Anda di halaman 1dari 189

SERI II PEMURIDAN BERBASIS KONSELING

Salib
Di Tengah
Badai Keluarga

Bahan Kelompok Berbasis Konseling untuk


Ibadah Rumah Tangga, Komsel, COOL, Care Cell,
KTB dan sejenisnya

JULIANTO SIMANJUNTAK
ROSWITHA NDRAHA

YAYASAN PELIKAN
2022
Salib Di Tengah Badai Keluarga
Julianto Simanjuntak, Roswitha Ndraha
Hak Cipta © Para Penulis

ISBN 978-623-99992-0-9

Editor : Roswitha Ndraha


Layout Isi : Arry Putro Kristyanto
Desain Cover : Josephus Theo Nugraha

Seri II: Pemuridan Berbasis Konseling

Yayasan Pelikan
Ruko Paramount Center Blok D-10
Gading Serpong, Tangerang 15810

Email : pesanbuku@keluargakreatif.org
Whatsapp : +62 815-4803-8646
Website : www.keluargakreatif.org

Hak Cipta dilindungi Undang-undang.


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penulis/Penerbit.
DAFTAR ISI
Pengantar........................................................................................5
Seni Merawat Keluarga...............................................................15

Bagian Satu
MASALAH-MASALAH DALAM KELUARGA...................23
1. Elemen Penghancur Perkawinan..........................................23
2. Kekerasan Dalam Keluarga....................................................34
3. Perceraian Emosi.....................................................................41
4. Kesepian dan Kekosongan Hidup.........................................47
5. Kehilangan dan Dukacita.......................................................52
6. Bersikap Benar Saat Pasangan Selingkuh.............................57
7. Depresi dan Pikiran Bunuh Diri...........................................68
8. Mendampingi Lansia..............................................................72

Bagian Dua
SALIB DI TENGAH BADAI KELUARGA.............................77
1. Salib di Tengah Badai Keluarga.............................................77
2.Perkawinan Sebagai Perlindungan.........................................82
3. Pengampunan Dalam Keluarga.............................................92
4. Menebus Perkawinan............................................................104
5. Alasan-alasan Mempertahankan Pernikahan...................114

5
Bagian Tiga
JEMBATAN PEMULIHAN KELUARGA.............................125
1. Pulihkan Pohon Keluargamu...............................................125
2. Jembatan Pemulihan Relasi..................................................137
3. Merawat Luka Batin Anak...................................................144
4. Kejujuran Dalam Perkawinan..............................................154
5. Kelenturan Dalam Perkawinan...........................................159
6. Kepuasan Dalam Perkawinan..............................................166

Mengenal Lembaga Konseling Keluarga Kreatif (Lk3)........177


Penulis dan Karyanya...............................................................183

6
PENGANTAR
Serial berjudul “Pemuridan Berbasis Konseling” ini
direncanakan akan terdiri atas enam buku. Seri I diberi judul
“Self Healing, Self Counseling”. Isinya menggabungkan dua
buku: “Seni Merayakan Hidup yang Sulit” dan “Mengenali
Monster Pribadi” yang dilengkapi dengan bahan-bahan
diskusi yang bertujuan membantu Pembaca agar:

1. Memiliki paradigma atau konsep yang benar tentang


masalah, bahwa kesulitan atau problem hidup adalah alat
anugerah Tuhan mendewasakan anak-anak-Nya.
2. Mengenali area sensitif, luka dan trauma yang dibawa
sejak kecil. Serta mengenali dampaknya dalam hubungan
pribadi, keluarga dan tempat kerja.
3. Belajar berdamai dengan diri sendiri, mengenali pohon
keluarga asal dan menerimanya.

Semoga Pembaca sudah selesai menggali buku seri


pertama.
Seri II ini kami beri judul “Salib di Tengah Badai
Keluarga”. Buku ini diterbitkan tepat di hari ulang tahun
LK3 yang ke-20. Materi buku ini kami sarikan dari buku-
buku kami: “Seni Merawat Keluarga”, “Mengubah Pasangan
Tanpa Perkataan”, dan “Menebus Perkawinan”. Di sini kami
menekankan pentingnya merawat dan mempertahankan
pernikahan bagaimanapun sulitnya keadaan dan dahsyatnya
badai menerpa keluarga kita.
Sebagaimana halnya buku pertama, seri kedua ini juga
berisi bahan diskusi kelompok. Mengapa berkelompok? Kare-
na teman senasib penting untuk menjadi teman seperjalanan

7
Pengantar

kita menjalani berbagai kesulitan pernikahan. Dengan mem-


pelajari buku ini kita menggali hal-hal yang sedang terjadi da-
lam keluarga, baik keluarga yang sedang kita hidupi sekarang
ini, maupun keluarga asal kita. Tujuannya agar kita tidak gam-
pang menghakimi pasangan atau orang tua sebagai penyebab
masalah kita. Kita menikah dengan orang berdosa yang masa
lalunya juga buruk. Maka masuk akal kalau kita tidak menun-
tut kesempurnaan dan berjuang untuk menjalani hari demi
hari.
Dalam rangka penggunaan buku ini, kami juga menye­
lenggarakan pelatihan untuk para Pemimpin Kelompok.
Anda bisa mendapat informasi waktunya di IG: keluarga.
kreatif. Doa kami kepada Tuhan Yesus, bahan ini memberi
sumbangan besar dalam pemulihan keluarga, relasi, karier
dan pelayanan Pembaca sekalian.

Tangerang, Juli 2022

Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha

8
CARA MENGGUNAKAN
BUKU INI
Kalau kita jalan-jalan di toko-toko buku atau menelusuri
website penerbitan online, kita dapat menemukan banyak
buku pemuridan. Buku-buku itu ditulis dengan sangat
baik, berdasarkan pemahaman dan pengetahuan teologis
penulisnya. Jadi, apa beda buku ini dari buku-buku pemuridan
lain? Mengapa serial “Pemuridan Berbasis Konseling” dibuat?
Buku ini dirancang sebagai bahan sharing dalam
kelompok. Isinya mengintegrasikan perenungan Kitab Suci,
prinsip-prinsip konseling Kristen dan pengalaman pribadi.
Alkitab sangat kaya dengan cerita-cerita perjalanan iman
orang percaya.
Pemulihan dari masalah apapun, pada dasarnya seratus
persen adalah anugerah Tuhan. Kita perlu bersandar pada
kasih karunia dan pertolongan Roh-Nya, dengan berdoa
dan mencari kehendak Tuhan selama masalah itu diizinkan
Tuhan kita jalani. Di sisi lain, untuk pemulihan dibutuhkan
peran dan tanggung jawab individu. Setiap kesulitan hidup
ada konteks, latar belakang, harapan serta dukungan orang
terdekat atau komunitas. Maka setiap pembaca dan anggota
kelompok perlu mengerahkan semua usaha terbaik, termasuk
memiliki sahabat yang dipercaya untuk berbagi, mencari
bantuan konselor atau dokter di mana perlu.

Bagaimana Menggunakan Buku Ini?


Bahan ini dirancang, supaya ada kebebasan dan ruang yang
cukup bagi peserta untuk sharing atau membagikan kisah

9
CARA MENGGUNAKAN BUKU INI

hidupnya dalam kelompok. Peserta perlu mengembangkan


sikap mendengarkan, berempati dan mendukung, tidak
memberikan nasihat apalagi menghakimi peserta yang
membagikan masalahnya. Jangan pernah memberikan nasihat
kecuali diminta. Karena dalam pergumulan hidup seperti
depresi, kecemasan atau masalah sakit berat, yang dibutuhkan
peserta adalah empati yang mendalam.

Pertama
Pemimpin perlu mempelajari lebih dulu bahan yang ada dan
bersiap memimpin sharing atau diskusi. Mendoakan dengan
sungguh sebelum pertemuan dimulai, sebab pemimpin akan
bertemu anggota yang butuh didengarkan. Pemimpin adalah
orang yang paling sedikit berbicara. Dia berfungsi sebagai
fasilitator dan mediator dalam diskusi. Fasilitator bersama
anggota secara bergantian dapat memulai acara dengan ibadah
singkat: doa, nyanyian dan pujian, dan pembacaan Mazmur
atau ayat tertentu, selama 15 menit.

Kedua
Pemimpin memberikan aturan-aturan yang perlu diperhatikan
tiap orang dalam kelompok, di antaranya:
• Waktu pertemuan (hari dan jam) serta menghimbau
peserta untuk tepat waktu, baik memulai maupun
mengakhiri pertemuan.
• Semua pembicaraan dalam kelompok adalah rahasia,
jangan dibahas di luar kelompok. Jika kedapatan,
pemimpin dapat menegur dengan kasih.
• Peserta menahan diri dan tidak menghakimi atau
menilai anggota yang sedang menyampaikan
pendapat atau sharing pergumulan.

10
CARA MENGGUNAKAN BUKU INI

Ketiga
Pemimpin mengajak peserta membaca teks dari tiap bagian
secara urut. Membaca bisa bergantian atau menunjuk satu
orang, kemudian memberi waktu dua sampai empat menit
kepada peserta untuk membaca ulang secara pribadi, sambil
meresapi isi bacaan.

Keempat
Pemimpin mengajak peserta membahas bahan diskusi.
Satu per satu, berurutan. Usahakan semua peserta terlibat
dan berbicara, dan percakapan tidak dimonopoli oleh satu-
dua orang saja. Keterbukaan dalam sharing akan sangat
memperkaya pertemuan. Kerelaan berbagi masalah dan
pengalaman akan membuat suasana persekutuan, komsel
atau kelompok menjadi sangat menyenangkan. Membatasi
diri dalam berbicara akan membantu peserta lain punya
kesempatan cerita.

Kelima
Pemimpin mengajak peserta saling mendoakan. Tiap
orang bisa membagikan beban doa selama 1-2 menit, lalu
mendoakan bersama. Jangan menjadikan bahan sharing
kelompok jadi bahan doa di rumah Anda, itu berbahaya, sama
dengan membocorkan.

Keenam
Jika ada bahan yang perlu dibahas dalam dua kali pertemuan,
dapat dilakukan sesuai kesepakatan dengan anggota kelompok.

11
CARA MENGGUNAKAN BUKU INI

Ketujuh
Pemimpin berfungsi sebagai fasilitator, mengarahkan
percakapan dan paling sedikit bicara. Setelah waktu pertemuan
selesai, Pemimpin menutup acara dengan menyampaikan
kesimpulan percakapan hari itu selama 5-6 menit. Kemudian
pemimpin mengumumkan bahan atau tema yang akan
dibahas minggu depan.

Setiap pemimpin perlu dilengkapi dengan skill sebagai


fasilitator kelompok. Secara berkala LK3 bekerja sama dengan
lembaga, gereja, dan sinode akan mengadakan pembekalan
bagaimana memimpin kelompok berbasis konseling.
Informasi pelatihan akan kami sampaikan lewat instagram
@keluarga.kreatif dan @Julianto_Simanjuntak atau via email
yang didaftarkan ke kami.

Salam kasih,
Para Penulis

12
KEMITRAAN LEMBAGA/
GEREJA DENGAN LK3
12 MANFAAT BEKERJA SAMA DENGAN LK3

Lembaga Konseling Keluarga Kreatif (LK3) dimulai tahun 2002


oleh Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha untuk satu
visi yang Tuhan tanamkan di hati: Rindu melihat tersedianya
Konselor dan pusat Konseling secara merata di Indonesia.
Profesi konselor dihargai setara psikolog dan psikiater (2030).

MISI:
Bermitra dengan gereja dan lembaga
1. Kampanye membangun kesadaran pentingnya konseling,
dan menjadikan konseling sebagai gaya hidup orang
percaya.
2. Memuridkan Konselor lewat pendidikan formal, baik
program sertifikat konseling (dua tahun), S-2 dan S-3
konseling, bekerjasama dengan mitra STT dan Universitas.
3. Menyediakan pelatihan Kompetensi Konselor baik
Institusional maupun Nasional – (dalam proses), baik
Ceritifed Family Counselor (CFC LK3) maupun Certified
Children Counselor (CCC LK3).

Secara rutin LK3 melakukan kegiatan:


1. Melatih gembala dan pemimpin lembaga dalam
pendidikan pastoral klinis
2. Modul Kursus Konseling Singkat (selama 2-6 bulan)
3. Konseling pribadi dan kelompok (berbasis komunitas)
4. Rumah Konseling di pelbagai kota dan negara (30 kota)
dan 40 perwakilan Konselor

13
Kemitraan Lembaga/Gereja dengan LK3

5. Pusat Konseling Spesialis “Selalu Ada Harapan” yang


dilayani lebih 70 konselor spesialis, termasuk psikolog dan
psikiater.
6. Mendampingi gereja dan kembaga konseling mitra dalam
memulai Pusat Konseling kota dan gereja.
7. Menerbitkan buku konseling, kesehatan mental, dan
pendidikan parenting. Di antaranya berjudul Mencinta
Hingga Terluka, Seni Merayakan Hidup yang Sulit, dll.

LK3 telah bekerjasama dengan 13 STT, 2 Universitas, dan


lebih 200 sinode, lembaga pendidikan dan pelayanan Kristen
dalaam melatih konselor. Juga rutin mengadakan konperensi
konselor keluarga secara nasional, menyediakan konselor dan
perwakilan LK3 di 70 kota dan negara. Cek aplikasi Theodorus
dan Website keluargakreatif.com

12 Manfaat Bekerjasama Dengan


LK3
1. Mendapatkan informasi rutin tentang modul dan program
pendidikan konseling melalui mailing list khusus dan grup
Telegram Sahabat Julianto-LK3.
2. Mendapat harga khusus mengikuti seminar, keringanan
sampai dengan 70% untuk modul-modul unggulan LK3.
3. Utusan Gereja dan Lembaga resmi mendapat keringanan
biaya 10% dalam mengikuti studi konseling kelas Sertifikat
dua tahun.
4. Utusan Gereja dan lembaga mendapatkan keringanan
biaya 10% ikut kelas Sertifikasi Konselor LK3.
5. Memiliki kesempatan mengundang mahasiswa praktek
konseling di lembaga atau gereja selama 6-12 bulan.

14
Kemitraan Lembaga/Gereja dengan LK3

6. Kerjasama mendapatkan Konselor outsourcing LK3 yang


sudah terlatih 3-4 tahun
7. Mengikuti pelatihan “Self Healing & Self Counseling”
selama 8 sesi dengan hanya membayar Rp 50.000/orang
dari biaya normal Rp 600.000 (dua orang tiap lembaga)
8. Mengikuti pelatihan Micro Skill atau skil dasar konseling
selama 8-10 sesi. Hanya membayar 30-40 % dari biaya
normal (5 orang/lembaga).
9. Mendapatkan konseling khusus bagi pendeta, gembala
atau pengerja penuh waktu, para guru atau pendidik,
secara FREE atau memberikan persembahan kasih.
10. Mengikuti pembinaan rutin dalam bentuk Q&A secara
cuma-cuma.
11. Hanya membayar 50% dari biaya normal mengikuti
Kursus Konseling Jarak Jauh, selama lima tahun.
12. Konsultasi tiap 6 bulanan, bagi konselor di gereja/lembaga
bapak dan Ibu secara free.

Jika bapak Ibu bersedia bekerjasama dengan LK3, dapat


mendaftar ke:
https://www.keluargakreatif.com/kemitraan

Salam kasih,
Ir. Ichwan Susanto Chahyadi, M.A.
Ketua Umum BPH Lembaga Konseling Keluarga Kreatif (LK3)

15
PENDAHULUAN

SENI MERAWAT KELUARGA


Tetapi, jika ada seorang
yang tidak memeliharakan sanak saudaranya,
apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad
dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman.
I Timotius 5:8

Mengapa kita perlu merawat keluarga?


Keluarga adalah anugerah terbesar kedua setelah Allah
memberikan Kristus kepada manusia. Di dalam dan melalui
keluarga Allah merencanakan penebusan dan pengampunan
dosa. Tuhan menjadikan keluarga sebagai mitra-Nya menebus
manusia. Jauh sebelum Adam jatuh dalam dosa, Tuhan sudah
merencanakan keselamatan bagi manusia.
Sejak dari Taman Eden, keluarga sudah menjadi sasaran
utama Iblis. Dengan segala cara iblis ingin merusak dan
menggagalkan rencana Tuhan untuk menyelamatkan manusia.
Jika pernikahan manusia rusak lebih mudah bagi iblis untuk
merusak generasi selanjutnya. Lihat saja kasus-kasus anak
pecandu narkoba, melawan orang tua, perselingkuhan
pasangan, pernikahan dini, aborsi dan perceraian, dan
sebagainya; ini hanya sebagian contoh kerusakan yang
diakibatkan oleh kelaparan cinta yang diderita anak-anak
manusia. Banyak pasangan berselingkuh karena haus akan
kasih dan perhatian pasangannya.

17
Seni Merawat Keluarga

Sekali saja pernikahan rusak, perlu banyak energi dan


waktu memperbaikinya. Jika tidak berhasil, kerusakannya
diwariskan hingga ke anak cucu. Karena itu ada pepatah like
father like son; like mother like daughter. Atau “buah apel jatuh
tidak jauh dari pohonnya.” Tidak sedikit anak muda patah
hati, karena ketika calon mertua tahu latar belakangnya broken
home, keluarga calon pasangannya tidak merestui hubungan,
karena konsep: kalau menikah pertimbangkan bibit, bebet dan
bobot.
Menikah adalah suatu panggilan (calling). Sesudah
menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat, menikah
adalah panggilan yang kedua penting. Keluarga adalah miniatur
sorga. Manusia tidak bisa melihat Tuhan, tapi bisa melihat
keindahan Tuhan lewat keluarga yang saling mengasihi. Itu
sebabnya Paulus dalam Efesus 5 menganalogikan hubungan
Kristus dengan jemaat seperti suami dan istrinya.
Kepada suami dan istri Allah menitipkan anak-anak-
(Nya), maka ini merupakan sesuatu kepercayaan yang sangat
istimewa. Allah menitipkan anak-anak kepada kita, dan kita
diizinkan menjadi Ayah dan Ibu bagi mereka, putra-putri
kita. Ketika seorang wanita (istri) mengandung, itu adalah
peristiwa Allah meminjam rahim Anda sebagai tempat
Allah menitipkan anak-anak-(Nya).Oleh karena itu jabatan
keayahan dan keibuan sangat istimewa dan tak tergantikan.
Bagi James Dobson menjadi ayah adalah gelar yang paling ia
sukai, lebih dari gelar apapun yang pernah ia miliki. Meskipun
jabatan Anda di kantor sangat hebat, jauh lebih menyenangkan
mengasuh dan membesarkan anak-anak, mengajak mereka
bermain, nonton, bercerita, atau makan bersama. Juga betapa
nikmatnya pengalaman memangku, memeluk dan mencium
mereka setiap hari. Saat berlibur dengan keluarga adalah
waktu yang paling ditunggu.

18
Seni Merawat Keluarga

Jika Anda tidak menikmati pekerjaan keayahan atau


keibuan Anda, maka ada sesuatu yang salah yang perlu
diperbaiki. Tidak sedikit orang tua menitipkan anak pada
pembantu, baby sitter atau kakek-nenek mereka. Aneh bukan?
Setelah meminta anak kepada Tuhan, lalu menitipkan anak-
anak itu kepada orang lain? Umumnya mereka yang tidak
memiliki hubungan batin dengan ayahnya, sulit membangun
ikatan batin dengan anak-anaknya sendiri. Sebaliknya, mereka
yang bangga kepada ayah mereka, akan bangga menjadi ayah
bagi putra-putrinya sendiri.
Perbedaan saya dengan Roswitha adalah, yang satu
dibesarkan dengan kasih dan satunya tidak. Pohon keluarga
kami jauh berbeda. Ini terasa saat anak kami masih bayi. Saya
selalu merasa berat harus ikut mengurus anak. Saya jauh lebih
menikmati tugas-tugas kependetaan saya.
James Fowler menemukan, bahwa anak yang dibesarkan
dengan kasih sayang oleh orang tuanya jauh lebih mudah
mengenal Tuhan di masa dewasanya dibanding anak-anak
yang besar tanpa kasih sayang. Hubungan batin yang baik
seorang anak dengan ayahnya akan membuat ia lebih mudah
mengenal Tuhan dengan baik. Tapi jika anak terluka secara
batin karena dibesarkan ayah yang kejam, itu akan membuat
anak sulit memahami Tuhan sebagai Bapa yang baik, karena
berbeda dengan pengalamannya di bumi. Itu sebabnya
Firman Tuhan menegaskan, “Hai bapa-bapa, jangan sakiti hati
anakmu, …”
Kualitas iman saya dan Roswitha jauh berbeda. Meski
saya sekolah teologi, iman saya lebih rapuh. Istri saya
dibesarkan dalam keluarga yang takut akan Tuhan, Saya besar
dalam keluarga pemabuk. Implikasinya sangat terasa. Kalau
ada kesulitan, Wita akan spontan mengajak saya berdoa.
Sedangkan saya, langsung kuatir karena banyak berpikir.

19
Seni Merawat Keluarga

Bagi anak-anak, rumah adalah sekolah iman, tempat


mereka belajar mengenal kasih Allah lewat orang tuanya.
Rumah adalah tempat mengenal konsep Allah. Jika anak
punya ayah yang baik, mudah baginya mengerti konsep Allah
itu Bapa yang baik.
Rumah itu semacam universitas keluarga. Karena untuk
menjadi guru atau dokter Anda perlu pendidikan sekitar
5 tahun, belum lagi jika mengikuti program profesi. Tetapi
untuk menjadi orang tua, suami, istri, Anda hanya dapat
belajar di rumah.
Universitas Keluarga Kita hadir dengan 5 fakultas: Suami,
Ayah, Istri, Ibu dan Anak. Ini adalah tempat kita dan anak-anak
belajar nilai, tradisi, kehadiran, teladan, kebiasaan keluarga
yang luhur. Di rumahlah anak belajar Ilmu Kesuamian dan
Keayahan; Ilmu Keistrian dan Keibuan. Firman Tuhan berkata,
“… haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada
anak-anakmudan membicarakannya apabila engkau duduk di
rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila
engkau berbaring dan apabila engkau bangun. (Ulangan 6:7).
Waktunya sekolahnya lebih kurang 17 tahun. Selama itulah
anak melihat dan kelak meniru bagaimana ayah dan ibunya
menjadi suami dan istri, dan sebagai orang tua.
Pernikahan anak adalah waktu wisuda. Anak laki-laki
lulus dan dianggap layak menjadi suami dan ayah. Anak
perempuan lulus dan dapat menjadi istri dan ibu. Kelak semua
nilai dan tradisi yang didapat di “bangku sekolah rumah” itu
akan diwariskan oleh anak-anak kepada para cucu kita.
Tuhan memberkati kita di dalam dan melalui keluarga.
Banyak orang mencari berkat di gereja. Itu salah. Gereja
tempat berbagi berkat yang kita dapatkan di rumah. Firman
Tuhan dalam Mazmur 133 menegaskan bahwa dalam keluarga
yang rukun, berkat Tuhan akan turun. Di tempat dua atau tiga

20
Seni Merawat Keluarga

orang bersepakat (kompak), Tuhan hadir dan memberikan


berkat-Nya.
Tuhan pertama-tama hadir di dalam keluarga. Ia mem­
berkati dan memberikan semua kebutuhan dasar manusia
seperti: diterima, dikasihi, dipedulikan, dimaafkan, dan
sebagainya. Maka mereka yang memiliki hubungan batin
dengan keluarga selalu merindukan rumah dan menyediakan
waktu terbaik bagi keluarganya. Tapi sayangnya makin banyak
orang lebih suka di luar rumah. Makin banyak lembur, pegang
jabatan ini dan itu, termasuk sibuk di gereja dan kegiatan sosial.
Semua dilakukan untuk melarikan diri dari ketidakpuasan di
rumah.
Berhala manusia modern bukanlah jimat atau penyem­
bahan berhala (patung dan lain-lain), tetapi kesibukan. Ini
adalah candu zaman modern. Orang lebih suka sibuk. Mereka
sulit menyendiri dan mengambil waktu khusus baik berduaan
dengan Tuhan, maupun dengan keluarga. Waktu makan
bersama semakin jarang, liburan semakin langka.
Tidak heran, anak-anak lalu membenamkan diri dengan
gadget, youtube, game, chat dengan teman-temannya. Mereka
merasa tidak nyaman bicara dengan orang tuam yang selalu
kelihatan sibuk, marah-marah dan banyak nasihat.Keluarga
yang intim, hangat dan akrab punya stres yang rendah.
Keakraban dan rasa dipedulikan adalah obat antistres yang
aman.Dalam kesesakan hidup, rumah menjadi tempat melepas
kepenatan yang sangat murah. yang membuat keluarga lebih
produktif dan kreatif.

Menebus Keluarga
Sebagai konselor kami berbicara dengan banyak pasangan yang
akan bercerai. Mereka sudah berjuang, tapi tetap merasa sulit
mempertahankan pernikahannya, lebih banyak duka daripada

21
Seni Merawat Keluarga

suka. Belum lagi hadirnya orang kedua. Perselingkuhan selalu


menibulkan akar pahit.
Sumber kegagalan perkawinan ada dua:

1. Menikah hanya dengan modal cinta, tapi minim penge­


nalan. Pasangan itu dibesarkan dalam keluarga yang tidak
sehat, tidak mendapatkan konseling yang memadai, serta
skill dan pengetahuan tentang keluarga yang tidak cukup
untuk bertahan.
2. Setelah menikah, tidak ada kemauan dari kedua belah
pihak untuk merawat cinta mereka.. Mobil dan tanaman
dirawat dengan baik, tapi cinta dibiarkan begitu saja.
Pasangan ini enggan menyediakan waktu, emosi maupun
dana untuk memperkaya relasi satu sama lain.

Kabar baiknya, Alkitab menghadirkan sosok Kristus


yang adalah Penebus. Bukan hanya untuk dosa kita, tapi juga
untuk pernikahan. Cinta yang sudah mati dapat dihidupkan
kembali. Asalkan ada yang mau menjadi agen penebus,
berkorban dan merendahkan diri untuk membangun kembali
perkawinan yang rusak itu. Jika orang tua Anda gagal, jangan
kecil hati. Meski tidak bisa berbuat banyak untuk generasi
di atas (orang tua), kita masih punya banyak kesempatan
untuk mempengaruhi keturunan kita di bawah.Kisah Rut
mengajarkan kita betapa pentingnya ada orang yang rela
menebus keluarga dan memelihara keturunan demi lahirnya
generasi yang takut akan Tuhan.
Firman Tuhan menegaskan agar anak-anak menghor­
matilah ayah dan ibunya. Bagaimana cara terbaik menghormati
orang tua?Caranya adalah dengan menjadi orangtua sebaik-
baiknya kepada anak kita. Bukan dengan memberi uang atau
membawa orang tua mereka libur. Karena andaipun anak

22
Seni Merawat Keluarga

dapat memberikan uang kepada orang tuanya, itu adalah


hak istimewa bukan kewajiban. Setelah menikah, kewajiban
kita adalah mengasuh anak-anak dan mencintai pasangan
kita. Itulah cara terbaik menghormati orangtua. Kita tidak
membalas ke generasi atas, tapi ke keturunan orang tua kita.
Keluarga sangat sentral dalam Kitab Suci. Keluarga
adalah berkat terindah bagi manusia, setelah Penebusan
Kristus.Tuhan menggunakan keluarga sebagai mitra-Nya
menebus manusia berdosa. Juruselamat lahir dalam keluarga.
Keluarga juga adalah satu-satunya berkat yang kita bawa
sampai menghadap Tuhan. Anak adalah milik pusaka dan istri
kasih karunia. Semua pemberian Tuhan lainnya akan lenyap
dan tidak kita bawa saat mati. Tapi anak dan pasangan tetap
bersama kita dalam kekekalan. Mari merawat keluarga, karena
itu berarti memelihara kehidupan. (*)

23
BAGIAN SATU

MASALAH-MASALAH
DALAM KELUARGA

1. Elemen Penghancur Perkawinan


Albert (nama samaran) adalah seorang yang lahir dan
dibesarkan tanpa kehadiran seorang ayah. Sebelum ia lahir
ayah dan ibunya bercerai. Tentu saja ini mempengaruhi
kepribadian ibu dan dirinya sendiri. Abert berjuang keras
hingga memperoleh gelar yang sangat tinggi pada usia
yang masih sangat muda. Dia pria yang sangat sibuk dalam
kariernya. Istrinya, sebutlah Indri juga seorang cerdas dan
wanita karir yang hebat. Namun Indri sebelum menikah
dengan Albert pernah menikmati keintiman dengan beberapa
pria, bahkan sampai pada bentuk hubungan suami-istri.
Di sisi lain, ketika baru saja menikah ternyata Albert
harus pergi ke luar negeri untuk studi. Hal ini tentu mem­
bawa pergumulan tersendiri baginya sebagai Indri, yang
masih mendambakan keintiman dan kemesraan pada usia
pernikahan yang baru. Untuk mengatasi kesepian istrinya,
Albert mendorongnya untuk mengambil gelar doktor. Dengan
demikian tekanan dalam penyesuaian diri sebagai suami-istri
dan studi menjadi semakin besar. Akhirnya Indri terjebak
mencari kemesraan dengan pria lain, karena dia makin sering
berjumpa sahabatnya di kantor dan saat kuliah.

25
Masalah-masalah dalam Keluarga

Lama kelamaan Albert mengetahui perselingkuhan istri­


nya itu. Ditambah dengan catatan masa lalu istri­nya yang be­
lum pupus dalam ingatannya, membuat A men­jadi sulit untuk
mempercayai istrinya. Inilah latar belakang yang menim­
bulkan konflik dalam rumah tangga Albert dan Indri.
Dalam kasus-kasus konseling kami memperhatikan,
perkawinan menjadi rusak karena beberapa perilaku suami
atau istri yang menghancurkan relasi mereka.Ada beberapa
elemen yang dapat merusak perkawinan.

Pertama, keras kepala


Artinya, masing-masing mudah terbakar oleh perbedaan
pendapat. Pola komunikasi pasangan ini mirip dengan per­
mainan kartu, tiap orang merasa harus menang. Salah satu
penye­babnya adalah keduanya memiliki sifat keras kepala.
Bagaimana mengatasi sifat keras kepala ini? Anda dan
pasangan harus menyediakan waktu untuk duduk bersama.
Kemudian membicarakan dengan terbuka hal-hal apa yang
menjengkelkan masing-masing saat berkomunikasi. Misalnya
soal pulang terlambat, janji yang tidak dipenuhi, sifat pelupa,
dan sebagainya.
Sifat ini membuat suami atau istri tergoda untuk menge-
luarkan statement atau tindakan tertentu yang sifatnya meng-
hina dan menyerang satu sama lain. Misalnya berusaha men-
jadi lebih superior dengan cara merendahkan pasangannya.
Pola komunikasinya “you hurt me, I hurt you”. Hal ini akan
memperlemah pernikahan. Seringkali penyebab tingkah laku
ini muncul samar-samar.
Sementara itu, di satu sisi pihak korban yang menderita
justru “menyukai” keadaan itu. Dengan berperan sebagai
korban dia mendapat jalan untuk memojokkan pasangannya.
Misal­nya sang istri yang dominan suka mengambil keputusan

26
Masalah-masalah dalam Keluarga

tanpa tanya suami. Ketika kemudian ternyata keputusan itu


salah, suaminya kemudian berkata, “Kan, mama yang mutusin
sendiri…” Suami ini “menang”, tapi dengan cara melukai
istrinya.
Diskusikan
a. Bagaimana Anda menilai tindakan keras kepala dalam
relasi pasutri?
b. Bagaimana mengganti kebiasaan “menang-menangan” ini
dengan belajar mengutamakan satu dari yang lain?

Kedua, mendominasi pasangan


Seorang istri yang sukses dalam karier, cenderung mengontrol
suami dan semua urusan rumah tangganya. Kadang untuk itu
dia berperilaku agresif dan berpura-pura meminta pendapat
sang suami. Namun karena selalu kurang waktu untuk diskusi,
suami akhirnya menyerah pada kemauan istrinya.
Ada juga sikap menyuap pasangan. Pola ini sering
dipakai di mana komunikasi berjalan secara tidak jelas.
Terjadi “suap” supaya pasangan diam dan menerima keadaan.
Contoh: Seorang istri ingin ngobrol dengan suaminya tentang
sesuatu hal yang berhubungan dengan suaminya, tetapi tidak
kesampaian karena suami terlebih dahulu memberikan sesuatu
padanya, misalnya perhiasan atau uang (hadiah). Akhirnya
si istri mengurungkan niatnya untuk curhat. Ucapan terima
kasih dari istri pada suaminya tidak berarti karena kebutuhan
tidak terjawab.
Cara-cara ini harus diperbaiki jika Anda menginginkan
pernikahan Anda menjadi lebih baik. Istri yang sukses perlu
menyadari bahwa suami adalah pemimpin. Dengan demikian
dia perlu memberikan sikap hormat seperti yang seharusnya
diterima seorang pemimpin.

27
Masalah-masalah dalam Keluarga

Kepemimpinan suami dalam keluarga bukanlah posisi


yang diusahakan suami karena dia berhasil secara finansial
atau punya pendidikan atau kedudukan lebih tinggi di kan­
tor. Allah-lah, yang menentukan suami sebagai pemimpin
dalam keluarga. Ini tidak bisa diganggu-gugat, karena sangat
menentukan keberhasilan pernikahan Anda.
Seorang istri yang takut akan Tuhan akan menempatkan
suaminya pada posisi yang lebih tinggi daripada dia sendiri.
Suami yang menyadari bahwa dia harus mempertanggung-
jawabkan kedudukan ini kepada Allah, tidak akan mau meng-
abaikan rumah tangganya, apa pun alasannya.

Diskusikan
Bagaimana istri membantu suami menjadi pemimpin dalam
keluarga?

Tiga, membaca pikiran


Istri/suami mempunyai asumsi pikiran terhadap pasangannya.
Akibatnya, seringkali terjadi salah paham dan memancing
pertengkaran. Contoh: seorang suami yang terlambat pulang
dengan alasan bertemu klien sementara istri di rumah sudah
berasumsi suaminya pergi dengan perempuan lain.
Contoh: Kata Anda dalam hati, “Jangan-jangan dia itu
….” Mind reading ini menjauhkan Anda dan pasangan secara
emosi. Sedangkan kecurigaan membangun jarak Anda dengan
pasangan.
Waspadai juga pikiran berikut ini, “Istri saya sengaja
berbuat begini supaya saya marah…” atau “Suami saya sengaja
mau mempermalukan saya.”
Kita perlu membangun rasa percaya terhadap pasangan.
Bagaimanapun, Andalah yang memilih dia menjadi suami

28
Masalah-masalah dalam Keluarga

atau istri Anda. Tentu Anda memilih dia dari sekian banyak
orang yang Anda kenal karena dia yang terbaik bagi Anda.
Dialah juga orang yang terdekat dengan Anda saat ini. Kalau
bukan Anda yang mempercayai pasangan Anda, siapa lagi!
Pria dan wanita mempunyai sifat dan pembawaan yang
dasarnya memang berbeda. Misalnya kebutuhan untuk
didengarkan, lebih mendominasi para istri. Sedangkan pria
akan sangat berterimakasih jika istrinya tidak terlalu banyak
bertanya di saat dia tidak siap menjawabnya atau ketika dia
lelah dan butuh istirahat. Komunikasikan kebutuhan Anda
dengan baik sehingga pasangan Anda tidak menduga-duga
lebih jauh.
Menurut Lederer dan Jackson (1968) ada relasi yang
kuat antara trust dan komunikasi suami-istri. Jika komunikasi
antara suami istri terganggu dan mengalami tegangan maka
trust cenderung berkurang. Tetapi jika keduanya saling
mempercayai, mereka mudah membangun kepercayaan yang
“saling” (mutual confidence).

Diskusikan
Bagaimana membangun rasa saling percaya di antara suami
dan istri?

Empat, menghindari konflik


Perilaku menjengkelkan lainnya adalah mengalihkan rasa
enggan berkomunikasi dengan kesibukan. Contoh: Suami
membawa pulang pekerjaan kantor, kemudian berkurung
diri di kamar dan tidak mau diganggu. Istri juga terus sibuk
dengan anak-anak dan pekerjaan rumah lainnya. Karena
kesibukan masing-masing maka akhirnya mereka tidak saling

29
Masalah-masalah dalam Keluarga

berkomunikasi, padahal sebenarnya ada hal-hal yang bisa


ditunda.
Contoh lain. Suami sebenarnya tidak begitu suka
bertemu dengan keluarga istri. Maka, kalau keluarga istri
berencana kumpul, ada-ada saja alasan suami tidak mau ikut.
Ini dilematis untuk istri yang memang dekat dengan keluarga
asalnya. Maka, jika ada rencana pertemuan keluarga, istri
berusaha sedapat mungkin bersikap baik dan menghindarkan
konflik dengan suaminya. Tetapi akibatnya dia kelelahan
sendiri karena merasa terjepit antara suami dan orang tua atau
saudara kandungnya.
Ini pernah terjadi dalam pernikahan kami. Saya (Julianto)
selalu merasa enggan ke rumah mertua saya, sebab saya tidak
merasa nyaman sedang konflik dengan Wita. Lagipula waktu
itu konflik kami sering tidak selesai berhari-hari. Untuk
menghindari ajakan Wita saya menyibukkan diri dengan
pekerjaan kantor.
Bagaimana mengatasi hal ini? Umumnya aktifitas sok
sibuk ini dipicu oleh konflik tersembunyi. Kalau konflik
tersembunyi ini dibiarkan bertumpuk, kita tinggal menunggu
ledakannya yang hebat. Karena itu, masing-masing pihak
harus mengakui perasaannya yang terdalam, apakah yang
membuat dia enggan berkomunikasi dengan pasangan. Jika
akar sebenarnya adalah konflik yang bertumpuk, mereka
perlu belajar terbuka dan mampu mengelola konflik itu.

Diskusikan
Jika ada konflik tersembunyi di antara Anda dan pasangan,
munculkan ke permukaan agar bisa dibahas. Mintalah ban­
tuan profesional kalau Anda tidak dapat mengatasinya.

30
Masalah-masalah dalam Keluarga

Lima, komunikasi yang miskin


Dari kasus di atas, usai menikah Albert langsung pergi studi
ke luar negeri meninggalkan istrinya. Hal ini tentu membawa
pergumulan tersendiri baginya sebagai Indri, yang masih
mendambakan komunikasi, keintiman dan kemesraan pada
usia pernikahan yang baru.
Indri merasa kesepian sendiri di rumah. Bagi istri,
kehadiran suami di rumah merupakan kebutuhan yang sangat
penting. Apalagi pada tahun-tahun pertama pernikahan.
Sayangnya dalam usia pernikahan yang masih sangat muda
itu Albert memilih sekolah ke luar negeri. Para istri umumnya
sangat membutuhkan kehadiran sang suami untuk melindungi,
menghibur, membesarkan dan menguatkan hatinya tatkala
menghadapi tekanan-tekanan.
Menurut D. Scheunemann (1972) para istri sangat butuh
pernyataan dan wujud cinta, rangkulan kasih, dan tanda-
tanda cinta yang romantis. Istri membutuhkan banyak waktu
suaminya agar suaminya dapat mendengarkan keluhan dan
pergumulannya.
Ada empat kebutuhan pokok istri dalam hubungan
dengan suami, yakni: rasa aman, percakapan yang berarti,
ikatan emosi yang romantis, dan sentuhan fisik. Namun
karena suaminya ada di luar negeri untuk kuliah, maka hal-hal
tadi nyaris tidak dirasakan Indri. Karena kebutuhannya tidak
dipenuhi maka muncullah keinginan membangun keintiman
dengan pria lain.
Komunikasi merupakan inti kehidupan keluarga. Artinya
tiap anggota berinteraksi secara verbal dan nonverbal menya­
takan emosi-emosi mereka. Melalui komunikasilah suami is-
tri dapat menyatakan pikiran dan perasaan mereka sehingga
hubungan itu semakin intim dan dalam. Tanpa kemampuan

31
Masalah-masalah dalam Keluarga

berkomunikasi secara efektif, keluarga itu akan cepat menjadi


hanya sekumpulan individu yang memiliki perasaan, pikiran
dan keinginan masing-masing. Keluarga yang demikian akan
mudah menjadi sakit dan tidak berfungsi.

Diskusikan
a. Pikirkan kebutuhan pokok Anda sebagai suami dan istri.
b. Bagaimana cara Anda menyampaikannya kepada suami
atau istri Anda?

