Anda di halaman 1dari 83

USULAN TEKNIS

Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian


Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

05
APRESIASI DAN
INOVASI

USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

5.1 KONSEP PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN


5.1.1 Konsep & Urgensi “Rural – Urban Economic Linkages”
Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu upaya kreasi pencerahan yang
dilaksanakan secara terencana dan sistematis serta dilakukan oleh segenap aktor
dalam suatu negara untuk mencapai suatu kehidupan masyarakat yang dipandang
lebih baik. Cara pandang seperti ini menempatkan pembangunan sebagai instrumen
antara untuk mewujudkan sasaran yang lebih tinggi, yaitu perwujudan potensi-
potensi inheren manusia menuju pencapaian eksistensi dalam arti yang
seluasluasnya.
Menurut Amartya (1999), pembangunan itu pada hakekatnya merupakan suatu
proses peningkatan kebebasan manusia dalam berbagai bentuk yang bukan saja
penting secara sendiri-sendiri, tetapi juga saling mendukung.
Pembangunan berorientasi pertumbuhan (growth) yang selama ini diterapkan
negara-negara berkembang termasuk negara Indonesia telah membawa sejumlah
perubahan yang cukup signifikan. Disamping berbagai prestasi yang berhasil diraih,
tercatat pula sejumlah potret kelam yang turut memperburuk citra pembangunan
dengan orientasi di atas. Semakin panjangnya barisan kemiskinan, meningkatnya
pengangguran, beban hutang luar negeri yang semakin menggila, dan berbagai
ketimpangan merupakan hasil akhir yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan
itu sendiri. Manfaat pembangunan lebih dirasakan oleh kelompok masyarakat lapisan
atas, sehingga jurang kesenjangan sosial dan ekonomi semakin menganga pula.
Orientasi pertumbuhan hanya mendorong perkembangan usaha dan industri skala
besar, sehingga terjadi kesenjangan yang semakin lebar antara usaha skala kecil dan
mikro (UKM) dan usaha menengah-besar (UMB).

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5-1
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Tidak ketinggalan pendekatan sektoral yang diharapkan dapat membentuk


keterkaitan ternyata telah menumbuhkan ego sektoral yang juga menyebabkan
ketimpangan sektoral.
Desa dan kota mempunyai peran yang sama-sama penting dalam pengembangan
ekonomi suatu wilayah. Jika peran desa dan kota tersebut dapat berjalan dengan
baik, hubungan keterkaitan (ekonomi) antara desa dan kota dapat tercapai.
Pentingnya keterkaitan desa-kota ini dalam jaringan wilayah untuk menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dikemukakan oleh Mike Douglass (1998)
melalui konsep Agropolitan. Konsep ini menekankan bahwa pengembangan desa
dapat tercapai dengan baik apabila desa tersebut dikaitkan dengan pengembangan
kota dalam wilayah tersebut. Fungsi kota lebih dititik beratkan sebagai pusat
kegiatan non pertanian dan pusat administrasi, bukan sebagai pusat pertumbuhan,
sementara itu kecamatan (district) justru yang memiliki fungsi sebagai unit
pengembangan.
Keterkaitan antara desa-kota juga harus dipahami dalam kerangka berpikir ekonomi
politik sebagai suatu hubungan vis a vis: budaya asli versus budaya kolonial, budaya
maju (kota) versus budaya terbelakang (desa), dan sebagainya. Struktur tersebut
mengalami perubahan akibat tuntutan diversifikasi, spesialisasi, serta difusi inovasi
yang melanda hampir semua wilayah.
Klasifikasi antara wilayah desa dan kota sangat penting dilakukan untuk menentukan
jenis intervensi apa yang akan diberikan. Kedua wilayah tersebut memiliki
interdependensi yang tinggi dalam rantai keterkaitan permintaan dan penawaran. Di
samping pertimbangan ekonomi seperti sudah diuraikan di atas, keterkaitan antara
kedua wilayah tersebut juga penting untuk mengatasi masalah urbanisasi yang
memiliki implikasi politik. Karenanya, keterkaitan desa kota tidak sekedar
membawa implikasi ekonomi tetapi juga dampak politik.
Untuk mempermudah pemetaan keterkaitan desa-kota yang sangat kompleks itu,
terdapat beberapa jenis keterkaitan sebagai basis analisis kuantitatif dan kualitatif.
Keterkaitan fisik seperti jaringan jalan, irigasi, atau jaringan transportasi dan
komunikasi lainnya berkaitan dengan hubungan ekonomi (konsumsi dan pelayanan).
Dengan demikian, klasifikasi tipe keterkaitan di atas didasarkan pada pendekatan
“Urban Functions in Rural Development” (UFRD). Keterkaitan tersebut terkadang
bersifat satu arah seperti keterkaitan ekonomi atau fisik, tetapi bisa juga bersifat
kausal seperti keterkaitan transportasi dengan jasa transportasi, produksi, dan
fasilitas penyampaian jasa. Tipe keterkaitan juga berkaitan dengan tingkat
kemajuan suatu masyarakat. Pada saat daerah yang relatif terbelakang masih
mengandalkan keterkaitan konsumsi dan jasa tradisional, wilayah yang sudah maju
lebih terfokus pada keterkaitan produksi dengan keterkaitan ke depan (forward
lingkage) dan ke belakang (backward lingkage) yang kompleks.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5-2
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Tabel 5.1 Keterkaitan Utama Desa-Kota & Fasilitas Terkait di Pusat Kota
Fasilitas khusus untuk pertanian,
No Tipe Keterkaitan Elemen Fasilitas Umum Kota
manufaktur dan pengolahan pertanian
1 Keterkaitan Fisik  Jalan  Keterkaitan intra dan inter sistem  Akses desa terhadap jalan menuju dan dari
 Angkutan kereta api  Stasiun kereta, terminal bis, pelabuhan, Kota
 Penerbangan bandara  Akses menuju keterkaitan transportasi utama
 Irigasi (udara, laut, darat)
 Ekologis
 interdependensi
2 Keterkaitan ekonomi  Pola pasar  Pasar barang konsumsi dan pertanian, toko  Pasar produksi pertanian
 Aliran bahan mentah dan barang retail  Koperasi pertanian
antara  Fasilitas penyediaan input (kulakan,  Agen penjualan, agen eksport-impor
 Keterkaitan produksi Pola penyimpanan)  Fasilitas penyediaan input pertanian
konsumsi dan belanja  Fasilitas pembelian dan perawatan peralatan
 Aliran modal dan pendapatan  Pertanian
 Aliran komoditas sektoral dan  Outlet kredit untuk usaha pertanian dan
 Interregional usaha kecil lainnya
 Keterkaitan silang
3 Keterkaitan Mobilitas  Pola migrasi  Fasilitas transportasi penumpang -
Penduduk  Perjalanan ke tempat kerja
4 Keterkaitan teknologi  Interdependensi Teknologi  Tempat perawatan dan perbaikan -
 Sistem irigasi
 Sistem Telkom
5 Keterkaitan Interaksi  Pola kunjungan  Fasilitas komunitas  Tidak ada fasilitas kecuali untuk memenuhi
Sosial  Pola Kekera-batan  Gereja, mesjid, dsb permintaan desa yang meningkat
 Ritus, ritual, aktivitas agama  Fasilitas olahraga
 Interaksi kelompok Sosial  Bioskop
 Restoran, klub
6 Keterkaitan Penyediaan  Aliran dan jaringan energi  Fasilitas suplai energi (listrik, depot BBM)  Suplai energi dan fasilitas khusus untuk
Pelayanan  Jaringan kredit dan finansial  Fasilitas keuangan, pengolahan dan manufaktur pertanian
 Keterkaitan pendidikan, pelatihan  investasi dan perbankan  Fasilitas sekolah khusus dan pelatihan
dan ekstensi  Sekolah pertanian.
 Sistem pelayanan kesehatan  Rumah sakit, klinik
 Pola pelayanan profesional,  Fasilitas telkom dan pos
komersial, dan teknis.  Media massa
 Fasilitas Akomodasi
7 Keterkaitan Politik,  Keterkaitan struktural  Otoritas dan agen-agen subnasional  Kantor cabang kementerian pertanian,

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL


DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH DAN RUANG 5-3
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Fasilitas khusus untuk pertanian,


No Tipe Keterkaitan Elemen Fasilitas Umum Kota
manufaktur dan pengolahan pertanian
Administratif, dan  Aliran anggaran pemerintah (administrasi, pemeliharaan, perencanaan, Kehutanan, Kesehatan, Perindustrian.
Organisasional  Interdependensi organisasi  implementasi)
 Pola otoritaspersetujuan- supervisi  Kamar Dagang
 Pola transaksi antar jurisdiksi  Serikat Buruh
 Rantai keputusan politik informal  Peradilan
 Polisi

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL


DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH DAN RUANG 5-4
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Di sisi lain, keterkaitan finansial akan melanda semua wilayah bersamaan


meningkatnya proses desentralisasi (otonomi). Keterkaitan desa-kota perlu dipahami
dalam suatu rentang wilayah yang relatif tanpa batas. Karenanya, para analis
pembangunan tidak perlu lagi membuat dikotomi antara pembangunan desa dan
pembangunan kota. Demikian halnya dengan pemahaman yang komprehensif
tentang dimensi ekonomis dan finansial, spasial dan sosial, serta dimensidimensi
relevan lainnya dalam pembangunan regional. Semuanya harus diperhatikan dan
diperlakukan sebagai satu kesatuan. Kecenderungan lama akan pengkotak-kotakan
analisis perlu segera ditinggalkan.
Dengan memperhatikan kompleksitas tersebut, maka upaya pembangunan desa-kota
harus mengandalkan pada kekuatan sendiri. Metode analisis serta perencanaan dan
implementasi yang digunakan haruslah cukup sederhana agar bisa dikelola secara
mandiri. Beberapa metode yang berhubungan dengan keterkaitan antara lain dapat
dilihat pada Tabel 5.2 berikut (Bendavid-Val, 1983; 1991 : 29-43).

Tabel 5.2 Metode dan Teknik Analisis Keterkaitan


No Metode dan Teknik Keterangan
1 Analisis Sumberdaya Regional,  Metode analisis geografis dan ekonomi standar bagi
meliputi: pembangunan regional pada skala mikro regional sering
 Analisis ekonomi campuran dan mengalamai hambatan statistik.
saham  Metode berbasis foto satelit / GIS sangat penting untuk
 Bagi hasil lokasi melengkapi metode statistik.
 Indeks pembangunan regional
 Analisis kemampuan tanah
2 Analisis Sistem Pemukiman:  Analisis sistem pemukiman dan interaksi spasial adalah
 Sejarah, perubahan demografis teknik analisis utama yang digunakan dalam pendekatan
(menunjukkan perubahan atas UFRD – seleksi pragmatis atas metode analisis ekonomi
pentingnya kota) dan geografi.
 Analisis fungsional atas pemukiman  Variasi dalam teknik Skalogram atau Indeks Sentralitas
dengan menggunakan teknik seperti dapat diterima sebagai metode penemuan, tetapi tidak
Skalogram dan Indeks Sentralitas. cocok untuk perencanaan dan pengambilan keputusan.
3 Analisis Keterkaitan dan Interaksi  Terdapaat berbagai kemungkinan, tergantung pada data
Spasial: sekunder dan tenaga kerja yang tersedia untuk melakukan
 Studi tentang Pusat Pasar verifikasi data dan survei tambahan (mis: survei sosial dan
 Aliran dan Keterkaitan Transportasi studi transportasi); studi Pusat pasar sangat menuntut
 Studi tentang Interaksi Sosial (migrasi informasi yang baik.
permanen dan temporer)  Studi aksesibilitas sangat penting untuk mengembangkan
 Jaringan politik dan organisasi informasi tentang permintaan akan fungsi ‘wilayah pusat’.
 Aksesibilitas pelayanan sosial dan  Analisis sektoral atas sisi permintaan termasuk teknis2
ekonomi. yang menggunakan teknik lokasi alokasi jauh lebih baik
bagi perencanaan dari pada metode indeks sentralitas
gabungan.
4 Kerangka kerja institusional untuk  Termasuk kategori tersendiri untuk memperlihatkan
mengimplementasikan program pentingnya kerangka kerja kelembagaan (termasuk
pembangunan desa kota: ‘governance’) sebagai basis untuk mengimplementasikan
 Kapasitas administrasi kebijakan kota kecil yang ‘baru’.
 Jaringan politik dan organisasi yang  Jaringan informal juga disebut karena merupakan bagian
bersifat informal integral dari situasi masa kini dan kondisi institusional-
 Kebijakan dan prospek desentralisasi politik bagi keberhasilan program pembangunan di masa
datang berdasarkan keterkaitan desa-kota.

Strategi Keterkaitan Desa-Kota:

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5-5
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Salah satu tujuan pembangunan perdesaan adalah mempercepat kemajuan kegiatan


ekonomi dan industrialisasi perdesaan, dalam rangka meningkatkan pendapatan
masyarakat perdesaan, penyediaan bahan pangan dan bahan lain untuk kebutuhan
konsumsi dan produksi melalui: Keterkaitan wilayah perdesaan dan perkotaan,
penguatan pengelolaan ekonomi lokal, serta peningkatan kapasita lembaga dan
organisasi ekonomi masyarakat perdesaan. Sementara itu pembangunan perkotaan
berorientasi kepada peningkatan kualitas pelayanan kepada daerah sekitarnya,
perdesaan dan kaitan dengan sistem ekonomi nasional dan global yang menjamin
kelangsungan hidup ekonomi lokal dan kesempurnaan fungsi ekonomi nasional dalam
mensejahterakan masyarakat umum.
Didasarkan pada tujuan tersebut, dalam strategi pembangunan perdesaan harus
memprioritaskan komponen-komponen pembangunan yang meliputi: (1) prasarana
dan sarana sistem agribisnis; (2) pengembangan industri kecil dan rumah tangga; (3)
penguatan lembaga dan organisasi ekonomi masyarakat; (4) pengembangan jaringan
produksi dan pemasaran; (5) penguasaan teknologi tepat guna; (6) pengelolaan
pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Disamping keenam komponen dalam program prioritas tersebut, secara khusus
pembangunan perdesaan harus juga menekankan pada upaya peningkatan kehidupan
sosial ekonomi kelompok masyarakat dan keluarga miskin secara terpadu dalam
rangka pemberdayaan masyarakat miskin.

Gambar 5.1 Strategi Pembangunan Perdesaan dalam Keterkaitan Desa-Kota (KDK)

5.1.2 Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan


Secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan pendekatan pencapaian
terhadap keberlanjutan ataupun kesinambungan berbagai aspek kehidupan yang

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5-6
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

mencakup; keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial budaya, politik, serta


keberlanjutan pertahanan dan keamanan.
1. Keberlanjutan Ekologis
Keberlanjutan ekologis adalah prasyarat untuk pembangunan dan keberlanjutan
kehidupan. Keberlanjutan ekologis akan menjamin keberlanjutan ekosistem
bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis harus diupayakan hal-hal sebagai
berikut:
a. Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan
dibumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan
pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan.
b. Tiga aspek yang harus diperhatikan untuk memelihara integritas tatanan
lingkungan yaitu; daya dukung, daya asimilatif dan keberlanjutan
pemanfaatan sumberdaya terpulihkan. ketiga untuk melaksanakan kegiatan
yang tidak mengganggu integritas tatanan lingkungan yaitu hindarkan
konversi alam dan modifikasi ekosistem, kurangi konversi lahan subur dan
kelola dengan buku mutu ekologis yang tinggi, dan limbah yang dibuang
tidak melampaui daya asimilatifnya lingkungan.
c. Memelihara keanekaragaman hayati pada keanekaragaman kehidupan yang
menentukan keberlanjutan proses ekologis.
Proses yang menjadikan rangkaian jasa pada manusia masa kini dan masa
mendatang. Terdapat tiga aspek keanekaragaman hayati yaitu keanekaragaman
genetika, spesies, dan tatanan lingkungan. Untuk mengkonversikan
keanekaragaman hayati tersebut perlu hal-hal berikut yaitu “menjaga
ekosistem alam dan area yang representatif tentang kekhasan sumberdaya
hayati agar tidak dimodifikasikan, memelihara seluas mungkin area ekosistem
yang dimodifikasikan untuk keanekaragaman dan keberlanjutan
keanekaragaman spesies, konservatif terhadap konversi lahan pertanian”.
Pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan merupakan hal penting
untuk keberlanjutan ekosistem. Hal ini dapat dilaksanakan melalui: pencegahan
pencemaran lingkungan; rehabilitasi dan pemulihan ekosistem dan sumberdaya
alam yang rusak; meningkatkan kapasitas produksi dari ekosistem alam dan
binaan manusia.
2. Keberlanjutan Ekonomi
Keberlanjutan ekonomi dari perspektif pembangunan memiliki dua hal utama
keduanya mempunyai keterkaitan yang erat dengan tujuan aspek keberlanjutan
lainya. Keberlanjutan ekonomi makro menjamin kemajuan ekonomi secara
berkelanjutan dan mendorong efisiensi ekonomi melalui reformasi struktural
dan nasional.
Tiga elemen utama untuk keberlanjutan ekonomi makro yaitu efisiensi
ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, dan meningkatkan
pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal tersebut diatas dapat dicapai
melalui kebijaksanaan makro ekonomi mencakup reformasi fiskal, meningkatkan
efisiensi sektor publik, mobilisasi tabungan domestik, pengelolaan nilai tukar,
reformasi kelembagaan, kekuatan pasar yang tepat guna, ukuran sosial untuk

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5-7
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan distribusi pendapatan dan


aset.
3. Keberlanjutan Ekonomi Sektoral
Penyesuaian kebijakan yang meningkatkan keberlanjutan ekonomi makro secara
jangka pendek akan mengakibatkan distorsi sektoral yang selanjutnya
mengabaikan keberlanjutan ekologis. Hal ini harus diperbaiki melalui
kebijaksanaan sektoral yang spesifik dan terarah. Oleh karena itu penting
mengindahkan keberlanjutan aktivitas dan ekonomi sektoral.
Untuk mencapai keberlanjutan ekonomi sektoral, berbagai kasus dilakukan
terhadap kegiatan ekonomi. Pertama, sumberdaya alam yang nilai ekonominya
dapat dihitung harus diperlakukan sebagai kapital yang tangibble dalam
kerangka akunting ekonomi, kedua, secara prinsip harga sumberdaya alam harus
merefleksi biaya ekstaksi, ditambah biaya lingkungan dan biaya
pemanfaatannya.
Pembangunan berkelanjutan dalam konteks sumberdaya yang tidak dapat
dipulihkan berarti: pemanfaatan secara efisien sehingga dapat dimanfaatkan
oleh generasi masa mendatang dan diupayakan agar dapat dikembangkan
substitusi dengan sumberdaya terpulihkan; membatasi dampak lingkungan
pemanfaatannya sekecil mungkin, karena sumberdaya lingkungan adalah
biosfer, secara menyeluruh sumberdaya ini tidak menciut akan tetapi berpariasi
sesuai dengan kualitasnya.
4. Keberlanjutan Sosial Budaya
Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dan budaya dinyatakan dalam keadilan
sosial, harga diri manusia dan peningkatan kualitas hidup seluruh manusia.
Keberlanjutan sosial dan budaya mempunyai empat sasaran yaitu:
a. Stabilitas penduduk yang pelaksanaannya mensyaratkan komitmen politik
yang kuat, kesadaran dan partisipasi masyarakat, memperkuat peranan dan
status wanita, meningkatkan kualitas, efektivitas dan lingkungan keluarga.
b. Memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan memerangi kemiskinan dan
mengurangi kemiskinan absolut. Keberlanjutan pembangunan tidak mungkin
tercapai bila terjadi kesenjangan pada distribusi kemakmuran atau adanya
kelas sosial. Halangan terhadap keberlajutan sosial harus dihilangkan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kelas sosial yang dihilangkan
dimungkinkannya untuk mendapat akses pendidikan yang merata,
pemerataan pemulihan lahan dan peningkatan peran wanita.
c. Mempertahankan keanekaragaman budaya, dengan mengakui dan
menghargai sistem sosial dan kebudayaan seluruh bangsa, dan dengan
memahami dan menggunakan pengetahuan tradisional demi manfaat
masyarakat dan pembangunan ekonomi.
d. Mendorong pertisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
Beberapa persyaratan dibawah ini penting untuk keberlanjutan sosial yaitu:
prioritas harus diberikan pada pengeluaran sosial dan program diarahkan
untuk manfaat bersama, investasi pada perkembangan sumberdaya
misalnya meningkatkan status wanita, akses pendidikan dan kesehatan,
kemajuan ekonomi harus berkelanjutan melalui investasi dan perubahan
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5-8
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

teknologi dan harus selaras dengan distribusi aset produksi yang adil dan
efektif, kesenjangan antar regional dan desa, kota, perlu dihindari melalui
keputusan lokal tentang prioritas dan alokasi sumber daya.
5. Keberlanjutan Politik
Keberlanjutan politik diarahkan pada human right, kebebasan individu dan
sosial untuk berpartisipasi dibidang ekonomi, sosial dan politik, demokrasi yang
dilaksanakan perlu memperhatikan proses demokrasi yang transparan dan
bertanggungjawab, kepastian kesedian pangan, air, dan pemukiman.
6. Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan
Keberlanjutan keamanan seperti menghadapi dan mengatasi tantangan,
ancaman dan gangguan baik dari dalam dan luar yang langsung dan tidak
langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas, kelangsungan negara
dan bangsa perlu diperhatikan.

5.2 KONSEP KAWASAN AGROPOLITAN DAN MINAPOLITAN


5.2.1 Konsep Kawasan Agropolitan
Secara harafiah istilah Agropolitan berasal dari kata Agro yang berarti ‘pertanian’
dan Polis/Politan yang berarti ‘kota’. Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan
Kawasan Agroplitan & Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan
Agropolitan yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian, Agropolitan didefinisikan
sebagai kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan
usaha agribisnis sehingga mampu melayani, mendorong, menarik, serta menghela
kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.
Buku tersebut juga mendefinisikan Kawasan Agropolitan sebagai sistem fungsional
desa-desa yang ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa yang ditandai
dengan keberadaan pusat agropolitan dan desa-desa di sekitarnya sehingga
terbentuklah Kawasan Agropolitan. Definisi Kawasan Agropolitan pun telah
termaktub dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang
menyebutkan Kawasan Agropolitan sebagai kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan agrobisnis.
Adapun konsep Agropolitan merupakan konsep yang dikenalkan Friedman dan
Douglas (1975). Konsep ini ditawarkan atas pengalaman kegagalan pengembangan
sektor industri yang terjadi dialami negaranegara berkembang di Asia. Kegagalan
tersebut mengakibatkan terjadinya hyper ubanization, pembangunan hanya terjadi
di beberapa kota saja, tingkat pengangguran dan setengah penggangguran yang
tinggi, kemiskinan akibat pendapatan yang tidak merata, terjadinya kekurangan
bahan pangan, penurunan kesejahteraan masyarakat desa, serta ketergantungan
kepada dunia luar. Friedman mengungkapkan konsep agropolitan sebagai distrik-
distrik agropolitan yang merupakan kawasan pertanian perdesaan dengan kepadatan
penduduk rata-rata 200 jiwa/km2.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5-9
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Sementara itu, pengembangan kawasan ini juga ditujukan untuk mengembangkan


kawasan pertanian yang berpotensi menjadi Kawasan Agropolitan melalui strategi
pengembangan sebagai berikut:
1. Meningkatkan diversifikasi ekonomi perdesaan melalui peningkatan nilai
tambah dan daya saing produk pertanian, baik berupa hasil produksi maupun
olahan.
2. Meningkatkan akses petani terhadap sumberdaya produktif dan permodalan
dengan memfasilitasi ketersediaan layanan yang dibutuhkan petani dan
masyarakat. Layanan dapat berupa penyediaan sarana produksi, sarana
pascapanen, dan permodalan yang tersedia di kawasan dalam jumlah, jenis,
waktu, kualitas, dan lokasi yang tepat.
3. Meningkatkan prasarana dan sarana yang dibutuhkan dalam upaya
memajukan industri pertanian sesuai kebutuhan masyarakat. Prasarana dan
sarana publik yang disediakan pemerintah dilaksanakan dengan pendekatan
kawasan, yaitu memerhatikan hasil identifikasi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, sumberdaya buatan, serta tingkat perkembangan
Kawasan Agropolitan.
4. Mewujudkan permukiman perdesaan yang nyaman dan tertata, serta
menjaga kelestarian lingkungan melalui pengaturan dan pelaksanaan
masterplan Kawasan Agropolitan secara konsisten dan terkoordinasi.
Visi dan misi yang telah ditetapkan, kemudian diterjemahkan ke dalam Kebijakan
dan Strategi Pembangunan Infrastruktur Agropolitan berupa dukungan terhadap
pengembangan system dan usaha Agribisnis. Dengan demikian, kebijakan dan
strategi yang ditetapkan mampu mendorong ketiga hal, yaitu:
1. Peningkatan produktivitas hasil pertanian sehingga dihasilkan produk produk
pertanian yang berdaya saing tinggi dan diminati pasar.
2. Pengolahan hasil pertanian untuk memperoleh nilai tambah atas produk hasil
pertanian sebagai produk primer dengan menjadikannya berbagai produk
olahan, baik intermediate product maupun final product.
3. Pemasaran hasil pertanian untuk menunjang sistem pemasaran hasil
pertanian dengan memperpendek mata rantai tata niaga perdagangan hasil
pertanian. Mulai dari sentra produksi sampai ke sentra pemasaran akhir
(outlet).

