Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN SEVEN JUMP

BATUK YANG MENYIKSAKU

KEP. DEWASA KARDIO, RESPIRASI, dan HEMATOLOGI

Dosen Pengampu: Ns. Sri Yanti, M.Kep, Sp. KMB

Disususn Oleh:

Kelompok 3 Kelas 2B S1 Keperawatan


Anggota:

Ketua Kelompok: SAMUEL PARLUHUTAN H (22301078)

 RINTAN TSABITA IHSANI  VERA MUFIDAH (22301084)


(22301076)  VIVI AMALIA (22301085)
 RIZKY AZMI AULIA PUTRI  WAHYU SOLEHA (22301086)
(22301077)  WIRNA WULANDARI
 SHINDY THIFANY TIARA (22301087)
(22301079)  YUNI MARSELA (22301088)
 SITI NUR ALIYAH (22301080)  WIN IRFANDI HASBI (22301310)
 SUKRI RAHMAD (22301081)  WELLA (22301311)
 TENGKU NUR AZURA FITRI
(22301083)

INSTITUT KESEHATAN PAYUNG NEGERI PEKANBARU


2023/2024

PEMBAHASAN MATERI SEVEN JUMP

Step 1 : Mencari Kata Unfamiliar

Kosa Kata Unfamiliar

a. Bercak Merah
b. BTA (+)
c. Hemoptoe
d. Takipnea
e. Dullness
f. OAT
g. Nodul infiltrat
h. Metilprednisolon
i. Ceftriaxon
j. Ranitidin

Step 2 : Menetapkan Permasalahan

a. Bercak Merah
 Bagaimana cara mengatasi bercak merah ?
b. BTA (+)
 Apa itu BTA (+)?
 Kapan dikatakan BTA (+)?
c. Hemoptoe
 Apa yang dimaksud dengan hemoptoe?
d. Takipnea
 Apa yg dimaksud takipnea?
 Bagaiman cara mengatasi takipnea?
e. Dullnes
 Apa itu dullnes?
 Apa penyebab dullnes?
f. OAT
 Apa itu OAT?
 Kenapa obat OAT tidak boleh di gerus?
g. Nodulinfiltrat
 Apa itu nodulinfiltrat?
 Apakah nodul infiltrat pada paru bisa hilang?
h. Metilprednisolon
 Bagaimana mekanisme kerja meltilprednisolon?
 Apakah meltilprednisolon boleh di hentikan ?
i. Ceftriaxon
 Bagaimana mekanisme kerja ceftriaxon?
 Apa efek samping dari ceftriaxon?
j. Ranitidin
 Apakah minum ranitidin boleh terus menerus?

Step 3 : Menganalisa masalah

a. Bercak Merah
 Dengan cara kompres menggunakan air dingin atau beri salep
b. BTA (+)
 Pemeriksaan bakteri pada sampel dahak
 Setelah melakukan pemeriksaan mikskrokopis
c. Hemoptoe
 Batuk darah yang terjadi di saluran nafas
d. Takipnea
 Pernafasan yang tidak normal
 Jika yang terkena takipnea beriwayat penyakit pernafasan bisa dengan obat
antibiotik atau bronkodilator
e. Dullnes
f. OAT
 Obat OAT yaitu obat anti tuberkulosis atau TBC
 Karna bisa menurunkan efek obat
g. Nodulinfiltrat
 Adalah bintil putih pada paru-paru
 Tergantung dari kasus penyakitnya
h. Meltilprednisolon
 Mengurangi zat pemicu peradangan didalam tubuh
 Methylprednisolone yang sudah digunakan jangka panjang tidak boleh dihentikan
mendadak, melainkan dengan menurunkan dosis secara bertahap
i. Ceftriaxon
 Ceftriaxon bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri dan menghambat
pembentukan dinding sel
 Efek samping Ceftriaxon sakit perut, mual, pusing atau sakit kepala
j. Ranitidin
 Jika tidak dianjurkan dokter maka sebaiknya tidak

Step 4 : Menarik kesimpulan

Step 5 : Membuat Sasbel

a. Menjelaskan apa definisi TB Paru?


b. Menjelaskan etiologi dan klasifikasi TB Paru?
c. Menjelaskan faktor risiko TB Paru?
d. Menjelaskan patofisiologi TB Paru?
e. Menjelaskan manifestasi klinik TB Paru?
f. Menjelaskan komplikasi TB Paru?
g. Menjelaskan pemeriksaan penunjang TB Paru?
h. Menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan TB Paru?
i. Menjelaskan asuhan keperawatan TB Paru?
j. 10. Mengidentifikasi hasil penelitian teerkait tatalaksanaan pasien TB Paru?

