Anda di halaman 1dari 2

Ekspolitasi Anak Kian Merebak: Pada Siapa Mereka Bisa Berlindung?

Oleh Tresna Mustikasari, S. Si, (Muslimah Penggiat Literasi)

Baru-baru ini, tepatnya pada tanggal 14 September 2023, Polda Metro Jaya menangkap
seorang perempuan berinisial FEA (24 tahun), muncikari pada kasus prostitusi anak di bawah
umur atau perdagangan orang melalui media sosial. Pelaku memasarkan korban SM (14 tahun)
dan DO (15 tahun) kepada para hidung belang dengan tarif mulai dari 1,5 juta hingga 8 juta,
tergantung apakah masih perawan atau tidak.
Di lain kasus, sebanyak 41 anak menjadi korban eksploitasi oleh pengelola dua panti asuhan di
Kota Medan. Anak-anak ini pada momen tertentu, disyuting agar bisa menggugah hati netizen
untuk memberikan donasi. Dalam sebulan mereka kurang lebih berhasil meraup uang sekitar 20 juta
hingga 50 juta.
Sungguh miris, sosok anak-anak yang seharusnya menjadi sumber kebahagiaan dan penuh
keceriaan malah disalah gunakan oleh orang-orang dewasa yang tak bertanggungjawab. Anak-anak
memang mudah menjadi korban eksploitasi karena beberapa faktor yang meliputi ketidaktahuan,
keterbatasan fisik dan mental, ketergantungan pada orang dewasa, dan kelemahan mereka dalam
menghadapi risiko dan bahaya.
Selain itu, anak-anak dari latar belakang sosial dan ekonomi yang kurang menguntungkan
mungkin lebih rentan terhadap eksploitasi karena tekanan ekonomi yang dapat membuat mereka
lebih rentan terhadap pekerjaan berbahaya atau perdagangan manusia. Seperti yang terjadi pada
SM dan DO, hanya karena ingin membantu perekonomian sang nenek akhirnya mau ‘dijual’
pada para hidung belang.
Begitulah, eksploitasi anak terus terjadi dengan berbagai mekanisme, termasuk cara haram
demi mendapatkan keuntungan. Di lain sisi, anak pun kerap menjadi korban kekerasan seksual,
korban dari kerapuhan institusi keluarga, putus sekolah, perundungan, terpapar pergaulan bebas,
hingga penyalahgunaan narkoba. Ini adalah potret kelam kehidupan anak di bawah sistem
kapitalisme. Realita ini menunjukkan bahwa anak berada dalam lingkungan yang tidak aman.
Negara gagal menjamin keamanan anak. Justru Negara melalui kebijakannya, malah
menjerumuskan anak dalam segudang masalah tersebut. Misalnya saja, kenaikan harga
kebutuhan pokok yang selalu terjadi tentu berimbas pada tidak stabilnya ekonomi keluarga.
Konsekuensinya, anak harus putus sekolah dan memilih bekerja untuk membantu ekonomi
keluarga. Tidak sedikit anak yang harus merelakan masa kecilnya untuk bermain, berganti
dengan dunia kerja yang tidak manusiawi. Dan tak jarang menghalalkan segala cara, baik halal
maupun haram. Ancaman kekerasan fisik berkelindan dengan kejahatan seksual dari para
predator.
Dalam pandangan Islam, perlindungan anak merupakan tugas yang sangat penting dan
merupakan bagian integral dari prinsip-prinsip keagamaan. Anak-anak dianggap sebagai amanah
yang harus dijaga dan dipelihara secara optimal oleh seluruh masyarakat, keluarga, dan negara.
Artikel ini akan menjelaskan bagaimana Islam memandang perlindungan anak dan peran
masing-masing pihak dalam mewujudkannya.
Keluarga dianggap sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang memiliki tanggung jawab
besar terhadap perlindungan anak. Dalam fitrahnya, setiap anak berhak untuk mendapatkan
perlindungan dan kasih sayang dari orang tua. Oleh karena itu, keluarga memiliki peran krusial
dalam menciptakan lingkungan yang hangat, mendampingi tumbuh kembang anak, dan
mengenalkan konsep dasar keimanan.
Dalam Islam, orang tua diajarkan untuk memberikan pendidikan agama kepada anak-anak
mereka sejak dini. Ini termasuk pengajaran nilai-nilai moral, etika, dan kepatuhan kepada Allah.
Dengan cara ini, anak-anak akan tumbuh sebagai hamba Allah yang taat dan bertanggung jawab.
Keluarga juga harus menjaga kesejahteraan fisik dan emosional anak-anak, memberikan
perlindungan dari bahaya, dan menciptakan suasana rumah yang penuh kasih sayang.
Masyarakat dalam konteks Islam adalah komunitas yang bertanggung jawab atas
kesejahteraan bersama. Islam mengajarkan pentingnya menjaga hak-hak sesama muslim, tidak
saling mengejek, dan saling menjaga hak. Konsep ta'awun, atau saling membantu, sangat
ditekankan dalam ajaran Islam. Oleh karena itu, seluruh masyarakat memiliki peran dalam
mendukung perkembangan anak-anak.
Adapun negara memiliki tanggung jawab utama dalam melindungi anak-anak sebagai bagian
dari kewajibannya untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat. Negara harus memastikan
pemenuhan kebutuhan mendasar rakyat, termasuk anak-anak, secara menyeluruh. Ini mencakup
pemenuhan kebutuhan fisik, sosial, ekonomi, dan pendidikan.
Negara juga bertugas untuk memastikan keamanan, perlindungan terhadap harta, dan
keselamatan jiwa masyarakatnya. Ini adalah langkah nyata dalam melindungi anak-anak dari
bahaya eksternal. Selain itu, negara juga harus memberikan perlindungan kepada institusi
keluarga, sehingga hak-hak anak sebagai anggota keluarga dapat terlindungi dengan baik.
Perlindungan anak dalam Islam harus dianggap sebagai langkah strategis untuk melindungi
masa depan bangsa. Anak-anak adalah aset berharga yang memiliki potensi untuk menjadi
generasi penerus peradaban. Dengan peran yang sinergis antara keluarga, masyarakat, dan
negara, perlindungan anak dapat terwujud secara efektif, menciptakan generasi yang kuat,
bertanggung jawab, dan bermoral tinggi untuk masa depan yang lebih baik. Wallahualam

Anda mungkin juga menyukai