Enam, berbuat baik demi menguasai pasangan


Perbuatan baik yang dilakukan oleh suami/istri untuk menye­
nangkan diri sendiri. Contoh: seorang istri melayani kebu-
tuhan seksual suami dengan tujuan keinginannya dipenuhi,
misalnya ingin dibelikan cincin berlian. Pola saling balas an-
tara suami istri yang dilakukan secara sadar. Pasangan hanya
berbuat baik jika pasangan lebih dulu berbuat baik dan seba-
liknya.
Klien kami, Siska (nama samaran) mengeluh tentang
pernikahannya. Suaminya sering berbuat baik karena ada
maunya. Siska berkata, “Saya merasa suami saya membangun
tembok di antara kami. Dia jarang mengajak saya bicara. Kalau
saya mendekati dia atau mencoba mengajaknya bicara, dia
pergi. Suami saya bahkan seringkali pergi begitu saja, nggak
bilang. Tetapi kalau dia mau seks, dia akan bermanis muka
pada saya. Atau kalau ibunya mau datang, dia jadi baik sekali.
Dia mau supaya saya melayani mamanya. Tapi bagaimana bisa
ya, begini terus.Lama-lama, saya merasa hanya dimanfaatkan
suami saya sendiri.”
Pola ini merusak pernikahan, maka perlu diperbaiki.
Perasaan jengkel karena merasa dimanfaatkan pasangan, perlu

32
Masalah-masalah dalam Keluarga

dikelola. Suami dan istri seyogyanya memiliki cinta yang tulus


dan sabar menanggung kelemahan tertentu pasangan. Jika
sulit melakukannya, pasangan ini perlu meminta pertolongan
konselor perkawinan.

Diskusikan
Apa pendapat Anda tentang topik ini?

Enam, tidak bertanggung jawab


Kami menjumpai kasus seorang istri yang sukses berkarier
di luar rumah menggunakan waktunya untuk “gaul” tanpa
bilang-bilang suaminya. Dia mengatakan akan pulang larut
karena ada rapat kantor. Padahal dia pergi dugem dengan
teman-temannya.
Ada lagi kasus seorang istri datang ke kantor kami
karena suaminya sudah delapan tahun tidak berbicara dengan
dia. Mereka masih tinggal seatap tetapi sama sekali tidak
ada komunikasi. Sang suami menjadikan rumah seperti
hotel, pergi-pulang tanpa kesan dan pesan. Suami demikian
dikategorikan tidak bertanggung jawab.
Di Indonesia, 30% perceraian terjadi karena salah satu
pasangan meninggalkan tanggung jawabnya terhadap keluarga
(Suara Surabaya, 2007). Yang dimaksud di sini bukan jobless,
yang terkadang memang tidak terhindarkan, melainkan sifat
seseorang yang cenderung mau enaknya saja.
Sifat ini biasanya sudah terbentuk sejak masa kanak-
kanak. Jadi kalau ditemukan sesudah menikah, maka tidak
mudah untuk mengubahnya. Jika istri terus ngomel menuntut
suami berubah, dapat menjadi bumerang dimana suami tidak
nyaman digurui. Sebaiknya temui konselor perkawinan, agar
terapislah yang berbicara dengan suami Anda.

33
Masalah-masalah dalam Keluarga

Diskusikan
a. Bagaimana membangun tanggung jawab sebagai suami
atau istri.
b. Jika Anda tidak puas terhadap pasangan, bagaimana me­
nya­takannya?

Tujuh, perceraian
Pernikahan memang sulit, namun perceraian juga adalah
sesuatu yang sulit. Orang orang yang telah menikah selalu
merasa terperangkap ketika ingin bercerai. Mau cerai takut
sakit dan mahal, belum lagi rasa malu kepada masyarakat.
Kelahiran, pernikahan, kematian, ada acara formal ritualnya,
tapi tidak demikian dengan perceraian. Lebih lanjut bukti-
bukti menunjukkan perceraian bukanlah solusi terbaik dari
masalah pernikahan.
Kebanyakan dari mereka justru akhirnya tidak tahan
menghadapi rasa kesepian yang mencekam, dan akhirnya
mencoba pergi ke pelacuran dan minuman keras; ada juga
yang coba menikah lagi, namun angka perceraian tetap saja
tinggi. Ketika mereka mencoba pernikahan yang kedua,
ketiga, keempat dan seterusnya, tantangan yang mereka
hadapai bukannya semakin kecil.
Menurut Sperry dan Carlson (1991), tidak ada perkawinan
yang benar-benar kebal dari perceraian. Pilihan di tangan
kita, mau membangun atau rela perkawinan itu dihancurkan
oleh konflik. Perkawinan tidak akan menjadi baik begitu saja
tanpa dirawat. Tidak akan baik dengan sendirinya jika Anda
mendiamkan masalah yang terjadi. Tidak! Sedikitnya pelajari
beberapa keterampilan berikut untuk membantu terbentuknya
perkawinan yang selamat dari perceraian.

34
Masalah-masalah dalam Keluarga

Pertama, berilah sesering mungkin apresiasi dan pujian


kepada pasangan. Penghargaan yang memberikan dorongan
semangat kepada pasangan Anda. Lakukan setiap hari.
Nampaknya ini sederhana, namun banyak pasangan yang tidak
terbiasa melakukannya. Sumber konflik utama dalam konflik
pasutri adalah perasaan tidak dihargai. Hal ini bisa dipelajari
dan direncanakan dengan baik. Jika Anda menghargai
pasangan, percayalah Anda pun akan mendapatkannya.
Kedua, berkomunikasilah secara terbuka dan jujur. Ter-
buka membagikan apa yang anda pikirkan dan rasakan. Jika­
lau pasangan Anda yang berbicara usahakan mendengarkan
dengan baik. Usahakan selalu ada waktu untuk saling berbagi/
sharing. Rencanakanlah.
Ketiga, hadapilah konflik jangan hindari. Konflik bisa
membuat pernikahan kita lebih dinamis dan bertumbuh.
Asal ada kemauan mengelola dan merespon konflik dengan
cara-cara yang benar. Sediakan waktu untuk menghadapi dan
mengelola konflik.
Keempat, beranilah menjadi orang yang tidak sempurna.
Wujudnya berani meminta maaf. Pengampunan dapat meng-
hadirkan harmonisasi hubungan yang lebih besar. Jika me-
minta maaf cukup katakan, “Saya minta maaf!” Jangan tam-
bahkan alasan-alasan yang sifatnya membela diri. Tidak perlu
membuktikan sesuatu. Percayalah, kesalahan merupakan ba-
gian normal dari suatu perkawinan. Bahkan ini bisa menjadi
pintu menuju perkawinan yang memuaskan.
Kelima, berikan dukungan penuh kepada pasangan Anda.
Terutama saat saat ia membutuhkan. Misalnya saat sakit,
atau keluarga besarnya membutuhkan bantuan. Berikanlah
dukungan saat pasanganmu sedang menjengkelkan engkau.
Cinta tidak bersyarat akan menyuburkan pohon kebahagiaan
dalam rumah tangga kita.

35
Masalah-masalah dalam Keluarga

Diskusikan
a. Dari kedelapan elemen penghancur pernikahan di atas,
apakah ada yang menjadi pergumulan Anda dengan
pasangan? Jelaskan.
b. Apa yang Anda pikirkan untuk mengatasi masalah ini?
Jelaskan.
c. Untuk merawat pernikahan Anda menjadi lebih memuas­
kan, apa yang perlu Anda lakukan?

2. Kekerasan Dalam Keluarga


Dewi (nama samaran) adalah anak bungsu dari empat ber­
saudara perempuan. Sekarang usianya menjelang 50. Dia
datang ke ruang konseling saya dengan perasaan depresi yang
parah. Dewi tinggi, langsing, dan cantik. Tetapi penampilannya
saat itu menggambarkan apa yang ia katakan lewat telepon,
“Saya depresi, saya tidak ingin hidup lagi lebih lama.”
Rambutnya awut-awutan, tanpa make up, dan padanan baju
yang mencolok mata.
Selama berbicara tangannya tidak bisa diam, kalimat-
kalimatnya diucapkan dengan terbata-bata, dan air mata yang
tidak terbedung. Sebentar saja ada gunungan tisu di meja
kami.
“Saya anak bungsu,” katanya, “kakak di atas saya 12 tahun
lebih tua dari saya. Seharusnya saya disayang papa, mama dan
kakak-kakak saya. Tapi dari kecil badan saya ini habis dipukuli.
Semua orang pukul saya. Memang saya tidak pintar, tapi saya
kan manusia ya, bu. Di rumah, semua pekerjaan ditimpakan
ke saya, mencuci, mengepel, membersihkan kamar mandi.
Semua saya yang kerjakan. Tapi kalau kerjaan saya salah, saya
dimaki-maki dan dipukuli.”

36
Masalah-masalah dalam Keluarga

Dewi sudah mengalami penganiayaan fisik dan psikis


sejak kecil. Entah mengapa, dia tidak mengerti. Menurutnya
dia bukan anak yang diharapkan. Ada kemungkinan orang
tuanya mengharapkan dia lahir laki-laki. Karena ternyata dia
bukan anak yang pandai di sekolah, tekanan kekerasan itu
makin menjadi.
Lepas SMU Dewi dikenalkan pada seorang pria yang 7
tahun lebih tua. Daripada hidup dalam penderitaan, Dewi
menerima pinangan laki-laki itu. Setahun setelah berkenalan
mereka menikah dan dikaruniai sepasang anak yang saat
ini sudah remaja. Tetapi rupanya pengaruh kekerasan yang
dialaminya membuat Dewi mengalami gangguan perilaku.
Dia terobsesi pada kebersihan sehingga saat ini Dewi
harus membersihkan dapur dan mengepelnya paling sedikit
lima kali sehari, belum lagi bagian-bagian rumah yang lain. Dia
akan sangat marah dan memukul pembantu jika menemukan
setitik debu di atas meja. Kalau mereka sekeluarga makan di
restoran, Dewi akan masuk ke dapur restoran dan melihat
bagaimana cabai dicuci, ikan dibersihkan dan seterusnya.
Gangguan ini tentu saja membuat malu suami dan anak-
anaknya. Pada akhirnya suami dan anak-anak Dewi tidak mau
keluar bersama Dewi lagi. Sudah beberapa tahun terakhir ini
dia dikucilkan. Nampaknya itu tidak cukup, karena suaminya
mulai ringan tangan juga, memukuli dia, yang menurut Dewi,
terjadi kalau dia mulai bersih-bersih rumah.
“Saya juga tidak suka, bu, bersihkan rumah terus menerus.
Saya capek. Tapi saya tidak bisa. Jadi, suami saya pukul saya
terus. Apa saya ini bukan manusia, sehingga boleh dipukuli?
Rasanya saya mau mati saja.”
Pada kasus Dewi, konselor perlu melibatkan keluarga,
terutama suaminya. Bisa dimengerti jika suami dan anak-anak
Dewi malu melihat ibu/istrinya demikian. Tetapi mereka tidak

37
Masalah-masalah dalam Keluarga

boleh mengabaikan Dewi begitu saja. Keluarga hendaknya


mengerti apa yang menyebabkan Dewi demikian; kemudian
bekerja sama menolongnya. Untung saja, selama ini para
pembantu yang mengalami kekerasan fisik dari Dewi tidak
mengadu kepada yang berwajib, mengingat UU KDRT sudah
diberlakukan. Pekerja rumah tangga ini biasanya langsung
minta berhenti. Jika kekerasan ini menjadi urusan kepolisian,
maka kondisi Dewi bisa lebih parah.
***
Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) banyak
terjadi di sekitar kita. Kekerasan baik yang dilakukan suami
kepada istri maupun oleh orang tua kepada anak. Dalam
tulisan ini kami menulis tentang KDRT oleh suami terhadap
istri, dari satu sumber bacaan yang baik dan menjadi referensi
bagi konselor.
Yang dimaksud tindak aniaya atau kekerasan terhadap
pasangan adalah penyalahgunaan kekuatan fisik yang
dilakukan oleh seseorang terhadap pasangannya. Tetapi tak
sedikit juga kekerasan psikis berupa perkataan dan sikap yang
menghina.
Beberapa literatur menyebutkan kasus tindak kekerasan
paling banyak ditemukan pada keluarga-keluarga dengan
tingkat penghasilan rendah, ada pengangguran dan stres
ekonomi. Namun tidak sedikit pula kasus yang mencuat
dilakukan oleh pasangan di lapisan menengah ke atas.

Siklus Tindak Kekerasan


Awalnya, kekerasan dimulai dengan fase keteganganyang
ditandai dengan konflik yang terus-menerus. Berikutnya
jika perdebatan terus terjadi tanpa solusi, luka akan makin
banyak. Mulailah terjadi fase kekerasan. Pada fase ini isteri

38
Masalah-masalah dalam Keluarga

sering minggat dari rumah. Bisa juga suami yang keluar dari
rumah dan malas kembali. Namun setiap kali pulang akan
melakukan kekerasan. Namun anehnya, sang pelaku KDRT
merasa menyesal. Diapun meminta pengampunan dari sang
istri.Namun sayangnya tidak lama kemudian dia mengulangi
perbuatannya.
Seringkali, sumber kekerasan adalah stres yang dirasakan
suami. Dia merasa perlu melampiaskan tekanan itu kepada
orang terdekatnya. Saat ia memukuli isterinya, dia merasa
sedikit lega.
Kecenderungan ini terjadi biasanya karena sang suami
terbiasa memendam emosi negatif. Setelah bertumpuk barulah
dia mengeluarkan emosi itu dalam bentuk tindakan fisik. Pada
waktu kecil dia tidak terbiasa menyampaikan rasa kecewa dan
marah secara verbal, dengan perkataan. Biasanya pelaku takut
karena memiliki orang tua yang dominan dan keras. Dulu saat
kanak-kanak dia tumbuh dengan perasaan tidak berdaya. Tak
jarang, ia menjadi korban kekerasan juga dari orang tuanya,
sering dipojokkan dan jarang sekali dipuji.

Pengaruh Masa Kanak-kanak


Jelas sekali ada hubungan yang kuat antara gejala yang
nampak pada orang-orang yang cenderung suka menganiaya
dengan masa kanak-kanak yang sangat menderita.
Dalam buku Healing Your Family Tree (2004), Tauke mengutip
penelitian Donald G. Dutton yang mencatat bahwa kontributor
terbesar di masa kanak-kanak yang membuat seseorang
berkembang menjadi penganiaya justru adalah ayah. Baik
karena penolakan sang ayah, dinginnya tanggapan si ayah,
atau aniaya fisik dan verbal dari si ayah.
Si anak sering mendapatkan serangan terhadap harga
dirinya. Apalagi jika itu dilakukan di depan umum. Inilah yang

39
Masalah-masalah dalam Keluarga

memberikan sumbangan paling besar terhadap terbentuknya


kepribadian seorang anak menjadi pribadi penganiaya di masa
dewasanya. Mereka berusaha keras mendapatkan penerimaan
dan penghargaan dari orang lain, khususnya pasangan dan
anak-anaknya. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka
dia menjadi sangat marah dan mengamuk.
Sesungguhnyapara penganiaya ini mengalami siksaan ba-
tin oleh berbagai rasa takut yang saling bertolak belakang satu
sama lain. Di satu sisi mereka takut ditinggalkan oleh orang-
orang yang paling mereka kasihi. Tetapi di sisi lain merasa
tertekan oleh kedekatan hubungannya dengan pasangan dan
anaknya. Tidak heran, para pria yang mengalami kekerasan
di masa kecilnyacenderung menimpakan kesalahannya pada
orang lain. Sebab dia sudah lelah menjadi korban yang selalu
disalahkan.

Setelah Besar Menjadi Penganiaya


Anak yang pernah dianiaya atau ditelantarkan (diabaikan)
orang tuanya di masa kecil akan memendam campuran
kemarahan, rasa malu, rasa tidak percaya dan kecemasan
yang sifatnya sangat mudah meledak. Begitu anak ini menjadi
dewasa, apa yang dulu dipendamnya akan mulai naik dan
meledak ke permukaan.
Anak yang dulu jadi korban trauma itu sekarang tumbuh
menjadi seorang penganiaya. Sebenarnya ada keinginan dia
untuk berubah, namun yang lebih kuat adalah perasaan yang
tidak mau berubah.Secara tidak sadar, si penganiaya ini pada
dasarnya berharap istrinya bisa menjadi sosok pengganti orang
tuanya yang dulu tidak dekat secara emosi. Tapi itu mustahil.
Dulu dia tidak berdaya, tetapi kini setelah punya kuasa
tergoda melakukan hal yang sama. Ia menjadi terbiasa

40
Masalah-masalah dalam Keluarga

mempro­yeksikan kesalahan dan tanggung jawab atas suatu


masalah kepada pasangannya.
Kepribadian ini juga bisa disebabkan oleh adanya kecem­
buruan patologis suami pada istri. Dia tidak suka melihat
kebahagiaan dan keceriaan istrinya yang punya banyak relasi,
supel dan suka bergaul, akrab dengan banyak orang. Dia
merasa cemburu karena tidak pernah bisa memiliki hal seperti
itu. Di bawah rasa cemburu ini tertanam perasaan rendah diri
yang sangat kuat, merasa tidak nyaman terhadap keintiman.
Rendahnya rasa percaya diri bisa membuat suami tersebut
tidak berdaya dan terkena depresi. Jika ternyata suami juga
punya sifat impulsif, ini akan semakin memperparah ketidak­
mampuan dirinya mengendalikan kemarahan dengan benar.
Sebagian yang melakukan kekerasan ada yang melarikan diri
menjadi pecandu alkohol dan penyalahgunaan obat-obatan.
Ironisnya, wanita yang mengalami tindak kekerasan
cenderung patuh pada nilai-nilai tradisional. Mereka tidak
melawan atau melaporkan perbuatan suami mereka.Mereka
menjadi korban mitos bahwa merekalah yang menyebabkan
pemukulan itu terjadi. Para istri ini menunggu pertobatan
sang suami dan mendiamkan saja perbuatan itu sambil ber-
doa. Tetapi tidak berbuat atau belajar apa pun untuk memper-
baiki keadaan. Karena sudah terlalu lama menjadi korban aki-
batnya menjadi patologis. Tidak heran seorang wanita korban
KDRT malah stres jika tidak lagi dipukuli suaminya. Dia bisa
merasa suaminya tidak lagi mempedulikannya.

Penanganan Kasus KDRT


Pendekatan yang paling berguna dalam memahami dan
menangani kekerasan rumah tangga (termasuk penganiayaan
terhadap pasangan) adalah pendekatan yang dipahami ber-
dasarkan teori sistem. Semua konselor perkawinan perlu

41
Masalah-masalah dalam Keluarga

peduli dan memahami serta membantu menangani pasangan


yang mengalami tindak kekerasan. Jika terlihat adanya baha-
ya yang mengancam dan cenderung berlanjut, maka konselor
perlu memberikan rujukan kepada si isteri untuk mengadu ke
salah satu tempat perlindungan atau meminta bantuan polisi.
Jika terlihat adanya keinginan untuk berubah maka langkah
pertama adalah menghentikan perilaku kekerasan dan penga-
niayaan. Konselor seringkali menemui masa sulit untuk men-
jaga keseimbangan dalam menangani tindak penganiayaan.
Saat menangani pasangan yang bermasalah dengan
tindak kekerasan dalam rumah tangga maka konselor perlu
memahami lima konsep berikut ini:
1. Si penganiaya harus diajar bertanggung jawab atas
kekerasan yang dilakukannya. Korban tidak bisa menghi­
langkan tindak kekerasan itu. Jadi mediator perlu
dilibatkan.
2. Tindak kekerasan adalah sesuatu yang dipelajari. Si
penganiaya belajar untuk menganiaya, biasanya dalam
keluarga asalnya. Jika si penganiaya belajar untuk bisa
melakukan tindak aniaya, maka berarti dia juga bisa
belajar untuk tidak-menganiaya. Perlu ada latihan dengan
terapi perilaku oleh seorang terapis ahli.
3. Selalu ada alternatif lain selain tindak kekerasan. Namun
istri atau anak perlu dilatih untuk tidak lagi mengizinkan
terjadinya tindak kekerasan dari suami atau ayah. Tindak
kekerasan adalah kriminal. Karenanya si pelaku bisa
ditahan, diajukan ke pengadilan dan jika terbukti bersalah
maka dia akan menanggung hukuman penjara.

Sayangnya UU KDRT di negara kita tidak dijalankan


dengan baik. Itu sebabnya banyak kasus disembunyikan
atau tidak dilaporkan pada yang berwajib. Meski demikian

42
Masalah-masalah dalam Keluarga

konselor perlu memberikan beberapa nomor kontak yang


bisa dihubungi jika kekerasan berlanjut.

Diskusikan
a. Apakah Anda pernah menjadi korban KDRT? Sharingkan
dalam kelompok.
b. Apakah Anda pernah menjadi pelaku KDRT? Sharingkan.
c. Apakah komitmen Anda terhadap masalah KDRT, setelah
membaca tulisan ini?

3. Perceraian Emosi
Dia pengusaha beken, sebut saja Roy namanya. Bisnisnya
hebat, uangnya banyak. Tapi sayang rumah tangganya tidak
harmonis. Roy seringkali konflik dengan istrinya. Salah satu
sebabnya adalah Roy berkali-kali affair.
Dini istrinya mengidap depresi, sebab suaminya tidak
pernah berubah, malah makin parah. Selain tertekan secara
emosi karena ulah suaminya, Dini merasa makin kesepian.
Sebab suaminya makin sering keluar negeri. Kalaupun di
Jakarta sering menginap di hotel dengan teman kencan. Dini
hanya sendirian di rumah bersama pembantu, sementara
anak tunggal mereka sudah setahun sekolah di luar negeri.
Sudah lama Dini ingin bercerai dengan suaminya. Dia
menunggu Roy yang berinisiatif, sebab dia sendiri takut pada
aturan agamanya yang melarang perceraian. Meski Dini dan
Roy serumah, sesungguhnya mereka sudah lama tercerai secara
emosi.
Perceraian dalam perkawinan semakin meningkat di
tanah air. Kementerian Agama mencatat, angka perceraian
sepanjang tahun 2009 ada 250 ribu kasus. Angka ini setara

43
Masalah-masalah dalam Keluarga

dengan 10 % dari jumlah pernikahan yang dicatat tahun 2009,


yakni sebanyak 2,5 juta.
Namun jumlah pasangan yang mengalami keterpisahan
emosi (emotional divorce) seperti kasus Dini dan Roy di atas,
tentu jauh lebih banyak. Sebagian besar pasangan bertahan
dalam satu rumah seringkali hanya demi anak, status sosial,
alasan ekonomi hingga aturan agama.
Sesungguhnya banyak pernikahan bertahan satu rumah
tetapi sudah tidak satu jiwa. Ada yang masih seranjang, pisah
ranjang hingga pisah kamar. Komunikasi sangat minim, dan
kalaupun ada, saling menyakitkan. Seperti kasus Dini.
Umumnya perkawinan seperti Dini, dimulai tanpa visi
yang jelas, keterampilan minim, dan kecerdasan emosi yang
miskin. Tidak heran, aspek-aspek ini membentuk perkawinan
yang sakit. Jika tidak dibantu, sebagian pasangan itu suatu saat
akan benar-benar bercerai.
Ada beberapa ciri perkawinan yang terpisah secara emosi:
Pertama, pasangan lebih banyak terlibat dalam komu-
nikasi yang menghukum daripada memuji atau menghargai.
Mereka sering bersikap reaktif (negatif) terhadap stimulus
pasangannya. Responnya saling menyakitkan.
Kedua, mereka cenderung berjuang untuk mengubah
perilaku pasangannya dengan menggunakan taktik kontrol.
Misalnya dengan sengaja menahan kebaikan kepada pasang­
annya. Contohnya, seorang suami yang sudah berjanji akan
berlibur akhir tahun, namun bisa secara sepihak membatalkan
liburan. Tujuannya tak lain dan tak bukan agar istrinya kecewa.
Ketiga, secara sadar atau tidak terbentuklah koalisi yang
membuta, misalnya, anak dan ibu sangat dekat satu sama lain
dengan tujuan merugikan (menyerang) ayahnya. Sang ibu
menceritakan kejelekan sang ayah, agar si anak ikut membenci

44
Masalah-masalah dalam Keluarga

ayahnya. Atau dengan cara si ibu menjadi “malaikat” yang


sangat baik bagi anak agar pro dengannya membenci ayahnya.
Keempat, adanya sifat yang kaku sekali, merasa diri lebih
benar dan kaku dalam prinsip atau pendapat. Akibatnya satu
atau keduanya sulit menerima pendapat pasangan. Bahkan
menunjukkan apriori, menyatakan kesalahan di depan orang,
atau sengaja mengabaikan pasangan.
Kelima, perpisahan emosi disebabkan masing-masing
telah menyimpan kesalahan bertumpuk, disertai dengan
miskin­nya jiwa memaafkan dan tidak lentur menerima kesa­
lahan. Tidak heran setiap kesalahan masa lalu dibawa hingga
hari ini. Pola cuek dan mendiamkan pasangan berhari-hari
hingga berbulan lamanya menjadi biasa. Kalau berpisah
umum­ nya mereka tidak lagi saling merindukan. Dalam
beberapa kasus malah ada yang berharap pasangannya cepat
meninggal.

Pertolongan Pertama
Tidak mudah membantu pasangan dengan kondisi emotional
divorce. Sebab umumnya pasangan ini tidak memiliki kemam­
puan untuk memecahkan masalah, bahkan dalam masalah
sepele sekalipun. Mereka tidak punya kemampuan menjaga
berfungsinya keluarga secara efektif. Apalagi masalah sudah
menumpuk dan menahun. Hati mereka dipenuhi luka dan
kemarahan tersembunyi.
Jika kita ingin membantu pasangan keluar dari situasi ini
ada beberapa hal yang perlu kita sarankan:
a. Mengidentifikasi masalah-masalah yang ada. Membedakan
antara akibat masalah dengan sumber (sebab) masalah.
Yang diatasi dulu tentu bukan akibatnya, tapi sumbernya.
b. Menyarankan klien curhat atau konseling ke orang yang
tepat. Mencari konselor atau terapis perkawinan adalah

45
Masalah-masalah dalam Keluarga

solusi terbaik. Jangan sembarangan bercerita, termasuk


pada orang tua dan kerabat dekat sekalipun. Biasanya
pasangan tidak dapat mengatasi sendiri “perceraian emosi
ini”, sebab masing-masing sudah tidak netral terhadap
konflik.
c. Mengembangkan alternatif tindakan apa yang bisa
dilakukan, khususnya yang disarankan penasehat
perkawinan. Misalnya menyarankan mereka untuk cuti
dan liburan bersama dalam waktu yang cukup lama, makan
bersama satu atau dua kali seminggu di luar rumah, atau
mengadakan kegiatan seperti dulu saat masih pacaran,
nonton misalnya.
d. Minta mereka bertindak cepat dalam menjalankan
kesepakatan dengan konselor. Jangan menunda. Misalnya
segera meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat.
Segera mengganti no HP agar tidak bisa dihubungi WIL/
PIL yang menjadi salah satu masalah.
e. Meminta konselor atau salah satu sahabat terpercaya
menjadi mediator. Mereka menjadi pihak ketiga yang
mengecek perkembangan yang ada, dan berusaha terus
meningkatkan keintiman.

Berikut ini beberapa tips bagi konselor saat membimbing


pasangan membangun relasi emosi ke arah yang lebih sehat:
a. Spesifik. Membantu mereka menemukan jalan keluar
konflik secara detail sesuai dengan akar konflik.
b. Berorientasi pada masa sekarang dan masa depan. Meme­
cah­kan konflik tanpa menyinggung kejadian masa lalu/
yang sudah terjadi. Buang kecenderungan memutlakkan
sesuatu. Janganlah merasa diri paling benar atau punya
solusi yang paling hebat dalam konflik ini.

46
Masalah-masalah dalam Keluarga

c. Melatih klien mendengarkan secara aktif, menyiapkan


waktu dan respon yang aktif, misalnya: memandang
pasangan, menghentikan aktifitas yang lain, empati, dan
lain-lain, saat konflik terjadi.
d. Anjurkan mereka menggunakan pernyataan pesan “saya”.
Mereka perlu berlatih menyampaikan perasaan tanpa
menyerang/menuduh pasangan. Misalnya, “Sorry, saya
tadi pagi kecewa karena Papa batalkan janji mendadak.”
Jangan gunakan kalimat ini, “Itulah, Papa memang tidak
bisa dipercaya, gampang janji tapi selalu tidak menepati!”
e. Ingatkan klien bahwa tindakan yang diambil guna
memecahkan masalah bukanlah untuk diterapkan selama-
lamanya. Situasi dan kondisi konflik yang berbeda di
kemudian hari harus diperhatikan dalam menyelesaikan
masalah, tidak selalu dengan tindakan yang sama.
f. Bantu mereka menguraikan masalah satu demi satu.
Buatlah inventaris konflik yang ada. Tetapkan bahwa
tujuan yang ingin dicapai adalah terciptanya saling
pengertian. Kepentingan masing-masing pribadi pasangan
tidak didahulukan.
g. Tegaskan kepada klien untuk tidak menutup-tutupi
perasaan yang sesungguhnya. Biarlah mereka belajar
terbuka dan apa adanya.
h. Ingatkan mereka untuk waspada agar jangan sampai
mengucapkan kata-kata kasar, yang membuat pasangan
putus asa dan kecewa. Gunakan kata yang membangun.
Jika tidak sanggup atau kemarahan memuncak, tundalah
waktu berbicara.
i. Katakan kepada mereka untuk segera menyelesaikan
konflik tanpa menunda-nunda. Pasangan ini perlu
bersepakat sehingga membuat konflik segera terselesaikan.

47
Masalah-masalah dalam Keluarga

Usahakan selesaikan emosi negatif sebelum matahari


terbenam.
j. Ajarkan kepada klien untuk mengoptimalkan kondisi
demi penyelesaian konflik. Menyediakan tempat, suasana,
keadaan psikis, waktu, adalah hal yang sangat mendukung
untuk pasangan ini mencari jalan keluar. Misalnya latih
mereka untuk bertanya kepada pasangan kapan dia punya
waktu yang santai untuk bicara. Latih klien menyampilkan
ekspresi wajah yang nyaman dilihat pasangan.
k. Katakan kepada klien untuk terbuka pada apa yang
mereka rasakan dan pikirkan. Usahakan agar keduanya
saling mengetahui perasaan dan pikiran pasangannya
yang sesungguhnya.
l. Anjurkan kepada klien untuk memberikan kesempatan
kepada pasangan untuk berubah. Ingat perubahan
membutuhkan waktu. Utamakan proses, bukan hasil.
Demikian juga fokuslah pada kelebihan pasangan bukan
kekurangannya.

Penutup
Setelah beberapa kali konseling, selalu tentukan batas waktu
yang digunakan untuk membicarakan setiap masalah yang
diutarakan klien. Jangan biarkan mereka menunda menye­
lesaikan masalah. Ajarkan agar masing-masing melaku­kan
tugas sesuai kesepakatan yang diambil bersama Anda sebagai
konselor.
Akhirnya jangan lupa, masalah perkawinan umumnya
tidak terjadi di dalam perkawinan, tetapi jauh sebelum
pernikahan. Umumnya masalah muncul akibat minimnya
persiapan, pengenalan pasangan dan minimnya keterampilan
memelihara perkawinan. Tanpa skill perkawinan dan kema­
tang­an emosi suami atau istri, bisa mengancam stabilitas

48
Masalah-masalah dalam Keluarga

hubungan mereka. Oleh karena itu setiap orang yang mau


menikah hendaknya belajar keterampilan perkawinan.

Diskusikan
a. Silakan mengevaluasi pernikahan Anda.
b. Jika pernikahan Anda di ambang perceraian emosi,
mintalah bantuan konselor pernikahan.

4. Kesepian dan Kekosongan Hidup


Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanesserta-Nya. Ia sangat
takut dan gentar,lalu kata-Nya kepada mereka,“Hati-Ku
sangat sedih, seperti mau matirasanya. Tinggallah di sini dan
berjaga-jagalah.”
Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa
supaya, sekiranya mungkin, saat itulalu dari pada-Nya.Kata-
Nya,«Ya Abba, ya Bapa,tidak ada yang mustahil bagi-Mu,
ambillah cawanini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang
Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.”
(Matius 14:33-36)
Saat Yesus menjelang disalib, dia berdoa kepada Bapa-
Nya. Sebelumnya dia curhat kepada murid-murid-Nya yang
paling dekat, Yakobus, Petrus dan Yohanes. Dia berkata, “Hati-
Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini
dan berjaga-jagalah.” Sepanjang hidup-Nya di bumi Tuhan
Yesus pernah merasakan kesepian yang paling sepi, dan sangat
menyakitkan. Dia menanggung kekosongan, perasaan akan
ditinggal bukan saja oleh murid-Nya tapi juga oleh Bapa-Nya.
Pernahkah Anda merasa hidup tidak punya tujuan? Mau
belanja ke mal, semua sudah ada. Mau dengarkan musik,
bosan. Mau ajak teman jalan, semua sibuk. Akhirnya terpaksa
pergi juga sendirian ke mal, sekedar duduk, makan dan

49
Masalah-masalah dalam Keluarga

minum. Lihat-lihat, dan akhirnya tergoda juga untuk belanja


barang yang tidak dibutuhkan. Setiba di rumah barang itu
ditumpuk tak terpakai.
Anehnya kalau dilihat daftar teman di HP (phonebook)
teman Anda banyak, tetapi dunia ini kok terasa sepi? Serasa
tidak menikmati lagi bergaul dengan mereka. Tidak sehangat
dulu lagi. Sudah tidak bisa sesering dulu bercanda ngakak ha
ha hi hi. Kadang mulai ada perasaan diri hanya dimanfaatkan
teman. Meski secara prestasi dan jabatan anda oke, uang ada
tetapi tetap ada yang terasa kurang. Merasa tidak puas. Ujung-
ujungnya jadi suka ngedumel. Mudah merasa bosan dan lelah.
Jadinya cepat tersinggung.
Ditambah lagi komunikasi dengan pasangan mulai
hambar. Jarang mengobrol, atau pergi bersama seperti dulu
saat anak-anak masih kecil. Kalau bicara cuma sepatah dua
kata dan terasa sangat basa-basi. Setiba di rumah suami dan
anak-anak sibuk sendiri dengan kegiatan masing-masing.
Perasaan mulai sensitif. Pasangan dan anak buat salah sedikit
saja langsung marah. Tidak heran, mulai ada godaan tertarik
pada pria lain.
Nah, jika anda sudah mulai mengalami semua atau
sebagian gejala ini anda harus mulai hati-hati. Anda mungkin
sudah masuk ke krisis pertengahan hidup dan mengalami
sindrom sarang kosong. Fenomena sarang kosong biasanya
menimpa para ibu tengah baya yang bekerja di rumah dan
mampu secara ekonomi. Mulai umur 40-an bahkan sebelum
itu.
Saat anak masih kecil ada saja yang diurus. Tetapi ketika
anak sudah besar, kuliah lalu meninggalkan rumah, Anda
mulai merasa tidak berguna di rumah. Semua pekerjaan di
rumah ada yang mengerjakan. Suami yang dulu suka minta
bantu ini dan itu, kini lebih mandiri karena merasa sudah

50
Masalah-masalah dalam Keluarga

punya staf atau sekretaris sendiri. Dia sepertinya tidak perlu


bantuan Anda lagi. Saat seperti inilah kesepian menggigit jiwa,
karena timbul perasaan tidak berguna. Ini mempengaruhi
harga diri Anda karena merasa diabaikan.

Sumber Masalah
Mereka yang terkena sindrom ini umumnya merasa bingung.
Sebab secara sehat, semuanya ada, dan kondisi anak serta
pasangan juga baik-baik saja. Tetapi setelah diteliti lebih
mendalam ternyata sistem rumah tanggalah yang bermasalah.
Sistem pernikahan tidak berfungsi dengan baik. Suami tidak
berfungsi sebagai suami, Ayah tidak berfungsi sebagai ayah.
Juga Istri tidak berfungsi sebagai istri. Ibu tidak berfungsi
sebagai ibu. Kehadiran pembantu dan supir sering kali
menggantikan fungsi ini sejak pernikahan baru dimulai atau
ketika anak-anak masih kecil. Kesibukan menjadi alasan
pasutri ini tidak lagi memberikan waktu berduaan menikmati
kebersamaan dan ngobrol berduaan.
Saat anak masih kecil dan nampaknya Anda sibuk
dengan anak-anak, ini tidak terasa. tetapi saat anak dewasa
dan meninggalkan rumah maka kehilangan anak-anak sangat
terasa di masa ini. Barulah anda merasa seperti kehilangan
pegangan. Kondisi ini diperparah karena selama ini hubungan
Anda dengan pasangan tidak harmonis dan romantis.
Kemesraan anda tidak pernah di-tune-up. Keintiman tidak
bertumbuh dengan baik. Akhirnya tidak bertemu berhari-
haripun tidak jadi masalah. Hubungan sudah kembali seperti
teman biasa.
Kalau Anda sudah merasa gejala-gejala ini, pertim­
bangkanlah untuk memperbaikinya. Mungkin ada sistem
perkawinan Anda yang salah atau tidak jalan. Mungkin
keintiman sudah memudar. Di tengah situasi ini justru paling

51
Masalah-masalah dalam Keluarga

menakutkan bagi para suami ketika dia tidak siap memasuki


usia pensiun. Dia menjadi sensitif dan cepat marah. Sebagian
suami mendadak memperlakukan istrinya seperti pegawai
kantor. Tentu ini sangat meyebalkan istrinya. Jika Anda
sedang mengalaminya, carilah seorang konselor profesional
yang dapat membantu Anda mengatasi masalah itu.
Untuk mengantisipasi dan mencegah munculnya sindrom
sarang kosong, bangunlah keintiman yang sehat dengan
pasangan dan anak-anak sejak awal. Bina hubungan akrab
dan saling menghargai, menumbuhkan konsep dan harga diri
yang sehat. Bukan meletakkan diri pada jabatan dan pangkat
serta harta benda. Jangan lupa pula hal penting lain, yaitu
membina hubungan bermakna dengan Tuhan.

Jalan Masuk
Hidup lebih penting daripada harta, jabatan, pangkat,
keberhasilan, kesenangan dan semua fasilitas hidup yang lain.
Hidup adalah anugerah yang layak kita syukuri senantiasa.
Karena itu selama masih hidup marilah menghargai pasangan
dan anak kita. Membuat mereka menjadi orang yang berarti
dan berguna. Membuat mereka merasa dicinta atau disayang.
Janganlah sampai anak merasa ayahnya lebih cinta pekerjaan
daripada dirinya. Jangan sampai anak merasa ibunya lebih
mencintai karier atau pelayanan gereja daripada dirinya.
Jangan sampai istri merasa suaminya lebih peduli pada
pekerjaan atau teman kantornya.
Kesempatan bersama anak tidaklah lama, paling-paling
beberapa belas tahun saja. Setelah dewasa mereka akan
meninggalkan rumah. Kelak jika mereka menikah, mereka
akan meniru atau mengadopsi pola keintiman keluarga Anda
dengan pasangan.

52
Masalah-masalah dalam Keluarga

Hidup dengan pasangan juga entah berapa lama Tuhan


izinkan. Kematian dapat sewaktu-waktu menjemput. Karena
itu untuk mencegah gejala sarang kosong ini menimpa diri
kita, perkuat hubungan satu sama lain. Tune-up perkawinan
Anda secara rutin. Hangatkan cinta dan kebersamaan. Juga
tumbuhkan perasaan mencinta dan saling membutuhkan.
Akhirnya jika pernah ada salah, konflik serta luka
jiwa yang menghambat komunikasi saat ini, tumbuhkan
kemampuan saling memaafkan. Mencinta hingga terluka,
adalah seni menjalani pernikahan sampai akhir hayat dan
Anda puas.

Diskusikan
a. Seperti apakah kesepian itu menurut Anda? Bagaimana
Anda menggambarkan kesepian?
b. Mengapa seseorang dapat merasa kesepian meski di
sedang berada di tempat yang ramai? Pernahkah Anda
mengalaminya?
c. Saat Yesus akan di salib, semua murid meninggalkan-Nya.
Dia berkata kepada murid-Nya, “Hati-Ku sangat sedih,
seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-
jagalah.” Apa yang Anda pahami dari ucapan Yesus
tersebut?
d. Kalau Anda kesepian, apa yang paling membantu Anda
menjalani dan menikmati perasaan itu?
e. Silakan saling mendoakan, khususnya untuk orang tua
yang lanjut usia yang tinggal sendirian, karena anak-anak
sudah mandiri.

