Bab 5 Apresiasi & Inovasi
Bab 5 Apresiasi & Inovasi
05
APRESIASI DAN
INOVASI
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar
Tabel 5.1 Keterkaitan Utama Desa-Kota & Fasilitas Terkait di Pusat Kota
Fasilitas khusus untuk pertanian,
No Tipe Keterkaitan Elemen Fasilitas Umum Kota
manufaktur dan pengolahan pertanian
1 Keterkaitan Fisik Jalan Keterkaitan intra dan inter sistem Akses desa terhadap jalan menuju dan dari
Angkutan kereta api Stasiun kereta, terminal bis, pelabuhan, Kota
Penerbangan bandara Akses menuju keterkaitan transportasi utama
Irigasi (udara, laut, darat)
Ekologis
interdependensi
2 Keterkaitan ekonomi Pola pasar Pasar barang konsumsi dan pertanian, toko Pasar produksi pertanian
Aliran bahan mentah dan barang retail Koperasi pertanian
antara Fasilitas penyediaan input (kulakan, Agen penjualan, agen eksport-impor
Keterkaitan produksi Pola penyimpanan) Fasilitas penyediaan input pertanian
konsumsi dan belanja Fasilitas pembelian dan perawatan peralatan
Aliran modal dan pendapatan Pertanian
Aliran komoditas sektoral dan Outlet kredit untuk usaha pertanian dan
Interregional usaha kecil lainnya
Keterkaitan silang
3 Keterkaitan Mobilitas Pola migrasi Fasilitas transportasi penumpang -
Penduduk Perjalanan ke tempat kerja
4 Keterkaitan teknologi Interdependensi Teknologi Tempat perawatan dan perbaikan -
Sistem irigasi
Sistem Telkom
5 Keterkaitan Interaksi Pola kunjungan Fasilitas komunitas Tidak ada fasilitas kecuali untuk memenuhi
Sosial Pola Kekera-batan Gereja, mesjid, dsb permintaan desa yang meningkat
Ritus, ritual, aktivitas agama Fasilitas olahraga
Interaksi kelompok Sosial Bioskop
Restoran, klub
6 Keterkaitan Penyediaan Aliran dan jaringan energi Fasilitas suplai energi (listrik, depot BBM) Suplai energi dan fasilitas khusus untuk
Pelayanan Jaringan kredit dan finansial Fasilitas keuangan, pengolahan dan manufaktur pertanian
Keterkaitan pendidikan, pelatihan investasi dan perbankan Fasilitas sekolah khusus dan pelatihan
dan ekstensi Sekolah pertanian.
Sistem pelayanan kesehatan Rumah sakit, klinik
Pola pelayanan profesional, Fasilitas telkom dan pos
komersial, dan teknis. Media massa
Fasilitas Akomodasi
7 Keterkaitan Politik, Keterkaitan struktural Otoritas dan agen-agen subnasional Kantor cabang kementerian pertanian,
teknologi dan harus selaras dengan distribusi aset produksi yang adil dan
efektif, kesenjangan antar regional dan desa, kota, perlu dihindari melalui
keputusan lokal tentang prioritas dan alokasi sumber daya.
5. Keberlanjutan Politik
Keberlanjutan politik diarahkan pada human right, kebebasan individu dan
sosial untuk berpartisipasi dibidang ekonomi, sosial dan politik, demokrasi yang
dilaksanakan perlu memperhatikan proses demokrasi yang transparan dan
bertanggungjawab, kepastian kesedian pangan, air, dan pemukiman.
6. Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan
Keberlanjutan keamanan seperti menghadapi dan mengatasi tantangan,
ancaman dan gangguan baik dari dalam dan luar yang langsung dan tidak
langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas, kelangsungan negara
dan bangsa perlu diperhatikan.
Minapolitan adalah gabungan dua kata, yaitu mina yang berarti “ikan” dan
polis/politan yang berarti “kota”.
Dengan demikian, Minapolitan diartikan sebagai kota perikanan. Konsep minapolitan
pun diuraikan sebagai kota perikanan berbasis pada pembangunan ekonomi kelautan
dan perikanan wilayah melalui pendekatan dan sistem manajemen kawasan yang
terintegrasi, efisien, berkualitas, dan berakselerasi tinggi. Sedangkan, Kawasan
Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi
yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan,
pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya.
Adapun tujuan dari pengembangan Kawasan Minapolitan sebagai konsep dari
Revolusi Biru adalah:
1. Meningkatkan produksi, produktivitas, serta kualitas dari komoditas
kelautan, perikanan budidaya dan produk olahannya.
2. Mengembangkan sistem minabisnis.
3. Mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi di Kawasan Minapolitan.
4. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat secara adil dan
merata, khususnya para nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan.
Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, disusunlah strategi utama pembangunan
sektor kelautan dan perikanan melalui Minapolitan. Strategi tersebut mencakup
penguatan lembaga dan sumber daya manusia secara terintegrasi, pengelolaan
sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, peningkatan
produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan, serta perluasan akses pasar
domestik dan internasional. Sebagai upaya percepatan, strategi utama
direalisasikan melalui langkah-langkah strategis berikut:
1. Kampanye Nasional melalui media massa, komunikasi antar lembaga,
ataupun pameran.
2. Menggerakkan produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran di sentra produksi
unggulan pro-usaha kecil, di bidang perikanan tangkap, perikanan budidaya,
serta pengolahan dan pemasaran.
3. Mengintegrasikan sentra produksi pengolahan, dan/atau pemasaran menjadi
kawasan ekonomi unggulan daerah menjadi Kawasan Minapolitan.
4. Pendampingan usaha dan bantuan teknis di sentra produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran unggulan berupa penyuluhan, pelatihan, dan bantuan
teknis.
5. Pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah.
Pengembangan Kawasan Minapolitan yang sepenuhnya memanfaatkan potensi lokal
ini sangat mendukung perlindungan dan pengembangan terhadap budaya-sosial
lokal. Dengan demikian, pengembangannya telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) yang mendukung pengembangan kawasan andalan.
Oleh karena itu, pengembangan Kawasan Minapolitan tidak bisa terlepas dari
pengembangan sistem pusat kegiatan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten.
Kawasan ini pun memiliki batasan yang hanya ditentukan oleh skala ekonomi
(economic of scale).
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 11
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar
Sesuai dengan Pasal 1 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, Penataan ruang adalah
suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Sistem ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan
ruang sehingga diharapkan:
1. dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna
serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan;
2. tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; dan
3. tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
2. Pemanfaatan Ruang
Upaya memujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata
ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
Dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang maka dikembangkan pola
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan
sumber daya alam lain. Untuk itu diselenggarakan kegiatan penyusunan dan
penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air,
neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain.
Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan
prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama
bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas
tanah dari pemegang hak atas tanah.
Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memiliki izin pemanfataan ruang
dan wajib melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang. Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
162 ayat (1) PP No. 15 tahun 2010 dapat berupa:
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
Izin prinsip dan izin lokasi diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota. Izin penggunaan pemanfaatan tanah diberikan berdasarkan izin
lokasi. Izin mendirikan bangunan diberikan berdasarkan rencana detail tata
ruang dan peraturan zonasi.
Terkait dengan penyederhanaan perizinan, untuk penyelenggaraan
pembangunan perumahan pada tanggal 14 April 2016 telah dikeluarkan Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyederhanaan Perizinan
Pembangunan Perumahan. Inpres Nomor 3 Tahun 2016 itu ditujukan kepada: 1.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Dalam Negeri; 3. Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional; 4. Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat; 5. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 6.
Menteri Perhubungan; 7. Para Gubernur; dan 8. Para Bupati/Walikota.
Inpres menginstruksikan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan
sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan
terintegrasi untuk melakukan penyederhanaan perizinan dalam pembangunan
perumahan di Kementerian atau Pemerintah Daerah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Khusus kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Presiden
menginstruksikan untuk: 1. Melakukan koordinasi dan evaluasi pelaksanaan
Instruksi Presiden ini; dan 2. Melaporkan hasil koordinasi dan evaluasi
pelaksanaan Instruksi Presiden ini kepada Presiden.
Adapun kepada Menteri Dalam Negeri untuk: 1. Melakukan penyederhanaan
kebijakan, persyaratan, dan proses penerbitan Izin Gangguan; 2. Mendorong
Gubernur, Bupati/Walikota untuk segera mendelegasikan kewenangan terkait
perizinan pembangunan perumahan kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP); 3. Mendorong Gubernur, Bupati/Walikota untuk melakukan percepatan
penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan melalui Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP).
Selain itu Presiden menginstruksikan Menteri Dalam Negeri untuk: 4. Melakukan
percepatan evaluasi peraturan terkait perizinan pembangunan perumahan yang
diterbitkan oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota; 5. Mengawasi
pelaksanaan proses perizinan pembangunan perumahan yang dilakukan oleh
Gubernur, Bupati/Walikota; dan 6. Melaporkan hasil pengawasan pelaksanaan
proses perizinan pembangunan perumahan yang dilakukan oleh Gubernur,
Bupati/Walikota kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Khusus kepada Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional,
Presiden menginstruksikan untuk melakukan penyederhanaan kebijakan,
persyaratan dan proses penerbitan Izin Pemanfaatan Ruang dan Izin Lokasi untuk
pembangunan perumahan.
Gambar 5.4 Klasifikasi Penataan Ruang Berdasarkan Sistem, Fungsi, dan Nilai Strategi
Kawasan
Dalam setiap proses perumusannya, rencana tata ruang skala kabupaten/kota selalu
mengacu kepada kebijakan-kebijakan lain yang secara luas terkait dalam suatu struktur
kebijakan pembangunan, yang dimulai dari kebijakan skala nasional, regional hingga
kebijakan pembangunan wilayah itu sendiri.
Perencanaan tata ruang menurut Undang-undang No. 26 tahun 2007 dilakukan untuk
menghasilkan :
a. Rencana umum tata ruang, secara hirarki terdiri atas :
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
2. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi;
3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, dan Kota;
b. Rencana rinci tata ruang, secara hirarki terdiri atas :
1. Rencana Tata Ruang Pulau, atau kepulauan dan rencana tata ruang kawasan
strategis nasional
2. Rencana Tata ruang kawasan strategis provinsi
3. Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/kota dan rencana tata ruang strategis
kabupaten/kota dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.
2. Kredit produksi,
3. Kegiatan kelompok untuk petani,
4. Penyempurnaan dan perluasan lahan pertanian, dan
5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian.
Pemerintah banyak melaksanakan program-program pembangunan pertanian, salah
satunya adalah dengan membangun kawasan sentra pertanian. Menurut Permentan
No.50 tahun 2012, sentra pertanian merupakan bagian dari kawasan yang memiliki
ciri tertentu dimana di dalamnya terdapat kegiatan produksi suatu jenis produk
pertanian unggulan. Disamping itu, sentra merupakan area yang lebih khusus untuk
suatu komoditas dalam kegiatan ekonomi yang telah membudaya yang ditunjang
oleh prasarana dan sarana produksi untuk berkembangnya produk tersebut.
Menurut Nainggolan dan Aritonang (2012) komoditi unggulan adalah komoditi yang
mampu memberikan sumbangan pendapatan bagi wilayah yang bersangkutan.
Penentuan komoditas unggulan baik nasional dan daerah merupakan langkah awal
menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih
keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi persaingan baik ditingkat
regional maupun global. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan
mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau
dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan
dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi
dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah.
Berdasarkan Permentan No.50 tahun 2012 Kawasan pertanian adalah gabungan dari
sentra-sentra pertanian yang terkait secara fungsional baik dalam faktor sumber
daya alam, sosial budaya, maupun infrastruktur, sedemikian rupa sehingga
memenuhi batasan luasan minimal skala ekonomi dan efektivitas manajemen
pembangunan wilayah. Maksud dari pengembangan kawasan pertanian adalah untuk
memadukan serangkaian program dan kegiatan pertanian menjadi suatu kesatuan
yang utuh baik dalam perspektif sistem maupun kewilayahan, sehingga dapat
mendorong peningkatan daya saing komoditas, wilayah serta pada gilirannya
kesejahteraan petani sebagai pelaku usaha tani.
Menurut Permentan No.50 tahun 2012 pada area sentra terdapat suatu kesatuan
fungsional secara fisik lahan, geografis, agroklimat, infrastruktur dan kelembagaan
serta SDM, yang berpotensi untuk berkembangnya suatu komoditas unggulan. Secara
fisik lahan, lahan harus mendukung dan cocok untuk pengembangan komoditas
unggulan. Secara geografis sentra komoditi harus berada pada wilayah yang
strategis. Secara agroklimat kondisi iklim dan cuaca harus mendukung. Secara
infrastruktur ketersediaan infrastruktur harus baik untuk mendukung pengembangan
komoditas unggulan seperti jalan untuk akses transportasi.
Secara kelembagaan dan sumber daya manusia, kelembagaan yang ada hendaknya
dapat menfasilitasi pengembangan komoditas unggulan dan sumberdaya manusia
seperti petani dan pemangku kepentingan lainnya harus berkompetensi dalam usaha
pengembangan komoditas unggulan. Semua komponen di atas harus diperhatikan
dalam melihat potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah untuk pengembangan
komoditas unggulan.
