Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AKUNTANSI KEUANGAN

MENENGAH
CONCEPTUAL FRAMEWORK FOR FINANCIAL
REPORTING

Disusun oleh :
 Dicky Putra Hermansyah (121221110)

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Dian Nusantara (Cibubur)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatnya yang sangat besar sehingga Saya pada akhirnya bisa
menyelesaikan makalah Akuntansi Keuangan menengah terkait
“CONCEPTUAL FRAMEWORK FOR FINANCIAL REPORTING”,
Semoga makalah yang telah saya susun ini turut memperkaya ilmu serta bisa
menambah pengetahuan dan pengalaman para pembaca.Selayaknya kalimat
yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Saya juga
menyadari bahwa makalah ini juga masih memiliki banyak kekurangan.
Maka dari itu Saya mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca
sekalian demi penyusunan makalah ini lebih baik lagi.

Bekasi, 5 Desember 2023

(Dicky Putra Hermansyah)

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................... I


Daftar Isi .................................................................................................. II
Bab I: Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................2
Bab II : Pembahasan
2.1 Perumusan Kerangka Konseptual...............................................................3
2.2 Perbedaan antara IFRS dan GAAP………………………………………11
2.3 Penerapan IFRS.........................................................................................16
Bab III : Penutup
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………18

3.2 Daftar Pustaka ....................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kerangka kerja konseptual memberikan adaptasi sistematik dalam standar akuntansi


bagi lingkungan bisnis yang terus berubah. FASB menggunakan kerangka kerja konseptual
untuk membekali perkembangan standar akuntansi yang baru secara terorganisasi dan
konsisten. Disamping itu, mempelajari kerangka kerja konseptual FASB akan memudahkan
seseorang untuk mengerti dan mengantisipasi standar masa depan.

Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) didefinisikan oleh FASB sebagai:


“a coherent system of interrelated objectives and fundamentals that is expected to lead to
consistent standards and that prescribes the nature, function, and limits of financial
accounting and reporting”. Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) adalah suatu
sistem koheren yang terdiri dari tujuan dan konsep fundamental yang saling berhubungan,
yang menjadi landasan bagi penetapan standar yang konsisten dan penentuan sifat, fungsi,
serta batas- batas dari akuntansi keuangan dan laporan keuangan, yang dimaksud tujuan
adalah tujuan pelaporan keuangan.

Kerangka kerja konseptual menyebutkan tujuan dari pelaporan keuangan dan


karakteristik dari informasi akuntansi yang baik, mendefinisikan dengan tepat istilah-istilah
yang biasa digunakan seperti aset dan pendapatan serta menyediakan petunjuk untuk
pengakuan, pengukuran, dan pelaporan keuangan yang tepat. Dengan adanya Standard
Akuntansi Keuangan (SAK) yang baru, memberikan petunjuk-petunjuk dan aturan-aturan
pelaporan keuangan yang berbeda dari sebelumnya. Sehingga diperlukan adanya publikasi
kepada seluruh pelaku akuntansi di Indonesia agar menyesuaikan dengan peraturan baru yang
berlaku.

Kerangka konseptual dibutuhkan agar aturan pelaporan keuangan dapat berguna dan
tidak mengambang. IASB dan FASB masing-masing memiliki konsep tersendiri, dimana
kerangka konseptual IASB tercermin pada dokumennya, sedangkan FASB ada pada
pengembangan dokumen itu, sekarang FASB dan IASB telah bekerja sama untuk
menghasilkan konsep yang dapat diterima secara umum.

1
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Apa saja bagian-bagian dalam perumusan Kerangka Konseptual-IFRS?


2. Apa saja perbedaan Kerangka Konseptual-IFRS dan GAAP?
3. Bagaimana penerapan IFRS di Indonesia dan negara lain?

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah


Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui perumusan Kerangka Konseptual-IFRS.
2. Mengetahui perbedaan Kerangka Konseptual-IFRS dan US GAAP.
3. Mengetahui penerapan IFRS di Indonesia dan negara-negara lain.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perumusan Kerangka Konseptual

IFRS membagi kerangka konseptual pelaporan keuangan kedalam tiga level


yaitu, first level: Basic objective, second level: Fundamental concepts dan third level:
Recognition, measurement, and disclosure concepts.

