Anda di halaman 1dari 4

Tugas Literature Review

“Public service performance and trust in government: The problem of causality” by


Van de Walle, S., & Bouckaert
Kelompok 7 - Birokrasi dan Governansi Publik
1. Gigih Satrio Pamungkas (2206093231)
2. Luqman Muhammad Shamsuddin (2206094625)
3. Sartika Marani (2206093156)

Hubungan antara masyarakat dengan suatu lembaga publik akan sangat linear kaitannya.
Masyarakat akan selalu menggantungkan sebuah kepercayaan atas pelayanan publik kepada
otoritas di dalam lembaga publik. Hal ini dibahas pada buku “Public service performance and
trust in government: The problem of causality” yang ditulis oleh Van de Walle, S., & Bouckaert,
G. pada tahun 2003. Pembahasan pada buku ini mengenai relasi atau keterkaitan antara suatu
kompetensi lembaga dengan kepercayaan publik (public trust), reliabilitas strategi dan kebijakan,
dan integritas praktik hubungan antar aktor governance, serta akan kami analisis dan kaitan
implementasi dari kepercayaan publik terhadap lembaga publik di Indonesia di dalam
governance.

1. Kompetensi kelembagaan governance


Suatu kompetensi lembaga merupakan sebuah jantung dari kepercayaan publik
(public trust). Kompetensi sebuah lembaga merupakan sebuah pengukuran dari
kemampuan sebuah lembaga dalam menjalankan kebijakan-kebijakan atau kinerja yang
outputnya nanti untuk masyarakat. Trust atau public trust adalah pernyataan psikologis
tentang pihak lain (masyarakat) yang dapat diandalkan (dari aspek kompetensinya dan
kemampuannya) mengarah pada lembaga publik. Sedangkan, Kelembagaan yang
competence adalah kelembagaan yang terpercaya dan mampu memenuhi suatu tugasnya.
Keterkaitan antara lembaga yang memiliki kompetensi dengan kepercayaan masyarakat
(public trust) sangat berhubungan satu sama lain. Semakin lembaga tersebut memiliki
kompetensi yang baik, maka kepercayaan masyarakat akan semakin tinggi. Sebaliknya,
jika kompetensi lembaga tidak baik atau rendah, maka kepercayaan masyarakat akan
semakin rendah. Di dalam lembaga publik, khususnya pemerintahan, masyarakat akan
percaya pada lembaga tersebut apabila kompetensi lembaga dari segi sistem maupun
sumber daya manusia (SDM) nya agar suatu output pelayanan publik nya baik.

2. Reliabilitas Strategi dan Kebijakan


Dalam kajian kebijakan strategi, setidaknya ada dua metodologi yang luas yang
biasanya digunakan untuk memperjelas operasionalisasi pendekatan terhadap isu-isu
praktik yang berbeda di mata publik. Metodologinya sama dengan keadaan darurat
(Dodgson, 2018). Dalam bahasa yang lebih lugas, pendekatan ini dikenal dengan
pendekatan strategis dalam keadaan biasa dan pendekatan pengaturan dalam keadaan

1
darurat. Pendekatan ini bergantung pada kemungkinan bahwa masyarakat secara
konsisten menghadapi dua keadaan yang berbeda: keadaan biasa dan keadaan darurat.
Keadaan tipikal adalah apa yang terjadi yang menunjukkan kondisi biasa saja, bahkan
‘baik-baik saja’. Untuk sementara, keadaan darurat menunjukkan kondisi yang sangat
baik, yang umumnya akan menyusahkan dan menjengkelkan.

3. Integritas praktik hubungan antar aktor governance


Paradigma governance memiliki tiga aktor dalam pelaksanaannya yaitu
government, private sector dan civil society yang berperan dalam pembangunan.
Pemerintah mulai mengikutsertakan sektor swasta dan masyarakat dalam program
pembangunan. Upaya-upaya pembangunan di negara-negara berkembang adalah dengan
menyatukan perbedaan sudut pandang dan program pembangunan untuk disatukan agar
tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Kolaborasi adalah konsep yang digunakan
untuk menjelaskan hubungan kerjasama yang dilakukan selama usaha penggabungan
pemikiran oleh pihak-pihak tertentu. Menurut Ansell dan Gash (2007) menjelaskan
bahwa collaborative governance sebagai sebuah strategi baru dalam tata kelola
pemerintahan yang membuat berbagai pemangku kebijakan berkumpul di forum yang
sama untuk membuat sebuah konsensus bersama. Ansell dan Gash menekankan ada 6
kriteria dalam proses collaborative governance. Pertama, forum tersebut diinisiasi oleh
institusi publik; kedua, partisipan dalam forum tersebut harus mencakup aktor non
pemerintah; ketiga, partisipan harus terlibat secara langsung dalam pembuatan kebijakan
dan tidak sekedar “berkonsultasi” dengan pihak pemerintah; keempat, forum harus
terorganisasi secara formal dan ada pertemuan secara rutin; kelima, kebijakan yang
diambil harus berdasarkan consensus; dan keenam, kolaborasi berfokus pada kebijakan
public atau manajemen publik (Ansell and Gash, 2007).

