160112200501
Angga HB Napitupulu
160112200502
Pembimbing :
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
NIP. 195812231986032001
2
BAB I
PENDAHULUAN
dunia yang disebabkan oleh bakteri patogen tunggal. WHO memperkirakan terdapat
satu juta anak yang terjangkit infeksi tuberkulosis dan lebih banyak lagi yang
mengalami infeksi berbentuk laten. Persebaran tuberkulosis pada anak mirip dengan
persebaran tuberkulosis pada orang dewasa, dengan beban berat penyakit terjadi di
1
daerah Afrika Sub Sahara dan Asia. Pada tahun 2016, dari 6.3 juta kasus baru
dunia. Temuan lain menyebutkan bahwa tingkat mortalitas tuberkulosis paling tinggi
3
ada pada kelompok usia 0-4 tahun dibanding kelompok usia lainnya. Balita dan
Lesi oral tuberkulosis terjadi cukup langka. Ada berbagai studi, namun
insidensi yang dilaporkan adalah kurang dari 1% dari seluruh populasi pasien
7
tuberkulosis. Baik tuberkulosis primer maupun sekunder dapat menyebabkan
8
terjadinya lesi di dalam rongga mulut. Tuberkulosis oral primer tanpa keterlibatan
paru sangat langka terjadi karena sebagian besar lesi oral merupakan infeksi sekunder
9
dari lesi paru. Ketika lesi oral menjadi satu-satunya manifestasi penyakit
tuberkulosis, dokter gigi dapat kesulitan dalam menentukan diagnosis. Tuberkulosis
oral dapat terjadi di berbagai lokasi pada mukosa oral, tetapi lidah menjadi lokasi
manifestasi lesi tersering. Lokasi lainnya mencakup palatum, bibir, mukosa bukal,
gingiva, tonsil palatina, dan dasar mulut. Tuberkulosis oral primer dapat terlihat
10
sebagai ulser asimtomatik berdurasi lama dan pembesaran kelenjar limfe regional.
Lesi oral akibat tuberkulosis dapat timbul dalam berbagai bentuk seperti ulserasi,
10–12
nodula, tuberculoma, dan granuloma periapikal.
dan sering diabaikan sebagai diagnosis banding, terutama ketika lesi oral sudah ada
13
sebelum gejala sistemik muncul. Dokter gigi merupakan garda terdepan untuk
mendiagnosa lesi yang ada di dalam rongga mulut sehingga dapat memberikan
menyadari penyakit tersebut, meskipun dokter gigi sering kali kesulitan untuk
membedakan tuberkulosis oral dengan kondisi lainnya apabila hanya didasarkan pada
gambaran klinis dan gejala. Ketika mengevaluasi ulserasi kronis dengan indurasi
positif, dokter gigi harus mempertimbangkan diagnosis banding proses infeksi seperti
ulser traumatik kronis dan karsinoma sel skuamosa. Apabila tidak ada keterlibatan
sistemik, dokter gigi harus melakukan biopsy eksisi untuk diagnosis jaringan dan
13
pemeriksaan bakteriologis dengan kultur untuk diagnosis definitif. Deteksi dini dan
intervensi sangat penting untuk perawatan kasus yang sedemikian fatal. Artikel ini
membahas infeksi tuberkulosis primer oral yang disertai dengan adanya ulserasi di
dalam rongga mulut yang tidak kunjung sembuh pada pasien anak berusia 12 tahun
tanpa adanya manifestasi sistemik.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
University, India dan dirujuk ke departemen gigi dan mulut dengan keluhan adanya
lesi ulser yang persisten dan tidak sembuh-sembuh pada mukosa labial bibir bawah.
Lesi tersebut pertama kali disadari oleh pasien sejak dua tahun yang lalu namun
orangtua pasien baru menyadarinya enam bulan yang lalu sehingga orangtuanya
memutuskan untuk membawa pasien anak perempuan tersebut ke dokter. Pasien tidak
menunjukkan gejala apapun. Ukuran lesi ulser tetap konstan dalam kurun waktu dua
tahun. Tidak ada riwayat batuk, demam, hemoptysis, dan penurunan berat badan.
Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit sistemik, alergi, dan tidak sedang dalam
pengobatan apapun.
Pasien telah berkonsultasi dengan dua orang dokter gigi di desanya dan
dirawat dengan pendekatan konservatif dengan bantuan obat topikal selama enam
bulan terakhir. Sebelumnya, pasien diresepkan dengan gel mucopain (benzocaine 1.P.