 First Level: Basic Objective

Objective of Financial Reporting:

“To provide financial information about the reporting entity that is useful to present and
potential equity investors, lenders, and other creditors in making decisions in their capacity
as capital providers.”

1. Tujuan tersebut dicapai dengan cara menerbitkan general-purpose financial statements.

2. Users diasumsikan memiliki pengetahuan bisnis dan masalah akuntansi, yang cukup
untuk memahami informasi dalam financial statements.

Contoh Keputusan Ekonomi:

Keputusan terkait jual, beli atau menahan instrumen ekuitas dan hutang, keputusan
memberi atau melunasi suatu pinjaman dan bentuk kredit lainnya.

 Second Level: Fundamental Concepts

Qualitative Characteristics of Accounting Information

Suatu informasi memiliki karakteristik kualitatif decision usefullness, jika informasi


tersebut relevance dan faithfull representation.

3
a. Fundamental Quality-Relevance

Informasi disebut relevan, jika informasi keuangan tersebut mampu membuat


perbedaan dalam proses pengambilan keputusan. Financial information mampu membuat
perbedaan jika informasi tersebut memiliki predictive value, confirmatory value, atau
keduanya.

 Predictive value: jika informasi tersebut memiliki nilai sebagai input bagi proses
prediktif, untuk membentuk ekspektasi user terkait masa depan.
Contoh: Jika investor potensial tertarik untuk membeli saham biasa dari PT
Indonesia, maka mereka akan menganalisis aset dan klaim atas aset tersebut,
pembayaran dividen dan kinerja pendapatan tahun-tahun sebelumnya, untuk
memprediksi nilai, waktu dan tidak kepastian dari arus kas PT Indonesia di masa
mendatang.
 Confirmatory value: informasi relevan juga membantu para user untuk
menkonfirmasi atau mengkoreksi ekspektasinya. Contoh: Ketika PT Indonesia
menerbitkan laporan keuangan akhir tahun, maka informasi keuangan tersebut
mengkonfirmasi atau merubah ekspektasi masa lalu (atau masa kini), yang
berdasarkan evaluasi sebelumnya. Predictive value dan confirmatory value saling
berkaitan. Misalnya: informasi tentang ukuran dan struktur aset dan liabilitas PT
Indonesia membantu users untuk memperkirakan kemampuannya untuk
mengambil keuntungan atau untuk menghindari kerugian. Informasi yang sama
membantu untuk mengkonfirmasi atau mengkoreksi prediksi masa lalu terkait
kemampuan tersebut.
 Materiality
Informasi menjadi material, ketika tidak disajikan atau salah saji informasi tersebut
akan mempengaruhi keputusan user. Masing-masing individu perusahaan
menentukan apakah suatu informasi adalah material, dengan mempertimbangkan
sifat dan ukuran dari item-item tersebut. Singkatnya, informasi tersebut harus
membuat perubahan, jika tidak maka perusahaan tidak perlu mengungkapkannya.
Suatu item menjadi material ketika pengungkapan atau tidak disajikan item
tersebut, akan mempengaruhi atau merubah keputusan dari orang yang reasonable.
Contoh: Pengeluaran peralatan Rp 50 juta akan tidak material bagi perusahaan
dengan aset Rp 50 milyar (0,1%), sehingga diperlakukan sebagai beban (expense),
tapi akan material bagi perusahaan dengan aset Rp 1 milyar (5%), sehingga
4
diperlakukan sebagai aktiva tetap. Perusahaan dan auditors umumnya
menerapkan rule of thumb bahwa item yang bernilai < 5% dari net income,
dipertimbangkan immaterial. Namun, perusahaan tidak boleh menggunakan
alasan materiality dalam rangka mempertahankan positive earnings trend,
mengkonversi kerugian menjadi keuntungan, meningkatkan kompensasi
manajemen, atau menyembunyikan transaksi ilegal seperti suap. Dengan kata lain,
perusahaan harus mempertimbangkan baik
faktor quantitative dan qualitative dalam penentuan apakah suatu item material
atau tidak.