Step 6 : Mengumpulkan Informasi Tambahan

1. Menjelaskan definisi TB Paru


TB paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh bacil
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan
bagian bawah. Sebagian besar bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai
fokus primer (Wijaya & Putri, 2013).
TB Paru adalah salah satu penyakit-penyakit menular yang disebabkan infeksi bakteri
M. tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru. Kuman ini termasuk basil
gram positif, berbentuk batang, dinding sel mengandung komplek lipida glikolipida
serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia (Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
2005).
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang
berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun
tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb
paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk,
bersin atau bicara.

2. Menjelaskan etiologi dan klasifikasi TB Paru


a. Etiologi Tuberkulosis
Penyebab penyakit TB adalah bakteri Mycobacterium tuberculosisbovis yaitu kuman
ini memiliki ukuran 0,5-4 Konsep Penyakit TB Paru 13 mikron x 0,3-0,6 mikron dan
berbentuk batang tipis, lurus atau sedikit bengkok, bergelanur serta tidak mempunyai
selubung, namun mempunyai lapisan luar yang tebal terdiri dari lipoid (asam
mikolat). Robert Koch seorang peneliti yang pertama kali mendeskripsikan adanya
bakteri Mycobacterium tuberculosis yaitu pada tanggal 24 Maret 1882 yang mana
bakteri ini mempunyai sifat yang istimewa tahan terhadap asam.
Bakteri TB akan mati pada pemanasan 100°C selama 5-10 menit dan pada
pemanasan 60°C selama 30 menit, serta dengan alkohol 70%-95% dalam waktu 15-30
detik. Bakteri ini tahan di udara yaitu di tempat lembab dan gelap, tetapi tidak tahan
dengan sinar dan aliran udara serta untuk mendapatkan udara yang bersih dari
kontaminasi bakteri harus memerlukan 40 kali pertukaran udara per jamnya
(Masriadi, 2014).
Penyebab utama tuberkulosis adalah bakteri yang disebut Mycobacterium
tuberculosis. Selain itu, ada sejumlah faktor risiko yang meningkatkan peluang Anda
tertular bakteri penyebab penyakit TBC meliputi:
 Menderita diabetes, penyakit ginjal stadium akhir, atau kanker tertentu.
 Malnutrisi
 Perokok dan konsumsi alkohol dalam jangka waktu yang lama.
 Diagnosis HIV atau memiliki situasi yang lain yang membahayakan sistem
kekebalan.
b. Klasifikasi Tuberkulosis
Ada beberapa klasifikasi tuberkulosis menurut Kementerian Kesehatan RI (2018).
Berdasarkan lokasi anatomi penyakit penyakit TB dikalsifikasikan sebagai berikut:
 Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru merupakan tuberkulosis yang menyerang jaringan parenkim
paru, tidak termasuk selaput paru dan kelenjar pada hilus. Jenis TB ini dianggap
sebagai sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
 Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstra paru merupakan tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
selain paru, seperti pleura (selaput paru), selaput otak, pericardium (selaput
jantung), saluran kencing, alat kelamin, kelenjar limfe, usus, ginjal, persendian,
tulang, kulit, dll. Diagnosis TB ekstra paru bisa ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis ataupun klinis. Pasien penderita TB ekstra paru yang
menderita tuberkulosis pada beberapa organ lain pada tubuh dapat diklasifikasikan
sebagai pasien yang menunjukkan gambaran TB yang terberat.
Sedangkan berdasarkan pemeriksaan hasil dahak mikroskopis klasifikasi
tuberkulosis paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, antara lain:
 Tuberkulosis Paru BTA Positif
Kriteria diagnostik TB paru BTA positif, antara lain meliputi:
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (sewaktu, pagi,
sewaktu) yang hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada yang
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
 1 spesimen atau lebih spesimen dahak hasilnya posistif sesudah 3
spesimen dahak SPS dari pemeriksaan yang sebelumnya dengan hasil BTA
