Anda di halaman 1dari 3

DISKUSI UMUM

“ISLAM DAN PENGHARGAAN TERHADAP KESENIAN DAN ESTETIKA”

Kamis, 15 Juni 2006 di Ruang Seminar Fakultas Psikologi


Universitas Muhammadiyah Surakarta

Assalamualaikum wr.wb.
I. Latar Belakang

Pada hari–hari ini kita sebagai masyarakat yang berbudaya digempur dengan berbagai
macam bentuk hiburan dan kesenian populer maupun high art melalui televisi dan radio.
Bermacam bentuk hiburan yang artisik dan estetik menyeruak dalam bentuk seni drama
dan teater, seni musik, seni audio visual (film dan sinetron), seni tari, seni rupa, dan of
course—seni sastra.
Kebutuhan akan seni dan keindahan tersebut bagi manusia adalah suatu yang wajar
dan manusiawi. Manusia diciptakan dengan akal budi dan perasaan yang disamping
dianugerahi rasionalitas untuk berpikir juga dianugerahi sense of imagination dan
discourse of the body yang berurusan dengan sesuatu yang inderawi (sensous) yang
konkret, bersifat nisbi, terbatas, sementara dan tidak bisa dikendalikan dalam kerangka
diskursif. Dalam momen-momen merasakan keindahan ini yang berharga adalah
pengalaman-pengalaman yang tidak bisa diulang dan penuh ketakterdugaan. Dus,
kebutuhan merasakan keindahan melalui perasaan dan indera tubuh merupakan fasilitas
yang tidak dapat ditolak oleh manusia termasuk manusia Islam. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa manusia diberi fasilitas oleh Allah berupa akal budi dan
perasaannya untuk berkesenian dan menikmati keindahan.
Dalam sejarah berkesenian Islam, kita dapat melihat berbagai macam bentuk kesenian
mulai dari adanya syair-syair sastrawi dalam kitab-kitab klasik Islam misalnya Alfiyah
ibnu malik dan imrithi, yang merupakan kitab kanon gramatika bahasa arab tetapi
pengemasannya berbentuk nadzam yang indah dan mengesankan, dan juga misalnya
syair-syair al barzanji dan simtudduror yang memuat cerita sejarah dan pujian-pujian
terhadap Nabi Muhammad yang sekarang masih sering dilakukan pembacaannya oleh
masyarakat NU disertai genjrengan/terbangan. Dalam seni arsitektur, sejarah Islam
mencatat bahwa dalam seni ini perkembangannya sangat pesat tertutama dalam zaman
Abbasiyah klasik yang mencatat dibangunnya masjid-masjid bersejarah yang berselera
artistik dan estetik tinggi. Sederet tokoh sastrawan dan seniman muslim juga tercatat
seperti Jalaluddin Rumi, Muhammad Iqbal, Sayyed Hossain Nasr, dan Mustofa Bisri.
Realitas empiris berkesenian seperti diatas hanya sering dimasukkan dalam studi tentang
peradaban Islam yang hanya bersifat sejarah, belum pada studi filosofis yang bersifat
ontologis-metafisis terhadap hakikat berkesenian dan mengenal estetika.
Dalam bidang keilmuan dan pemikiran, studi Islam klasik dan kontemporer sering
hanya mempelajari dan membahas ilmu semacam fiqh, kalam, sejarah, gramatika bahasa
Arab, dan tafsir kitab suci dan sunnah. Masalah yang dianggap sekunder dan kurang
penting bagi orang awam seperti studi masalah seni (art) dan estetika (aesthetic) relatif
kecil bahkan hampir tidak pernah dijamah. Kenyataan ini diperparah dengan adanya
vonis oleh sebagian kelompok Islam puritan yang mengharamkan sebagian besar item
kesenian dan estetika karena dianggap bid’ah dan “tidak islami”. Studi tentang seni dan
keindahan dalam Islam sejauh ini dapat dikatakan minim dan bahkan mengkhawatirkan.
Kenyataan itulah yang mendorong kita untuk memikirkan kembali apakah penting
kesenian dan estetika dalam dunia Islam? Sejauh mana pandangan Islam terhadapnya?
Dan mengapa pandangan tentang seni dan estetika selama ini hanya dipagari dengan
doktrin halal, haram dan mubah, yang tentu membuat pengerdilan pada kesempatan dan
pengapresiasian kita terhadap anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yaitu mampu
menikmati keindahan sebagai refleksi atas keagunganNya.

II. Tema dan Judul Diskusi


Tema dan sekaligus judul diskusi ini adalah “Islam dan Penghargaan terhadap
Kesenian dan Estetika”.

III. Sasaran dan Tujuan


Sasaran kegiatan ini adalah para mahasiswa Islam khususnya, dan masyarakat luas
pada umumnya. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pencerahan wacana dalam
berislam dan wujud concern terhadap studi sejarah dan pemikiran Islam, khususnya
terhadap perkembangan pemikiran-pemikiran Islam tentang kesenian dan keindahan.
IV. Waktu dan Tempat Diskusi
Diskusi ini diselenggarakan pada hari Kamis, 15 Juni 2006, jam 09.30-12.30 WIB
bertempat di Ruang Seminar Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

V. Narasumber dan Moderator Diskusi


Bertindak sebagai narasumber dalam diskusi ini adalah:
1. Moeslim Abdurrahman (Yayasan Al Ma’un Jakarta)
2. Slamet Gundono (Pekerja Seni)
3. Fatah S - Direktur Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSB-PS) UMS.
Diskusi akan dimoderatori oleh Tahsinul Khuluq (Solo Society).

VI. Penyelenggara Diskusi


Diskusi ini diselenggarakan oleh Klub Studi Solo Society bekerja sama dengan
Yayasan TIFA dan Kelompok Studi Psikologi (KSP) Fakultas Psikologi UMS.

VII. Penutup
Kami sangat berterima kasih pada pihak-pihak yang telah memberikan kesempatan
dan kepercayaan kepada kami untuk merealisasikan kegiatan ini sesuai dengan rencana.
Proposal ini juga merupakan pedoman kegiatan bagi pihak-pihak yang ingin membantu
mensukseskan acara ini. Demikian proposal ini kami sampaikan, semoga apa yang kita
lakukan senantiasa mendapat berkah dan petunjuk-Nya. Amiiin.
Wassalamualaikum wr. wb.
Surakarta, 22 Mei 2006
Koordinator The Solo Society

Tahsinul Khuluq

Anda mungkin juga menyukai