b. Fundamental Quality-Faithful Representation


Faithful representation berarti bahwa angka-angka dan deskripsi-nya sesuai dengan
apa yang sebenarnya ada atau terjadi. Contoh: ketika PT Indonesia melaporkan penjualan
$60,510 million, ketika penjualan sebenarnya $40,510 million, maka Laporan Keuangan PT
Indonesia tidak jujur dalam menyajikan nilai penjualan sebenarnya.

Agar faithful representation, informasi harus lengkap, netral, dan bebas dari kesalahan
material.

 Completeness
Completeness berarti bahwa seluruh informasi yang diperlukan untuk faithful
representation, disajikan. Contoh, ketika PT Indonesia gagal menyediakan informasi yang
dibutuhkan untuk menilai value allowance dari receivables, informasi tersebut tidak lengkap,
dan maka tidak faithful representation.

 Neutrality
Neutrality berarti bahwa perusahaan tidak memilih informasi tertentu yang hanya
menguntungkan pihak tertentu, tetapi tidak menguntungkan bagi yang lain. Contoh: dalam
notes to financial statements, perusahaan rokok seharusnya tidak menyembunyikan informasi
terkait beberapa tuntutan hukum yang dihadapi karena masalah kesehatan, meskipun
pengungkapan tersebut dapat merusak perusahaan.

5
 Free from Error
Item informasi yang bebas dari error akan lebih akurat (faithful) representation.
Contoh: jika PT Indonesia salah saji kerugian atas pinjamannya, laporan keuangannya akan
misleading dan tidak faithful representation. Contoh, management harus mengestimasi nilai
uncollectible accounts untuk menentukan bad debt expense.

 Enhancing Qualities
Membedakan antara more-useful information dari less-useful information.
Enhancing qualitative characteristics merupakan pelengkap dari fundamental qualitative
characteristics. Karakteristik ini membedakan antara more-useful information dari less-useful
information. Enhancing characteristics: comparability, verifiability, timeliness, and
understandability.

 Comparability
Agar dapat dibandingkan maka informasi perlu diukur dan dilaporkan dengan cara
yang similar oleh perusahaan-perusahaan berbeda dalam industri yang sama. Contoh, agar
dapat dibandingkan, informasi aset PT Indonesia dan PT Singapura, maka informasi tersebut
perlu diukur dan dilaporkan dengan perlakuan akuntansi yang simiar.

Tipe lainnya dari comparability adalah consistency, dimana perusahaan menerapkan


perlakuan akuntansi yang sama untuk kejadian yang similar, dari periode ke periode. Contoh,
ketika perusahaan menggunakan metode FIFO untuk menilai inventoriesnya, maka perlakuan
tersebut seharusnya diterapkan seterusnya dari periode ke periode, kecuali terjadi perubahan
yang justified.

 Verifiability
Verifiability terjadi pihak independen yang mengukur, dengan menggunakan metode
yang sama, akan mendapatkan hasil yang sama. Verifiability terjadi dalam situasi sebagai
berikut:

6
1. Dua auditor independen yang berbeda menghitung persediaan PT Indonesia dan mendapatkan
hasil yang sama terkait perhitungan fisik persediaan. Verifikasi nilai dari suatu aset dapat
terjadi dengan menghitung persediaan (disebut sebagai direct verification).
2. Dua auditor independen yang berbeda menghitung nilai persediaan PT Indonesia pada akhir
tahun dengan menggunakan metode FIFO. Verifikasi dapat terjadi dengan menguji input
(kuantitas dan biaya) dan menghitung ulang output (nilai persediaan akhir) dengan
menggunakan konvesi atau metodologi akuntansi yang sama (disebut sebagai indirect
verification).