negatif dan tidak ada perbaikan sesudah pemberian antibiotik OAT.
 Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Kriteria diagnostik tuberkulosis paru BTA negatif, meliputi:
 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.
 Tidak ada perbaikan sesudah pemberian antibiotik OAT.
 Dipertimbangkan oleh dokter untuk diberikan pengobatan.
3. Menjelaskan faktor risiko TB Paru?
Faktor risiko TB paru
a. Pernah tinggal bersama satu rumah atau berhubungan lama (misalnya rekan kerja)
dengan penderita TB. Semakin lama kontak dengan penderita TB (terutama jika
tanpa masker pelindung), maka akan semakin tinggi kemungkinan untuk tertular.
b. Kondisi daya tahan tubuh yang lemah. Orang yang sedang dalam pengobatan,
mempunyai riwayat penyakit kronis (seperti tekanan darah tinggi, diabetes, jantung,
ginjal, HIV/ AIDS), serta ibu hamil dan menyusui yang cenderung mengalami
penurunan sistem kekebalan tubuh akan lebih mudah tertular TB paru.
c. Umur
Fakta lapangan menunjukkan pada usia muda atau produktif yaitu 15-50 tahun
penyakit TB paru sering ditemukan. Selain itu, usia lebih dari 55 tahun juga rentan
tertular penyakit TB paru karena sistem kekebalan tubuh yang menurun (Korua, et
al., 2012).
d. Pengaruh nutrisi
Seseorang dengan berat badan kurang dari 35 kg berisiko 4 kali lebih besar tertular
TB. Indeks Massa Tubuh (IMT) kurang dari 18,5 kg/m² (kategori kurus) cenderung
mudah sakit karena kurangnya asupan nutrisi. Dan sebaliknya, TB dapat
menyebabkan seseorang menderita kurang gizi. Seseorang yang menderita kurang
gizi dapat menurunkan tingkat kekebalan tubuh pada seseorang sehingga akan mudah
terserang oleh virus dan bakteri (Astari, et al., 2017).
e. Pola dan gaya hidup
Gaya hidup seperti merokok dan risiko pekerjaan yang tidak dapat menghindar dari
polutan udara khususnya luar ruangan akan berhubungan dengan paparan industri,
sehingga meningkatkan risiko terinfeksi TB Paru. Lebih banyak menghabiskan waktu
di luar rumah untuk bekerja dan berinteraksi dengan banyak orang yang dapat
meningkatkan risiko terinfeksi TB. Risiko-risiko di atas akan semakin memudahkan
bakteri TB menyerang tubuh ketika pola hidup sehatnya tidak diperhatikan seperti
jarang berolahraga, makan kurang bergizi, kurang istirahat, dan sebagainya
(Denisica, 2015).
f. Pengetahuan tentang TB
Penderita yang cukup pengetahuan mengenai TB, akan lebih tahu dan memahami
tentang penyakit TB dan serangkaian pemeriksaan yang akan dijalani serta cara
penanggulangan penyakit (Widowati, et al., 2007). Selain itu, dengan pengetahuan
TB yang baik, upaya pencegahan akan dapat lebih maksimal, misalnya tidak
membuang dahak dan meludah di sembarang tempat (Ratnasari, 2013
g. Kondisi rumah
Salah satu yang menjadi pendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan
kesehatan seperti TB paru yaitu kondisi rumah atau tempat tinggal yang
buruk/kumuh (Korua, et al., 2012). Seseorang yang tinggal di rumah yang kumuh
dengan ruangan yang gelap, lembap, dan ventilasi tidak baik akan sangat mudah
terinfeksi TB Paru. Lingkungan dan sanitasi yang buruk merupakan tempat yang
cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan M. tuberculosis sehingga seseorang
yang tinggal di lingkungan tersebut rentan terinfeksi tuberkulosis (Adiwida, 2012).
Penderita penyakit TB mempunyai dampak yang lebih besar jika sedang
dalam kondisi hamil. Tuberkulosis pada kehamilan merupakan masalah yang bisa
dibilang serius karena selain mengenai ibu, juga dapat menular pada janin yang
dikandung dan berpengaruh buruk terhadap janin melalui berbagai macam cara
terutama pada masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Walaupun infeksi melalui
plasenta jarang, bayi memiliki risiko terinfeksi melalui kontak dengan ibu penderita
TB aktif. Akibat yang dapat ditimbulkan seperti ukuran janin kecil untuk masa
kehamilan, Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), perdarahan selama kehamilan, dan
kematian janin merupakan beberapa penyulit yang dapat timbul pada seorang ibu
hamil yang menderita TB (Laksmi, et al., 2008)