5.2.2 Konsep Kawasan Minapolitan


Menurut UU Penataan Ruang No. 26/2007, Kawasan Minapolitan merupakan turunan
dari Kawasan Agropolitan, yaitu kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi perikanan dan
pengelolaan sumberdaya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem minabisnis.
Sama halnya dengan Agropolitan, konsep Minapolitan juga dicetuskan Friedman dan
Douglas (1985) sebagai aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah
perdesaan berpenduduk antara 50.000–150.000 jiwa. Berdasarkan asal katanya,

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 10
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Minapolitan adalah gabungan dua kata, yaitu mina yang berarti “ikan” dan
polis/politan yang berarti “kota”.
Dengan demikian, Minapolitan diartikan sebagai kota perikanan. Konsep minapolitan
pun diuraikan sebagai kota perikanan berbasis pada pembangunan ekonomi kelautan
dan perikanan wilayah melalui pendekatan dan sistem manajemen kawasan yang
terintegrasi, efisien, berkualitas, dan berakselerasi tinggi. Sedangkan, Kawasan
Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi
yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan,
pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya.
Adapun tujuan dari pengembangan Kawasan Minapolitan sebagai konsep dari
Revolusi Biru adalah:
1. Meningkatkan produksi, produktivitas, serta kualitas dari komoditas
kelautan, perikanan budidaya dan produk olahannya.
2. Mengembangkan sistem minabisnis.
3. Mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi di Kawasan Minapolitan.
4. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat secara adil dan
merata, khususnya para nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan.
Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, disusunlah strategi utama pembangunan
sektor kelautan dan perikanan melalui Minapolitan. Strategi tersebut mencakup
penguatan lembaga dan sumber daya manusia secara terintegrasi, pengelolaan
sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, peningkatan
produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan, serta perluasan akses pasar
domestik dan internasional. Sebagai upaya percepatan, strategi utama
direalisasikan melalui langkah-langkah strategis berikut:
1. Kampanye Nasional melalui media massa, komunikasi antar lembaga,
ataupun pameran.
2. Menggerakkan produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran di sentra produksi
unggulan pro-usaha kecil, di bidang perikanan tangkap, perikanan budidaya,
serta pengolahan dan pemasaran.
3. Mengintegrasikan sentra produksi pengolahan, dan/atau pemasaran menjadi
kawasan ekonomi unggulan daerah menjadi Kawasan Minapolitan.
4. Pendampingan usaha dan bantuan teknis di sentra produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran unggulan berupa penyuluhan, pelatihan, dan bantuan
teknis.
5. Pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah.
Pengembangan Kawasan Minapolitan yang sepenuhnya memanfaatkan potensi lokal
ini sangat mendukung perlindungan dan pengembangan terhadap budaya-sosial
lokal. Dengan demikian, pengembangannya telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) yang mendukung pengembangan kawasan andalan.
Oleh karena itu, pengembangan Kawasan Minapolitan tidak bisa terlepas dari
pengembangan sistem pusat kegiatan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten.
Kawasan ini pun memiliki batasan yang hanya ditentukan oleh skala ekonomi
(economic of scale).
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 11
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

5.2.3 Keterkaitan Desa-Kota


Keterkaitan antara desa-kota dalam kerangka berpikir ekonomi politik merupakan
suatu hubungan vis a vis: budaya asli versus budaya kolonial, budaya maju (kota)
versus budaya terbelakang (desa), dan sebagainya. Klasifikasi antara wilayah desa
dan kota sangat penting dilakukan untuk menentukan jenis intervensi apa yang akan
diberikan.
Kedua wilayah tersebut memiliki interdependensi yang tinggi dalam rantai
keterkaitan permintaan dan penawaran. Keterkaitan antara desa - kota selain
mempertimbangkan kegiatan ekonomi, juga mempertimbangkan masalah urbanisasi
yang memiliki implikasi politik.
Karenanya, keterkaitan desa kota tidak sekedar membawa implikasi ekonomi tetapi
juga dampak politik. Untuk mempermudah pemetaan keterkaitan desa-kota yang
sangat kompleks, terdapat beberapa jenis keterkaitan sebagai basis analisis
kuantitatif dan kualitatif. Keterkaitan fisik seperti jaringan jalan, irigasi, atau
jaringan transportasi dan komunikasi lainnya berkaitan dengan hubungan ekonomi
(konsumsi dan pelayanan).
Klasifikasi tipe keterkaitan didasarkan pada pendekatan Urban Functions in Rural
Development (UFRD). Keterkaitan terkadang bersifat satu arah seperti keterkaitan
ekonomi atau fisik, tetapi bisa juga bersifat kausal seperti keterkaitan transportasi
dengan jasa transportasi, produksi, dan fasilitas penyampaian jasa. Tipe keterkaitan
juga berkaitan dengan tingkat kemajuan suatu masyarakat. Pada saat daerah yang
relatif terbelakang masih mengandalkan keterkaitan konsumsi dan jasa tradisional,
wilayah yang sudah maju lebih terfokus pada keterkaitan produksi dengan
keterkaitan ke depan (forward lingkage) dan ke belakang (backward lingkage) yang
kompleks. Sementara itu, keterkaitan finansial akan melanda semua wilayah
bersamaan meningkatnya proses desentralisasi (otonomi).
Salah satu tujuan pembangunan perdesaan adalah mempercepat kemajuan kegiatan
ekonomi dan industrialisasi perdesaan, dalam rangka meningkatkan pendapatan
masyarakat perdesaan, penyediaan bahan pangan dan bahan lain untuk kebutuhan
konsumsi dan produksi melalui:
1. Keterkaitan wilayah perdesaan dan perkotaan,
2. Penguatan pengelolaan ekonomi lokal,
3. Peningkatan kapasita lembaga dan organisasi ekonomi masyarakat
perdesaan.
Sementara itu pembangunan perkotaan berorientasi kepada peningkatan kualitas
pelayanan kepada daerah sekitarnya, perdesaan dan kaitan dengan sistem ekonomi
nasional dan global yang menjamin kelangsungan hidup ekonomi lokal dan
kesempurnaan fungsi ekonomi nasional dalam mensejahterakan masyarakat umum.
Didasarkan pada tujuan tersebut, dalam strategi pembangunan perdesaan harus
memprioritaskan komponen-komponen pembangunan yang meliputi: (1) prasarana
dan sarana sistem agribisnis; (2) pengembangan industri kecil dan rumah tangga; (3)
penguatan lembaga dan organisasi ekonomi masyarakat; (4) pengembangan jaringan
produksi dan pemasaran; (5) penguasaan teknologi tepat guna; (6) pengelolaan
pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 12
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Disamping keenam komponen dalam program prioritas tersebut, secara khusus


pembangunan perdesaan harus juga menekankan pada upaya peningkatan kehidupan
sosial ekonomi kelompok masyarakat dan keluarga miskin secara terpadu dalam
rangka pemberdayaan masyarakat miskin.

5.3 PENATAAN RUANG


5.3.1 Tujuan Penyelenggaraan Penataan Ruang Menurut Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
1. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
2. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia;
3. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Secara ilustratif, tujuan
penyelenggaraan penataan ruang diuraikan dalam gambar berikut.
A. Pengaturan Penataan Ruang
Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang. Pengaturan
penataan ruang dilakukan melalui penetapan ketentuan peraturan perundang-
undangan bidang penataan ruang termasuk pedoman bidang penataan ruang.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 13
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Gambar 5.2 Ilustrasi Tujuan Penyelenggaraan Penataan Ruang

Sesuai dengan Pasal 1 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, Penataan ruang adalah
suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Sistem ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan
ruang sehingga diharapkan:
1. dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna
serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan;
2. tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; dan
3. tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.

Dalam penyelenggaraan Penataaan Ruang, mencakup antara lain:


1. Pengaturan
Upaya pembentukan landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat dalam penataan ruang.
2. Pembinaan
Upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
3. Pelaksanaan
Upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4. Pengawasan.
Upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
B. Pembinaan Penataan Ruang
Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan
ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
1. Pemerintah melakukan pembinaan penataan ruang kepada pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dan masyarakat.
2. Pembinaan penataan ruang dilaksanakan melalui :
a. Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang;
b. Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan sosialisasi pedoman bidang
penataan ruang;
c. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang;
d. Pendidikan dan pelatihan;
e. Penelitian dan pengembangan;

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 14
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

f. Pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang;


g. Penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat; dan
h. Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
3. Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota
menyelenggarakan pembinaan penataan ruang menurut kewenangannya masing-
masing.

Gambar 5.3 Lingkup Penyelenggaraan Penataan Ruang

C. Pelaksanaan Penataan Ruang


Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang. dalam Pelaksanaan Penataan Ruang mencakup antara lain:
1. Perencanaan Tata Ruang
Suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi
penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Proses penyusunan rencana tata
ruang wilayah kabupaten dilakukan melalui tahapan (pasal 32 ayat 2 PP No 15
tahun 2010 ):
a. Persiapan penyusunan meliputi:
 penyusunan kerangka acuan kerja;
 metodologi yang digunakan; dan

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 15
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

 penganggaran kegiatan penyusunan rencana tata ruang wilayah


provinsi.
b. Pengumpulan data paling sedikit meliputi:
 data wilayah administrasi;
 data fisiografis;
 data kependudukan;
 data ekonomi dan keuangan;
 data ketersediaan prasarana dan sarana dasar;
 data penggunaan lahan;
 data peruntukan ruang;
 data daerah rawan bencana; dan
 peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan termasuk
peta penggunaan lahan, peta peruntukan ruang, dan peta daerah
rawan bencana pada skala peta minimal 1:50.000.
c. Pengolahan data dan analisis paling sedikit meliputi:
 teknik analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
yang ditentukan melalui kajian lingkungan hidup strategis;
 teknik analisis keterkaitan antarwilayah kabupaten.

Perumusan konsepsi rencana paling sedikit harus:


a. mengacu pada:
 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang
wilayah provinsi;
 pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
 rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten yang
bersangkutan.
b. memperhatikan:
 perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi
penataan ruang kabupaten;
 upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
kabupaten;
 keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;
 daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
 rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan
 rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.
c. merumuskan:

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 16
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

 tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah kabupaten;


dan
 konsep pengembangan wilayah kabupaten.
 Untuk penyusunan rencana tata ruang wilayah kota ada keharusan

d. mencantumkan rencana penyediaan dan pemanfaatan:


 ruang terbuka hijau publik dan pendistribusiannya;
 ruang terbuka hijau privat;
 ruang terbuka non hijau;
 prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum,
kegiatan sektor informal; dan
 ruang evakuasi bencana.
Selanjutnya dalam Pasal 36 PP No. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang disebutkan bahwa (1) Rencana penyediaan dan pemanfaatan
wilayah kota terbuka hijau publik dalam rencana tata ruang wilayah kota paling
sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas wilayah kota. (2) Rencana penyediaan
dan pemanfaatan wilayah kota terbuka hijau privat dalam rencana tata ruang
wilayah kota paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari luas wilayah kota.(3)
Apabila luas ruang terbuka hijau, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) memiliki total luas lebih besar dari 30% (tiga puluh persen), proporsi tersebut
harus tetap dipertahankan keberadaannya.

2. Pemanfaatan Ruang
Upaya memujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata
ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
Dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang maka dikembangkan pola
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan
sumber daya alam lain. Untuk itu diselenggarakan kegiatan penyusunan dan
penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air,
neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain.
Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan
prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama
bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas
tanah dari pemegang hak atas tanah.
Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memiliki izin pemanfataan ruang
dan wajib melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang. Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
162 ayat (1) PP No. 15 tahun 2010 dapat berupa:
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 17
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;


d. izin mendirikan bangunan; dan
e. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.

Izin prinsip dan izin lokasi diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota. Izin penggunaan pemanfaatan tanah diberikan berdasarkan izin
lokasi. Izin mendirikan bangunan diberikan berdasarkan rencana detail tata
ruang dan peraturan zonasi.
Terkait dengan penyederhanaan perizinan, untuk penyelenggaraan
pembangunan perumahan pada tanggal 14 April 2016 telah dikeluarkan Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyederhanaan Perizinan
Pembangunan Perumahan. Inpres Nomor 3 Tahun 2016 itu ditujukan kepada: 1.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Dalam Negeri; 3. Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional; 4. Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat; 5. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 6.
Menteri Perhubungan; 7. Para Gubernur; dan 8. Para Bupati/Walikota.
Inpres menginstruksikan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan
sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan
terintegrasi untuk melakukan penyederhanaan perizinan dalam pembangunan
perumahan di Kementerian atau Pemerintah Daerah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Khusus kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Presiden
menginstruksikan untuk: 1. Melakukan koordinasi dan evaluasi pelaksanaan
Instruksi Presiden ini; dan 2. Melaporkan hasil koordinasi dan evaluasi
pelaksanaan Instruksi Presiden ini kepada Presiden.
Adapun kepada Menteri Dalam Negeri untuk: 1. Melakukan penyederhanaan
kebijakan, persyaratan, dan proses penerbitan Izin Gangguan; 2. Mendorong
Gubernur, Bupati/Walikota untuk segera mendelegasikan kewenangan terkait
perizinan pembangunan perumahan kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP); 3. Mendorong Gubernur, Bupati/Walikota untuk melakukan percepatan
penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan melalui Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP).
Selain itu Presiden menginstruksikan Menteri Dalam Negeri untuk: 4. Melakukan
percepatan evaluasi peraturan terkait perizinan pembangunan perumahan yang
diterbitkan oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota; 5. Mengawasi
pelaksanaan proses perizinan pembangunan perumahan yang dilakukan oleh
Gubernur, Bupati/Walikota; dan 6. Melaporkan hasil pengawasan pelaksanaan
proses perizinan pembangunan perumahan yang dilakukan oleh Gubernur,
Bupati/Walikota kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Khusus kepada Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional,
Presiden menginstruksikan untuk melakukan penyederhanaan kebijakan,
persyaratan dan proses penerbitan Izin Pemanfaatan Ruang dan Izin Lokasi untuk
pembangunan perumahan.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 18
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Presiden


menginstruksikan untuk melakukan penyederhanaan kebijakan, persyaratan dan
proses penerbitan Izin Mendirikan Bangunan untuk pembangunan perumahan.
Sedangkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Presiden untuk
melakukan penyederhanaan kebijakan, persyaratan dan proses penerbitan Izin
Lingkungan untuk pembangunan perumahan.
Presiden juga menginstruksikan Menteri Perhubungan untuk melakukan
penyederhanaan kebijakan, persyaratan dan proses persetujuan hasil Analisis
Dampak Lalu Lintas (Andal Lalin) untuk pembangunan perumahan.
Sementara kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Presiden menginstruksikan untuk:
1. Melaksanakan percepatan pendelegasian kewenangan terkait perizinan
pembangunan perumahan kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP); 2.
Melakukan percepatan penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan
melalui Pelayan Terpadu Satu Pintu (PTSP); 3. Melaksanakan seluruh proses
perizinan pembangunan perumahan melalui sistem online paling lambat tahun
2017.

D. Pengawasan Penataan Ruang


Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang
dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1. Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang, dilakukan
pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan
penataan ruang.
2. Pengawasan terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
3. Pengawasan dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
4. Pengawasan Pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan dengan melibatkan
peran masyarakat.
5. Peran masyarakat dapat dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau
pengaduan kepada Pemerintah dan pemerintah daerah.

5.3.2 Hirarki dan Jenis Rencana Tata Ruang


Setiap tingkatan rencana tata ruang tersebut memiliki cakupan wilayah perencanaan
yang berbeda dengan maksud yang berbeda pula. Definisi dan cakupan wilayah
perencanaan, maksud, dan skala ketelitian peta yang digunakan setiap tingkatan
rencana tata ruang berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 19
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Gambar 5.4 Klasifikasi Penataan Ruang Berdasarkan Sistem, Fungsi, dan Nilai Strategi
Kawasan

Dalam setiap proses perumusannya, rencana tata ruang skala kabupaten/kota selalu
mengacu kepada kebijakan-kebijakan lain yang secara luas terkait dalam suatu struktur
kebijakan pembangunan, yang dimulai dari kebijakan skala nasional, regional hingga
kebijakan pembangunan wilayah itu sendiri.
Perencanaan tata ruang menurut Undang-undang No. 26 tahun 2007 dilakukan untuk
menghasilkan :
a. Rencana umum tata ruang, secara hirarki terdiri atas :
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
2. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi;
3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, dan Kota;
b. Rencana rinci tata ruang, secara hirarki terdiri atas :
1. Rencana Tata Ruang Pulau, atau kepulauan dan rencana tata ruang kawasan
strategis nasional
2. Rencana Tata ruang kawasan strategis provinsi
3. Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/kota dan rencana tata ruang strategis
kabupaten/kota dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 20
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

5.4 LAHAN PERTANIAN


5.4.1 Definisi Pertanian
Pertanian adalah bentuk dari produksi yang dihasilkan dari pertumbuhan tumbuhan
dan hewan. Dalam hal ini yang sangat penting adalah peran petani yaitu petani
dalam memproses merangsang pertumbuhan tanaman dan hewan dalam usaha tani,
dalam hal ini yaitu produksi, pendapatan, dan pengeluaran sangat diperlukan.
1. Di Indonesia pertanian sangatlah bermacam-macam, ada berbagai golongan
pertanian, antara lain (BPS, 2016):
2. Sawah adalah pertanian yang menggunakan lahan basah dan air yang
digunakan dalam pertanian sangat banyak.
3. Tegalan adalah jenis pertanian yang menggunakan lahan sangat kering dan
air yang digunakan hanya tergantung dengan air hujan saja, biasanya lahan
ini tidak di tanami setiap tahun karena lahan yang kering dan musim hujan
yang tidak datang setiap bulannya.
4. Pekarangan adalah jenis pertanian yang lahannya berada di dekat rumah
biasanya berada di belakang atau sampiung rumah, lahan ini juga
menggunakan air hujan.
Pertanian harus selalau memperhatikan sistem menejemen produksinya agar tujuan
untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha pertanian tersebut berhasil. Dalam
hal ini yang perlu diperhatikan adalah kesuburan tanah usaha tani, jika tanah
tersebut terbebas dari bahan kimia maka produksi yang dihasilkan akan semakin
meningkat dan kualitas pun akan terjamin.
Secara umum pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang
termasuk didalamnya yaitu bercocok tanam, peternakan, perikanan dan juga
kehutanan. Sebagian besar kurang lebih dari 50 persen mata pencaharian
masyarakat di Indonesia adalah sebagai petani, sehingga sektor pertanian sangat
penting untuk dikembangkan di negara kita. Pengertian pertanian dalam arti sempit
hanya mencakup pertanian sebagai budidaya penghasil tanaman pangan padahal
kalau kita tinjau lebih jauh kegiatan pertanian dapat menghasilkan tanaman
maupun hewan ternak demi pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Sedangkan pengertian pertanian yang dalam arti luas tidak hanya mencakup
pembudidayaan tanaman saja melainkan membudidayakan serta mengelola dibidang
perternakan seperti merawat dan membudidayakan hewan ternak yang bermanfaat
bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat banyak seperti: ayam, bebek, angsa. Serta
pemanfaatan hewan yang dapat membantu tugas para petani kegiatan ini
merupakan suatu cakupan dalam bidang pertanian (Bukhori, 2014).
Pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di Negara-Negara Berkembang.
Peran atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara
menduduki posisi yang penting sekali. Hal ini antara lain disebabkan beberapa
faktor (Totok Mardikanto, 2007:3). Pertama, sektor pertanian merupakan sumber
persediaan bahan makanan dan bahan mentah yang dibutuhkan oleh suatu Negara.
Kedua tekanan-tekanan demografis yang besar di negara-negara berkembang yang
disertai dengan meningkatnya pendapatan dari sebagian penduduk menyebabkan
kebutuhan tersebut terus meningkat. Ketiga, sektor pertanian harus dapat

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 21
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

menyediakan faktor-faktor yang dibutuhkan untuk ekspansi sektor-sektor lain


terutama sektor industri. Faktor-faktor ini biasanya berwujud modal, tenaga kerja,
dan bahan mentah.
Keempat, sektor pertanian merupakan sektor basis dari hubungan-hubungan pasar
yang penting berdampak pada proses pembangunan. Sektor ini dapat pula
menciptakan keterkaitan kedepan dan keterkaitan kebelakang yang bila disertai
dengan kondisi-kondisi yang tepat dapat memberi sumbangan yang besar untuk
pembangunan. Kelima, sektor ini merupakan sumber pemasukan yang diperlukan
untuk pembangunan dan sumber pekerjaan dan pendapatan dari sebagian besar
penduduk negara-negara berkembang yang hidup di pedesaan (Pratomo, 2010).

5.4.2 Kawasan Pertanian


Pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu
wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya, dan pembangunan
merupakan suatu kegiatan mengadakan, membuat, atau mengatur sesuatu yang
belum ada. Pada umumnya pembangunan diartikan sebagai upaya
meningkatkan kapasitas produksi untuk mencapai total output yang lebih
besar dari kesejahteraan yang lebih tingi bagi seluruh rakyat (Adisasmita,
2010).
Pembangunan harus meliputi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai
basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang
paling hakiki yaitu kecukupan (sustainance) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasar, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem), serta
kebebasan (freedom) untuk memilih.
Program pembangunan pertanian pada hakikatnya adalah rangkaian upaya untuk
menfasilitasi, melayani, dan mendorong berkembangnya sistem agribisnis dan
usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan desentralis
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program pembangunan pertanian
diarahkan kepada pencapaian tujuan pembangunan pertanian jangka panjang
yaitu sektor agribisnis sebagai andalan pembangunan pertanian nasional
(Saragih, 2010).
Ada lima syarat pokok/mutlak yang harus ada dalam mendukung pembangunan
pertanian, yaitu:
1. Adanya pasar untuk hasil-hasil pertanian,
2. Teknologi yang senantiasa berkembang,
3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal,
4. Adanya perangsang produksi bagi petani,
5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan berkelanjutan.
Selain lima syarat di atas, ada lima syarat pelancar/ tambahan untuk
memperlancar perkembangan pertanian. Adapun kelima syarat tersebut antara
lain:
1. Pendidikan untuk pembangunan,

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 22
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

2. Kredit produksi,
3. Kegiatan kelompok untuk petani,
4. Penyempurnaan dan perluasan lahan pertanian, dan
5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian.
Pemerintah banyak melaksanakan program-program pembangunan pertanian, salah
satunya adalah dengan membangun kawasan sentra pertanian. Menurut Permentan
No.50 tahun 2012, sentra pertanian merupakan bagian dari kawasan yang memiliki
ciri tertentu dimana di dalamnya terdapat kegiatan produksi suatu jenis produk
pertanian unggulan. Disamping itu, sentra merupakan area yang lebih khusus untuk
suatu komoditas dalam kegiatan ekonomi yang telah membudaya yang ditunjang
oleh prasarana dan sarana produksi untuk berkembangnya produk tersebut.
Menurut Nainggolan dan Aritonang (2012) komoditi unggulan adalah komoditi yang
mampu memberikan sumbangan pendapatan bagi wilayah yang bersangkutan.
Penentuan komoditas unggulan baik nasional dan daerah merupakan langkah awal
menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih
keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi persaingan baik ditingkat
regional maupun global. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan
mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau
dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan
dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi
dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah.
Berdasarkan Permentan No.50 tahun 2012 Kawasan pertanian adalah gabungan dari
sentra-sentra pertanian yang terkait secara fungsional baik dalam faktor sumber
daya alam, sosial budaya, maupun infrastruktur, sedemikian rupa sehingga
memenuhi batasan luasan minimal skala ekonomi dan efektivitas manajemen
pembangunan wilayah. Maksud dari pengembangan kawasan pertanian adalah untuk
memadukan serangkaian program dan kegiatan pertanian menjadi suatu kesatuan
yang utuh baik dalam perspektif sistem maupun kewilayahan, sehingga dapat
mendorong peningkatan daya saing komoditas, wilayah serta pada gilirannya
kesejahteraan petani sebagai pelaku usaha tani.
Menurut Permentan No.50 tahun 2012 pada area sentra terdapat suatu kesatuan
fungsional secara fisik lahan, geografis, agroklimat, infrastruktur dan kelembagaan
serta SDM, yang berpotensi untuk berkembangnya suatu komoditas unggulan. Secara
fisik lahan, lahan harus mendukung dan cocok untuk pengembangan komoditas
unggulan. Secara geografis sentra komoditi harus berada pada wilayah yang
strategis. Secara agroklimat kondisi iklim dan cuaca harus mendukung. Secara
infrastruktur ketersediaan infrastruktur harus baik untuk mendukung pengembangan
komoditas unggulan seperti jalan untuk akses transportasi.
Secara kelembagaan dan sumber daya manusia, kelembagaan yang ada hendaknya
dapat menfasilitasi pengembangan komoditas unggulan dan sumberdaya manusia
seperti petani dan pemangku kepentingan lainnya harus berkompetensi dalam usaha
pengembangan komoditas unggulan. Semua komponen di atas harus diperhatikan
dalam melihat potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah untuk pengembangan
komoditas unggulan.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 23
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Evaluasi termasuk dalam implementasi pengembangan kawasan pertanian dalam


program pengembangan kawasan pertanian (Permentan No.50, 2012). Evaluasi
adalah riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang
bermanfaat mengenai objek evaluasi, menilainya dengan membandingkannya
dengan indikator evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan
mengenai objek evaluasi (Wirawan, 2011). Kegiatan evaluasi dilakukan dengan
membandingkan realisasi program dibandingkan dengan targetnya, menyususn check
list kriteria keberhasilan pada aspek manajemen dan teknis, mengukur progress
dari tahapan pengembangan kawasan, dan identifikasi masalah dan solusi serta
usulan tindak lanjut (Permentan No.50, 2012). Hasil evaluasi dimaksudkan untuk
digunakan sebagai umpan balik dan masukan dalam penyempurnaan dan tindak
lanjut perencanaan. Waktu pelaksanaan evaluasi mulai dari tahap pra pelaksanaan,
pelaksanaan, dan hasil pelaksanaan.
Tujuan evaluasi adalah mengumpulkan informasi untuk menentukan nilai dan
manfaat objek evaluasi, mengontrol, mengambil keputusan mengenai objek tersebut
(Wirawan, 2011:9). Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi program pengembangan
kawasan pertanian untuk menilai apakah program pengembangan kawasan pertanian
telah berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, serta sesuai dengan indikator
keberhasilan program pengembangan kawasan pertanian.