53
Masalah-masalah dalam Keluarga

5. Kehilangan dan Dukacita


Hidup pada dasarnya adalah siklus kehilangan. Secara
perlahan tapi pasti, kita akan mengalami pelbagai kehilangan.
Mulai dari Kehilangan kesehatan, pekerjaan hingga orang-
orang yang kita kasihi. Saat anak mulai besar, satu persatu
mereka akan “hilang” dari hadapan kita karena merantau
untuk kuliah. Saat anak dewasa mereka akan membangun
home sendiri-sendiri. Ini semua wajar saja. Waktu akan terus
berbicara.
Salah satu yang perlu kita persiapkan adalah kehilangan
jabatan atau pekerjaan. Bagi yang mempersiapkan dengan
baik, kehilangan itu nggak terasa apa-apa. Demikian juga saat
memasuki pensiun. Saat pensiun akan ada perasaan “Saya
bukan lagi siapa-siapa.” Tidak mudah memasuki situasi itu
apalagi sebelumnya kita punya jabatan dan sangat aktif. Untuk
mengantisipasinya, sesudah pensiun usahakan agar kita masih
bisa bekerja dan menghasilkan sesuatu bagi keluarga, anak
atau cucu. Dengan demikian kita masih akan merasa eksis.
Cepat atau lambat, sesudah pensiun berangsur-angsur kita
akan kehilangan kesehatan. Bisa jadi bergantung pada obat,
dan biaya periksa ke dokter atau rumah sakit tidaklah murah.
Untuk itu kita perlu menyiapkan tabungan atau setidaknya
asuransi. Kondisi fisik yang pelan tapi pasti akan merosot,
perlu diantisipasi. Salah satunya dengan cara memompa
semangat dan mengasah asa. Dengan tetap berhasil dalam
hal tertentu, semangat tetap membara. Semangat itulah yang
dapat mengangkat kondisi fisik dan kekuatan badan. Salah
satunya dengan membaca dan menulis.
Caranya, sebelum pensiun tiba, kita perlu mempersiapkan
masa itu dengan indah. Berusaha hidup sehat dan hemat
dengan menabung. Membangun dan menjaga relasi keluarga

54
Masalah-masalah dalam Keluarga

dengan harmonis atau sebaik-baiknya. Agar tidak ada


penyesalan di masa tua.

Membuat Daftar Kehilangan


Saya mengalami beberapa kehilangan beberapa hal penting
sepanjang hidupku, terutama saat kanak-kanak. Trauma
kehilangan itu ternyata baru saya sadari setelah belasan tahun
lamanya meninggalkan bekas yang mendalam. Sewaktu-waktu
luka itu dapat kambuh. Saya berusaha mencatat beberapa
kehilangan yang saya alami, di antaranya:

a. Kehilangan kesempatan menikmati kasih sayang


b. Kehilangan kesempatan berelasi positif dengan papa.
c. Kehilangan kegembiraan seorang anak, karena dibeda-
bedakan dan mendapat banyak olokan
d. Kehilangan suasana pembentukan iman yang sehat.

Akibat kehilangan itu membuat kepribadian saya menjadi


rapuh, harga diri rendah dan mudah tersinggung. Saya
menjadi sensitif dengan penolakan, sulit untuk menyatakan
kemarahan. Selain itu, kurang dekat secara batin dengan anak-
anak dan haus akan penghargaan.
Menyadari hal tersebut, saya merasa ada kebutuhan
belajar. Saya menemukan bidang yang meningkatkan kapasitas
saya sebagai ayah dan kepala rumah tangga. Saya kemudian
menghitung apa yang saya terima, dan apa yang sisa. Membuat
daftar dan mengingat mereka yang telah berbuat baik dan
berjasa dalam hidup saya. Dalam bahasa Beverly Hubble Tauke
di bukunya Healing Your Family Tree, orang-orang yang telah
menjadi heart-warmer bagi jiwa saya. Setiap ingat mereka hati
saya hangat dan bersukacita.

55
Masalah-masalah dalam Keluarga

Saya mendaftarkan para heart-warmer saya. Di antaranya


adalah:
a. Mama yang berjuang dan bekerja keras menyekolahkan
kami. Melindungi anak-anak saat mengalami kekerasan
dari papa.
b. Papa yang setelah bertobat rela menjual sepeda motornya
demi mengongkosi saya merantau ke Jogja tahun 1982.
c. Para sponsor yang mendukung kuliah.
d. Istri saya, yang menerima saya apa adanya dan mencintai
penuh pengorbanan.
e. Anak-anak kami Josephus dan Moze, yang mengerti dan
peduli dengan beban kami.
f. Ayah dan ibu mertua, yang menjadi seperti orang tua
kandung dan yang luar biasa baik kepada saya.
g. Konselor saya yang begitu sabar dan hangat membimbing
saya mengenali diri untuk berubah.
h. Guru saya di SMA bernama Ibu Lisde. Juga beberapa dosen
ketika saya masih kuliah menjadi ayah dan ibu pengganti
(reparenting).
i. Para mahasiswa dan pembaca buku-buku kami. Mereka
telah memberi respon dan kepedulian yang hangat.
j. Beberapa sahabat yang dengan nyata mendukung
kehidupan finansial kami.

Pada akhirnya, saya bersyukur pernah diizinkan-Nya


kehilangan banyak hal yang baik, namun kini mendapatkan
yang terbaik.

Diskusikan
a. Catatlah daftar kehilangan Anda.
b. Apa yang Anda syukuri dari berbagai kehilangan yang
Anda rasakan?

56
Masalah-masalah dalam Keluarga

Menghadapi Kematian
Siapa yang tidak sedih dan sepi saat harus berpisah selamanya
dengan orang yang kita cintai? Jangankan ditinggal mati, anak
meninggalkan kami untuk pergi sekolah rasanya kehilangan
sekali. Kematian adalah bagian akhir hidup manusia yang
akan dilewati semua orang. Kapan dan bagaimana cara Tuhan
memanggil tak seorang pun tahu.
“Kematian itu sakitnya luar biasa,” demikian pendapat
ibu mertua saya. Ah, benarkah? Entahlah. Siapa yang pernah
mati, lantas hidup lagi sehingga tahu sakitnya mati?
Namun kalau kita lihat realita di acara pemakaman,
kematian itu memang amat sangat menyakitkan. Setidaknya
bagi keluarga yang ditinggal.
Beberapa tahun lalu kami melayat teman sekampus yang
lebih dahulu dipanggil Tuhan. Teman ini kepala keluarga yang
sangat mengasihi anak dan istrinya. Dia meninggal setelah
sakit beberapa tahun. Keluarga sudah membawanya berobat
sampai ke Singapura, Penang, dan Cina. Tapi toh akhirnya
tidak tertolong.
Pada malam penutupan peti istri almarhum mengucapkan
kata-kata yang tidak akan kami lupakan sampai sekarang,
“Hati saya sedih sekali sampai sakit rasanya. Tapi bukan
kepergiannya yang membuat sakit, karena saya tahu dia
pergi ke surga. Tapi mengingat kebaikan, kasih, dan sayang
almarhum serta pengorbanannya yang luar biasa untuk saya
dan anak-anak, itu akan selalu membuat saya merindukan
dia.”
Berpisah selamanya dengan orang yang kita sayangi
adalah penderitaan yang tidak tertahankan. Inilah sakitnya
kematian itu. Saya tidak akan mendengarkan lagi suaranya
atau humornya yang segar. Ke mana saya harus pergi jika

57
Masalah-masalah dalam Keluarga

saya ingin berdiskusi dengan dia? Membayangkannya saja


membuat sebagian diri saya serasa hilang.
Kita harus pahami proses duka ini dan berempati.
Umumnya rasa sakit itu berlangsung sampai enam bulan,
kalau lebih, perlu bantuan konseling.

Proses Berduka (Kũbler-Ross, 1969)


Elizabeth Kũbler-Ross dalam bukunya On Death and Dying
menuliskan lima tahap dukacita. Yang dimaksud di sini bukan
saja dukacita karena kematian, tetapi juga berduka karena
kehilangan pekerjaan, anak, pasangan affair, kematian orang
tua, dan kesulitan hidup yang berat. Tahapan itu dijelaskan
Kũbler-Ross demikian:
a. Penolakan (denial). Ini adalah sikap pada umumnya
individu memperoleh kabar duka. Dia tidak percaya,
menolak informasi.
b. Tahap kemarahan (anger). Di sini individu dihantam
gelombang kemarahan yang dahsyat. Dia dapat memaki,
menangis, mau membalas dendam. Dia marah kepada
Tuhan, dia menganggap Tuhan jahat karena membiarkan
hal buruk terjadi kepadanya.
c. Tahap tawar menawar (bargaining). Dia berjanji
melakukan hal positif, jika suaminya kembali kepadanya,
misalnya. Atau berjanji memberi persembahan untuk
pembangunan rumah Tuhan andai anaknya sembuh. Dia
akan lebih memperhatikan rumah atau bahkan keluar dari
pekerjaan demi merawat sang anak yang sakit terminal.
d. Tahap depresi (depression). Di sini gairah hidup berkurang,
malas merawat diri, hilang nafsu makan, menyalahkan
diri untuk dukacita yang terjadi.

58
Masalah-masalah dalam Keluarga

e. Tahap penerimaan (acceptance). Pada akhirnya ada


perkembangan positif. Individu menerima keadaan itu.
Ada 2 macam penerimaan:
a) penerimaan intelektual
b) penerimaan emosi

Diskusikan
a. Apakah Anda punya pengalaman berpisah dengan orang
yang Anda sangat kasihi?
b. Bagaimana Anda memproses kehilangan ketika itu?
c. Jika kehilangan itu masih meninggalkan duka yang dalam,
carilah pertolongan profesional.

6. Bersikap Benar Saat Pasangan


Selingkuh
Selingkuh adalah fenomena umum di sekitar kita. Sebagian
klien pria malah berterus terang pada pasangannya bahwa dia
(lebih) mencintai selingkuhannya daripada istrinya sendiri.
Tentu istri yang mendengar pengakuan demikian sangat
shock dan bingung bersikap. Tulisan ini bertujuan membantu
bagaimana bersikap saat pasanganmu sudah berterus terang
mengenai hubungannya dengan wanita atau pria lain. Sikap
yang benar diperlukan agar ketidaksetiaan pasangan jangan
sampai membuat pernikahan itu berakhir.
Yang dimaksud selingkuh di sini adalah adanya hubungan
emosi dan ikatan fisik secara mendalam, disertai komitmen
terbatas, baik untuk bertemu secara rutin atau tidur bersama
yang disepakati kedua belah pihak. Biasanya, saat suami atau
istri berterus terang soal perselingkuhannya, konflik dengan
pasangan yang sah sudah kronis, sering, dan lama. Istri atau

59
Masalah-masalah dalam Keluarga

suami dari pasangan yangselingkuh umumnya meminta


supaya hubungan tadi dihentikan. Namun makin dituntut,
cinta gelap itu makin menjadi. Akibatnya, komunikasi yang
dibangun berbasis saling tidak percaya, dengan hati yang
terluka, memperburuk relasi yang sebenarnya sudah lama
rapuh. Respek sudah jatuh ke titik nol. Cinta sudah lama tidak
dirawat, tawar dan hambar.
Secara umum penyebabnya adalah saat usia perkawinan
bertambah, tidak ada upaya merawat cinta. Suasana komuni­
kasi membosankan, intimasi melemah. Ngobrol atau makan
bersama menjadi barang mewah. Apalagi rekreasi, hampir
tidak pernah. Suami atau istri tanpa sadar larut dalam
pekerjaan. Belum lagi, kesibukan sosial dan pelayanan di
gereja. Kegiatan ini malah dijadikan pelarian dari kebosanan
di rumah.
Konflik dihindari dan dibiarkan karena masing-masing
merasa sudah capek. Akibatnya kemarahan dan kekecewaan
menumpuk. Saat meledak, terjadilah komunikasi yang saling
menyerang. Luka semakin dalam. Keduanya malas pergi ke
konselor, sebab sudah putus asa dan merasa tidak akan ada
gunanya.
Di tengah situasi konflik ini, salah satu dari mereka (atau
keduanya) bertemu dengan lawan jenis yang memberikan
sesuatu yang lebih. Bisa jadi itu berupa telinga untuk
mendengarkan curhat, sikap yang lemah lembut, atau bentuk
perhatian lain, seperti makanan atau pertolongan. Jika
gayung bersambut, maka kebersamaan ini menjadi asyik,
mendebarkan, dan sulit dihentikan; apalagi jika sudah terjadi
sexual attachment.
Umumnya pasangan yang sah akan merasakan perubahan
itu, kemudian berusaha bertanya baik-baik. Mungkin cara
bertanya istri atau suaminya menimbulkan perasaan tertuduh

60
Masalah-masalah dalam Keluarga

bagi yang selingkuh. Bisa juga perasaan bersalahnya beralih


menjadi kemarahan, persis remaja yang ketahuan pacaran
atau merokok pertama kali. Dia merasa ada yang mengganggu
kesenangannya. Maka konflik tidak terhindarkan.
Pertanyaan yang tidak terjawab, ditambah lagi kecurigaan
yang bertumpuk, akan melemahkan kepercayaan. Ini membuat
konflik menjadi stabil. Topiknya itu-itu saja. Ketika akhirnya
pengakuan tercetus, jalan keluar sepertinya tidak ada lagi.
Pertengkaran menjadi kasar, dan ancaman dilontarkan.
Akibatnya, anak-anak menjadi korban. Mereka bingung
melihat cara berkomunikasi orang tuanya yang dingin dan
saling menyakiti. Kadang anak-anak merasa bersalah, dan
berpikir mungkin mereka yang menjadi penyebab orang
tuanya bertengkar. Persepsi mereka tentang pernikahan
menjadi buruk. Diam-diam mereka menyimpan kemarahan
dan kepahitan serta rasa tidak percaya pada orang tua. Di
sekolah mereka menjadi malu dan minder, mengingat kondisi
orang tuanya. Kalau sudah remaja, mereka enggan pulang ke
rumah. Anak-anak merasa rumah laksana neraka yang tak
layak dihuni. Kalaupun di rumah, mereka memilih diam di
kamar, membenamkan diri pada gadget, internet dan game.
Suami-istri yang egois ini tidak mau tahu lagi akibat
buruk yang menimpa anak-anak. Orang tua yang terluka pasti
tak berdaya merawat anaknya sendiri. Mereka seperti induk
ayam, yang hanya bisa mencari dan menyediakan makanan
bagi anak-anaknya. Tapi sudah tak sanggup memberi emosi,
waktu dan hati buat anak.

Bagaimana Bersikap?
Jika selama ini cara yang Anda lakukan masih gagal, cobalah
pendekatan baru ini.

61
Masalah-masalah dalam Keluarga

Pertama, jangan musuhi selingkuhan suami atau istri


Anda. Jadikan mereka “teman” sementara. Sebab jika Anda
memusuhi orang yang dicintai pasangan Anda, itu sama saja
Anda berada di posisi berseberangan dengan suami atau istri
Anda. Dia makin membela selingkuhannya.
Kedua, jangan sok membicarakan moral dan agama de­
ngan pasanganmu. Umumnya dia sendiri tahu bahwa ini salah
tapi tidak berdaya keluar dari jerat relasi itu. Dia yakin Anda
punya andil dalam keadaan ini, atau menjadi bagian dari ma-
salahnya. Memberi nasihat pada pasangan hanya menambah
konflik. Ingat, pasanganmu yang sedang menyeleweng itu se-
dang “abnormal” emosi dan cara berpikirnya.
Ketiga, sampaikan perasaan kecewa Anda secara asertif
pada pasangan. Jangan terlalu sering, alias berkala. Cari waktu
yang tepat, dan cara yang pas.
Keempat, pastikan Anda tetap menjalankan fungsimu
sebagai istri atau suami yang bertanggung jawab. Jangan sampai
ada celah untuk dia menyalahkanmu, lalu menjadikanmu
sebagai kambing hitam dari kesalahan yang dibuatnya.
Kelima, hindari konflik di depan anak-anak. Jangan
sampai menyerang atau menyalahkan papa/mama mereka.
Itu hanya menimbulkan luka dan menambah masalah.
Pasanganmu akan terpojok dan harga dirinya hancur di depan
anak-anak.
Keenam, jangan mengadu pada keluarga dekatmu kecuali
atas kesepakatan bersama. Ini menambah rasa tidak percaya
pasanganmu. Dia kehilangan muka jika bertemu dengan
kerabatmu. Ia pasti disalahkan keluargamu. Ini menyakitkan.
Ketujuh, carilah konselor atau mediator yang netral, yang
membantu Anda menjalani proses ini dengan bijak. Hindari
curhat atau minta pendapat pada sahabat Anda yang tidak

62
Masalah-masalah dalam Keluarga

paham menangani masalah ini. Jangan-jangan, nasihatnya


akan menyesakkan Anda dalam bersikap.
Kedelapan, usahakan berdoa dan mendekatkan diri
dengan Tuhan. Percaya bahwa masalah ini akan ada akhirnya.
Dengan tenang dan dapat berdoa, ada jalan Tuhan campur
tangan dalam masalah Anda. Tapi jika Anda sibuk turun
tangan mau menyelesaikan sendiri dengan caramu, malah
menambah masalah.
Kesembilan, belajarlah dengan membaca buku-buku
yang baik tentang perkawinan. Buku yang baik bisa memberi
ada masukan berharga dan bijaksana. Agar anda mampu
bersikap bijak saat masalah ini belum selesai.
Kesepuluh, berilah pasanganmu selalu kesempatan kedua,
menunggu dia bertobat dan menyadari kesalahannya. Bukan
dengan cara instan, tapi membiarkan proses berjalan alami.
Sebagian klien kami akhirnya bosan dengan selingkuhannya.
Mereka kembali pada istri/suaminya karena menyadari
pasangannya ternyata jauh lebih baik. Dalam buku kami
berjudul “Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan”, proses ini
dijelaskan.
Kesebelas, jika kesalahan pasangan tidak hanya selingkuh,
melainkan ada kekerasan fisik maupun psikis, pengabaian
tanggung jawab dan sebagainya, maka perlu sikap melindungi
diri. Memikirkan alternatif “pisah sementara”, mencari
perlindungan sambil meminta pihak ketiga untuk mediasi.
Keduabelas, jika proses di atas tidak berjalan dengan baik
maka perlu dipertimbangkan untuk konsultasi rutin dengan
pihak yang disepakati bersama untuk memikirkan langkah
langkah lebih jauh. Namun hal ini sulit djabarkan di sini. Ini
semua perlu dibahas di ruang konseling atau dilatih dalam
retreat khusus.

63
Masalah-masalah dalam Keluarga

Contoh:
Cara Susi Menghadapi Heru
Susi adalah teman baik saya. Kami sudah lama tidak bertemu
ketika tiba-tiba dia dan suaminya datang ke rumah. “Tadinya
mau bikin kejutan untuk kalian,” katanya, “tapi kok Julianto
nggak di rumah.”
Maka siang itu kami ngobrol ke sana-ke mari, bernostalgia,
tertawa dan bercerita. Entah bagaimana, cerita kami sampai
pada suatu ide untuk menulis buku tentang pria puber ketiga.
“Kalian punya pengalaman?” saya menantang.
Susi memandang Heru, kemudian menatap saya, lantas
dia mulai cerita.
Beberapa bulan lalu, Susi merasa Heru agak berubah.
Kalau biasanya Heru selalu meminta Susi mengecek pesan-
pesan singkat di HP-nya, kali ini HP-nya selalu disimpan
dalam kantong. Heru juga kerap menjauhi istrinya jika
menerima telepon. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
Perubahan lain yang diamati Susi adalah Heru nampak riang.
Mereka sudah menikah 25 tahun. Awalnya mereka
berkenalan di organisasi mahasiswa Kristen. Heru lebih tua
4 tahun. Susi berprofesi sebagai guru dan Heru wirausaha.
Mereka dikaruniai 3 anak, dua yang terbesar sedang menye­
lesaikan studi sambil bekerja part-time. Secara ekonomi
keluarga ini nampak mapan. Delapan tahun lagi Susi pensiun
sebagai PNS. Setiap masa libur sekolah, Susi dan Heru selalu
bersama-sama mengembangkan usaha mereka. Selain itu,
pasangan ini cukup aktif di gereja. Mereka juga seringkali
diundang sebagai pembicara di berbagai seminar.
Susi mencoba menganalisis alasan suaminya berubah.
Hatinya mengatakan sesuatu terjadi diri suaminya. Dia

64
Masalah-masalah dalam Keluarga

berpikir: usia 48 dan mapan, apakah suaminya sedang tertarik


pada wanita lain? Sejak kapan dan siapa pesaingnya sekarang?
Tiba-tiba Susi teringat beberapa waktu lalu Heru
menghadiri reuni kampusnya. Pulang dari reuni Heru
bercerita bahwa dia bertemu mantan pacarnya. Wanita itu
belum menikah sampai sekarang. Dia bekerja di BUMN,
jabatannya cukup tinggi. Apakah suaminya dan wanita itu
kembali menjalin kebersamaan mereka?
“Saya merasa cemburu,” cerita Susi, “saya bingung.
Apakah saya harus bertanya ke dia? Nanti kalau saya nampak
curiga, kan Heru bisa marah. Saya seperti tidak percaya dia.”
Saya memandang Heru yang mengikuti percakapan
kami. Dia nampak senyum, tetapi tidak bisa menyembunyikan
ketegangan di wajahnya.
Menghadapi situasi ini, Susi memutuskan diam. “Saya
mau lihat, sampai mana sih dia mau nyoba? Mau selingkuh?
Apa dia mau mengorbankan keluarga dan nama baiknya
selama ini?”
“Itu yang saya suka dari Susi,” kata Heru memotong cerita
istrinya. “Susi itu orangnya nggak reaktif. Coba kalau dia jadi
polisi atau nanya-nanya ini-itu pada saya. Kami pasti sudah
berantem. Mungkin saja saya malah makin gila dengan si
mantan itu.”
Keuntungan Susi dan Heru adalah mereka cukup saling
mengenal. Susi tahu hal-hal yang tidak disukai Heru, sehingga
walaupun perasaannya sakit, Susi bertindak bijaksana.
Dia tidak mengikuti kata hatinya. Susi bertindak menurut
pengenalannya terhadap Heru. Dia bersikap seperti tidak ada
apa-apa. Relasi mereka tetap baik. Itu yang ingin dipelihara
oleh Susi. Dia menunggu Heru yang mulai berbicara.
Namun, ketika waktu dirasa sudah cukup dan Heru tidak
juga membuka dialog, Susi memutuskan bertindak.

65
Masalah-masalah dalam Keluarga

“Sebenarnya hati saya juga nggak tentram,” Heru


menimpali. “Di satu sisi saya kok feeling, istri saya tahu. Tapi kok
dia nggak marah ya? Kok dia sepertinya kasi saya kesempatan.”
Heru diam sebentar, kemudian menceriterakan bagai­
mana awalnya sehingga hubungannya dengan mantan
pacarnya tersambung lagi. Katanya, ”Habis reuni itu si mantan
(saya sebut saja namanya “si mantan” ya, kata Heru) hubungi
saya. Kan waktu reuni kami sempat tukar-tukaran nomor
HP. Dia yang duluan kontak. Saya senang juga ada yang kasi
perhatian. Saya balas. Kadang-kadang dia telepon. Sekali-dua
kali mantan saya itu ngajak kopi darat. Saya pernah iyakan.
Kami ketemu di sebuah kafe (waktu mengatakan itu, Heru
melirik Susi, “Soal ini aku belum cerita ke kamu.”). Kami cuma
ngobrol sih. Saya juga nggak ngantar dia pulang. Kita datang
sendiri-sendiri dan pulang masing-masing.
“Berapa lama ngobrolnya, Yang?” Susi memotong cerita
Heru.
“Sekitar dua jam-anlah,” jawab Heru, “tapi tahu nggak,
selama ngobrol itu saya benar-benar nggak tenang. Saya takut
kalau ada yang kenal saya. Saya jawab apa ya, kalau ada yang
bilang ‘ini siapa’? Aduh! Sejak itu saya memutuskan nggak
mau kopi darat lagi.”
“Tapi sejak itu kamu masih kontak-kontakan?” tanya Susi
pada suaminya.
“Iya masih, sampai kamu ajak bicara itu. Akhirnya
saya berpikir, habis waktulah. Untuk apa juga? Nggak ada
tujuannya, kecuali bikin hati deg-degan, nggak enak sama istri,
takut ketahuan orang.”
“Cerita dulu, Sus. Bagaimana kamu mulai bicara sama
Heru? Dia nggak marah waktu kamu singgung mantannya?”
tanya saya.

66
Masalah-masalah dalam Keluarga

“Kayaknya sih kami memang sudah siap saling bongkar,”


kata Susi, “aku sudah nggak tahan, dianya juga. Jadi waktu aku
ajak ngobrol, dia langsung oke aja. Kami ngobrol di taman
waktu itu. Aku nggak siap ngobrol di rumah, takut anak-anak
tahu. Di kamar juga nyesek. Di resto atau kafe, takut ketemu
teman, nanti malah nggak selesai.”
Mereka mencari tempat kondusif untuk membicarakan
hal penting ini. Di kota mereka ada sebuah hotel besar dengan
taman yang apik. Mereka ngobrol di sana …

“Aku merasa ada sesuatu di antara kita belakangan ini,”


Susi memulai percakapan. “Kamu mau cerita?”
Heru terdiam sesaat. Berat sekali baginya untuk
mendahului, apalagi mengakui bahwa dia salah, bahwa dia
menyalahgunakan kepercayaan istrinya. Dia juga bingung
karena sebenarnya dia tahu tidak ada alasan baginya untuk
berpaling dari Susi. Heru sangat yakin bahwa Susi adalah
anugerah Tuhan baginya. Mereka menjalani 25 tahun
pernikahan dengan baik dan kompak. Kalaupun ada konflik,
itu dianggapnya biasa. Siapa sih pasangan yang tidak pernah
konflik!
“Oke,” akhirnya Heru menemukan suaranya kembali.
“Aku minta maaf untuk perilakuku yang belakangan ini bikin
kamu bingung. Habis reuni kampus beberapa bulan lalu,
mantanku itu SMS, nanyain kabar. Iseng-iseng, aku balas.
Eh, dia balas lagi. Gitu deh. Makin lama, makin terbuka. Dia
pernah nelpon, cerita apa saja yang terjadi sesudah kita nggak
sama-sama lagi. Aku kasihan juga sama dia, beberapa kali
mau nikah nggak jadi.”
Perasaan kasihan pada mantan pacarnya membuka hati
Heru. Mulanya “ingin tahu”, jadi “kasihan”. Kemudian bersedia
jadi “teman curhat” yang memunculkan “simpati”. Lama-

67
Masalah-masalah dalam Keluarga

lama dia jadi menikmati situasi itu, senang karena ada yang
memperhatikan, dan merasa dibutuhkan. Sedangkan dari Susi
dia sudah mendapatkan hal-hal yang dia butuhkan, rasanya
semua berjalan mekanis, tidak ada yang perlu diperjuangkan.
“Akhirnya aku menyadari, ada yang lebih penting aku
perjuangkan,” kata Heru, “yaitu menjaga hati dan perasaanku
tetap pada kalian, pada istri dan anak-anakku, pada keluargaku.
sebelum aku berterus terang pada kamu, perasaanku ndak
karuan, gelisah. Rasanya mau marah saja. Untung kamu cukup
ngerti dan sabar menghadapi aku.”

“Aku jadi tegang,” saya berkomentar. “Terus, bagaimana


kamu nanggapinya, Sus?”
“Aku nggak terlalu kaget mendengar pengakuannya,
karena sudah kuperkirakan sebelumnya. Rasanya sakit juga,
ada yang nyaingi, gitu. Tadinya aku berpikir, apa ya salahku?
Mengapa suamiku jatuh dalam godaan yang seperti ini?” kata
Susi. Dia ingin sekali menuntut penjelasan dari Heru.
Tapi Susi sudah menyiapkan diri. Ketika dia mengajak
suaminya ngobrol, dia sudah memutuskan dalam hati: harus
menahan diri, tidak ngotot, tidak menyalahkan. Lebih baik
jadi pendengar yang baik. Menurut Susi, sebenarnya hatinya
bergejolak. Tapi yang paling menolong adalah pikiran bahwa
“sebenarnya Heru suami yang baik dan bertanggung jawab.
Mereka sudah bersama selama 25 tahun. Kalau sekali ini Heru
tergelincir, dia perlu maklum.”
Mereka mengakhiri pertemuan itu dengan baik. Ada
pengenalan yang lebih dalam satu dengan yang lain. Heru
menyadari bahwa dia punya sisi kelemahan yang harus dia
waspadai. Dia bersyukur bahwa Susi membantunya. “Susi
itu benar-benar istri yang pas untuk saya. Saya orangnya
nekat dan saya tidak suka ditanya-tanyain,” kata Heru sambil

68
Masalah-masalah dalam Keluarga

tertawa pada istrinya. “Eh, dia nggak nanya, nggak menyerang.


Saya jadi lebih enak bicara dengan dia. Sekarang kalau orang
undang kami untuk bicara soal pasutri, kami tidak segan
berbicara tentang hal ini. Kami terbuka saja. Tapi justru dengan
demikian orang lain lebih bebas membagikan pengalaman
mereka.”
Susi mengatakan, kita tidak boleh terlena dalam kema­
panan dan ketenteraman, harus siap-siap menghadapi
kemung­kinan terburuk dalam perkawinan. Kalau kita merasa
tidak ada tantangan lagi, kita perlu waspada. Jangan menyerah
pada kemapanan.
Bagaimana soal kepercayaan? Berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk membangun kembali kepercayaan kepada
suami?
“Agak sulit menjawabnya,” kata Susi, “tapi saya memang
perlu waktu. Yang tidak mudah itu menghilangkan perasaan
curiga. Saya terus-terusan ingatkan diri saya: kalau dia mau
nyeleweng, dia bisa bikin di mana saja. Itu keputusan dia,
bukan kesalahan saya. Heru suami yang baik. Suatu kali,
waktu saya sedang terganggu sekali dengan perasaan-perasaan
negatif saya, Tuhan mengingatkan kata-kata Ayub, ‘Apakah
kita hanya mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak
mau menerima yang buruk?’ Ayat itu menguatkan saya.”

Diskusikan
a. Evaluasi pernikahan Anda. Apakah Anda merasa
semuanya baik-baik saja? Jelaskan.
b. Bagaimana Anda menyiapkan diri andai suami atau istri
Anda mulai tertarik pada orang lain?

69
Masalah-masalah dalam Keluarga

7. Depresi dan Pikiran Bunuh Diri


Pada September 2019 kita dikejutkan oleh berita Pdt. Jarrid
Wilson, seorang pendeta yang sangat potensial, meninggal
bunuh diri karena depresi. Wilson adalah pendiri salah satu
organisasi nirlaba yang bergerak di bidang kesehatan mental.
Wilson terbuka tentang depresinya sendiri, dia juga sering
memuat di akun media sosialnya tentang pertempurannya
menghadapi depresi.
Saya dibesarkan Ayah yang pecandu alkohol dan tergan­
tung obat antidepresan lebih dari 20 tahun. Karena depresinya
dalam, Ayah saya menderita insomnia kronis. Ia tidak bisa
tidur tanpa obat. Ibu saya juga sama, depresi berat selama
belasan tahun. Agar bisa tidur, ibu saya minum alkohol setiap
malam.
Karena dibesarkan orangtua yang depresi, tidak heran
di usia 20, saya sulit mengelola perasaan negatif dan ujung-
ujungnya ingin mati saja. Ketika itu saya baru masuk sekolah
teologi. Saya merasa banyak tekanan, mood sangat jelek, merasa
cemas dan takut menghadapi masa depan. Saya juga mudah
sekali tersinggung hanya untuk masalah kecil. Konsentrasi
belajar sangat rendah dan selera makan buruk. Setiap kali
doa malam, saya dan beberapa teman berbagi pengalaman
keinginan atau pikiran bunuh diri. Hal ini juga membuat saya
sulit untuk tidur selama lebih dari dua tahun.
Riwayat depresi saya kambuh lagi saat saya mengundurkan
diri sebagai gembala atau pendeta jemaat di tahun 1996.
Selama dua minggu saya lebih banyak berkurung di kamar,
dengan gejala yang sama. Mood sangat negatif, mudah marah,
sulit tidur, kehilangan selera makan, serta malas bertemu
orang, bahkan teman terdekat.

70
Masalah-masalah dalam Keluarga

Tahun 2007, lembaga yang kami dirikan maju pesat, tapi


finansial dan tenaga sangat terbatas. Banyak klien datang,
dari kota-kota bahkan luar negeri. Karena konselor terbatas
saya banyak menangani klien sendirian. Akhirnya burnout;
saya merasa kelebihan beban. Muncul pikiran menyalahkan
Tuhan, dan tidak menyukai hobi yang biasanya menjadi
aktifitas sehari-hari. Keinginan mati muncul kembali.

Saya Punya Bekal


Saya bersyukur dengan latar belakang sekolah konseling tahun
1989-1991 lalu 1996-1999, saya dapat melakukan self healing.
Ramuan yang saya pakai menolong klien, saya terapkan pada
diri sendiri. Saya tidak minum obat, yang berat ini juga tidak
terlalu mengganggu aktifitas harian saya. Tapi anak bungsu
kami harus mengunjungi beberapa psikolog dan psikiater
untuk pemulihannya, dan dia sembuh. Pengetahuan, skill
konseling dan pengalaman sebagai konselor membuat saya
menemukan resep untuk membantu diri sendiri saat tekanan
hidup datang bertubi-tubi, sehingga semua dapat dilewati
dengan baik.
Pengalaman hidup saya menumbuhkan perasaan empati
kepada mereka dan keluarga yang bermasalah dengan
kesehatan mental yang buruk, terutama depresi. Maka, sejak
2001 saya mengkhususkan diri dalam konseling keluarga dan
kesehatan mental. Pengetahuan itu juga bermanfaat ketika
mendampingi kedua putra kami sempat depresi beberapa
waktu lamanya.

Diskusikan
a. Pernahkah Anda mengalami tekanan yang amat berat
sehingga terpikir untuk mengakhiri hidup? Jelaskan.

71
Masalah-masalah dalam Keluarga

b. Kalau pernah, ambil waktu untuk mengingat kembali


peristiwa itu: penyebabnya dan siapa saja yang terlibat
dalam kejadian itu.

Akar Depresi
Hasil penelitian Universitas Harvard tentang Perkembangan
Orang Dewasa menemukan hubungan gangguan jiwa de­
ngan pola asuh. Anak yang dibesarkan tanpa kasih sayang,
ditemu­kan lima kali lebih banyak yang menderita gangguan
kesehatan jiwa, terutama depresi. Mereka cenderung memilih
hidup menyendiri, memisahkan diri dari persahabatan. Seba­
gian meninggal karena perilaku yang tidak sehat, terma­suk
akhirnya bunuh diri.
Sebaliknya, mereka yang dibesarkan dengan kasih sayang
dan bahagia di masa kecil, umumnya terlindung dari depre­
si, adiksi serta gangguan mental lainnya. Kehidupan mereka
lebih kaya dengan hubungan (relasi) dan sukacita. Mereka
lebih mampu menyeimbangkan tugas dan kewajiban dengan
melakukan rekreasi yang menyenangkan. Ditemukan juga
mereka suka menjalin dan membangun hubungan serta
mendapat sukacita dari relasi itu.
Selain pentingnya dibesarkan dengan kasih sayang, kami
menemukan klien yang bermasalah dengan gangguan depresi
atau kecemasan karena berada dalam sistem keluarga yang
sakit, tidak sehat dan disfungsi. Mereka melihat hubungan
orangtua yang buruk dan banyak konflik. Akibatnya setelah
mereka dewasa dan menikah, mereka mengadopsi pola yang
sama, sistem yang sakit. Apalagi jika orang tua sampai bercerai.
Mereka meniru komunikasi yang buruk, menghasilkan emosi
yang tidak stabil. Akibatnya salah satu pasangannya frustrasi.
Mereka membawa trauma perceraian atau konflik yang
parah dari perkawinan ortu mereka. Miskinnya komunikasi

72
Masalah-masalah dalam Keluarga

dan keintiman dari keluarga asal juga diadopsi sehingga


sulit mengembangkan keintiman dalam pernikahan mereka
sendiri.

Mengapa Pendeta Depresi?


Apakah dengan menjadi Pendeta, saya ataupun Jarrid Wilson
otomatis kebal dengan depresi? Tentu tidak. Depresi sama
dengan penyakit fisik yang mungkin sudah dibawa sejak kecil.
Masalahnya penyakit fisik lebih mudah kita sadari. Kita akan
cepat cari obat dan bantuan dokter. Tidak demikian halnya
dengan depresi dan kecemasan. Selain faktor biologi dan
herediter, depresi umumnya dimulai dari masa kanak-kanak
yang kurang kasih sayang, mengalami penolakan, kehilangan,
pelecehan atau trauma lainnya. Inilah yang menjadi faktor
penyebab utama (predisposisi). Ini menjadi sumber potensi
utama kelak depresi itu menjadi berat di usia dewasa.
Faktor predisposisi dipengaruhi dua hal lainnya: faktor
kontribusi dan pencetus.
Penyumbang utama adalah pola asuh yang buruk, relasi
yang tidak sehat dalam keluarga, konflik, prestasi akademis
buruk, kemiskinan dan gizi yang parah, komunitas dan
lingkungan yang tidak sehat termasuk pergaulan yang buruk.
Lalu pencetus depresi bisa beragam: putus pacar, kegagalan
dalam studi atau pekerjaan, perasaan bersalah dan rasa
malu yang berat paska jatuh dalam dosa tertentu. Bisa juga
kehilangan pasangan atau anggota keluarga yang dikasihi.
Potensi depresi dibawa sejak kecil, dan tidak otomatis
hilang karena seseorang menjadi pendeta atau aktif melayani
di gereja. Doa juga tidak serta merta bisa mengusir depresi.
Ini ada dalam tubuh atau fisik, juga pengalaman, perasaan,
dan pikiran; bukan semata-mata spirit yang bisa ditengking
begitu saja. Mereka yang kemudian masuk sekolah Alkitab

73
Masalah-masalah dalam Keluarga

lalu menjadi pendeta tidak kebal dengan gangguan depresi.


Sama seperti halnya setiap kita dapat sakit perut karena salah
makan. Siapapun kita, kalau salah mengelola stres, tekanan
dan konflik hidup, kita akan dapat depresi. Termasuk kita yang
kurang mampu membagi waktu, sehingga kurang istirahat dan
terlalu sensitif dengan konflik. Kita rentan dengan gangguan
ini.

Diskusikan
a. Dari bacaan di atas, temukanlah aspek-aspek pola asuh
masa kecil Anda yang menjadi akar (predisposisi) tekanan
mental Anda saat ini.
b. Apakah ada faktor kontribusi dan pemicu depresi Anda?
Jelaskan.
c. Jika Anda masih sering mengalami pikiran bunuh diri,
carilah bantuan konselor.

8. Mendampingi Lansia
“Ujung dari keintiman perkawinan bisa berujung kejam
dan pahit bagi seorang Pria. Saat isteri meninggal, para pria
umumnya tidak bisa mengatasi kesendiriannya dengan baik.”
Dari tahun ke tahun, jumlah orang lanjut usia (60 tahun
ke atas) makin meningkat. Tahun 1970 ada 5,3 juta orang,
1990 menjadi 12,7 juta orang, dan 2010 menjadi 24 juta jiwa.
Jumlah orang lanjut usia (lansia) di Indonesia menduduki
nomor empat di dunia, setelah China, India dan USA.
Beberapa wilayah di Indonesia akan mengalami ledakan
penduduk lanjut usia pada 2010 hingga 2020. Jumlah lansia
diperkirakan naik mencapai 11,34% dari jumlah penduduk di
Indonesia. Jumlah yang sangat besar! Di Indonesia harapan

74
Masalah-masalah dalam Keluarga

hidup rata-rata mencapai 72 tahun. Untuk perempuan sedikit


lebih panjang.
Salah satu masalah yang muncul dalam konseling
keluarga adalah mendampingi klien dengan keluhan orang
tua mereka yang lansia dan sering sakit. Keluarga merasa
dilematis, apakah merawat sendiri orang tua yang sudah
sepuh atau memasukkan ibu atau ayah atau nenek-kakeknya
ke Panti Jompo. Sering muncul konflik antara anak dengan
orangtua, antara yang bersaudara kandung. Kadang satu sama
lain saling mengaku, bahwa dirinyalah yang paling peduli
pada orang tua, lainnya tidak.