Dimana:
Q = Output
K = Kapital
L = Labor
X = Bahan Baku
Pada dasarnya fungsi produksi menunjukan bahwa jumlah produksi itu tergantung
dari faktor produksi itu sendiri. Dengan jumlah faktor yang banyak dan dengan
jumlah yang tinggi maka produksi yang dihasilkan akan naik pula. Dalam pertanian
dimisalkan jumlah produksi padi tersebut tergantung dari fungsi produksi yaitu luas
tanah dan pekerja yang bekerja menjadi petani padi. Hal tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Q= f (T,L………….2)
Pada rumus diatas Q adalah jumlah produksi padi yang akan dihasilkan, T adalah
luas tanah yang akan ditanami padi, dan yang terakhir, L adalah Labor artinya
tenaga kerja, pekerja yang bekerja sebagai petani. Sedangkan f menunjukan
keterkaitan antara jumlah produk yang dihasilkan (Q) dan luas tanah (T) dan jumlah
tenaga kerja (L). Fungsi luas tanah merupakan faktor produksi yang tetep sedangkan
tenaga kerja adalah faktor yang dapat diubah-ubah menurut (Suparmoko, 1998).
Dari kombinasi antara faktor tenaga kerja dan luas tanah dapat menghasilkan
prroduk, karena keterkaitan keduanya adalah faktor produksi. Proses produksi yang
sebanding dapat menghasilkan produksi sebesar 10 kali lipatg asal kuantitas dari
luas tanah dan tenaga kerja dikalikan dengan kelipatan yang sama sehingga
perbandingan dari keduanya sama. Produsen dapat mengurangi satuan produksinya
menjadi setangah tetapi resikonya tenag kerja dan luas tanah harus dikurangi dan
masing-masing hanya setengah yang dipakai.
Gambar 5.6 Hubungan antara Produksi Total, Produksi Marginal, danProduksi Rata-
rata dari penggunaan faktor TK
2. Tahap kedua mulai dari MPL = APL maksimum sampai MPL=0, Artinya
keadaan nilai elastisitas produksi < 1 (inelastis), tetapi saat MPL=APL maka
elastisitas produksi=1.
3. Tahap terakhir yaitu ketiga dari MPL=0 atau MPL nrgatif, menunjukan nilai
elastisitas produksi negatif.
publik di bidang irigasi adalah sawah irigasi yang terkonversi besar peluangnya
adalah sawah yang baru direhabilitasi. Demikian pula perluasan perkotaan dan
industri mengkonversi sawah-sawah irigasi di daerah pedesaan (Firman, 2000).
Pentingnya peranan infrastruktur pertanian dalam pembangunan pertanian
Indonesia menegaskan bagaimana pentingnya perbaikan dan pengadaan
infrastruktur tersebut. Pemerintah dapat fokus menciptakan sarana infrastruktur
pertanian dan juga pemberian stimulus petani agar petani lebih mudah dalam
kegiatan usahataninya, dari mulai mendapat benih sampai dengan pemasaran
produk pertaniannya (Pasandaran, 2007). Sektor pertanian menjadi tulang punggung
kemandirian pangan untuk mencapai target swasembada pangan nasional.
b) Huma yaitu seperti kebun tetapi lahan ini biasanya hanya ditanami
tanaman hanya beberapa musim saja jika sudah tidak subur akan
ditinggalkan dan akan ditanami lagi jika kondisi lahan sudah muali
subur lagi.
c) Tegal serupa dengan kebun ataupun huma tetapi lahan ini ditanami
dengan tanaman hoptikultura setiap tahun.
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap produksi padi adalah luas lahan
menurut Fitri (2015). Luas lahan adalah modal utama untuk pengembangan
pertanian. Hal ini dikarenakan lahan adalah salah satu syarat dari
berlangsungnya proses produksi pertanian. Luas lahan sebagai salah satu
faktor dari produksi padi karena lahan adalah tempat dari tumbuh dan
proses produksi terjadi. Besar kecilnya produksi yang dihasilkan oleh petani
tergantung dari besar sempitnya lahan yang ditanami oleh petani.
Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak efisien usaha tani yang
dilakukan. sebaliknya apabila luas lahan semakin besar dan lebih luas maka
produksi padi akan semakin meningkat. Jadi hubungan luas lahan dengan
produksi padi adalah positif.
c. Kelompok Tani
Kelompok tani adalah suatu organisasi non formal yang bertemu dan berkumpul
dengan orang-orang yang mempunyai keserasian,tujuan, dan motif untuk
memajukan usaha tani (wikipedia.org/wiki/Kelompok_Tani, 2018). Kelompok
tani mempunyai fungsi untuk menjalin kerja sama antar anggota usaha tani,dan
meningkatkan produksi. Usaha kelompok tani semua anggota kelompok harus
bekerja sama agar dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dikembangkan
untuk meningkatkan ekonomi baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Kelompok tani mempunyai peranan penting terhadap peningkatan produksi padi
sawah, karena dari kelompok tani petani dapat mendapatkan wawasan yang
sangat luas terkait dengan meningkatkan produksi padi selain itu kelompok tani
juga dapat membantu sarana prasarana teknologi yang dibutuhkan oleh para
petani dalam menunjang produksi padi (Ismi dkk., 2018).Pemerintah melalui
kelompok tani dapat membantu dalam kegiatan usaha tani dan meningkatkan
produksi padi sawah.
d. Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah kurun waktu
tertentu. Alat yang digunakan untuk mengukur banyak sedikitnya curah hujan
yaitu Rain Gauge. Curah hujan sendiri diukur dalam kurun waktu harian,
bulanan, dan tahunan (www.geografi.org, 22 November 2018).
Air merupakan bahan alami yang secara mutlak diperlukan tanaman dalam
jumlah cukup dan pada saat yang tepat. Kelebihan maupun kekurangan air
mudah menimbulakan masalah dan bencana (Mardawilis, 2016). Tanaman yang
mengalami kekeringan seringkali turun kuantitas maupun kualitas produksinya,
dan bila kekeringan berlangsung lama dapat menyebabkan ke gagalan
panen/puso. Curah hujan setiap harinya dapat diprediksi yang diperoleh dari
Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika.
Curah hujan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produksi tanaman
pangan. Peningkatan curah hujan disuatu akan berpotensi menimbulkan banjir
sebaliknya jika penurunan dari kondisi normalnya akan berpotensi terjadinya
kekeringan, kedua hal ini tentu akan berdampak buruk terhadap produksi
tanaman pangan (suciantini, 2015).
Disisi lain, didalam negeri juga dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti: (1)
Dinamika permintaan pangan dan bahan baku industri; (2) Kelangkaan dan degradasi
kualitas sumberdaya alam; dan (3) Manajemen pembangunan yang mencakup: (a)
otonomi, dimana pembangunan dilaksanakan sesuai dengan UU nomor 32 Tahun
2004, tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan (b)
partisipasi masyarakat, dimana pembangunan lebih diarahkan kepada peningkatan
sebesar-besarnya peran serta masyarakat, sementara pemerintah berperan sebagai
regulator, fasilitator, dan dinamisator.
Pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah pendayagunaan secara optimal
sumberdaya pertanian dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan, yaitu: (1)
membangun sumber daya manusia aparatur profesional, petani mandiri dan
kelembagaan pertanian yang kokoh; (2) meningkatkan pemanfaatan sumberdaya
pertanian secara berkelanjutan; (3) memantapkan ketahanan dan keamanan
pangan; (4) meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian; (5)
menumbuh kembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi
perdesaan; dan (6) membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang
berpihak kepada petani (Apriyanto, 2005).
Pembangunan pertanian adalah meningkatkan produksi hasil usahatani. Untuk hasil-
hasil ini perlu ada pasar serta harga yang cukup tinggi untuk menbayar kembali
biaya-biaya tunai dan tenaga yang dipakai petani sewaktu mengerjakan
usahataninya, untuk ini diperlukaan tiga hal, yaitu: (1) adanya tempat menjual hasil
usahatani, (2) adanya penyalur untuk menjual hasil usahatani, dan (3) kepercayaan
petani pada kelancaran sistem penjualan usahatani. (Mosher, 1965).
Posisi pertanian akan semakin strategis jika dilakukan perubahan pola pikir
masyarakat yang awalnya cenderung memandang pertanian hanya sebagai penghasil
(output) komoditas menjadi pola pikir yang melihat multi-fungsi dari pertanian,
seperti agribisnis. Sistem agribisnis mengedepankan sistem budaya, organisasi dan
manajemen yang rasional dan dirancang untuk memperoleh nilai tambah yang dapat
disebar dan dinikmati oleh seluruh pelaku ekonomi secara fair dari petani produsen,
pedagang dan konsumen.
dimensi kegiatan pertanian tanaman hortikultura saja, namun juga pada kegiatan
peternakan.
Menurut Mazeereuw (2005), pertanian didalam kota mempengaruhi aspek ekonomi,
kesehatan, sosial dan lingkungan kota. Dengan demikian akan ada manfaat
meningkatnya kesejahteraan, keadilan, kebersamaan, kenyamanan, kualitas
kehidupan dan kelestarian lingkungan hidup.
Pertanian perkotaan didefinisikan sebagai aktifitas atau kegiatan bidang pertanian
yang dilakukan di dalam kota (intra-urban) dan pinggiran kota (peri-urban) untuk
memproduksi/memelihara, mengolah dan mendistribusikan beragam produk pangan
dan non pangan, dengan memanfaatkan atau menggunakan kembali sumberdaya
manusia, material, produk dan jasa di daerah perkotaan (Smith et al., 1996; dan
FAO, 1999). Lembaga Internasional FAO (2003) memposisikan pertanian perkotaan
sebagai; (1) salah satu sumber pasokan sistem pangan dan opsi ketahanan pangan
rumah tangga perkotaan; (2) salah satu kegiatan produktif untuk memanfaatkan
ruang terbuka dan limbah perkotaan; dan (3) salah satu sumber pendapatan dan
kesempatan kerja penduduk perkotaan. Karena itu, pertanian perkotaan mempunyai
peluang dan prospek yang baik untuk pengembangan usahatani berbasis agribisnis
dan berwawasaan lingkungan.
Menurut CAST (Counsil for Agriculture Scince and Technology) (2003), yang
dimaksud dengan pertanian perkotaan adalah sistem yang kompleks yang meliputi
spektrum kepentingan, dari produksi, pengolahan, pemasaran, distribusi dan
konsumsi. Untuk manfaat lainnya dan jasa yang kurang diakui misalnya untuk
rekreasi dan bersantai, kesehatan individu, kesehatan masyarakat, pemandangan
yang indah serta pemulihan lingkungan.
Kaethler (2006), dalam Growing Space: The Potential for Urban Agriculture in the
City of Vancouver, membagi kegiatan pertanian kota menjadi dua jenis, yaitu: (1)
pertanian kota skala kecil, yakni kegiatan pertanian perkotaan yang memiliki luas
kurang dari 1.000 m2, (2) pertanian perkotaan skala besar yakni kegiatan pertanian
kota yang memiliki luas lebih dari 1.000 m2 atau 10 are.
Fenomena pertanian perkotaan dengan ciri luasan lahan yang terbatas akan tumbuh
di berbagai wilayah di Indonesia. Gejala tersebut ditunjukkan oleh kecepatan rata-
rata pertumbuhan petani gurem di Indonesia 2,6 % per tahun dan di Jawa 2,4% per
tahun (BPS, 2004). Di Wilayah perkotaan atau di perbatasan pemekaran kota,
seperti di Jabotabek, kegiatan usahatani lahan sempit mampu memberikan
kesempatan kerja dan pendapatan bagi kelangsungan kehidupan petani (Siregar
dkk., 2000). Meskipun Negara dalam kondisi krisis, tetapi petani dengan lahan
sempit dan di pinggir perkotaan tersebut tetap berusahatani (umumnya komoditas
sayuran), mampu menjaring konsumen di perkotaan, memiliki pasar yang relatif
kontinyu, serta memperoleh penghasilan kontinyu.
Dalam mengatasi persoalan ketahanan pangan, langkah yang dapat diterapkan oleh
kota adalah dengan mengaplikasikan Food Oriented Development (FOD). Selama ini,
pembangunan kota yang terjadi, pada umumnya belum mempertimbangkan aspek
ketahanan pangan bagi kota itu sendiri. FOD merupakan konsep yang mencoba
mempertimbangkan aspek ketahanan pangan dalam pembangunan kota.
Pertimbangan mengenai ketahanan pangan ini diharapkan dapat mendukung
pembangunan sektoral perkotaan yang berujung pada hasil pembangunan yang
berkelanjutan. Kegiatan pertanian kota termasuk dalam bagian dari FOD, karena
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 40
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar
Gambar 5.7 Kerangka konsep aktivitas urban farming menurut Mougeot (2000) dan
Smit et al ( 2001)
makanan dan non makanan dengan menggunakan sumber daya serta bertujuan
untuk menyediakan dan memenuhi konsumsi masyarakat yang tinggal di suatu kota.
Pertanian perkotaan sebagai suatu konsep yang sering disebut usaha pertanian
perkotaan yaitu sebagai peri urban agriculture adalah aktifitas/kegiatan yang
dilakukan di dalam kota dan pinggiran kota untuk memproduksi/memelihara,
mengolah dan mendistribusikan beragam produk pangan dan non pangan dengan
menggunakan atau menggunakan kembali sumberdaya manusia dan material, produk
serta jasa yang diperoleh dari dalam dan daerah urban.
lahan pertanian dengan cara mencetak lahan pertanian baru dan berbaikan
irigasi.
