ABSES SUBMANDIBULA
Oleh :
drg. Maula Diba Rizki
Pembimbing :
drg. Fadhilla Putri Afiandi
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ”Abses
Mandibula” untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program
internsip dokter gigi.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari, bahwa semua
proses yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan drg. Fadhilla Putri Afiandi
selaku dokter gigi pendamping, bantuan, dan dorongan yang telah diberikan
berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu.
Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna
sebagaimana mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya,
karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca.
Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya
kepada kita semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat
memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang
memerlukan.
Penulis
PROGRAM INTERNSIP DOKTER GIGI
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui,
Dokter Gigi Pendamping
Abses di ruang submandibula adalah salah satu abses leher dalam yang sering
ditemukan. Ruang submandibula merupakan suatu ruang potensial pada leher
yang terdiri dari ruang sublingual dan submaksila yang dipisahkan oleh otot
Dalam beberapa abad terakhir, diagnosis dan pengobatan infeksi leher dalam
merupakan suatu tantangan baik bagi dokter maupun ahli bedah. Disamping
struktur yang kompleks dan lokasi yang dalam pada region leher,
menyebabkan diagnosis dan pengobatan cukup sulit. Infeksi ini merupakan
Identitas Pasien
Nama : Megi Prasetio
Umur : 21tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku / Ras : -
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Status : Belum Kawin
Alamat Rumah : Koto Tangah
Anamnesis
1. Keluhan Utama
Pasien datang ke Poli Gigi RS Universitas Andalas dengan keluhan nyeri
bengkak pada pipi kirinya. Pasien mengatakan bahwa pipinya semakin
membengkak dalam waktu 1 minggu sehingga pasien kesulitan dalam makan dan
bernafas . Pemeriksaan ekstra oral wajah asimetris. Pemeriksaan intra oral,
fluktuasi (+)
2. Riwayat Penyakit Saat Ini
Tidak ada
3. Riwayat Perawatan Gigi dan Mulut
Tidak ada
4. Riwayat Penyakit Sistemik
a. Golongan Darah : Tidak diketahui
b. Penyakit Jantung : Tidak Ada
c. Diabetes : Tidak Ada
d. Kelainan darah : Tidak Ada
e. Hepatitis : Tidak Ada
f. Penyakit Gastrointestinal : Tidak Ada
g. Alergi obat-obatan : Tidak Ada
h. Alergi makanan : Tidak Ada
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
6. Riwayat Sosial
Pasien merokok
7. Pemeriksaan Objektif
a. Kesadaran Umum
Kesadaran : Kompos Mentis
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 121/ 76 mmHg
Nadi : 87 x / menit
Suhu : 36,60C
Respirasi : 26x / menit
8. Pemeriksaan Ekstra Oral
a. Kelenjar getah bening
Submandibula : Udem
Submental : Normal
Servikal : Normal
b. TMJ : Normal
c. Wajah : Asimetris
d. Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
e. Sirkum Oral : Normal
f. Bibir : Normal
9. Pemeriksaan Intra Oral
a. Mukosa labial : Normal
b. Frenulum : Normal
c. Lidah : Normal
d. Mukosa bukal : Normal
e. Dasar mulut : Normal
f. Palatum : Normal
g. Gingiva : Normal
h. Jaringan periodontal : Normal
i. Kelenjar saliva : Normal
j. Uvula : Normal
k. Tonsil : Normal
1
ditemukan pada laki-laki (51,9%) dibanding perempuan (48,1%). Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian secara retrospektif dibagian Rekam Medik RSU Prof. DR.
R. D. Kandaou, Manado, didapati jumlah penderita Abses Submandibula yang
datang di bagian poli bedah, IRD Bedah dan Irna A Rumah Sakit Umum Prof.
DR. R. D. Kandaou Manado, pada periode juni 2009 sampai juli 2012 adalah 39
orang.
2.3 Etiologi
Pada penelitan yang dilakukan oleh Rana dkk pada tahun 2009 sampai
dengan tahun 2010 didapatkan penyebab tersering terjadinya abses leher dalam
adalah infeksi yang berasal dari gigi (48%), diikuti oleh infeksi pada tonsil (14%).
