Disadur Oleh:
Diko Valentino Firmana
132011101091
Pembimbing:
dr. Maria Kwarditawati, Sp. THT
1. Pendahuluan
Kolonisasi Candida oral dan kandidiasis belakangan ini telah mendapat
perhatian lebih dari para penyedia perawatan kesehatan dan peneliti, khususnya
setelah muncul infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan pemakaian
secara meluas antibiotik spektrum luas dan terapi imunosupresan. Genus Candida
meliputi lebih dari 150 spesies yang tersebar luas di lingkungan. Telah diketahui
bahwa mayoritas spesies tidak mampu hidup pada suhu tubuh manusia hal ini
menjelaskan mengapa rongga mulut hanya terkolonisasi oleh sejumlah kecil
spesies Candida.
Spesies Candida merupakan bagian dari flora komensal mulut yang tidak
berbahaya dengan jumlah 2-70% dari populasi umum namun bertanggung jawab
dalam menyebabkan infeksi, jika imun inang menurun baik pada level lokal
maupun sistemik. Candida albicans merupakan spesies yang banyak bertanggung
jawab atas kandidiasis oral yang merupakan infeksi jamur paling umum pada
manusia, khususnya pada anak-anak dan orang lanjut usia. Banyak ditemui
kejadian berulang infeksi Candida beberapa saat setelah pemberian terapi
antifungal, yang menimbulkan rasa frustrasi dan kekecewaan baik bagi dokter
maupun pasien. Sebuah studi memperkirakan sekitar 20% pasien kandidiasis oral
mengalami infeksi yang berulang dan sekitar 30% dari kejadian ulangan tersebut,
isolat yang kedua berbeda dengan yang bertanggung jawab pada infeksi pertama.
Hal ini memunculkan pertanyaan tentang apakah “kejadian ulangan” merupakan
infeksi yang kedua atau karena sel-sel Candida yang “persisten”.
Jika infeksi Candida oral superfisial tidak tertangani dengan baik pada
imunosupresi berat, pasien bisa rentan terhadap penyebaran infeksi pada esofagus
atau candidemia sistemik yang berpotensi mematikan. Oleh karena itu, penting
untuk mendiagnosis infeksi Candida oral secara akurat dan menanganinya secara
tepat guna menghindari kejadian berulang atau penyebaran sistemiknya. Makalah
ini membahas berbagai macam alasan yang memudahkan kejadian ulangan atau
kegagalan perawatan kandidiasis oral.
3.2. Diagnosis yang Salah. Kandidiasis oral kemungkinan terabaikan. Lidah yang
mengalami erithema atropik yang berhubungan dengan nyeri dan sensasi terbakar
(glossitis atropik) bisa menjadi manifestasi hematinik atau defisiensi nutrisi,
seperti vitamin B12, asam folat, atau defisiensi besi, dan kadangkala bisa dirawat
begitu saja. Tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut juga memiliki kemungkinan
yang tinggi menjadi lesi yang diakibatkan Candida (misalnya, acute erythematous
kandidiasis). Dalam hal ini, kesembuhan menyeluruh tidak diharapkan tanpa
pelaksanaan terapi antifungi, selain penatalaksanaan kondisi defisiensi.
Di sisi lain, beberapa lesi mulut yang salah terdiagnosis sebagai
kandidiasis mulut tidak akan berhasil dirawat dengan agen-agen antifungi. Kiat-
Amnuay dan Bouquot melaporkan sebuah kasus keratosis friksional mulut pada
bayi yang disusui (breast-feeding keratosis) yang salah terdiagnosis sebagai
sariawan sehingga tidak responsif terhadap terapi antifungi yang berulang-ulang.
Menurut pengalaman penulis, beberapa dokter gigi meresepkan obat-obatan
antifungi oral untuk penatalaksanaan lesi-lesi non-kandidiasis, seperti geographic
tounge atau aphthous stomatitis stomatitis yang berulang.
Faktor Sistemik Faktor Lokal
Defisiensi Hematinik Gigi palsu
Vit B12 Kebersihan mulut yang kurang
Ferritin Xerostomia
Asam Folat Diet tinggi karbohidrat
Obat Imunosupresive Antibiotik spektrum luas
Penyakit Endokrin Trauma
Diabetes mellitus Perokok berat
Hipotiroid
Hipoparatiroid
Radioterapi/kemoterapi
Penurunan status imun. Contoh: HIV
Usia tua, bayi, hamil
3.4. Edukasi Pada Pasien tentang Terapi Antifungal yang kurang. Nystatin dan
amphotericin B, obat-obatan antifungi polyene yang pertama kali dikembangkan
pada akhir tahun 1950an, masih menjadi andalan untuk perawatan kandidiasis
oral. Agen-agen tersebut disediakan dalam formula-formula yang berbeda, seperti
pastilles, lozenges, suspension, troches, suppositories, dan coated tablets.