20%), zytee gel (benzalkonium chloride 0.02%, choline salicylate 9%) dan candid
mouth paint (clotrimazole 1%). Namun, tidak ada perubahan yang terlihat
(peningkatan atau penurunan ukuran ulser) atau perbaikan kondisi klinis pasien dalam
Mukosa Labial : Pada mukosa labial bibir bawah kiri ditemukan lesi ulser yang
tidak kunjung sembuh dengan ukuran 4 cm x 4 cm. Lesi ulser ini berwarna putih
keabuan dengan tepi ireguler. Tepi ulser tipis dengan sedikit indurasi pada dasarnya.
Tidak mengeluhkan adanya nyeri ketika lesi disentuh.
1. Pemeriksaan Histopatologi :
limfosit dan sel plasma. Tidak ada nekrosis kaseosa (caseous) yang terlihat pada
Gambar 2 Fotomikrograf lesi yang menunjukkan infiltrasi sel Langhan raksasa dan sel plasma
2. Pemeriksaan Hematologi :
positif (3.43 IU/mL). Hasil tes Mantoux diinterpretasi 48 jam setelah injeksi
Radiograf toraks tidak menunjukkan adanya fokal infeksi yang berarti tidak
2.9 Perawatan
dengan isoniazid 150 mg, rifampin 300 mg, pyrazinamide 750 mg, dan ethambutol
400 mg setiap hari selama dua bulan. Fase kedua dari perawatan ini terdiri dari
isoniazid 150 mg dan rifampin 300 mg setiap hari selama empat bulan. Lesi hampir
TINJAUAN PUSTAKA
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara
melalui saluran pernafasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran
pernafasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada
di alveoli. Jika bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan
berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan menghancurkan
makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit
makrofag harus diaktifkan terlebih dahulu oleh limfokin yang dihasilkan limfosit T.
Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama. Ada
terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes
tuberkulin. hipersensitivitas seluler terlihat sebagai akumulasi lokal dari limfosit dan
makrofag.
lainnya jarang terkena, lesi leih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi
dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB primer.
Akan tetapi, nekrosis jaringan lebih menyolok dan menghasilkan lesi kaseosa
(perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh
makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum, dapat
adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler
(delayed hipersensitivity).
TB paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber
eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda pernah terinfeksi
bakteri TB. Hal ini terjadi biasanya pada daerah apikal atau segmen posterior lobus
superior (fokus Simon), 10-20 mm dari pleura, dan segmen apikal lobus 12 inferior.
Hal ini mungkin disebabkan oleh kadar oksigen yang tinggi di daerah ini sehingga
oleh produksi sitokin (tumor necrotizing factor) yang berlebihan. Kavitas yang terjadi
diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal dan berisis pembuluh darah pulmonal.
Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal. Masalah lainnya pada
kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang menumbuhkan
mycetoma.
Pemeriksaan x-ray thorax perlu dilakukan untuk melihat lesi TB pada paru – paru
sebagai organ yang paling sering terkena TB. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
walaupun dilaporkan bahwa hasil x-ray normal pada 70% pasien. 34
Gene Xpert MTB/RIF Assay
Gene Xpert MTB/RIF Assay adalah pemeriksaan yang menggunakan amplifikasi
polymerase chain reaction (PCR) real-time multiplex. Metode ini dapat
mengidentifikasi bakteri berdasarkan teknik DNA molekular. Pemeriksaan ini
merupakan tes diagnostik yang cepat dengan sensitivitas mencapai 98%, terutama
dalam mendeteksi resistensi rifampisin. Pemeriksaan yang menggunakan RNA
ribosom dan PCR DNA ini dapat selesai dalam waktu 24 jam.35
Kultur
Kultur sputum adalah pemeriksaan diagnostik yang sangat sensitif untuk
mengisolasi Mycobacterium dan mendeteksi minimal 10 hingga 100 basil.