5.4.2.1 Klasifikasi Kelas Kawasan Pertanian


Kawasan pertanian yang ada saat ini baik merupakan kawasan pertanian
tradisional maupun kawasan pertanian yang dibangun Pemerintah dapat
diklasifikasikan dalam tiga katagori kelas kawasan, yaitu: a) Kawasan yang
belum berkembang; b) Kawasan yang cukup berkembang dan c) Kawasan yang
telah berkembang. Klasifikasi kawasan pertanian sebagaimana Tabel 2.1.

Tabel 5.3 Ciri-ciri Kawasan Pertanian menurut Tahapan Perkembangannya


Ciri-Ciri Kelas Kawasan
Belum berkembang Cukup berkembang Sudah berkembang
Masih dominan kegiatan on- Kegiatan on-farm sudah Kelembagaan pelayanan terkait
farm berkembang pertanian sudah beragam jenisnya
Teknologi budidaya belum maju Kelembagaan pelayanan terkait Pemasaran produk sudah
pertanian sudah mulai dibentuk berkembang, bahkan keluar
wilayahnya
Sarana dan prasarana belum Sarana dan prasarana sudah Kegiatan produksi sudah
lengkap lebih lengkap mengutamakan kualitas
Diperlukan penguatan kegiatan Diperlukan kegiatan industri Kegiatan off farm sudah mulai
on-farm hilir berkembang
Masih memerlukan bimbingan Diperlukan penyuluhan bidang Penguatan penyuluhan di bidang
dari Penyuluh Pertanian budidaya hilir dan pemasaran
Sumber : Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT.140/8/2012

Khusus untuk kawasan tanaman pangan, kriteria kawasan antara lain


memperhatikan produktivitas, optimalisasi luas tanam, tingkat kehilangan
hasil, mutu, efisiensi, harga dan margin, optimalisasi tingkat pendapatan
(keberagaman sumber pendapatan). Tipe kawasan, kriteria dan orientasi
penguatan kawasan tanaman pangan ditunjukkan oleh Tabel 5.4.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 24
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Tabel 5.4 Klasifikasi Kawasan Tanaman Pangan Menurut Perkembangannya


Tipe Kelas Kawasan Kriteria Kawasan Orientasi Penguatan
Produktivitas < rata-rata provinsi Peningkatan produktivitas
Pertumbuhan Pemanfaatan lahan belum optimal Peningkatan Indeks Pertanaman (IP)
Tingkat kehilangan hasil mutu tinggi Penurunan tingkat kehilangan hasil
Produktivitas hampir sama rata rata Peningkatan produktivitas
provinsi
Pengembangan Pemanfaatan lahan hampir optimal Penurunan tingkat kehilangan hasil
Tingkat kehilangan hasil sedang Peningkatan mutu hasil
Mutu hasil belum optimal Mutu hasil optimal
Produktivitas > rata rata nasional Pengenalan teknologi baru
Mutu hasil belum optimal Peningkatan mutu hasil
Efisiensi usaha belum optimal Efisiensi usaha melalui pemanfaatan
limbah lingkungan
Pemantapan
Optimalisasi pendapatan melalui Diversifikasi produk tanaman pangan
produksi sub sektor tanaman sudah Pengaturan harga dan margin
maksimal (kecuali ada introduksi Diversifikasi pendapatan melalui
teknologi baru) sub sektor lain
Sumber : Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT.140/8/2012

5.4.2.2 Revitalisasi Sarana dan Kelembagaan Pasar Produk Pertanian


Untuk mengoptimalkan pasar dalam negeri dan memperkuat daya saing produk
pertanian, sinergitas pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat perlu ditingkatkan.
Beberapa upaya yang harus dilakukan:
 Perbaikan tataniaga dilakukan untuk menekan biaya inefisiensi yang timbul;
 Pembinaan terhadap produk agar memiliki standar kualitas sehingga bisa
bersaing dengan kualitas produk impor;
 Kegiatan promosi produk pertanian untuk memperluas dan meningkatkan
pangsa pasar produk pertanian unggulan nasional baik di dalam negeri
maupun di pasar ekspor.
Dalam rangka pengembangan dan penguatan jaringan pasar produk pertanian,
dalam lima tahun mendatang akan dilakukan upaya-upaya:
 Memperkuat kelembagaan dan sistem pelayanan informasi pasar dan
jaringan pasar produk pertanian mulai di tingkat sentra produksi
hingga ke sentra konsumen sehingga ketersediaan pasokan dan kestabilan
harga terjaga;
 Fasilitasi kelembagaan pasar dan sistem resi gudang guna
meningkatkan nilai tambah dan posisi tawar bagi petani;
 Menggalakkan kampanye positif produk-produk pertanian andalan ekspor;
 Pendampingan penerapan standar mutu sehingga produk pertanian yang
dipasarkan sesuai standar mutu negara tujuan ekspor;
 Membuka target pasar baru diluar pasar eksisting.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 25
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

5.4.3 Kebijakan Pertanian


Pertanian masih merupakan sektor penting bagi perekonomian dunia, khususnya
bagi perekonomian negara-negara berkembang, paling tidak karena tiga alasan.
Pertama, walaupun ada kecenderungan yang menurun, pertanian primer masih
memberikan sumbangan yang relatif besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),
ekspor dan penyediaan lapangan kerja bagi negara-negara berkembang, apalagi jika
diperhitungkan dengan pendapatan dan lapangan kerja yang dihasilkan oleh agro-
industri, transportasi dan kegiatan komersial lain yang terkait, maka peran
pertanian dalam perekonomian negara-negara berkembang akan meningkat dengan
tajam. Kedua adalah bahwa sektor pertanian merupakan sumber pertumbuhan
pendapatan dan lapangan kerja, serta pertumbuhan sektor pertanian berdampak
positif terhadap pengurangan kemiskinan di negara-negara berkembang. Ketiga
adalah bahwa sektor pertanian tidak hanya berperan terhadap masing-masing
negara berkembang, tetapi juga mempunyai peran penting dalam produksi
pertanian dunia, serta berperean terhadap peningkatan perdagangan pertanian
global (Diaz-Bonilla. 2015).
Selama dua dasa warsa terakhir ini paling tidak telah terjadi tiga kali gejolak harga
pangan di dunia. Data harga serealia yang dihimpun oleh FAO (2015) menunjukkan
bahwa dalam kurun waktu dua puluh tahun terakhir telah terjadi tiga kali gejolak
harga serealia dunia, yaitu pada tahun 1998, tahun 2008 dan tahun 2012. Gejolak
harga pangan dunia tidak hanya disebabkan oleh perubahan iklim ekstrim yang
menyebabkan turunnya produksi, tetapi juga terkait dengan kebijakan pemerintah
negara produsen yang membatasi ekspor pangan. Lonjakan harga pangan dunia juga
disebabkan oleh melonjaknya permintaan bahan bakar nabati (BBN) akibat krisis
bahan bakar minyak (BBM) (Morrison, 2011).
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan
dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan
umum kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar
pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan
akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat. Untuk
mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat maupun di daerah
mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu; ada yang berbentuk Undang-undang,
Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-
lain. Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-kebijakan yang bersifat
pengatur (regulating policies) dan pembagian pendapatan yang lebih adil merata
(distributive policies). Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya peraturan
rayoneering dalam perdagangan/distribusi pupuk sedangkan contoh peraturan yang
sifatnya mengatur pembagian pendapatan adalah penentuan harga kopra minimum
yang berlaku sejak tahun 1969 di daerah-daerah kopra di Sulawesi.
Campur tangan pemerintah inilah disebut sebagai “politik pertanian” (agricultural
policy) atau “kebijakan pertanian”. Campur tangan pemerintah ini diperlukan untuk
memutus rantai lingkaran kemiskinan yang tak berujung pangkal, merupakan
gambaran hubungan keterkaitan timbal-balik dari beberapa karakteristik negara
berkembang (seperti Indonesia) berupa sumber daya yang ada belum dikelola
sebagaimana mestinya, mata pencaharian penduduk yang mayoritas pertanian
berlngsung dalam kondisi yang kurang produktif, adanya dualisme ekonomi ekonomi
antara sektor modern yang mengikuti ekonomi pasar dan sektor tradisional yang

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 26
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

mengikuti ekonomi subsistem, serta tingkat pertumbuhan yang tinggi dengan


kualitas sumber daya manusianya yang masih relative rendah.
Kebijakan pertanian sebagai usaha pemerintah untuk mencapai tingkat ekonomi
yang lebih baik dan kesejahteraan yang lebih tinggi secara bertahap dan kontinu
melalui pemilihan komoditi yang diprogramkan, produksi bahan makanan dan serat,
pemasaran, perbaikan structural, politik luar negeri, pemberian fasilitas dan
pendidikan. Widodo (1983) mengemukakan bahwa politik pertanian adalah bagian
dari politik ekonomi di sektor pertanian, sebagai salah satu sektor dalam kehidupan
ekonomi suatu masyarakat.
Menurut penjelasan ini, politik pertanian merupakan sikap dan tindakan pemerintah
atau kebijaksanaan pemerintah dalam kehidupan pertanian. Kebijaksanaan
pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan
oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu, seperti memajukan pertanian,
mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efesien
produksi naik, tingkat hidup petani lebih tinggi, dan kesejahteraan menjadi merata.
Selanjutnya dikemukakan bahwa tujuan umum politik pertanian di Indonesia adalah
untuk memajukan sektor pertanian, yang dalam pengertian lebih lanjut meliputi:
1. Peningkatan produktivitas dan efesiensi sektor pertanian
2. Peningkatan produksi pertanian
3. Peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan petani, serta pemerataan
tingkat pendapatan.
Ruang lingkup politik pertanian meliputi:
1. Kebijakan produksi (production policy)
2. Kebijakan subsidi (subsidy policy)
3. Kebijakan investasi (investment policy)
4. Kebijakan harga (price policy)
5. Kebijakan pemasaran (marketing policy)
6. Kebijakan konsumsi (consumption policy)
Untuk menjamin tercapainya tujuan-tujuan tersebut, pemerintah mengeluarkan
serangkaian peraturan-peraturan. Politik pertanian dalah campur tangan
pemerintah di sektor pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan efesiensi yang
menyangkut alokasi sumber daya untuk dapat menghasilkan output nasional yang
maksimal dan memeratakan pendapatan, yaitu mengalokasikan keuntungan
pertanian antargolongan dan antardaerah, keamanan persediaan jangka panjang.
Dalam hal ini, kebijakan pertanian dibagi menjadi 3 kebijakan dasar, antara lain:
1. Kebijakan komoditi yang meliputi kebijakan harga komoditi, distorsi harga
komoditi, subsidi harga komoditi, dan kebijakan ekspor.
2. Kebijakan faktor produksi yang meliputi kebijkan upah minimum, pajak dan
subsidi faktor produksi, kebijakan harga faktor produksi, dan perbaikan
kualiatas faktor produksi.
3. Kebijakan makro ekonomi yang dibedakan menjadi kebijakan anggaran
belanja, kebijakan fiscal, dan perbaikan nilai tukar.
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 27
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Mubyarto (1987) menyebutkan bahawa politik pertanian pada dasarnya merupakan


kebijakan pemerintah untuk memperlancar dan mempercepat laju pembangunan
pertanian, yang tidak saja menyangkut kegiatan petani, tetapi juga perusahaan-
perusahaan pengangkutan, perkapalan, perbankan, asuransi, serta lembaga-lembaga
pemerintah dan semi pemerintah yang terkait dengan kegiatan sektor pertanian.
Politik pertanian mempunyai kaitan sangat erat dengan pengembangan sumber daya
manusia, peningkatan efesiensi, serta pembangunan pedesaan yang menyangkut
seluruh aspek-aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya dari penduduk pedesaan.
Mubyarto menyebutkan bahwa lingkup politik pertanian meliputi:
1. Politik stabilitas jangka pendek
2. Peningkatan pertumbuhan pertanian
3. Pengaturan dan pengarahan perdagangan
4. Pengarahan dan peningkatan mobilitas faktor-faktor produksi pertanian
5. Politik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengembangan
sumber daya manusia di bidang pertanian.
Dalam garis besarnya, politik ini minimum berurusan dengan pendapatan, stabilitas,
dan kesempatan yang merupakan unsur utama dalam masalah-masalah usaha tani.
Oleh karena itu, memungkinkan adanya pengertian yang lebih mendalam tentang
masalah-masalah ketidakstabilan dan kompensasi, serta kemiskinan, pengangguran,
dan pendapat yang sangat rendah di pedesaan. Dalam mencapai tujuan tersebut,
perlu adanya perlakuan dan pandangan bahwa masyarakat di pedesaan atau
pertanian tidak kurang pentingnya dari masyarakat keseluruhan dalam mencapai
kesejahteraan masyarakat.

5.4.3.1 Kebijakan Peningkatan Produksi


Peningkatan produksi pangan akan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap
laju pertumbuhan di Indonesia. Selain untuk mancapai swasembada, pembangunan,
pertanian, tanaman pangan juga dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat tani. Semua ini dapat dicapai melalui peingkatan produksi.
Usaha intensifikasi dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas sumber daya
alam dari area hutan, pengairan, dan pertanian, baik tanah sawah, sawah pasang
surut, tanah kering, dan sebagainya dengan menggunakan segala sarana produksi,
seperti air, benih unggul, pestisida, dan sebagainya.
Kebijakan peningkatan produksi pangan ditempuh melalui penerapan inovasi panca
usaha tani, seperti penggunaan benih varietas unggul, pemupukan, pengendalian
hama terpadu, pengairan, peralatan untuk pengolahan lahan, tersedianya kredit
tani dan sebagainya. Inovasi ini kemudian menjadi “Sapta Usaha Tani”. Kebijakan
ini memerlukan dukungan dalam upaya mengatasi gejala leveling off (tren
penurunan produksi setelah melewati puncak peningkatan produksi) yang selalu
terasa pada periode-periode tertentu.
Untuk menunjang keberhasilan program keberhasilan program peningkatan produksi
pangan guna mencapai swasembada tersebut, pemerintah telah mengantisipasinya
melalui serangkaian kebijakan-kebijakan:

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 28
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

1. Kebijakan bidang pembenihan


2. Sarana produksi, pupuk, dan pestisida
3. Kebijakan bidang perkreditan
4. Kebijakan bidang perairan
5. Kebijakan diseversifikasi usaha tani
6. Kebijakan bidang penyuluhan
7. Kebijakan harga input dan output
8. Kebijakan penanganan pasca panen

5.4.3.2 Kebijakan Diversifikasi Komoditi


Diversifikasi di sektor pertanian sebenarnya sudah merupakan kebijakan yang cukup
lama, tetapi pengembangannhya masih relatif tertinggal karena beberapa hal:
1. Titik perhatian penentu kebijakan sejauh ini masih terpusat pda usaha untuk
mencapai swasembada beras. Meskipun sudah tercapai pada tahun 1984,
sumber daya yang ada masih juga terserap untuk mempertahankan
swasembada tersebut.
2. Pengembangan teknologi budi daya komoditi di luar padi masih juga
tertinggal.
3. Kebijakan di bidang pemasaran masih condong pada pencapaian target
komoditi padi.
Di bidang produksi, pengertian diversifikasi menyangkut 2 hal, antara lain:
1. Diversifikasi horizontal, yaitu diversifikasi yang berkaitan dengan produksi,
yang dalam hal ini harus ditumbuhkan kesediaan petani produsen untuk
menanam berbagai tanaman di lahan yang dikuasainya dengan tetap
memperhatikan prinsip keuntungan komparatif terhadap penggunaan sumber
daya alam dan sosial ekonomi setempat.
2. Diversifikasi vertikal, yaitu yang berhubungan dengan sisi
permintaan, yang lebih menekankan pada masalah penanganan
lepas/ pasca panen sejak dari tahap proses perdagangan sampai pada
tahap konsumsinya.
Dalam pengembangan diversifikasi ini, salah satu prasyarat yang sangat penting
adalah adanya informasi yang akurat tentang sifat-sifat lahan, aspirasi dan
kemampuan petani, serta tersedianya sarana pendukung, seperti jalan,
pasar,perkreditan, maupun peranan wilayah dalam perencanaan nasional.
Kebutuhan akan diversifikasi di sektor pertanian sebenarnya merupakan suatu
proses alamiah karena adanya peningkatan lebih lanjut dari kemakmuran
masyarakat yang mendorong ke arah adanya perbaikan gizi yang bersumber pada
perlunya diversifikasi konsumsi.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 29
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

5.4.4 Sistem Produksi Pertanian


Menurut Sugiarto dkk (2002)produksi adalah proses untuk mengubah faktor produksi
menjadi barang produksi yang dapat menambah nilai guna dan bermanfaat dalam
memenuhi kebutuhan. Pada produksi dapat diusahakan dalam mencapai efisien
produksi dengan cara menghasilkan barang dan jasa dengan biaya yang paling
rendah pada saat waktu tertentu.
Produksi pula merupakan proses masukan (input) di ubah menjadi output. Menurut
Basuki (2014) produksi adalah hubungan antara jumlah output yang dihasilkan
dengan jumlah faktor produksi yang digunakan. Secara umum produksi adalah proses
untuk menghasilkan barang atau merubah barang menjadi barang yang memiliki
nilai guna dengan menggunakan faktor produksi. Petani adalah penggerak dalam
proses produksi pertanian, dalam hal ini lahan, bibit dan pupuk termasuk dalam
input yang sangat diperlukan untuk menghasilkan output. Petani disisni sangat
berperan dalam mengelola dan melakukan produksi yang efisien dengan biaya yang
rendah dan dengan harapan produksi yang dihasilkan mendaptkan keuntungan yang
tinggi.
Salah satu usaha produksi adalah keputusan dari sebuah produsen untuk
meamksimalkan produksi agar keuntungan yang didaptkan semakin tinggi. Dalam hal
ini petani biasanya mengahadapi segala macam kendala atau hambatan dan
kesulitan dalam menentukan banyaknya input yang akan diproduksi (Onibala dkk,
2017).
Kurun waktu jangka panjang adalah menunjukan dimana semua faktor produksi
dapat mengalami perubahan. Artinya dalam jangka panjang ini semua faktor
produksi dapat ditingkatkan jumlahnya untuk memaksimalkan produksi. Dalam hal
ini petani dapat menambah faktor produksi untuk meningkatkan produksi.
Kurun waktu jangka pendek adalah menunjukan dimana satu faktor atau lebih
dianggap tetap. Dalam hal ini anggaplah lahan yang dianggap tetap maka jika petani
ingin manambah jumlah produksinya maka dapat merubah jumlah luas lahan panen
dan yang lainnya.

5.4.4.1 Fungsi produksi


Fungsi produksi adalah persamaan dari keterkitan antara tingkat output dengan
tingkat penggunaan inputr-input. Selanjutnya menurut (Sukirno, 2000) fungsi
produksi adalah keterkaitan antar faktor-faktor dan tingkat produksi yang
dihasilkan, biasanya produksi sering di sebut dengan input dan jumlah produksi
disebut dengan output. Sedangkan menurut (Mankiw,2014) fungsi produksi adalah
hubungan antara jumlah input yang digunakan untuk membuat satu barang dan
jumlah output barang tersebut.
Dalam kehidupan nyata faktor produksi tidak hanya menggunakan satu faktor tetapi
dengan lebih dari satu faktor sehingga fungsi produksi dapat berbentuk fungsi linier,
kuadratik dan Cobb-Douglas. Menurut Mankiw (2014) Fungsi produksi pada umumnya
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Q= F (K,L,X…………….1)

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 30
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Dimana:
Q = Output
K = Kapital
L = Labor
X = Bahan Baku

Pada dasarnya fungsi produksi menunjukan bahwa jumlah produksi itu tergantung
dari faktor produksi itu sendiri. Dengan jumlah faktor yang banyak dan dengan
jumlah yang tinggi maka produksi yang dihasilkan akan naik pula. Dalam pertanian
dimisalkan jumlah produksi padi tersebut tergantung dari fungsi produksi yaitu luas
tanah dan pekerja yang bekerja menjadi petani padi. Hal tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Q= f (T,L………….2)

Pada rumus diatas Q adalah jumlah produksi padi yang akan dihasilkan, T adalah
luas tanah yang akan ditanami padi, dan yang terakhir, L adalah Labor artinya
tenaga kerja, pekerja yang bekerja sebagai petani. Sedangkan f menunjukan
keterkaitan antara jumlah produk yang dihasilkan (Q) dan luas tanah (T) dan jumlah
tenaga kerja (L). Fungsi luas tanah merupakan faktor produksi yang tetep sedangkan
tenaga kerja adalah faktor yang dapat diubah-ubah menurut (Suparmoko, 1998).

Gambar 5.5 Proses Produksi

Dari kombinasi antara faktor tenaga kerja dan luas tanah dapat menghasilkan
prroduk, karena keterkaitan keduanya adalah faktor produksi. Proses produksi yang
sebanding dapat menghasilkan produksi sebesar 10 kali lipatg asal kuantitas dari
luas tanah dan tenaga kerja dikalikan dengan kelipatan yang sama sehingga
perbandingan dari keduanya sama. Produsen dapat mengurangi satuan produksinya
menjadi setangah tetapi resikonya tenag kerja dan luas tanah harus dikurangi dan
masing-masing hanya setengah yang dipakai.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 31
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

5.4.4.2 Hubungan Produk Total, Produk Rata-rata dan Produk Marginal


Kurva Produk Total (PT) adalah menunjukan hubungan antara faktor produksi
dengan produk yang dihasilkan. Kurva Produk Rata-rata (PR) adalah keterkaitan
antara faktir produksi yang digunakan dengan produk rata-rata pada berbagai
tingkat pemakaian faktor produksi. Produk total sendiri artinya jumlah produk yang
dihasilkan dari setiap satu satuan faktor produksi yang digunakan. Kurva produk
marginal adalah keterkaitan antara faktor produksi dengan produk marginal pada
tingkat satu satuan faktor produksi yang digunakan. Produk marjinal sendiri adalah
penamabahan produk yang didapat dari penambahan faktor produksi dari seriap
satuan (Mankiw, 2014).
Pada produksi marginal berlaku hukum The Law Of Diminishing Return artinya
apabila saat produksi akan menambah penggunanya salah satu input produksi dan
input yang lainnya tetap maka hasil produksi yang dihasilkan mula-mula akan
semakin meniningkat, tetapi pada titik tertentu produksi akan mengalami
penurunan aau hasil yang diperoleh akan berkurang. Dalam kurva tersebut memiliki
beberapa tahapan yaitu kurva total produksi akan berbentuk cekung keatas jika
tenaga kerja yang digunakan sedikit. Pada saat itu produksi marginal juga semakin
tinggi dapat dilihat dari kurva MP yang akan mengalami kenaikan. Penggunaan
faktor tenaga kerja lebih sedikit dari TKR dimana lereng garis berada dibawah kurva
produksi total sehingga dapat dilihat bahwa kurva produksi marginal terletak diatas
kurva produksi rata-rata.