Meninggal di Usia Sepuh


Mereka yang berusia 80-90-an tahun memiliki kepastian
yang lebih tinggi untuk ditinggal mati oleh pasangannya
dibandingkan mereka yang berusia 30-an. Namun bukan
berarti kematian di usia 90 ini dirasakan sebagai sesuatu
yang lebih mudah. Ditinggalkan pada usia setua ini akan
lebih sulit, sebab kesempatan untuk menikah lagi lebih
kecil. Maka kemungkinan merasa kesepian jauh lebih
besar. Saat isteri meninggal, para pria umumnya tidak bisa
mengatasi kesendiriannya dengan baik. Pada saat seorang
ibu menikah kembali, keluarga akan tetap berjalan. Seorang
ibu akan memastikan hal ini. Namun pada saat seorang ayah
menikah kembali, keadaan keuangan menjadi tidak aman dan
pernikahan seorang ayah akan meletakkan hambatan antara
ayah dan anak-anaknya sebab ayah akan bergabung dengan
keluarga isteri (baru)-nya. Anak-anak juga menghadapi
keadaan yang sulit pada saat menemukan orang tuanya hidup
sendirian, siapa yang akan mengurus. Saling menuduh antara
anak-anak akan timbul di sini.

75
Masalah-masalah dalam Keluarga

Ada beberapa pergumulan lansia menjelang meninggal


dunia. Di antaranya, bagaimana mengatasi berbagai kesulitan
yang muncul, sebab dia seakan-akan merasa duduk di
satu tempat di mana semua “burung pemakan bangkai”
sedang menunggu kematiannya. Anak dan mantu akan
memperebutkan warisan. Apalagi jika selama ini anak-anak
kurang akur.

Sindrom Lansia
Keluarga merasa kesulitan saat orang tua mereka mulai berusia
lanjut. Orang tua menjadi sangat kuatir akan kesehatannya
padahal dia sehat-sehat saja. Orang tua juga suka berbicara
tentang masa lalu, selalu menuntut perhatian atau minta
didengarkan. Orang tua mudah marah karena hal-hal sepele,
cenderung kaku dan otoriter. Biasanya setelah orang tua
mulai pikun barulah anak-anak mulai menyadari bahwa otak
orang tuanya mungkin sudah tidak lagi berfungsi dengan
baik. Mereka sadar perilaku orang tua yang mudah marah itu
mungkin merupakan usaha dia mengatasi kesulitan tersebut.
Hal lain yang menyulitkan adalah karena beberapa
dari lansia ini mulai tidak mempedulikan kebersihan diri-
sendiri, sering kehilangan benda-benda atau malah suka
menyembunyikan benda-benda. Mulai suka membicarakan
orang yang sudah lama meninggal, melantur saat sedang
berbicara, dan tidak mengembalikan gagang telepon ke
tempatnya. Dia lupa bahwa Anda baru saja menelepon
dan meributkan terus-menerus mengapa Anda tidak
meneleponnya. Dia juga mungkin punya kebiasaan aneh, suka
menaruh uang di kulkas dan suka menyimpan berkas koran
hanya karena di koran itu dia merasa ada sesuatu yang penting
baginya meskipun dia tidak bisa mengingatnya.

76
Masalah-masalah dalam Keluarga

Setiap kita akan memasuki masa itu, masa tua. Kita juga
akan menjumpai banyak kesulitan di masa ini. Di antaranya
pikiran yang berkurang, relasi yang menurun, juga kesehatan
memburuk. Raja Salomo pernah menulis, “Ingatlah akan
Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang
malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: “Tak
ada kesenangan bagiku di dalamnya!” Kita perlu menyiapkan
masa itu dengan menghidupi masa sebelumnya dengan
baik. Khususnya memiliki relasi yang baik dengan keluarga,
terutama anak-anak. Tak kalah penting mempersiapkan
finansial dan punya kegiatan yang membuat kita tidak terasing.

Mendampingi Orang Lanjut Usia


Seorang bijak mengatakan, jika orang tua kita sudah
memberikan perhatian dan kasih yang besar di awal usia kita,
maka layaklah kita memberikan kasih kita yang maksimal
di akhir hidup mereka. Mereka layak menerima hormat dan
kasih kita, lepas dari kekurangan mereka. Sebab merekalah
yang melahirkan dan mengasuh kita.
Kadang keadaan kita terbatas, maka kerjasama dan kese­
hatian dengan saudara lainnya diperlukan untuk meng­urus
orang tua yang sudah sepuh, apalagi jika menderita sakit. Perlu
diskusi yang demokratis saat memutuskan orang tua masuk ke
panti jompo. Pembagian tugas dibuat seadil-adilnya, demikian
juga proporsi bantuan finansial. Akhirnya jangan lupa, kasih
dan perhatian Anda pada orang tua akan dilihat anak-anak,
dan itu pula kelak dia tiru saat Anda menjadi sepuh. Apa yang
ditabur, itu dituai.

77
Masalah-masalah dalam Keluarga

Diskusikan
a. Sebelum orang tua Anda menjadi lansia, pikirkanlah
bagai­mana Anda merawat mereka jika mereka lansia nanti.
Bagaimana Anda melengkapi diri dalam menjalankan
tugas itu? Diskusikan dengan pasangan.
b. Jika orang tua Anda sudah sepuh, apakah ada yang perlu
Anda perbaiki dalam cara mendampingi mereka?

78
BAGIAN DUA

SALIB DI TENGAH
BADAI KELUARGA

1. Salib di Tengah Badai Keluarga


Marilah kita melakukan pertandingan iman kita dengan mata
yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman,
dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang
dengan mengabaikan kehinaan Yesus tekun memikul salib
ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk
di sebelah kanan takhta Allah.
(Ibrani 12:2)

Kita sedang menghadapi masalah dan kesulitan hidup yang


semakin terasa di masa pandemi ini. Saat buku ini ditulis,
sudah setahun empat bulan atau hampir 500 hari; dan belum
ada tanda-tanda pandemi akan berakhir. Masih terbayang
saat saya isolasi selama satu bulan di rumah dan rumah sakit.
Betapa lelah beban Saudara yang sedang berduka karena
pandemi.
Ada orang yang masalahnya sedikit, ada yang banyak.
Ada yang ringan, ada yang berat. Tapi yang mengejutkan kita
ialahfakta bahwa yang punya masalah berat adalah orang-
orang yang paling dekat dengan Tuhan. Lihat saja tokoh-
tokoh iman dalam cerita Alkitab seperti Ayub, Daud, Naomi,
dan Jusuf.

79
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Kitab Ibrani menggambarkan hidup kita bagai pertan­


dingan.
Pertanyaannya: ke mana mata kita memandang?

Keluarga adalah Paradoks


Tidak ada tempat yang membuat manusia lebih berpotensi
disakiti, selain menjadi bagian dari sebuah keluarga. Orang
tua mengasihi Anda, tetapi juga menolak. Pasangan mencintai
Anda hari ini, tetapi besok meninggalkan Anda. Anak-anak
memberi sukacita tetapi suatu hari, mereka mengecewakan
hari kita.
Tidak terbayangkan perasaan Jusuf dan Maria sebagai
orang tua Yesus saat melihat Anaknya sendiri menderita dan
mati di kayu salib. Yesus lahir dengan janji dari Malaikat,
tapi setelah dewasa, Yesus diserahkan untuk disalibkan. Sakit
rasanya, berpisah dalam keadaan yang mengenaskan, mati di
salib. Mungkin, demikian juga perasaan keluarga yang tidak
dapat ikut menutup peti mati karena protokol kesehatan
Covid-19. Ribuan jumlahnya, tak terhitung dukanya.
Keluarga adalah sumber berkat sekaligus kengerian
yang dahsyat. Mama yang melahirkan, bisa menjadi mama
yang mengerikan. Papa yang mengharapkan kelahiran kita,
juga mengabaikan. Keluarga menjadi tempat kita diterima
sekaligus ditolak, dicintai dan dibenci.
Rumah yang penuh sukacita, pada hari sama membuat
kita berurai air mata. Tempat kita menerima kebahagiaan,
sekaligus rentan dengan penderitaan.Ada sukacita dan
kengerian, ada keindahan dan keberdosaan, ada kenyamanan
dan kegelisahan. Keluarga layaknya satu sinema, tempat
pertunjukan film yang makin dinikmati karena dinamika alur
ceritanya seru; ada tawa dan kadang menguras air mata, dan
kadang juga sulit untuk ditebak.

80
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Tetapi, hal terburuk dalam hidup kita bukanlah saat kesal


pada orang tua yang kasar atau pasangan yang tidak setia.
Bukan juga melihat anak memberontak atau pakai narkoba;
bukan karena kita sakit keras, bangkrut atau gagal dalam
perkawinan. Itu semua memang sangat menyakitkan. Tetapi
hal terburuk yang bisa terjadi pada kita ialah, mati di bawah
hukuman Allah, karena tidak mengenal Kristus dan tidak
mengalami salib.

Salib dan Badai Keluarga


Apa yang membuat kita bisa menikmati keluarga meski penuh
masalah dan tragedi? Itulah salib! Saliblah yang memampukan
kita menikmati keindahan sekaligus kengerian, keadilan dan
belas kasih, kedamaian dan murka; dan semua itu ada di tempat
yang sama yakni keluarga. Dengan memandang kepada salib
Kristus, kita dapat merayakan perjalanan keluarga kita dengan
semua dinamikanya.

Ada tujuh makna dari salib Kristus bagi pemulihan


keluarga.
Di salib terjadi pertukaran, Yesus menggantikan kita.

DIA dihukum supaya kita diampuni.


Yesus dilukai supaya kita disembuhkan.
Dia dijadikan berdosa, supaya kita dibenarkan.
Anak Allah itu mati, supaya kita menerima hidup yang kekal.
Dia menjadi miskin supaya kita menerima kelimpahan-Nya.
Sang Anak Manusia ditolak, supaya kita diterima oleh Bapa.
Yesus menjadi kutuk di kayu salib, supaya berkat Tuhan turun.

81
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Dalam Galatia 3:13-14 tertulis:


“Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat
dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis,
“Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!”
Keluarga tak jarang membuat kita tersalib, mendapatkan
beban dan masalah yang berat. Keluarga didesain untuk
suatu peperangan rohani yang tidak dapat dimenangkan oleh
teknologi yang canggih tetapi hanya oleh kasih karunia Tuhan.
Karena itulah salah satu cara Allah membuat kita rendah hati
dan tergantung serta terhubung dengan Roh Kudus.

“Keluarga membentuk kita.


Kita membentuk keluarga.
Salib membentuk keduanya, yakni kita dan keluarga.”

Hikmat dan kuasa Allah tersembunyi di tempat penya­


liban, dalam cara-cara yang bisa membuat kita kadang bingung
dan takut. Salib ada untuk mengganggu dan mengacaukan
kehidupan kita yang tenang dan mapan, memisahkan kita dari
orang-orang terdekat. Tujuannya agar kita lari menjumpai
Yesus yang tersalib, mengandalkan Tuhan saja; bukan
kekayaan, kepandaian, atau pengalaman.
Pertanyaannya:
Mengapa sampai hari ini Tuhan tidak menjawab doa
untuk anak-anak kita supaya lepas dari game online? Mengapa
Tuhan tidak menjawab permohonan kita agar sembuh dari
sakit? Tuhan sering tidak menjawab doa-doa keluarga kita,
karena Dia lebih ingin memberikan kehadiran-Nya atau
diri-Nya, menemani kita dalam badai, daripada memberikan
mujizat-Nya.

82
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Martin Luther menulis, “Salib adalah tempat yang paling


aman dari semua yang ada di dunia. Diberkatilah orang yang
memahami ini!”
Keluarga membawa Anda ke salib. Di sana Anda akan
mendapati bahwa meskipun Anda tidak punya banyak harta,
tapi yang pasti Anda punya hidup yang kekal.
Alkitab tidak menjanjikan kita kemakmuran dan kete­
nangan. Tetapi Injil menjanjikan, bahwa Tuhan tidak pernah
meninggalkan atau membiarkan kita. Kita selalu ada dalam
jangkauan pemeliharaan Allah sebagai Bapa kita. Masalah itu
akan ada ujungnya, seperti Yesus berkata di kayu salib, “Sudah
selesai.” Kitapun pada akhirnya akan wisuda dari masalah-
masalah kita. Sebagian keluarga kita sudah meninggal dunia,
itu juga wisuda bagi mereka yang sudah selesai menjalani
masalah di dunia.
Keluarga kita memang penting tetapi bukan yang ter­
penting. Setan tidak pernah takut pada keluarga yang
hebat, sukses dan bahagia, iblis hanya takut kepada SALIB.
Karena itu fokus hidup kita bukanlah pada pemulihan atau
kesembuhan. Fokus kita bukanlah pada kebahagiaan, kekayaan
atau kesuksesan. Fokus kita ialah Salib Kristus. Siapa yang
memandang pada Sang Anak Manusia itu, akan mengalami
pemulihan, sukacita dan pertumbuhan yang tidak bisa direbut
oleh kondisi apa pun, termasuk saat kita gagal, jatuh, sakit,
atau difitnahkan hal-hal yang jahat.
Tidak ada keluarga yang sempurna. Bahkan keluarga
dari leluhur Tuhan Yesus pun ada pelacur, pezinah dan
pembunuh. Dalam silsilah Tuhan kita ada keluarga yang rusak
dan bermasalah. Tapi Tuhan tetap memakai keluarga tersebut.
Tidak ada yang bisa menggagalkan rencana Tuhan dalam
hidup kita. Anugerah Tuhan melampaui kegagalan manusia,
melampaui kesalahan kita.

83
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Anda dan saya adalah bagian dari sebuah keluarga -


sebuah keluarga di masa lalu, masa sekarang, dan masa depan,
meskipun kita tidak tahu nama atau wajah dari semua anggota
keluarga kita di masa lalu seperti kakek buyut kita. Tapi
keluargalah yang pernah, sedang dan akan terus membentuk
Anda dan saya. Satu-satunya tempat yang aman bagi Anda
dan saya di tengah badai hidup, adalah keluarga yang memiliki
tanda luka karena paku, yakni salib Kristus.

Diskusikan
a. Badai apa yang sedang mengancam keluarga Anda saat
ini?
b. Bagaimana Anda menerapkan kata “memandang pada
salib Kristus” dalam kesulitan Anda?
c. Bagaimana Anda memaknai kalimat Martin Luther: salib
adalah tempat paling aman dari semua yang ada di dunia?

2. Perkawinan Sebagai Perlindungan


Perubahan drastis telah melanda institusi pernikahan
dan keluarga dewasa ini. Perubahan tersebut membawa
konsekuensi yang luar biasa, antara lain mengubah perasaan,
harapan, nilai-nilai dan pola tingkah laku manusia. Perubahan
itu, secara langsung ataupun tidak, melanda keluarga. Salah
satu dimensi keluarga yang sangat dipengaruhi adalah
hilangnya relasi yang intim antara suami-istri.

Tuntutan Hidup yang Kompleks


Setting sosial masyarakat kini melahirkan masyarakat dan
keluarga yang makin individualis dan impersonal. Akibatnya
manusia makin jauh dari relasi, bahkan dari orang terdekat

84
Salib Di Tengah Badai Keluarga

sekalipun seperti keluarga. Hal ini kemudian menimbulkan


satu kehausan yang sangat besar dan mendalam akan intimasi.
Di sisi lain, manusia pada dasarnya adalah mahluk
sosial (social being). Artinya, manusia membutuhkan ikatan
(bonding) atau hubungan yang intim dengan orang-orang yang
terdekat, khususnya keluarga. Ikatan batin ini penting sebab
menjadikan seseorang tahan terhadap stres dan kecemasan.
Akibat tuntutan kehidupan dan nilai hidup yang
mengutamakan uang membuat banyak ibu harus bekerja di
luar rumah. Bekerja tentu bukan masalah, namun akibatnya
mereka menjadi kurang mempunyai waktu menciptakan
hubungan yang saling membangun dengan pasangan dan
anak-anak. Intimasi menjadi sesuatu yang langka, sekalipun
dalam pernikahan. Padahal, pernikahan dirancang untuk
menghadirkan relasi yang intim (Sproul, 1975).
Kebutuhan akan intimasi pada hakekatnya merupakan
sesuatu yang intrinsik dalam diri manusia. Seperti diungkapkan
oleh Storkey: Human beings are created for intimacy, to know
and to be known, to love and to be loved (Storkey, 1995). Jadi,
kebutuhan akan keintiman ini bukan sesuatu yang baru.
Meskipun bukan hal yang baru, kedalaman dari pencarian
akan intimasi adalah baru bagi era kita sekarang ini. Sebab
kita hidup di dalam dunia yang makin sulit dan tidak kondusif
untuk menjadi manusia sepenuhnya.
Berkurangnya waktu bersama keluarga, khususnya anak-
anak, menambah stress dan konflik tersendiri. Konflik tersebut
menurut James Levine (Levine, 1997) adalah konflik antara
‘mengutamakan kehidupan kerja atau keintiman keluarga’.
Ternyata dari beberapa penelitian yang dikumpulkan oleh
Levine, tidak hanya kaum ibu yang mengalami konflik atau
stres tersebut, tetapi juga kaum ayah. Stress berperanan
menciptakan keluarga-keluarga yang disfungsi.

85
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Keintiman Tinggi, Stres Rendah


Beberapa hasil penelitian menunjukkan keintiman berkaitan
erat dengan stress. Relasi yang intim bisa menjadi semacam
benteng bagi efek negatif dari stress. Survei membuktikan,
mereka yang intim dengan pasangan, lebih sedikit mengalami
syndrom yang berkaitan dengan stress dan paling cepat
mengatasi berbagai penyakit. Mereka juga paling sedikit
kemungkinan kumat dengan penyakitnya dibandingkan
mereka yang tidak memiliki relasi yang intim.
Untuk itu, orang yang menikah perlu belajar merawat
dan mengembangkan keintiman, sebab ini berkaitan dengan
kesehatan Anda. Secara praktis, berikanlah waktu yang cukup
bersama pasangan. Usahakan Anda menjadi teman bicara
yang menyenangkan, sedikit ada humor dan canda. Sukalah
membantu ketika pasangan membutuhkan pertolongan. Anda
tidak hanya fokus pada bisnis dan karir pribadi, sebaliknya
perhatikan pada pasangan Anda. Berusahalah memikirkan
bagamana agar pasangan Anda senang dan puas.
Merawat cinta berarti peduli, bersedia berbagi dan
menyatakan diri pada pasangan tanpa rasa takut atau berpura-
pura. Ada kerelaan memelihara pasangan dan memproteksi
kebutuhan fisiknya dengan baik. Dalam hal ini termasuk
berkorban bagi pasangan, membela pasangan saat dia
terancam. Semua ini akan memberikan pasangan Anda rasa
aman yang paling mendasar.
Bentuk-bentuk keintiman yang lain adalah (Olson and
Schaefer, 1981):
a. Keintiman emosi. Ini merupakan pengalaman kedekatan
secara perasaan, kemampuan membagikan perasaan
secara terbuka, dan mendapat perhatian penuh dari
pasangan. Wujudnya adalah kerinduan untuk bersama,

86
Salib Di Tengah Badai Keluarga

ada kesukaan ngobrol dan jalan berdua. Intinya, sediakan


waktu bermesraan secara emosi.
b. Keintiman sosial. Pengalaman memiliki teman dan
kegiatan sosial bersama-sama. Wujudnya, tidak mudah
cemburu. Sebaliknya mau akrab bergaul dengan sahabat
pasangan Anda. Menyediakan waktu ngobrol dan bertemu
dengan sahabat masing-masing.
c. Keintiman seksual (bagi suami-istri). Ini adalah
pengalaman menyatakan afeksi, sentuhan, kedekatan
secara fisik dan aktivitas seksual. Wujudnya adalah punya
rasa tertarik pada tubuh pasangan, mengalami orgasme
dan bebas dalam mengomunikasikan masalah seksual.
Tipsnya, sediakan waktu berkala menikmati hubungan
seksual dengan pasangan Anda sesuai kebutuhan dan
kesepakatan, juga kreatif melakukannya.
d. Keintiman rekreasional. Pengalaman membagi kesukaan
lewat hobi, olahraga, dan rekreasi bersama. Kemampuan
menikmati waktu senggang bersama. Rencanakan berlibur
setidaknya dua kali setahun, yang menyenangkan bagi
kedua belah pihak termasuk anak-anak.
e. Keintiman spiritual. Kemampuan menikmati persekutuan
bersama secara rohani, bertumbuh secara iman serta
saling mendoakan. Selain menikmati iman yang utuh,
perlu saling menguatkan saat pasangan dalam kondisi
tertekan dan banyak pergumulan. Anda menjadi teman
sharing menyenangkan dan menguatkan
Jika Anda bisa membangun dan merawat keintiman
di atas, maka Anda membawa kenikmatan, kepuasan
pada pasangan dan diri Anda sendiri. Anda menikmati
kegembiraan, kedamaian, ketentraman, dan minim
stress. Sebaliknya, jika Anda tidak merawat cinta dan
keintiman dapat membawa hasil yang negatif. Antara lain,

87
Salib Di Tengah Badai Keluarga

mudah sakit, banyak keluhan fisik dan psikis. Akhirnya,


perkawinan tanpa keintiman menimbulkan ketegangan
dan kesulitan yang mempengaruhi kinerja dan karier
Anda.

Berdua Lebih Baik dari Sendiri


Pada tahun 1985 dokter memberitahu kami bahwa ibu saya
(Wita) menderita kanker payudara stadium 3. Kami sangat
terkejut dan sedih. Ayah saya hanyalah dosen di sebuah
perguruan tinggi kedinasan, sedangkan kami tujuh bersaudara
masih sekolah, belum ada yang bekerja; apalagi menikah.
Yang menghibur kami adalah mama saya bersemangat
untuk sembuh. Papa saya pun mengubah sikapnya terhadap
mama. Papa menjadi lebih sabar. Walaupun kami semua bisa
menyetir, papa selalu berusaha menemani mama menjalani
kemoterapi yang menyakitkan itu. Adik-adik saya yang selama
ini cenderung cuek satu sama lain, ternyata rela mengorbankan
kepentingan pribadinya demi menolong dan menguatkan
mama. Rasanya penyakit mama mempersatukan kami
bersembilan.
Ketika akhirnya payudara mama yang sebelah kiri
terpaksa dioperasi, mama lebih banyak berbaring di tempat
tidur. Biarpun tidak banyak yang dikerjakannya secara fisik,
kami lebih suka melihat mama kami di rumah. Kalau mama
merasa kuat, saya sering ngobrol dengan dia. Mama selalu
mengatakan, “Anak-anak dan papa adalah kekuatan mama
untuk bertahan hidup.”
Saat mengingat kembali perjuangan mama menghadapi
penyakitnya, saya menyetujui kalimat di atas. Mama berhasil
bertahan lebih dari 10 tahun. Dia sempat melihat saya dan
adik saya menikah, menyaksikan kelahiran anak sulung

88
Salib Di Tengah Badai Keluarga

saya. Pernikahan membuat mama lebih kuat menghadapi


penyakitnya.
Dalam bukunya “Marital Therapy” Len Sperry dan J. Carl-
son mencatat penemuan terbaru tentang dampak perkawinan
terhadap kesehatan fisik (Sperry dan Carlson, 1991). Diteliti
juga status kesehatan mereka yang sudah menjadi duda dan
janda. Termasuk dampak perceraian terhadap kesehatan, ser-
ta kehidupan medis bagi mereka yang menikah ulang (kawin
lagi). Secara umum ditemukan bahwa perkawinan terbukti se-
bagai benteng perlindungan. Mereka yang menikah umumnya
lebih sehat. Sebaliknya keretakan perkawinan mempengaruhi
imunitas tubuh seseorang.
Penelitian lainnya menunjukkan bahwa pernikahan
mendatangkan efek positif pada kehidupan seseorang.
Di Amerika, para pria yang menikah menduduki tingkat
kematian terendah. Orang yang menikah terbukti lebih
sedikit melakukan kunjungan ke dokter dibandingkan mereka
yang sama sekali tidak pernah menikah. Ditemukan juga
mereka yang tidak menikah cenderung lebih banyak minum-
minuman keras, dan menduduki faktor risiko lebih tinggi
terkena penyakit dan mengalami kecelakaan. Di samping itu
mereka yang tidak pernah menikah dilaporkan jauh lebih
sering sakit dibandingkan orang yang menikah. Ditemukan
juga bahwa orang yang berpisah (bercerai) lebih sering sakit
dibandingkan mereka yang menikah dan yang tidak pernah
menikah. Mereka yang bercerai ditemukan jauh lebih sering
menjadi pasien rawat inap atau pasien rawat jalan di bagian
psikiatri.
Pendeknya, di antara berbagai kelompok pernikahan;
orang-orang yang bercerai dan hidup berpisah mempunyai
status kesehatan terburuk. dan paling banyak menggunakan

89
Salib Di Tengah Badai Keluarga

hak untuk ke dokter dan paling lama menjalani rawat inap di


rumah sakit.

Perkawinan Sebagai Perlindungan


Perkawinan (yang sehat) melindungi pasangan suami/
isteri dari stres. Kebiasaaan rutin, asupan gizi yang cukup,
dukungan sosial, keintiman, dan adanya alasan untuk hidup,
adalah faktor-faktor yang menyebabkan perkawinan menjadi
semacam perlindungan. Termasuk menjadi semacam benteng
stres.
Saat meneliti hampir 28.000 pasien kanker, Goodwin
(Sperry and Carlson, 1991) mencatat bahwa pasien yang
menikah mempunyai kemampuan bertahan hidup 23%
lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak menikah. Para
peneliti menyatakan bahwa bertambahnya harapan hidup
ini diperoleh dari perlindungan emosi yang dihasilkan oleh
pernikahan. Penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang
menikah, cenderung mendapatkan diagnosa kanker pada
tahap yang lebih awal, lebih sering menerima penanganan
kuratif dan pelayanan terbaik dibandingkan orang yang tidak
menikah. Perubahan gaya hidup yang diakibatkan oleh adanya
kekacauan dalam pernikahan seringkali mengakibatkan stres
psikososial yang bisa melahirkan berbagai konsekuensi serius.
Saya (Wita) teringat ketika dokter mengatakan ada myom
pada rahim saya beberapa tahun lalu. Dalam waktu beberapa
jam saja saya harus memutuskan untuk menjalani operasi
pengangkatan rahim. Yang muncul dalam pikiran saya adalah
siapa yang mengurusi (mengingat suami saya punya jadwal
kerja yang ketat), berapa banyak biaya yang diperlukan,
bagaimana keadaan saya pasca operasi, ganaskah myom saya,
dan lain-lain. Ini membuat saya cukup tegang.

90
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Ketika membicarakan soal ini dengan suami saya,


dia menenangkan hatiku, “Kamu istri saya,” katanya,
“yang penting kamu sembuh. Tenang saja.” Segera dia
membatalkan semua jadwalnya seminggu ke depan,
menemani saya ke dokter dan selama operasi, mengunjungi
saya setiap hari (dia tidak bisa menginap karena ada
anak-anak di rumah). Ketika pulang ke rumah dia
meminta anak-anak tenang agar saya dapat beristirahat.
Dukungan pasangan dan anak-anak sangat menentukan
ketika seseorang mengalami penyakit, terutama penyakit yang
berat. Dia perlu merasa aman dan tidak menyusahkan orang
lain dengan penyakitnya. Bukankah pasangan dan anak-anak
adalah bagian dari diri kita dan bukan “orang lain”?
Para peneliti seperti Kiecolt-Glaser, dkk (1987) telah
mempelajari dampak kekacauan pernikahan terhadap imunitas
tubuh. Mereka menyimpulkan bahwa kesehatan mental akan
mempengaruhi kesehatan fisik melalui terjadinya perubahan
sistem imun yang selama ini menahan serangan penyakit.
Secara spesifik mereka menemukan bahwa para wanita
yang berada dalam pernikahan tidak bahagia menunjukkan
imunitas yang menurun.
Raja Salomo pernah menuliskan:
“Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka
menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena
kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya,
tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain
untuk mengangkatnya! Juga kalau orang tidur berdua, mereka
menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi
panas?”
Setiap kita yang menikah usahakan menjaga agar (sistem)
pernikahan Anda bisa berfungsi dengan baik. Jadilah suami
atau istri yang peduli dengan pasangan Anda. Lebih dari apa

91
Salib Di Tengah Badai Keluarga

pun, termasuk karir. Sedangkan bagi mereka yang sudah


ditinggal (mati) pasangan dan memikirkan untuk menikah
ulang, temui seorang penasehat perkawinan. Doakan dan
pertimbangkan pernikahan kembali itu dengan sangat hati-
hati dan matang.

“Orang Siang” Menikah dengan “Orang Malam”


Tidak sedikit dari angkatan kerja dewasa ini bekerja secara
bergiliran. Penelitian menunjukkan bahwa bekerja secara shift
merupakan salah satu stressor yang bisa memperburuk masalah
kecil yang sebelumnya sudah ada. Atau memicu konflik kecil
menjadi lebih besar. Salah satu penyebab adalah pekerja shift
ini tidurnya kurang dari 7 jam. Tidak mengherankan jika
mereka yang bekerja dengan sistem shift cenderung mengalami
penyakit hingga meningkatnya kematian.
Pola kerja shift ini juga memicu konflik pasutri. Sebab
“orang siang” cenderung lebih menyukai kegiatan fisik dan
meluangkan banyak waktu di luar rumah. Mereka umumnya
mengoptimalkan energi dan performa tugasnya jauh lebih
bagus bekerja di siang hari. Sebaliknya “orang malam”
cenderung tidak menyukai kegiatan fisik. Mereka memiliki
keterlibatan sosial yang tinggi, cenderung lebih aktif secara
seksual, dan lebih menyukai melakukan hubungan badan di
penghujung hari.
Dengan perbedaan itu maka pernikahan antara “orang
siang” dan “orang malam” bisa melahirkan stres dalam
hubungan pasangan. Pasangan yang berbeda irama ini akan
lebih sedikit melakukan percakapan serius dan kegiatan
bersama, khususnya aktivitas seksual.
Salah satu potensi konflik yang paling umum terjadi
adalah, setelah bekerja di malam hari orang yang bekerja shift
malam ini membutuhkan suasana damai dan tenang di pagi

92
Salib Di Tengah Badai Keluarga

hari. Namun, pada saat yang sama, pasangan dan anggota


lainnya justru baru memulai aktivitas pagi hari. Suasana heboh
di pagi hari tentu saja mengganggu ketenangan tidurnya.
Salah satu masalah lain adalah pria yang shift malam
merasa tidak ada tanggung jawab ketika pulang tugas di pagi
hari. Tetapi bagi perempuan yang bekerja shift malam masih
harus menjalankan tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu di
rumah. Dia wajib mengurus rumah, memasak, menyiapkan
anak ke sekolah, dan sebagainya. Hal ini tentu mengurangi
jumlah jam tidur dan mempengaruhi emosi istri.
Di samping itu keduanya jarang bertemu dan sangat
sedikit waktu untuk menikmati hiburan dan rekreasi
bersama. Padahal dalam kondisi stres akibat bekerja
dalam sistem shift, mereka butuh hiburan dan penguatan.
Jangan heran, godaan menyeleweng menjadi besar jika
tidak mampu mengelola konflik dan tekanan situasi ini.
Pekerja shift yang berisiko paling besar menghadapi disfungsi
fisik dan perkawinan adalah mereka yang bekerja berdasarkan
rotasi seperti perawat, polisi, petugas di unit gawat darurat dan
pekerja pabrik yang bekerja dengan shift yang berubah-ubah.
Jam biologis mereka benar-benar menjadi tidak beraturan.

Diskusikan
a. Apakah Anda merasakan pernikahan anda sebagai
perlindungan dari tekanan atau malah sebagai sumber
stres Anda?
b. Dari lima area keintiman di atas, area mana yang sudah
ada dalam pernikahan Anda dan mana yang masih perlu
dibangun? Jelaskan.
c. Apakah Anda merasa cukup punya waktu bersama dengan
pasangan dan anak di rumah? Jelaskan.

93
Salib Di Tengah Badai Keluarga

3. Pengampunan Dalam Keluarga


Pepatah menuliskan, “Air susu di balas dengan air tuba”.
Kalimat ini mengingatkan kita bahwa tantangan cinta adalah
kebencian. Untuk mengatasi kebencian diperlukan cinta.
Membalas kejahatan dengan kebaikan adalah panggilan
kita untuk orang-orang yang kita kasihi. Kita menjadi orang
tua atau suami (istri) untuk pasangan kita adalah untuk
menyelamatkan, bukan “membuang” anak atau pasangan
yang sedang tersesat hidupnya

Reborn Love
Kadang tidak mudah untuk kembali pada cinta pertama yang
sudah rusak atau retak akibat pengkhianatan. Karena itu perlu
melahirkan ulang cinta yang baru (reborn love). Pasangan
belajar jatuh cinta lagi seperti dulu saat pacaran. Kalau
berhasil, ini malah bisa melampaui cinta pertama.
Satu kasus yang kami tangani selama 3 tahun menunjukkan
kebenaran ini. Setelah pisah kamar selama 10 tahun, Adi dan
Nina (nama bukan sebenarnya) memutuskan kembali akur.
Masalah bermula dari Nina menjumpai Adi suka tidur
dengan PSK. Di antaranya adalah wanita langganan tempat
Adi suka dugem. Pahitnya hati Nina karena Adi tidak segan
cerita tentang perzinahannya. Menurut Adi, dia memang
benci istrinya karena dominan dan sok ngatur. Dari hasil tes
dengan dua psikolog ditemukan masa lalu Adi memang gelap,
sudah melakukan hubungan seks dengan pembantunya sejak
masih SMA.
Mereka memutuskan konsultasi, membicarakan proses
perceraian yang juga sudah disetujui anak-anak. Namun
selama tiga tahun kami terus mencegah dan mengajarkan

94
Salib Di Tengah Badai Keluarga

mereka prinsip pengampunan. Melatih mereka menimbulkan


rasa cinta yang baru, demi anak cucu.
Meski hati sudah tawar bahkan pahit, Adi dan Nina
percaya akan kuasa doa. Juga mereka terus membayangkan
nasib anak-cucu mereka jika mereka bercerai. Puji Tuhan,
akhirnya mereka membenahi rumah tangga mereka. Sekarang
mereka berdua sudah berdamai kembali.
Bagaimana “mencipta” ulang cinta yang sudah mati? Kita
perlu membedakan antara restitusi (ganti rugi) dan retribusi
(memberi beban pada yang bersalah). Fokusnya pada adanya
kompensasi yang positif. Sering kita memberi retribusi,
seharusnya restitusi. Kadang kala pengampunan itu terlalu
dini. Proses restitusi belum terjadi, dia sudah diampuni.
Perbuatan itu menjadi gampang terulang, sebab yang bersalah
tidak merasa perlu memberi ganti rugi.
Setiap orang yang akan menikah perlu sadar bahwa masuk
ke dalam perkawinan berarti siap membayar sejumlah risiko
cinta. Ya cinta itu berisiko. Take and give. Menikah dengan orang
berdosa dan tidak sempurna, pasti menimbulkan luka. Salah
satu bentuknya adalah luka akibat pengkhianatan. Hanya saja
sebagian orang tidak mempersiapkan kemungkinan terburuk
ini. Kesediaan membayar harga, terutama saat pasangan gagal,
sangat penting dipelajari, sebelum memasuki perkawinan.
Bagi pasangan yang harga dirinya rendah sulit membe­
dakan antara perilaku dengan orangnya. Mereka sulit me-
maafkan dengan tuntas. Orang-orang dengan kepribadian
inferior dan kurang matang cenderung dipenuhi oleh kon­flik-
konflik di dalam batin yang terbawa dari masa lalu.
Ada kalanya sesudah luka terjadi dan permintaan
maaf disampaikan, istri berusaha mengontrol tingkah laku
suaminya dengan paksaan dan membuat suaminya kesal. Ini
wajar terjadi sebab pemulihan tidak otomatis tetapi proses.

95
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Ke mana-mana suami diikuti dan dimata-matai. Ini bukan


rehabilitasi, tetapi punishment (hukuman).
Suami atau istri yang terluka sering menghukum dengan
harapan pasangannya tidak melakukan kesalahan yang
sama. Ini salah, karena akhirnya suami atau istri tidak punya
kesempatan memperbaiki diri. Tetapi itulah yang sering terjadi,
pasangan dengan low self esteem punya kecenderungan untuk
menghukum. Seharusnya pasangan yang bersalah (berzina,
misalnya) merasa bertanggung jawab dengan mencoba
memperbaiki kerusakan. Dia harus dilatih untuk masuk dan
mengerti penderitaan pasangannya (empati). Tujuannya agar
dia lebih berhati-hati pada masa mendatang.
Restitusi harus ada. Ia perlu mengerti tangisan istrinya.
Pada masa perbaikan ini suami harus memberi ganti rugi
dengan mencoba membayangkan jika dia sendiri yang
dikhianati. Suami dilatih agar memutuskan komunikasi
dengan pasangan affair-nya, mengganti nomor handphone,
misalnya, dan sebagainya. Bila kemarahan istri masih ada
dan luka belum sembuh, dia sulit merasakan kelembutan
dan kasih suaminya. Perlu ada cara untuk menggugah cinta
mereka kembali. Setelah kemarahan dilepaskan lewat proses
konseling maka mereka perlu mengalirkan kasih itu kembali.
Selama proses ini, orang yang terluka melepaskan
kemarahan. Tetapi tidak otomatis setelah itu bisa mencintai
dan melayani pasangan. Istri butuh bukti bahwa suaminya
benar-benar mengerti penderitaannya. Setelah melepaskan
kemarahan perlu ada upaya restoring atau memulihkan. Salah
satunya adalah mencoba mengingat hal yang baik dan positif
dari pasangannya.

96
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Membangun Dari Reruntuhan


Cinta akan tumbuh sedikit demi sedikit. Tentu membutuhkan
waktu. Secara logika mungkin lebih baik dan mudah
membangun rumah yang baru daripada memperbaiki yang
sudah rusak. Tetapi tidaklah demikian, sebab Tuhan memanggil
kita setia terhadap perkawinan. Selama ada pengakuan dan
pertobatan, berilah kesempatan mencipta ulang cinta itu. Ada
anugerah Tuhan yang berlimpah untuk itu.
Agar suami mendapatkan respon yang positif yang sehat,
baik dari istri atau anak, maka dialah yang lebih dulu harus
berubah. “Sing waras ngalah” demikian pepatah mengatakan.
Tetap seandainya istri belum siap, pertemuan perlu ditunda.
Kalau luka masih ada tidak mungkin membangun kembali
kasih itu, khususnya dalam diri si korban. Kecuali si suami
datang dengan kasih yang lebih dalam dan sungguh-sungguh
berubah.
Setelah itu barulah mereka diberikan kesempatan
membangun kembali rumah nikah yang nyaris roboh itu.
Mereka belajar lagi berbagi pengalaman dan memulihkan rasa
terhubung dan saling membutuhkan, membangun kembali
rasa percaya. Tentu saja, tidak semudah sebelum ada masalah.
Tak jarang korban sering terkenang kembali pada trauma
pengkhianatan pasangannya. Kita perlu ingatkan pada istri
bahwa keraguannya terhadap suami justru bisa mendorong
suaminya menyeleweng lagi, sebab suami merasa sia-sia
berubah dan berbuat baik. Ingatkan klien jangan sampai
menyindir suami atau mengata-ngatainya. Bagaimanapun
dalam proses pemulihan ini perlu anugerah Tuhan agar
istri diberikan spirit pengampunan. Kalau tidak, akan sulit
melakukannya.

97
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Saat kejatuhan pasangan Anda membutuhkan empati,


kerelaan masuk ke dalam dunia suami atau istri anda yang
jatuh. Ingat, tidak pernah ada orang yang normal dengan
sengaja dan berencana sejak awalnya akan berzinah atau
berselingkuh. Tidak ada. Umumnya perzinahan terjadi dalam
proses “kecelakaan” alias tergelincir.
Perkawinan adalah sebuah sistem, di dalamnya ada
interaksi suami-istri. Jika sistem tidak sehat dan tidak jalan
baik, maka salah satu atau keduanya bisa “sakit”. Melihat
pasangan yang “hilang” sebagai korban sangat membantu.
Bukan melihat kejatuhannya sebagai sebuah kejahatan
kriminal yang harus dihukum. Jangan!
Anda bisa mulai dengan pernyataan, “Pa/Ma, aku sadar
ada andilku dalam kejatuhanmu, maafkan aku. Mari kita
perbaiki hubungan ini bersama-sama”. Dengan demikian
pasangan tidak merasa sebagai “terdakwa” yang sedang
menghadapi hakim atau jaksa yang siap menjatuhkan vonis.
Rehabilitasi. Anda sebagai pasangan perlu merehabilitasi
atau memperbaiki nama baik, bukan malah menyebarkan
berita kejatuhan pasangan ke sana-ke mari. Setiap kita
dipanggil menjadi semacam advokat atau pembela bagi suami
atau istri kita masing-masing. Kasih menutupi kesalahan,
demikian Firman Tuhan. Kasih itu sabar dan siap menanggung
kesalahan orang yang kita cintai.