Pada era preantibiotik , organisme yang paling sering terisolasi dari leher dalam
abses ruang leher dalam adalah Staphylococcus aureus. Sejak diperkenalkannya
antibiotik , streptokokus aerob dan non-streptokokus anaerob menjadi agen
penyebab infeksi leher dalam, Tetapi kebanyakan infeksi leher dalam bersifat
8
polimikrobial. Organisme penyebab yang paling umum ditemukan dari hasil
kultur adalah Streptokokus viridians, Stafilokokus epidermidis,
Stafilokokus aureus, Streptokokus β hemolitikus, Bacteroides, fusobacterium,
spesies Peptostreptokokus, Neisseria, Klebsiella pneumoniae dan pseudomonas.
Pada abses submandibula yang bersumber dari infeksi gigi, bakteri yang
paling sering ditemukan adalah grup Streptokokus dan bakteri anaerob. Jenis
streptokokus yang paling sering ditemukan pada penderita abses submandibula
yang disebabkan oleh infeksi gigi adalah Streptokokus viridians sedangkan pada
abses submandibula yang tidak disebabkan oleh infeksi gigi, kuman yang paling
2.4 Patogenesis
Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam satu kantung yang
terbentuk dalam jaringan yang disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh bakteri,
parasit atau benda asing lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan yang
bertujuan mencegah agen-agen infeksi menyebar ke bagian tubuh lainnya. Pus itu
sendiri merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah
putih, organisme penyebab infeksi atau benda- benda asing dan racun yang
dihasilkan oleh organisme dan sel-sel darah.
Infeksi ruang leher dalam dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu
limfogen, hematogen, perkontinuitatum dan infeksi langsung. Beratnya infeksi
tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi. Ruang
submandibula terletak diantara otot dan kulit milohyoid yang memiliki batas
posterior yang terbuka sehingga berhubungan dengan ruang di dekatnya. Saat
ruang submandibula mengalami infeksi, pembengkakan dimulai pada batas
inferior lateral dari mandibula dan meluas ke medial menuju area digastrikus dan
ke posterior menuju tulang hyoid.
2.5 Diagnosis
.
obat dan terapi yang telah diberikan kepada pasien Gejala dapat bervariasi
tergantung dari progresivitas penyakit. Abses leher dalam yang berat dapat
menimbulkan gejala lain yang merupakan manifestasi dari komplikasi abses leher
dalam seperti gangguan jalan napas, syok septik dan mediastinitis.
Dari anamnesa juga ditanyakan adanya riwayat penyakit infeksi lain yang
dapat menjadi sumber infeksi dari abses submandibula diantaranya adalah infeksi
gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula, adanya trauma serta
kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lainnya. Adanya faktor predisposisi dari
abses submandibula yaitu higiene orodental yang buruk, diabetes melitus serta
adanya penyakit imunodefisiensi dapat diperoleh juga dari anamnesa.Rana dkk
menyatakan bahwa gejala berupa bengkak dan nyeri merupakan keluhan utama
sebagian besar dari abses leher dalam. Dari 50 pasien abses leher dalam sebanyak
96% pasien mengeluh adanya pembengkakan, sebanyak 92% pasien mengeluh
nyeri dan 66% pasien mengeluh demam.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paolo Rizzo pada tahun 1998-
2006 di Rumah Sakit Treviso, Italia, gejala klinis yang sering terjadi pada pasien
dengan abses submandibula adalah prmbengkakan pada leher (98,8%) dan sulit
menelan (35,8%). Gejala lain yang sering ditemukan adalah 23,5% pasien
mengeluh demam, 24,7% mengeluh nyeri dan 17,3% pasien mengeluh adanya
trismus.
adanya pus pada aspirasi yang dilakukan di tempat pembengkakan tersebut. Pada
pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan lekositosis. Pemeriksaan lekosit
secara serial merupakan cara yang baik untuk menilai respons terapi.
Pemeriksaan glukosa darah diperlukan untuk mencari faktor predisposisi.