Gambar 5.6 Hubungan antara Produksi Total, Produksi Marginal, danProduksi Rata-
rata dari penggunaan faktor TK

Dari kurva di atas dapat dijelaskan bahwa:


1. Tahap pertama dari tenaga kerja (L) = 0 sampai MPL = APL atau dari L=0
sampai ke APL maksimum. Artinya keadaan nilai elastisitas produksi >1
(elastis).

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 32
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

2. Tahap kedua mulai dari MPL = APL maksimum sampai MPL=0, Artinya
keadaan nilai elastisitas produksi < 1 (inelastis), tetapi saat MPL=APL maka
elastisitas produksi=1.
3. Tahap terakhir yaitu ketiga dari MPL=0 atau MPL nrgatif, menunjukan nilai
elastisitas produksi negatif.

5.4.4.3 Fungsi Produksi Cobb-Douglas


Fungsi produksi cobb-Douglas adalah persamaan yang melibatkan dua atau lebih dari
variabel, dimana variabel tersebut yang satu disebut variabel dependen dan yang
satu disebut dengan variabel independen. Menurut Basuki (2014) fungsi produksi
cobb-douglas terletak diantara dua ekstreem yaitu linier production Function dan
Leontief Production function.
Fungsi Produksi Cobb-Douglas dapat ditulis:
Q = F(K,L)=KaLb
Dimana
Q = Jumlah Produksi
a,b = Angka Konstan

Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar


aspek dari produksi, seperti yang sudah dijelaskan bahwa produksi marginal,
produksi rata-rata, tingkat kemampuan batas untuk mengganti, intensitas
penggunaan faktor produksi dan efisien dari produksi.
Faktor produksi yang jumlahnya juga disebut dengan input tetap dimana jumlahnya
tidak berubah. Input yang jumlahnya yang dapat berubah ubah sesaui dengan
volume perubahan produksi sebagai input dari variabel adalah perubahan terhadap
output yang dilakukan dengan cara mengubah faktor produksi dalam tingkat yang
sanagt optimal.

5.4.5 Infrastruktur di Bidang Pertanian


Infrastruktur memiliki peranan vital dalam menyukseskan pembangunan
pertanian(Pasandaran, 2007). Ketersediaan infrastruktur dalam jumlah yang cukup
dan kondisi yang optimal akan memudahkan petani untuk mendapat hasil yang
maksimal dari lahan pertaniannya. Petani akan lebih mudah dalam hal proses
budidaya, akses sarana produksi, hingga pemasaran hasil pertaniannya. Jika semua
hal ini terpenuhi maka tidak ada petani yang kurang sejahtera lagi dan nantinya
akan mendorong pembangunan perekonomian negara secara menyeluruh.
Pembangunan infrastruktur pertanian harus secara berkesinambungan dan
holistis.Infrastruktur pertanian tidak hanya masalah irigasi, namun juga harus
menyangkut optimalisasi lahan (farming.id, 20 desember 2018).Rendahnya
perluasan lahan sawah irigasi di Indonesia antara lain disebabkan oleh derasnya
konversi lahan sawah beririgasi sejak lebih dari dua dasawarsa terakhir khususnya di
pulau Jawa. Antara tahun 1978–1998 misalnya konversi lahan sawah irigasi adalah
sebesar satu juta ha(Irawan, 2004). Hal yang memprihatinkan dari program investasi

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 33
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

publik di bidang irigasi adalah sawah irigasi yang terkonversi besar peluangnya
adalah sawah yang baru direhabilitasi. Demikian pula perluasan perkotaan dan
industri mengkonversi sawah-sawah irigasi di daerah pedesaan (Firman, 2000).
Pentingnya peranan infrastruktur pertanian dalam pembangunan pertanian
Indonesia menegaskan bagaimana pentingnya perbaikan dan pengadaan
infrastruktur tersebut. Pemerintah dapat fokus menciptakan sarana infrastruktur
pertanian dan juga pemberian stimulus petani agar petani lebih mudah dalam
kegiatan usahataninya, dari mulai mendapat benih sampai dengan pemasaran
produk pertaniannya (Pasandaran, 2007). Sektor pertanian menjadi tulang punggung
kemandirian pangan untuk mencapai target swasembada pangan nasional.

5.4.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Padi


Fungsi produksi dapat berfungsi dengan baik jika terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi (Soekartawati, 2003). Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi produksi dalam bidang pertanian, antara lain:
a. Luas Lahan pertanian
Luas lahan adalah luas area persawahan yang akan di tanami tanaman padi pada
musim tertentu (BPS, 2016). Luas persawahaan adalah lahan yang membentang
luas dan berbentuk petakan-petakan dengan sisi yang dibatasi dengan pematang
atau batasan untuk menahan air, biasannya tanah sawah tersebut tidak penting
dari mana asal tanah itu atau status tanahnya (BPS, 2016).
Tanah sawah yang ditanami padi harus yang subur dan tidak mengandung atau
tercampur dengan bahan kimia lainnya, karena dengan tanah yang seperti itu
akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ataupun produksi padi yang ditanam.
Luas lahan pertanian terbagi menjadi beberapa bentuk antaranya:
1. Lahan sawah
a) Sawah dengan sumber pengairannya teknis
Sawah ini memiliki pengairan yang saluran pemberi air terpisah dari
saluran pembuangan yang bertujuan untuk penyedian dan pembagian
dari irigasi dapat sepenuhnya diatur dan diukiur dengan mudah.
b) Sawah dengan sumber pengairannya setengah teknis
Sawah ini memiliki pengairan secara teknis pula akan tetapi bangunan
penyadap dikuasai oleh pemerintah yang bertujuan untuk mengatur
dan mengukur pemasukan air, sedangkan jaringan selanjutnya tidak di
kelola oleh pemerintah c) Sawah dengan sumber pengairannya
sederhana Sawah ini memiliki pengairan secara sederhana, artinya cara
pembagian dan pembuangan air belum diatue, meskipun pemerintah
sudah ikut serta dalam pembangunan sebagian jaringan.
2. Lahan bukan sawah
a) Kebun yaitu lahan kering yang berada di belakang rumah biasnya hanya
di tanami tanaman musiman saja.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 34
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

b) Huma yaitu seperti kebun tetapi lahan ini biasanya hanya ditanami
tanaman hanya beberapa musim saja jika sudah tidak subur akan
ditinggalkan dan akan ditanami lagi jika kondisi lahan sudah muali
subur lagi.
c) Tegal serupa dengan kebun ataupun huma tetapi lahan ini ditanami
dengan tanaman hoptikultura setiap tahun.
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap produksi padi adalah luas lahan
menurut Fitri (2015). Luas lahan adalah modal utama untuk pengembangan
pertanian. Hal ini dikarenakan lahan adalah salah satu syarat dari
berlangsungnya proses produksi pertanian. Luas lahan sebagai salah satu
faktor dari produksi padi karena lahan adalah tempat dari tumbuh dan
proses produksi terjadi. Besar kecilnya produksi yang dihasilkan oleh petani
tergantung dari besar sempitnya lahan yang ditanami oleh petani.
Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak efisien usaha tani yang
dilakukan. sebaliknya apabila luas lahan semakin besar dan lebih luas maka
produksi padi akan semakin meningkat. Jadi hubungan luas lahan dengan
produksi padi adalah positif.

b. Luas Panen pertanian


Berdasarkan BPS (2016) luas panen adalah luas tanaman pangan yang dapat
dipanen selama beberapa tahun. Luas panen merupakan faktor produksi kedua
yang sangat berperan penting karena jika luas tanaman yang dapat dipanen
tinggi maka semakin tinggi pula produksi padi yang diperoleh (Ekaputri, 2015).
Akan tetapi luas panen setiap tahunnya tidak akan mengalami kenaikan tetapi
mengalami fluktuasi, akibatnya produksi padi yang akan menjadi dampat dari
luas panen yang mengalami fluaktif tersebut. Permasalahan yang biasanya di
hadapi oleh penguasaha tani adalah masih banyaknya lahan sawah yang
potensial tetapi masih belum difungsikan, perbandingan antara jumlah lahan
hand tractor dengan lahan yang potensial masih belum seimbang dengan
terbatasnya sumberdaya manusia pengelola usaha pertanian, terbatasnya lahan
irigasi teknis juga mempengaruhi dari lahan yang tidak potensial akibatnya
lahan akan mengalami ketergantungan terhadap iklim.
Untuk meningkatkan produksi padi maka salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah ekstensifikasi pertanian. Ekstensifikasi pertanian adalah usaha
peningkatan luas areal tanam padi termasuk pengoptimalanpemanfaatan lahan
terlantar melalui pemanfaatan teknologi tepat guna, mengembangkan kualitas
benih dan kualitas sumberdaya manusia (Bappeda Kaltim, 2005). Selain
ekstenfikasi, peningkatan intensitas tanam juga dapat dilakukan dengan
menciptakan inovasi-inovasi baru sepertu memperpendek umur padi dan
rekayasa lingkungan.upaya yang lain bisa juga dengan memperbaiki
infrastruktur pertanian-irigasi. Pengairan yang bagus mampu mengairi sawah
lebih luas dan lebih panjang mengakibatkan intensitas tanam meningkat.

c. Kelompok Tani

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 35
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Kelompok tani adalah suatu organisasi non formal yang bertemu dan berkumpul
dengan orang-orang yang mempunyai keserasian,tujuan, dan motif untuk
memajukan usaha tani (wikipedia.org/wiki/Kelompok_Tani, 2018). Kelompok
tani mempunyai fungsi untuk menjalin kerja sama antar anggota usaha tani,dan
meningkatkan produksi. Usaha kelompok tani semua anggota kelompok harus
bekerja sama agar dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dikembangkan
untuk meningkatkan ekonomi baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Kelompok tani mempunyai peranan penting terhadap peningkatan produksi padi
sawah, karena dari kelompok tani petani dapat mendapatkan wawasan yang
sangat luas terkait dengan meningkatkan produksi padi selain itu kelompok tani
juga dapat membantu sarana prasarana teknologi yang dibutuhkan oleh para
petani dalam menunjang produksi padi (Ismi dkk., 2018).Pemerintah melalui
kelompok tani dapat membantu dalam kegiatan usaha tani dan meningkatkan
produksi padi sawah.

d. Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah kurun waktu
tertentu. Alat yang digunakan untuk mengukur banyak sedikitnya curah hujan
yaitu Rain Gauge. Curah hujan sendiri diukur dalam kurun waktu harian,
bulanan, dan tahunan (www.geografi.org, 22 November 2018).
Air merupakan bahan alami yang secara mutlak diperlukan tanaman dalam
jumlah cukup dan pada saat yang tepat. Kelebihan maupun kekurangan air
mudah menimbulakan masalah dan bencana (Mardawilis, 2016). Tanaman yang
mengalami kekeringan seringkali turun kuantitas maupun kualitas produksinya,
dan bila kekeringan berlangsung lama dapat menyebabkan ke gagalan
panen/puso. Curah hujan setiap harinya dapat diprediksi yang diperoleh dari
Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika.
Curah hujan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produksi tanaman
pangan. Peningkatan curah hujan disuatu akan berpotensi menimbulkan banjir
sebaliknya jika penurunan dari kondisi normalnya akan berpotensi terjadinya
kekeringan, kedua hal ini tentu akan berdampak buruk terhadap produksi
tanaman pangan (suciantini, 2015).

5.4.7 Peranan Sektor Pertanian


Sumbangan atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam
hal:
a. Menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang
kian meningkat.
b. Meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian
mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier.
c. Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang
modal bagi pembangunan melalui eksport hasil pertanian terus-menerus.
d. Meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 36
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

e. Memperbaiki kesejahteraan masyarakat.


Di negara terbelakang produksi pangan mendominasi sektor pertanian. Jika output
membesar lantaran meningkatnya produktifitas, maka pendapatan para petani akan
meningkat. Kenaikan pendapatan perkapita akan sangat meningkatkan permintaan
pangan. Dalam perekonomian seperti itu elastisitas pendapatan permintaan adalah
sangat tinggi yang bisanya bergerak antara 0,6 persen sampai 0,8 persen.
Peran nyata sektor pertanian sebagai tumpuan pembangunan ekonomi nasional pada
masa krisis dan selama pemulihan ekonomi, maka sektor pertanian perlu diposisikan
sebagai sektor andalan dan didukung secara konsisten dengan mengembangkan
ekonomi yang bersifat resource based. Atas dasar tersebut, potensi perekonomian
pedesaan diharapakan akan menjadi determinan dari perekonomian nasional secara
keseluruhan dan dengan demikian perubahan yang terjadi pada struktur
perekonomian pedesaan perlu dicermati terutama dampaknya terhadap struktur
kesempatan kerja dan pendapatan di wilayah pedesaan (Resthiningrum, 2011).

Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi


Peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi sangat penting karena
sebagian besar anggota masyarakat di negara-negara miskin menggantungkan
hidupnya pada sektor tersebut. Jika para perencana dengan sungguh-sungguh
memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya, maka satu-satunya cara adalah
dengan meningkatkan kesejahteraan sebagian besar anggota masyarakatnya yang
hidup di sektor pertanian. Peran pertanian sebagai tulang punggung perekonomian
nasional terbukti tidak hanya pada situasi normal, tetapi terlebih pada masa krisis
(Gadang, 2010).
Para pemikir ekonomi telah lama menyadari bahwa sektor pertanian memiliki
peranan yang besar dalam perekonomian, terutama dalam tahap-tahap awal
pembangunan. Sektor pertanian yang tumbuh dan menghasilkan surplus yang besar
merupakan prasyarat untuk memulai proses transformasi ekonomi. Sektor non-
pertanian, umumnya terlalu kecil untuk melakukan peranan itu. Peranan sektor
pertanian dalam pembangunan ekonomi sangat penting karena sebagian besar
anggota masyarakat di negara-negara miskin menggantungkan hidupnya pada sektor
tersebut. Jika para perencana dengan sungguh-sungguh memperhatikan
kesejahteraan masyarakatnya, maka satu-satunya cara dengan meningkatkan
kesejahteraan sebagian besar anggota masyarakatnya yang hidup di sektor pertanian
itu. Cara ini bisa ditempuh dengan jalan meningkatkan produksi tanaman pangan,
tanaman perdagangan mereka dan atau dengan menaikkan harga yang mereka
terima atas produk-produk yang mereka hasilkan, tentu saja tidak setiap kenaikan
output akan menguntungkan sebagian besar penduduk pedesaan yang bergerak di
bidang pertanian itu.
Pembangunan ekonomi berawal pada suatu lingkungan sosial, politik, dan teknologi
yang menunjang kreativitas para wiraswasta. Adanya lingkungan yang menunjang
kreativitas akan meimbulkan beberapa wiraswasta perintis yang mencoba
menerapkan ide-ide baru dalam kehidupan ekonomi. Mungkin tidak semua perintis
tersebut akan berhasil dalam melakukan inovasi. Bagi yang berhasil melakukan
inovasi tersebut akan menimbulkan posisi monopoli bagi pencetusnya. Posisi
monopoli ini akan menghasilkan keuntungan di atas keuntungan normal yang

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 37
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

diterima para pengusaha yang tidak berinovasi. Keuntungan monopolistis ini


merupakan imbalan bagi para innovator dan sekaligus juga merupakan rangsangan
bagi para calon innovator. Hasrat untuk berinovasi terdorong oleh adanya harapan
memperoleh keuntungan monopolistis tersebut. Inovasi mempunyai 3 pengaruh
yaitu:
a. Diperkenalkannya teknologi baru
b. Menimbulkan keuntungan lebih (keuntungan monopolistis)yang merupakan
sumber dana penting bagi akumulasi modal.
c. Inovasi akan diikuti oleh timbulnya proses peniruan (imitasi) yaitu adanya
pengusaha-pengusaha lain yang meniru teknologi baru tersebut.
Proses peniruan (imitasi) tersebut di atas pada akhirnya akan diikuti oleh investasi
(akumulasi modal) oleh para peniru (imitator) tersebut. Proses peniruan ini
mempunyai pengaruh berupa:
a. Menurunnya keuntungan monopolistis yang dinikmati oleh para inovator
b. Penyebaran teknologi baru di dalam masyarakat, berarti teknologi tersebut
tidak lagi menjadi monopoli bagi pencetusnya.
Kesemua proses yang dijelaskan diatas meningkatkan output masyarakat dan secara
keseluruhan merupakan proses pembangunan ekonomi. Sumber kemajuan ekonomi
yang paling penting adalah pembangunan ekonomi tersebut (Khamdani, 2013).

5.4.8 Pembangunan Pertanian


Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan hasil mutu penduduk,
meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas lapangan kerja dan
kesempatan berusaha, menunjang pembangunan Indonesia serta meningkatkan
ekspor. Suatu energi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas
pertanian dan ketenaga kerjaan paling tidak memerlukan 3 unsur pelengkap dasar,
yaitu:
a. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian
teknologi, instusional dan intensif harga yang khusus dirancang untuk
meningkatkan produktifitas pada petani
b. Peningkatan permintaan terhadap domestic terhadap output pertanian yang
didasarkan pada strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan
pada upaya pembinaan ketenaga kerjaan
c. Diverifikasi kegiatan pembinaan pedesaan pada karya non pertanian yang
secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh
masyarakat pertanian (Todaro, 2000).
Pembangunan seringkali diartikan pada pertumbuhan dan perubahan.Jadi,
pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan kalau terjadi pertumbuhan
sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani dari
kurang baik menjadi yang lebih baik.Seperti diketahui sektor pertanian di Indonesia
dianggap penting. Hal ini terlihat dari peranan sektor pertanian terhadap
penyediaan lapangan kerja, penyedia pangan, penyumbang devisa Negara melalui
ekspor dan sebagainya (Soekartawi, 1995).
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 38
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Disisi lain, didalam negeri juga dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti: (1)
Dinamika permintaan pangan dan bahan baku industri; (2) Kelangkaan dan degradasi
kualitas sumberdaya alam; dan (3) Manajemen pembangunan yang mencakup: (a)
otonomi, dimana pembangunan dilaksanakan sesuai dengan UU nomor 32 Tahun
2004, tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan (b)
partisipasi masyarakat, dimana pembangunan lebih diarahkan kepada peningkatan
sebesar-besarnya peran serta masyarakat, sementara pemerintah berperan sebagai
regulator, fasilitator, dan dinamisator.
Pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah pendayagunaan secara optimal
sumberdaya pertanian dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan, yaitu: (1)
membangun sumber daya manusia aparatur profesional, petani mandiri dan
kelembagaan pertanian yang kokoh; (2) meningkatkan pemanfaatan sumberdaya
pertanian secara berkelanjutan; (3) memantapkan ketahanan dan keamanan
pangan; (4) meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian; (5)
menumbuh kembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi
perdesaan; dan (6) membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang
berpihak kepada petani (Apriyanto, 2005).
Pembangunan pertanian adalah meningkatkan produksi hasil usahatani. Untuk hasil-
hasil ini perlu ada pasar serta harga yang cukup tinggi untuk menbayar kembali
biaya-biaya tunai dan tenaga yang dipakai petani sewaktu mengerjakan
usahataninya, untuk ini diperlukaan tiga hal, yaitu: (1) adanya tempat menjual hasil
usahatani, (2) adanya penyalur untuk menjual hasil usahatani, dan (3) kepercayaan
petani pada kelancaran sistem penjualan usahatani. (Mosher, 1965).
Posisi pertanian akan semakin strategis jika dilakukan perubahan pola pikir
masyarakat yang awalnya cenderung memandang pertanian hanya sebagai penghasil
(output) komoditas menjadi pola pikir yang melihat multi-fungsi dari pertanian,
seperti agribisnis. Sistem agribisnis mengedepankan sistem budaya, organisasi dan
manajemen yang rasional dan dirancang untuk memperoleh nilai tambah yang dapat
disebar dan dinikmati oleh seluruh pelaku ekonomi secara fair dari petani produsen,
pedagang dan konsumen.

5.4.9 Pertanian Perkotaan


Pertanian perkotaan, dalam bahasa Inggris memiliki beberapa pemahaman, dapat
disebut sebagai Urban farming maupun Urban Agriculture. Jika dalam bahasa
Indonesia, pertanian perkotaan berasal dari kata tani, dalam kamus bahasa
Indonesia, tani adalah mata pencaharian dalam bentuk bercocok tanam, sedangkan
pertanian adalah perihal bertani (mengusahakan tanah dengan tanam menanam).
Secara singkat pertanian perkotaan adalah kegiatan pertanian yang dilakukan di
kota. Namun pertanian perkotaan lebih dari sekedar kegiatan pertanian di kota.
Menurut Baikley et al. (2000) dalam from brownfields to greenfields producing food
in North American cities, yang dimaksud dengan pertanian perkotaan adalah
penumbuhan (pembuatan), pemrosesan dan distribusi makanan dan produk lainnya
melalui budidaya tanaman intensif dan peternakan di sekitar kota. Dalam
pengertian tersebut, disebutkan bahwa pertanian perkotaan tidak hanya dalam

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 39
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

dimensi kegiatan pertanian tanaman hortikultura saja, namun juga pada kegiatan
peternakan.
Menurut Mazeereuw (2005), pertanian didalam kota mempengaruhi aspek ekonomi,
kesehatan, sosial dan lingkungan kota. Dengan demikian akan ada manfaat
meningkatnya kesejahteraan, keadilan, kebersamaan, kenyamanan, kualitas
kehidupan dan kelestarian lingkungan hidup.
Pertanian perkotaan didefinisikan sebagai aktifitas atau kegiatan bidang pertanian
yang dilakukan di dalam kota (intra-urban) dan pinggiran kota (peri-urban) untuk
memproduksi/memelihara, mengolah dan mendistribusikan beragam produk pangan
dan non pangan, dengan memanfaatkan atau menggunakan kembali sumberdaya
manusia, material, produk dan jasa di daerah perkotaan (Smith et al., 1996; dan
FAO, 1999). Lembaga Internasional FAO (2003) memposisikan pertanian perkotaan
sebagai; (1) salah satu sumber pasokan sistem pangan dan opsi ketahanan pangan
rumah tangga perkotaan; (2) salah satu kegiatan produktif untuk memanfaatkan
ruang terbuka dan limbah perkotaan; dan (3) salah satu sumber pendapatan dan
kesempatan kerja penduduk perkotaan. Karena itu, pertanian perkotaan mempunyai
peluang dan prospek yang baik untuk pengembangan usahatani berbasis agribisnis
dan berwawasaan lingkungan.
Menurut CAST (Counsil for Agriculture Scince and Technology) (2003), yang
dimaksud dengan pertanian perkotaan adalah sistem yang kompleks yang meliputi
spektrum kepentingan, dari produksi, pengolahan, pemasaran, distribusi dan
konsumsi. Untuk manfaat lainnya dan jasa yang kurang diakui misalnya untuk
rekreasi dan bersantai, kesehatan individu, kesehatan masyarakat, pemandangan
yang indah serta pemulihan lingkungan.
Kaethler (2006), dalam Growing Space: The Potential for Urban Agriculture in the
City of Vancouver, membagi kegiatan pertanian kota menjadi dua jenis, yaitu: (1)
pertanian kota skala kecil, yakni kegiatan pertanian perkotaan yang memiliki luas
kurang dari 1.000 m2, (2) pertanian perkotaan skala besar yakni kegiatan pertanian
kota yang memiliki luas lebih dari 1.000 m2 atau 10 are.
Fenomena pertanian perkotaan dengan ciri luasan lahan yang terbatas akan tumbuh
di berbagai wilayah di Indonesia. Gejala tersebut ditunjukkan oleh kecepatan rata-
rata pertumbuhan petani gurem di Indonesia 2,6 % per tahun dan di Jawa 2,4% per
tahun (BPS, 2004). Di Wilayah perkotaan atau di perbatasan pemekaran kota,
seperti di Jabotabek, kegiatan usahatani lahan sempit mampu memberikan
kesempatan kerja dan pendapatan bagi kelangsungan kehidupan petani (Siregar
dkk., 2000). Meskipun Negara dalam kondisi krisis, tetapi petani dengan lahan
sempit dan di pinggir perkotaan tersebut tetap berusahatani (umumnya komoditas
sayuran), mampu menjaring konsumen di perkotaan, memiliki pasar yang relatif
kontinyu, serta memperoleh penghasilan kontinyu.
Dalam mengatasi persoalan ketahanan pangan, langkah yang dapat diterapkan oleh
kota adalah dengan mengaplikasikan Food Oriented Development (FOD). Selama ini,
pembangunan kota yang terjadi, pada umumnya belum mempertimbangkan aspek
ketahanan pangan bagi kota itu sendiri. FOD merupakan konsep yang mencoba
mempertimbangkan aspek ketahanan pangan dalam pembangunan kota.
Pertimbangan mengenai ketahanan pangan ini diharapkan dapat mendukung
pembangunan sektoral perkotaan yang berujung pada hasil pembangunan yang
berkelanjutan. Kegiatan pertanian kota termasuk dalam bagian dari FOD, karena
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 40
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

kegiatan pertanian kota merupakan kegiatan pertanian yang dilakukan di kawasan


perkotaan dengan tujuan untuk mengatasi persoalan pangan yang ada di kota
tersebut.
Aktivitas pertanian perkotaan menurut Mogout (2000) dan diperbaharui oleh Smit et
al (2001) berhubungan dengan tujuan, aktivitas ekonomi, lokasi, letak, stakeholder,
sistem produksi, ukuran, dan produk, dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 5.7 Kerangka konsep aktivitas urban farming menurut Mougeot (2000) dan
Smit et al ( 2001)

Menurut Enciety (2011), pertanian perkotaan adalah suatu aktivitas pertanian di


dalam atau sekitar perkotaan yang melibatkan keterampilan, keahlian dan inovasi
dalam budidaya dan pengolahan makanan. Definisi pertanian perkotaan sendiri
menurut Balkey M dalam www.berkebun-yuuk.blogspot.com (2011) adalah rantai
industri yang memproduksi, memproses dan menjual makanan dan energi untuk
memenuhi kebutuhan konsumen kota. Semua kegiatan dilakukan dengan metoda
using dan re-using sumber alam dan limbah perkotaan.
Menurut Wikipedia the free encyclopedia, pertanian perkotaan adalah praktek
pertanian (meliputi kegiatan tanaman pangan, peternakan, perikanan, kehutanan)
di dalam atau di pinggiran kota yang dilakukan di lahan pekarangan, balkon, atau
atap-atap bangunan, pinggiran jalan umum, atau tepi sungai dengan tujuan untuk
menambah pendapatan atau menghasilkan bahan pangan.
Sedangkan menurut UNDP (1996) pertanian perkotaan memiliki pengertian, satu
kesatuan aktivitas produksi, proses, dan pemasaran makanan dan produk lain, di air
dan di daratan yang dilakukan di dalam kota dan di pinggiran kota, menerapkan
metode-metode produksi yang intensif, dan daur ulang (reused) sumber alam dan
sisa sampah kota, untuk menghasilkan keaneka ragaman peternakan dan tanaman
pangan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pertanian
perkotaan mengandung arti suatu aktivitas pertanian yang dapat berupa kegiatan
bertani, beternak, perikanan, kehutanan, yang berlokasi di dalam kota atau
dipinggiran suatu kota dengan melakukan proses produksi (menghasilkan),
pengolahan, dan menjual serta mendistribusikan berbagai macam hasil produk

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 41
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

makanan dan non makanan dengan menggunakan sumber daya serta bertujuan
untuk menyediakan dan memenuhi konsumsi masyarakat yang tinggal di suatu kota.
Pertanian perkotaan sebagai suatu konsep yang sering disebut usaha pertanian
perkotaan yaitu sebagai peri urban agriculture adalah aktifitas/kegiatan yang
dilakukan di dalam kota dan pinggiran kota untuk memproduksi/memelihara,
mengolah dan mendistribusikan beragam produk pangan dan non pangan dengan
menggunakan atau menggunakan kembali sumberdaya manusia dan material, produk
serta jasa yang diperoleh dari dalam dan daerah urban.