Cinta itu Mengampuni


Cinta sejati harus menang atas kebencian. Kita dipanggil untuk
mengampuni pasangan yang melakukan penyelewengan.
Anak memaafkan orang tua yang melakukan kekerasan, dan
orang tua menerima kembali anak yang memberontak.
Seorang bijak berkata “mengampuni seperti bunga
Natnitnole yang memberikan keharumannya kepada orang

98
Salib Di Tengah Badai Keluarga

yang menginjaknya.” Suatu analogi yang mantap. Kalimat ini


baik kita camkan bersama: Kasihilah musuh musuhmu dan
berdoalah bagi mereka. Sifat agung demikian tidak ada pada
setiap orang, hanya pada mereka yang mengenal arti cinta dan
kebenaran.
Masalahnya, untuk memaafkan kita perlu stok cinta. Bila
kita yang dibesarkan dengan kasih sayang yang minim, kita
akan punya kesulitan besar saat mengaplikasikannya. Masalah
utama klien kami bukanlah pada berapa banyak luka yang
dialami, tetapi berapa banyak stok cinta yang tersedia pada
yang melukai.
Dalam hidup kebaikan kita tidak selalu akan dibalas
dengan kebaikan pula. Tapi kita harus memilih, tetap berbuat
baik atau berhenti. Setiap pilihan ada konsekuensinya. Orang
terdekat kita tidak selalu pasti berbuat baik, sebaliknya
ada yang melemparkan air comberan kepada kita. Tapi kita
harus memilih, apakah membalasnya dengan “air comberan”
juga atau memberikannya ”minyak wangi” yang harum. Bila
kita membalas kejahatan dengan kebaikan, ada kuasa yang
menyertainya.
Kuasa pengampunan tak selalu cepat hasilnya. Tetapi
meski lambat, dampaknya akan lama sekali, seumur hidup
anak dan pasangan yang kita kasihi. Itulah yang Penulis
rasakan saat merenungkan kembali kisah anak yang hilang,
dalam tulisan seorang tabib bernama Lukas.
Johan Arnold (2002) memberikan definisi memaafkan
adalah ”pintu perdamaian dan kebahagiaan. Pintu itu kecil,
sempit dan tidak dapat dimasuki tanpa membungkuk.” Benar
sekali. Kalau mau menjadi pribadi yang bahagia dan penuh
damai, milikilah roh yang memaafkan.
Hati yang tidak memaafkan seperti penjara yang mem-
belenggu jiwa seseorang. Penjara itu kejam sekali karena dapat

99
Salib Di Tengah Badai Keluarga

merampas seluruh kebahagiaan hidup. Namun untuk punya


jiwa memaafkan tidak mungkin tanpa kesediaan merendah-
kan diri, atau mengosongkan diri. Kristus sudah menjadi con-
toh klasik. Untuk mendamaikan kita dengan diri-Nya, Dia
turun menjadi manusia, sama seperti kita. Dia merendahkan
diri-Nya bahkan sampai mati di atas kayu salib.

Proses Memaafkan
Bagi beberapa orang hal-hal kecil tidak usahlah dianggap
masalah. Meski dia dirugikan, dia anggap sepele. Para pria
merasionalisasikan masalah dengan menganggapnya “tidak
ada masalah”. Sedangkan para wanita berusaha menekan sakit
hatinya. Akibatnya terjadilah rekonsiliasi yang semu, seakan-
akan sudah selesai, padahal belum.
Suami berkata, ”Sudahlah Ma, yang itu tidak usah diper-
masalahkan.” Pada sebagian kasus lain ada yang melakukan
penyangkalan atau denial. Istri berkata mengatakan, “Oh, itu
Pa, sudah tidak apa-apa, kok!” Sang istri menyangkal bahwa
dia terluka. Kadang kala malah ada istri yang tidak bersalah
tetapi mencoba minta maaf pada suami. Tujuannya adalah
meminimalkan masalah. Ini merupakan contoh rekonsiliasi
yang salah.
Kebiasaan menekan dan menyangkal masalah ini
biasanya terjadi secara tidak disadari. Kita sering tidak bisa
membedakan antara motivasi dengan akibat. Kita jangan
hanya melihat motivasinya, tetapi juga impaknya. Misalnya,
jika istri Anda mengatakan dia merasa sakit hati sekali karena
perkataan Anda yang kasar, jangan anggap nggak ada apa-apa,
lalu menghindarkan diskusi. Dampaknya bisa membuat istri
Anda tidak bisa tidur. Suami sih bisa tenang-tenang saja.
Cara terbaik adalah, masing-masing harus mencari titik
kesalahan itu. Ungkapkan hal-hal yang tersembunyi. Jangan

100
Salib Di Tengah Badai Keluarga

sampai nanti sudah menumpuk atau malah keluar di depan


orang lain. Karena tidak berani menegur pasangan secara
langsung, tanpa sadar kekesalan itu muncul saat kumpul
bersama keluarga.
Agar terjadi proses memaafkan yang benar, maka perlu
membuat aturan yang sewajarnya. Siapa yang melanggar
aturan harus minta maaf. Sedangkan yang dimintai maaf,
harus dimaafkan. Terkadang sulit untuk membuktikan
kesalahan. Sebab yang bersalah merasa tidak bersalah.
Hal lain adalah sering kita tidak menyukai tingkah laku
anak atau pasangan kita, tapi tergoda tidak suka pada orangnya.
Jika kita menggugat pribadinya tentu ini tidak adil. Sebab
yang tidak kita sukai adalah tingkah lakunya, bukan orangnya.
Misalnya istri pernah memergoki suami menyeleweng dengan
pembantu. Suami sudah meminta maaf, ya sudah. Jangan
sampai sesudah proses perdamaian itu setiap kali istri melihat
pembantu (yang baru) melayani di meja makan hatinya masih
dililit perasaan benci kepada suami dan pembantu yang baru
tersebut.
Pengampunan membutuhkan pengorbanan, dari orang
yang memaafkan untuk orang yang dimaafkan. Penyangkalan
diri, pengakuan bahwa kita ikut bertanggung jawab terhadap
masalah yang terjadi, menjadi bagian penting dalam proses
memaafkan dan menerima maaf. Tak ada jalan lain untuk
berdamai dengan seseorang yang kita kasihi, kecuali dengan
mengalah, menyangkal diri, dan rela berbagi pengampunan.
Kebencian dan kemarahan yang tersimpan bisa
menimbulkan banyak akibat buruk, termasuk berbagai
penyakit, dalam tubuh kita. Saya teringat pepatah Cina
mengatakan. ”Orang yang mau membalas dendam, harus
menggali dua lubang kubur.” Atau pepatah Indonesia yang
terkenal, ”Bagi orang yang ribut, menang jadi arang, kalah

101
Salib Di Tengah Badai Keluarga

jadi abu.” Tidak ada gunanya balas dendam. Sebaliknya,


ampunilah!

Pengalaman Alex dan Purnama


Masalah dalam pernikahan sebenarnya dimulai sebelum
pernikahan terjadi. Kebanyakan pasangan yang akan
menikah menutup mata terhadap gejala yang sebenarnya
sudah dirasakan selama masa pacaran. Karena pernikahan
itu seyogyanya untuk seumur hidup, maka salah satu
keterampilan yang perlu dibangun untuk “membayar gejala-
gejala yang terabaikan” itu adalah pengampunan. Sebagai
pasangan suami dan istri, Anda dan saya harus memiliki skill
mengampuni pasangan.
Ini dialami oleh keluarga Purnama dan Alex (bukan nama
sebenarnya). Tahun ini mereka akan merayakan ulangtahun
perkawinan mereka yang ke-13. Purnama mengakui,
menjalani 13 tahun pernikahan bukanlah mudah. Sekarang,
setelah melewati berbagai kesulitan, mereka dapat bersyukur.
Purnama dibesarkan dalam keluarga yang sederhana.
Ayahnya adalah pemborong kecil-kecilan, sedangkan ibunya
membuka warung sayur dan sembako di rumah mereka yang
terletak di pinggiran Jakarta. Sebagai anak sulung dari lima
bersaudara, Purnama dan adik-adiknya harus ikut membantu
orang tua mereka.
Sedangkan Alex adalah anak bungsu dari enam bersaudara.
Dia berkenalan dengan obat-obatan terlarang sejak usia 13
tahun. Dia mengaku relasinya dengan kakak-kakaknya tidak
begitu baik. Alex merasa diremehkan dan tidak dihargai oleh
keluarganya. Mungkin itulah yang mendorongnya berkenalan
dengan drugs. Alex kuliah di perguruan tinggi swasta ternama
di Jakarta. Tetapi karena IPK-nya selalu di bawah 2, dia nyaris
drop out.

102
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Pertemuan mereka terjadi karena dikenalkan oleh teman.


Purnama terkesan karena Alex mudah dekat dengan adik-
adiknya. Selain itu, dia melihat keluarga Alex sebenarnya
saling memperhatikan dan cukup harmonis.
Setelah enam bulan berkenalan, mereka memutuskan
menikah. Keluarga Alex menyarankan mereka untuk
menunggu. Tetapi orang tua Purnama merasa “tidak enak”
pada tetangga karena hampir setiap hari Alex muncul di
rumah. Teman-teman dekatnya mulai bertanya-tanya, kapan
hubungan mereka diresmikan.
Dalam perkenalan yang singkat itu Alex tidak berterus
terang kepada Purnama mengenai kondisinya yang teradiksi
narkoba. Bahkan sebenarnya keluarga besar Alex pun tidak
tahu bahwa Ales sudah menggunakan narkoba selama lebih
dari 10 tahun. Mereka hanya bisa menebak-nebak karena Alex
selalu mengamuk kalau ditanya. Purnama memang mulai
merasakan bahwa Alex cenderung kurang sabar, pemarah,
dan suka merajuk. Tetapi dia berpikir sifat itu akan berubah
dengan sendirinya setelah Alex memiliki tanggung jawab.
Ketika menikah, Alex belum bekerja. Dia baru lulus
sarjana dan sedang mengikuti program pascasarjana. Mungkin
saja dia melanjutkan kuliah karena kesulitan mendapatkan
pekerjaan. Keluarga mereka berjalan dengan penghasilan
Purnama dan bantuan keluarga besar Alex.
Beberapa bulan setelah menikah Purnama mengandung
anak mereka yang pertama. Saat kandungan istrinya berusia
delapan bulan, Alex mengalami serangan yang tidak jelas di
area perutnya. Dia masuk rumah sakit beberapa hari. Keluarga
besar mulai curiga “ada apa-apa” dengannya. Keluar dari
rumah sakit Alex mengaku bahwa dia meggunakan narkoba.
Walau cukup terpukul dengan kenyataan itu, Purnama tidak

103
Salib Di Tengah Badai Keluarga

bisa berbuat apa-apa selain berusaha menyesuaikan diri dan


menerima keadaan suaminya.
Salah satu tough love (cinta keras) yang disarankan
konselor untuk membantu Alex dari adiksinya adalah
membiarkan Purnama memegang petty cash (keuangan)
keluarga. Ia hanya memberikan Alex uang secukupnya untuk
membeli bensin kalau perlu saja. Pada saat Alex “sedang
baik”, dia tidak keberatan. Tetapi di masa mood-nya buruk dia
akan ngambek. Ini cukup sering terjadi dan nyaris membuat
Purnama putus asa. Konselor juga menjelaskan naik-turunnya
emosi seorang pecandu dan mantan pecandu. Dengan
memahami itu, Purnama dapat memaklumi kondisi suaminya.
Toh, berbagai konflik tetap bermunculan. Purnama
seringkali juga curiga, jangan-jangan suaminya relapse
(kambuh) lagi. Kalau perasaan itu sedang muncul, Purnama
membongkar tas, dompet dan barang-barang suaminya,
mencari bukti penggunaan narkoba. Dia pernah menemukan
peralatan yang dicurigainya sebagai bong. Purnama juga
kerap marah jika didapatinya suaminya ke rumah mertuanya
sendirian. Dia bukannya tidak mengizinkan, tetapi tidak suka
jika suaminya bertemu “kawan nakalnya” dulu.
Alex sendiri bukannya tidak berusaha berubah. Menurut
pengakuannya sejak putrinya lahir dia tidak menggunakan
barang haram itu lagi. Tetapi dia tidak suka terus-menerus
dicurigai. Dia tidak mau ditanya-tanya. Alex paling benci kalau
saat pulang kantor istrinya mengatakan, “Papa marah, ya?”
padahal Alex hanya mau diam dan beristirahat. Kalau Alex
menjawab “tidak”, Purnama tidak percaya lantas menuntut
penjelasan.
Hal lain yang Alex tidak sukai dari istrinya adalah
seringkali tidak menyiapkan makan malam. Kata Alex, “Kalau
Purnama mau mengurangi berat badan, silakan. Tapi jangan

104
Salib Di Tengah Badai Keluarga

saya yang tidak diberi makan. Saya selalu menelepon kalau


tidak makan di rumah. Karena itu, saya kesal saat pulang
tidak ada makanan di meja!” Alex lupa bahwa sebelumnya
ada konflik-konflik kecil yang membuat istrinya melakukan
itu. Misalnya belum membalas SMS, atau lupa membelikan
pesanan istrinya, dan berbagai “lupa” yang lain sehingga
akhirnya istri “membalas”. Itu bisa terjadi berkali-kali dalam
sebulan, yang membuat mereka tidak bicara berhari-hari.
Di saat konflik tidak tertahankan, mereka mengunjungi
konselor untuk bantuan mediasi. Konselor menjelaskan
bahwa keduanya perlu memahami latar belakang satu sama
lain dan mengerti perbedaan jender secara umum. Menurut
Purnama dia akan merasa diabaikan jika berbagai pesan
yang disampaikannya tidak ditanggapi. Sedangkan Alex
mengatakan dia tidak suka istri yang mind reading. Dia ingin
dipercaya oleh istrinya.
Untuk jenis konflik yang sudah mbulet (tidak jelas
ujung-pangkalnya) seperti ini keduanya harus belajar skill
mengampuni. Tidak ada salah dan benar di sini. Keduanya
salah dan keduanya benar. Pengampunan dan memaafkan
adalah dua hal yang terus-menerus terjadi dalam relasi suami
dan istri. Karena itu, perlu dipelajari dan dilakukan.
Keterampilan lain adalah dalam hal berkomunikasi.
Saya melihat sebagian besar masalah suami istri ada di sini.
Keduanya tidak mau mengalah dan saling menyalahkan
dengan suara keras. Konselor mengajarkan cara berkata-kata
dengan baik, yang tidak menyerang orang tetapi menunjukkan
dengan jelas apa yang dimaksud. Misalnya Alex mengatakan
kepada istrinya, “Maaf saya lelah, saya mau istirahat dulu.”
Purnama perlu percaya bahwa suaminya hanya mau diam dan
tidak sedang marah kepadanya.

105
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Setelah beberapa waktu keduanya saling menyesuaikan


diri, konflik tetap ada tetapi intensitas dan kualitasnya
menurun. Purnama makin mengerti turun-naiknya emosi
mantan pecandu. Ini tidak bisa diubah karena ada bagian
tertentu dalam otak Alex yang rusak akibat pemakaian obat
terlarang bertahun-tahun. Alex membutuhkan bantuan
Purnama untuk memahami hal itu. Tiga tahun diperlukan
untuk membangun keterampilan mengampuni dan
berkomunikasi. Sekarang relasi mereka jauh lebih baik.

Diskusikan
a. Apakah Anda pernah merasa tawar hati dalam hubungan
cinta dengan pasangan? Apakah Anda ingat pemicunya?
b. Apakah Anda pernah melakukan satu kesalahan yang
membuat pasangan Anda terluka? Apakah Anda sudah
meminta maaf untuk itu?
c. Apakah Anda termasuk orang yang sulit memaafkan? Kira-
kira apa yang membentuk kepribadian Anda demikian?
d. Apakah ada komitmen yang Anda ingin ambil sesudah
membaca bagian ini? Bagikanlah pada pasangan atau
kelompok Anda.

4. Menebus Perkawinan
Kami ingin mulai dengan kisah orang tua saya (Julianto).
Kisah ini menceritakan kekuatan cinta yang mampu menebus
perkawinan yang “mati”.
Ini adalah cerita pernikahan Nurma (mama) dan Theo
(papa). Cinta pertama memang berkesan luar biasa. Paling
tidak itulah pengalaman Nurma. Nurma boleh dibilang
primadona di kalangan muda-mudi di kotanya, Aek Kanopan,
kota kecil yang berjarak 7 jam dari Medan. Banyak pria

106
Salib Di Tengah Badai Keluarga

terpesona pada kecantikannya. Selain kulitnya mulus dan


berambut panjang, Nurma dikenal ramah serta periang.
Mungkin pembawaannya ini berkait dengan profesinya
sebagai perawat di sebuah Rumah Sakit Perkebunan.
Jangan heran banyak pria mendekati si cantik Nurma.
Ada tentara, asisten perkebunan, polisi, dan lainnya. Semua
berusaha merebut perhatian dan cinta Nurma. Orang tua
Nurma juga terkenal baik di kota itu. Ayahnya Simorangkir
seorang mantri dan mamanya boru Napitupulu juga perawat
di rumah sakit. Nurma punya banyak adik, bersaudara sepuluh
orang. Lima pria dan lima wanita, kondisi yang membuat
ekonomi keluarga Nurma cukup berat.
Usia Nurma terbilang sangat muda ketika jatuh cinta
pada Theo. Perjumpaan pertama mereka terjadi di rumah
sakit, tempat Theo menjadi pasien. Nurma setiap hari melihat
dan merawat Theo di bangsal, memeriksa tekanan darah,
membersihkan tubuh dan sebagainya. Bagi Nurma, pandangan
polisi muda ini mengguncangkan perasaannya.
Kata Nurma kemudian, pria yang satu ini tidak sekedar
ganteng, tapi pandai mengambil hati. Gaya bicara, caya
berkomunikasi dan humor Theo sulit ditemukan di kalangan
pemuda di kampung mereka. Apalagi Theo suka bernyanyi-
nyanyi kecil setiap kali Nurma menghampirinya, memeriksa
tekanan darah atau memberikan obat. Suara Theo merdu.
Hati Nurma terasa membubung setiap kali mendengarkan
lagu-lagu cinta yang disenandungkan Theo nyaris di dekat
telinganya.
Theo sendiri saat bertemu Nurma langsung simpati.
Dia tertarik pada cara perawat ini menyapa, senyumnya juga
ramah dan telaten mengurus pasien. Keluar rumah sakit, Theo
tidak mau membuang insting cintanya. Dia memberanikan
diri pedekate, ke rumah idaman hatinya ini. Entah mengapa

107
Salib Di Tengah Badai Keluarga

hatinya langsung lengket pada Nurma. Sesekali Theo membawa


gitarnya, sebab dia tahu Nurma juga senang menyanyi. Klop!
Inilah yang membuat hati mereka cepat terpaut. Tak heran
saat Theo menyatakan perasaan hatinya, Nurma langsung
menerima. Inilah cinta pertama bagi Nurma. Juga Theo.
Selain suka suara Theo, Nurma kagum karena Theo
bersedia membantu menyekolahkan adik-adiknya jika kelak
mereka menikah. Nurma melihat Theo serius mendekatinya,
lalu memutuskan berpacaran dengan Theo. Ini tentu membuat
pemuda lain iri, terutama Bang Galung, tentara yang sempat
juga mendekati dengan Nurma.
Setelah setahun pacaran, Theo dan Nurma menikah di
Gereja. Mereka berjanji akan setia dalam keadaan apa pun
hingga kematian memisahkan. Mereka terbilang menikah
muda. Theo masih 20 tahun, Nurma 19. Selesai acara
pemberkatan nikah, malamnya Theo didatangi pemuda
bernama Galung itu. Dia marah besar mendengar Nurma
menikah dengan Theo.
Tentara muda ini sangat suka dan berjuang ingin
merebut Nurma. Begitu berjumpa, dia langsung menghajar
Theo. Akibatnya badan Theo penuh luka, kupingnya robek
terkena sabetan sangkur. Bahkan Theo sempat terjatuh ke
parit. Dia terpaksa opname di rumah sakit perkebunan akibat
peristiwa itu. Sejak saat itu Theo punya kebiasaan unik. Dia
dan keluarganya selalu merayakan 12 Desember sebagai
Hari Ulang Tahun Kuping, selain merayakan ulangtahunnya
sendiri setiap 17 Februari.
Karier Theo di kepolisian tergolong bagus. Meski
pendidikannya tidak tinggi, tapi dia sangat rajin, suka
menulis, dan teliti. Selain itu Theo luwes bergaul. Itu sebabnya
atasannya selalu menyukai Theo dan memakai dia dalam
banyak kegiatan di kepolisian.

108
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Theo juga mengikuti berbagai kursus di kepolisian.


Salah satu yang dia ikuti adalah kursus bidang keuangan
dan mendapat predikat siswa terbaik. Tidak heran kariernya
melejit, sampai suatu hari, saat pangkatnya kapten, Theo
ditunjuk menjadi Kepala Keuangan Polisi di sebuah kota.
Nurma bangga, menjadi istri Theo. Apalagi saat Theo
menjadi kepala keuangan. Banyak keluarga polisi di kota itu
terkagum-kagum pada Nurma. Keluarga Nurma menjadi
sosok teladan di lingkungan polisi saat itu. Nurma juga
dikagumi karena menjadi contoh bagi ibu-ibu Bhayangkari,
seorang yang ulet dalam berdagang, dan dikenal suka
membantu keluarga yang miskin.

Ujian Cinta
Sejak muda memang Theo suka minum bir atau tuak. Tetapi
itu sesekali, di saat pesta saja. Namun sayang, di puncak
kariernya Theo lupa daratan. Dia bergaul dengan banyak
teman yang suka minum dan berjudi. Beberapa pengusaha
yang dekat dengan Theo menjerumuskannya ke meja judi.
Theo jadi akrab dengan alkohol. Akibatnya Nurma frustrasi
dan depresi. Dia makin tidak mampu merawat ke tujuh
puteranya yang jarak usianya hanya setahun. Nurma sempat
menyerahkan beberapa anaknya diasuh kerabatnya.
Meski Theo makin kasar karena mabuk, cinta Nurma
tidak berubah. Dia setia mendampingi Theo, sampai suatu
hari kasus hukum menjerat Theo. Dia menggunakan uang
negara di meja judi. Setelah proses hukum, Theo diwajibkan
mengganti uang negara atau masuk penjara. Nurma sudah
bertahun-tahun punya usaha berjualan kelontong, suka
menabung dalam bentuk tanah dan emas. Demi cintanya pada
Theo maka Nurma rela menjual emas sekaleng roti Khong
Guan guna menebus Theo dari penjara.

109
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Tahun 1975, Theo dipindahtugaskan ke Tapanuli Selatan.


Karena kondisi tubuhnya yang sakit dan ekonomi keluarga
morat-marit, Theo berhenti minum alkohol. Gajinya hanya
cukup untuk makan sehari-hari dan membeli obat. Sementara
Nurma tidak bisa berjualan, dia fokus merawat Theo dan
mengurus ketujuh anak mereka.
Nurma berusaha tegar, sebab dia sadar dalam kondisi
inilah Theo sangat membutuhkannya. Nurma juga ingat akan
kisah manis cinta mereka di tahun-tahun awal. Suatu hari dia
memanggil anak-anaknya, dan berkata, “Mama akan tetap
merawat papa dengan cinta pertama yang mama punya. Cinta
mama tidak berkurang sedikit pun. Ini semua karena papa
kalian candu alkohol. Itulah yang merusak papa. Papa kalian
sesungguhnya sangat baik. Hanya sayang fisiknya kini sudah
berubah, banyak sakit. Ingat, mama akan jaga dan rawat papa
kalian sampai mama dipanggil Tuhan.”
Hanya setahun, Theo dipindahkan lagi ke Medan. Anak-
anak makin besar dan membutuhkan uang pendidikan. Nurma
memutuskan berjualan nasi soto dan apa saja termasuk baju
dan sepatu. Nurma melakukan itu supaya bisa menambah
biaya pengobatan Theo. Hal yang menguatkan Nurma ialah,
Theo banyak berubah. Pertobatan Theo di tengah sakitnya,
membuat Theo kembali menghargai Nurma, dan mulai rajin
beribadah. Theo kembali peduli pada anak-anak. Meski
ekonomi mereka terbatas, Nurma bahagia atas pertobatan
Theo.

Cinta Pertama Tak Pernah Gagal


Sampai suatu hari Theo didiagnosa kanker paru-paru. Dia
terpaksa dirawat berbulan lamanya. Nurma terpukul, sebab
kondisi keuangan tidak memadai untuk membeli obat. Dia

110
Salib Di Tengah Badai Keluarga

terus berusaha berjualan apa saja, makin banyak isi rumah


digadaikan.
Dengan air mata dan perjuangan iman Nurma melayani
sebagai istri dan ibu. Siang malam Nurma menjaga Theo di
rumah sakit. Siang harinya dia sempatkan jualan, dan malam
kembali menjaga suaminya. Demikianlah sampai Nurma
tidak sempat merawat tubuhnya sendiri.
Karena banyak pikiran dan sering terlambat makan,
Nurma terserang maag kronis. Ketika itu, Theo sudah koma
di rumah sakit. Setelah beberapa bulan merasakan sakit maag
itu, Nurma terjatuh di kamar mandi rumahnya. Lalu Nurma
di bawa ke rumah sakit terdekat, tapi sayang nyawanya tidak
tertolong. Nurma meninggal dunia pada Minggu 17 Januari
1988.
Nurma melaksanakan janji cintanya, setia merawat
suami hingga akhir hayatnya. Lalu seminggu kemudian Theo
yang sudah koma selama satu bulan, menyusul Nurma. Dia
kembali pada Sang Pencipta tepat di hari yang sama, Minggu,
24 Januari 1988. Betul-betul sehidup semati.
Kisah perjuangan cinta Nurma menjadi catatan sejarah
yang indah bagi anak-anaknya. Cinta pertama Nurma
sungguh berkesan mendalam. Cinta pertama Nurma tidak
pernah gagal, cinta yang merawat dan memberi kehidupan
bagi suami dan anak-anaknya.
Sesungguhnya bagi kami, anak-anak Nurma dan Theo,
warisan terindah sesudah mereka tiada adalah pengorbanan
dan kesetiaan cinta mama. Kisah cinta yang dimulai dengan
cinta pertama di sebuah rumah sakit tempat mama bekerja.
Pelajaran lainnya adalah, alkohol dan judi sempat merebut
papa dari hidup kami. Jangan pernah menyentuh alkohol dan
judi. Itu pembunuh cinta keluarga. Puji syukur, kesetiaan cinta
mama membuat papa bertobat, dan mengembalikan papa

111
Salib Di Tengah Badai Keluarga

dalam keluarga kami. Semua ini anugerah Tuhan yang tiada


tara.

Diskusikan:
a. Adakah refleksi Anda terhadap kisah di atas?
b. Jika Anda punya pengalaman mirip, bagikanlah dengan
teman kelompok Anda.

Menebus Perkawinan
Perkawinan yang sarat konflik seperti cerita di atas perlu
“ditebus”. Mungkin pasangan Anda berkhianat atau berbuat
salah dengan berselingkuh, ada masalah konflik relasi yang
pelik, kepahitan, dan sebagainya.
Memang dalam beberapa kasus perkawinan yang sakit,
kadang ada pasangan yang harus rela sementara berpisah
dengan orang yang Anda cintai. Namun, dengan sikap hati
yang benar, Anda belajar setia mencintai pasangan Anda.
Juga menghargai lembaga perkawinan itu sendiri, yang Anda
masuki dengan janji.
Dengan demikian maka Anda tidak akan rela berpisah
terus-menerus. Anda akan berusaha “menebus”, agar cinta
perkawinan itu menjadi milik Anda lagi. Anda berusaha
bersatu kembali dengan pasangan. Ingat, perkawinan jauh
lebih mahal dan berharga dari pekerjaan, perhiasan atau apa
pun yang sedang menjadi prioritas Anda saat ini.
Perkawinan yang seolah sudah mati bisa ditebus. Namun
harus ada yang menjadi agen penebus. Dia rela membayar
harga untuk mengambil kembali perkawinan itu dari «rumah
gadai» masalah. Untuk itu tentu ada harga yang harus dibayar,
dan harus ada salah satu yang rela membayarnya. Mungkin itu

112
Salib Di Tengah Badai Keluarga

harga diri, korban perasaan, mengalahkan keangkuhan, rela


minta maaf atau memaafkan, dan siap berdamai.
Meski mahal untuk menebus kembali cinta perkawinan,
hasilnya kelak sangat luar biasa. Ayah dipersatukan kembali
dengan putranya. Anak putri bersatu kembali dengan ibunya.
Hidup bersama kembali dengan saling mencintai, itulah
sesungguhnya “surga” yang didambakan anak-anak dan
kita sebagai pasangan. Jika Anda membutuhkan terapis atau
mediator perkawinan, temuilah.
Perkawinan adalah karunia Tuhan yang berharga. Di
dalamnya kita mendapatkan identitas sebagai suami atau
istri, ayah atau ibu, juga sebagai anak, kakak atau adik.
Keluarga adalah berkat yang besar dan bernilai. Di dalamnya
kita dilahirkan, dibentuk dan menjadi seseorang hingga
berkeluarga. Itu sebabnya, perkawinan biasanya dirayakan
sebagai satu peristiwa penting, bermakna dan bersejarah.
Dalam agama tertentu perkawinan itu disertai janji, tidak
dapat dipisahkan kecuali oleh kematian.
Sayangnya sebagian perkawinan yang dimulai dengan
baik, akhirnya berujung masalah. Ada saja yang tidak
diharapkan dan tidak terduga terjadi, yang membuat masing-
masing merasa tidak tahan untuk melanjutkan pernikahan
tersebut. Namun seberapa bernilainya perkawinan itu
akan menentukan sikap Anda, mempertahankan atau
melepaskannya. Keberhargaan itu akan membuat Anda
mencoba menghidupkan kembali atau membiarkannya mati,
“menebusnya” kembali atau membiarkannya “tergadai” oleh
masalah kehidupan.
Rasanya tidak ada pernikahan yang bebas masalah.
Hanya saja mereka yang siap dan dewasa dalam perkawinan,
memanfaatkan konflik untuk belajar bertumbuh. Pasangan
yang demikian menjadikan kesulitan sebagai batu loncatan

113
Salib Di Tengah Badai Keluarga

agar perkawinan tumbuh menjadi lebih baik. Bertahanlah


menjalani kerikil perkawinan, meski sakit. Berusahalah
memperbaiki jika ada kesalahan atau keretakan di sana-sini.
Sebab masing-masing sadar bahwa Anda menikah dengan
orang (pilihan Anda) yang juga tidak sempurna.

Perkawinan Sebagai Mandat


Institusi pernikahan ditetapkan seiring dengan penciptaan
itu sendiri. Perkawinan bukanlah temuan manusia, tetapi
merupakan gagasan Allah. Gagasan ini sudah ada sejak
manusia belum jatuh dalam dosa. Implikasinya adalah:
a. Setiap orang yang mau menikah perlu memberikan
mengenal Allah, Sang Pendiri lembaga ini. Dengan masing-
masing mengenal dan merendahkan diri di hadapan
Tuhan maka pasutri akan lebih mudah menudukkan diri,
dan saling menghargai.
b. Memberikan Tuhan tempat (otoritas) dalam hubungan
suami-istri. Dengan demikian hubungan atau relasi suami-
istri bersifat “trialog”: Tuhan-suami-istri. Allah dilibatkan
dalam setiap proses pengambilan keputusan penting, dan
masing-masing merendahkan diri di hadapan Tuhan agar
keduanya bisa saling menghargai.
c. Perkawinan itu diikat komitmen seumur hidup, sebab
perjanjian perkawinan itu bukan hanya kepada manusia,
tetapi juga kepada Allah. Dengan demikian masing-
masing pihak perlu bergantung pada kekuatan Allah
selama menjalani pernikahannya.

114
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Perkawinan Sebagai Perjanjian


Salah satu alasan pentingnya “menebus” perkawinan adalah
janji nikah. Apakah Anda masih ingat janji nikah yang Anda
berdua pernah ucapkan di depan Allah dan jemaat-Nya?
“Di hadapan Allah dan jemaat-Nya aku mengaku dan
menyatakan menerima dan mengambilmu sebagai isteriku
(suamiku). Sebagai suami (isteri) yang beriman, aku berjanji
akan memelihara hidup kudus denganmu, dan akan tetap
mengasihimu pada waktu kelimpahan maupun kekurangan,
pada waktu sehat maupun sakit, dan tetap merawatmu dengan
setia, sampai kematian memisahkan kita.”
Janji ini diucapkan tidak saja di depan manusia tetapi
langsung kepada Tuhan. Perkawinan adalah sebuah perjanjian.
Janji merupakan kontrak yang mengikat masing-masing untuk
saling melayani dan mengasihi sampai kematian memisahkan.
Menjelaskan kuatnya janji nikah, kami teringat kisah, sebut
saja Sandra (samaran) yang telah ditinggal suaminya 23 tahun
lamanya.
Suami Sandra menikah dengan WIL-nya dan mene­
lantarkan Sandra dan anak-anak mereka yang masih kecil.
Setelah 20 tahun suaminya ini sakit-sakitan, hartanya habis,
dan ditinggal WIL-nya. Suami Sandra minta maaf dan ingin
bersatu kembali. Sandra menerima suaminya kembali karena
mereka memang belum bercerai. Mereka kini sudah hidup
bersama lagi.
Saat saya bertanya apa alasan Sandra menerima suaminya,
dia berkata, “Saya menerima dan memaafkan suami karena
rindu cucu-cucu saya punya kakek. Saya mau mewariskan
curriculum vitae pernikahan yang baik pada mereka, meski
saya pernah gagal.”

115
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Perkawinan adalah warisan bernilai bagi anak cucu.


Jangan pernah «gadaikan» atau lepaskan mutiara perkawinan
anda hanya karena ada masalah. Alangkah indahnya
mewariskan sejarah perkawinan yang baik bagi cucu Anda.

Diskusikan
a. Jika perkawinan Anda sedang bermasalah, dan memung­
kinkan, … tebuslah!
b. Perjuangkanlah, meski untuk itu Anda harus rela menjadi
agen penebus dan membayarnya dengan mahal. Carilah
professional helper untuk membantu Anda.

5. Alasan-alasan Mempertahankan
Pernikahan
Ada banyak alasan individu mempertahankan pernikahan
dengan pasangannya. Meski hubungan sudah saling menya­
kiti, mereka berusaha bertahan. Di antaranya adalah: takut
bercerai karena mengingat janji nikah yang diucapkan di
hadapan Tuhan saat diberkati di gereja. Ini adalah hukum
agama. Sebagian lagi berusaha mempertahankan pernikahan
demi anak-anak. Mereka tidak mau anak-anak terluka atau
hak pengasuhan terbelah karena perpisahan orang tua.
Sebagian pasangan malu-malu mengakui, bahwa mereka
berusaha bertahan karena faktor ekonomi. Salah satunya tidak
mandiri secara finansial. Alasan bertahan yang lain adalah
demi orang tua. Mereka tidak mau mendukakan hati ayah dan
ibu yang ia sayang dan hormati.
Bercerai merupakan hal yang tabu dalam sosial masyarakat
tertentu. Termasuk ada yang enggan bercerai karena tidak
siap menyandang status janda atau duda. Semua alasan di

116
Salib Di Tengah Badai Keluarga

atas lebih bersifat psikologis dan sosial semata. Kadang bisa


menolong tapi tidak untuk semua kasus. Dalam kasus-kasus
yang berat seperti pengkhianatan pasangan atau kekerasan
dalam keluarga, tidak mudah bertahan hanya dengan alasan
di atas.
Ada dua hal yang sangat baik dijadikan pertimbangan
untuk mempertahankan pernikahan, yakni: janji nikah dan
visi nikah.

Janji Nikah
Umumnya pasangan Kristiani menikah dengan mengucapkan
janji sebagai berikut:
“Di hadapan Allah dan jemaat-Nya aku mengaku dan
menyatakan menerima dan mengambilmu sebagai isteriku
(suamiku). Sebagai suami (isteri) yang beriman, aku berjanji
akan memelihara hidup kudus denganmu, dan akan tetap
mengasihimu pada waktu kelimpahan maupun kekurangan,
pada waktu sehat maupun sakit, dan tetap merawatmu dengan
setia, sampai kematian memisahkan kita.”
Sandra (samaran) yang dikisahkan pada bagian sebelum­
nya, menerima suaminya kembali walaupun kedua anaknya
tidak setuju. Apa alasan Sandra?
“Saya menerima dan memaafkan suami karena saya
pernah berjanji pada Tuhan akan setia sampai mati. Lagi
pula, saya rindu agar cucu-cucu saya punya kakek. Saya
mau mewariskan pernikahan yang baik pada mereka, meski
pernikahan saya pernah gagal,” kata Sandra.
Janji nikah diucapkan bukan hanya kepada pasangan dan
di hadapan saksi (jemaat), tetapi terutama karena diucapkan
kepada Tuhan. Perjanjian ini mengikatkan diri kepada Tuhan.
Saat menikah, masing-masing sudah siap dengan semua
konsekuensinya: susah atau senang, sakit atau sehat, cukup

117
Salib Di Tengah Badai Keluarga

atau kurang, untung atau malang. Semua siap dijalani. Tentu


bukan dengan kekuatan diri, tapi anugerah Ilahi. Dengan
mendekatkan diri pada Tuhan, Sang Inisiator pernikahan, ada
kekuatan yang berlimpah menjalani janji nikah tadi.

Diskusikan
a. Apakah Anda masih mengingat janji pernikahan Anda?
b. Percakapkan janji nikah Anda dalam kelompok.
Bagaimanakah janji nikah ini membantu Anda dalam
masalah-masalah pernikahan?

Visi Pernikahan
Hal kedua yang kuat dijadikan alasan untuk mempertahankan
pernikahan adalah visi pernikahan. Saat memasuki pernikahan
banyak orang tidak punya tujuan yang jelas. Tidak heran, ketika
masalah berat datang, pasangan ini bingung, putus asa dan
ingin bercerai saja. Namun mereka yang punya visi (cita-cita)
pernikahan akan berusaha berjuang dan mempertahankan
keutuhan pernikahannya meski banyak kesulitan.
Tujuan pernikahan bukanlah kebahagiaan, tetapi per­
tum­buhan (growth). Itu sebabnya dalam janji nikah di atas,
masing-masing siap menghadapi kondisi buruk seperti: sakit,
miskin, atau situasi yang malang, pasangan ini tidak hanya
siap menghadapi keadaan yang baik, cukup atau sehat. Lewat
berbagai keadaan itu pasangan ini bertumbuh dalam iman,
pengalaman, ketrampilan menghadapi hidup, pengetahuan
tentang cara menghadapi masalah dan banyak hal lain. Kedua
situasi itu, baik positif maupun negatif, jika diterima dengan
ucapan syukur, akan mendatangkan menguatkan pernikahan
mereka.

118
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Saya ingin mengingat kembali sejarah pernikahan ayah


dan ibu saya. Sebagian sudah saya sampaikan pada bagian
lain. Ceritanya bersambung: sayangnya di kemudian hari Papa
saya punya kebiasaan judi dan minum. Untuk memahami
alasan papa menjadi ayah dan suami yang kasar, penjudi dan
pemabuk, saya mencari tahu riwayat hidup ayah saya.
Papa saya besar tanpa seorang ayah sejak bayinya, karena
ayahnya (kakek saya) meninggal saat papa berusia setahun.
Di usia 16 papa pernah dipenjara karena berkelahi, dan umur
17 tahun sudah menjadi polisi. Papa bertumbuh nyaris tanpa
kasih sayang. Seperti umumnya mereka yang dibesarkan
dalam lingkungan demikian, kekerasan menjadi sesuatu yang
akrab. Kalau papa sudah marah, semua yang dalam rumah
kena imbasnya. Papa mudah menempeleng, mencambuk
dengan ikat pinggang, atau melempar kursi. Mama saya kerap
diperlakukan sewenang-wenang.
Hal-hal kecil saja seringkali memicu amarah Papa. Kalah
judi, marah. Tiap hari Papa pulang dari kantor, makan siang,
lantas pergi ke rumah teman-temannya. Kadang-kadang,
teman-teman mereka bertandang ke rumah. Itu berarti
berakhir dengan judi dan mabuk. Dalam situasi ini, Mama
harus selalu waspada, jangan sampai membuat suaminya
marah.
Selain mendampingi suaminya sebagai istri polisi dan
aktif di persatuan ibu-ibu Bhayangkara, Mama membuka toko
kelontong di sebelah rumah mereka. Bakat Mama berdagang
menonjol. Kehidupan ekonomi keluarga kami membaik. Kami
membeli televisi, dan membuat rumah kami selalu ramai
dengan anak-anak tetangga yang ikut menonton. Saat itu
sangat jarang tetangga punya televisi. Kaum kerabat pun kerap
menumpang di rumah dan beberapa bahkan disekolahkan.