4. Dampak kepercayaan publik terhadap birokrasi :


Kepercayaan merupakan salah satu hal yang sering diperhatikan oleh
pemerintahan moderns sekarang ini. Dimana kepercayaan menurut Pirson & Malhotra
(2007) adalah sebagai ketersediaan untuk menjadi rentan dalam perilaku sesuatu pihak
dengan adanya dasar yang positif yang berekspektasi terhadap motif dan perilakunya
pihak tersebut. Dimana jika dalam rana publik, kepercayaan adalah pada saat publik
menjadi rentan dalam hal motif dan perilaku pemerintahan. Munculnya kepercayaan
publik menurut Van de Walle & Bouckaert (2003) terjadi karena adanya performa yang
baik dari pemerintahan dan agensi-agensinya yang melahirkan kepercayaan kepada
pemerintah, tetapi menurut mereka performa itu sendiri bisa dipengaruhi karena sudah
adanya level kepercayaan yang dimiliki oleh publik yang mempengaruhi performa
pemerintah.
Dampak dari adanya kepercayaan publik itu bisa bermacam-macam dengan setiap
sektornya, tetapi menurut Pirson & Malhotra (2007) terdapat beberapa hal yang selalu

2
terpengaruhi oleh kepercayaan publik, yaitu pertama kepercayaan publik memunculkan
perilaku kooperasi antara agensi pemerintahan dengan kelompok-kelompok stakeholder
lainnya karena adanya level kepercayaan yang tinggi stakeholder lebih bisa mempercayai
dan bekerja sama dengan agensi pemerintah untuk menyelesaikan suatu masalah,
sebaliknya jika level kepercayaan publik rendah maka akan tidak lebih mungkin untuk
agensi pemerintah dengan para kelompok stakeholder untuk bekerjasama. Setelah itu
dengan adanya kepercayaan publik bisa terjadinya transformasi kepemerintahan yang
sukses, hal ini dikarenakan dengan adanya kepercayaan yang tinggi dari masyarakat
pemerintah bisa melakukan hal-hal yang bersifat transformatif untuk menghilangkan
suatu masalah yang berakar yang dibutuhkannya aksi atau kebijakan transformasional,
tetapi jika kepercayaan yang dimiliki rendah maka akan lebih sulit untuk pemerintah
melakukan hal-hal transformasional, karena kepercayaan publik yang rendah membuat
para masyarakat enggan untuk menerima aksi atau kebijakan transformasional karena
sudah tidak lagi mempercayai pemerintah.

Studi kasus/implementasi praktik integritas kelembagaan terhadap kepercayaan publik


Salah satu kasus dimana pemerintah mengimplementasikan praktik integritas di suatu
kelembagaan adalah di profesi ASN, dimana ASN memiliki 9 nilai integritas yang harus diikuti
dalam rangka memberantas korupsi di kalangan ASN, dimana nilai-nilai integritas tersebut
dirumuskan oleh KPK, yang dimana sering disebut dengan “Jumat Bersepeda KK”, nilai-nilai
tersebut adalah sebagai berikut jujur, mandiri, bertanggung jawab, berani, sederhana, peduli,
disiplin, adil, kerja keras. Dengan adanya nilai tersebut diharapkan para ASN akan bisa
meningkatkan kualitas pelayanan publik, yang dimana menurut Van de Walle & Bouckaert
(2003) jika kualitas pelayanan publik meningkat maka akan meningkat juga kepercayaan publik
terhadap ASN, dan juga jika para ASN mematuhi nilai-nilai tersebut masyarakat bisa melihat
bahwa pemerintah mulai bertindak secara jujur, transparan, adil, dll, yang juga dapat
meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan juga kelembagaannya.

3
REFERENSI

Van de Walle, S., & Bouckaert, G. (2003). Public service performance and trust in
government: The problem of causality. International Journal of Public Administration,
26(8–9), 891–913. https://doi.org/10.1081/pad-120019352

Pirson, M., & Malhotra, D. (2007). What Matters to Whom? Managing Trust Across
Multiple Stakeholder Group. Cambridge. The Hauser Center for Nonprofit Organizations
Harvard University.

Anda mungkin juga menyukai