 Timeliness
Timeliness berarti menyediakan informasi kepada decision-makers sebelum informasi
tersebut kehilangan kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan. Contoh, jika PT Indonesia
menunggu untuk melaporkan hasil interim-nya setelah 9 bulan dari akhir periode, informasi
tesebut akan kurang bernilai bagi tujuan decision making.

 Understandability
Decision-makers sangat bervariasi terkait tipe keputusan yang mereka buat,
bagaimana mereka membuat keputusan, informasi yang telah mereka miliki atau informasi
yang dapat mereka peroleh dari sumber lainnya, dan kemampuan mereka untuk memproses
informasi tersebut. Agar informasi menjadi berguna, perlu ada hubungan (linkage) antar user
dan keputusan yang mereka buat. Hubungan ini, understandability, merupakan kualitas dari
informasi yang membuat informed user melihat signifikansi informasi
tersebut. Understandability meningkat ketika informasi diklasifikasikan, dikarakteristikan,
disajikan secara jelas dan padat.

Contoh, asumsikan PT Indonesia menerbitkan laporan triwulan yang menunjukan


pendapatan interim telah turun secara signifikan. Laporan interim ini memberikan informasi
yang relevant dan faithfully represented untuk tujuan decision-making. Bagi yang paham
informasi keuangan, mereka akan menjual saham PT Indonesia, namun bagi yang tidak
paham, mereka akan mengabaikan informasi tersebut. Maka, meskipun PT Indonesia telah
menyajikan informasi relevant dan faithful representation, informasi tersebut kurang berguna
bagi mereka yang tidak paham informasi keuangan.

7
 Second Level: Elements
Elemen-elemen yang berkaitan langsung dengan pengukuran kinerja dan status dari
perusahaan:

1. Aktiva: Kemungkinan manfaat ekonomi di masa depan yang diperoleh atau dikendalikan
oleh suatu entitas tertentu sebagai akibat transaksi atau peristiwa dimasa lalu.

2. Kewajiban: Kemungkinan pengorbanan manfaat ekonomi di masa depan yang timbul dari
utang saat ini. Suatu entitas untuk mengalihkan aktiva atau memberikan jasa kepada entitas
lain di masa depan sebagai akibat dari transaksi atau peristiwa dimasa lalu.

3. Ekuitas: Kepentingan residual dari aktiva suatu entitas yang tersisa setelah mengurangi
dengan kewajibannya.

4. Investasi oleh pemilik: Peningkatan aktiva bersih dari perusahaan yan diakibatkan
pengalihan sesuatu yang bernilai kepada perusahaan dari entitas lain untuk mendapatkan atau
meningkatkan kepemilikan dari perusahaan.

5. Distribusi kepada pemilik: Penurunan aktiva bersih dari perusahaan yang diakibatkan oleh
pengahlian aktiva, pemberian jasa, atau timbulnya kewajiban oleh perusahaan kepada
pemilik.

6. Laba komprehensif: Perubahan ekuitas (aktiva bersih) perusahaan selama periode tertentu
yang diakibatkan dari transaksi dan peristiwa serta kejadian- kejadian lain dari sumber non
pemilik.

7. Pendapatan: Arus masuk atau peningkatan lain dari aktiva atau sebuah entitas pelunasan
kewajiban sebuah entitas (atau kombinasi dari keduanya) selama satu periode tertentu.

8. Beban: Arus keluar atau penggunaan lain dari aktiva dari sebuah entitas atau timbulnya
kewajiban suatu entitas (atau kombinasi dari keduanya) selama satu periode tertentu yang
dihasilkan oleh penyampaian atau produksi barang.

9. Keuntungan: Peningkatan ekuitas (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi entitas yang
insidental atau sampingan dan dari semua transaksi dan peristiwa serta kejadian lainnya yang
mempengaruhi entitas selama satu periode tertentu yang timbul dari pendapatan atau
investasi pemilik.