5.4.10 Alih Fungsi Lahan Pertanian


Alih fungsi lahan atau Konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh
kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi
lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi
lahan. Konversi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan
lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan
meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Rustiadi dan Reti,
2008). Konversi lahan merupakan suatu akibat adanya pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat. Menurut Rustiadi dan Reti
(2008), hal tersebut tercermin dari:
1. Pertumbuhan aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya
permintaan kebutuhan terhadap peggunaan lahan.
2. Adanya pergeseran kontribusi sektor- sektor pembangunan primer, khususnya
dari sektor pertanian dan pengolahan sumberdaya ke sektor sekunder
(manufactur) dan sektor tersier (jasa).
Dalam hukum ekonomi pasar, alih fungsi lahan berlangsung dari aktivitas yang land
rent nya rendah ke aktivitas yang land rent nya tinggi. Yang dimaksud dengan land
rent adalah nilai keuntungan bersih dari aktivitas pemanfaatan lahan per satuan
luas lahan dan waktu tertentu. Tahapan dalam proses konversi lahan pertanian pada
umumnya adalah sebagai berikut : 1) pelepasan hak kepemilikan lahan, 2)
pemanfataan lahan pertanian tersebut untuk kegiatan non pertanian (Siamatupang
dan Irawan ,2003).
Dampak lebih lanjut dari adanya konversi lahan pertanian adalah terganggunya
ketahanan pangan, yang merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional. Hal
ini dapat dijelaskan karena dengan berkurangnya lahan pertanian otomatis akan
mempengaruhi produksi beras. Dimana kondisi seperti ini tidak mudah untuk segera
dipulihkan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu:
1. Konversi lahan bersifat irreversible, yaitu lahan pertanian yang telah beralih
fungsi menjadi lahan non pertanian bersifat permanen. Karena dengan
perubahan ini akan meningkatkan nilai lahan.
2. Upaya pemulihan kondisi seperti semula dengan mencetak lahan pertanian baru
memerlukan waktu yang lama.
3. Keterbatasan sumberdaya lahan terutama di Pulau Jawa. Selain itu juga adanya
keterbatasan anggaran pemerintah untuk melakukan rehabilitasi terhadap

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 42
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

lahan pertanian dengan cara mencetak lahan pertanian baru dan berbaikan
irigasi.
4. Keterbatasan inovasi teknologi dalam peningkatan produktivitas padi sawah
sehingga dapat mengatasi masalah penurunan produksi karena konversi lahan.
Oleh karena itu penanganan masalah konversi lahan pertanian sebenarnya dapat
ditempuh melalui tiga pendekatan yaitu: (1) mengendalikan pelepasan hak
pemilikan lahan petani kepada nonpetani, (2) mencegah alih fungsi lahan, dan (3)
menanggulangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh konversi lahan.
Menurut Irawan (2005), Konversi lahan pada dasarnya terjadi akibat adanya
persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sector non
pertanian. Sedangkan persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat
adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial, yaitu 1) keterbatasan sumberdaya lahan,
2) pertumbuhan penduduk dan 3) pertumbuhan ekonomi. Luas lahan yang tersedia
relatif terbatas, sehingga pertumbuhan penduduk akan meningkatkan kelangkaan
lahan yang dapat dialokasikan untuk kegiatan pertanian dan non pertanian.
Sementara itu pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan untuk
kegiatan non pertanian pada laju lebih tinggi disbanding permintaan lahan untuk
kegiatan pertanian karena permintaan produk non pertanian lebih elastis terhadap
pendapatan. Meningkatnya kelangkaan lahan akibat pertumbuhan penduduk, yang
dibarengi dengan meningkatkan permintaan lahan yang relatif tinggi untuk kegiatan
non pertanian akibat pertumbuhan ekonomi, pada akhirnya menyebabkan terjadinya
konversi lahan pertanian.
Menurut Sumaryanto dan Suhaeti (1999) dalam Nurmanaf et al (2001), dampak
konversi lahan dari aspek sosial ekonomi adalah kehilangan produksi pertanian dan
nilai tambahnya, berkurangnya pendapatan dari sektor pertanian, hilangnya
kesempatan kerja pertanian dan pendapatan kerja yang dihasilkannya, irigasi yang
dibangun dengan biaya besar tidak difungsikan dengan semestinya, timbulnya
pencemaran dan degradasi lingkungan, dan hancurnya beberapa kelembagaan lokal
yang selama ini menunjang pembangunan pertanian.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 43
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Gambar 5.8 Contoh Deviasi Penggunaan Lahan

5.5 KEUNGGULAN LOKAL & KETAHANAN PANGAN


5.5.1 Pengertian Keunggulan Lokal
Keunggulan lokal merupakan sesuatu yang menjadi ciri khas kedaerahan yang
mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi, komunikasi, ekologi, dan
sebagainya Dwitagama dalam (Asmani, 2012). Menurut Asmani 2012 keunggulan
lokal merupakan suatu proses dan realisasi peningkatan nilai dari suatu potensi
daerah sehingga menjadi produk, jasa atau karya lain yang bernilai tinggi, bersifat
unik dan memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan lokal dapat diartikan sebagai
potensi dan karya disuatu daerah yang menjadi karakteristik daerah tersebut.

5.5.2 Konsep Daya Saing


Daya saing suatu komoditas dapat diukur dengan menggunakan pendekatan
keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan suatu
konsep yang dikembangkan oleh David Ricardo untuk menjelaskan efisiensi alokasi
sumberdaya di suatu negara dalam sistem ekonomi yang terbuka (Warr, 1992;
Lembaga Penelitian IPB, 1997/1998). Hukum keunggulan komparatif dari Ricardo
menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 44
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun


perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga
antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan (Lindert dan
Kindleberger, 1993).
Teori keunggulan komparatif Ricardo disempurnakan oleh teori biaya imbangan
(theory opportunity cost). Argumentasi dasarnya adalah bahwa harga relatif dari
komoditas yang berbeda ditentukan oleh perbedaan biaya. Biaya disini menunjukkan
produksi komoditas alternatif yang harus dikorbankan untuk menghasilkan
komoditas yang bersangkutan.
Menurut Simatupang (1991) maupun Sudaryanto dan Simatupang (1993), konsep
keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam
arti daya saing yang akan dicapai pada perekonomian tidak mengalami distorsi sama
sekali. Aspek yang terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan
ekonomi, dan yang terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial
dari suatu aktivitas. Sudaryanto dan Simatupang (1993) mengemukakan bahwa
konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan
kompetitif atau revealed competitive advantage yang merupakan pengukur daya
saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual.

5.5.3 Kelembagaan Kemitraan Usaha


Daya saing komoditas yang dihasilkan suatu negara sangat ditentukan oleh
kemampuan daya kerja sumberdaya manusia terutama kemampuan manajerialnya.
Keunggulan daya kerja manusia ditentukan oleh empat faktor berikut (Yusdja,
2004):
1. Kemampuan manusia memanfaatkan dan mengelola alam mencakup
kemampuan manusia dalam bekerja yang tidak dapat digantikan oleh daya
kerja yang lain;
2. Kemampuan mengelola (manajemen) dalam menggunakan sumberdaya yang
dikuasainya;
3. Kemampuan menguasai modal, finansial, dan sumberdaya alam; dan
4. Kemampuan menciptakan dan menggunakan teknologi.
Landasan pemikiran tersebut di atas seharusnya dapat diimplementasikan pada
tataran operasional di tingkat mikro. Gagasan tersebut sejalan dengan pemikiran
John R. Commons tentang pentingnya kerjasama usaha dalam mencapai harmoni.
John R. Commons dalam Mubyarto (2002), mengakui prinsip ekonomi neoklasik
tentang kelangkaan (scarcity) dan asas efisiensi untuk mengatasinya tetapi berbeda
dengan teori ekonomi klasik dalam cara-cara mencapai “ harmoni” atau
“keseimbangan”, yaitu tidak dengan menyerahkan pada mekanisme pasar melaui
persaingan (competition), tetapi melalui kerjasama (cooperation) dan tindakan
bersama (collective action). Sehingga akan tercapai keseimbangan antara
pertumbuhan dalam jangka pendek di satu sisi dan aspek pemerataan dan
sustainabilitas dalam jangka panjang di sisi lain.
Melalui pengembangan kelembagaan kemitraan usaha akan diperoleh beberapa
manfaat dalam rangka meningkatkan daya saing komoditas, seperti dicapainya skala

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 45
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

ekonomi usahatani maupun dalam pengangkutan, adanya transfer teknologi dan


informasi dari perusahaan kepada masyarakat petani, peningkatan akses terhadap
pasar, serta adanya keterpaduan dalam pengambilan keputusan; sehingga usahatani
yang dilakukan sesuai dengan dinamika permintaan pasar.

5.5.4 Model Kemitraan Petani - Pengusaha


Dalam model ini pengusaha–pengusaha besar, pengusaha pengolahan hasil, eksportir
atau pedagang hasil hortikultura melakukan kemitraan dengan petani produsen,
ataupun kelompok usaha agribisnis dengan membentuk kesepakatan harga dan
kualitas pembelian produk. Kemitraan dilakukan dengan kelompok tani, sehingga
kegiatan produksi dapat dilakukan secara lebih terkoordinir dalam satu hamparan
dengan skala usaha tertentu. Hal ini akan memudahkan pihak pengusaha karena
tidak harus berhubungan dengan banyak petani, sehingga proses pengumpulan
menjadi efisien. Kemitraan ini perlu diarahkan dan dibina sehingga tercipta kondisi
saling membutuhkan, memperkuat, dan saling menguntungkan antar pihak yang
bermitra, serta adanya jaminan pemasaran produk.
A. Koperasi Agribisnis Hortikultura
Dalam rangka pengembangan agribisnis di KAHORTI maka seyogyanya petani di
pedesaan membentuk wadah kerjasama ekonomi, dalam hal ini Koperasi
Agribisnis Hortikultura. Selama ini kegiatan usaha pertanian yang ditangani oleh
petani perorangan maupun kelompok tani bersifat parsial dengan penekanan
pada kegiatan produksi, sedangkan kegiatan penanganan pasca panen,
pengolahan hasil, pemasaran dan distribusi yang mempunyai nilai tambah tinggi
dilakukan oleh pihak-pihak lain.
Kenyataannya kegiatan produksi tidak dapat memberikan keuntungan optimal,
meskipun curahan tenaga, modal, waktu serta risiko yang ditanggung petani
lebih besar. Sementara kegiatan penanganan pasca panen, pengolahan dan
pemasaran yang memberikan keuntungan lebih besar dan risiko lebih kecil,
justru diterima oleh pedagang atau pengolah hasil. Dengan demikian terdapat
kesenjangan yang sangat besar antara modal, korbanan, risiko dan keuntungan
yang diterima oleh petani dan pedagang serta sektor jasa lainnya. Melalui
koperasi agribisnis diharapkan keterlibatan petani pada aspek-aspek lainnya
dalam sistem agribisnis dapat dilaksanakan, sehingga sebagian keuntungan
tersebut dapat beralih oleh petani.
Petani produsen dihimpun dalam suatu kelompok dengan bentuk Koperasi
Produksi, Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) atau Koperasi Agribisnis
Hortikultura yang berbadan hukum. Dengan kekuatan hukum tersebut, mereka
dapat melakukan usaha secara legal, dapat melakukan transaksi dengan
berbagai pihak, serta berhak menda patkan berbagai fasilitas dan kemudahan
dalam pengembangan usaha.
Pemberdayaan petani melalui Koperasi Agribisnis Hortikultura di pedesaan perlu
berlandaskan pada prinsip-prinsip ekonomi dan etika bisnis. Modal dasar sebagai
perekat dalam pengembangan koperasi agribisnis hortikultura dapat berupa
lahan dalam hamparan yang sama, infrastruktur penanganan pasca panen dan
pengolahan hasil, serta pemilikan saham bersama. Modal keuangan berasal dari
pemupukan modal bersama dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib, dan
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 46
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

simpanan sukarela, di samping modal dari luar. Selain itu, rapat anggota
berfungsi untuk menentukan AD/ART, menunjuk manajer profesional dengan
memberikan hak dan kewajiban sesuai kesepakatan, serta memberikan
kewenangan penuh kepada manajer profesional untuk mengelola koperasi
agribisnis hortikultura.
Manajer profesional sebaiknya memiliki standar pendidikan sarjana,
pengalaman kerja yang cukup, serta mempunyai kemampuan bisnis yang
memadai untuk menggerakkan koperasi agribisnis. Manajer koperasi
menentukan dan mengatur jenis komoditas dan pola pengelolaan usaha
agribisnis yang akan dikembangkan berdasarkan atas dinamika permintaan
pasar. Petani berkewajiban melakukan pengelolaan usahatani sesuai dengan
arahan manajer koperasi dalam hal pengaturan pola tanam, jenis komoditas,
luas areal tanam, serta jadwal tanam dan panen yang semua itu didasarkan atas
kesepakatan yang telah dibuat dengan pihak mitra (prosesor, pedagang, atau
eksportir).
Selain itu, manajer berkewajiban mengembangkan kemitraan usaha yang saling
membutuhkan, memperkuat, dan menguntungkan, serta membentuk dan
mengembangkan divisi atau unit usaha berdasarkan atas potensi, kendala, dan
kebutuhan masyarakat anggotanya. Divisi yang dibangun mencakup divisi
budidaya tanaman atau produksi, divisi pasca panen dan pengolahan hasil, serta
divisi pemasaran dan delivery yang bertanggung jawab menerima pesanan dan
pengiriman.

B. Jejaring Usaha Agribisnis Hortikultura


Pengembangan jejaring usaha agribisnis hortikultura merupakan suatu
pendekatan untuk pengembangan sentra usaha agribisnis hortikultura melalui
pengembangan atau penguatan kelompok agribisnis yang telah ada dan
pengembangan kemitraan usaha antara pengusaha agribisnis dengan kelompok
agribisnis. Pengembangan kelompok agribisnis yang ada dilakukan dengan cara:
1. Pemberdayaan kemampuan kelompok agribisnis dalam hal manajemen
usaha;
2. Peningkatan diversifikasi usaha untuk menangani setiap aspek agribisnis
atau diversitas komoditas dengan menerapkan pertanian terpadu; dan
3. Perluasan cakupan keanggotaan kelompok agribisnis pada daerah lain
dalam satu sentra usaha agribisnis hortikultura.
Sementara pengembangan kemitraan usaha dalam rangka membangun jejaring
agribisnis dilakukan dengan cara:
1. Penguatan kelompok usaha agribisnis hortikultura pada suatu kawasan
atau sentra produksi;
2. Pencarian mitra usaha dalam bidang agribisnis untuk kelompok usaha
agribisnis;
3. Menjembatani dan menyatukan persepsi, kepentingan dan usaha antar
kelompok dengan mitra usaha;

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 47
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

4. Bimbingan dan konsultasi intensif untuk pengembangan usaha agribisnis


pada kemitraan; serta
5. Perluasan, diversifikasi usaha, cakupan usaha dan keanggotaan kelompok.

5.5.5 Ketahanan Pangan


FAO (1992) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai situasi dimana dalam segala
waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman dan bergizi demi
kehidupan yang sehat dan aktif. Secara umum, ketahanan pangan adalah adanya
jaminan bahwa kebutuhan pangan dan gizi setiap penduduk adalah sebagai syarat
utama dalam mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan yang tercukupi
(Sitanggang dan Marbun, 2007). Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang
terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem (Maleha dan Adi Sutanto, 2006).
Subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi
pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dari interaksi ketiga
subsistem tersebut. Ketiga subsistem tersebut adalah:
1. Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta
keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan pangan harus
dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat
musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang
tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil
penyediaannya dari waktu ke waktu.
2. Subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan
ekonomi atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata
menyangkut aspek fisik dalam arti pangan tersedia di semua lokasi yang
membutuhkan, tetapi juga masyarakat. Surplus pangan di tingkat wilayah
belum menjamin kecukupan pangan bagi individu masyarakatnya. Sistem
distribusi ini perlu dikelola secara optimal dan tidak bertentangan dengan
mekanisme pasar terbuka agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan
akses pangan bagi seluruh penduduk.
3. Subsistem konsumsi pangan menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan
kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal.

5.6 POLA DISTRIBUSI


5.6.1 Pengertian Distribusi
Dalam usaha untuk memperlancar arus barang atau jasa dari produsen dan
konsumen, maka faktor penting yang tidak boleh diabaikan adalah memilih secara
tepat saluran distribusi (channel of distributon). Keputusan perusahaan tentang
distribusi menentukan bagaimana cara produk yang dibuatnya dapat dijangkau oleh
konsumen. Perusahaan mengembangkan strategi untuk memastikan bahwa produk
yang didistribusikan kepada pelanggan berada pada tempat yang tepat. Untuk itu
perlu halnya pemahaman tentang saluran distribusi yang tepat dalam sebuah usaha.
Saluran distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 48
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

produk sampai ke konsumen atau berbagai aktivitas perusahaan yang mengupayakan


agar produk sampai ketangan konsumen.
Dalam kamus bahasa Indonesia, pengertian distribusi adalah pembagian pengiriman
barang-barang kepada orang banyak atau ke beberapa tempat. Selainitu ilmuan
ekonomi konvensional philip Kotler mendefinisikan distribusi adalah himpunan
perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam
mengalihkan hak atas barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen ke
konsumen Dalam ekonomi konvensional distribusi diartikan sebagai pergerakan
barang dari perusahaan manufaktur hingga kepasar dan akhirnya di beli konsumen.
Dalam perspektif Ekonomi Islam distribusi memiliki makna yang luas, yaitu
mencakup pengaturan kepemilikan, unsur-unsur produksi dan sumber-sumber
kekayaan. Oleh karena itu, distribusi merupakan permasalahan utama dalam
Ekonomi Islam. karena, distribusi memiliki hubungan erat dengan tingkat
kesejahteraan suatu masyarakat. Adapun kesejahteraan dalam Ekonomi Islam diukur
berdasarkan prinsip pemenuhan kebutuhan setiap individu masyarakat, bukan atas
dasar penawaran dan permintaan, pertumbuhan Ekonomi, cadangan devisa, nilai
mata uang ataupun indeks harga-harga di pasar non-riil, sebagaimana dialami dalam
sistem Ekonomi Kapitalisme. Hal ini juga dipengaruhi oleh pandangan para Ekonom
Kapitalis tentang masalah utama dalam Ekonomi, yaitu produksi.
Secara garis besar, pendistribusian dapat diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang
berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari
produsen ke konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan
(jenis, harga, tempat dan saat yang dibutuhkan). Berdasarkan definisi diatas dapat
diketahui adanya beberapa unsur penting yaitu:
1. Saluran distribusi merupakan sekelompok lembaga yang ada diantara
berbagai lembaga yang mengadakan kerjasama untuk mencapai suatu
tujuan.
2. Tujuan dari saluran distribusi adalah untuk mencapai pasar-pasar tertentu.
Dengan demikian pasar merupakan tujuan dari kegiatan saluran.
3. Saluran distribusi melaksanakan duakegiatan penting untuk mencapai
tujuan, yaitu mengadakan penggolongan dan mendistribusikan.

5.6.2 Tujuan Distribusi


Adapun yang menjadi tujuan distribusi adalah sebagai berikut:
1. Menyampaikan barang atau jasa dari produsen ke konsumen.
2. Mempercepat sampainya hasil produksi ketangan konsumen.
3. Tercapainya pemerataan produksi.
4. Menjaga kontinuitas produksi.
5. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
6. Meningkatkan nilai guna barang dan jasa.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 49
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

5.6.3 Fungsi Distribusi


Fungsi distribusi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu fungsi pokok dan fungsi
tambahan.
7. Fungsi Pokok Distribusi
Adapun yang menjadi fungsi pokok distribusi adalah sebagai berikut:
a. Pengangkutan (Transportasi)
Pada umumnya tempat kegiatan produksi berbeda dengan tempat
konsumen. Perbedaan tempat ini harus diatasi dengan kegiatan
pengangkutan. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin
majunya teknologi, maka kebutuhan manusiapun semakin bertambah
banyak. Hal ini mengakibatkan barang yang disalurkan semakin besar
sehingga membutuhkan alat transportasi (pengangkutan).
b. Penjualan (Selling)
Di dalam pemasaran barang selalu ada kegiatan menjual yang dilakukan
oleh produsen. Pengalihan hak dari produsen kepada konsumen dapat
dilakukan dengan penjualan. Dengan adanya kegiatan penjualan maka
konsumen dapat menggunakan barang tersebut.
c. Pembelian (Buying)
Setiap ada penjualan berarti ada kegiatan pembelian. Jika penjualan
barang dilakukan oleh produsen maka pembelian dilakukan oleh orang yang
membutuhkan barang tersebut.
d. Penyimpanan (Stooring)
Sebelum barang disalurkan kepada konsumen, biasanya disimpan terlebih
dahulu. Dalam menjamin kesinambungan, keselamatan, dan keutuhan
barang-barang perlu adanya penyimpanan (pergudangan).
e. Pembakuan Standar Kualitas Barang
Dalam setiap transaksi jual beli, banyak penjual maupun pembeli selalu
menghendaki adanya ketentuan mutu, jenis, dan ukuran barang yang akan
diperjualbelikan. Oleh karena itu perlu adanya pembakuan standar baik
jenis, ukuran, maupun kualitas barang yang akan diperjualbelikandengan
tujuan barang yang akan diperdagangkan atau salurkan sesuai dengan yang
diharapkan.
f. Penanggung Resiko
Seorang distributor harus menanggung resiko baik kerusakan maupun
penyusutan barang.
8. Fungsi Tambahan Distribusi
Yang menjadi fungsi tambahan distribusi yaitu:
a. Menyeleksi
Kegiatan ini biasanya diperlukan untuk distribusi hasil pertanian dan
produksi yang dikumpulkan dari beberapa pengusaha.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 50
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

b. Mengepak/Mengemas
Untuk menghindari adanya kerusakan atau hilang dalam pendistribusian
maka barang harus dikemas dengan baik.
c. Memberi Informasi
Untuk memberi kepuasan yang maksimal kepada konsumen, produsen perlu
memberi informasi secukupnya kepada perwakilan daerah atau kepada
konsumen yang dianggap perlu informasi, informasi yang paling tepat bisa
melalui iklan.