4. Keterbatasan inovasi teknologi dalam peningkatan produktivitas padi sawah
sehingga dapat mengatasi masalah penurunan produksi karena konversi lahan.
Oleh karena itu penanganan masalah konversi lahan pertanian sebenarnya dapat
ditempuh melalui tiga pendekatan yaitu: (1) mengendalikan pelepasan hak
pemilikan lahan petani kepada nonpetani, (2) mencegah alih fungsi lahan, dan (3)
menanggulangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh konversi lahan.
Menurut Irawan (2005), Konversi lahan pada dasarnya terjadi akibat adanya
persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sector non
pertanian. Sedangkan persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat
adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial, yaitu 1) keterbatasan sumberdaya lahan,
2) pertumbuhan penduduk dan 3) pertumbuhan ekonomi. Luas lahan yang tersedia
relatif terbatas, sehingga pertumbuhan penduduk akan meningkatkan kelangkaan
lahan yang dapat dialokasikan untuk kegiatan pertanian dan non pertanian.
Sementara itu pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan untuk
kegiatan non pertanian pada laju lebih tinggi disbanding permintaan lahan untuk
kegiatan pertanian karena permintaan produk non pertanian lebih elastis terhadap
pendapatan. Meningkatnya kelangkaan lahan akibat pertumbuhan penduduk, yang
dibarengi dengan meningkatkan permintaan lahan yang relatif tinggi untuk kegiatan
non pertanian akibat pertumbuhan ekonomi, pada akhirnya menyebabkan terjadinya
konversi lahan pertanian.
Menurut Sumaryanto dan Suhaeti (1999) dalam Nurmanaf et al (2001), dampak
konversi lahan dari aspek sosial ekonomi adalah kehilangan produksi pertanian dan
nilai tambahnya, berkurangnya pendapatan dari sektor pertanian, hilangnya
kesempatan kerja pertanian dan pendapatan kerja yang dihasilkannya, irigasi yang
dibangun dengan biaya besar tidak difungsikan dengan semestinya, timbulnya
pencemaran dan degradasi lingkungan, dan hancurnya beberapa kelembagaan lokal
yang selama ini menunjang pembangunan pertanian.
simpanan sukarela, di samping modal dari luar. Selain itu, rapat anggota
berfungsi untuk menentukan AD/ART, menunjuk manajer profesional dengan
memberikan hak dan kewajiban sesuai kesepakatan, serta memberikan
kewenangan penuh kepada manajer profesional untuk mengelola koperasi
agribisnis hortikultura.
Manajer profesional sebaiknya memiliki standar pendidikan sarjana,
pengalaman kerja yang cukup, serta mempunyai kemampuan bisnis yang
memadai untuk menggerakkan koperasi agribisnis. Manajer koperasi
menentukan dan mengatur jenis komoditas dan pola pengelolaan usaha
agribisnis yang akan dikembangkan berdasarkan atas dinamika permintaan
pasar. Petani berkewajiban melakukan pengelolaan usahatani sesuai dengan
arahan manajer koperasi dalam hal pengaturan pola tanam, jenis komoditas,
luas areal tanam, serta jadwal tanam dan panen yang semua itu didasarkan atas
kesepakatan yang telah dibuat dengan pihak mitra (prosesor, pedagang, atau
eksportir).
Selain itu, manajer berkewajiban mengembangkan kemitraan usaha yang saling
membutuhkan, memperkuat, dan menguntungkan, serta membentuk dan
mengembangkan divisi atau unit usaha berdasarkan atas potensi, kendala, dan
kebutuhan masyarakat anggotanya. Divisi yang dibangun mencakup divisi
budidaya tanaman atau produksi, divisi pasca panen dan pengolahan hasil, serta
divisi pemasaran dan delivery yang bertanggung jawab menerima pesanan dan
pengiriman.
b. Mengepak/Mengemas
Untuk menghindari adanya kerusakan atau hilang dalam pendistribusian
maka barang harus dikemas dengan baik.
c. Memberi Informasi
Untuk memberi kepuasan yang maksimal kepada konsumen, produsen perlu
memberi informasi secukupnya kepada perwakilan daerah atau kepada
konsumen yang dianggap perlu informasi, informasi yang paling tepat bisa
melalui iklan.
Berikut ini adalah beberapa saluran distribusi yang lazim digunakan dalam
perusahaan yaitu sebagai berikut:
1. Produsen – Konsumen
Disebut saluran langsung atau saluran nol tingkat (zero level channel) yaitu dari
produsen langsung ke konsumen tanpa melibatkan pedagang perantara. Hal ini
bisa dilakukan dengan cara penjualan pribadi (door to door) melalui pos dari
toko milik produsen sendiri.
2. Produsen-Pengecer-Konsumen
Disebut saluran satu tingkat (one level channel) adalah saluran yang sudah
menggunakan perantara. Dalam pasar konsumsi, perantara ini adalah pengecer.
Perantara pengecer disini adalah membeli dalam jumlah besar dari produsen
kemudian dijual eceran kepada konsumen.
3. Produsen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen
Sering disebut saluran dua tingkat (two level channel) yaitu mencakup dua
perantara. Dalam hal ini perantara tersebut adalah pedagang besar dan
pengecer. Produsen hanya melayani pembelian dalam jumlah yang besar yaitu
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 51
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar
oleh pedagang besar, kemudian pedagang besar menjual lagi ke pengecer, baru
kemudian ke konsumen. Saluran ini sering juga disebut saluran tradisional.
4. Produsen-Agen-Pengecer-konsumen
Tipe saluran ini hampir sama dengan tipe saluran yang ketiga, dimana
melibatkan dua perantara. Hanya saja disini bukan pedagang besar tetapi agen.
Agen disini bertindak sebagai pedagang besar yang dipilih oleh produsen.
Sasaran penjualan agen disini terutama ditujukan kepada pengecer besar.
5. Produsen-Agen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen
Disini terdapat tiga perantara (three level channel) atau disebut saluran tiga
tingkat. Dari agen yang dipilih perusahaan masih melalui pedagang besar
terlebih dahulu sebelum ke pengecer.
b. Besar dan berat barang, apabila ongkos angkut terlalu besar disbanding
nilai barangnya merupakan beban yang berat bagi perusahaan, maka
sebagian besar beban tersebut dialihkan kepada perantara.
c. Mudah rusaknya barang, apabila produk yang dijual mudah rusak maka
perusahaan tidak perlu menggunakan perantara dalam saluran
distribusinya.
d. Sifat teknis, produsen atau penyediaan harus mempunyai penjual yang
dapat menerangkan masalah teknis penggunaan dan pemeliharaan serta
memberi service baik sebelum maupun sesudah penjualan.
e. Barang standar dan pesanan, jika barang yang dijual merupakan barang
standar maka perlu diadakan persediaan pada penyalur. Sebaliknya, jika
barang yang dijual berdasarkan pesanan maka penyalut tidak perlu
mengadakan persediaan.