10. Kerugian: Penurunan ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi entitas yang insidental atau
sampingan dan dari semua transaksi dan peristiwa serta kejadian lainnya yang mempengaruhi
8
entitas selama satu periode tertentu kecuali yang timbul dari beban atau distribusi kepada
pemilik.

 Third Level: Recognition, Measurement, and Disclosure Concepts


Konsep ini menjelaskan bagaimana perusahaan seharusnya mengakui, mengukur, dan
melaporkan elemen dan kejadian keuangan.

Third Level: Assumptions (Asumsi Dasar)


 Economic Entity
Aktifitas Perusahaan terpisah dari dan berbeda dengan aktifitas pemilik dan unit usaha
lainnya. Maka, PT Indonesia mencatat aktifitas keuangannya terpisah dari para pemilik dan
manajernya, serta unit usaha lainnya.

 Going Concern
Perusahaan diasumsikan beroperasi cukup lama untuk memenuhi tujuan dan
komitmennya. Asumsi ini memiliki implikasi:

1. Dengan pendekatan likuidasi, Perusahaan seharusnya mencatat nilai asetnya pada net
realizable value (sales price less costs of disposal), dan bukan pada acquisition cost. Jika
perusahaan mengadopsi pengekatan likuidasi, klasifikasi current/noncurrent
assets dan liabilities menjadi kehilangan maknanya. Justru, penyajian aset dan liabilities
berdasarkan prioritas likuidasinya akan menjadi lebih masuk akal.

2. Kebijakan depresiasi dan amortisasi dapat diterapkan dan layak hanya jika kita
mengasumsikan beberapa sifat permanen pada perusahaan.

 Monetary Unit
Asumsi monetary unit berarti bahwa uang merupakan denominator umum dari
aktifitas ekonomi dan memberikan basis untuk pengukuran dan analisis akuntansi. Maka itu,
monetary unit merupakan alat yang paling efektif untuk mengekspresikan kepada pihak yang
berkepentingan terhadap modal dan pertukaran barang dan jasa. Akuntansi mengabaikan
perubahan tingkat harga (inflation dan deflation) dan mengasumsikan bahwa ukuran unit
Rupiah tetap stabil.

9
 Periodicity
Perusahaan dapat membagi aktifitas ekonominya ke dalam beberapa
periode. Users perlu mengetahui kinerja dan status ekonomi perusahaan, secara regular dan
tepat waktu, sehingga users dapat mengevaluasi dan membandingkan antar perusahaan, dan
mengambil tindakan yang tepat. Oleh karena itu, perusahaan harus melaporkan informasi
secara periodik. Pertimbangan periodesitas melibatkan trade-off antara relevance dan faithful
representation. Semakin pendek periode pelaporan, maka semakin
kurang verified informasinya (faithful representation), namun semakin real-time informasi
yang disajikan (relevance). Dengan teknologi informasi saat ini, maka masalah trade-
off dapat diminimalkan.

Third Level: Principles


 Measurement
Cost/biaya dipertimbangkan sebagai nilai yang faithful representation atas jumlah
yang dibayar untuk item tertentu. Fair value merupakan “nilai untuk suatu aset dapat
dipertukarkan, liabilitas dapat diselesaikan, atau instrumen ekuitas dapat dipertukarkan,
antara pihak yang memiliki pengetahuan, dalam suatu transaksi yang suka rela (the amount
for which an asset could be exchanged, a liability settled, or an equity instrument granted
could be exchanged, between knowledgeable, willing parties in an arm’s length transaction).”
IASB memperkenankan perusahaan untuk menggunakan fair value sebagai basis untuk
pengukuran financial assets dan financial liabilities.

Third Level: Principles


 Revenue Recognition
Revenue diakui ketika terdapat probable bahwa manfaat ekonomi masa depan akan
mengalir ke perusahaan dan nilai revenue dimungkinkan untuk diukur secara reliable.