Spesifisitas kultur sputum mencapai >99% dalam mendiagnosis tuberkulosis paru,
sehingga kultur merupakan pemeriksaan baku emas. Akan tetapi, pemeriksaan ini
memerlukan waktu yang lama (hingga >2 minggu) untuk mendapatkan hasil.33
Tes tuberkulin kulit atau Tes Mantoux
Tes tuberkulin kulit atau tes Mantoux dilakukan dengan menginjeksi purified
protein derivate (PPD). Pasien dengan risiko paparan rendah (pasien yang tidak
memiliki risiko terpapar TB) memiliki hasil Mantoux positif bila terdapat indurasi
pada kulit yang diinjeksikan PPD hingga mencapai ukuran 15 mm. Pasien dengan
risiko sedang (pasien yang berasal dari negara endemik TB, tenaga kesehatan, dan
sebagainya) memiliki hasil Mantoux positif bila indurasi berukuran >10 mm. Pasien
dengan risiko tinggi (pasien dengan HIV positif, riwayat TB, dan kontak erat dengan
pasien TB lain) memiliki hasil Mantoux positif bila indurasi berukuran >5 mm.
Pembacaan hasil dilakukan 48–72 jam setelah injeksi 0,1 ml PPD secara intradermal.
Suntikan akan menimbulkan gelembung kulit pucat berdiameter 6–10 mm. Tes
Mantoux tidak dapat membedakan infeksi TB aktif dan TB laten. Pada beberapa
negara berkembang, tes ini masih rutin dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan
penunjang untuk TB.33
Interferon-Gamma Release Assays (IGRA)
IGRA merupakan tes skrining tuberkulosis yang lebih spesifik dengan sensitivitas
yang serupa dengan tes Mantoux. Konversi interferon-gamma release assay yang
positif merupakan cerminan reaksi hipersensitivitas yang lambat terhadap protein
Mycobacterium tuberculosis. Kekurangan pemeriksaan IGRA bila dibandingkan
dengan tes Mantoux adalah biaya yang lebih mahal. Selain itu, tes IGRA
membutuhkan sarana laboratorium yang lebih memadai dan proses yang lebih rumit.
Sensitivitas dan spesifisitas mencapai 58% dan 77% dalam mendiagnosis TB paru
aktif dan 82%. IGRA tidak dapat membedakan infeksi TB aktif dan TB laten dan
sering menimbulkan hasil positif palsu.35
Tuberkulosis oral pada rongga mulut jarang terjadi namun penyakit ini masih
mulut. Tuberkulosis oral terjadi karena dahak yang terinfeksi atau karena penyebaran
hematogen.
Tuberkulosis oral dapat terjadi secara primer atau sekunder. Lesi tuberkulosis
oral primer jarang terjadi dan jika terjadi lebih sering terlihat pada pasien berusia
muda dan berkaitan dengan pembesaran kelenjar getah bening di leher. Lesi
tuberkulosis oral sekunder biasanya muncul bersamaan dengan penyakit baru dan
dapat terjadi pada semua kelompok umur namun lebih banyak terlibat pada kelompok
usia paruh baya (40-50 tahun) dan lanjut usia (>60 tahun).
dalam dahak dan melalui celah kecil di permukaan masuk ke dalam jaringan mukosa.
seperti bisul, bintil, retakan, plak atau vesikel. Selain itu, tuberkulosis oral juga dapat
terkena pada bagian mukosa bukal, gingiva, bibir, langit-langit, tonsil palatina, dasar
Tuberkulosis oral primer biasanya terkena pada gingiva dan muncul sebagai
proliferasi jaringan gingiva yang menyebar, hiperemik, nodular atau papiler dan
primer di gusi lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding orang dewasa. Lesi
tuberkulosis oral primer muncul sebagai ulkus indolent tunggal tanpa rasa sakit yang
secara progresif meluas dari margin gingiva kedalam ruangan depan yang berdekatan
dan sering dikaitkan dengan pembesaran kelenjar getah bening serviks. Lesi ini bisa
tunggal atau multipel, nyeri atau tidak nyeri, dan biasanya tampak sebagai ulkus yang
tidak beraturan dan berbatas tegas dengan eritema di sekelilingnya tanpa indurasi dan
lesi satelit umumnya dtemukan. Lesi tuberkulosis oral primer menunjukan gambaran
paling umum berupa ulkus di sepanjang tepi lateral lidah dan menempel pada gigi
yang kasar, tajam, patah atau di lokasi iritasi lainnya. Pasien dengan lesi tuberkulosis
oral seringkali mempunyai riwayat trauma yang sudah ada sebelumnya. Area mana
Mycobacterium yang terkait dengan penyakit ini. Ulkus tuberkulosis pada lidah
memiliki ciri khas yaitu pada bagian dasarnya terlihat lendir yang kendal dan ditandai
dengan nyeri hebat yang progresid dan menganggu masuknya nutrisi serta waktu
istirahat pada pasien. Biasanya ulkus tuberkulosis pada lidah ditemukan pada ujung,
tepi lateral, garis tengah dan pangkal lidah. Gambaran klinis dan mikroskopis
menunjukan lesi ulkus tuberkulosis tidak beraturan, pucat, lamban dengan tepi
Lesi tuberkulosis oral sekunder muncul dengan gambaran ulkus yang tidak
teratur, dangkal atau dalam, nyeri dan cenderung membesar secara perlahan. Lesi ini
sering ditemukan pada daerah trauma dan sering diduga secara klinis sebagai ulkus
lesi bengkak, granular, modular atau pecah-pecah namun tidak ada ulserasi klinis
yang jelas. Tuberkulosis juga dapat menyerang tulang rahang atas atau rahang bawah.