5.6.4 Sistem Saluran Distribusi


Sistem saluran distribusi adalah cara yang ditempuh atau yang digunakan untuk
menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Sistem saluran distribusi
bertujuan agar hasil produksi sampai kepada konsumen dengan lancar, tetapi harus
memperhatikan kondisi produsen dan sarana yang tersedia dalam masyarakat,
dimana sistem saluran distribusi yang baik akan sangat mendukung kegiatan
produksi dan konsumsi. Dalam penyaluran hasil produksi dari produsen ke
konsumen.
Saluran distribusi memiliki elemen yang dalam proses distribusi yaitu perantara.
Perantara yang dimaksud adalah pengecer, pedagang grosir atau pedagang besar.
Pengecer adalah pedagang yang menjual barang hasil produksi yang dihasilkan oleh
produsen langsung kepemakai akhir atau konsumen. Pedagang grosir adalah
pedagang yang menjual barang hasil produksi produsen dengan kapasitas lebih besar
dibanding pengecer. Pedagang besar adalah pedagang yang menjual barang hasil
produksi produsen dengan kapasitas yang besar.

Berikut ini adalah beberapa saluran distribusi yang lazim digunakan dalam
perusahaan yaitu sebagai berikut:
1. Produsen – Konsumen
Disebut saluran langsung atau saluran nol tingkat (zero level channel) yaitu dari
produsen langsung ke konsumen tanpa melibatkan pedagang perantara. Hal ini
bisa dilakukan dengan cara penjualan pribadi (door to door) melalui pos dari
toko milik produsen sendiri.
2. Produsen-Pengecer-Konsumen
Disebut saluran satu tingkat (one level channel) adalah saluran yang sudah
menggunakan perantara. Dalam pasar konsumsi, perantara ini adalah pengecer.
Perantara pengecer disini adalah membeli dalam jumlah besar dari produsen
kemudian dijual eceran kepada konsumen.
3. Produsen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen
Sering disebut saluran dua tingkat (two level channel) yaitu mencakup dua
perantara. Dalam hal ini perantara tersebut adalah pedagang besar dan
pengecer. Produsen hanya melayani pembelian dalam jumlah yang besar yaitu
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 51
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

oleh pedagang besar, kemudian pedagang besar menjual lagi ke pengecer, baru
kemudian ke konsumen. Saluran ini sering juga disebut saluran tradisional.
4. Produsen-Agen-Pengecer-konsumen
Tipe saluran ini hampir sama dengan tipe saluran yang ketiga, dimana
melibatkan dua perantara. Hanya saja disini bukan pedagang besar tetapi agen.
Agen disini bertindak sebagai pedagang besar yang dipilih oleh produsen.
Sasaran penjualan agen disini terutama ditujukan kepada pengecer besar.
5. Produsen-Agen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen
Disini terdapat tiga perantara (three level channel) atau disebut saluran tiga
tingkat. Dari agen yang dipilih perusahaan masih melalui pedagang besar
terlebih dahulu sebelum ke pengecer.

5.6.5 Faktor-faktor Saluran Distribusi


Saluran distribusi yang paling bagus dapat dilihat dari pertimbangan pasar,
pertimbangan produk, pertimbangan situasi dan kondisi, dan pertimbangan
perantara. Berikut ini merupakan penjelasannya:
1. Pertimbangan Pasar
Yang termasuk dalam pertimbangan pasar adalah:
a. Konsumen atau pasar industri, apabila pasarnya berupa pasar industri maka
pengecer jarang atau bahkan tidak pernah digunakan dalam saluran ini.
b. Jumlah pembeli potensial, jika jumlah konsumen relatif kecil maka
perusahaan dapat melakukan penjualan secara langsung.
c. Konsentrasi geografis, jika pasar sasaran terkonsentrasi di satu wilayah
tertentu atau lebih maka penjualan langsung melalui seorang tenaga
penjual.
d. Jumlah pesanan, jika jumlah pesanan kecil maka perusahaan dapat
menggunakan distribusi industri.
Namun bila pasarnya monopoli maka tidak diperlukan perantara penjualan
produk. Kedua jenis pasar tersebut umumnya jarang terdapat dalam kehidupan,
kalaupun ada jumlah produsen yang melayani pasar itu jumlahnya sangat
sedikit, yang banyak adalah pasar monopolistic dan pasar oligopolistic. Untuk
kedua jenis pasar itu diperlukan kecerdasan menilai situasi dan kondisi dalam
memilih saluran distribusi. Bila memang tidak diperlukan penyebaran produk
secara meluas maka mungkin hanya diperlukan satu atau dua pedagang eceran
saja. Sebaliknya, bila dikehendaki penyebaran produk secara meluas maka
diperlukan pedagang besar untuk mendistribusikan produk.
2. Pertimbangan Produk
Yang termasuk dalam pertimbangan produk adalah:
a. Nilai unit, apabila nilai unit produk makin rendah maka saluran distribusi
makin panjang. Sedangkan apabila nilai unit produknya relative tinggi maka
saluran distribusinya pendek.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 52
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

b. Besar dan berat barang, apabila ongkos angkut terlalu besar disbanding
nilai barangnya merupakan beban yang berat bagi perusahaan, maka
sebagian besar beban tersebut dialihkan kepada perantara.
c. Mudah rusaknya barang, apabila produk yang dijual mudah rusak maka
perusahaan tidak perlu menggunakan perantara dalam saluran
distribusinya.
d. Sifat teknis, produsen atau penyediaan harus mempunyai penjual yang
dapat menerangkan masalah teknis penggunaan dan pemeliharaan serta
memberi service baik sebelum maupun sesudah penjualan.
e. Barang standar dan pesanan, jika barang yang dijual merupakan barang
standar maka perlu diadakan persediaan pada penyalur. Sebaliknya, jika
barang yang dijual berdasarkan pesanan maka penyalut tidak perlu
mengadakan persediaan.
3. Pertimbangan Situasi dan Kondisi
Pasar sasaran dengan geografis tertentu juga memerlukan pertimbangan
perantara saluran distribusi yang sesuai. Apabila produk diniatkan dengan pasar
sasaran dengan daerah geografis tertentu maka perantara distribusi yang dipilih
adalah perantara distribusi yang meliputi daerah geografis tersebut.
4. Pertimbangan Perantara
Dari segi perantara beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai
berikut:
a. Pelayanan yang diberikan perantara, jika perantara memberikan pelayanan
yang baik maka produsen akan bersedia menggunakannya sebagai penyalur.
b. Kegunaan perantara, perantara digunakan sebagai penyalur apabila dapat
membawa produk dalam persaingan dan bersedia menjualkan lebih banyak
macam produk perusahaan.

5. Memilih Tingkatan Cakupan Pasar


Setiap peusahaan yang memiliki perantara pemasaran harus menentukan
rencana atas cakupan pasar, atau tingkatan atas distribusi produk diantara toko
pengecer. Cakupan pasar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Distribusi Intensif
Untuk mencapai tingkatan cakupan pasar untuk semua konsumen, distribusi
intensif digunakan untuk mendistribusikan produk hampir ke semua pasar.
Distribusi intensif dipergunakan untuk produk-produk seperti permen karet
dan rokok, dimana tidak banyak memakan tempat pada tempat penjualan
dan tidak memerlukan keahlian pegawai toko untuk menjual.
b. Distribusi Selektif
Distribusi selektif dipergunakan untuk mendistribusikan produk melalui toko
yang dipilih. Sebagai contoh, beberepa peralatan mebel hanya dijual di
toko yang menjual peralatan furniture, yang memerlukan beberapa
keahlian.
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 53
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

c. Distribusi Ekslusif
Hanya satu atau beberapa toko yang menggunakan distribusi ini. Distribusi
ini sangat berbeda dengan distribusi yang lainnya. Sebagai contoh,
beberapa barang mewah didistribusikan secara khusus pada beberapa toko
yang melayani konsumen kalangan atau kelas atas.

6. Memilih Alat Transportasi


Setiap distribusi produk dari produsen ke pedagang grosir atau dari pedagang
grosir kepengecer atau dari pengecer ke pemekai akhir (konsumen) memerlukan
transportasi. Biaya transportasi beberapa produk dapat melebihi biaya
produksinya. Bentuk transportasi yang tidak efisien dapat menghasilkan biaya
yang lebih tinggi dan keuntungan lebih rendah bagi perusahaan. Untuk setiap
bentuk transportasi, perusahaan harus memperkirakan waktu, biaya dan
kemampuannya.
Penaksiran ini memberikan pilihan pada perusahaan untuk memilih metode
transportasi yang optimal. Bentuk yang paling umum dari transportasi yang
digunakan dalam distribusi suatu produk adalah sebagai berikut:
a. Motor atau mobil
Motor atau mobil secara umum digunakan sebagai alat angkutan karena alat
tersebut dapat mencapai setiap tujuan di darat. Alat tersebut biasanya
biasanya dapat mengangkut dengan cepat dan dapat berhenti beberapa
kali.
b. Kapal
Angkutan melalui air dapat dipertimbangkan. Pelayaran diperlukan dalam
perdagangan internasional untuk beberapa barang, seperti mobil.
Transportasi air biasanya digunakan untuk mengangkut produk dalam
jumlah besar.
Faktor-faktor yang menentukan saluran distribusi dapat juga dilihat dari
karakteristik produk, seperti kemudahan dalam pengangkutan dan tingkat
standarisasi. Pengaruh dari karakteristik tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Kemudahan dalam Pengangkutan
Bila produk dapat dengan mudah diangkut, lebih baik menggunakan
perantara. Apabila tidak dapat diangkut, produsen sebaiknya menjual
secara langsung kepada konsumen. Sebagai contoh, penjualan hotel. Maka
penjual harus berhubungan langsung dengan pembeli atau konsumen.
Sebaliknya, penjualan peralatan hotel dapat dilakukan dengan
menggunakan perantara karena produknya dapat dengan mudah diangkut.
2. Tingkatan Standarisasi
Produk yang standar lebih baik menggunakan perantara. Saat spesifikasinya
menjadi unik untuk setiap konsumen, produsen lebih baik berhubungan
langsung dengan konsumen. Sebagai contoh, pemilihan

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 54
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

mebel kantor yang khusus untuk perusahaan mungkin bervariasi untuk


setiap perusahaan. Produk yang khusus tidak dapat distandarisasi dan tidak
dapat ditawarkan pada toko pengecer.
Menurut M. Faruq an-Nabahan, setidaknya harus ada tiga faktor kuat pada
setiap individu dalam berekonomi. Dimana ketiga inilah yang merupakan
landasan awal bagi seseorang dalam ,menjalankan etika bisnisnya, yang
meliputi:
a. Faktor akidah, berfungsi kuat pada jiwa dan sikap hidupnya.
b. Faktor moral, menjadikan seseorang mempunyai rasa kemanusiaan dan
bertanggung jawab terhadap perilaku yang ditampilkannya.
c. Faktor hukum syariat, berfungsi sebagai sistem komando dalam
bersosialisasi dalam masyarakat luas.
Secara umum yang menyebabkan ketidak merataan distribusi di negara
berkembang yaitu sebagai berikut:
a. Pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan menurunya pendapatan
perkapita.
b. Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara
profesional dengan pertumbuhan produksi barang-barang.
c. Ketidak merataan pembangunan daerah.
d. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal
sehingga persentase pendapatan modal dari harta tambahan lebih besar di
bandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja,
sehingga pengangguran bertambah.
e. Rendahnya mobilitas sosial.
f. Pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi yang mengakibatkan kenaikan
harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha golongan
kapitalis.
g. Memburuknya nilai tukar bagi negara yang sedang berkembang dalam
perdagangan dengan negara-negara maju sebagai akibat ketidak efisienan
permintaan negara-negara terhadap barang-barang eksport negara sedang
berkembang.
h. Hancurnya industri-industri kerajinan seperti pertukaran industri rumah
tangga.

5.6.6 Rantai Pasok


Rantai Pasok (Supply Chain) adalah jaringan produsen, agen, distributor dan
pengecer yang memproduksi dan menyediakan barang jadi atau jasa kepada
konsumen. Menurut Simchi-Levi et. al (2000), Supply Chain (SC) adalah suatu
jaringan dari organisasi-organisasi independen dan saling terhubung yang
bekerjasama secara kooperatif dan saling menguntungkan dalam mengontrol,
mengatur dan memperbaiki aliran material dan informasi dari pemasok sampai
pemakai. Sedangkan Supply Chain Management (SCM) merupakan sekumpulan
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 55
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

metode dan pendekatan guna meningkatkan integritas dan efisiensi antara pemasok,
manufaktur, gudang dan toko sehingga barang dagangan dapat diproduksi dan
didistribusikan dengan akurat baik dari sisi jumlah, lokasi maupun waktunya. Dalam
definisi operasional, pengertian rantai pasok terdapat tiga aspek yang perlu
diperhatikan yaitu berikut ini:
1. Manajemen Rantai Pasok adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk
mencapai pengintegrasian yang efisien dari supplier, manufacturer,
distributor, retailer, dan customer.
2. Manajemen Rantai Pasok mempunyai dampak terhadap pengendalian biaya.
3. Manajemen Rantai Pasok mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
kualitas pelayanan perusahaan kepada pelanggan.
Untuk mengelola aliran barang dan jasa dalam rantai pasok, pertama-tama yang
harus diketahui adalah gambaran sesungguhnya dan lengkap mengenai seluruh mata
rantai yang ada, mulai dari yang pertama sampai yang terakhir. Misalnya, rantai
pasok dari pabrik kertas adalah dimulai dari hutan kayu sebagai penghasil bahan
baku, bahan penolong, peralatan, dan pemasok lain yang terlibat. Di samping itu,
perlu juga diketahui berbagai sifat pergerakan rantai pasok untuk berbagai
persediaan.
Maksud dari persediaan adalah beberapa jenis barang yang disimpan di gudang yang
mempunyai sifat pergerakan yang agak berbeda satu sama lain sehingga panjang-
pendeknya rantai pasok juga berbeda tergantung dari metode pemenuhan bahan
baku maupun metode inventory yang dipilih oleh pelaku bisnisnya.
Terdapat beberapa jenis persediaan, yaitu sebagai berikut:
1. Bahan baku (raw materials).
2. Barang setengah jadi (work in process product).
3. Barang komoditas (commodity).
4. Barang proyek.
Keberhasilan manajemen rantai pasok memerlukan:
1. Dukungan sumber daya manusia, kepemimpinan dan komitmen untuk
berubah;
2. Memahami sejauh mana perubahan yang diperlukan;
3. Menyetujui visi dan proses inti manajemen rantai pasok;
4. Komitmen pada perlunya sumber daya dan kekuasaan atau wewenang untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kinerja manajemen rantai pasok adalah semua aktivitas pemenuhan permintaan


konsumen yang dinyatakan secara kuantitatif. Hasil akhirnya adalah angka atau
persentase dari aktivitas pemenuhan permintaan pelanggan oleh perusahaan.
Tujuan dari pengukuran kinerja adalah:
1. Untuk menciptakan proses penyampaian (delivery) secara fisik (barang
mengalir dengan lancar dan persediaan tidak terlalu tinggi).
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 56
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

2. Melakukan stream lining information flow (adanya aliran informasi di


antara tiap-tiap channel).
3. Cash flow yang baik pada setiap channel dalam rantai pasok.
Aliran material dalam rantai pasok juga sering kali dikaitkan dengan berbagai
macam pengukuran keuangan perusahaan. Namun, pengukuran persediaan dapat
dibagi menjadi tiga bentuk dasar, yaitu nilai agregat rata-rata persediaan, minggu
pasokan, dan perputaran persediaan. Nilai agregat rata-rata persediaan adalah nilai
total seluruh item yang tersimpan dalam persediaan. Minggu pasokan adalah
penilaian persediaan yang diperoleh dengan cara membagi rata-rata nilai agregat
persediaan berdasarkan penjualan per minggu berdasar biaya (at-cost). Perputaran
persediaan adalah penghitungan persediaan yang diperoleh dengan membagi
penjualan tahunan (berdasar biaya) dengan nilai agregat rata-rata persediaan
selama satu tahun.

5.7 FENOMENA RTRW


Salah satu kritik yang sering dilontarkan masyarakat dalam penataan ruang adalah
bahwa rencana tata ruang belum cukup efektip sebagai alat kendali pembangunan,
terbukti dengan maraknya berbagai macam penyimpangan. Penyimpangan tata
ruang terjadi pada hampir semua kota dan daerah di Indonesia. Pada kota-kota
besar penyimpangan tersebut bahkan sudah sampai pada tingkatan yang
mengkhawatirkan karena dampak yang ditimbulkannya sangat meresahkan.
Sebagai contoh di kota Jakarta misalnya, perubahan peruntukan kawasan hunian
menjadi kegiatan komersial seperti yang terjadi di daerah Kemang, Menteng,
Kebayoran Baru dan belakangan ini mulai merambah ke kawasan Pondok Indah,
telah menimbulkan berbagai macam permasalahan antara lain kemacetan lalu
lintas, kesemrawutan bangunan, pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan
dan lain sebagainya. Tidak dapat dipungkiri bahwa dampak pembangunan sangat
berpengaruh terhadap perubahan tata ruang. Penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) pada hakikatnya berusaha menyelaraskan kebutuhan tempat
kehidupan manusia dengan daya dukung lingkungan yang terbatas dan tak
terbaharukan (unrenewable environment). Ini berarti bahwa pengembangan
kawasan budidaya semestinya dilakukan setelah kepentingan kawasan lindung
terjamin. Bahkan UU No. 26 Tahun 2007 mengamanatkan penetapan 30% dari total
luasan wilayah sebagai ruang hijau.
Secara kontradiktif kecenderungan pembangunan tata ruang perkotaan terutama
kota-kota besar belum mampu memenuhi ketentuan undang-undang. RTRW belum
dapat berperan secara efektif sebagai instrumen pengendali pembangunan
perkotaan, ditandai dengan masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran terhadap
ketentuan alokasi peruntukan ruang aktivitas, berkurangnya ruang terbuka hijau,
dan pelanggaran peruntukan daerah resapan air (water catchment area), sempadan
sungai, dan kawasan terlarang lainnya Di samping itu terdapat indikasi bahwa revisi
RTRW dapat dilakukan dengan menghapuskan (write-off) pelanggaran tata ruang
yang telah terjadi sebelumnya dengan cara mengubah peruntukannya. Fenomena
ketidak harmonisan RTRW dan program pembangunan seperti ini mesti dihindari

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 57
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

demi terwujudnya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya daerah yang
terbatas.

5.8 KETENTUAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG


5.8.1 Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah
Saat ini acuan dalam penyusunan RTRW disesuaikan dengan UU No. 26/2007 dasn
mengacu kepada Permen Agraria/Kepala BPN No. 1 Tahun 2018 tentang Pedoman
Penyusunan RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota. Dalam Permen tersebut, substandi
RTRW terdiri dari:
1. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah
2. Rencana Struktur Ruang Wilayah
o Rencana Sistem Pusat Permukiman
o Rencana Sistem Jaringan Prasarana Skala Kabupaten (transportasi, energi,
sumber daya air, telekomunikasi, pengelolaan lingkungan/ sampah/limbah
(persampahan dan sanitasi), penyediaan air bersih regional)
3. Rencana Pola Ruang Wilayah
o Kawasan Lindung
o Kawasan Budi Daya
4. Penetapan Kawasan Strategis
o Lokasi dan jenis kawasan strategis
5. Arahan Pemanfaatan Ruang
o Indikasi program perwujudan rencana struktur wilayah kabupaten,
meliputi indikasi program utama perwujudan pusat-pusat kegiatan, dan
program utama perwujudan sistem prasarana wilayah di kabupaten;
o Indikasi program perwujudan rencana pola ruang wilayah kabupaten,
meliputi indikasi program perwujudan kawasan lindung, dan indikasi
program perwujudan kawasan budi daya; serta
o Indikasi program perwujudan kawasan strategis.
6. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
o Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang wilayah kabupaten;
o Ketentuan perizinan;
o Ketentuan insentif-disinsentif;
o Arahan sanksi administratif.
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 58
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

5.8.2 Ketentuan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)


5.8.2.1 Fungsi dan Manfaat Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi
A. Fungsi
RDTR kabupaten/kota berikut Peraturan Zonasi berfungsi sebagai :
1. Kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota berdasarkan\RTRW
2. Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan
pemanfaatan ruang yang diamanatkan dalam RTRW;
3. Acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang;
4. Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang
5. Acuan dalam penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan
rencana yang lebih rinci lainnya.

B. Manfaat
RDTR kabupaten/kota berikut Peraturan Zonasi bermanfaat sebagai :
1. Penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi maupun
lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu;
2. Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan
pembangunan fisik kabupaten/kota baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat;
3. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian-bagian wilayah
sesuai dengan fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara
keseluruhan;
4. Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun
program pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada
tingkat BWP atau Sub BWP.

5.8.2.2 Kedudukan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)


Sesuai pasal 59 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang, setiap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten/Kota harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu
disusun Rencana Detail Tata Ruangnya.
Bagian dari wilayah yang akan disusun rencana detail tata ruang tersebut
merupakan kawasan perkotaan, kawasan strategis kota, atau kawasan strategis
kabupaten. Kawasan strategis kota dan kawasan strategis kabupaten dapat disusun
RDTR apabila merupakan :
1. Kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan menjadi kawasan
perkotaan;

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 59
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

2. Memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR yang ditetapkan dalam


pedoman ini.

Sumber : Permen ATR/BPN No. 16 Tahun 2018.

Gambar 5.9 Kedudukan RDTR Kabupaten/Kota dalam Sistem Penataan Ruang


dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

Menurut Peraturan Menteri ATR/BPN No. 16 Tahun 2018 tentang Pedoma


Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, RDTR Kabupaten/Kota
disusun apabila RTRW Kabupaten/Kota tidak/belum dapat dijadikan acuan
pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten/kota. Dalam hal RTRW kabupaten/kota
memerlukan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), maka disusun RDTR yang dilengkapi
dengan Peraturan Zonasi sebagai salah satu dasar dalam pengendalian penataan
ruang dan sekaligus menjadi dasar penyusunan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) bagi zona-zona yang pada RDTR ditentukan sebagai zona yang
penanganannya diprioritaskan.
Dalam hal RTRW kabupaten/kota tidak memerlukan rencana rinci tata ruang,
peraturan zonasi Kabupaten/Kota disusun untuk kawasan perkotaan baik yang sudah
ada maupun yang direncanakan pada wilayah kabupaten/kota.
5.8.2.3 Masa Berlaku Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
RDTR dapat berlaku dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali RDTR dapat
dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun jika:
1. Terjadi perubahan RTRW kabupaten/kota yang mempengaruhi BWP RDTR;
atau
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 60
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

2. Terjadi dinamika internal kabupaten/kota yang mempengaruhi


pemanfaatan ruang secara mendasar antara lain berkaitan dengan
bencana alam skala besar, perkembangan ekonomi yang signifikan, dan
perubahanbatas wilayah daerah.