119
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Keluarga kami dikenal sebagai yang pandai bergaul dan murah


hati.

Diskusikan
a. Apakah visi pernikahan Anda?
b. Jika sebelum ini Anda belum sempat memikirkan
visi pernikahan, ini saatnya merumuskannya dengan
pasangan.

Tidak Puas Hanya Anak Laki-laki


Papa dan Mama dikaruniai delapan anak, laki-laki semua.
Waktu anak pertama lahir, laki-laki, tidak terkatakan sukacita
mereka. Sudah ada penerus marga. Dalam waktu yang tidak
lama lahir berturut-turut lima anak laki-laki. Papa mulai
berpikir, “Tidak ada boru (anak perempuan)-ku?”
Papa sendiri adalah anak bungsu dari tiga bersaudara
laki-laki semua. “Anak ini harus perempuan,” kata Papa
kepada Mama saat ia hamil untuk keenam kalinya. “Kalau
tidak, kuceraikan kamu!”
Tentu Mama susah, dia bergumul. Sebab bercerai adalah
aib dalam suku kami. Sepanjang masa kehamilannya yang
sembilan bulan sepuluh hari, Mama sungguh hidup dalam
ketakutan. Belum lagi tekanan-tekanan dan kekerasan yang ia
alami setiap hari saat Papa kalah judi atau pulang dalam keadaan
mabuk. Tanggal 25 Juli 1963 mama akhirnya melahirkan
seorang anak laki-laki lagi. Stress berat yang dialaminya
selama ini membuat Mama mengalami pendarahan hebat dan
hampir meninggal. Atas saran dokter, semua keluarga sudah
berkumpul, siap “melepas” Mama mengakhiri penderitaannya.
Tapi Tuhan belum memanggilnya. Beberapa hari kemudian,
Mama sembuh dan boleh membawa bayinya pulang. Melihat

120
Salib Di Tengah Badai Keluarga

keadaan istrinya demikian, Papa tidak tega menceraikan


Mama. Karena tidak menyiapkan nama untuk bayi laki-laki
(sebab diharapkan perempuan), anak ketujuh itu diberi nama
Julianto, sebab lahir bulan Juli dan hanya ditambah Anto.
Sejak muda memang Theo suka minum alkohol. Mulanya
di pesta saja. Tetapi sayang, di puncak karier Theo makin sering
minum. Dia bergaul dengan pengusaha yang suka berjudi.
Akibatnya judi dan alkholol menjadi sahabat setia Theo.
Kebiasaan ini membuat keluarga dan kariernya berantakan.
Nurmala frustrasi dan menderita depresi. Dia makin tidak
mampu merawat ke tujuh puteranya yang jarak usianya hanya
setahun. Nurma menyerahkan beberapa anaknya diasuh
kerabat.
Tahun 1975, Theo dipindahtugaskan ke Tapanuli Selatan.
Karena kondisi tubuhnya yang sakit dan ekonomi morat-marit
Theo berhenti minum alkohol. Gaji Theo hanya cukup untuk
makan sehari-hari dan membeli obat. Sementara Nurma tidak
bisa berjualan, fokus merawat Theo dan mengurus kedelapan
anak mereka. Nurma berusaha tegar, sebab dia sadar dalam
kondisi inilah Theo sangat membutuhkannya. Nurma juga
ingat akan kisah manis cinta mereka tahun tahun awal.

Mama Sering Kabur


Papa masih tetap menantikan hadirnya seorang anak
perempuan. Dua tahun kemudian Nurmala hamil anak
ketujuh. Tetapi yang datang laki-laki. Tidak sampai setahun,
Tuhan memanggil si Bungsu ini. Nurma sangat sedih. Entah
mengapa, perasaannya kepada putra bungsunya sangat
mendalam, sehingga dia merasa kehilangan sekali. Putra
yang meninggal itu dimakamkan tidak jauh dari rumah, di
pemakaman umum.

121
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Suatu kali dalam keadaan mabuk, Papa marah besar.


Entah apa masalahnya. Tapi demikian marahnya sampai dia
tidak puas hanya menendang dan mengusir istrinya ke luar
rumah. Waktu Papa masuk untuk mengambil gagang sapu,
Nurma melarikan diri dari rumah. Malam itu dia tidur di atas
nisan (kuburan) anaknya yang baru saja meninggal.
Dalam cerita Mama, di sana ia berkeluh kesah kepada
Tuhan. Berbicara kepada anaknya seolah masih hidup, “Nak,
mengapa kau tidak mengajak Mama?” tangisnya terisak-isak,
sambil membelai batu itu. “Mengapa aku tidak mati saja,
Tuhan?”
Mama seolah tidak peduli kegelapan malam. Paginya,
anak-anaknya menemukan ibu mereka, dengan wajah sayu.
Saya sempat menyapa Mama, “Mama kemana saja?”
“Dari kuburan adikmu,” jawab Mama singkat.
Waktu terus berjalan. Anak-anak mereka tumbuh dewasa.
Sifat buruk Theo ditiru anak-anak mereka. Judi dan mabuk
dengan mudah mereka pelajari dari ayahnya. Rumah jadi
seperti hotel. Anak-anak tidak pernah betah, kecuali untuk
mandi, makan dan tidur. Dalam situasi seperti ini, lahirlah
anak ke delapan tahun 1968. Laki-laki lagi.
Kehidupan jalan terus. Anak-anak baru satu yang bekerja.
Maka, Nurma kembali menjadi penyelamat. Dia membuka
usaha jualan warung nasi soto bagi penjual sayur dan kuli
pasar. Nurma menanggalkan semua kebanggaannya sebagai
istri perwira polisi. Dia turun ke pasar, bergaul dengan tukang
becak dan kuli.
Bertahun-tahun, dia berjuang. Saat orang-orang mulai
lelap di peraduan, Nurma bangun, dan mulai memasak,
subuh sudah jualan. Lepas tengah hari Nurma pulang sambil
membawa belanjaan untuk didagangkan besoknya. Tidak
sempat istirahat, Nurma masih harus mengurus suami dan

122
Salib Di Tengah Badai Keluarga

ketujuh anaknya; membersihkan rumah, mencuci, dan semua


pekerjaan rumahtangga lainnya. Selain itu, Nurma juga
melayani kekejaman suaminya yang menghebat sejak Theo
mengalami masalah di kantor.
Selain suaminya, Nurma juga harus menghadapi masalah
anak-anaknya. Mereka tidak serius belajar sehingga mendapat
pendidikan seadanya. Lulus SMP dan SMU saja. Kebiasaan
buruk yang sudah menurun membuat tiga anak-anaknya
yang terbesar seringkali pulang dalam keadaan mabuk. Suatu
ketika di tahun 1981, Nurma dirawat di Rumah Sakit karena
depresi dan darah tinggi kronis. Nurma menjadi lumpuh.
Saat itu dia benar-benar putus asa karena penyakit yang tidak
kunjung sembuh. Ketika itulah putra keenamnya, Julianto,
anak yang tadinya tidak diharapkan, memberi penghiburan,
“Ma, berdoalah. Minta kesembuhan dari Tuhan.”
“Tuhan tidak ada!” jawab Nurma ketus. “Kalau Tuhan
ada, saya mau Dia mengeluarkan saya dari sini. Aku mau
sembuh.”
“Yakinlah,” tantang putranya. “Dia akan menyembuhkan
Mama.”
Walaupun ragu-ragu, Nurma berdoa. Dia memohon
Tuhan mengasihaninya. Tuhan menjawab doanya. Malam
itu dokter menemui Nurma dan berkata, “Besok Ibu boleh
pulang.”
Sejak saat itu, hidup Nurma berubah.

Warisan Cinta Mama


Salah satu perubahan Nurma adalah semangat hidup dan
cintanya pada Papa dan kami, anak-anaknya. Suatu kali
dia mengumpulkan ketujuh anaknya. Dia berkata, ”Anak-
anakku, apapun yang dilakukan Papa kalian, aku tidak akan
meninggalkan dia. Kalian tahu Mama sangat menderita karena

123
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Papa kalian suka mabuk dan judi. Ingat, apapun yang terjadi,
aku akan jaga Papa kalian sampai aku mati. Kita harus menjadi
keluarga yang utuh. Kalian juga anak-anakku, jangan ada
seorangpun yang menceraikan istrinya dengan alasan apapun.”
Itulah komitmen Nurma yang menggugah hati ketujuh
anaknya. Perubahan kemudian terjadi. Melihat perubahan
besar dalam diri istri dan putranya, Theo digerakkan mencari
Tuhan. Sejak itu kehidupan rumahtangga mereka berubah.
Kesabaran Nurma membuahkan hasil. Anak-anak mereka
dan banyak anggota keluarga lain akhirnya bertobat. Terutama
dari kebiasaan judi dan mabuk.

Akhir Hidup Mama


Mama akhirnya mengalami komplikasi maag dan berbagai
penyakit lainnya. Kelelahan, telat makan dan banyak pikiran,
membuat kesehatan Nurma anjlok drastis. Akhirnya Nurma
meninggal lebih dulu seminggu sebelum Theo juga dijemput
ajal. Nurma melakukan janji dan komitmennya, berjuang
mengurus suaminya yang sedang sakit. Suami yang dulu sering
menyiksa hidupnya. Itulah kuasa cinta. Menebus keluarga.
Itulah yang dilakukan Nurma. Keluarga yang sudah ”mati”
perlu dihidupkan. Cinta sejati membutuhkan pengorbanan
dan harga yang mahal.
Seandainya, di tengah perjalanan Nurma menjadi putus
asa dan bercerai dari Theo, tentu anak-anaknya tidak akan
menyaksikan akhir cerita yang demikian indah. Kisah ini
membuat banyak orang yang mengenal keluarga Theo dan
Nurma ikut bersyukur. Perjuangan cinta Mama ini menjadi
catatan sejarah yang indah bagi kami. Kisah cinta mama
sungguh berkesan dan mewariskan teladan bagi kami. Sungguh
beruntung dapat mengumpulkan kepingan-kepingan cerita
cinta orang tua kami.

124
Salib Di Tengah Badai Keluarga

Diskusikan
Bagaimana cara Anda mewariskan nilai-nilai pernikahan
pada anak-anak Anda?

125
BAGIAN TIGA

JEMBATAN
PEMULIHAN KELUARGA

1. Pulihkan Pohon Keluargamu


Di Alkitab kita banyak menjumpai silsilah. Biasanya bagian-
bagian tersebut dilewatkan, karena sulit memahaminya.
Tetapi bagi Tuhan silsilah penting, maka dicantumkan dalam
Alkitab. Tuhan bekerja melalui silsilah. Misalnya silsilah
Abraham. Hal yang menarik dari silsilah Abraham ini ialah
bahwa Tuhan merencanakan keselamatan dunia ini melalui
sebuah keluarga, yaitu keluarga keturunan Abraham dan
diwujudkan oleh keluarga Yusuf dan Maria.
Dari Abraham sampai Yusuf ada puluhan keturunan.
Kalau dianalisis, tidak semua keturunan Abaraham sukses
dan menjadi berkat, ada juga keluarga yang gagal dalam
berkeluarga dan kehidupan moralnya buruk. Contohnya
Yehuda dan Tamar yang adalah mertua dan menantu. Yehuda
adalah nenek moyangnya Tuhan Yesus. Lalu timbul pertanyaan,
mengapa Tuhan memakai keluarga-keluarga demikian untuk
melahirkan Juruselamat? Dalam menilai kegagalan keluarga,
prinsip ini perlu dipegang, yaitu kegagalan menusia dalam
membangun keluarga tidak akan menggagalkan rencana
Tuhan melalui keluarga itu. Karenanya jangan kecil hati,
seandainya saat ini keluarga kita, keluarga orang tua atau
kakek kita gagal, keluarga anak kita gagal. Rencana Tuhan bagi

127
Jembatan Pemulihan Keluarga

generasi kita masih jauh ke depan. Kita perlu memegang janji


Tuhan dan menghidupinya, selebihnya Tuhan akan bekerja
untuk generasi di bawah kita.
Kalau dicermati, Alkitab mencantumkan nama dari
tiap generasi nenek moyang Yesus, tidak peduli kehidupan
keluarga dan moralitasnya. Walau kehidupan moralnya buruk,
namanya tidak dihapus dari keturunan Abraham, Ishak, dan
Yakub. Semua masuk dalam kerangka garis Ilahi, seperti
yang Tuhan rencanakan jauh sebelumnya. Misalnya dalam
Matius 1:6 ditulis, Daud memperanakkan Salomo melalui
istri Uria. Tuhan tidak menghilangkan Raja Daud dari garis
keturunan Abraman yang melahirkan Yesus. Tuhan tidak
melihat kegagalan Daud melainkan menghargai integritasnya
sebagai individu, raja Israel yang diurapi. Tuhan memberi
kesempatan kepada seorang raja yang pernah gagal. Di sini
kita menemukan satu lagi prinsip rohani bahwa rencana Tuhan
tidak gagal dalam hidup kita sekalipun kita pernah gagal.
Pernahkah Anda bayangkan bagaimana keturunan Anda
100 tahun atau 500 tahun ke depan? Bangsa Israel menjadi
bangsa yang kuat dan perkasa, modalnya cuma janji. Allah
berjanji kepada Abraham bahwa keturunannya kan menjadi
bangsa yang besar, menjadi berkat bagi seluruh dunia. Lalu
janji itu diteruskan kepada keturunan-keturunan selanjutnya.
Bangsa ini memegang janji Allah itu. Mereka menerima
janji Allah, memegang dan menghidupi janji itu. Masalah
perwujudan janji itu, biarkan Tuhan bekerja mewujudkannya.
Sebenarnya kalau kita menghayati silsilah keluarga kita
dengan baik, maka kita akan mendapat manfaat yang besar.
Kita akan semakin mengerti, misalnya, mengapa banyak terjadi
pengulangan – seperti sifat-sifat, kepribadian, kebiasaan-
kebiasaan tertentu – sesuatu yang harus kita terima menjadi
bagian dalam hidup kita. Kita tidak bisa melawan hal itu. Hal

128
Jembatan Pemulihan Keluarga

yang dapat kita lakukan ialah melakukan pembelajaran ulang.


Artinya, kita tidak bisa mengubah generasi di atas, namun kita
masih bisa memperbaiki keturunan kita.

Diskusikan
Seperti apa keturunan Anda puluhan tahun ke depan?

Keluarga Saya
Orang tua saya bernama Theodorus Simanjuntak dan Nurmala
Simorangkir. Mereka sudah meninggal dan bersama Tuhan
sekarang. Ayah dan ibu saya melahirkan saya dan saudara saya
yang lain, yaitu: (1) Johny Simanjuntak, (2) Albert Simanjuntak
(alm), (3) Helman Simanjuntak (alm), Jerry Simanjuntak,
Agustinus Simanjuntak (alm), Julianto Simanjuntak1, Witner
Simanjuntak (alm). Saya menikah dengan Roswitha Ndraha;
kami dikaruniai dua anak laki-laki: Josephus Simanjuntak,
Moze Simanjuntak.
Sekarang saya punya keluarga sendiri. Tetapi saya dan
istri berasal dari pohon yang berbeda. Maka waktu kami
membentuk keluarga, kami mengalami kesulitan. Kami
banyak konflik dan tidak tahu cara memperbaiki relasi kami.
Rasanya tidak ada yang salah, kami menjalankan rumah
tangga seperti orang tua kami dulu. Apa yang salah?
Kondisi itu berubah setelah saya belajar pohon keluarga.
Saya mendalami pohon keluarga mertua saya dengan cara

1 Saya pernah bertanya kepada ibu saya,” Ma, kenapa nama-nama abang
bagus-bagus?” dan ibu menjawab,” Karena kamu dilahirkan sangat
susah. Mama sampai blooding. Mama hanya kepikir bulan saat kamu
dilahirkan, yaitu Bulan Juli. Karena itu nama kamu Julianto.” Perlu
juga saya tambahkan di sini bahwa saya merupakan anak yang tidak
diinginkan.

129
Jembatan Pemulihan Keluarga

sering datang ke rumahnya. Saya melihat istri saya sangat


akrab dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Saya dapat
mempelajari pohon keluarga mertua saya sehingga saya
mengerti mengapa istri saya begitu. Saya melihat kondisi
mental, gaya bicara, emosi, cara berkomunikasi, ternyata
Roswitha tidak jauh beda dari keluarga asalnya.
Sedang dari keluarga asal saya, tiga generasi di atas adalah
penyembah berhala, pemabuk dan pemain kartu (judi). Kalau
keluarga kami kumpul biasanya kami main kartu. Sejak kecil
kami sudah diajar berjudi, termasuk toto2. Ayah saya seringkali
membangunkan saya dengan kalimat, ”Apa mimpimu tadi
malam?” sambil memegang buku tafsirnya.
Kami bersaudara sudah mengenal judi, minuman keras,
dan rokok sejak kecil. Ayah saya biasanya membeli minuman
keras dan rokok untuk teman-temannya. Jadi kami mendapat
kebiasaan itu mulai dari rumah.
Karena kita tidak bisa mengubah generasi ayah dan kakek
kita, maka kita perlu berupaya memperbaiki keturunan kita,
agar tumbuh pohon-pohon yang lebih baik. Kami bersaudara
jarang membaca buku yang baik, sebaliknya keluarga istri
saya menanamkan kebiasaan membaca sejak anak kecil. Saya
pikir ini baik, maka saya menerapkan itu dalam keluarga saya,
sehingga anak-anak kami sekarang mempunyai kebiasaan
membaca. Ini salah satu contoh bagaimana kami berusaha
membangun tradisi baru.
Tetapi ada hal yang menarik. Seringkali terjadi, ada anak
yang baik berasal dari keluarga disfungsi, atau sebaliknya
pohonnya yang baik namun buahnya busuk. Bapaknya majelis,
ibunya penginjil namun anaknya pecandu. Anugerah Tuhan

2 Undian berhadiah.

130
Jembatan Pemulihan Keluarga

yang sedang bekerja, dan kadang tidak secara kasat mata


terlihat. Tuhan belum berhenti bekerja dalam tiap keluarga.

Diskusikan
a. Buatlah silsilah keluarga Anda dan pasangan dalam tiga
generasi: kakek Anda, ayah Anda, dan Anda sendiri.
b. Bicarakan dengan pasangan tokoh-tokoh yang ada dalam
silsilah keluarga Anda, bagaimana tabiat, emosi, spiritual,
dan kebiasaan-kebiasaan dalam masing-masing keluarga.
c. Apa yang mempengaruhi keluarga Anda sekarang?

Warisan Orang Tua


Anak belajar banyak hal dari orang tuanya. Misalnya: wajah
yang mirip, spiritualitas, nilai dan tradisi keluarga yang baik.
Di samping itu, ada juga mewarisi mentalitas yang mudah
stress, pola komunikasi yang kasar atau emosi yang meledak-
ledak. Bisa jadi, kebiasaan yang dilihat sehari-hari akan
diadopsi menjadi perilakunya juga.
Di luar itu, anak-anak mempelajari budaya tempat
mereka dibesarkan. Misalnya:
a. Aturan umum yang berlaku dalam masyarakat.
• Dalam masyarakat Asia, ada kebiasaan menjaga
rahasia keluarga. Kalau ada masalah dalam keluarga,
semua diam, karena itu merupakan aib. Contohnya,
anak kena narkoba, terinfeksi HIV atau anak hamil di
luar nikah. Biasanya itu tidak dibicarakan. Akibatnya,
banyak di antara kita tumbuh dengan pribadi yang
sulit jujur dan terbuka. Kalau ditanya, ”Apa kabar?”
Jawaban yang kita terima umumnya, ”Baik,” walau
hatinya mungkin sedang susah.

131
Jembatan Pemulihan Keluarga

• Seorang istri bingung menghadapi suaminya yang


sangat pendiam, sulit menebak isi hati suami, apalagi
tahu perasaannya. Mengapa? Karena dalam keluarga
asal, tidak pernah dilatih.
• Kalau orang tua sering bertengkar dan konflik, maka
peristiwa itu terekam di benak anak. Sama seperti
satu film yang ditonton sepuluh kali dalam sehari.
Anda dapat bayangkan bagaimana pertengkaran
dan keributan di rumah masuk dalam hati dan
pikiran anak. Ini menimbulkan perasaan tidak aman,
ketakutan, dan ambivalensi.
• Ada peraturan dalam sebagian keluarga bahwa
yang salah harus dihukum. Tiap kesalahan ada
hukumannya. Selain itu selalu ada larangan: tidak
boleh ini dan itu. Anak yang dididik dalam keluarga
demikian akan bertumbuh menjadi anak yang juga
suka mengukur dan mengritik. Ia jarang atau malah
tidak pernah dipuji.
• Ada keluarga yang demokratis. Sebelum mengambil
keputusan semua anggota keluarga, termasuk anak-
anak diajak membuat kesepakatan. Dan ada yang
sebaliknya, otoriter.
b. Peranan yang umum dalam keluarga
• Biasanya anak tertua berperan sebagai pengganti
ayah, yang bertanggung jawab terhadap keluarga
dan adik-adiknya. Ia secara tidak langsung menjadi
asisten orang tua. Kondisi ini berdampak dalam
kehidupannya. Dia selalu ingin jadi ketua atau kalau di
kantor ia ingin ngatur, sebagaimana ia terhadap adik-
adiknya. Tanpa disadari di gereja pun ia berperilaku
demikian.

132
Jembatan Pemulihan Keluarga

• Selain itu ada juga sindrom anak bungsu. Orang


tua memberikan perhatian lebih hanya karena
dia bungsu. Di tiap rumah tangga selalu ada yang
berperan sebagai korban agar mendapat perhatian.
• Ada anak yang dilatih berperan sebagai penyelamat.
Ayah dan ibunya sangat dermawan terhadap orang
lain, sering menolong dan memberi sumbangan.
Umumnya anak yang sering diajak atau melihat
kemurahan hati orang tuanya, akan cenderung murah
hati juga.
c. Pola relasi dalam keluarga
• Kalau relasi orang tua kita baik, hangat, romantis dan
mesra, maka itu akan ditiru anak-anaknya. Tetapi
kalau orang tua - seperti orang tua saya - sering
bertengkar dan marah, maka anak akan cenderung
gampang marah dan tidak sabaran. Ssebagai anak
yang sering melihat orang tua konflik, saya juga tidak
mudah membangun kemesraan dengan istri. Tetapi
karena saya ingin mengubah pohon keluarga, saya
berusaha mengungkapkan rasa sayang pada istri dan
anak-anak.
• Dalam tradisi tertentu, orang mengungkapkan
rasa sayang bukan dengan ucapan, namun uang
atau barang. Ini menjadi masalah jika pasangannya
dibesarkan dalam keluarga yang mengungkapkan
kasih dengan kata-kata.
Seorang istri ingin sekali mendengar kata ”I love you”
dari suaminya.
Sang Suami menolak dan berkata, ”Saya tidak bisa!
Apa sih yang kurang kuberikan? Minta cincin, kubeli.
Mobil kukasih.”

133
Jembatan Pemulihan Keluarga

Istrinya menjawab, ”Hanya itu Pa, yang kuminta.”


Suaminya berprinsip: Aku tidak berbicara, namun
aku melakukannya.
• Saya belajar mengucapkan kata-kata sayang kepada
anak saya, terinspirasi oleh buku Gary Chapman
Lima Bahasa Kasih. Ketika anak saya tidur, saya
mengucapkan kalimat, ”Nak, papa sayang kamu…”
Wah, ternyata bisa, walau anak saya tidak dengar.
Lama-lama saya dapat mengatakannya saat mereka
sadar. Kalau Anda ingin belajar mengucapkan kata
sayang kepada istri, Anda dapat mempertimbangkan
cara saya ini.

Diskusikan
Apa yang Anda dan pasangan pelajari dari generasi di atas
Anda?

Mewariskan Nilai Keluarga


Ayah mertua saya adalah contoh dalam keluarga kami yang
mewariskan nilai-nilai keluarga secara sadar dan terencana.
Ia mengatakan, ”Kalian boleh tidak punya foto bapak.
Bahkan kalian boleh lupakan wajah bapak kalau bapak sudah
meninggal. Tetapi kalian tidak boleh lupa nilai-nilai keluarga
kita yang telah bapak ajarkan kepada kalian. Wariskan itu
kepada cucu-cucuku!”
Saya mendengar hal itu dengan kagum. Bagi saya, ia ayah
yang bijaksana. Kalimatnya membuat saya mulai merencanakan
nilai-nilai apa yang nanti diwariskan anak-anakku kepada
cucu-cucuku. Inilah yang disebut menanamkan nilai secara
sadar dan terencana.

134
Jembatan Pemulihan Keluarga

Roswitha menuliskan nilai-nilai yang diwarisinya dari


ayahnya:
a. Ayah yang jujur
Ayah saya pegawai negeri dan bertugas sebagai dosen. Pada
saat bimbingan skripsi atau mau ujian, ada banyak mahasiswa
ke rumah. Mereka datang dengan membawa makanan atau
hadiah-hadiah. Tetapi ayah saya selalu berkata, ”Bawa pulang
bawaan kalian.” Kalau ada proyek-proyek pemerintah, ia
mempertanggungjawabkannya sampai kepada hal-hal detail,
serta membelikan inventaris kantor andai ada sisa proyeknya.
Kami bersaudara tujuh orang. Dengan gaji seorang dosen
negeri tidaklah mudah ayah membesarkan tujuh anak. Tetapi
ayah saya kreatif mencari uang. Ia menulis buku – ada kurang
lebih lima puluh judul buku yang telah dihasilkannya. Ia juga
menulis ijazah mahasiswa dengan tulisan tangan indahnya
saat kami berdomisili di Malang, ketika itu, kondisi ekonomi
keluarga cukup prihatin.
b. Ayah tidak pernah melakukan affair
Ada banyak wanita yang naksir ayah saya, baik saat Ibu saya
masih ada sampai Ibu saya meninggal. Ia berprinsip untuk
tidak meninggalkan teladan buruk untuk ditiru oleh anak-
anaknya. Ayah menikah kembali dengan proses yang baik
pula.
c. Ayah tekun bekerja dan merawat kesehatannya.
Ayah saya berolah raga setiap pagi. Karena itu ia tetap sehat
hingga dipanggil Tuhan di usia 73 tahun. Selain itu ia bekerja
tanpa kenal lelah. Walau demikian kami memiliki Ibu yang
mengasuh dan merawat kami, karena ia bekerja di rumah.
Kami tidak memiliki pembantu. Saya anak tertua dari tujuh
bersaudara, lima perempuan dan dua laki-laki. Kami punya

135
Jembatan Pemulihan Keluarga

tradisi di mana saat kami telah berumur 10 tahun, kami harus


belajar menyiapkan sarapan. Sehingga, adik-adik saya sudah
diajari memasak sebelum berangkat sekolah. Selain itu kami
juga diajar untuk mengurus dan merawat rumah.
d. Ayah konsisten
Ia memiliki panggilan dan tujuan hidup yang jelas, yaitu
menjadi guru. Ia telah menjadi guru sejak ia tamat SMA. Ia
menjadi guru SMP di Gunung Sitoli, Nias. Ia tetap mengajar
sampai Tuhan memanggilnya - walau ia sudah emiritus.
e. Ayah tidak merokok
Ayah saya sama sekali tidak pernah merokok, tidak berjudi
atau minum alkohol. Ia mengingatkan kami, ”Anak-anak
bapak tidak ada yang boleh merokok ya…” Hanya adik bungsu
kami, karena ia pernah jadi pecandu, sempat jadi perokok.
Ayah saya juga berpesan untuk mencari pasangan yang tidak
merokok. Dan semua menantunya dan anak-anaknya tidak
ada yang merokok. Karena merokok itu merusak sendi-sendi
kehidupan. Melalui merokok mereka bisa menjadi pecandu.
f. Dapat mengatasi konflik
Ayah seorang perfeksionis, sehingga ia sering menghadapi
konflik. Ia ingin apa yang direncanakannya terwujud. Tetapi
ketika saya ketemu para mantan mahasiswa Ayah, mereka
ada yang berkata, ”Ayah kamu itu luar biasa, lho.” Saya bangga
sekali sebagai anak. Saya juga ingin suatu saat cucu-cucu
saya mendengar kalau Ompung-nya konsisten dalam bidang
konseling.
g. Ayah memiliki otoritas
Kami diajarkan untuk hormat terhadap Ayah. Sekarang
banyak anak yang sulit menghormati orang tuanya, namun
saya bersyukur kami dapat menghormati Ayah.

136
Jembatan Pemulihan Keluarga

h. Ayah pemimpin spiritual keluarga


Sejak petobatan ibu saya (tahun 1969) dari kehidupan berlatar
belakang okultisme, kami mengadakan persekutuan di
rumah, pagi dan malam, setiap hari. Karena itu kami sudah
berulang kali membaca Alkitab, dari Kejadian sampai Wahyu.
Semua konflik kami akan diselesaikan dalam ibadah tersebut.
Pada malam hari ayah sering bertanya, ”Apa rencana kalian
besok?” Kami memberitahu rencana-rencana kami. Dengan
demikianlah orang tua dan anak dapat saling mengerti.
i. Ayah seorang pendidik
Ayah saya tidak punya banyak uang. Tetapi dia selalu berkata,
setinggi apapun pendidikan yang kalian ingin capai, bapak
akan usahakan. Sebagai seorang penulis, ia menekankan
betapa pentingnya buku. Ayah sering membawa kami ke
toko-toko buku. Ia membiarkan kami melihat buku apa saja
kecuali komik. Kami tidak diizinkan membaca komik. Komik,
menurut Ayah, bisa membuat kecanduan.
Peran Ayah saya sebagai pendidik juga terlihat di masya­
rakat. Ia berperan dalam membangun lembaga-lembaga
pendidikan, baik pemerintah maupun swasta. Institut Ilmu
Pemerintahan (IIP) dan Universitas Islam 45 di Bekasi digagas
oleh Ayah. Saya heran, koq bapak membangun Universitas
Islam? Alasan Ayah ialah bahwa Tuhan menciptakan
pendidikan bagi semua orang, bukan hanya bagi orang
Kristen. Setelah universitas itu mandiri, Ayah keluar dari situ.
Ayah saya sangat cinta pada dunia pendidikan.
Tidak ada anak yang berutang kepada orang tua. Dan
kalau kita berutang ke orang tua, maka kita membayar kepada
anak kita, yaitu cucu orang tua kita. Ini merupakan prinsip
orang tua saya. Demikianlah akhirnya kita didorong untuk
mengasihi anak kita melalui kasih yang kita terima dari orang

137
Jembatan Pemulihan Keluarga

tua kita. Selain itu, keberhasilan dan kesuksesan – walau


semua anaknya sudah mandiri dan berkeluarga – bagi Ayah
dalam mendidik anak terlihat dari bagaimana cucu-cucunya
mengadopsi nilai-nilai yang mereka terima dari orang tua
mereka, yang dalam hal ini ialah kami. Jadi kalau saya dapat
mewariskan nilai-nilai yang ditanamkan orang tua saya
kepada anak-anak saya, maka Ayah saya dapat dikatakan
berhasil mendidik kami, anak-anaknya.

Visi Kami
Rencana Tuhan sungguh indah dalam hidup dan keluarga
orang percaya, walau apapun yang terjadi. Prosesnya masih
panjang, Tuhan belum menutup buku kehidupan kita, Ia
masih terus berkarya. Pohon keluarga membangun kesadaran
tentang sistem yang mempengaruhi hidup manusia, yang
diterima melalui pengasuhan orang tua, lantas bagaimana
orang tua perlu dengan sadar dan terencana mewariskan nilai-
nilai tersebut kepada anak-ananya. Orang tua perlu menaruh
visi dalam dirinya. Apa yang saya buat untuk masa depan
keturunan saya? Ini pertanyaan pengarahnya.
Saya sendiri punya visi menyiapkan sebanyak mungkin
pusat-pusat kesehatan mental, konseling dan konselor-
konselor yang mengasihi Tuhan untuk anak-cucu-cicit saya.
Seandainya suatu saat mereka butuh konseling, mereka lebih
mudah mendapatkannya. Jadi saya mendorong sebanyak
mungkin orang menjadi psikolog, psikiater, konselor Kristen
demi masa depan keturunan kita.
Saya telah keliling ke beberapa kota untuk seminar,
mengajar, dan mengampanyekan pentingnya konseling. Walau
lelah saya diberi kekuatan ekstra dari Tuhan, sehingga tidak
patah semangat. Visi itu seperti cahaya, menjadi penuntun dan
pedoman ketika saya merasa bahwa apa yang saya lakukan ini

138
Jembatan Pemulihan Keluarga

seperti tidak ada hasilnya. Visi tersebut memberikan gairah


dan semangat. Visi juga menjadi penyeimbang, sehingga kita
tidak terseret oleh satu kutub, apakah itu penyakit, masalah
keluarga atau apa saja. Visi itu menarik kita ke kutub lainnya.
Memang ada masalah dan kesulitan, namun tugas belum
selesai. Karena itu kami harus bertahan dan terus berjuang.
Ada orang yang tersesat selama lima puluh hari di hutan, tidak
makan dan tidak minum, namun ia tetap hidup. Mengapa?
Karena ia masih ingin menjadi ayah bagi anaknya. Saya yakin
kalau orang itu yang tidak punya visi, ia pasti sudah mati.

Diskusikan
a. Apa yang akan Anda buat untuk masa depan keturunan
Anda?
b. Setelah mempelajari bagian ini, apa visi Anda untuk masa
depan keluarga dan generasi penerus Anda? Bagaimana
menjalankan/merealisasikannya?

2. Jembatan Pemulihan Relasi


Orang yang datang konseling biasanya adalah mereka yang
mengalami konflik batin dan masalah dalam hubungan
antarpribadi. Mereka tidak tahan lagi dan merasa ada
kebutuhan untuk berbicara dengan orang yang kompeten,
yang secara emosional atau sosial tidak terlibat di dalam
masalahnya, yang bijaksana, dan juga menyediakan suasana
persaudaraan yang menenangkan.
Konflik menjadi bagian hidup kita setiap hari. Sejak
kejatuhan Adam dan Hawa, konflik merusak banyak keluarga
yang kehilangan tujuan pernikahan. Tidak ada yang salah
dengan konflik, yang salah adalah respons terhadap konflik

139
Jembatan Pemulihan Keluarga

dan kemampuan mengelolanya. Jika dikelola dengan baik


konflik itu sehat dan membuat relasi bertumbuh sehat.
Sebagian besar klien Lembaga Konseling Keluarga
Kreatif (LK3) datang dengan isu konflik, baik dalam keluarga,
dengan pasangan, anak, orang tua, atau relasi lainnya. Ada
juga konflik dengan rekan sekerja, tim pelayanan gereja, atau
dengan sahabat dekat. Konflik yang dikelola bisa membuat
hubungan semakin akrab dan dekat. Tapi yang salah kelola
atau didiamkan, menimbulkan banyak masalah, di antaranya
hubungan yang retak, menimbulkan luka, trauma relasi hingga
penyakit psikosomatis.
Pengelolaan konflik relasi sangat beragam, sesuai dengan
kepribadian individu. Ada yang terbiasa ingin menyelesaikan
langsung. Sebagian lain mendiamkan atau membiarkannya
untuk sementara waktu. Ada juga yang sengaja lari atau
meghindari konflik dengan cara meminta maaf walau tidak
salah. Kadang menyibukkan diri dan cuek dengan masalah
yang sedang terjadi. Sementara ada pula yang suka konfrontasi,
menyerang individu lawan konfliknya, melakukan kekerasan
psikis maupun fisik.

Sumber Masalah Kepribadian


a. Pola Asuh yang Buruk
Ini dilalui oleh mereka yang punya orang tua yang tidak
berfungsi. Pernikahan orang tua tidak sehat. Mereka banyak
konflik, bahkan bercerai. Sebagian nilai, cara hidup, perilaku,
emosi, pola berkomunikasi diadopsi dari orang tua yang
demikian. Apalagi yang disertai kekerasan, mengabaikan
anak, dan dibedakan dari saudara lainnya. Dibesarkan tanpa
kehadiran dan kasih sayang orangtua merupakan luka dan

140
Jembatan Pemulihan Keluarga

trauma terburuk dalam hidup manusia. Butuh waktu yang


cukup dan kemauan yang besar untuk memulihkannya.
b. Lingkungan yang buruk
Bisa jadi individu tersebut tumbuh dalam kemiskinan orang
tua. Gizi yang rendah dan pendidikan yang minim mengham­
bat pertumbuhan. Apalagi jika dia akhirnya menikah dengan
pasangan yang berbeda latar belakang, pasangan dari keluarga
kaya. Konflik sulit dihindarkan. Lebih terusik lagi jika ternyata
adik-adik kita lahir dan besar saat orang tua sudah cukup
berada.
c. Pengalaman yang buruk
Sebagian orang punya pengalaman buruk saat kecil. Misalnya
jatuh dari kendaraan yang menyebabkan gegar otak. Pelecehan
seksual di usia dini. Beberapa orang lain diperkosa oleh
saudara dekat. Ini menyisakan trauma yang hebat. Ada juga
yang melakukan hubungan seks dengan pacar hingga aborsi.
Jika masa lalu yang buruk ini tidak pernah diselesaikan, maka
akan terus terbawa dalam relasi dengan pasangan dan bahkan
anak-anak. Rasa bersalah yang mengganggu menghabiskan
energi dan tak jarang melumpuhkan emosi.

Memahami Sumber Konflik


Potensi konflik sebenarnya sudah dibawa sejak menikah.
Masalah keluarga tidak terjadi di dalam pernikahan tapi jauh
sebelum menikah. Ada empat sumber masalah konflik:
Pertama, tidak saling kenal keluarga asal. Pengenalan
keluarga asal, baik kebiasaan dan budaya serta pohon keluarga
akan membuat pasangan saling menerima dan tidak banyak
menuntut satu sama lain. Pengenalan memudahkan mereka

141
Jembatan Pemulihan Keluarga

saling menerima, membantu dan mempedulikan kelemahan


pasangan.
Kedua, masing-masing membawa luka dan trauma
relasi dari keluarga asal. Apakah itu minim kasih sayang,
diabaikan, dibedakan, mengalami kekerasan dari orang tua,
dan sebagainya. Sebagian luka dibawa sejak kecil. Bisa juga
bersumber dari pengalaman dan lingkungan yang buruk, atau
kualitas cinta yang buruk. Misalnya pengalaman di sekolah
dengan guru dan teman.
Ketiga, minim teladan pernikahan orang tua. Tidak
mempu­nyai contoh keayahan atau keibuan, juga minim te­
ladan kesuamian dan keistrian. Sehingga tidak punya bayang­
an bagaimana menjadi orang tua dan pasangan yang sehat.
Keempat, minimnya konseling pranikah. Karena terba­
tasnya pelajaran mengenai pernikahan yang didapat, banyak
pasangan hanya mengulang pola dari orang tua asal, yang
tidak bisa dipraktekkan dalam keluarga mereka sendiri, karena
beda zaman, beda budaya dan latar belakang.

Rekonsiliasi Relasi
Pendekatan terapi inkarnasi berfokus kepada pemulihan
individu yang dimulai dengan mengamati pola relasi dan pola
konfliknya. Sumber masalah pada emosi dan pikiran individu
sebagian besar berasal dari konflik relasi dengan orang terdekat
dan dirinya sendiri. Jika masalah tidak diselesaikan, maka
sebagian energi pikiran dan perasaan inividu akan tersedot
pada konflik, dan membuat hidupnya tidak bertumbuh.
Dalam Kotbah di Bukit Yesus menegaskan, “Sebab itu,
jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas
mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati
saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu
di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan

142
Jembatan Pemulihan Keluarga

saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persem­


bahanmu itu.” ((Matius 5:23-24).
Gangguan pada relasi, karena tidak cakap mengelola kon­
flik pribadi, konflik sosial dan konflik spitirual (iman), dapat
menye­babkan turunnya kemampuan berkomunikasi secara
sehat. Paulus membantu kita menyadari ketidaksempurnaan
kita sebagai orang berdosa. Paulus menguraikan sisi kecen­
derungan kita yang berdosa, apakah itu hanya dalam pikiran,
keinginan atau perasaan. Jelas kita lahir dari keluarga berdosa,
lahir dalam benih pendosa dan menikah dengan orang yang
sama-sama berdosa. Maka semua kita mempunyai status yang
sama, tak ada yang lebih benar atau lebih baik (Roma 3:10-23).
Konflik terjadi karena ada yang merasa diri lebih dari
yang lain. Kesombongan merusak relasi dan komunikasi
dalam keluarga kita. Akar utama konflik relasi adalah kita
tinggal bersama dengan orang berdosa. Realitanya, tidak ada
yang sempurna atau sesuai dengan harapan kita, baik orang
tua maupun anak atau pasangan kita.