4. Menjelaskan patofisiologi TB Paru?


Seseorang yang menghirup bakteri M. tuberculosis yang terhirup akan menyebabkan
bakteri tersebut masuk ke alveoli melalui jalan nafas, alveoli adalah tempat bakteri
berkumpul dan berkembang biak. M. tuberculosis juga dapat masuk ke bagian tubuh
lain seperti ginjal, tulang, dan korteks serebri dan area lain dari paru-paru (lobus atas)
melalui sistem limfa dan cairan tubuh. Sistem imun dan sistem kekebalan tubuh akan
merespon dengan cara melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan bakteri, dan
limfosit spesifik tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) bakteri dan jaringan
normal. Reaksi tersebut menimbulkan penumpukan eksudat di dalam alveoli yang
bisa mengakibatkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-
10 minggu setelah terpapar bakteri (Sulistyorini, 2017).
Interaksi antara M. tuberculosis dengan sistem kekebalan tubuh pada masa
awal infeksi membentuk granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan
mati yang dikelilingi oleh makrofag. Granulomas diubah menjadi massa jaringan
jaringan fibrosa, Bagian sentral dari massa tersebut disebut ghon tuberculosis dan
menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju. Hal ini akan menjadi klasifikasi dan
akhirnya membentuk jaringan kolagen kemudian bakteri menjadi dorman. Setelah
infeksi awal, seseorang dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon
yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi
ulang dan aktivasi bakteri dorman dimana. bakteri yang sebelumnya tidak aktif
kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubrcle memecah sehingga
menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Bakteri kemudian menjadi
tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang
menyerah menyembuh membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak, menyebabkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut (Sigalingging,
2019).
Daya penularan seseorang penderita TB paru ditentukan oleh beberapa faktor
yaitu banyaknya kuman yang terdapat dalam paru penderita, penyebaran kuman di
udara, serta kuman yang terdapat dalam dahak berupa droplet yang berada di udara
sekitar penderita tersebut (Abbas AK, 1997). Sebagian besar orang yang terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis (80- 90%) belum tentu menjadi sakit TB. Untuk
sementara waktu kuman yang berada dalam tubuh akan dorman (tidur), dan
keberadaannya dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Penyakit TB paru biasanya
paling cepat terjadi 3-6 bulan setelah infeksi. Reaksi imunologi tubuh akan terbentuk
sekitar 4-6 minggu setelah infeksi primer yang berupa reaksi hipersensitivitas tipe
lambat dan imunitas seluler.
Obat-obatan yang menekan sistem kekebalan juga dapat membuat orang
berisiko terkena penyakit TB aktif, termasuk obat-obatan yang membantu mencegah
penolakan tranplantasi organ. Berpergian ke daerah dengan TB yang tinggi juga dapat
meningkatkan risiko tertular penyakit TB.

5. Menjelaskan manifestasi klinik TB Paru?


Menurut Kemenkes RI (2017), Gejala utama TB Paru adalah batuk berdahak selama
2-3 minggu atau lebih. Batuk biasanya diikuti gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari 1 bulan. Menurut Tabrani Rab (2018), Gejala klinis yang tampak tergantung
dari tipe infeksinya.
Pada tipe infeksi yang primer dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau dapat
berupa gejala pneumonia, yakni batuk dan panas ringan. Gejala TB, primer dapat juga
terdapat dalam bentuk pleuritis dengan efusi pleura atau dalam bentuk yang lebih
berat lagi, yakni berupa nyeri pleura dan sesak napas. Tanpa pengobatan tipe infeksi
primer dapat sembuh dengan sendirinya, hanya saja tingkat kesembuhannya 50%. TB
postprimer terdapat gejala penurunan berat badan, keringat dingin pada malam hari,
tempratur subfebris, batuk berdahak lebih dari dua minggu, sesak napas, hemoptisis
akibat dari terlukanya pembuluh darah disekitar bronkus, sehingga menyebabkan
bercak-bercak darah pada sputum, sampai ke batuk darah yang masif, TB postprimer
dapat menyebar ke berbagai organ sehingga menimbulkan gejala- gejala seperti
meningitis, tuberlosismiliar, peritonitis dengan fenoma papan catur, tuberkulosis
ginjal, sendi, dan tuberkulosis pada kelenjar limfe dileher, yakni berupa
skrofuloderma. Menurut Brunner dan Suddarth (2018), Tuberkulosis dapat
mempunyai manifestasi antipikal pada lansia, seperti perilaku tidak biasa dan
perubahan status mental, demam, anoreksia, dan penurunan berat badan. Basil TB
Paru dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman.