Pemeriksaan elektrolit darah diperlukan untuk menilai keseimbangan elektrolit
yang mungkin terjadi akibat gangguan asupan cairan dan nutrisi. Pada abses leher
dalam harus dilakukan pemeriksaan kultur bakteri dan uji sensitivitas terhadap
antibiotika. Aspirasi pus untuk kultur dan uji sensitivitas harus dilakukan sebelum
Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi gigi dan adanya abses
pada gigi. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus abses leher dalam yang
diduga sumber infeksinya berasal dari gigi. Pemeriksaan foto polos jaringan lunak
leher posisi anteroposterior dan lateral dapat digunakan untuk mendiagnosa
adanya proses infeksi di ruang leher dalam dengan adanya udara di daerah
subkutan, adanya pembengkakan, gambaran cairan di daerah jaringan lunak serta
merupakan indikator pembentukan abses yang berasal dari leher dalam. Jika hasil
pemeriksaan foto polos jaringan lunak menunjukkan kecurigaan abses leher
dalam, maka idealnya dilakukan pemeriksaan Computed Tomography scan atau
CT scan dengan kontras yang merupakan standar untuk evaluasi infeksi leher
dalam. Pemeriksaan ini dapat menentukan lokasi dan perluasan abses, adanya
pelebaran mediastinum akibat mediastinitis, adanya edema paru serta
2.7 Penatalaksanaan
lokal maupun dengan anestesi umum. Insisi abses submandibula untuk drainase
dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung
letak dan luas abses. Insisi tersebut sedapat mungkin sejajar dengan garis lipatan
kulit alamiah menembus jaringan subkutan, muskulus platisma sampai ke fasia
servikal profunda. Diseseksi tumpul dengan hemostat dilakukan sampai ke dalam
rongga abses dan kemudian dilakukan drainase abses. Setelah itu rongga abses
diirigasi dengan larutan garam fisiologis dan dipasang drain. Perlu diperhatikan,
dalam 4 sampai 8 jam pertama sebaiknya dilakukan observasi dan
penatalaksanaan awal dengan pemberian antibiotik intravena dan hidrasi. Hal ini
dilakukan sambil mengawasi perkembangan keadaan pasien jika diperlukan
sebaiknya dilakukan drainase. Perkembangan gejala yang menunjukkan perlunya
dilakukan drainase adalah apabila terjadi demam persisten, nyeri, bengkak dan
peningkatan WBC (white blood cell). Indikasi lainnya untuk dilakukan drainase
meliputi potensi kompromi jalan napas, kondisi kritis karena komplikasi atau
septikemia, dan melibatkan beberapa ruang. Drainase dapat dilakukan melalui
berbagai pendekatan termasuk drainase transoral, dan aspirasi jarum. Setelah
mengakses rongga , sampel pus atau jaringan debridement harus dikumpulkan
untuk kultur dan sensitivitas . Pilihan antibiotika ini tergantung pada bakteri
penyebabnya yang didasarkan atas hasil kultur dan uji sensitivitas terhadap
dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan antibiotika adalah efektifitas obat terhadap kuman
target, risiko peningkatan resistensi kuman minimal, toksisitas obat rendah,
stabilitas tinggi dan masa kerja yang lebih lama. Bakteri penyebab abses leher
dalam umumnya adalah polimikroba termasuk bakteri aerob dan anaerob. Oleh
karena itu terapi antibiotik empiris yang harus diberikan sebaiknya yang dapat
bekerja pada bakteri aerob dan anaerob. Lebih dari dua pertiga infeksi leher dalam
disebabkan oleh bakteri yang menghasilkan beta laktamase. Antimikroba yang
paling efektif adalah kombinasi dari penisilin dan antibiotik yang resisten
terhadap beta laktamase inhibitor ( amoksisilin / klavulanat, tikarsilin / klavulanat,
piperacillin / Tazobactam ), cefoxitin, carbapenem, atau klindamisin .Pemberian
makrolid atau ketolides ditambah metronidazol dapat dipertimbangkan pada
pasien yang alergi amoksisilin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Shih-Wei
Yang dkk pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 mengenai cakupan
spektrum kerja antimikroba yang berbeda pada hasil kultur bakteri aerob dan
anaerob dari 89 pasien dengan hasil kultur positif, didapatkan kombinasi dari
seftriakson dan klindamisin, seftriakson dan metronidazol, atau penisilin G dan
gentamisin dan klindamisin merupakan terapi antibiotika yang disarankan untuk
penatalaksanaan abses leher dalam.
2.8 Komplikasi
kematian. Pada era antibiotik modern, telah dilaporkan angka kematian akibat
komplikasi dari abses submandibula mencapai 40%.
Salah satu penyebaran infeksi pada abses submandibula yang dapat terjadi adalah
ke ruang submental. Ruang ini adalah ruang fasia kepala dan leher yang
merupakan ruang potensial terletak antara otot milohioid superior , otot platisma
inferior, terletak digaris tengah bawah dagu . Ruang ini terletak tepat di wilayah
segitiga submental , bagian dari segitiga anterior leher. Abses dari gigi molar
mandibula kedua dan ketiga dapat melubangi mandibula dan menyebar ke dalam
ruang submandibula dan submental.