 Expense Recognition
Arus keluar atau penggunaan assets atau timbulnya liabilities (atau kombinasi dari
keduanya) selama suatu periode, sebagai konsekuensi dari penyerahan atau
produksi goods dan/atau services.

10
 Full Disclosure
Menyajikan informasi yang cukup penting untuk mempengaruhi pertimbangan dan
keputusan dari informed user. Full disclosure disediakan melalui: Financial Statements, Notes
to the Financial Statements, Supplementary information.

Third Level: Constraints


 Cost
Biaya untuk menyajikan informasi harus seimbang dengan manfaat yang diperoleh
dari pemanfaatan informasi tersebut. Contoh: Biaya penyajian termasuk: biaya pengumpulan
dan pemrosesan, penyebarluasan, audit, potential litigation, pengungkapan ke pihak
competitors, dan analisis dan interprestasi. Manfaat yang diperoleh: kontrol managemen yang
lebih baik dan akses ke sumber modal, yang menawarkan biaya modal yang rendah.

 Industry Practices

Sifat khusus dari beberapa industri dan bisnis kadang-kadang memerlukan perlakuan
khusus dan perlu menyimpang dari teori dasar. Contoh: Perusahaan public-utility melaporkan
noncurrent assets diurutan atas dalam Financial Position Report untuk meng-highlight sifat
industry yang capital-intensive. Perusahaan agricultural sering melaporkan panen/crop-nya
pada fair value karena akan terlalu mahal untuk mengukur biaya yang akurat,
terkait individual crops.

2.2 Perbedaan antara IFRS dan GAAP

Kerangka konseptual pelaporan keuangan yang kita kenal selama ini sebagaimana yang diadopsi
dalam buku ajar di kampus-kampus adalah kerangka konseptual berdasarkan US GAAP.
Sejalan dengan konvergensi International Financial Reporting Standar (IFRS) ke dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), mau tidak mau kita harus merubah mind
set kita mengikuti kerangka konseptual IFRS tersebut.

Ada beberapa perbedaan dasar antara kedua standar tersebut sebagaimana dijelaskan dalam
tabel-tabel dibawah ini. Pada dasarnya batang tubuh kerangka konseptual tersebut masih
sama, yaitu level 1: tujuan laporan keuangan, level 2: karakteristik kualitatif dan elemen

11
laporan keuangan serta level 3: asumsi dasar, prinsip dan kendala. Berikut adalah perbedaan
keduanya:

Level 1: Tujuan Laporan Keuangan


US GAAP IFRS
 Menyediakan informasi yang  Menyediakan informasi yang
berguna untuk pengambilan menyangkut posisi keuangan,
keputusan investasi dan kredit. kinerja, serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan
yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pengguna
dalam pengambilan keputusan
ekonomi.
 Menyediakan informasi yang  Pengguna adalah investor,
berguna untuk memprediksi jumlah, karyawan, pemberi pinjaman,
waktu, dan ketidakpastian arus kas pemasok dan kreditor usaha
masa depan perusahaan lainnya, pelanggan,
pemerintah dan masyarakat.
 Menyediakan informasi tentang
sumber daya ekonomi, klaim
terhadap sumber daya tersebut, dan
perubahan terhadap keduanya.

12
Level 2: Karakteristik Kualitatif Informasi Akuntansi
US GAAP IFRS
1. Relevan–terdiri dari: 1. Fundamental qualities
 Nilai prediksi–membantu pengguna A. Relevan–terdiri dari:
memprediksi hasil dari kejadian  Nilai prediksi
masa lalu, saat ini dan masa depan.  Nilai konfirmasi
 Nilai umpan balik–membantu  Materialitas
pengguna mengkonfirmasi dan B. Dapat dipercaya–terdiri dari:
membetulkan nilai prediksi  Completeness
sebelumnya.  Naturality
 Tepat waktu – tersedia sebelum  Free from Error
kehilangan kapasitas untuk
mempengaruhi keputusan