Kurangnya instruksi bagi pasien tentang penggunaan obat bisa mengakibatkan
hasil yang kurang optimal. Sebagai contoh, nystatin dan amphotericin B tidak
diserap dari saluran gastrointestinal jika dikonsumsi secara oral, tapi mereka
bertindak secara topikal. Menelan tablet atau pastilles, bukan menghisap atau
melarutkannya di dalam mulut, tidaklah efektif dalam menangani kandidiasis oral.
Obat-obatan antifungi topikal harus digunakan secara rutin dan untuk
waktu berkepanjangan guna memastikan eliminasi menyeluruh fungi dan
penyembuhan penyakit. Secara klinis, ini merupakan aturan yang diterima secara
luas bahwa pasien harus menggunakan nystatin atau amphotericin B topikal dua
kali yang dibutuhkan untuk penyembuhan tanda-tanda klinis infeksi. Karena
intoleransi rasa terhadap nystatin dan amphotericin B dan periode perawatan yang
relatif berkepanjangan, kepatuhan pasien kepada agen-agen antifungi topikal bisa
terganggu. Tidak memberi instruksi kepada pasien tentang durasi perawatan bisa
mengakibatkan penghentian dini terapi dan kejadian ulangan infeksi yang
berikutnya.
3.5. Candida Biofilm. Candida ada didalam rongga mulut dalam dua bentuk yang
berbeda, sebagai sel-sel planktonik yang mengambang (blastopores,
blastoconidia) dan/atau dalam sebuah biofilm yang tertata. Biofilm didefinisikan
sebagai kumpulan mikroba terstruktur yang terikat pada sebuah permukaan dan
dikelilingi oleh matriks ekstraseluler yang dihasilkan sendiri. Biofilm ditemukan
melekat pada jaringan hidup, seperti permukaan-permukaan mukosa atau pada
permukaan-permukaan abiotik, seperti alat-alat medis, kateter intravaskuler, dan
prostesis oral. Umumnya, biofilm permukaan abiotik C. Albicans berhubungan
dengan peningkatan resistensi obat bila dibandingkan dengan sel-sel planktonik.
Toksisitas yang lebih rendah dari antifungi yang digunakan secara klinis, seperti
amphotericin B dan fluconazole, terhadap sel-sel biofilm disebabkan oleh adsorpsi
obat matriks ekstraseluler dan pembentukan sel-sel “persisten”. Dua komponen
matriks ekstraseluler, yaitu β-glucan dan DNA ekstraseluler, meningkatkan
resistensi biofilm terhadap antifungi. Kebiasaan diet bisa mempengaruhi resistensi
fungi dalam biofilm terhadap agen-agen antifungi karena biofilm pada permukaan
akrilik yang dipaparkan pada gula menunjukkan jumlah Candida yang lebih
tinggi, aktivitas fosfolipase, dan peningkatan produksi substansi matriks
ekstraseluler (aktivitas metabolik). Studi in vivo dan ex vivo telah menunjukkan
bahwa sel-sel Candida planktonik menampilkan sensitivitas yang berubah-ubah
terhadap agen-agen antifungi bila dibandingkan dengan sel-sel yang ada dalam
biofilm. Meskipun C. Albicans biasanya rentan terhadap semua antifungi yang
umumnya digunakan ketika diuji secara in vitro, bentuk biofilmnya sangat resisten
terhadap sebagian besar antifungi.
Direkomendasikan untuk menghindari antifungi azole bagi para pasien
yang menderita infeksi ragi mulut berulang karena risiko pemilihan dan
penambahan strain yang resisten dalam biofilm. Sebaliknya, amphotericin
formulasi lipid dan echinocandin secara khusus menampilkan aktivitas melawan
biofilm yang telah matang.
Biofilm kandidiasis orofaring lebih kompleks daripada biofilm pada
permukaan-permukaan abiotik. Lapisan matriks ekstraseluler dari biofilm yang
pertama berisikan flora bakteri komensal dan komponen-komponen inang, seperti
neutrofil dan keratin dari sel-sel epitel yang mengalami desquamasi. Selain itu,
lapisan matriks ekstraseluler berlimpah pada sel-sel di ujung basal biofilm yang
dekat dengan jaringan mukosa dan pada sel-sel yang menyerang ruangan
submukosa; sehingga diperlukan terapi antifungi jangka panjang.
4. Kesimpulan
Mendapatkan riwayat medis yang lengkap dan melaksanakan pemeriksaan
yang sesuai untuk kasus-kasus kandidiasis oral diharuskan guna keberhasilan tata
laksana. Dokter gigi yang merawat hendaknya memiliki pengetahuan yang luas
tentang tindakan dan indikasi-indikasi serta dosis antifungi. Faktor-faktor
pengaruh tertentu lebih sulit diberantas, jika bukan tidak mungkin, yang
memerlukan terapi antifungi profilaktik. Selain itu, pendidikan pasien tentang
penggunaan terapi antifungi juga penting.