Anda di halaman 1dari 2

Pembangunan ekonomi telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain meningkatnya

kesejahteraan rakyat. Kemajuan pembangunan yang telah dicapai didorong oleh kebijakan
pembangunan di berbagai bidang. Peluang-peluang usaha yang tercipta dalam kenyataannya
belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan di
berbagai sektor ekonomi. Sebagai negara hukum dan negara kesejahteraan, Indonesia bertujuan
untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur materil dan spiritual yang dalam
pelaksanaannya berdasarkan pada Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan dasar bagi
ekonomi negara yang dikenal sebagai ekonomi kerakyatan, yang bertujuan mencapai
kesejahteraan dan keadilan sosial. Hal ini selaras dengan semangat Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang
menegaskan prinsip demokrasi dalam ekonomi, memberikan peluang yang sama kepada semua
warga negara untuk berpartisipasi dalam produksi dan pemasaran barang serta jasa. Kedua
prinsip ini bersatu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dan memastikan
berfungsinya ekonomi pasar Indonesia dengan cara yang efisien dan efektif, menciptakan
lingkungan usaha di mana kesejahteraan dan keadilan sosial menjadi pijakan utama.

Dalam dunia usaha saat ini, seringkali kita menyaksikan adanya perjanjian-perjanjian dan
kegiatan-kegiatan usaha yang mencakup unsur-unsur yang tidak adil terhadap pihak yang
ekonominya atau sosialnya lebih lemah, dengan dalih mempertahankan persaingan yang sehat.
Keadaan ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pemahaman kalangan pelaku usaha
terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Persaingan usaha seharusnya mencerminkan kebebasan setiap individu dalam melakukan


transaksi perdagangan di pasar. Persaingan ini dianggap sebagai mekanisme yang mendorong
terwujudnya efisiensi dan kesejahteraan masyarakat. Ketika persaingan dijaga dengan konsisten,
masyarakat konsumen akan merasakan manfaatnya berupa pilihan produk yang beragam dengan
harga pasar yang bersaing serta kualitas tinggi. Oleh karena itu, persaingan usaha yang sehat
dapat dianggap sebagai pendorong utama menuju kemajuan industri, usaha, dan ekonomi secara
keseluruhan.
Namun demikian, di balik praktik bisnis tersebut, terdapat berbagai bentuk persaingan, baik yang
sehat maupun yang tidak sehat. Penting untuk diakui bahwa perilaku anti-persaingan, seperti
praktek persaingan usaha yang tidak sehat, tidak diinginkan. Tindakan semacam ini tidak hanya
menyebabkan inefisiensi dalam perekonomian dengan mengurangi tingkat kesejahteraan, tetapi
juga mengganggu keadilan ekonomi dalam masyarakat. Dampaknya meluas ke aspek hukum,
ketertiban, dan kepentingan umum, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta menghasilkan konsekuensi ekonomi dan sosial yang merugikan bagi masyarakat
luas.

Perilaku persaingan yang tidak sehat seperti yang disebut di atas muncul setelah KPPU
menerima laporan dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan
oleh beberapa operator telekomunikasi di Indonesia, termasuk PT Exelkomindo Pratama Tbk, PT
Telekomunikasi Selular, PT Indosat Tbk, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Huchison CP
Telecommunication, PT Bakrie Telecom, PT Mobile-8 Telecom, PT Smart Telecom, dan PT
Natrindo Telepon Selular. Pelanggaran tersebut melibatkan klausula penetapan harga SMS yang
tidak boleh lebih rendah dari Rp. 250,-, yang dimasukkan ke dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS)
interkoneksi antar operator.

Setelah KPPU melakukan berbagai pemeriksaan terkait dugaan perilaku persaingan usaha tidak
sehat yang dilakukan oleh para pelaku usaha minyak goreng tersebut. Terbukti para pelaku usaha
tersebut melakukan praktek persaingan usaha tidak sehat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) sebagai lembaga yang berwenang memeriksa praktek persaingan usaha tidak sehat
tersebut menyatakan bahwa PT Excelcomindo Pratama, bk, PT Telekomunikasi Selular, PT
Telekomunikasi Indonesia, Tbk, PT Bakrie Telecom, PT Mobile-8 Telecom, Tbk, PT Smart
Telecom terbukti telah melanggar ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Pernyataan KPPU tersebut tertuang di dalam Putusan KPPU Nomor 26/KPPU-L/2007.

Anda mungkin juga menyukai