5.8.2.4 Proses Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)


Berdasarkan Permen ATR/BPN No. 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/ Kota pada dasarnya
merupakan penjabaran dari rencana umum tata ruang. Dalam RDTR ini memuat
mengenai :
1. Rencana pemanfaatan ruang bagian wilayah kabupaten/kota secara rinci;
2. Penetapan blok-blok peruntukan pada kawasan fungsional sebagai suatu
bentuk penjabaran kegiatan dalam wujud ruang;
3. Program pembangunan yang lebih rinci sebagai penjabaran dari indikasi
program dalam rencana umum.
Sebagai suatu pendetailan dari suatu rencana umum, maka segala bentuk kebijakan
spasial dalam RDTR ini dituangkan dalam skala peta yang lebih besar yaitu skala
1:5.000 atau lebih. Secara khusus Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan
berfungsi untuk:
1. Menyiapkan perwujudan ruang, dalam rangka pelaksanaan program
pembangunan perkotaan;
2. Menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian perkembangan kawasan
perkotaan dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota;
3. Menciptakan keterkaitan antar kegiatan yang selaras, serasi dan efisien;
4. Menjaga konsistensi perwujudan ruang kawasan perkotaan melalui pengendalian
program-program pembangunan perkotaan.
Berdasarkan Permen ATR/BPN No. 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/ Kota, masing-masing
dokumen rencana telah dijelaskan muatan minimal yang harus tercakup. Untuk
dokumen RDTR terkait lokasi prioritas pengelolaan perbatasan negara muatan
minimalnya adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Penataan Bagian Wilayah Perkotaan (BWP), berisi tema yang akan
direncanakan dengan memperhatikan karakteristik yang menjadi ciri khas
sekaligus potensi Lokasi yang direncanakan,.
2. Rencana Pola Ruang, merupakan rencana distribusi zona peruntukan yang
antara lain meliputi zona budidaya dan zona lindung. Rencana pola ruang
dimuat dalam peta yang juga berfungsi sebagai zoning map bagi peraturan
zonasi. Rencana pola ruang dalam RDTR diharapkan dapat menggambarkan
arahan pengembangan potensi yang dimiliki.
3. Rencana Jaringan Prasarana, merupakan pengembangan hirarki sistem
jaringan prasarana yang ditetapkan dalam rencana struktur ruang yang

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 61
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

termuat dalam RTRW Kabupaten/Kota. Rencana Pengembangan Jaringan


Pergerakan (sistem transportasi aksesibilitas kawasan perbatasan), Rencana
Pengembangan Jaringan Energi, Telekomunikasi, Air Minum, Drainase,
Sanitasi, Air Limbah dan Prasarana Lainnya. Rencana jaringan prasarana dalam
RDTR dapat menjadi acuan pembangunan prasarana sebagai kebutuhan yang
diprioritaskan untuk kepentingan pengembangan Kawasan Perkotaan.
4. Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya, dalam hal ini
wilayah di dalam lingkup perecnanaan yang diprioritaskan penanganannya
sebagai upaya dalam rangka operasional rencana tata ruang., yang ditetapkan
berdasarkan potensi yang dimiliki dan urgensi guna pengembangan Kawasan
Perkotaan.
5. Ketentuan Pemanfaatan Ruang, merupakan upaya mewujudkan RDTR dalam
bentuk program pengembangan kawasan perencanaan dalam jangka waktu
perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun masa perencanaan.
6. Peraturan Zonasi, meliputi aturan zonasi, aturan insentif dan disinsentif
perijinan dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Terkait dengan keberadaan UU Penataan Ruang yang terbaru yaitu UU No. 26 Tahun
2007, dalam proses penyusunan rencana tata ruang termasuk didalamnya
penyusunan RDTR perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Sinkronisasi rencana tata ruang, dimana dalam hal ini semua dokumen rencana
yang disusun harus terintegrasi satu sama. Selain itu, sinkronisasi juga dilakukan
terhadap kegiatan penataan ruang lainnya meliputi sikronisasi dengan
pengaturan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang.
2. Pemanfaatan media tayang dalam penataan ruang, dimana diarahkan sebagai
suatu upaya sosialisasi terhadap dokumen penataan ruang yang sudah ada.
Dengan media tayang yang menarik dan informatif diharapkan ada suatu
pemahaman yang lebih baik terkait dengan perencanaan tata ruang yang
dilakukan tersebut.
3. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang, dimana diarahkan sebagai suatu
bentuk perwujudan tertib tata ruang. Arah pengendalian pemanfaatan ruang
tersebut menjadi penting terkait dengan banyaknya penyimpangan terhadap
dokumen perencanaan yang telah disusun. Arahan pengendalian tersebut dapat
berupa pengaturan zonasi, aturan insentif dan disinsentif, aturan sanksi, dan
aturan perizinan.

5.9 KETENTUAN PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI


5.9.1 Definisi Zoning Regulation
Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, masing-masing Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menyusun Rencana Tata Ruang Kawasan Kota/Perkotaan. Untuk

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 62
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

dapat mengefektifkan pelaksanaannya, diperlukan suatu Aturan Pola Pemanfaatan


Ruang (Zoning Regulation) sebagai alat operasional rencana tata ruang.
Terdapat berbagai versi mengenai definisi Zoning Regulation berdasarkan berbagai
sumber yang berbeda, baik dalam maupun luar negeri. Berdasarkan asal katanya,
maka “zoning” sangat berkaitan dengan zona-zona atau proses penzonaan. Zona
adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang
spesifik. Sedangkan zoning adalah proses pembagian lingkungan kota ke dalam zona-
zona, sekaligus menetapkan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku (Barnett, 1982:60-61; So, 1979:251).
Berdasarkan definisi-definisi singkat mengenai zoning di atas, maka dapat diketahui
bahwa Zoning Regulation merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang
klasifikasi zona beserta pengaturannya lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan
dan prosedur pelaksanaan pembangunan.
Klasifikasi zona (zonasi) dapat dilakukan dengan pertimbangan karakteristik
lingkungan, serta pemanfaatan ruang yang dibatasi secara fisik, seperti sungai,
jaringan jalan, utilitas, dan lainnya yang bersifat relatif permanen dan mudah
dikenali, sehingga tidak menimbulkan berbagai intepretasi mengenai batas zona
yang ditetapkan. Dalam beberapa hal, batasan secara administratif juga menjadi
pertimbangan yang sangat penting. Secara umum, batas atau pembagian zona dapat
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
 Karakteristik pemanfaatan ruang/lahan yang sama.
 Batasan fisik seperti jaringan jalan, gang, sungai, branchgang, maupun
batasan kavling.
 Orientasi bangunan.
 Lapis bangunan.

5.9.2 Kedudukan Peraturan Zonasi


Keberadaan peraturan zonasi tidak dapat dipisahkan dari suatu kerangka kebijakan
penataan ruang. berdasarkan konsep dasar panduan penyusunan peraturan zonasi
wilayah perkotaan, keberadaan peraturan zonasi ini dalam kerangka kebijakan
tersebut dapat dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu dalam kaitannya dengan proses
penyusunan rencana tata ruang, dalam proses pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang, serta dalam kerangka perangkat pengendalian pembangunan.
Dalam kerangka proses penyusunan rencana tata ruang, peraturan zonasi merupakan
bentuk pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan ruang sebagaimana yang
telah diatur dalam RTRW dan untuk melengkapi aturan pembangunan pada
penetapan penggunaan lahan yang telah ditetapkan dalam RDTRK. Terkait dengan
hal ini, maka peraturan zonasi menjadi suatu rujukan dalam penyusunan rencana
yang lebih rinci dari RDTRK seperti Rencana Teknik Ruang Kawasan (RTRK), atau
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Secara skematik, kerangka proses
penyusunan peraturan zonasi ini dapat dilihat pada gambar berikut.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 63
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Gambar 5.10 Kedudukan Peraturan Zonasi Dalam Rencana Tata Ruang

5.9.3 Perangkat Zoning Regulation


Zoning ordinance/regulation dan prosedurnya merupakan salah satu faktor
pengaturan (regulatory factors) dalam pengendalian pembangunan selain the
official city plat; land value; property taxes; convenants; subdivision regulations;
building, housing, and sanitary codes; special site control, dan site plan control. Di
beberapa negara, zoning dikenal dalam berbagai istilah, seperti land development
code, zoning code, zoning resolution, urban code, planning act, dan lain
sebagainya. Pada dasarnya semuanya mengatur ketentuan-ketentuan teknis
mengenai pembangunan kota. Ketentuan zoning seringkali dianggap membuat
rencana tata ruang menjadi rigid. Namun demikian, sebenarnya rigid maupun
fleksibelnya suatu rencana kota tidak tergantung dari ada atau tidaknya peraturan,
akan tetapi lebih ditentukan pada bagaimana kita membuat atau menyusun aturan-
aturannya.
Dasar penerapan zoning adalah kewenangan police power (kewenangan pemerintah
dalam membuat peraturan untuk melindungi kesehatan masyarakat, keselamatan
dan kesejahteraan umum); mengintervensi kehidupan private masyarakat bagi
perlindungan kesehatan masyarakat, keselamatan dan kesejahteraan; hak
membangun masyarakat dibatasi dengan ketentuan-ketentuan yang rasional, yang
tidak mengandung niat buruk, diskriminasi, tidak beralasan atau tidak pasti. Prinsip
dasar zoning adalah sebagai berikut :
 Wilayah kota dibagi menjadi beberapa kawasan/zona dengan luas yang tidak
perlu sama.
 Setiap zona diatur penggunaannya, intensitas/kepadatannya, dan massa
bangunannya.
 Penggunaan lahan/bangunan paling sedikit dibagi menjadi 4 kategori utama,
yaitu pertanian, perumahan, komersial, dan industri.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 64
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Prinsip penentuan kegiatan dapat dengan menetapkan kegiatan yang diperbolehkan


atau kegiatan yang dilarang. Kegiatan yang tidak disebutkan dalam daftar kegiatan
yang boleh artinya dilarang, sedangkan kegiatan yang tidak disebutkan dalam
kegiatan yang dilarang berarti diperbolehkan.
Dalam setiap kategori utama bisa terdapat satu atau lebih sub-kategori, yang
memungkinkan adanya penggunaan bentuk yang berbeda meskipun dengan
penggunaan lahan yang sama. Misalnya pada zona perumahan bisa terdapat sub-
zona perumahan tunggal, sub-zona perumahan deret, dan sebagainya.
Namun demikian, perlu ditetapkan sifat pada setiap kategori utama apakah akan
bersifat kumulatif ataukah bersifat eksklusif. Bersifat kumulatif artinya zona yang
memiliki hirarki “lebih rendah” (dampak terhadap lahan sekitarnya lebih kecil,
seperti pertanian) dapat masuk ke zona yang kedudukan hirarkinya “lebih tinggi”
(misalnya industri). Sedangkan bersifat eksklusif artinya tidak memperbolehkan
adanya kegiatan lain di setiap kategori selain yang telah ditetapkan.
Berhubung untuk mencapai keseragaman penggunaan lahan secara utuh yang
memerlukan pemindahan ke lokasi baru, maka perlu dipersiapkan :
 Ganti rugi.
 Diperbolehkan tetap ada selama mengikuti aturan yang berlaku dimana
kegiatan yang tidak sesuai tersebut perlu dibatasi dengan cara melarang
perluasan dan pergantian fasilitas fisik.

5.9.4 Muatan Peraturan Zonasi


Komponen yang diatur dalam Zoning Regulation antara lain :
1. Zona-zona dasar, sub-zona, jenis-jenis perpetakan (main land use), jenis-
jenis penggunaan (sub uses).
2. Penggunaan lahan dan bangunan (penggunaan utama, penggunaan
pelengkap, penggunaan sesuai pengecualian khusus).
3. Intensitas atau kepadatan (KDB, KLB, bangunan/ha).
4. Massa bangunan (tinggi, sempadan, luas minimum persil).
Di samping itu, terdapat ketentuan-ketentuan yang diatur secara terpisah, yang
meliputi:
1. Pengaturan lebih lanjut mengenai penggunaan terbatas dan bersyarat.
2. Setback, kebun.
3. Pengaturan pedagang kaki lima.
4. Pengaturan mengenai fasilitas tunawisma, rumah jompo.
5. Pengaturan kawasan-kawasan khusus.
6. Off-street parking and loading.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 65
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

7. Ukuran distrik, spot zoning dan floating zones.


8. Tata informasi, aksesoris bangunan, daya tampung rumah dan keindahan.
9. Hal-hal lain yang dianggap penting.

Zoning Regulation memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan zoning


diantaranya adalah adanya certainty (kepastian), predictability, legitimacy,
accountability. Sedangkan kekurangan zoning diantaranya adalah tidak dapat
meramalkan keadaan di masa depan secara rinci, sehingga banyak permintaan
Rezoning.
Zoning Regulation terdiri dari :
A. Zoning Text/Zoning Statement/Legal Text
 Berisi aturan-aturan (regulation)
 Menjelaskan tentang guna lahan dan kawasan, permitted
and conditional uses, minimum lot requirement, standar
pengembangan administrasi pengembangan zoning

B. Zoning Map
 berisi pembagian blok peruntukkan (zona)
 Menggambarkan peta guna tata guna lahan dan
lokasi tiap fungsi lahan dan kawasan

Materi penanggulangan dampak pembangunan pun dapat di atur dalam ketentuan


zoning, seperti:
1. Penanggulangan pencemaran lingkungan.
2. Development impact fees; merupakan pungutan yang dibebankan oleh
pemerintah kepada developer/pengelola kawasan sebagai prasyarat
dikeluarkannya izin atau menambah sumber penerimaan bagi pembiayaan
penyediaan sarana dan prasarana. Biaya dampak ini mempunyai fungsi :
a. Sebagai alat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas lingkungan fisik
(sarana dan prasarana umum).
b. Sebagai alat untuk mengendalikan pembangunan.
c. Sebagai alat untuk mengatasi konflik politik.
3. Traffic impact assesment; merupakan biaya kemacetan yang dapat dikenakan
pada pengguna kendaraan.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 66
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Dokumen yang dirujuk dalam pengaturan adalah peta zoning yang berisi batasan dan
label zona serta peraturan zoning, peraturan daerah yang berisi ketentuan-
ketentuan zoning untuk tiap zona. Varian/ fleksibilitas zoning antara lain:
1. Incentive/bonus zoning; Izin peningkatan intensitas dan kepadatan pembangunan
(tinggi bangunan, luas lantai) yang diberikan kepada pengembang dengan
imbalan penyediaan fasilitas publik (arcade, plaza, pengatapan ruang pejalan,
peninggian jalur pejalan atau bawah tanah untuk memisahkan pejalan dan lalu-
lintas kendaraan, ruang bongkar-muat off-street untuk mengurangi kemacetan
dll) sesuai dengan ketentuan yang berlalu. Kelemahan bonus zoning ini adalah
menyebabkan bengunan berdiri sendiri di tengah plaza, memutuskan shopping
frontage.
2. Minor variance; Izin untuk bebas dari aturan standar sebagai upaya untuk
menghilangkan kesulitan yang tidak perlu akibat kondisi fisik lahan (luas, bentuk
persil).
3. Special zoning; Ketentuan ini dibuat dengan spesifik sesuai dengan karakteristik
setempat (universitas, pendidikan) untuk mengurangi konflik antara area ini dan
masyarakat sekelilingnya dengan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan area
tersebut. Umumnya untuk menjaga kualitas lingkungan (ketenangan, kelancaran
lalu-lintas dan sebagainya).
4. TDR (Transfer of development right); Ketentuan ini diterapkan untuk menjaga
karakter kawasan setempat. Kompensasi diberikan pada pemilik yang kehilangan
hak membangun atau pemilik dapat mentranfer hak membangunnya (bisasanya
lantai bangunan) kepada pihak lain dalam satu distrik/kawasan.
5. Negotiated Development; Pembangunan yang dilakukan berdasarkan negosiasi
antarstakeholder.
6. Design and historic preservation; Ketentuan-ketentuan pemanfaatan ruang dan
elemen lainnya (keindahan, tata informasi dll) untuk memelihara visual dan
karakter kultur dari masyarakat setempat.
7. Flood plain zoning; Ketentuan pemanfaatan ruang pada kawasan rawan banjir
untuk mencegah dampak kerugian
8. Conditional uses; seringkal disebut sebagai pemanfaatan khusus merupakan izin
pemanfaatan ruang yang diberikan pada suatu zona jika kriteria atau kondisi
khusus zona tersebut memungkinkan atau sesuai dengan pemanfaatan ruang
yang diinginkan.
9. Non-conforming uses; Penggunaan bangunan atau struktur yang telah ada pada
waktu rencana disahkan/berlaku dapat diteruskan meskipun tidak sesuai.
Ketentuan ini bertujuan untuk mengurangi keefektifan peraturan zoning;
mencegah rusaknya nilai property; mendorong terjadinya penurunan kualitas
lingkungan. Dalam ketentuan ini dilarang mengubah penggunaan ke non-
conforming use lainnya; mengubah atau memperluas bangunan/struktur, kecuali
diperintahkan pemerintah; menelantarkan/tidak digunakan dalam jangka waktu
lama.
10. Spot zoning; Ketentuan zoning pada bagian wilayah/kawasan yang lebih sempit.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 67
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

11. Floating zoning; Kawasan yang diambangkan pemanfaatan ruangnya, untuk


melihat kecenderungan perubahannya/perkembangannya atau sampai ada
penelitian mengenai pemanfaatan ruang tersebut.
12. Exclusionary zoning; Praktek zoning ini diterapkan pada zona yang mempunyai
dampak pencegahan munculnya bangunan rumah bagi masyarakat
berpendapatan rendah dan moderat. Ketentuan ini dimotivasi oleh perhatian
pada populasi masyarakat dibandingkan kebutuhan perumahan keseluruhan pada
wilayah dimana masyarakat tersebut menjadi bagiannya.
13. Contract zoning; Ketentuan ini dihasilkan melalui kesepakatan antara pemilik
properti dan komisi perencana atau lembaga legislatif.
14. Growth Control; Pengendalian ini dilakukan melalui faktor faktor pertumbuhan
seperti pembangunan sarana dan prasarana melalui penyediaan infrastruktur
yang diperlukan, mengelola faktor ekonomi dan sosial hingga politik.

Adapun yang tercakup di dalam aspek kelembagaan zoning adalah sebagai berikut:
1. DPRD (governing body); Mengesahkan perda zoning; mempunyai kewenangan
tertinggi dalam perubahan peraturan atau peta zoning.
2. DTK (planning commission); merekomendasikan batas zona; menelaah dan
membuat rekomendasi untuk semua perubahan terhadap peraturan atau peta
zoning.
3. Board of Appeal/Adjustment; zoning board; mempertimbangkan permohonan
variansi; mempertimbangkan permohonan pengecualian khusus/izin khusus;
mempertimbangkan (mendengar dan memutuskan) keberatan; menafsirkan
ketidakjelasan aturan atau batas zona.
4. Staff; mengadministrasikan peraturan zoning; menegakkan peraturan zoning;
menyediakan telaah proyek atau informasi lainnya untuk DPRD, DTK dan Board
of Appeals/Adjusment.

Umumnya terdapat board/committee of adjustment dalam penerapan Zoning


Regulation ini dengan fungsi:
1. Mendengar kepentingan/keberatan yang ada.
2. Mengoreksi kesalahan, kekeliruan dalam administrasi, meliputi:
 Izin penggunaan khusus (special use permits)
 Kondisi khusus; kesepakatan.
3. Membuat/menetapkan variance/grant relief atau kelonggaran.

Dalam penerapan zoning terdapat tiga tindakan utama, yaitu:


1. Re-zoning; perubahan peraturan dan peta zoning.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 68
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

2. Penelaahan variansi (pembebasan dari aturan standar) keberatan (mendengar dan


memutuskan dugaan adanya kesalahan) dan pengecualian khusus (daftar
penggunaan yang tidak sesuai rencana yang diperkenankan setelah melalui telaah
khusus).
3. Penegakan zoning; pengendalian IMB yang tepat waktu, konsisten, dapat
diperkirakan dan tegas (penghentian pembangunan tanpa izin atau menyimpang,
non conforming uses).

Ketentuan-ketentuan zoning dilengkapi oleh :


1. Rencana komprehensif.
2. Peraturan subdivision/perpetakan.
3. Pengendalian estetika dan arsitektural.
4. Persyaratan parkir on-street.
5. Peraturan bangunan, dan
6. Pembatasan niat (convenant/ deed restriction)
Contoh pembagian zona :
Pembagian zona dengan pertimbangan
batasan fisik jalan (termasuk 1 blok
dengan batas jalan), gang, branchgang,
batas kapling dan orientasi bangunan
serta lapisan bangunan.

Pembagian zona dengan pertimbangan


batasan fisik sungai, lapis bangunan,
rencana jalan, gang, batas kapling, dan
orientasi bangunan.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 69
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

5.10 KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PROSES


PERENCANAAN TATA RUANG
Pengertian peran serta masyarakat menurut Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun
2010 tentang “Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan
Ruang”, lebih diarahkan untuk peran serta bebas, belum pada peran serta spontan
yang penekanannya pada berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak
dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
Konsekuensinya, Pemerintah berkewajiban menyediakan forum dan atau wadah
formal untuk menampung kehendak dan keinginan berperan serta masyarakat
tersebut sejak tata ruang sedang disusun, dan dari dasar hukum yang ada, forum
dan wadah formal ini belum secara khusus dimunculkan. Sebagian besar isi pasal
yang terlihat adalah lebih merupakan proses pembantuan masyarakat kepada
penata ruang dan penyuluhan penataan ruang kepada masyarakat. Bentuk peran
serta masyarakat yang diindikasikan dalam Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2010
adalah :
1. Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan;
2. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah bangunan;
3. Pemberian masukan dallam perumusan rencana tata ruang;
4. Pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyusunan
strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang;
5. Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana;
6. Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan;
7. Bantuan tenaga ahli;
8. Bantuan dana.
Peran serta masyarakat tersebut terkait erat dengan hirarki serta tahapan dari
penataan ruang yang dilakukan. Matriks berikut ini mengemukakan perbandingan
kemungkinan serta potensi kontribusi peran serta masyarakat di dalam proses
penataan ruang.
Proses penataan ruang sampai saat ini masih lebih bersifat top down, dimana peran
pemerintah masih sangat dominan. Pada perencanaan level makro seperti RTRW
Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota, mekanisme top down ini dirasakan masih
memungkinkan, mengingat substansi dari rencana tersebut lebih pada strategi serta
arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang. Namun untuk rencana pada level mikro
seperti Rencana Detail, Rencana Teknik, perlu dilakukan proses bottom up
mengingat interaksi dan aspirasi dari masyarakat akan lebih diperlukan.
Bentuk keterlibatan masyarakat dalam penataan ruang sampai saat ini masih sangat
pasif, tidak lebih dari sekedar dimintai konsultasi yang diwakili oleh DPRD. Padahal
esensinya, masyarakat dalam pengertian ini adalah orang seorang, kelompok orang,
termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum, bukan DPRD.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 70
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Tabel 5.5 Potensi Konstribusi Masyarakat Dalam Penataan Ruang


Hirarki Rencana
Tahap Penataan
Kegiatan Kab/
Ruang Nas. Prov. Kawasan
Kota
Perencanaan Proses Teknis merencana   + +
Penetapan rencana -  + +
Pengesahan rencana - - - 
Pemanfaatan Penyuluhan dan sosialisasi rencana -  + +
Penyusunan program   + +
Penyusunan peraturan pelaksanaan
rencana dan perangkat insentif & -  + +
disinsentif
Penyusunan dan pengusulan proyek  + + +
Pelaksanaan program dan proyek  + + +
Pengendalian Perijinan rencana pembangunan - -  +
Pengawasan -  + +
Penertiban - - - 
Peninjauan kembali rencana   + +
Keterangan potensi kontribusi masyarakat :  = sedang + = tinggi - = rendah

Keterlibatan pasif masyarakat dalam proses perencanaan yang dalam hal ini berupa
public input yang belum efektif serta tidak menciptakan komunikasi dua arah yang
lebih interaktif. Dilihat dari proses penataan ruang, bentuk keterlibatan masyarakat
tidak dilakukan secara komprehensif. Dengan demikian pengajuan keberatan
terhadap rancangan rencana berlangsung tidak efektif karena dilakukan bukan pada
tahap awal tetapi pada saat keputusan untuk merencanakan ditetapkan.
Demokratisasi dalam penataan ruang dalam bentuk pemberdayaan masyarakat
untuk menentukan sendiri tingkat keterlibatannya diperlukan agar perencana dapat
lebih luwes untuk menyiapkan pendekatan perencanaan dan teknik metodologi yang
paling tepat untuk digunakan untuk masing masing kasus, serta teknik peranserta
yang akan dipilih.

Gambar 5.11 Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan Tata Ruang

Oleh karenanya, siapa yang harus terlibat secara lebih aktif dalam tahap
selanjutnya, serta siapa yang harus ikut dalam kerja sama dalam penelitian dan
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 71
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

pengembangan, bantuan tenaga ahli, dan bantuan dana, ditentukan bersama-sama


dengan masyarakat sejak awal proses. Penunjukkan kalangan tertentu dari
masyarakat yang lebih siap oleh masyarakat itu sendiri menjadi dasar pembangunan
kepercayaan masyarakat.