6. Menjelaskan komplikasi TB Paru?


Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi,
menurut Suyono (2019), komplikasi dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Komplikasi Dini
 Pleuritis
 Efusi pleura
 Empiema
 Laringitis
 Menjalar ke organ lain (usus)
 Poncets arthropathy.
b. Komplikasi Lanjut
 Obstruksi jalan napas (SOPT: Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
 Kerusakan parenkim berat (SOPT/fibrosa paru, kor pulmonal)
 Amiloidasis
 Karsinoma Paru
 Sindrom gagal napas dewasa (ARDS).

7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang TB Paru?


Pemeriksaan Penunjang TB paru
a. Kultur sputum: menunjukkan hasil positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada
stadium aktif.
b. Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluif): positif untuk
bakteri tahan asam (BTA).
c. Skin test ((PPD, Mantoux, Tine, Vollner plaster): Reaksi positif (area resistensi 10
mm atau lebih, terjadi 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal) menunjukkan
infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak menunjukkan penyakit aktif.
d. Foto rontgen dada (chest x-ray): dapat dapat menunjukkan infiltrat kecil pada lesi
paru atas yang asli, deposit kalsium pada lesi primer yang sedang sembuh, atau
cairan pada efusi. Perubahan menunjukkan tuberkulosis yang lebih parah dan
mungkin termasuk daerah berlubang dan fibrosa.
e. Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, serta
biopsi kulit): menunjukkan hasil positif untuk Mycobacterium tuberculosis.
f. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar
yang mengindikasikan nekrosis.
g. Elektrolit: mungkin abnormal bergantung pada lokasi dan beratnya infeksi,
misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada TB
paru kronik lanjut.
h. ABGs : mungkin abnormal, bergantung pada lokasi, berat, dan sisa kerusakan
paru.
i. Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus
atau kerusakan paru karena TB.
j. Darah: leukositosis, laju endap darah (LED) meningkat
k. Tes fungsi paru: penurunan kapasitas vital (VC), dead space meningkat,
peningkatan TLC, dan penurunan saturasi oksigen yang merupakan gejala
sekunder akibat fibrosis/infiltrasi parenkim paru dan penyakit pleura (Zuriati,
Suriya, & Ananda, 2017).
l. Tes Cepat Molekuler (TCM)
Pengujian molekuler cepat (TCM) dengan Xpert MTB/RIF cepat dan dapat secara
bersamaan keberadaan resistensi MTB dan mendeteksi rifampisin, memungkinkan
pengobatan yang akurat untuk dimulai pada tahap awal dan mengurangi kejadian
tuberkulosis secara keseluruhan. (Kemenkes, 2019). Metode ini mempurifikasi,
membuat konsentrat dan amplifikasi (dengan real time PCR) dan mengidentifikasi
sekuenses asam nukleat pada genom TB. Lama pengelolaan uji sampai selesai
memakan waktu 1-2 jam. Metode ini akan bermanfaat untuk menyaring kasus
suspek TB-RO secara cepat dengan bahan pemeriksaan dahak. Pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas dan spesifisitas sekitar 99%.

8. Menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan TB Paru?


Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:
a. Jangka pendek
 Dengan tata cara pengobatan setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan
 Streptomisin injeksi 750 mg
 Pas 10 mg
 Ethambutol 1000 mg
 Isoniazid 400 mg
b. Jangka panjang
Tata cara pengobatan setiap 2 x seminggu, selama 13-18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan
dengan jenis:
 INH
 Rifampicin
 Ethambutol
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi
6-9 bulan.
c. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam
pemeriksan sputum BTA (+) dengan kombinasi obat:
 Rifampicin
 Isoniazid (INH)
 Ethambutol
 Pyridoxin (B6)
9. Menjelaskan asuhan keperawatan TB Paru?
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
 Data pasien
Penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai
dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan.
Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah
dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam
rumah sangat minim.
Tuberkulosis pada anak dapat terjadi di usia berapa pun, namun usia paling
umum adalah antara 1-4 tahun. Anak-anak lebih sering mengalami TB luar paru-
paru (extrapulmonary) dibanding TB paru- paru dengan perbandingan 3: 1.
Tuberkulosis luar paru-paru adalah TB berat yang terutama ditemukan pada usia <
3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada usia 5-12 tahun cukup
rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja di mana TB paru-paru
menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru-
paru).
 Riwayat kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain:
 Demam: subfebris, febris (40-41° C) hilang timbul.
 Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkhus. Batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering
sampai dengan batuk purulen (menghasilkan sputum).
 Sesak napas: bila sudah lanjut di mana infiltrasi radang sampai setengah paru-
paru.
 Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
 Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam.
 Sianosis, sesak napas, dan kolaps merupakan gejala atelektasis. Bagian dada
pasien tidak bergerak pada saat bernapas dan jantung terdorong ke sisi yang
sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit tampak bayangan hitam dan
diafragma menonjol ke atas.
 Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini
muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan, tetapi merupakan penyakit
infeksi menular.
 Pemeriksaan fisik
 Pada tahap dini sulit diketahui
 Ronchi basah, kasar, dan nyaring
 Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberikan suara umforik
 Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi interkostal, dan fibrosis.
 Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak).
 Pemeriksaan tambahan
 Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. tuberculosis pada
stadium aktif.
 Ziehl neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid): positif untuk
BTA.
 Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi positif (area indurasi
10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal)
mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak
mengindikasikan penyakit sedang aktif.
 Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian
atas paru-paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan
pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat
mencakup area berlubang dan fibrosa.
 Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF,
serta biopsi kulit): positif untuk M. tuberculosis.
 Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar
yang mengindikasikan nekrosis
 Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi;
misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB
paru-paru kronis lanjut.
 ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru-
paru.
 Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronkhus atau kerusakan paru-paru karena TB.
 Darah: lekositosis, LED meningkat.
 Test fungsi paru-paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat,
dan menurunnya saturasi O, yang merupakan gejala sekunder dari
fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit
pleura.
 Penatalaksanaan
 Penyuluhan
 Pencegahan
 Pemberian obat-obatan:
 OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
 Bronkodilator
 Ekspektoran
 OBH (Obat Batuk Hitam)
 Vitamin
 Fisioterapi dan rehabilitasi
 Konsultasi secara teratur

10. Mengidentifikasi hasil penelitian teerkait tatalaksanaan pasien TB Paru?


Hasil dan Pembahasan
a. Masukan
Penyuluhan, sedangkan dokter bertugas dalam mendiagnosa penderita TB paru.
Seharusnya tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanggulangan TB paru di
Puskesmas Desa Lalang bukan hanya tanggungjawab petugas TB paru saja,
melainkan adanya dukungan lain seperti tenaga kesehatan lain. Petugas TB paru tidak
akan mampu menangani permasalahan TB paru tanpa adanya kerjasama dengan
tenaga kesehatan lain dan dalam upaya penemuan kasus.
Petugas TB paru di Puskesmas Desa Lalang telah mendapatkan pelatihan
mengenai TB paru. Pelatihan yang di dapat petugas TB paru yaitu mengenai
pencatatan dan pelaporan, pelatihan dalam hal fiksasis slide, penjaringan terhadap
suspek TB paru, dan pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Namun pelatihan yang
di dapat oleh petugas TB paru hanya sekali saja.
Berdasarkan penelitian Juliani dkk (2012) pelatihan sangat penting untuk
meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan meningkatkan kinerja
pegawai. Pelatihan berjenjang dan berkelanjutan kepada tenaga kesehatan serta
masyarakat yang terkait dalam upaya penanggulangan TB paru merupakan bagian
dari pengembangan sumber daya manusia. Faizah, I. L., & RaharjoBB. (2019).
Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan Strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Short course). Higeia Journal of Public Health Research and
Development3(3), 430-441.

Step 7 : Mengerjakan Hasil dan Presentasi

Anda mungkin juga menyukai