Salah satu cara masuknya mikroorganisme ke area peradangan periapikal melalui
aliran darah atau kamar pulpa dan saluran akar gigi yang berlubang. Lesi yang
difus pada rahang atas atau rahang bawah bisa terjadi melalui penyebaran infeksi
terjadi pada stadium akhir penyakit ini dan mempunyai prognosis yang kurang baik.15
lidah. 15
Gambar 5 : Ulser di vestibulum bukal. 15
mengandung basil dalam jumlah yang lebih banyak. Di sisi lain, TB mulut
merupakan penyakit paucibacillary dan konsentrasi basil tahan asam (AFB) jauh
lebih sedikit dalam air liur. Faktor lokal di rongga mulut, yang mungkin berkontribusi
terhadap invasi bakteri, saprofit, dan ketebalan lapisan epitel pelindung. Faktor lain
yang sangat penting dalam kerentanan TBC mulut adalah kerusakan pada mukosa
mulut, yang dapat menyebabkan kolonisasi bakteri. Kebersihan mulut yang buruk,
trauma lokal, leukoplakia, dan iritasi akibat mengunyah cengkeh juga dapat dianggap
keganasan, terapi kortikosteroid yang berkepanjangan, dan gagal ginjal kronik, juga
kepadatan penduduk, kecanduan alkohol atau merokok, ventilasi dan sumber sinar
matahari yang buruk, pernikahan dini, dan kehamilan berulang dalam jangka waktu
15
pendek, juga merupakan faktor risiko TBC.
3.3.4 Diagnosis Banding
Gambaran klinis lesi tuberkulosis oral tidak spesifik sehingga sering diabaikan
dalam diagnosis banding terutama bila lesi oral muncul sebelum gejala sistemik.
aftosa, ulkus traumatis, limfoma, metastasis dan karsinoma sel skuamosa yang wajib
orofacial lainnya seperti sarkoidosis, penyakit Crohn, sifilis tersier dan sindrom
15
Melkersson-Rosenthal.
3.3.5 Pengobatan
yang paling efektif sampai saat ini menggunakan kombinasi 4 obat yaitu isoniazid
(INH), rifampisin (RIF), pirazinamid (PZA), dan etambutol (ETO) yang diberikan
setiap hari selama 2 bulan pertama diikuti oleh 4 bulan tambahan dengan 3 obat-
Langsung, Kursus Singkat” (DOTS) pada tahun 1997. Komponen utama dari strategi
ini adalah observasi langsung oleh personel terlatih yang menjamin keduanya
obat.
dan resistensi. Meskipun antibiotik sudah tersedia, Mtb sangat persisten kemungkinan
karena bakteri memicu peradangan kronis yang disimpan di dalam jaringan sehingga
melindungi dari paparan obat. Oleh karena itu, pengobatan dengan obat harus
15
diperluas untuk menghancurkan bakteri sepenuhnya dan mencegah kekambuhan.
BAB IV
PEMBAHASAN
menginfeksi seluruh bagian mulut (palatum keras dan lunak, uvula, mukosa bukal,
16
gingiva, bibir, lidah, maksila, dan mandibula). Tuberkulosis primer di dalam rongga
mulut tanpa melibatkan paru-paru adalah langka, namun lebih sering ditemukan pada
17
anak-anak dan dewasa muda. Beragam tanda klinis seperti ulser superfisial, lesi
jaringan lunak dengan indurasi, nodula, fissure, plak, granuloma, atau proliferasi
18
verrucous seringkali ditemukan. Sebagian besar (93%) lesi oral berupa ulser dan
19
hampir setengahnya terdapat pada lidah. Kasus ini menunjukkan lesi ulseratif
dengan indurasi pada mukosa labial rahang bawah. Integritas epitel oral dan efek
inhibitori saliva dianggap menjadi alasan resistensi relatif tuberkel bakteri di dalam
20
rongga mulut.