5.11 MITIGASI BENCANA


5.11.1 Konsepsi Bencana Alam dan Bahaya Alam
Awotona (1997) memberikan penjelasan mengenai bahaya alam (natural hazard)
sebagai berikut:
Natural hazards, as part of our environment, can occur anywhere.
Earthquakes, floods, volcanoes and violent weather variations, as well as
other extreme natural events, can trigger disaster when they interact
with vulnerable conditions (Awotona, 1997:1).
Bahaya alam merupakan suatu kondisi gejala alamiah, dimana alam melakukan
perubahan-perubahan untuk mencapai keseimbangannya. Bahaya alam tidak selalu
menimbulkan bencana alam tetapi bencana alam terjadi jika bahaya alam berada di
wilayah yang rentan terhadap bahaya alam tersebut.
Menurut UNDP (1992), dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan bencana adalah
sebagai beikut:
Bencana adalah gangguan yang serius dari berfungsinya suatu masyarakat,
yang menyebabkan kerugian-kerugian besar terhadap lingkungan,
material dan manusia, yang melebihi kemampuan dari masyarakat yang
tertimpa bencana untuk menanggulanginya dengan hanya menggunakan
sumber-sumber daya masyarakat itu sendiri. (UNDP, 1992 : 12).

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan


Bencana memberikan pengertian bencana sebagai berikut:
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bencana merupakan


sebuah peristiwa yang terjadi karena bertemunya ancaman dari luar terhadap
kehidupan manusia dengan kerentanan.
Faktor lain yang berkaitan dengan ”disaster” adalah kapasitas (capacities), yaitu
aspek-aspek positif dari situasi yang ada, yang apabila dimobilisasi dapat
mengurangi risiko (risk) dengan mengurangi ”vulnerability”. Mengurangi risiko dari
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 72
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

”natural hazard” dapat dideskripsikan sebagai mengurangi ”vulnerability” dan


meningkatkan ”capacity” (Awotona, 1997:150-151). Sanderson (1997:150)
menggambarkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bencana adalah sebagai
berikut.

Sumber : Sanderson (1998 : 150)

Gambar 5.12 Faktor Terjadinya Bencana

Dengan demikian, maka penting untuk diketahui mengenai kerentanan


(vulnerability) dan ketahanan sebagai salah faktor yang berpengaruh terhadap
bencana alam. Faktor bahaya merupakan faktor fisik dasar yang merupakan pemicu
terjadinya bencana. Faktor ini dapat dikatakan sebagai faktor “pengganggu”
terhadap kota dan wilayah. (Firmansyah, 1998:37).

5.11.2 Faktor Bahaya


Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada satu
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
merendam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemapuan untuk mengagapi
dampak buruk bahaya tertentu (http://www.bappenas.go.id).
A. Bahaya Gempa Bumi
Menurut Noor (2006), memberikan pengertian gempa bumi sebagai berikut:
Gempa bumi adalah getaran dalam bumi yang terjadi sebagai akibat
terlepasnya energi yang terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang
mengalami deformasi. Gempa bumi dapat didefinisikan sebagai rambatan
gelombang pada masa batuan/tanah yang berasal dari hasil pelepasan
energi kinetik yang berasal dari dalam bumi. Sumber energi yang
dilepaskan dapat berasal dari hasil tumbukan lempeng, letusan gunung
api, atau longsoran masa batuan/tanah (Noor, 2006:136-137).
Menurut Peraturan Menteri No. 33 Tahun 2006 Tentang Pedoman Umum
Mitigasi Bencana, memberikan pengertian mengenai gempa bumi sebagai
berikut :
Gempa bumi adalah getaran partikel batuan atau goncangan pada kulit
bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi secara tiba-tiba akibat
aktivitas tektonik (gempa bumi tektonik) dan rekahan akibat naiknya
fluida (magma, gas, uap dan lainnya) dari dalam bumi menuju ke

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 73
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

permukaan, di sekitar gunung api, disebut gempa bumi gunung


api/vulkanik.
Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa gempa bumi
merupakan fenomena alam yang setiap saat dapat terjadi di permukaan
bumi. Gempa bumi menyebabkan guncangan atau getaran yang besarnya
beragam. Besarnya guncangan bumi beragam mulai dari yang sangat kecil
sampai kepada guncangan yang dahsyat, guncangan tersebut
menyebabkan kerusakan dan runtuhnya struktur bangunan yang
menimbulkan korban bagi penghuninya.

B. Bahaya Gerakan Tanah/Longsor


Menurut Kartasapoetra (2005), memberikan penjelasan mengenai
pengertian longsor adalah sebagai berikut:
Longsor/Erosi adalah proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan
atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah
ataupun sebagai akibat dari kegiatan manusia (Kartasapoetra, dkk, 2005).
Sehubungan dengan proses terjadianya erosi secara alamiah dan
percepatan manusia, penyebab dan faktor yang mempengaruhi besarnya
laju erosi adalah iklim, tanah, kewilayahan (topografi), tanaman
penutup tanah (vegetasi) dan jenis kegiatan manusia.
Menurut Asdak (2004), proses erosi terdiri dari tiga tahap berurutan yaitu:
Pengelupasan (detachment), pengangkutan (transportation) dan
pengendapan (sedimentation). Agen pelepasan tanah yang penting adalah
tetesan butir hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Tetesan itu akan
memukul permukaan tanah, mengakibatkan gumpalan tanah menjadi
butir-butir yang lebih kecil dan terlepas.

C. Bahaya Kebakaran
Definisi kebakaran menurut Suprapto (2008) adalah adanya api yang tidak
dikehendaki. Peristiwa kebakaran terjadi diawali dengan pembakaran
kemudian api tersebut sudah tidak dapat terkendali dan mengancam
keselamatan jiwa dan harta benda (Suprapto dalam Sagala dkk, 2013:8).

D. Bahaya Banjir
Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya
air yang melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan
menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009).
Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air
dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir adalah
ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan,
baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi (IDEP, 2007).
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 74
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

5.11.3 Faktor Kerentanan


Tingkat kerentanan (vulnerability) adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya ‘bencana alami, karena
bencana baru akan terjadi bila ‘bahaya alam’ terjadi pada ‘kondisi yang rentan’,
seperti yang dikemukakan Awatona (1997:1-2): “…..Natural disaster are the
interaction between natural hazard and vulnerable condition”.
Menurut Awatona (1997), kerentanan merupakan karakteristik orang atau kelompok
dalam kaitan kapasitasnya untuk mengantisipasi dan bertahan dari dampak bahaya.
“….Vulnerability as “the characteristics of a person or group in
terms of their capacity to anticipate, cope with, resist, and
recover from the impact of natural hazard” (Awatona, 1997 :
28).
Teori di atas menjelaskan bahwa kerentanan sebagai “karakteristik dari seseorang
atau kelompok pada istilah ketahanan/kemampuan mereka untuk mengantisipasi,
menanggulangi, menolak, pulih/sembuh dari dampak bahaya alam.

5.11.4 Faktor Ketahanan/Kemampuan (Capacity)


Faktor ketahanan adalah kemampuan untuk merespon atau mengatasi dampak dari
suatu bencana alam. Secara sederhana merupakan aspek postif suatu situasi yang
ada atau emergency response (Davidson, 1997). Dengan kata lain ketahanan adalah
aspek-aspek positif dari situasi yang ada untuk mengurangi resiko bahaya alam.
Dalam studi Firmansyah (1998:38) berdasarkan modifikasi Davidson (1997)
ketahanan terbagi menjadi 2 sub faktor, yaitu sumber daya (resources) dan
mobilitas.

5.11.5 Manajemen Bencana


Resiko bencana yang terjadi akibat pertemuan antara bahaya dengan kondisi
kerentanan dan kapasitas, pada akhirnya perlu untuk ditanggulangi lebih
lanjut. Diperlukan adanya sebuah manajemen yang mampu merencanakan
penanganan dan penanggulangan bencana, sebelum, pada saat, dan sesudah
terjadinya bencana. Penanggulangan bencana yang berfokus pada kegiatan paska
bencana tidaklah mencukupi, ditambah lagi hal tersebut hanyalah bersifat reaktif.
Masyarakat akan terus menerus mengalami kerugian yang besar, dan kembali ke
titik nol setiap setelah terjadinya bencana. Diperlukan paradigma
penanggulangan bencana yang lebih bersifat proaktif, dimana fokus
penanggulangan bencana adalah mengurangi resiko sebelum terjadinya
bencana.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 75
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Sumber: Mercy Corps and Practical Action, 2010.

Gambar 5.13 Siklus Manajemen Bencana

Siklus manajemen bencana ini merupakan model manajemen bencana dasar


yang digunakan sebagai acuan untuk mengurangi resiko bencana. Manajemen
bencana ini terdiri dari berbagai tahapan sebelum, pada saat, dan setelah
terjadinya bencana. Penelitian ini berada pada tahap mitigasi dan juga
kesiapsiagaan, dimana ingin diketahui kesiapan rumah penduduk menghadapi
bencana gempa bumi yang pada akhirnya mampu melahirkan rekomendasi mengenai
bagaimana mendorong pembangunan rumah tahan gempa tersebut. Berbagai
tahapan di dalam manajemen bencana, yaitu:
a. Tanggap darurat atau emergency response adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan.
b. Fase pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan
kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan
melakukan upaya rehabilitasi. Fase pemulihan ini terbagi lagi menjadi dua,
yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi merupakan upaya perbaikan
dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai
tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Berbagai kegiatan rehabilitasi yaitu pemulihan prasarana dan sarana
(termasuk lifelines), pemulihan fungsi pemerintahan, mendirikan pelayanan
kesehatan lapangan, mendirikan fasilitas sosial dan fasilitas umum
sementara (sekolah, tempat ibadah, dll), dan membantu menumbuhkan
kehidupan ekonomi. Rekonstruksi merupakan upaya pembangunan kembali
semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah paska bencana,
baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran
utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta
masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
paska bencana.
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 76
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

c. Di dalam fase pembangunan, difokuskan agar segala kegiatan


penanggulangan bencana mengarah kepada pembangunan yang
berkelanjutan (Sustainable Development). Fase Pembangunan adalah
kegiatan yang berkelanjutan yang ditujukan untuk meningkatkan atau
menjaga kesejahteraan sosial dan ekonomi dari suatu masyarakat. Dijelaskan
bahwa setiap kegiatan pembangunan harus mempertimbangkan unsur
pengurangan resiko bencana. Fase ini didukung oleh berbagai
stakeholder pembangunan yang mengintegrasikan pengurangan resiko
bencana ke dalam program instansi masing-masing.
d. Pencegahan yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya
untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. Pencegahan
menekankan pada ancaman-ancaman yang bisa dihilangkan sehingga
bencana bisa dicegah. Upaya menghilangkan ancaman disebut sebagai
upaya pencegahan. Pencegahan ini berlaku untuk komunitas maupun
lingkungan binaan (built environment) termasuk didalamnya adalah
infrastruktur dan fasilitas kritis.
e. Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007, mitigasi yaitu serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Bencana mempunyai dampak yang memungkinkan untuk dicegah, sedangkan
untuk dampak yang tidak memungkinkan untuk dicegah dapat dikurangi
dengan cara mitigasi. Upaya mengurangi dampak atau ancaman tersebut
disebut sebagai upaya mitigasi. Mitigasi berfokus pada pengurangan skala,
besaran, intensitas dari sebuah ancaman, bukan menghilangkannya. Mitigasi
dapat berupa tindakan struktural maupun non struktural.
f. Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
menganitisipasi bencana melalui pengorganisasi serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna. Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007,
kesiapsiagaan adalah segala upaya untuk menghadapi situasi darurat
serta mengenali berbagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan saat
itu. Kegiatan kesiapsiagaan adalah langkah penting dalam
penanggulangan bencana. Kegiatan kesiapsiagaan berfungsi sebagai
rencana kontijensi (contingency plan). Rencana ini dibuat saat sebelum
ancaman bencana terjadi, sebagai bentuk antisipatif apabila ancaman
bahaya benar-benar muncul. Berbagai kegiatan kesiapsiagaan antara lain
pengembangan rencana kontijensi, capacity building, early warning
termasuk pembuatan rute dan prosedur evakuasi, dan juga pengadaan
drill (latihan) terjadinya bencana.

5.11.6 Konsepsi Mitigasi Bencana Alam


Konsep penanggulangan bencana mengalami pergeseran paradigma dari
konvensional menuju ke holistik. Pandangan konvensional menganggap bencana itu
suatu peristiwa atau kejadian yang tak terelakkan dan korban harus segera
mendapatkan pertolongan, sehingga fokus dari penanggulangan bencana lebih
bersifat bantuan (relief) dan kedaruratan (emergency).

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 77
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Oleh karena itu pandangan semacam ini disebut dengan paradigma Relief atau
Bantuan Darurat yang berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan darurat berupa:
pangan, penampungan darurat, kesehatan dan pengatasan krisis. Tujuan
penanggulangan bencana berdasarkan pandangan ini adalah menekan tingkat
kerugian, kerusakan dan cepat memulihkan keadaan.
Dalam paradigma sekarang, pengurangan risiko bencana merupakan rencana
terpadu yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah serta meliputi aspek sosial,
ekonomi dan lingkungan. Dalam implementasinya kegiatan pengurangan risiko
bencana nasional akan disesuaikan dengan rencana pengurangan risiko bencana
pada tingkat regional dan internasional. Dimana masyarakat merupakan subyek,
obyek sekaligus sasaran utama upaya pengurangan risiko bencana dan berupaya
mengadopsi dan memperhatikan kearifan lokal (local wisdom) dan pengetahuan
tradisional (traditional knowledge) yang ada dan berkembang dalam masyarakat.
Sebagai subyek masyarakat diharapkan dapat aktif mengakses saluran informasi
formal, sehingga upaya pengurangan risiko bencana secara langsung dapat
melibatkan masyarakat. Pemerintah bertugas mempersiapkan sarana, prasarana dan
sumberdaya yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana.
Bencana alam tidak dapat dihilangkan karena ukuran dan kekuatannya sangat besar.
Tsunami, banjir, gempa bumi, letusan gunung api dan gerakan tanah/longsor tidak
dapat dihentikan oleh manusia. Manusia hanya dapat menghindar atau mengurangi
dampak yang ditimbulkan dengan cara mengadakan persiapan dini. Penderitaan
akibat bencana harus ditekan serendah mungkin, bahkan jika dapat dihapuskan
dengan mengerahkan segala kemampuan. Inilah yang disebut mitigasi bencana.
Mitigasi bencana dapat dilakukan secara struktural maupun secara non struktural.
Secara struktural maksudnya dengan melakukan upaya teknis, baik secara alami
maupun buatan, yang dapat mencegah atau memperkecil kemungkinan timbulnya
bencana dan dampaknya. Sedangkan mitigasi secara non struktural adalah upaya
non teknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia
agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural maupun upaya lainnya.

5.12 APLIKASI SIG DALAM PERENCANAAN TATA RUANG


A. Sejarah peta dan GIS
Konsep peta telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini terbukti dengan telah
banyaknya gambar yang menyerupai peta perjalanan. Salah satunya seperti yang
digambarkan oleh orang-orang Cro-Magnon pada dinding gua di Lascaux Prancis. Pada
dinding gua terdapat gambar hewan dilengkapi dengan garis yang dipercaya sebuah rute
migrasi hewan-hewan tersebut. Dari zaman ke zaman petapun berkembang. Tidak hanya
manfaat peta yang akhirnya disadari semakin luas. Teknologi pembuatan peta itu sendiri
juga ikut berkembang.
GIS adalah singkatan dari Geographic Information System. Dalam bahasa Indonesia
sendiri, GIS disingkat SIG yang artinya Sistem Informasi Geografi. Sistem Informasi

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 78
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Geografi adalah sebuah sistem yang dapat membantu memberikan gambaran yang lebih
jelas tentang informasi dari sebuah tempat. Hasil akhir SIG dapat juga disebut Smart
Maps. Hal ini dikarenakan hasil hasil akhir SIG memang merupakan sebuah peta yang
dilengkapi dengan data yang dibutuhkan oleh si pembuatnya. Smart Map inilah yang
nantinya dapat membantu user, baik dalam menganalisis ataupun mengambil keputusan
terhadap suatu daerah.
Sistem Informasi Geografis (SIG) muncul pada tahun 1967. Pertama kali SIG
dipergunakan oleh Departemen Energi, Pertambangan dan sumber daya Ottawa,
Ontario, Kanada. SIG yang pertama dikembangkan oleh Roger Tomlinson yang diberi
nama CGIS (Canadian GIS). SIG ini digunakan untuk menyimpan, menganalisis dan
mengolah data yang dikumpulkan untuk CLI (Canadian Land Inventory = Inventarisasi
Tanah Canada). Tujuannya untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan
Canada). Sedangkan Roger Tomlinson sendiri akhirnya mendapat julukan sebagai Bapak
SIG.

B. Konsep Dasar GIS


GIS merupakan sistem komputer yang mampu memproses dan menggunakan data yang
menjelaskan tentang tempat pada perumukaan bumi. Informasi permukaan bumi dalam
GIS direpresentasikan dalam layer-layer informasi, seperti jaringan jalan, bangunan,
fasilitas dll. Lihat Gambar 5.10. Lebih lanjut GIS didefinisikan sebagai sekumpulan alat
yang terorganisir yang meliputi hardware, software, data geografis dan manusia yang
sumuanya dirancang secara efisien untuk dapat melihat, menyimpan, memperbaharui,
mengolah dan menyajikan semua bentuk informasi bereferensi geografis (ESRI, 1994).
Selanjutnya GIS pada dasarnya dibuat untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
menganalisis obyek serta fenomena yang posisi geografisnya merupakan karakteristik
yang penting untuk di analisis (Stan Aronoff, 1989).

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 79
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Gambar 5.14 Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis

Dari definisi ini, GIS jelas mempunyai karakteristik sebagai perangkat pengelola basis
data (Database Management System (DBMS), sebagai perangkat analisa keruangan
(spatial analysis) dan juga sekaligus proses komunikasi untuk pengambilan keputusan.
Keunikan GIS jika dibanding dengan sistem pengelola basis data yang lain adalah
kemampuan untuk menyajikan informasi spatial maupun non-spatial secara bersama.
Sebagai contoh data GIS penggunaan lahan dapat disajikan dalam bentuk luasan yang
masing-masing mempunyai atribut penjelasan baik itu tabuler, text, angka, maupun
image file. Informasi yang berlainan tema disajikan dalam lapisan (layer) informasi yang
berlainan.
Tiga tugas utama yang diharapkan dari sistem informasi geografis adalah:
1). Penyimpanan, menajemen, dan integrasi data spasial dalam jumlah besar
2). Kemampuan dalam analisis yang berhubungan secara spesifik dengan komponen
data geografis.
3). Mengorganisasikan dan mengatur data dalam jumlah besar, sehingga informasi
tersebut dapat digunakan semua pemakainya.
Lebih sederhana lagi GIS mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai database system
dan sebagai alat analisis dan modeling yang berkaitan dengan informasi geografis.

C. Sub System GIS


Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka GIS dapat diuraikan menjadi beberapa
subsistem, yaitu :
1 Data Input  Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan
mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai
sumber. Subsistem ini pula yang bertanggungjawab
dalam mengkonversi atau mentransformasikan
format-format data-data aslinya ke dalam format
yang dapat digunakan oleh GIS
2 Data Output  Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan
keluaran seluruh atau sebagaian basis data baik
dalam bentuk softcopy mapuun bentuk hardcopy
seperti : tabel, grafik, peta dan lain-lain
3 Data Management  Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial
mapun atribut ke dalam sebuah basisdata sedimikian
rupa sehingga mudah dipanggil, di update dan di edit.
4 Data Manipulation & Analysis  Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang
dapat dihasilkan oleh GIS. Selain itu, subsistem ini
juga melakukan manipulasi dan permodelan data
untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 80
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Gambar 5.15 Uraian Subsistem-subsistem GIS

D. Komponen G.I.S
GIS merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-
sistem komputer yang lainnya di tingkat fungsional dan jaringan. Secara umum GIS
terdiri dari beberapa komponen yaitu :
1 Perangkat Keras  Pada saat ini tersedia berbagai platform perangkat keras, mulai
dari PC desktop, Workstation, hingga multiuser host yang dapat
digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan
komputer yang luas, berkemampuan tinggi, memilki ruang
penyimpan (hardisk yang besar dan mempunyai kapasitas
memori (RAM) yang besar. Adapun perangkat keras yang sering
digunakan untuk GIS adalah komputer (PC), mouse, digitizer,
printer, plotter dan scanner.
2 Perangkat lunak  Bila dibandang dari sisi lain, GIS juga merupakan sistem
perangkat lunak yang tersusun secara modular, dimana
basisdata memgang peranan penting. Setiap subsistem
diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang
terdiri dari beberapa modul, hingga tidak mengherankan kika
ada perangkat GIS yang terdiri dari ratusan modul program
(*.exe) yang masing-masing dapat dieksekusi sendiri.
3 Data dan Informasi  GIS dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi
Geografi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengancara me-
ngimport–nya dari perangkat-perangkat lunak GIS yang lain
meupun secara langsung dengan cara mendijitasi data
spasisialnya dari peta dan memasukan data atributnya dari
tabel-tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard.
4 Management  Suatu proyek GIS akan berhasil jika di manage dengan baik dan
dikerjakan oleh orang-orang memiliki keahlian yang tepat pada
semua tingkat

E. Keuntungan dan kegunaan GIS


KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 81
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

Keuntungan dari pemanfaatan GIS (Korte)


1) data lebih aman dan tersusun lebih baik
2) tumpang tindih data dapat dihilangkan
3) perbaikan/updating data menjadi lebih mudah dan cepat;
4) data mudah disimpan, dicari(querry) dianalisis, dan disajikan.
5) data pada organisasi (pemerintah daerah) menjadi terpadu; sehingga tingkat
produktivitas karyawan menjadi meningkat

Lebih spesifik lagi kegunaan GIS berkaitan dengan pengelolaan kota (urban
management) adalah; sebagai DSS (Division Support System), yaitu sebagai alat
pengambilan keputusan bagi aparat pengelola dan pembangunan kota seperti
Bupati/Walikota, Bappeda dan Dinas-dinas Sektoral.
Selain keuntungan seperti diuraikan di atas, kegunaan GIS menjadi kurang bermanfaat,
jika kita kurang memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Gagal merumuskan persoalan dengan benar;
2) Kurang mempertimbangkan kemampuan operasionalnya;
3) Hanya untuk coba-coba;
4) Gagal merumuskan tujuan;
5) Tidak memperhitungkan pengembangan jangka panjang
6) Kurang mendapat dukungan pengelolaaan
7) Kurang melibatkan pemakai
8) Gagal merinci kebutuhan
9) Kurangnya latihan bagi pemakai dan kurang laporan mengenai keberhasilan GIS
kepada atasan

Beberapa contoh penerapan dari GIS (Geographic Information System)


 Sumber Daya Alam
Berguna sebagai alat inventarisasi, manajemen, serta kesesuaian lahan untuk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perencanaan tatagunalahan, analisis daera,
rawan bencana alam dsb.
 Pengelolaan dan Manajemen Kota
Sebagai DSS (Divisi Suport System) yang membantu Bupati/Walikota dalam hal
perencanaan, pengelolaan Wilayah dan Kota, memberikan informasi daerah serta
profil investasi untuk menarik investor.
 Kependudukan
Berguna untuk menyusun data pokok, penyediaan informasi kependudukan/sensus
dan sosial ekonomi, sistem informasi untuk pemilu dsb.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 82
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
USULAN TEKNIS
Penyusunan Perangkat Pengendalian Desa Wisata dan Pertanian
Desa Kenderan, Tegallalang Kabupaten Gianyar

 Lingkungan
Meliputi pemantauan pencemaran sungai, danau, laut; evaluasi pengendapan
lumpur/sedimen baik disekitar danau, sungai/pantai; permodelan pencemaran
udara, limbah berbahaya dan sebagainya.
 Pertanahan
Berguna untuk menginventarisasi masalah tanah dan mengelola sistem informasi
pertanahan.
 Prasarana
Membantu untuk menginventarisasi dan manajemen informasi jaringanpipa air
minum, sistem informasi pelanggan perusahaan air minum perencanaan
pemeliharaaan dan perluasan jaringan pipa air minum, listrik dan telepon.
 Ekonomi Bisnis dan Marketing
Penentuan lokasi-lokasi bisnis yang mempunyai prospek tinggi, seperti bank, pasar
swalayan/supermarket, kantor cabang, show room
 Perpajakan
Aplikasi dibidang perpajakan, misalnya dalam menentukan NJOP dengan teknologi
GIS dapat dengan mudah dianalisa dan dikaji berdasarkan informasi fisik yang
tersedia di dalam basis data spasial (menyangkut lokasi, aksesibilitas, dsb), serta
berdasarkan perbandingan dengan informasi atribut tentang nilai jual tanah dari
tanah serupa di lokasi lain.
 Perencanaan Prasarana Perkotaan
Untuk merencanakan investasi di bidang prasarana perkotaan, GIS dapat digunakan
untuk menghitung kelayakan investasi berdasarkan perhitungan jumlah konsumen
serta data fisik lainnya.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN


NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN & PENERTIBAN TANAH 5 - 83
DAN RUANG
DIREKTORAT PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Anda mungkin juga menyukai