3. Pertimbangan Situasi dan Kondisi
Pasar sasaran dengan geografis tertentu juga memerlukan pertimbangan
perantara saluran distribusi yang sesuai. Apabila produk diniatkan dengan pasar
sasaran dengan daerah geografis tertentu maka perantara distribusi yang dipilih
adalah perantara distribusi yang meliputi daerah geografis tersebut.
4. Pertimbangan Perantara
Dari segi perantara beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai
berikut:
a. Pelayanan yang diberikan perantara, jika perantara memberikan pelayanan
yang baik maka produsen akan bersedia menggunakannya sebagai penyalur.
b. Kegunaan perantara, perantara digunakan sebagai penyalur apabila dapat
membawa produk dalam persaingan dan bersedia menjualkan lebih banyak
macam produk perusahaan.
c. Distribusi Ekslusif
Hanya satu atau beberapa toko yang menggunakan distribusi ini. Distribusi
ini sangat berbeda dengan distribusi yang lainnya. Sebagai contoh,
beberapa barang mewah didistribusikan secara khusus pada beberapa toko
yang melayani konsumen kalangan atau kelas atas.
metode dan pendekatan guna meningkatkan integritas dan efisiensi antara pemasok,
manufaktur, gudang dan toko sehingga barang dagangan dapat diproduksi dan
didistribusikan dengan akurat baik dari sisi jumlah, lokasi maupun waktunya. Dalam
definisi operasional, pengertian rantai pasok terdapat tiga aspek yang perlu
diperhatikan yaitu berikut ini:
1. Manajemen Rantai Pasok adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk
mencapai pengintegrasian yang efisien dari supplier, manufacturer,
distributor, retailer, dan customer.
2. Manajemen Rantai Pasok mempunyai dampak terhadap pengendalian biaya.
3. Manajemen Rantai Pasok mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
kualitas pelayanan perusahaan kepada pelanggan.
Untuk mengelola aliran barang dan jasa dalam rantai pasok, pertama-tama yang
harus diketahui adalah gambaran sesungguhnya dan lengkap mengenai seluruh mata
rantai yang ada, mulai dari yang pertama sampai yang terakhir. Misalnya, rantai
pasok dari pabrik kertas adalah dimulai dari hutan kayu sebagai penghasil bahan
baku, bahan penolong, peralatan, dan pemasok lain yang terlibat. Di samping itu,
perlu juga diketahui berbagai sifat pergerakan rantai pasok untuk berbagai
persediaan.
Maksud dari persediaan adalah beberapa jenis barang yang disimpan di gudang yang
mempunyai sifat pergerakan yang agak berbeda satu sama lain sehingga panjang-
pendeknya rantai pasok juga berbeda tergantung dari metode pemenuhan bahan
baku maupun metode inventory yang dipilih oleh pelaku bisnisnya.
Terdapat beberapa jenis persediaan, yaitu sebagai berikut:
1. Bahan baku (raw materials).
2. Barang setengah jadi (work in process product).
3. Barang komoditas (commodity).
4. Barang proyek.
Keberhasilan manajemen rantai pasok memerlukan:
1. Dukungan sumber daya manusia, kepemimpinan dan komitmen untuk
berubah;
2. Memahami sejauh mana perubahan yang diperlukan;
3. Menyetujui visi dan proses inti manajemen rantai pasok;
4. Komitmen pada perlunya sumber daya dan kekuasaan atau wewenang untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
demi terwujudnya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya daerah yang
terbatas.
B. Manfaat
RDTR kabupaten/kota berikut Peraturan Zonasi bermanfaat sebagai :
1. Penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi maupun
lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu;
2. Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan
pembangunan fisik kabupaten/kota baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat;
3. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian-bagian wilayah
sesuai dengan fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara
keseluruhan;
4. Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun
program pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada
tingkat BWP atau Sub BWP.
Terkait dengan keberadaan UU Penataan Ruang yang terbaru yaitu UU No. 26 Tahun
2007, dalam proses penyusunan rencana tata ruang termasuk didalamnya
penyusunan RDTR perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Sinkronisasi rencana tata ruang, dimana dalam hal ini semua dokumen rencana
yang disusun harus terintegrasi satu sama. Selain itu, sinkronisasi juga dilakukan
terhadap kegiatan penataan ruang lainnya meliputi sikronisasi dengan
pengaturan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang.
2. Pemanfaatan media tayang dalam penataan ruang, dimana diarahkan sebagai
suatu upaya sosialisasi terhadap dokumen penataan ruang yang sudah ada.
Dengan media tayang yang menarik dan informatif diharapkan ada suatu
pemahaman yang lebih baik terkait dengan perencanaan tata ruang yang
dilakukan tersebut.
3. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang, dimana diarahkan sebagai suatu
bentuk perwujudan tertib tata ruang. Arah pengendalian pemanfaatan ruang
tersebut menjadi penting terkait dengan banyaknya penyimpangan terhadap
dokumen perencanaan yang telah disusun. Arahan pengendalian tersebut dapat
berupa pengaturan zonasi, aturan insentif dan disinsentif, aturan sanksi, dan
aturan perizinan.
B. Zoning Map
berisi pembagian blok peruntukkan (zona)
Menggambarkan peta guna tata guna lahan dan
lokasi tiap fungsi lahan dan kawasan
Dokumen yang dirujuk dalam pengaturan adalah peta zoning yang berisi batasan dan
label zona serta peraturan zoning, peraturan daerah yang berisi ketentuan-
ketentuan zoning untuk tiap zona. Varian/ fleksibilitas zoning antara lain:
1. Incentive/bonus zoning; Izin peningkatan intensitas dan kepadatan pembangunan
(tinggi bangunan, luas lantai) yang diberikan kepada pengembang dengan
imbalan penyediaan fasilitas publik (arcade, plaza, pengatapan ruang pejalan,
peninggian jalur pejalan atau bawah tanah untuk memisahkan pejalan dan lalu-
lintas kendaraan, ruang bongkar-muat off-street untuk mengurangi kemacetan
dll) sesuai dengan ketentuan yang berlalu. Kelemahan bonus zoning ini adalah
menyebabkan bengunan berdiri sendiri di tengah plaza, memutuskan shopping
frontage.
2. Minor variance; Izin untuk bebas dari aturan standar sebagai upaya untuk
menghilangkan kesulitan yang tidak perlu akibat kondisi fisik lahan (luas, bentuk
persil).