Literatur yang telah dipublikasi untuk kasus pada anak-anak sangat langka. Ebenezer
et al. melaporkan tuberkulosis oral pada anak perempuan berusia 7 tahun pada
gingiva sebelah kiri rahang bawah disertai dengan pembesaran kelenjar limfe
21
submandibular sebelah kiri. Perbesaran gingiva difus terlokalisir yang telah
dilaporkan terjadi pada dua orang anak-anak.6 Prasad dan Bhardwaj melaporkan
tuberkulosis yang diisolasi dari tonsil tanpa disertai tuberkulosis paru aktif pada
23
pasien anak laki-laki berusia 10 tahun. Sebuah kasus tuberkulosis primer yang
cukup langka dengan pembengkakan pada pipi telah dilaporkan pada anak berusia 4
24
tahun.
Pasien pada kasus ini tidak memiliki bukti radiograf toraks yang menunjukkan
riwayat atau tuberkulosis paru yang masih aktif. Kurang dari 50 % pasien dengan
buruk, ekstraksi gigi, periodontitis, dan leukoplakia. Diagnosis banding lesi ulserasi
di dalam rongga mulut yang diakibatkan oleh tuberkulosis adalah infeksi (bakteri,
jamur, dan virus), stomatitis aftosa berukuran besar, ulser traumatik, ulser sifilitik,
9,26
atau keganasan mencakup karsinoma sel skuamosa oral dan limfoma. Pada kasus
definitif tuberkulosis dikonfirmasi melalui tuberculin skin test (TST) atau tes
Karena cepat dan mudah dilakukan, TST biasanya digunakan sebagai alat
imunodiagnostik, namun tes ini tidak spesifik dikarenakan adanya reaksi silang dari
telah muncul sebagai alternatif yang lebih spesifik dibandingkan TST untuk
mendeteksi infeksi tuberkulosis, karena tes ini tidak terganggu oleh adanya vaksinasi
27
BCG yang pernah dilakukan sebelumnya. Namun kemampuan TST maupun IGRA
saja tidak cukup untuk mendiagnosis infeksi tuberkulosis aktif. Oleh karena itu, pada
pasien anak dengan suspek infeksi tuberkulosis aktif, setiap usaha harus dilakukan
untuk mendapatkan spesimen klinis yang tepat untuk tes molekuler dan
mikrobiologis, dan tes IGRA harus digunakan dengan data klinis lainnya, seperti hasil
tes TST, temuan radiograf toraks, dan riwayat kontak dengan pasien untuk
28
mendukung diagnosis tuberkulosis aktif.
kanak-kanak, tidak seperti penyakit lainnya pada orang dewasa adalah bahwa
tuberkulosis pada anak biasanya bersifat asimptomatik atau dapat muncul dengan
gejala yang tidak mengacu pada tuberkulosis. Gejala klasik seperti demam, anoreksia,
malaise, penurunan berat badan, batuk, proses meludah, dan hemoptisis jarang
29
dijumpai. Beberapa faktor yang menyembabkan terlambatnya diagnosis tuberkulosis
pada anak adalah karena dokter gigi tidak waspada terhadap kemungkinan tersebut,
keluarga, gejala yang tidak spesifik, tidak adanya tes diagnostik yang sederhana dan
peresepan obat antituberculosis dalam dua fase. Pada fase pertama, pasien diresepkan
isoniazid 150 mg, rifampin 300 mg, pyrazinamide 750 mg, dan ethambutol 400 mg
setiap hari selama dua bulan. Fase kedua perawatan terdiri dari isoniazid 150 mg dan
rifampin 300 mg setiap hari selama empat bulan. Lesi hampir hilang dalam waktu
tiga minggu sejak dimulainya perawatan. Terapi pada kasus ini dapat dikatakan
dengan tuberkulosis sistemik. Untuk saat ini, regimen obat yang paling efektif
dan ethambutol yang diadministasikan setiap hari selama dua bulan pertama,
kemudian dilanjutkan dengan empat bulan selanjutnya dengan dua obat saja yaitu
12
isoniazid dan rifampicin. Hal ini selaras dengan perawatan yang diterima oleh
Kontrol tuberkulosis sulit dikarenakan dua faktor primer, yaitu persistensi dan
persisten, karena bakteri ini menyebabkan inflamasi kronis yang membuat bakteri ini
31
tersembunyi di dalam jaringan sehingga terhindar dari eksposur obat. Oleh karena
KESIMPULAN
Dokter gigi anak menjadi tujuan rujukan atas setiap lesi yang mempengaruhi
mukosa oral pada anak-anak. Masalah utama diagnosis tuberkulosis pada anak adalah
dokter gigi sangat memikirkan kemungkinan diagnosis ini pada pasien anak. Dengan
diagnosis dan perawatan yang sesuai sering kali menjadi terlambat. Dokter gigi harus
sadar bahwa sangat jarang sebuah lesi dapat muncul dalam rongga mulut apabila
yang persisten. Identifikasi dental terhadap lesi yang demikian dapat membantu
menular. Dokter gigi wajib menjaga program control infeksi yang efektif di klinik
2005;53(2):191.