2.9 Prognosis
Sejak ditemukan antibiotik, kejadian komplikasi terkait dengan abses leher dalam
telah menurun selama dekade terakhir. Diagnosis dini , manajemen agresif dengan
bedah intervensi dan manajemen jalan napas yang tepat dapat mengurangi
komplikasi dan kematian yang terkait dengan abses leher dalam termasuk abses
submandibula. Prognosis yang cukup baik didapatkan pada penelitian yang
dilakukan di Departemen THT-KL RSHS Bandung periode Januari 2012-
Desember 2012 yang memperlihatkan kondisi pasien saat pulang dengan
perbaikan sebanyak 71%.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Abses Submandibula pada orang dewasa diakibatkan oleh infeksi terutama
bersumber dari gigi atau odontogenic, pada kasus dijelaskan bahwa abses
mandibula pada pasien yang disebabkan oleh nekrosis pulpa pada gigi 36 .
dilakukan insisi drainase dan ektraksi gigi 36 serta tracheotomy dikarenakan abses
submandibula menganggu jalan nafas pada pasien . prognosis baik nyeri post
operasi (-).
DAFTAR PUSTAKA
1. Young DA, Nový BB, Zeller GG, Hale R, Hart TC, Truelove EL. The
American Dental Association Caries Classification System for clinical
practice: a report of the American Dental Association Council on
Scientific Affairs. J Am Dent Assoc. 2015 Feb;146(2):79-86. doi:
10.1016/j.adaj.2014.11.018. Erratum in: J Am Dent Assoc. 2015
Jun ;146(6):364-5. PMID: 25637205.
2. Freedman JA. Contemporary Esthetic Dentistry. United States of America.
Elsevier Mosby 2012.
3. Srivastava K, Tikku T, Khanna R, Sachan K. Risk factors and
management of white spot lesions in orthodontics. J Orthod Sci. 2013
Apr;2(2):43-9. doi: 10.4103/2278-0203.115081. PMID: 24987641;
PMCID: PMC4072374.
4. Kidd E. Essentials of dental caries 3rd ed. Oxford University Press 2005.
5. Leman MA. Class IV direct composite restoration: a case report. PDGI
Makassar. Vol. 1 No. 5 (2012): Vol 1 No 5, Oktober 2012.
DOI: https://doi.org/10.35856/mdj.v1i5.71.
6. Dewiyani S. Restorasi gigi anterior menggunakan teknik direct komposit
(Kajian Pustaka). JITEKGI 2017, 13 (2) : 5-9.
7. Goyal R, Mittal R, Goyal N, Gupta S, Bogra P. Restorative technique for
class IV direct composite restoration. IP Ann Prosthodont Restor Dent
2021;7(1):59-63.
8. Abu-Hussein Muhamad et al.(2019), Restoring Fractured Anterior Tooth
Using Direct Composite Restoration: A Case Report. Global Journal of
Dental Sciences. Volume 1 Issue 1 (January 2019).
9. Nugrohowati CW, Hadriyanto W, Nugraheni T. Direct composite resin
restoration of anterior maxillary teeth and esthetic smile design: A case
report. J Dent Indones. 2020; 27(2):103-108
10. Kidd E, Fejerskov O. Dental Caries, The disease and clinical management
2nd ed. UK Blackwell Munksgard Publisher 2008.
11. Singh, P., Sehgal, P. G.V Black dental caries classification and preparation
technique using optimal CNN-LSTM classifier. Multimed Tools Appl 80,
5255–5272 (2021). https://doi.org/10.1007/s11042-020-09891-6
12. Peyton JH. Treatment of a Class IV Anterior Fracture Conservative direct
composite restoration. Dentistrytoday.com; November 2017.
13. Muhamad, D.A., Azzaldeen, D.A., & Mai, D.A. (2016). Esthetics of Class
IV Restorations with Composite Resins. IOSR Journal of Dental and
Medical Sciences (IOSR-JDMS). Volume 15, Issue 1 Ver. II (Jan. 2016),
PP 61-66.
14. Romero MF, Haddock FJ, Freites AG, Brackett WW, Brackett MG.
Restorative Technique Selection in Class IV Direct Composite
Restorations: A Simplified Method. Oper Dent. 2016 May-Jun;41(3):243-
8. doi: 10.2341/15-158-T. Epub 2016 Feb 26. PMID: 26919082.
15. RAMÍREZ J., 2021: Esthetic Anterior Resin Restorations: To Bevel
Enamel or Not?.-ODOVTOS-Int. J. Dental Sc., 23-1 (January-April): 13-
17.