Jembatan Pemulihan Relasi


(Filipi 2:1-11)
Untuk memulihkan relasi yang terhambat antara suami-
istri atau orang tua-anak, perlu ada penghayatan yang
benar terhadap Filipi 2:1-11. Silakan membaca perikop ini
dengan baik, kemudian ikuti langkah-langkah di bawah ini.
Kemungkinan dibutuhkan lebih dari satu kali usaha untuk
dapat memahaminya.

Satu: sehati dan sepikir (ayat 1-2).


Fokus pada persamaan, bukan perbedaan. Bukan aku versus
kamu tapi kita versus masalah.

143
Jembatan Pemulihan Keluarga

Latihan:
1. Berkaitan dengan isu konflik, temukanlah kesamaan Anda
dengan pasangan.
2. Temukan juga isu konflik dengan pasangan dan anak
3. Membahas dan menyelesaikan masalah dengan rumus
“kita vs masalah”

Dua: mengutamakan hak, bukan kewajiban (ayat 3-4).


Kita cenderung menekankan kewajiban kepada anak atau
pasangan. Rumusan Tuhan berbeda. Dia memberikan dulu
hak kita yaitu penebusan, baru memberikan hukum. Sumber
utama konflik keluarga adalah sikap egois (ayat 3-4).
Latihan:
1. Untuk mengutamakan kepentingan anggota keluarga kita,
cobalah temukan lima hak anak Anda
2. Temukan juga lima hak pasangan Anda

Tiga: fokus pada pribadi, bukan perbuatan kita (5-7).


Memiliki pikiran Kristus (5) dan rela mengosongkan diri
(6-7), menjadi sama dengan manusia. Allah mengutamakan
kebutuhan kita, bukan diri-Nya. Mengosongkan diri, adalah
kesediaan merendahkan diri dan mengutamakan pribadi
kita. Tidak menghakimi, tapi menyediakan jalan bisa
berkomunikasi dengan kita. Fokus pada akar bukan buah.
Menurunkan harapan, dan memberi sebelum meminta
manusia berubah.
Latihan:
Dengan memperhatikan isu konflik, pikirkanlah kebutuhan
pasangan dan anak yang perlu Anda penuhi.

144
Jembatan Pemulihan Keluarga

Empat: menurunkan harapan kepada pasangan/


anak/orang tua (Filipi 2:5-8).
Tuhan yang menciptakan manusia, menurunkan diri-Nya
menjadi seperti manusia, karena manusia tidak dapat menemui
Tuhan. Demikian pula orang tua, perlu turun menjadi sama
dengan anak untuk dapat memahami jalan pikiran dan hati
anak. Orang tua pernah menjadi anak, sedangkan anak tidak
pernah menjadi orang tua. Jadi orang tualah yang menurunkan
harapan terhadap anaknya.
Fokus pada proses, bukan hasil. Dalam sejarah
keselamatan, Allah sabar menunggu waktu yang tepat untuk
datang dan menebus manusia. Dia sabar menantikan kita
berproses untuk bertumbuh.
Latihan:
1. Harapan apa yang perlu Anda turunkan untuk dapat fokus
pada proses penyelesaian konflik dengan pasangan/anak?
2. Bagaimana Anda melakukannya?

Lima: menyelesaikan ambivalensi (luka dan


kemarahan).
Kita punya ambivalensi antara sayang dan marah, cinta
dan benci, hormat dan tidak. Kita perlu mendamaikan dua
perasaan tersebut. Kristus membayar murka Bapa-Nya
dengan rela mati di kayu salib. Ada yang harus dibayar demi
pemulihan. Menerima kesalahan anak/pasangan bukan
berarti setuju dengan kesalahannya. Menerima berarti
memahami kesalahannya, kemudian mengizinkan anak dan
pasangan berubah pada waktu dia sudah bisa berubah (tidak
mendesak terjadinya perubahan, karena paksaan semacam
itu akan memicu konflik baru). Kita perlu mengakui luka

145
Jembatan Pemulihan Keluarga

dan kemarahan kita kepada anak dan pasangan, dan siap


mema­af­kan. Bersedia secara sadar menderita seketika lama­
nya, sampai Tuhan memulihkan dan memuliakan kita (ayat
9-11). Tidak perlu membenarkan diri, mencari hormat atau
mempertahankan harga diri. Allah sendiri akan melaku­
kannya untuk kita.
Latihan:
1. Apakah Anda masih menyimpan ambivalensi terhadap
orang tua/pasangan? Jelaskan.
2. Jika Anda sulit menyelesaikan ambivalensi tersebut,
carilah professional helper.

3. Merawat Luka Batin Anak


Luka batin adalah sebuah pengalaman yang sangat menggun­
cang atau menyedihkan sehingga melukai perasaan/batin kita.
Peristiwa atau pengalaman ini dapat menciptakan trauma
yang membekas dan melekat sampai ke batin yang paling
dalam. Umumnya luka batin itu tidak disadari, karena sudah
tersimpan lama di bawah alam sadar kita. Seperti halnya
saat kita bernafas, kita seringkali tidak menyadari bahwa
sebenarnya kita bernafas. Demikian juga dengan emosi kita
yang terluka atau trauma. Apalagi jika luka ini terjadi pada
masa kanak-kanak.
Mengapa anak rentan terluka? Ahli perkembangan anak J.
Piaget menegaskan bahwa anak-anak di bawah 12 tahun hanya
mampu berpikir secara konkrit, bukan abstrak. Sehingga
semua penilaiannya adalah berdasarkan pengalaman, bukan
karena ajaran atau penjelasan. Banyak orang tua dan guru
tidak memahami teori ini dengan baik, memperlakukan anak-
anak seperti orang dewasa. Misalnya, orang tua yang marah
dan memukul anak, menjelaskan alasan memukul karena

146
Jembatan Pemulihan Keluarga

sayang mereka. Ini statement yang sulit dipahami anak, karena


mereka merasa pukulan itu sakit dan anak sulit mengerti,
karena ia hanya bisa merasa dipukul itu sakit dan membuat
mereka merasa terhina.

Ambivalensi Pada Anak


Jika anak tumbuh di lingkungan keluarga yang beragama,
yang mengajarkan Firman Tuhan dan rutin ke gereja, mereka
diajari hormat dan sayang pada orang tua. Tapi orang tuanya
justru kasar dan sering bertengkar. Ini membuat anak bingung.
Bagaimana anak dapat mengasihi Ayah atau Ibunya yang
kasar dan sering bertengkar? Akhirnya muncullah perasaan
mendua atau ambivalen dalam diri anak. Satu sisi ia harus
hormat sama orang tua, tapi di sisi lain ia merasa benci karena
Ayahnya kasar sama Ibunya, atau sebaliknya. Di satu sisi
orang tua mengajarkan hidup damai dan saling cinta antara
kakak dengan adiknya, tapi sebaliknya orang tuanya sering
konflik dan ingin bercerai. Situasi ini membuat anak terluka
dan ambivalen terhadap orang tuanya. Ini sungguh sangat
menyakitkan.

Sumber Luka Batin Anak


Ada beberapa sumber luka batin anak yang paling umum,
yaitu:
a. Penolakan sejak kandungan
b. Dibedakan dengan saudara kandung atau teman-temannya
c. Diabaikan oleh orang tua atau gurunya
d. Mengalami kekerasan fisik dan psikis
e. Dilecehkan (bully) teman tanpa dibela orang tua dan guru
f. Mengalami pelecehan seksual tapi ceritanya dianggap
remeh atau malah tidak dipercaya.

147
Jembatan Pemulihan Keluarga

g. Dibesarkan orang tua yang penuh konflik, apalagi salah


satunya (Ibu atau Ayahnya). sangat ia cintai.

Ciri Anak dengan Luka Batin


a. Umumnya mereka terlihat tegang. Suara yang keras
dapat membuat mereka kaget. Mereka sering ketakutan
dan mengira seolah akan terjadi sesuatu yang buruk atas
mereka setiap saat. Takut ditinggal sendirian di rumah,
takut tidur sendirian, bahkan saat ke kamar mandi.
b. Sebagian mereka begitu tegang sehingga sulit tidur,
memilih main gadget atau menonton hingga tengah
malam. Mereka bisa terbangun pagi-pagi sekali. Kadang-
kadang tanpa ada penyebab yang jelas mereka gemetaran
atau berdebar jantungnya.
c. Tanda lainnya sesudah remaja atau dewasa mereka terlihat
kesulitan bernapas, pusing, atau seperti mau pingsan.
Sebagian anak dengan hati yang terluka, kelihatan
wajahnya sangat marah, sulit didekati dan cenderung
bersikap keras.
d. Setelah dewasa ada wanita yang tidak menyukai pria
karena saat kecil pernah diperkosa. Akibatnya ia marah
kepada semua pria.
e. Sebagian lain mengekspresikan lukanya dengan wajah
yang tampak sangat sedih, punya perasaan depresi dan
sering menangis tanpa alasan yang jelas.
f. Anak korban perang cenderung menjauhi segala sesuatu
yang mengingatkan mereka kepada pengalaman trauma
yang pernah mereka alami. Misalnya, sangat ketakutan
kalau mendengar suara sebuah pesawat terbang. Mereka
mungkin menghindari lapangan terbang dan tidak mau
naik pesawat.

148
Jembatan Pemulihan Keluarga

g. Sementara beberapa orang yang telah disakiti oleh orang


Kristen, menolak untuk pergi ke gereja.
h. Beberapa orang dengan luka batin mungkin tidak dapat
mengingat sebagian atau seluruh pengalaman mereka.
Mereka tidak suka menceritakan pengalaman masa
lalunya. Langsung terdiam kalau ditanya oleh konselor.
i. Beberapa orang dengan luka batin kehilangan kepekaan.
Mereka cenderung cuek dan tidak lagi begitu peduli pada
apa yang terjadi dengan dirinya. Sebagian lain kehilangan
semangat atau tampak tidak bergairah.
j. Banyak orang dengan luka batin terus-menerus memi­
kirkan peristiwa yang dialaminya itu. Sesekali mereka
merasa kembali berada di tengah kejadian itu, seolah
menjalaninya kembali, melihat film yang sangat menakut­
kan. Ini bisa terjadi, baik dalam keadaan sadar, maupun
dalam tidur sebagai mimpi buruk. Akibatnya mereka sulit
untuk berkonsentrasi kepada satu tugas tertentu. Sebagai
contoh, seorang anak di sekolah merasa sulit untuk belajar.
k. Anak yang mengalami aniaya atau kekerasan dari Ayahnya
kelak sesudah punya anak cenderung mengulangi,
menganiaya anaknya juga. Atau anak korban kekerasan
ibunya, cenderung membalas kepada istrinya.

Yang Membuat Luka Makin Parah


Beberapa keadaan yang dapat membuat anak terluka adalah:
a. Ada anggota keluarganya meninggal
b. Anak dicurangi teman disekolah
c. Suatu peristiwa yang menyakitkan dan berlangsung lama.
Misalnya, diabaikan, dikritik orang tua, dan dibandingkan
dengan orang lain.

149
Jembatan Pemulihan Keluarga

d. Sesuatu kejadian yang buruk dan berulang dalam satu


jangka waktu tertentu; misal diejek atau di-bully teman di
sekolah.

Cara seseorang bereaksi terhadap satu pengalaman


buruk menentukan keadaan luka hatinya, bukan hanya
pada pengalaman itu sendiri. Seseorang yang mengalami
pengalaman trauma yang sederhana dapat bereaksi lebih
berat dibandingkan dengan seorang yang punya pengalaman
dahsyat. Orang yang cenderung bereaksi lebih berat kepada
suatu pengalaman buruk adalah mereka yang:
a. Terlalu manja dan tidak mandiri
b. Dibesarkan orang tua yang sakit mental;
c. Pribadinya terlalu sensitif karena harga diri rendah
(minder)
d. Banyak mengalami hal-hal buruk di masa lalu, terutama
dalam masa kanak-kanak, misalnya besar kurang kasih
sayang atau orang tua meninggal saat masih bayi
e. Sudah bermasalah dalam kehidupannya, sebelum
peristiwa terjadi. Misal besar di panti dan merasa dibuang
orang tua.
f. Tidak punya dukungan keluarga atau sahabat selama dan
setelah peristiwa.
g. Anak memiliki kepribadian anti sosial, tidak punya teman.
Pada orang yang dewasa, responnya berbeda. Ada yang
ingin terus-menerus menceritakan pengalamannya kepada
orang lain. Sebaliknya, ada yang sama sekali tidak mau
menceritakan pengalamannya. Beberapa orang dengan luka
batin mencoba menghilangkan sakit hati mereka dengan cara
minum obat-obatan atau minuman keras. Sebagian lainnya
cenderung makan terlalu banyak atau bekerja terlalu keras

150
Jembatan Pemulihan Keluarga

untuk menekan rasa sakit di hatinya. Ada juga anak suka


melukai atau menyerang teman bahkan gurunya. Semua
reaksi tersebut di atas adalah wajar pada orang-orang yang
mengalami pengalaman buruk seperti aniaya, korban perang,
misalnya. Reaksi itu bisa langsung atau baru kelihatan sesudah
satu waktu tertentu setelah peristiwa terjadi.

Merawat Luka Batin Anak


Ada proses yang harus dijalani dalam merawat luka batin
anak.
Pertama, jika ada indikasi luka batin pada seorang anak,
cobalah berdialog dengan dia dan orang tua, gurunya, atau
siapapun yang diperkirakan berkonflik dengan dia. Temukan
peristiwanya dan apa kemauan anak yang berkaitan dengan
luka itu. Untuk membangun kembali kepercayaan anak pada
proses mediasi ini, tidak boleh ada yang membela diri.
Kedua, jika luka dan penyebabnya sudah jelas, dorong
orang tua (atau guru atau orang dewasa lain) untuk meminta
maaf pada anak, dengan tulus dan bersungguh-sungguh. Di
sini orang tua tidak boleh memberi nasihat pada anaknya,
melainkan membangun sikap memahami anaknya, mengerti
hal apa yang membuat sang anak terluka. Jangan menyalahkan
anak atau mengambinghitamkan situasi (menyalahkan
pasangan atau keadaan).
Ketiga, membangun ulang bonding atau ikatan batin yang
hilang dengan anak. Caranya memberikan bahasa cinta atau
kesukaan anak secara sadar, terencana dan rutin. Melatih anak
berbagi perasaan atau curhat, tanpa memberi komentar atas
perasaan atau curhat anak. Dengan membagi perasaan negatif
anak akan merasa lega, tapi dengan terus menyimpan, luka itu
makin terasa.

151
Jembatan Pemulihan Keluarga

Percakapan pribadi ini paling baik dengan orang tua, tapi


jika orang tua tidak mampu, mereka dapat membawa anak ke
konselor anak. Tidak cukup dengan berdoa, anak perlu bicara
dengan seseorang yang ia percaya dan cakap mendengarkan
keluhannya. Jika beban luka itu tersimpan berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun, luka itu berubah menjadi nanah emosi
yang sulit tersembuhkan. Dengan berbagi, ada kesempatan
yang baik bagi anak membicarakan rasa sakit mereka. Dengan
berbagi mereka akan memperoleh pengertian yang benar
tentang apa yang terjadi dan bagaimana hal itu memengaruhi
mereka agar lebih mampu menerima apa yang telah terjadi.
Keempat, menjadi pendengar yang baik bagi Anak.
Jika anak didengarkan dengan baik, ia akan merasa bebas
membagikan satu rasa sakit hatinya. Percakapan pribadi
ini paling baik dengan orang tua, tapi jika orang tua tidak
mampu, mereka dapat membawa anak ke konselor anak. Tidak
cukup dengan berdoa, anak perlu bicara dengan seseorang
yang ia percaya dan cakap mendengarkan keluhannya. Jika
beban luka itu tersimpan berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun, luka itu berubah menjadi nanah emosi yang sulit
tersembuhkan. Dengan berbagi, ada kesempatan yang baik
bagi anak membicarakan rasa sakit mereka. Dengan berbagi
mereka akan memperoleh pengertian yang benar tentang apa
yang terjadi dan bagaimana hal itu memengaruhi mereka agar
lebih mampu menerima apa yang telah terjadi.

Untuk itu ada beberapa hal yang dibutuhkan anak:


a. Orang yang peduli kepada mereka
b. Cakap berempati dengan perasaan anak
c. Mau menjaga rahasia mereka
d. Tidak mengritik pengalaman mereka
e. Tidak banyak memberi nasihat atau solusi prematur

152
Jembatan Pemulihan Keluarga

Jika masalah luka batin anak ini jadi serius, orang saja tua
tidak cukup untuk menangani anak sendiri. Anda memerlukan
bantuan profesional, seorang psikolog atau psikiater, atau
seorang konselor anak yang ahli. Terutama kasus-kasus
dimana anak tidak bisa tidur, kecanduan game dan depresi.

Dasar Alkitab
Untuk memulihan luka hati dan kesedihan kita perlu berbagi
perasaan. Para Nabi, bahkan Yesus sendiri membagikan rasa
sedih dan tekanan perasaan-Nya dengan para murid-Nya,
terutama menjelang Ia ditangkap dan disalibkan. Perjanjian
Lama penuh dengan kisah orang-orang yang mencurahkan
isi hati mereka kepada Allah, misalnya Hana, Daud, Salomo,
Yeremia. Pemazmur berkata, selama kita berdiam diri, kita
akan merasa sakit. “Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku
menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari.” (Mzm.
32:3).
Dalam sebuah ratapan, Pemazmur mencurahkan isi
hatinya kepada Tuhan sebagai upaya mendesak Dia agar
bertindak bagi mereka, sambil pada saat yang sama menyatakan
iman percaya mereka kepada-Nya. Dalam ratapan, seseorang
sepenuhnya mencurahkan luka hatinya, bahkan seolah
menuduh Allah. Tetapi itu langsung diikuti dengan pernyataan
percaya kepada Allah. Paduan kedua hal tersebut membentuk
doa yang sangat kuat. Kedukaan tidak disembunyikan, akan
tetapi orang itu tidak tetap tinggal dalam dukanya -- mereka
berseru kepada Allah dan menyatakan iman percaya mereka
kepada-Nya.

153
Jembatan Pemulihan Keluarga

Membandingkan Luka Fisik dan Luka Batin


Luka fisik Luka batin
Tidak terlihat tapi nampak
Terlihat jelas
pada tingkah laku individu
Menyakitkan, perlu dirawat Terasa menyakitkan, perlu
dengan hati-hati dirawat dengan hati-hati
Kalau diabaikan, besar Kalau diabaikan, besar
kemungkinan bertambah kemungkinan bertambah
parah parah
Perlu dibersihkan untuk Rasa sakit harus dinyatakan,
mengeluarkan benda asing dan setiap emosi negatif
atau kotoran harus diakui.
Kalau seseorang mengira luka
Kadang, luka di permukaan
batin mereka telah sembuh
kulit sudah sembuh
padahal sebenarnya belum,
padahal di dalam masih
akan menimbulkan masalah
ada infeksi. Orang itu
yang lebih besar bagi orang
merasa masih nyeri.
itu.
Tuhan dapat
Tuhan dapat menyembuhkan.
menyembuhkan dengan
Ia sering memakai orang
mukjizat, tetapi Ia juga
lain dan pengertian tentang
memakai orang lain dan
bagaimana penyembuhan
obat untuk mencapai
luka batin dapat terjadi.
tujuan itu
Jika tidak dirawat anak
Jika tidak dirawat akan
sensitif menimbulkan luka
makin parah
baru
Perlu waktu untuk sembuh Perlu waktu untuk sembuh
Luka batin yang sudah
Dapat menimbulkan bekas
sembuh juga dapat
luka
menyisakan bekas

154
Jembatan Pemulihan Keluarga

Latihan Berbicara dengan Empati


Pertama, mendengarkan anak dan melatihnya berbagi
perasaan. Banyak orang beranggapan tidak perlu mengumbar
perasaan yang sakit, sedih atau terluka. Banyak orang tua tidak
menyempatkan diri mendengar keluhan atau penderitaan
batin anak. Padahal ini sangat perlu bagi anak yang terluka.
Beberapa pertanyaan yang dapat membantu orang yang
mendengarkan untuk menuntun anak untuk mengemukakan
pengalaman mereka.
• Boleh tahu apa yang terjadi, Nak ... (sebut nama anak)?
• Bagaimana perasaanmu saat ini?
• Apa yang paling berat yang kaurasakan?
• Apa yang kamu butuhkan saat ini?
• Apa yang bisa saya bantu?
• Apa yang membuatmu bisa kuat saat ini?

Kedua, sikap mendengarkan dengan baik:


• Tunjukkan bahwa Anda mendengarkan dengan baik,
misalnya memandang mata anak dengan penuh
pengertian.
• Berilah respons singkat seperti, “Hm .... ya, ya, oke…lalu?”
• Dengarkan dengan sabar dan izinkan anak curhat sampai
ia selesai berbicara.
• Sesekali ulangi kata-kata anak dengan ucapan Anda
sendiri, untuk beri penegasan bahwa Anda mengerti apa
yang ia ucapkan.
• Jika anak menceritakan mimpinya, dorong dia untuk
menceritakan mimpi itu. Bisa jadi mimpi itu merupakan
buah pergumulan batin yang ia tidak sadari.
• Kalau anak siap diajak berdoa, ajaklah dia berdoa.

155
Jembatan Pemulihan Keluarga

Catatan
Terkadang ada kasus-kasus yang efektif disembuhkan dengan
konseling kelompok. Curhat dengan beberapa orang yang
punya masalah atau luka yang sama, akan sangat membantu.
Namun konseling kelompok akan lebih efektif pada mereka
yang sudah dewasa. Misalnya kelompok istri yang mengalami
kekerasan dari suami atau suami punya kasus affair, dan
sebagainya.

4. Kejujuran Dalam Perkawinan


Beberapa waktu lalu, sahabat saya menceriterakan satu
peristiwa unik. Salah seorang anak temannya batal menikah.
Padahal pesta tinggal hanya tiga hari lagi. Undangan sudah
disebar, biaya resepsi sudah dibayar di hotel bintang lima.
Maklum, yang menikah anak seorang konglomerat.
Alasannya? Calon pengantin pria mendadak (atas
permintaan orang tuanya) meminta agar calon istri mau
menandatangani perjanjian harta terpisah. Calon mempelai
wanita ternyata keberatan menandatangani surat tesebut.
Baginya pernikahan adalah saling percaya dan harta menjadi
milik bersama. Mungkin juga dia dan keluarga besarnya
tersinggung karena dianggap akan menguras harta keluarga
pasangannya. Prasangka itu membuat berang keluarga
perempuan. Bagaimana pendapat Anda mengenai kasus di
atas?

Pernikahan yang sehat dan kuat membutuhkan kejujuran.


Sifat ini menjadi salah satu tiang penyangga utama agar
pernikahan langgeng dan harmonis. Kejujuran itu berisiko.
Namun jauh lebih berisiko jika kita tidak jujur pada pasangan.
Lebih menyakitkan dan bisa berakibat fatal.

156
Jembatan Pemulihan Keluarga

Kejujuran adalah kesediaan mengungkap diri apa adanya;


juga kesediaan membagikan apa yang Anda rasakan dan
alami, pada orang yang Anda cintai, secara terbuka dan jujur.
Termasuk di dalamnya sedia berbagi apa yang Anda miliki
kepada pasangan.
Salah satu bidang yang sensitif dalam perkawinan adalah
uang. Jika pasangan saling mencintai sudah sewajarnya
keduanya saling percaya. Apakah itu uang hasil keringat
sendiri atau pemberian (warisan) orang tua. Soal bagaimana
penggunaannya tentu disepakati berdua. Namun jika belum
hidup bersama saja sudah saling curiga, itu akan menjadi duri
yang membuat mereka merasa tidak nyaman.
Setiap pasangan perlu membangun «kekitaan» dalam
perkawinan. Jika bicara uang, ya uang kita. Bukan “uangmu”
dan “uangku”. Perkawinan membutuhkan kedewasaan dalam
keterbukaan keuangan. Mari perhatikan kasus berikut

Nani dan Peter baru enam bulan menikah. Mereka berasal


dari suku yang berbeda. Peter jauh lebih tua dari Nani, dan
banyak menghabiskan waktunya sebagai TKI di salah satu
negara Asia.
Sekembalinya ke Indonesia Peter cukup lama menganggur,
dan membuat tabungannya habis. Sedangkan Nani, setelah
menamatkan D3 Sastra Inggris di sebuah perguruan tinggi
swasta, langsung mendapat pekerjaan. Ketika mereka menikah,
Nani sudah memiliki rumah, mobil dan deposito yang cukup
besar.
Masalah muncul karena keluarga besar Peter ikut campur
dalam rumah tangga Nani dan Peter. Sebelum menikah, Nani
sudah mendapat “pengarahan” dari calon ibu mertuanya.
Menurut mama Peter, dalam perkawinan harta adalah milik
bersama, tidak peduli darimana asalnya dan siapa yang bekerja.

157
Jembatan Pemulihan Keluarga

Karena itu, ketika mertuanya mulai menyinggung soal modal


usaha, kebutuhan dana, dan lain-lain, Nani mulai berpikir.
Nani tidak mau bertengkar dengan suaminya. Tetapi dia
juga tidak mau jerih lelahnya bekerja jatuh ke tangan keluarga
suaminya. Karena itu, pelan-pelan dia mengalihkan depositonya
dan membeli rumah atas nama ayahnya. Dia mengambil
asuransi pendidikan dalam jumlah sekali bayar yang cukup
besar untuk calon anaknya. Sebagian besar tanpa diketahui
suaminya. “Saya percaya Peter,” kata Nani pada kami. Tetapi
Nani tidak bisa mengandalkan Peter jika berhadapan dengan
ibu mertuanya. “Peter sayang pada saya, tetapi nampaknya
setengah hatinya masih ke mamanya.”
Belakangan kantor tempat Peter bekerja mulai limbung
sehingga Peter mulai pasang kuda-kuda andaikata mengalami
PHK. Nani sebenarnya mau menggunakan deposito yang
dititipkannya pada ayahnya untuk membantu Peter
membangun usaha lain. Tetapi dia sulit membayangkan
respons Peter seandainya tahu bahwa secara diam-diam dia
menyimpan uang. Perasaan Nani mulai cemas sehingga dia
datang ke kantor kami mencari bantuan.

Trust dan Respect


Trust atau rasa percaya adalah salah satu tiang penopang
rumah nikah. Dengan adanya trust maka Anda bisa respek
(hormat/kagum) pada pasangan. Respek merupakan modal
membangun keintiman dengan pasangan. Jika trust dan
respek rendah maka keintiman sulit dibangun. Sebaliknya jika
trust tinggi lebih mudah membangun keintiman dalam segala
bidang.
Trust dibutuhkan jika suami dan istri sama-sama bekerja
di luar rumah. Apalagi kalau salah seorang sering ke luar kota
atau dinas di tempat terpisah. Trust juga memberi kesempatan

158
Jembatan Pemulihan Keluarga

pada pasangan untuk mengekspresikan diri, menggunakan


uang dan waktunya secara otonomi.
Kejujuran adalah proses menjadi diri sendiri dalam suatu
perkawinan. Jika salah satu dari pasangan tidak mau terbuka
dan jujur, suatu saat dia akan lelah sendiri. Namun untuk jujur
ada risikonya (Sperry dan Carlson, 1991).
Pertama, dibutuhkan keberanian untuk terbuka. Misalnya
suatu hari klien mengaku kepada kami pernah beberapa kali
meniduri pembantunya. Saya minta klien agar suatu hari
terbuka pada istrinya. Risiko kejujuran itu adalah istri akan
marah. Beberapa waktu kemudian, dia siap terbuka. Benar,
saat dia memberitahu soal ini, istrinya sangat marah. Tetapi
di sisi lain istrinya menghargai keterbukaan sang suami, dan
bersedia memaafkan asal jangan mengulangi. Nah, karena
klien sudah siap, maka dia lebih bisa menguasai diri menerima
kemarahan istrinya. Menerima kemarahan istri bagian dari
konsekuensi perbuatannya.
Kedua, kejujuran tidak selalu otomatis menyelesaikan
masalah. Seorang klien saya sudah jujur pada istrinya
bahwa dia punya wanita lain. Meski istri sudah memaafkan,
kadangkala istri masih trauma dan tanpa sengaja tercetus
perasaan curiganya. Suami harus memberikan kesempatan
untuk istri bisa menerima dia kembali apa adanya. Istri
butuh bukti, dia mau melihat apakah suaminya menunjukkan
perubahan hidup.
Ketiga, suami dan istrimenyadari bahwa masing-
masing merupakan pribadi yang tidak sempurna. Agar
dapat bekerjasama dengan baik maka pasutri secara sukarela
mengungkapkan pikiran dan perasaan kepada pasangannya,
termasuk yang negatif.
Keempat,berkomunikasilah dengan baik. Jika pasangan
bisa dan mau mengelola komunikasi dengan baik dan

159
Jembatan Pemulihan Keluarga

benar maka keintiman meningkat. Untuk itu dibutuhkan


polaberkomunikasi yang jelas. Tujuannyaagar pasangan dapat
menangkap isi pesan dengan benar. Dengan membagikan
perasaan secara terbuka dan penuh kepedulian, pasangan bisa
menyatakan apa yang dirasakan. Tanpa saling menyalahkan.

Hambatan Untuk Jujur


Salah satu hambatan dalam keterbukaan adalah bila sang
istri dibesarkan dalam keluarga yang otoriter. Akibatnya dia
tumbuh menjadi pribadi yang minder, seringkali merasa diri
tidak berharga; merasa apa yang dikatakannya selalu dianggap
salah. Ia akan mengalami kesulitan dalam mengungkapkan
pikiran dan perasaannya secara terbuka dan jujur apa adanya.
Dia butuh suami yang mau mendengarkan sampai tuntas dan
menerima perasaannya. Demikian pula sebaliknya.
Dalam kasus Nani dan Peter, saya mengingatkan Nani
bahwa ada kemungkinan suaminya kehilangan kepercayaan
kepadanya. Tetapi kalau Nani terus menerus merasa cemas,
ada baiknya berterus terang. Sekarang, sebagai suami dan istri
mereka berada dalam kebimbangan, terutama karena sejak
punya anak Nani tidak lagi bekerja.
Menurut Nani, tentu Peter senang kalau tiba-tiba ada
uang dalam jumlah besar untuk memulai usaha keluarga.
Tetapi kalau mertuanya mendengar hal ini dan tahu bahwa
Nani menyimpan uangnya tanpa Peter tahu, entah apa yang
akan dikatakan mertuanya. Pada akhirnya Nani memilih
menunggu sampai Peter benar-benar di-PHK. Dengan
demikian “pesangon” yang bakal diterima bisa digunakan
untuk menutupi kecurigaan mertuanya.
Nani mulai tenang dengan keputusan yang diambilnya.
Tetapi saya kembali mengingatkan dia bahwa akar masalahnya

160
Jembatan Pemulihan Keluarga

ada pada ketidakpercayaannya pada Peter dan mertuanya. Itu


yang harus diperbaiki.
Untuk membangun suatu hubungan yang sehat
diperlukan kejujuran dan keterbukaan dalam komunikasi.
Ini akan membuat pasangan lebih komunikatif dan positif.
Komunikasi, kejujuran dan keterbukaan harus berjalan
secara beriringan, karena ini merupakan suatu cara untuk
lebih mengenal dan mengerti pasangan kita. Kejujuran itu
berisiko, namun jauh lebih berisiko jika Anda berbohong
pada pasangan. Itu lebih menyakitkan dan bisa berakibat fatal.

Diskusikan
a. Apakah Anda respek kepada pasangan Anda?
b. Dalam area apa Anda kadang sulit terbuka pada pasangan?
Jelaskan.
c. Cobalah ingat-ingat, lantas ceriterakan satu pengalaman
keterbukaan yang mengubah relasi Anda dan pasangan
menjadi lebih baik.

5. Kelenturan Dalam Perkawinan


John, seorang pria yang telah menikah tiga tahun mengalami
depresi yang berat. Ia merasa istrinya tidak lagi menghargai
dirinya sebagai suami. Istrinya tidak tunduk pada keinginannya
dalam segala hal. Beberapa keluhan suami antara lain: istrinya
tidak bisa menabung, tidak taat sembahyang, terlalu memberi
perhatian pada keluarga sendiri, tidak pandai merawat anak.
Istrinya mau menguasai, tidak melayani kebutuhan fisik
suami, memaksa suami mengurus anak. Suami dicurigai main
serong dengan pembantu, dan sebagainya.
Sementara itu Mary istrinya, juga depresi sebab suaminya
jarang di rumah. Suami sering mempersalahkan dia. Situasi

161
Jembatan Pemulihan Keluarga

rumah tangga seperti itu akhirnya membuat istrinya tidak


tahan, lalu mengusir suaminya secara halus. Pria itupun tidak
tahan lalu pergi meninggalkan istri dan merasa tidak akan
kembali lagi.
Keluarga ini tinggal di pinggiran atau agak jauh dari pusat
kota Jakarta. Suami merasa penghasilannya cukup baik, sebab
ia berharap dapat ditabung oleh istri. Suami bekerja jauh dari
rumah, sehingga 2 dari 3 minggu (dua pertiga waktunya)
berada di luar rumah. Dengan kata lain, John jarang di rumah.
Istri sangat dekat dengan keluarganya sendiri. Ia memberi
bantuan bulanan sebesar satu juta rupiah pada oramng tuanya.
Keluarga John dibantu oleh dua orang pembantu rumah
tangga. Mereka memiliki seorang anak yang masih bayi, dan
istri sedang dalam keadaan mengandung anak kedua. Mereka
menikah hampir 3 tahun.

Isu Konflik Pasutri


Konflik tidak harus dihindari dalam sebuah perkawinan.
Konflik itu perlu dan asyik, bahkan dapat membuat
pernikahan lebih dinamis, asal tahu mengelolanya dengan
baik. Jika masalah tidak ditangani dengan baik, itu dapat
membuat perkawinan itu sakit. Sebaliknya jika bisa dikelola,
maka perkawinan akan bertumbuh dinamis dan sehat.
Isu konflik pasutri di ruang konseling paling banyak ada
di seputar persoalan: uang, komunikasi, seks, pekerjaan, anak-
anak, keluarga asal, teman, dan karier. Perbedaan persepsi,
skill dan kebiasaan dalam konteks isu itu bisa menjadi pemicu
konflik. Karena itu salah satu sifat yang diperlukan untuk
mengelola perbedaan itu adalah kelenturan.
Kelenturan adalah sifat suami atau istri yang rela
beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan pasangan atau situasi
yang tidak Anda harapkan terjadi. Kelenturan adalah salah

162
Jembatan Pemulihan Keluarga

satu wujud dari empati. Salah satu ciri lentur adalah mudah
memahami pasangan dan tidak ngotot mengubah pasangan.
Sebaliknya, Anda sendiri rela berubah saat pasangan tidak
berubah. Caranya dengan menerima pasangan yang tidak
berubah. Ada beberapa sifat dasar pasangan yang sulit
berubah. Misalnya, pasangan Anda seorang introvert, tidak
banyak bicara. Maka belajarlah menerima sifat itu, sambil
menjadikan diri Anda menjadi pribadi yang enak diajak bicara
oleh pasangan.
Ciri lainnya, seorang yang lentur bersifat pemaaf. Dia
tidak mudah tersinggung, dan kalaupun menjadi marah
tidak suka menyimpan kesalahan pasangan. Ia lebih suka
membicarakannya. Ini adalah salah satu sifat utama kasih.
Masalahnya, tidak semua orang memiliki sifat ini, sebab
kelenturan berkait erat dengan harga diri. Orang yang
mudah menyesuaikan diri (flexible) biasanya juga memiliki
harga diri (self-esteem) yang baik. Orang yang minder, sulit
membicarakan kelemahannya dengan pasangannya. Misalnya
meski dia sedang marah pada pasangannya, dia lebih suka
menyimpan, menekan atau menyangkali hal itu. Dia kuatir,
jangan-jangan jika dibicarakan akan membuat suami atau
istrinya menjadi lebih marah.
Kelenturan juga didukung oleh seberapa jauh suami
mengenali pasangan dan sebaliknya. Makin Anda mengenal
pasangan Anda dengan baik, maka ada pengertian yang
mendalam terhadap dia, terutama saat konflik dan perbedaan
pendapat terjadi. Karena itu salah satu kunci mengelola
konflik adalah mengenali pasangan dengan baik. Anda
memahami latar belakang, kebiasaan, sifat, hobi, cara berpikir
hingga pohon keluarga asalnya. Selain mengenal, Anda juga
menerima pasangan “apa adanya” bukan “ada apanya”.

163
Jembatan Pemulihan Keluarga

Sumber Pertengkaran
Pasangan yang cenderung konflik biasanya dilatarbelakangi
karena salah satu atau keduanya tumbuh dalam ketidakbaha­
giaan, besar tanpa kasih sayang. Karena itu ada kecenderungan
berjuang mengubah perilaku pasangannya. Dia selalu merasa
tidak puas, dan selalu saja merasa ada yang kurang. Selain itu
mereka memasuki perkawinan dengan tidak siap menghadapi
kemungkinan terburuk.
Kondisi lain yang memperburuk hubungan pasangan
adalah salah satu atau keduanya miskin figur orang tua.
Misalnya jika istri yang kekurangan figur ayah berharap dengan
perkawinannya suami dapat menggantikan ketidakhadiran
ayahnya. Jika hal ini masih belum dibereskan saat masuk ke
pernikahan, akan muncul cinta neurosis. Nampaknya dia
cinta pada suami, tetapi sesungguhnya dia mencintai untuk
mendapatkan sesuatu yang tidak mungkin, yaitu pengganti
figur ayah.

Ada beberapa sumber pertengkaran suami-istri:


Pertama, karena salah satu pihak mengalami tekanan.
Akibatnya pasangannya sulit berkomunikasi. Kalaupun ada
percakapan, lebih banyak dalam suasana menghukum atau
mencari-cari kelemahan pasangan. Agar ini dapat diketahui
lebih awal, stress dan trauma masa lalu dibicarakan sebelum
menikah.
Kedua, suami atau istri cenderung bersikap reaktif. Respon
disampaikan sesuai dengan stimulus. Kalau pasangannya
melukai, dia cenderung membalas dengan cara marah,
menahan kebaikan, enggan melayani atau berbuat kebaikan.
Sebagian dapat mendiamkan pasangan berhari-hari.

164
Jembatan Pemulihan Keluarga

Ketiga, akibat masa kecil yang kurang kasih sayang.


Mereka cenderung mengendalikan perilaku pasangannya.
Caranya melalui tindakan komunikasi negatif, misalnya
bersikap kasar, suka mengejek atau merendahkan. Ini persis
seperti yang dia terima dari orang tuanya saat masih kecil.
Keempat, terjadi koalisi antara anak dan ibu atau anak
dan ayah. Tujuannya merugikan salah satu pasangan. Pola
balas dendam yang digunakan adalah dengan cara licik, yakni
kongkalikong (tersembunyi, sekongkol) menyerang “musuh”.
Kelima, bersumber pada sifat pribadi yang kaku dan
cenderung keras kepala. Karena luka yang sudah terjadi dan
kepercayaan yang turun maka si istri atau suami menolak apa
pun yang diusulkan pasangannya. Penolakan ini menimbulkan
luka dan kemarahan baru.
Keenam, kekecewaan yang tak terobati. Biasanya salah
satu dari mereka jatuh dalam dosa selingkuh atau berkhianat.
Bisa juga dipicu karena pasangannya tidak dapat lagi memuas-
kan kebutuhan seksual. Kekecewaan bertambah karena tadi­
nya punya harapan bahwa perkawinannya akan membuat dia
bahagia.
Ketujuh, karena salah satu pasangan menderita gangguan
jiwa serius seperti depresi, mania, phobia, kecanduan narkoba
dan lainnya. Gangguan semacam ini akan mendatangkan
ketegangan besar pada hubungan perkawinan.