5. van Toorn R, Springer P, Laubscher JA, Schoeman JF. Value of different staging
The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease. 2012 May 1;16(5):628–
32.
6. Sharma SK, Mohan A, Sharma A, Mitra DK. Miliary tuberculosis: new insights into
7. Prabhu SR, Wilson DF. Oral diseases in the tropics. New Delhi: Oxford University
Press; 1993.
Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology, and Endodontology. 1996
Apr;81(4):415–20.
11. Pekiner FN, Erseven G, Borahan MO, Gümrü B. Natural barrier in primary
tuberculosis inoculation: oral mucous membrane. Int J Tuberc Lung Dis. 2006
Dec;10(12):1418.
12. Sierra C, Fortún J, Barros C, Melcon E, Condes E, Cobo J, et al. Extra-laryngeal head
14. Bloom BR, Atun R, Cohen T, Dye C, Fraser H, Gomez GB, et al. Tuberculosis. In:
Disease Control Priorities, Third Edition (Volume 6): Major Infectious Diseases. The
15. Sharma S, Bajpai J, Pathak PK, Pradhan A, Singh P, Kant S. Oral tuberculosis -
16. Kakisi OK, Kechagia AS, Kakisis IK, Rafailidis PI, Falagas ME. Tuberculosis of the
oral cavity: a systematic review. Eur J Oral Sci. 2010 Apr 11;118(2):103–9.
17. Ju W tong, Fu Y, Liu Y, Tan Y ran, Dong M jun, Wang L zhen, et al. Clinical and
pathologic analyses of tuberculosis in the oral cavity: report of 11 cases. Oral Surg
18. Verma S, Mohan RPS, Singh U, Agarwal N. Primary oral tuberculosis. Case Reports.
Primary and Three Secondary Cases. Indian Journal of Otolaryngology and Head &
20. Kumar V, Singh AP, Meher R, Raj A. Primary Tuberculosis of Oral Cavity: A Rare
22. Sharma CGD, Pradeep AR, Karthikeyan BV. Tuberculosis Clinically Presenting as
2006;7(5):108–14.
23. Prasad P, Bhardwaj M. Primary Tuberculosis of Tonsils: A Case Report. Case Rep
Med. 2012;2012:1–3.
tuberculosis mimicking parotid neoplasm: a case report. J Med Case Rep. 2008 Dec
26;2(1):62.
27. Li G, Li F, Zhao HM, Wen HL, Li HC, Li CL, et al. Evaluation of a New IFN-γ
29. Shah A, Agarwal AK. Diagnostic problems in childhood tuberculosis. Indian Journal
of Tuberculosis. 1997;44:47–9.
associated factors in children below 15 years of age registered as new TB cases under
Revised National Tuberculosis Control Program (RNTCP) in Pune city. Int J Health
31. Sacchettini JC, Rubin EJ, Freundlich JS. Drugs versus bugs: in pursuit of the
Jan;6(1):41–52.
32. Spigelman MK. New Tuberculosis Therapeutics: A Growing Pipeline. J Infect Dis.
2007 Jul;196(s1):S28–34.
33. Targeted tuberculin testing and treatment of latent tuberculosis infection. American
34. Marvellini, R. Y., & Izaak, R. P. (2021). Gambaran radiografi foto thorax penderita
tuberculosis pada usia produktif di RSUD Pasar Minggu (Periode Juli 2016 sampai Juli
35. Astutik, E., Wahyuni, C. U., Manurung, I. F. E., & Ssekalembe, G. (2021). Integrated model
of a family approach and local support in tuberculosis case finding efforts in people with