3. Special zoning; Ketentuan ini dibuat dengan spesifik sesuai dengan karakteristik
setempat (universitas, pendidikan) untuk mengurangi konflik antara area ini dan
masyarakat sekelilingnya dengan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan area
tersebut. Umumnya untuk menjaga kualitas lingkungan (ketenangan, kelancaran
lalu-lintas dan sebagainya).
4. TDR (Transfer of development right); Ketentuan ini diterapkan untuk menjaga
karakter kawasan setempat. Kompensasi diberikan pada pemilik yang kehilangan
hak membangun atau pemilik dapat mentranfer hak membangunnya (bisasanya
lantai bangunan) kepada pihak lain dalam satu distrik/kawasan.
5. Negotiated Development; Pembangunan yang dilakukan berdasarkan negosiasi
antarstakeholder.
6. Design and historic preservation; Ketentuan-ketentuan pemanfaatan ruang dan
elemen lainnya (keindahan, tata informasi dll) untuk memelihara visual dan
karakter kultur dari masyarakat setempat.
7. Flood plain zoning; Ketentuan pemanfaatan ruang pada kawasan rawan banjir
untuk mencegah dampak kerugian
8. Conditional uses; seringkal disebut sebagai pemanfaatan khusus merupakan izin
pemanfaatan ruang yang diberikan pada suatu zona jika kriteria atau kondisi
khusus zona tersebut memungkinkan atau sesuai dengan pemanfaatan ruang
yang diinginkan.
9. Non-conforming uses; Penggunaan bangunan atau struktur yang telah ada pada
waktu rencana disahkan/berlaku dapat diteruskan meskipun tidak sesuai.
Ketentuan ini bertujuan untuk mengurangi keefektifan peraturan zoning;
mencegah rusaknya nilai property; mendorong terjadinya penurunan kualitas
lingkungan. Dalam ketentuan ini dilarang mengubah penggunaan ke non-
conforming use lainnya; mengubah atau memperluas bangunan/struktur, kecuali
diperintahkan pemerintah; menelantarkan/tidak digunakan dalam jangka waktu
lama.
10. Spot zoning; Ketentuan zoning pada bagian wilayah/kawasan yang lebih sempit.
Adapun yang tercakup di dalam aspek kelembagaan zoning adalah sebagai berikut:
1. DPRD (governing body); Mengesahkan perda zoning; mempunyai kewenangan
tertinggi dalam perubahan peraturan atau peta zoning.
2. DTK (planning commission); merekomendasikan batas zona; menelaah dan
membuat rekomendasi untuk semua perubahan terhadap peraturan atau peta
zoning.
3. Board of Appeal/Adjustment; zoning board; mempertimbangkan permohonan
variansi; mempertimbangkan permohonan pengecualian khusus/izin khusus;
mempertimbangkan (mendengar dan memutuskan) keberatan; menafsirkan
ketidakjelasan aturan atau batas zona.
4. Staff; mengadministrasikan peraturan zoning; menegakkan peraturan zoning;
menyediakan telaah proyek atau informasi lainnya untuk DPRD, DTK dan Board
of Appeals/Adjusment.
Keterlibatan pasif masyarakat dalam proses perencanaan yang dalam hal ini berupa
public input yang belum efektif serta tidak menciptakan komunikasi dua arah yang
lebih interaktif. Dilihat dari proses penataan ruang, bentuk keterlibatan masyarakat
tidak dilakukan secara komprehensif. Dengan demikian pengajuan keberatan
terhadap rancangan rencana berlangsung tidak efektif karena dilakukan bukan pada
tahap awal tetapi pada saat keputusan untuk merencanakan ditetapkan.
Demokratisasi dalam penataan ruang dalam bentuk pemberdayaan masyarakat
untuk menentukan sendiri tingkat keterlibatannya diperlukan agar perencana dapat
lebih luwes untuk menyiapkan pendekatan perencanaan dan teknik metodologi yang
paling tepat untuk digunakan untuk masing masing kasus, serta teknik peranserta
yang akan dipilih.
Oleh karenanya, siapa yang harus terlibat secara lebih aktif dalam tahap
selanjutnya, serta siapa yang harus ikut dalam kerja sama dalam penelitian dan
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 71
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar
C. Bahaya Kebakaran
Definisi kebakaran menurut Suprapto (2008) adalah adanya api yang tidak
dikehendaki. Peristiwa kebakaran terjadi diawali dengan pembakaran
kemudian api tersebut sudah tidak dapat terkendali dan mengancam
keselamatan jiwa dan harta benda (Suprapto dalam Sagala dkk, 2013:8).
D. Bahaya Banjir
Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya
air yang melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan
menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009).
Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air
dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir adalah
ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan,
baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi (IDEP, 2007).
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 74
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar
Oleh karena itu pandangan semacam ini disebut dengan paradigma Relief atau
Bantuan Darurat yang berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan darurat berupa:
pangan, penampungan darurat, kesehatan dan pengatasan krisis. Tujuan
penanggulangan bencana berdasarkan pandangan ini adalah menekan tingkat
kerugian, kerusakan dan cepat memulihkan keadaan.
Dalam paradigma sekarang, pengurangan risiko bencana merupakan rencana
terpadu yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah serta meliputi aspek sosial,
ekonomi dan lingkungan. Dalam implementasinya kegiatan pengurangan risiko
bencana nasional akan disesuaikan dengan rencana pengurangan risiko bencana
pada tingkat regional dan internasional. Dimana masyarakat merupakan subyek,
obyek sekaligus sasaran utama upaya pengurangan risiko bencana dan berupaya
mengadopsi dan memperhatikan kearifan lokal (local wisdom) dan pengetahuan
tradisional (traditional knowledge) yang ada dan berkembang dalam masyarakat.
Sebagai subyek masyarakat diharapkan dapat aktif mengakses saluran informasi
formal, sehingga upaya pengurangan risiko bencana secara langsung dapat
melibatkan masyarakat. Pemerintah bertugas mempersiapkan sarana, prasarana dan
sumberdaya yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana.
Bencana alam tidak dapat dihilangkan karena ukuran dan kekuatannya sangat besar.
Tsunami, banjir, gempa bumi, letusan gunung api dan gerakan tanah/longsor tidak
dapat dihentikan oleh manusia. Manusia hanya dapat menghindar atau mengurangi
dampak yang ditimbulkan dengan cara mengadakan persiapan dini. Penderitaan
akibat bencana harus ditekan serendah mungkin, bahkan jika dapat dihapuskan
dengan mengerahkan segala kemampuan. Inilah yang disebut mitigasi bencana.
Mitigasi bencana dapat dilakukan secara struktural maupun secara non struktural.