Meminimalkan Konflik
Ada beberapa sifat yang dibutuhkan untuk memiliki keluarga
yang sehat dan kokoh. Di antaranya, memiliki komitmen,
ada kerelaan saling menghargai satu sama lain dan memiliki
komunikasi yang baik. Di samping itu bersedia meluangkan
waktu terbaik untuk pasangannya, memiliki kerohanian yang
bertumbuh dan punya ketrampilan mengatasi masalah.

165
Jembatan Pemulihan Keluarga

Pasangan yang sehat memiliki kemampuan sharing


“kekuasaan”. Tidak memonopoli tanggung jawab dan juga
tidak memiliki tujuan tersembunyi. Misalnya mencari
keuntungan pribadi dari perkawinan itu. Pasangan juga
memiliki kemampuan membagikan perasaan-perasaan positif
(memuji dan menghargai), dan terbuka dengan perasaan
negatif.
Untuk meminimalkan konflik pasutri ada beberapa skill
dasar yang dibutuhkan.
Pertama, belajar menunjukkan penghargaan satu sama
lain, terutama jika ada perbedaan pendapat. Keduanya sepa-
kat tetap saling menghargai. Mengembangkan sifat empati, di-
mana masing-masing dapat memahami pasangan dari sudut
pandang pasangan.
Kedua, sepakat menetapkan isu konflik. Pasutri mengiden­
tifikasi masalah (konflik) yang sesungguhnya. Jika tidak,
konflik bisa melebar. Bisa juga tergoda untuk menyinggung
isu lain saat merasa tersudut. Termasuk konflik yang sudah
lama terjadi. Paling menyakitkan jika menyerang orang yang
kita kasihi. Misalnya, isunya istri membeli barang yang mahal
tapi lupa bilang suami. Sang suami tidak boleh menyerang istri
dengan mengatakan, “Kamu sama saja dengan ibumu, boros!”
Itu sudah keluar dari isu konflik sesungguhnya.
Ketiga, menemukan wilayah kesepakatan. Jika isu konflik
sudah ditemukan, maka bentuklah kesepakatan untuk meme­
cahkan konflik tersebut. Masing-masing rela untuk saling
menyesuaikan. Misalnya, suami mau memberi uang saku
anak setiap hari Rp 20.000. Tetapi istri mengatakan, cukup
Rp 10.000 saja. Supaya ada jalan tengah, maka ayah dan ibu
mencoba mengalah dengan sepakat memberi uang jajan anak
Rp. 15.000 sehari. Intinya jangan merasa pendapat pribadi
yang paling benar.

166
Jembatan Pemulihan Keluarga

Keempat, berpartisipasi dalam membuat suatu kepu­


tusan. Jika suami dan istri ikut memberi respon atau saran
saat keputusan diambil, keduanya bertanggung jawab penuh
atas akibat dari keputusan itu. Hal ini perlu disepakati untuk
mencegah salah satu dari suami atau istri menyalahkan
pasangan jika keputusan tadi ternyata bermasalah. Jadi kalau
pasangan Anda mengatakan “terserah” untuk sesuatu yang
penting, jangan tergesa-gesa memutuskannya. Sabarlah! Jika
Anda suami, berilah istri Anda kesempatan memberi ide
atau saran. Jika Anda istri, berilah kesempatan bagi suami
memutuskan. Ada kalanya suami dan istri memutuskan
bersama-sama.

Mengubah Sikap dan Cara Pandang


Untuk mengelola pelbagai perbedaan yang berpotensi
menimbulkan konflik pasangan perlu belajar menyamakan
persepsi dan nilai serta cara pandang terhadap sesuatu hal.
Misalnya memandang iman atau keyakinan, soal benar-salah,
memandang uang atau harta, memahami dosa dan kesalahan
pasangan. Masing-masing perlu menyadari bahwa kebenaran
manusia itu relatif, bukan absolut. Hanya kebenaran Tuhan
yang absolout. Tiap orang yakin bahwa manusia itu terbatas,
dan tidak mungkin pernah memiliki kebenaran yang tak
terbantah. Artinya tidak boleh merasa benar sendiri. Prinsip
ini akan mendorong pasangan rela berdiskusi jika ada
perbedaan pendapat tentang satu isu.
Kedua, pasutri ini perlu menyadari bahwa suatu peristiwa
dapat dilihat dari sudut pandang berbeda. Karenanya perlu
memiliki dan menumbuhkan empati, dan itu diawali dengan
belajar saling mendengarkan.
Ketiga, membuang sifat yang suka menghakimi, menya­
lahkan dan menyerang motif pasangan. Masing-masing perlu

167
Jembatan Pemulihan Keluarga

menumbuhkan keyakinan bahwa pasangannya mempunyai


motivasi yang sehat dan patut dihargai. Menumbuhkan ke-
sadaran diri dipanggil sebagai pelindung dan pembela pas-
angan.
Keempat, pasutri mengembangkan kecerdasan sosial
masing-masing, membuang rasa cemburu pada pasangan
yang memiliki relasi dan jaringan yang lebih luas. Tidak
meng­halangi pasangannya memiliki kelompok sosial sendiri.
Individu diberi ruang memiliki komunitasnya tanpa menga­
baikan keluarganya sebagai prioritas.
Terakhir, mengembangkan persekutuan iman dan
kehidupan doa yang baik (spiritual intimacy). Sebab dalam
banyak hal keterlibatan Tuhan menjadi penting, terutama saat
memutuskan hal yang penting bagi anggota keluarga. Iman,
kasih dan pengharapan menjadi penopang perkawinan yang
kuat.

Diskusikan
a. Seberapa baik Anda memahami pasangan? Jelaskan.
b. Apakah Anda mudah meminta maaf dan bagaimana pula
dengan pasangan Anda? Jelaskan.
c. Apakah Anda mudah bernegosiasi dengan pasangan saat
terjadi perbedaan pendapat? Jelaskan.
d. Bagaimana cara Anda meminimalkan konflik dengan
pasangan?

6. Kepuasan Dalam Perkawinan


Dalam seminar pasutri di beberapa kota, Penulis sempat
membuat survei sederhana ini guna mengawali pembicaraan,
”Seandainya Anda diizinkan lahir kembali dari rahim ibu,
kemudian Anda menjadi dewasa dan menikah, apakah

168
Jembatan Pemulihan Keluarga

Anda akan memilih suami atau istri Anda sekarang menjadi


pasangan Anda?”
Ternyata, 30% menjawab: tidak. Artinya, ia akan
memilih orang lain menjadi pasangan hidupnya. Ini suatu
fenomena yang menarik. Andai setiap pasangan mau dan tahu
mengidentifikasikan perkawinannya, maka akan ditemukan
sumber masalahnya. Dia akan tahu membedakan apakah
pernikahannya memuaskan atau tidak, berfungsi atau tidak.
Sistem perkawinan disebut berfungsi jika di dalam
perkawinan itu terjadi hal-hal yang membuat institusi tersebut
tumbuh. Penting diingat bahwa perkawinan merupakan satu
proses yang terus berubah, baik ke arah positif (bertumbuh)
maupun negatif (mandeg, stagnasi).
Dalam buku “Mirages of Marriage” dijelaskan ada empat
kategori kepuasan dalam perkawinan Lederer dan Jackson,
1968).
a. Kepuasan pernikahan yang stabil
Kategori ini dicirikan dengan hadirnya kerjasama yang
baik antara suami dan istri. Biasanya latar belakang mereka
agak sama alias sepadan. Tiap orang dengan jelas mengerti
pasangannya sedalam-dalamnya. Komunikasi mereka biasanya
efektif dan tanpa pesan ganda yang membingungkan. Inilah
yang membuat mereka mudah membangun kepercayaan satu
sama lain.
Di samping itu mereka mampu menerima perbedaan
yang ada. Mereka kreatif membangun identitas masing-
masing. Mereka tidak memaksa pasangannya menjadi seperti
apa yang dia maui. Mereka dapat bekerjasama dan mengasuh
anak tanpa rasa cemburu. Dalam hubungan ini bukan berarti
mereka selalu setuju, tetapi mereka belajar saling menghargai
perbedaan pendapat dan mencari solusi yang terbaik.

169
Jembatan Pemulihan Keluarga

b. Kepuasan Pernikahan yang tidak stabil


(umumnya merasa puas, hanya kadang tidak
puas)
Mereka merasa puas satu sama lain, hanya kadang-kadang ada
peristiwa yang memicu rasa tidak puas. Meski mereka merasa
memiliki relasi yang menyenangkan, namun sewaktu-waktu
kekecewaan mereka sulit disembunyikan.
Biasanya kekecewaan tadi nampak saat ada kondisi yang
sulit. Tiba-tiba muncullah ledakan sikap agresif. Kemarahan
yang selama ini disembunyikan mulai terbuka. Mereka saling
melukai, dan terjadi perang dingin. Ada sikap bermusuhan
dan tidak saling bicara beberapa waktu, kadang bisa satu
hingga dua hari. Dalam keadaan ini mereka bisa merasa
rumah tangga seperti “neraka”.
Sedikit saja ada perubahan, misalnya tiba-tiba anak lari
dari rumah, maka langsung konflik mereka memanas. Muncul
perasaan kurang puas, kemudian menyerang pasangannya
sebagai sumber masalah.
c. Ketidakpuasan pernikahan yang tidak stabil
(lebih banyak merasa tidak puas, hanya kadang
puas)
Mereka yang masuk dalam kategori ini seringkali karena
mulanya tidak saling mencintai namun terpaksa menikah.
Meski menyadari bahwa mereka sebenarnya pasangan yang
tidak bahagia, tetapi keduanya segan melakukan perubahan
apa pun. Bisa dibilang, mereka sudah putus asa. Mereka sama
sekali sudah tidak dapat mengekspresikan kemarahannya
secara terbuka.
Karakteristik utama pasangan ini adalah berkelahi secara
diam-diam, mengekspresikan kemarahan dan kekecewaan
secara kasar, humor yang berarti ganda, dan lelucon yang

170
Jembatan Pemulihan Keluarga

menyinggung perasaan. Metode nonverbal yang dipakai


adalah dengan alkohol, frigid, dan lain-lain.
Beberapa pasangan lain melakukan penyelesaian dengan
cara sang istri mengizinkan suaminya untuk menikah lagi
agar diperoleh kedamaian yang sementara. Atau suami
mengizinkan istrinya menghabiskan sejumlah uang untuk
bersenang-senang dengan membeli pakaian baru, dan
sebagainya.
Mereka sering memberi kesan seolah mereka pasangan
yang kompak, tapi mereka telah berpisah secara emosional
dan fisik. Ketika ada kesempatan untuk berdua mereka saling
mengabaikan, dan membuat perasaan mereka sungguh-
sungguh terpisah.
Kelompok ini memang berusaha akan mempertahankan
pernikahan (tidak mau bercerai), namun hidup pernikahan
mereka diwarnai banyak ketidakpuasan. Sayangnya mereka
tidak berusaha mencari bantuan konselor. Mereka mengalihkan
ketidaknyamanan ini dengan memberi perhatian pada anak-
anak. Si istri mengurus anak, nampaknya dengan senang hati
tetapi ini hanya upaya pelarian saja.
d. Ketidakpuasan pernikahan yang stabil (sama
sekali tidak puas)
Ini merupakan yang terburuk dari semua pola yang ada.
Mereka adalah individu yang sampai tua hidup bersama dalam
ketidakpuasan pernikahan. Kondisi ketidakbahagiaan ini
stabil dikarenakan keduanya sudah tidak mampu mengetahui
pokok masalah yang tidak memuaskannya. Seperti kalau kita
tinggal di komplek perumahan yang berdampingan dengan
pasar yang bau busuk dan jorok. Lama kelamaan bau busuk
itu tidak terasa, karena sudah biasa.

171
Jembatan Pemulihan Keluarga

Di depan orang lain mereka mengklaim mempunyai


pernikahan yang indah. Jikalau mereka pergi ke konselor,
mereka hanya mengkonsultasikan masalah anak-anak
mereka, bisnis dan lain-lain. Mereka tidak pernah mencari
pertolongan untuk masalah perkawinan mereka sendiri.
Bahkan sang istri atau suami tampak aktif secara sosial
keagamaan. Datang di hadapan temannya dengan kesaksian
yang indah-indah, dan mengatakan “keluarga kami begitu
indah dan memuliakan Tuhan”. Sebaliknya sang suami dapat
mengatakan, “Istriku adalah yang tercinta dari semua wanita
di dunia ini.” Namun dalam realita sesungguhnya itu adalah
bohong.

Memberdayakan Sistem
Perkawinan adalah sebuah sistem. Menurut konsep ini,
keseluruhan sistem (yaitu sistem pernikahan) lebih lebih
penting dari penjumlahan bagian-bagiannya (yaitu sistem
suami, sistem istri, sistem anak no 1, dan seterusnya). Kese­
luruhan sistem terdiri dari semua bagian-bagian plus cara
bagian-bagian itu bekerja dalam relasi satu terhadap yang lain.
Untuk menyederhanakan pengertian ini, lihatlah contoh
berikut:

Keluarga Agus akan berlibur akhir tahun ke suatu tempat.


Agus sebenarnya sudah bosan bepergian, mengingat dalam
sebulan dia menghabiskan dua minggu ke berbagai kota dan
negara dalam rangka kerja. Dia mau tenang-tenang di rumah
merayakan tahun baru di depan televisi. Tetapi istri dan anak-
anaknya sudah lama minta jalan-jalan ke Bali. Istri Agus ingin
menapaktilasi tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi
ketika berbulan madu 15 tahun lalu. Sedangkan ketiga anak
mereka belum pernah ke Bali. Saking semangatnya, anak-anak

172
Jembatan Pemulihan Keluarga

Agus sudah menentukan tempat-tempat yang akan dilihat,


termasuk Kintamani, Ubud, dan lokasi lain.
Dilihat dari konsep sistem pernikahan, maka ada tiga
sistem dalam peristiwa ini, yaitu:
1) Sistem Agus dan keinginannya untuk relaks
2) Sistem istri Agus dan kerinduannya napaktilas
3) Sistem anak-anak Agus dan keinginan mereka untuk
melihat Bali

Karena sistem keluarga jauh lebih penting dari sistem


masing-masing anggotanya, maka Agus, istrinya, dan anak-
anaknya sebagai anggota keluarga, berusaha menyesuaikan
diri agar semua orang dalam keluarga itu mencapai keinginan
bersama. Misalnya Agus mengabaikan keinginannya untuk
santai demi istri dan ketiga anaknya. Maka mereka sekeluarga
tetap ke Bali dengan mengurangi waktu (supaya ada tersedia
hari untuk ayahnya santai di rumah) dan membatasi tempat
yang dikunjungi. Jadi, ketiga sistem dalam keluarga sama-
sama menikmati liburan.
Pernikahan adalah satu kesatuan yang kompleks yang
terbuat dari sedikitnya tiga perbedaan tetapi menjadi sistem-
sistem yang interindependen: sistem dari pria (keberadaannya
yang total); keberadaan wanita (keberadaan yang total); dan
sistem pernikahan itu sendiri, yang diperoleh dari interaksi
pria-wanita. Sistem pernikahan itu mengalir ke dalam satu
keberadaan secara spontan ketika sistem keberadaan dari
wanita-pria itu menjadi satu. Ini merupakan satu contoh yang
baik, bahwa keberadaan yang menyeluruh lebih baik daripada
jumlah bagian-bagiannya.
Menurut sistem ini satu perubahan terjadi ketika bagian-
bagiannya berubah. Sama seperti keluarga Agus dalam contoh
di atas, masing-masing bagian saling menyesuaikan demi

173
Jembatan Pemulihan Keluarga

kepentingan sebuah keluarga. Segala sesuatu dalam alam


semesta ini berinteraksi satu dengan lainnya. Khususnya
manusia, setiap tindakannya pasti mempunyai pengaruh
terhadap hal-hal di sekitarnya, meskipun kecil.
Konsep ini menyatakan bahwa, perubahan tingkah laku
dalam pasangan selalu menimbulkan reaksi dalam tingkah
laku pasangannya. Banyak suami-istri heran mengapa mereka
begitu berbeda di depan publik daripada jika di rumah sendiri.
Memang kehadiran orang lain seringkali memberi stimulan
untuk membuat mereka bersatu, dan membentuk satu
sistem yang baru. Namun biasanya yang satu dapat melihat
perubahan pada diri pasangannya, tapi dalam dirinya sendiri
tidak dapat dilihatnya.
Gambaran pernikahan menjadi suram hanya jika suami
dan istri gagal menghadapi fakta bahwa keduanya sedang
berjuang menghadapi konsep “keakuan” dan “kekitaan” dalam
seluruh hidup mereka. Jika mereka menyadari dan menerima
hal ini maka pernikahan dimungkinkan bekerja dengan baik.
Secara umum ada enam pola sistem perkawinan, yaitu:
a. Keluarga yang cuek. Mereka menerapkan pola loe-loe,
gue-gue, yaitu suami dan istri bekerja secara otonomi dan
mengabaikan satu sama lainnya. Dalam sistem ini sikap
kooperatif menjadi sangat sulit atau bahkan mustahil
dikerjakan. Masing-masing orang hidup dalam kondisi
terluka.
b. Keluarga dengan “kekitaan” yang rendah. Dalam hal
tertentu mereka bisa bekerja sama, tetapi dalam hal lain
tidak mau pasangannya ikut campur. Misalnya pasangan
itu bisa bekerja sama jika ada masalah dengan anak-anak
mereka. Tetapi keduanya sama-sama tidak ingin dicampuri
(mandiri) dalam bidang keuangan atau lainnya.

174
Jembatan Pemulihan Keluarga

c. Keluarga dengan dominasi yang berlebihan dari salah satu


pihak (suami atau istri). Perasaan diabaikan akan muncul
jika salah satu mulai menjadi lebih otonomi (dominan)
dari yang lain. Misalnya, istri menjadi lebih dominan dari
suami.
d. Sistem keluarga simbiotik. Dalam sistem ini orang tua
dan anak-anak berfungsi otonomi pada beberapa hal, tapi
mereka bisa bekerja sama secara simbiosis. Kebersamaan
mendapatkan tempat bagi pertumbuhan perasaan
semuanya. Ini sistem yang paling sehat. Satu kesatuan dari
organisme (dalam hal ini suami-istri) hidup dan saling
menyentuh satu dengan lainnya. Mereka saling memberi
kontribusi dukungan satu dengan yang lain. Mereka
tidak dapat berfungsi secara otonomi, dan jika mereka
berpisah mereka tidak dapat berfungsi secara efisien.
Kata yang dipakai akhir-akhir ini untuk simbiosis adalah
‘togetherness’.
e. Sistem orang tua menenggelamkan sistem anak-anak.
Ini terjadi jika misalnya orang tua terlalu sibuk, sehingga
cenderung mengabaikan anak-anak. Maka anak-anak
akan merasa terabaikan.
f. Sistem anak-anak menguasai otonomi orang tua. Dalam
sistem ini favoritism dan pola asuh memanjakan dari salah
satu atau kedua orang tua menjadi penyebab. Dalam hal
ini orang tua bersaing merebut perhatian anak-anak. Jika
yang satu merasa memperoleh penghargaan yang tidak
sama, maka yang lain akan merasa diabaikan atau ditolak
oleh pasangannya dan anak itu sendiri.

Keyakinan dan Kepuasan Perkawinan


Pasangan-pasangan yang berhasil memelihara hubungan
memuaskan selama bertahun-tahun akan memiliki beberapa

175
Jembatan Pemulihan Keluarga

karakteristik tertentu. Di antaranya adalah memiliki


keyakinan-keyakinan berikut ini (Sperry dan Carlson, 1991):
a. Masing-masing meyakini bahwa manusia itu terbatas
dan tidak sempurna. Karena itu belajar membuang
sifat merasa benar sendiri dan sifat menghakimi. Justru
ketidaksempurnaan pasangan dilengkapi oleh sang
pasangan.
b. Mereka menyadari bahwa setiap orang memiliki persepsi,
dan karenanya bisa memandang satu peristiwa dengan
sudut pandang yang berbeda. Dalam hal ini masing-
masing membutuhkan empati dan kesediaan untuk
mendengarkan.
c. Suami/isteri yang berhasil adalah memiliki keyakinan
mendasar bahwa pasangannya (selalu) mempunyai
motivasi yang sehat dan karenanya patut dihargai. Saat
mendengarkan pengakuan yang negatif, pasangan tidak
menghakimi, sebaliknya memberi diri menjadi pembela
pasangan.
d. Pasangan yang berhasil selalu memiliki dan peran sosial
yang baik. Mereka memiliki perjumpaan sosial dengan
manusia lain, jadi pasangan yang gaul, dan tidak cepat
cemburu (menuduh) pada pasangan yang punya kedekatan
relasi dengan orang tertentu. Pasangannya diberi ruang
memiliki komunitasnya.
e. Suami/isteri yang sehat mempunyai keyakinan akan adanya
sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri. Keyakinan
ini bisa tersimpan dalam bentuk keyakinan agama atau
melalui komitmen kepada sesuatu yang dianggapnya
sangat penting. Mereka memiliki persekutuan iman dan
kehidupan spiritual yang baik.

176
Jembatan Pemulihan Keluarga

Diskusikan
a. Apakah Anda merasa puas dengan pernikahan Anda?
Jelaskan.
b. Dari enam sistem perkawinan di atas, pernikahan Anda
masuk kategori mana? Jelaskan.
c. Hal apa yang Anda akan lakukan sendiri atau bersama
pasangan agar pernikahan Anda lebih memuaskan?

177
RANGKUMAN
Seri II selesai di sini. Anda sudah belajar berbagai masalah da-
lam keluarga, bagaimana memandang salib di dalam pergu-
mulan keluarga, serta cara memulihkan keluarga. Anda perlu
merayakan keberhasilan kelompok dan mempertahankan ke-
terbukaan.
Diskusikan:
1. Bagaimana cara Anda berdamai dengan diri sendiri?
Sharingkan.
2. Apakah Anda berhasil mengenali pohon keluarga asalmu?
Sharingkan.
3. Relasi dengan siapa yang Anda ingin perbaiki?

178
MENGENAL
LEMBAGA KONSELING
KELUARGA KREATIF (LK3)
Lembaga Konseling Keluarga Kreatif (LK3) lahir tahun 2002.
Sang pendiri, Julianto & Roswitha, rindu melihat tersedianya
Konselor dan Pusat Konseling secara merata di Indonesia.
Tahun 2030.
Di awal LK3 dikenal karena visinya yang kuat mengha­
dirkan konselor secara merata di tanah air. Program LK3
dimulai dengan menyediakan layanan konseling kelompok
dengan masalah khusus, seperti narkoba dan HIV/AIDS,
masalah gangguan jiwa, special needs, dll. Kampanye konseling
di awal kegerakannya dilakukan melalui radio, TV, majalah,
mengadakan seminar edukasi konseling di pelbagai kota dan
menerbitkan buku-buku konseling.
Sejak 2004 LK3 melakukan kursus singkat konseling
berbasis parenting, sampai 2008. Karena merasa perlu
mendidik dan memuridkan Konselor, sejak 2008 LK3
menjalin kerjasama dengan beberapa STT menghasilkan
lulusan Magister Teologi konsentrasi Konseling.
Ada 13 pimpinan STT bersedia bekerja sama dalam
menyiapkan tenaga konselor profesional, baik lewat program
magister maupun doktoral. Selain STT, ada dua universitas:
Universitas Ciputra, Surabaya dengan program sertifikat
konseling; dan Universitas Kristen Maranatha, Bandung
yang menyelenggarakan Magister Psikologi Sains konsentrasi
Konseling Keluarga.

179
MENGENAL LK3

Sementara itu, LK3 sendiri bersama Pelikan Indonesia


tetap mengadakan program kelas sertifikat (nongelar) selama
dua tahun, yang banyak diminati dari dalam dan luar negeri.
Kepercayaan lain datang dari lebih 200 gereja, lembaga
pendidikan, universitas, rumah sakit dsb, mengirimkan
wakilnya belajar di LK3, baik dalam kursus, konperensi
maupun modul-modul khusus.
Saat ini LK3 dibantu oleh lebih 100 fasilitator dengan
latar belakang pendidikan dan profesi yang beragam, serta
lebih 50 dosen dari STT dan universitas mitra. Ada lebih 800
alumni yang mengikuti pendidikan 2-4 tahun, dan 300 lainnya
sedang belajar. Sebagian lulusan sudah memulai pusat-pusat
konseling dan menjadi perwakilan LK3 di hampir 100 kota
dan negara yang bernaung di Pusat Konseling Spesialis “Selalu
Ada Harapan”. Semua informasi buku, modul pelatihan dan
Pusat Konseling kami ada di aplikasi THEODORUS (Android
& IOS).
LK3 membuka kesempatan bekerjasama dengan
lembaga dan gereja dalam mendapatkan konselor praktek
dan konselor outsourcing. Kami juga menyediakan buku
pegangan pemuridan berbasis konseling secara cuma-cuma
sebagai bahan komsel, KTB, Care Cell, dsb. Bisa digunakan
oleh jemaat dan anggota lembaga mitra kami. E-book ini kami
sediakan secara cuma-cuma sebagai pegangan pemuridan
berbasis Konseling.Cek keluargakreatif.com.
Selain itu, melalui Perkumpulan Konselor Sahabat
Keluarga (PKSK) LK3 sedang mendaftarkan Lembaga
Sertifikasi Profesi ke BNSP, agar semua konselor yang aktif di
komunitas LK3 mendapatkan sertifikasi konselor nasional.

180
MENGENAL LK3

Program Akademik LK3


Bekerjasama dengan STT Mitra,
Universitas dan Sinode:
1. Program Doktor Teologi Konsentrasi Konseling Kristen
(STT Bethel Indonesia)
2. Program Magister Teologi Konsentrasi Pastoral Konseling
(STT Jaffray Jakarta)
3. Program Magister Teologi Konsentrasi Konseling (STFT
Theologia Jaffray Makasar)
4. Program Magister Psikologi Sains bersertifikasi Konselor
Keluarga Kristen (Universitas Kristen Maranatha)
5. Program Magister Teologi bersertifikasi Konselor Kristen
(STT Kharisma Bandung)
6. Program Magister Teologi Konsentrasi Konseling (STT
Baptis Jakarta)
7. M.A. Degree & Certificate Program School of Psycology,
Counseling, and Family Therapy Wheaton College, USA
8. Program Magister Teologi Konsentrasi Konseling (STT
Baptis Medan)
9. Program Magister Pendidikan Konsentrasi Konseling
(STT Baptis Medan)
10. Program Sertifikat Konseling Pendeta dan Kesehatan
Mental (LK3)
11. Program Sertifikat Konseling Keluarga & Kesehatan
Mental dengan Universitas Ciputra Surabaya
12. Program Sertifikat Konseling Keluarga & Kesehatan
Mental dengan pelbagai Sinode Gereja

181
MENGENAL LK3

13. Program Sertifikat Konseling Anak dan Remaja (LK3)


14. Program Sarjana Teologi (S1) Konsentrasi Konseling STT
Baptis Medan (2022)
15. Program Sertifikat Konseling Guru dan Konselor sekolah
(2022)
16. Program Sertifikat Clinical Pastoral Education (CPE),
mulai 2022

Program Pendidikan Konseling LK3 bersama STT dan


Universitas Mitra sejak 2008 telah meluluskan sekitar 1000
alumni program S2 Konseling dan kelas sertifikat 2 tahun.
Selain STT-STT di atas Lembaga Konseling Keluarga
Kreatif (LK3) juga pernah bekerja sama dalam program S2
dan kelas sertifikat 2 tahun dengan : STT REAL (Batam), STT
ALPHA OMEGA (Semarang), STT BERITA HIDUP (Solo),
STTII BALI, STT WILLIAM CAREY (Medan), STT Happy
Family (Surabaya) dan STT THE WAY (Jakarta)
Bersyukur untuk lebih 200 lembaga dan sinode mengirim­
kan utusan belajar Konseling di LK3.
Saat ini ada lebih 400 pembelajar/mahasiswa sedang studi
dan 300-an sedang mengikuti pendidikan sertifkasi Konselor
LK3 dengan tiga spesialisasi.
LK3 memiliki Pusat Konseling Spesialis “Selalu Ada
harapan” (SAH) dan Rumah Konseling pelbagai kota/negara
dengan lebih 100 konselor tersertifikasi, Psikolog dan Psikiater.

182
MENGENAL LK3

Contact Person:
1. Sertifikasi +62 812 8277703
2. Sertifikat +62 811 1363930
3. Akademis S2 & S3 +62 812 20176606
4. Seminar edukasi (modul kursus, retreat pasutri, konseling
pranikah, pendidikan konselor awam, dll) +62 811
1363930
5. Pusat Konseling Spesialias SAH +62 811 8184702
6. Kerjasama +62 85333227473
7. LSP LK3 +62 822 48884940

Kunjungi:
KeluargaKreatif.com
IG| @Keluarga.Kreatif
@selaluadaharapan
Lembaga Konseling Keluarga Kreatif (LK3)

183
PENULIS DAN KARYANYA
Julianto Simanjuntak dilahirkan di Tanjung Balai Asahan,
Sumatera Utara. Dia menyelesaikan SMA di Medan, kemudian
merantau ke Jogja pada tahun 1982. Setelah setahun di
Jogja, Julianto melanjutkan pendidikan di STT Institut
Injil Indonesia, dan meraih gelar B.Th. Sarjana Teologia
diselesaikan di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Pembimbing skripsinya adalah Prof. Mesach Krisetya, Ph.D.,
yang membukakan wawasan Julianto tentang sebuah ilmu
yang disebut Ilmu Konseling. Sejak itu Julianto menemukan
dunianya.
Setamat dari Sekolah Tinggi Teologi Reformed Injili
Indonesia dan Magister Sosiologi Agama UKSW, Julianto
bekerja sebagai konselor untuk masalah keluarga dan
kesehatan mental. Julianto dan Roswitha mendirikan Layanan
Konseling Keluarga dan Karier (LK3, sekarang Lembaga
Konseling Keluarga Kreatif) dan Yayasan Peduli Konseling
Nusantara (Pelikan). Lembaga ini bekerja sama dengan STT
dan universitas di berbagai kota untuk melatih konselor.
Mimpinya adalah melihat hadirnya satu pusat konseling
di setiap kota di Indonesia, dan tersedianya pusat-pusat
kesehatan mental, tenaga psikiater dan psikolog secara merata
di seluruh tanah air; serta profesi konselor dihargai sama
dengan psikolog dan psikiater.
Tahun 1991 Julianto menikah dengan Roswitha Ndraha
dan dikaruniai dua putra. Yang sulung Josephus Theo Nugraha
(lahir 20 Agustus 1993) dan Moze Flavi Prometheus (lahir
28 Juli 1997). Pasangan suami dan istri ini menekuni dunia
konseling sejak 2002 hingga sekarang. Mereka menulis buku,
mengajar dan konseling.

185
PENULIS dan KARYANYA

Berikut ini adalah beberapa buku yang ditulis oleh Julianto


dan Roswitha:

Seni Merayakan Hidup yang Sulit


Ini adalah buku pertama yang mereka tulis. Isinya kesaksian
beberapa orang yang sedang menjalani hidup mereka yang
sulit. Masalahnya belum selesai, tetapi mereka berjuang
dengan paradigma baru. Ada tujuh hal yang penting dilakukan
untuk menjalani hidup yang sulit.

Mencinta Hingga Terluka


Siapa yang berani mencinta harus siap terluka. Itulah arti cinta
yang sebenarnya. Bagaimana kita dapat mengasihi orang-
orang yang mengkhianati kita? Buku ini memberikan inspirasi
kepada kita.

Membangun Kesehatan Mental Keluarga dan


Masa Depan Anak
Menurut penelitian, satu dari lima penduduk Jakarta
terindikasi mengalami gangguan mental tingkat ringan
sampai sedang. Data ini tidak jauh berbeda dengan kota-kota
besar lain di Indonesia. Untuk itu kita perlu berubah, demi
masa depan keturunan kita. Bagaimana cara membangun
kesehatan mental keluarga dan anak-anak?

Merekayasa Lingkungan Anak


Di zaman yang tidak kondusif dalam membesarkan anak
saat ini, orang tua perlu hikmat dalam memilihkan sekolah,
mengatur tempat tinggal, sampai memilih supir dan asisten
rumah tangga. Bagaimana caranya?

186
PENULIS dan KARYANYA

Mengenali Monster Pribadi


Seringkali kita bingung menghadapi pasangan. Mengapa dia
gampang marah, suka merajuk atau punya kebiasaan buruk
yang tidak terduga? Bagaimana kita memperbaiki akibat dari
pohon keluarga yang rusak?

Perlengkapan Seorang Konselor


Buku ini berisi 20 topik bahasan tentang dasar-dasar
konseling pastoral. Di antaranya: Konseling dan Amanat
Agung, Pengantar Konseling Pastoral, Integrasi Teologi
dan Psikologi, Psikologi Umum, Psikologi Perkembangan,
Psikologi Abnormal, Konseling Remaja, Konseling Pranikah,
dan banyak lagi.

Hidup Berguna Mati Bahagia


Hidup kita akan berguna jika kita mewarisi nilai-nilai baik dari
pendahulu kita. Kematian kita akan memberikan keuntungan
bagi mereka yang kita tinggalkan, saat mereka belajar dari
teladan hidup kita. Bagaimana mempersiapkan kematian yang
berbahagia?

Mendisiplin Anak Dengan Cerita


Ini adalah ide baru tentang mengasuh anak. Daripada
kita melukai anak lewat pukulan, bentakan, dan ancaman,
mengapa tidak mulai dengan cerita setiap malam. Anak-anak
menyukai cerita; dan jangan heran jika Anda menemukan
kosa kata mereka berkembang baik karena mendengarkan
cerita secara rutin.

187
PENULIS dan KARYANYA

Kompak Mengasuh Anak


Buku ini dulunya berjudul “Tidak Ada Anak yang Sulit”.
Setelah 10 tahun dan mengalami cetak ulang sebanyak 4 kali,
kami merevisi sebagian besar isinya dan memberikan judul
baru: Kompak Mengasuh Anak. Tidak mudah mengasuh anak
di zaman ini. Karena itu, orang tua perlu sehati. Bagaimana
mengenali sikap orang tua yang disukai anak-anak?

Membangun Harga Diri Anak


Harga diri yang sehat adalah aspek penting yang harus
dimiliki individu untuk bisa menerima dirinya sendiri dan
membangun relasi dengan orang lain. Seseorang yang punya
harga diri yang rendah akan mudah tersinggung, gampang
kecewa dan sulit lentur. Karena itu, sebelum anbak-anak keluar
dari rumah untuk kuliah atau bekerja, pastikan mereka punya
konsep diri yang baik dan harga diri yang sehat. Bagaimana
cara membangunnya?

Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan


Buku ini ditulis berdasarkan surat 1 Petrus 3:27. Karena
sebenarnya tidak seorang pun yang bisa mengubah
pasangannya. Yang diperlukan adalah mengubah diri sendiri
agar melalui perubahan itu, suami atau istri kita berubah.
Tidak perlu kata-kata …

Mendidik Anak Utuh Menuai Keluarga


Tangguh
Buku ini berisi 50 kasus konseling anak yang disampaikan
para ahli konseling Indonesia dalam kursus-kursus LK3 tahun
2004-2007. Di antaranya: Bagaimana mendampingi anak

188
PENULIS dan KARYANYA

dengan masalah narkoba, rokok dan pornografi; bagaimana


memotivasi anak gemar belajar dan membaca, bagaimana
membesarkan anak dengan cara Allah.

Banyak Cocok Sedikit Cekcok


Buku ini berisi cara mempersiapkan perkawinan (konseling
pranikah). Di dalamnya ada juga informasi tentang bagaimana
menjadikan tes psikologi sebagai cara untuk mengenali latar
belakang dan kepribadian (calon) pasangan. Buku ini cocok
untuk mereka yang berencana menikah dan usia pernikahan
smapai 5 tahun.

Seni Merawat Keluarga


Perkawinan perlu dirawat agar cinta bertumbuh dan bonding
terbangun. Bagaimana caranya?

Bersahabat Dengan Remaja


Apakah kebutuhan remaja yang paling penting? Teman!
Sahabat! Bagaimana cara membangun persahabatan dengan
remaja kita?

Membangun Karakter Seksual Anak


Pertanyaan anak tentang seksualitas dan fungsi tubuh
terkadang membuat orang tua risih. Harusnya tidak demikian,
karena justru lewat jawaban yang benar anak-anak menghargai
seksualitas mereka. Bagaimana cara membangun karakter
seksual sejak dini?

Pesan ke:
pesanbuku@keluargakreatif.com
WA: 0815-4803-8646

189
@keluarga.kreatif
@selaluadaharapan
@julianto_simanjuntak
@julianto_bookstore

@PusatKonseling Spesialis
@Lembaga Konseling KeluargaKreatif

@Julianto_LK3
@Konseling_LK3

SahabatJulianto-LK3

Keluarga Kreatif, LK3

Theodorus (Aplikasi)

keluargakreatif.com

https://linktr.ee/Edukasi_LK3
Program Akademik LK3
bekerjasama dengan Mitra STT,
Universitas dan Sinode
1. Program Doktor Teologi Konsentrasi Konseling
Kristen ( STT Bethel Indonesia)

2. Program Magister Teologi Konsentrasi Pastoral


Konseling (STT Jaffray Jakarta)

3. Program Magister Teologi Konsentrasi Konseling


(STFT Theologia Jaffray Makasar)

4. Program Magister Psikologi Sains


bersertifikasi Konselor Keluarga Kristen
(Universitas Kristen Maranatha)

5. Program Magister Teologi bersertifikasi Konselor


Kristen (STT Kharisma Bandung)

6. Program Magister Teologi Konsentrasi Konseling


(STT Baptis Jakarta)

7. M.A. Degreee & Certificate Program School of 8. Program Magister Teologi


Konsentrasi Konseling
(STT Baptis Medan)
9. Program Magister Pendidikan
Konsentrasi Konseling
(STT Baptis Medan)
10. Program Sertifikat Konseling
Pendeta dan Kesehatan
Mental (LK3)
11. Program Sertifikat Konseling
Keluarga & Kesehatan Mental
dengan Universitas Ciputra
Surabaya
12. Program Sertifikat Konseling
Keluarga & Kesehatan Mental

Psychology, Counseling, and Family Therapy


dengan pelbagai Sinode Gereja
13. Program Magister Teologi
Konsentrasi Konseling
(STT Baptis Jakarta)
14. Program Sertifikat Konseling
Anak dan Remaja (LK3)
15. Program Sarjana Teologi (S1)
Konsentrasi Konseling STT
Baptis Medan - 2022
16. Program Sertifikat Konseling
Guru dan Konselor sekolah (2022)
17. Program Sertifikat Clinical
Pastoral Education (CPE)
start 2022

Wheaton College, USA


8. Program Magister Teologi
Konsentrasi Konseling
(STT Baptis Medan)
9. Program Magister Pendidikan
Konsentrasi Konseling
(STT Baptis Medan)
10. Program Sertifikat Konseling
Pendeta dan Kesehatan
Mental (LK3)
11. Program Sertifikat Konseling
Keluarga & Kesehatan Mental
dengan Universitas Ciputra
Surabaya
12. Program Sertifikat Konseling
Keluarga & Kesehatan Mental
dengan pelbagai Sinode Gereja
13. Program Magister Teologi
Konsentrasi Konseling
(STT Baptis Jakarta)
14. Program Sertifikat Konseling
Anak dan Remaja (LK3)
15. Program Sarjana Teologi (S1)
Konsentrasi Konseling STT
Baptis Medan - 2022
16. Program Sertifikat Konseling
Guru dan Konselor sekolah (2022)
17. Program Sertifikat Clinical
Pastoral Education (CPE)
start 2022
Program pendidikan Konseling
LK3 bersama mitra STT & Universitas
sejak 2008 telah meluluskan 1000
alumni program S2 Konseling dan
juga lulusan kelas sertifikat 2 tahun

Saat ini ada lebih 400 pembelajar/mahasiswa


sedang studi dan 300 lebih mengambil sertifikasi
Konselor LK3 dengan 3 konsentrasi/spesialis.

LK3 memiliki Pusat Konseling Spesialis


Selalu Ada Harapan dan Rumah Konseling
pelbagai kota dengan lebih 100 Konselor
tersertifikasi oleh LK3.

INFO LEBIH LANJUT

Akademis 0822-2525-2210 Sertifikat 0811-1363-930


Sertifikasi 0812-8277-703 S2 & S3 0812-2017-6606

Anda mungkin juga menyukai