bahwa pelaksanaan sendiri, maka ia tidak dapat dipidana.
tindak pidana telah dimulai. Perbuatan Pandangan dalam doktrin (pendapat ahli
pelaksanaan dibedakan dari perbuatan hukum) ini juga telah dipahami dengan jelas
persiapan, karena jika perbuatan yang dilakukan oleh pembentuk draft RUU KUHPidana 1999-
masih merupakan persiapan, maka perbuatan 2000, sehingga dalam draft Pasal 17 ayat (1)
tersebut tidak dipidana. hanya dirumuskan bahwa, “Percobaan
Suatu perbuatan dinilai merupakan melakukan tindak pidana, dipidana jika
permulaan pelaksanaan, jika: pembuat telah mulai melakukan permulaan
a. secara obyektif, apa yang telah dilakukan pelaksanaan dari tindak pidana yang dituju,
sudah mendekat dengan tindak pidana tetapi pelaksanaannya tidak selesai atau tidak
yang dituju. Atau dengan kata lain, sudah mencapai hasil atau akibat yang dilarang.”
mampu atau mengandung potensi Selanjutnya nanti pada Pasal 18 barulah
mewujudkan tindak pidana tersebut; ditentukan sebagai berikut:
b. secara subyektif, dilihat dari niat (1) Jika setelah permulaan pelaksanaan
pembuat tidak diragukan lagi bahwa dilakukan, pembuat tidak
perbuatan yang dilakukan itu ditujukan menyelesaikan perbuatannya karena
untuk mewujudkan tindak pidana; kehendaknya sendiri secara sukarela,
c. perbuatan yang dilakukan merupakan maka pembuat tidak dipidana.
perbuatan yang bertentangan dengan (2) Jika setelah permulaan pelaksanaan
hukum. dilakukan, pembuat dengan
Keterangan dalam draft penjelasan ini kehendaknya sendiri mencegah
mengaitkan secara erat antara perbuatan terjadinya tujuan atau akibat
dengan niat pembuat. Dikatakan bahwa dari perbuatannya, maka pembuat tidak
sudut niat si pembuat, tidak diragukan lagi dipidana.
bahwa perbuatan yang dilakukan itu bertujuan (3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud
untuk mewujudkan tindak pidana. dalam ayat (2) tidak menimbulkan
kerugian atau menurut peraturan
3. Kejahatan itu tidak diselesaikan hanya perundang-undangan telah merupakan
karena keadaan di luar kehendak si pelaku. tindak pidana tersendiri, maka pembuat
Tidak selesainya pelaksanaan menyebabkan dapat dipertanggungjawabkan untuk
perbuatan merupakan suatu percobaan. Justru tindak pidana tersebut.
karena tidak selesainya pelaksanaan sehingga Dengan demikian, yang menjadi syarat-
perbuatan itu diklasifikasi sebagai percobaan. syarat untuk dapat dipidananya percobaan
Tidak selesainya pelaksanaan itu dapat terjadi tindak pidana (kejahatan) hanyalah:
karena berbagai sebab, baik oleh sebab yang di 1) Adanya niat untuk melakukan kejahatan;
luar kehendak si pelaku maupun oleh kehendak 2) Niat itu telah ternyata dari adanya
dari si pelaku sendiri. permulaan pelaksanaan;
Perlu pula dikemukakan bahwa ada 3) Pelaksanaan itu tidak selesai.
perbuatan-perbuatan tertentu yang
percobaannya sudah ditentukan sebagai delik PENUTUP
selesai oleh pembentuk undang-undang, A. Kesimpulan
malahan ada perbuatan yang persiapannya 1. Teori percobaan yang subyektif, yang
sudah ditentukan sebagai delik selesai oleh menekankan dasar dapat dipidananya
pembentuk undang-undang. Hal yang perbuatan percobaan pada adanya
disebutkan pada angka 3 ini, sebenarnya bukan kehendak jahat (watak yang berbahaya)

168
Lex Privatum Vol. IX/No. 5/Apr/EK2/2021

dari pelaku, merupakan teori yang lebih ------, Perbuatan Pidana dan
sesuai aliran kriminologis dalam ilmu Pertanggungjawaban dalam Hukum
hukum pidana. Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1983.
2. Unsur-unsur yang dirumuskan dalam Poernomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana,
Pasal 53 KUHPidana tidak semuanya Ghalia Indonesia, Jakarta, 1978.
sesuai sebagai syarat untuk dapat Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum
dipidananya perbuatan percobaan, Pidana di Indonesia, PT Eresco, Jakarta-
karena unsur “tidak selesainya Bandung, cetakan ke-3, 1981.
pelaksanaan itu bukan semata-mata RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum
disebabkan karena kehendaknya sendiri” Pidana, Departemen Hukum dan
pada hakekatnya merupakan suatu Perundang-undangan, 1999-2000.
alasan penghapus pidana. Schaffmeister, D., et al, Hukum Pidana, Liberty,
Yogyakarta, 1995.
B. Saran Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian
1. Dalam KUHPidana Nasional mendatang Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
perlu diikuti teori percobaan yang PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 1995
subyektif, sebagaimana yang ada Sutherland, E.H. dan D.R. Cressey, Principles of
sekarang dalam RUU KUHPidana 1999- Criminology, J.B. Lippincot Company,
2000. Chicago, sixth edition, 1960.
2. Unsur “tidak selesainya pelaksanaan itu Utrecht, E., SH, Hukum Pidana I, Penerbitan
bukan semata-mata disebabkan karena Universitas Bandung, cetakan ke-2, 1962.
kehendaknya sendiri” dalam Pasal 53
ayat (1) KUHPidana, tidak perlu lagi
dicantumkan dalam rumusan perbuatan
percobaan dalam KUHPidana Nasional
mendatang.

DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhamad, Hukum dan Penelitian
Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
2004.
Bemmelen, J.M. van, Hukum Pidana 1. Hukum
Pidana Material Bagian Umum,
terjemahan Hasnan, Binacipta, 1984.
Cesare Beccaria, Of Crimes and Punishments,
terjemahan Edward D. Ingraham,
Published by Philip H. Nicklin: A. Walker,
Philadelphia,1819.
http://www.constitution.org/cb/crim_pu
n.txt.
Kartanegara, Satochid, Hukum Pidana, I,
kumpulan kuliah, Balai Lektur Mahasiswa,
tanpa tahun.
KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta,
cetakan ke-4, 2002.
Lamintang, P.A.F., dan C.D. Samosir, Hukum
Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,
1983.
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Bina
Aksara, Jakarta, cetakan ke-2, 1984.

169

Anda mungkin juga menyukai