Secara struktural maksudnya dengan melakukan upaya teknis, baik secara alami
maupun buatan, yang dapat mencegah atau memperkecil kemungkinan timbulnya
bencana dan dampaknya. Sedangkan mitigasi secara non struktural adalah upaya
non teknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia
agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural maupun upaya lainnya.
Geografi adalah sebuah sistem yang dapat membantu memberikan gambaran yang lebih
jelas tentang informasi dari sebuah tempat. Hasil akhir SIG dapat juga disebut Smart
Maps. Hal ini dikarenakan hasil hasil akhir SIG memang merupakan sebuah peta yang
dilengkapi dengan data yang dibutuhkan oleh si pembuatnya. Smart Map inilah yang
nantinya dapat membantu user, baik dalam menganalisis ataupun mengambil keputusan
terhadap suatu daerah.
Sistem Informasi Geografis (SIG) muncul pada tahun 1967. Pertama kali SIG
dipergunakan oleh Departemen Energi, Pertambangan dan sumber daya Ottawa,
Ontario, Kanada. SIG yang pertama dikembangkan oleh Roger Tomlinson yang diberi
nama CGIS (Canadian GIS). SIG ini digunakan untuk menyimpan, menganalisis dan
mengolah data yang dikumpulkan untuk CLI (Canadian Land Inventory = Inventarisasi
Tanah Canada). Tujuannya untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan
Canada). Sedangkan Roger Tomlinson sendiri akhirnya mendapat julukan sebagai Bapak
SIG.
Dari definisi ini, GIS jelas mempunyai karakteristik sebagai perangkat pengelola basis
data (Database Management System (DBMS), sebagai perangkat analisa keruangan
(spatial analysis) dan juga sekaligus proses komunikasi untuk pengambilan keputusan.
Keunikan GIS jika dibanding dengan sistem pengelola basis data yang lain adalah
kemampuan untuk menyajikan informasi spatial maupun non-spatial secara bersama.
Sebagai contoh data GIS penggunaan lahan dapat disajikan dalam bentuk luasan yang
masing-masing mempunyai atribut penjelasan baik itu tabuler, text, angka, maupun
image file. Informasi yang berlainan tema disajikan dalam lapisan (layer) informasi yang
berlainan.
Tiga tugas utama yang diharapkan dari sistem informasi geografis adalah:
1). Penyimpanan, menajemen, dan integrasi data spasial dalam jumlah besar
2). Kemampuan dalam analisis yang berhubungan secara spesifik dengan komponen
data geografis.
3). Mengorganisasikan dan mengatur data dalam jumlah besar, sehingga informasi
tersebut dapat digunakan semua pemakainya.
Lebih sederhana lagi GIS mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai database system
dan sebagai alat analisis dan modeling yang berkaitan dengan informasi geografis.
D. Komponen G.I.S
GIS merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-
sistem komputer yang lainnya di tingkat fungsional dan jaringan. Secara umum GIS
terdiri dari beberapa komponen yaitu :
1 Perangkat Keras Pada saat ini tersedia berbagai platform perangkat keras, mulai
dari PC desktop, Workstation, hingga multiuser host yang dapat
digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan
komputer yang luas, berkemampuan tinggi, memilki ruang
penyimpan (hardisk yang besar dan mempunyai kapasitas
memori (RAM) yang besar. Adapun perangkat keras yang sering
digunakan untuk GIS adalah komputer (PC), mouse, digitizer,
printer, plotter dan scanner.
2 Perangkat lunak Bila dibandang dari sisi lain, GIS juga merupakan sistem
perangkat lunak yang tersusun secara modular, dimana
basisdata memgang peranan penting. Setiap subsistem
diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang
terdiri dari beberapa modul, hingga tidak mengherankan kika
ada perangkat GIS yang terdiri dari ratusan modul program
(*.exe) yang masing-masing dapat dieksekusi sendiri.
3 Data dan Informasi GIS dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi
Geografi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengancara me-
ngimport–nya dari perangkat-perangkat lunak GIS yang lain
meupun secara langsung dengan cara mendijitasi data
spasisialnya dari peta dan memasukan data atributnya dari
tabel-tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard.
4 Management Suatu proyek GIS akan berhasil jika di manage dengan baik dan
dikerjakan oleh orang-orang memiliki keahlian yang tepat pada
semua tingkat
Lebih spesifik lagi kegunaan GIS berkaitan dengan pengelolaan kota (urban
management) adalah; sebagai DSS (Division Support System), yaitu sebagai alat
pengambilan keputusan bagi aparat pengelola dan pembangunan kota seperti
Bupati/Walikota, Bappeda dan Dinas-dinas Sektoral.
Selain keuntungan seperti diuraikan di atas, kegunaan GIS menjadi kurang bermanfaat,
jika kita kurang memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Gagal merumuskan persoalan dengan benar;
2) Kurang mempertimbangkan kemampuan operasionalnya;
3) Hanya untuk coba-coba;
4) Gagal merumuskan tujuan;
5) Tidak memperhitungkan pengembangan jangka panjang
6) Kurang mendapat dukungan pengelolaaan
7) Kurang melibatkan pemakai
8) Gagal merinci kebutuhan
9) Kurangnya latihan bagi pemakai dan kurang laporan mengenai keberhasilan GIS
kepada atasan
Lingkungan
Meliputi pemantauan pencemaran sungai, danau, laut; evaluasi pengendapan
lumpur/sedimen baik disekitar danau, sungai/pantai; permodelan pencemaran
udara, limbah berbahaya dan sebagainya.
Pertanahan
Berguna untuk menginventarisasi masalah tanah dan mengelola sistem informasi
pertanahan.
Prasarana
Membantu untuk menginventarisasi dan manajemen informasi jaringanpipa air
minum, sistem informasi pelanggan perusahaan air minum perencanaan
pemeliharaaan dan perluasan jaringan pipa air minum, listrik dan telepon.
Ekonomi Bisnis dan Marketing
Penentuan lokasi-lokasi bisnis yang mempunyai prospek tinggi, seperti bank, pasar
swalayan/supermarket, kantor cabang, show room
Perpajakan
Aplikasi dibidang perpajakan, misalnya dalam menentukan NJOP dengan teknologi
GIS dapat dengan mudah dianalisa dan dikaji berdasarkan informasi fisik yang
tersedia di dalam basis data spasial (menyangkut lokasi, aksesibilitas, dsb), serta
berdasarkan perbandingan dengan informasi atribut tentang nilai jual tanah dari
tanah serupa di lokasi lain.
Perencanaan Prasarana Perkotaan
Untuk merencanakan investasi di bidang prasarana perkotaan, GIS dapat digunakan
untuk menghitung kelayakan investasi berdasarkan perhitungan jumlah konsumen
serta data fisik lainnya.