2. Dapat dipercaya–terdiri dari: 2. Enhancing qualities


 Disajikan dengan jujur  Comparability
 Netral  Verifiability
 Dapat diverifikasi  Timeliness
 Understandability
3. Dapat dibandingkan
4. Konsisten

Level 2: Elemen Laporan Keuangan


US GAAP IFRS
 Aset  Aset
 Kewajiban  Kewajiban
 Ekuitas  Ekuitas
 Investasi pemilik  Pemeliharaan modal (diperoleh dari
 Distribusi kepada pemilik revaluasi aset dan kewajiban)
 Laba komprehensif  Laba (Pendapatan dan keuntungan)

13
 Pendapatan  Beban (beban dan kerugian)
 Keuntungan
 Beban
 Kerugian

Level 3: Pengakuan dan pengukuran–Asumsi dasar

US GAAP IFRS

1. Entitas ekonomi 1. Kelangsungan usaha


2. Kelangsungan usaha 2. Entitas ekonomi
3. Unit moneter 3. Unit moneter
4. Periodisitas 4. Periodisitas

Level 3: Pengakuan dan pengukuran–Prinsip

US GAAP IFRS

1. Biaya historis 1. Measurement


2. Pengakuan pendapatan 2. Revenue recognition
3. Kesesuaian 3. Expense recognition
4. Pengungkapan penuh 4. Full disclosure

Level 3: Pengakuan dan pengukuran–Kendala

US GAAP IFRS

1. Biaya dan manfaat 1. Cost


2. Materialitas 2. Industry practice
3. Praktik Industri
4. Konservatisme

14
Jika diringkas dalam gambar, kerangka konseptual pelaporan keuangan berdasarkan US
GAAP adalah sebagai berikut:

15
Sedangkan gambar kerangka konseptual pelaporan keuangan berdasarkan IFRS adalah
sebagai berikut:

2.3 Penerapan IFRS

International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan pedoman


penyusunan laporan keuangan yang diterima secara global. Jika sebuah negara menggunakan
IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang berlaku
secara global sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan
perusahaan di negara tersebut berasal. International Financial Accounting Standard (IFRS)
adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka
panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Tesniwati (2013) yang menyatakan
bahwa penerapan PSAK hasil adopsi IFRS akan meningkatkan transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi dan fairness perusahaan. Dengan meningkatnya indikator Good
Corporate Governance perusahaan maka fraud atau kecurangan manajemen bisa
dikurangi. Fraud yang berkurang membuat kinerja perusahaan menjadi lebih baik. Penelitian
dilakukan terhadap 22 bank umum yang aktif di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan
menggunakan teknik purposive sampling.

16
IFRS merupakan variabel dummy, bernilai 1 untuk perusahaan yang sudah
menerapkan IFRS dan 0 untuk perusahaan yang belum menerapkan IFRS. Untuk mengetahui
perusahaan sudah menerapkan IFRS atau belum dilihat dari penerapan PSAK 16 (IAS 16)
mengenai aset tetap. Perusahaan yang sudah menerapkan IFRS akan mengungkapkan
informasi tersebut dalam catatan atas laporan keuangannya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penerapan PSAK hasil adopsi IFRS meningkatkan GCG bank-bank publik di
Indonesia dan penerapan IFRS melalui GCG dapat meningkatkan ROA. Hal ini membuktikan
arti penting GCG dalam meningkatkan kinerja perbankan.

Penerapan IFRS dapat meningkatkan tata kelola yang baik dari entitas perbankan di
Bursa Efek Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya peraturan IFRS yang mendukung
pelaksanaan GCG, seperti PSAK 1, PSAK 16, PSAK 50 dan PSAK 55.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fifield. S, dkk (2011) yang meneliti
tentang Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) dan penerapannya di negara-
negara yang sebelumnya menggunakan GAAP yaitu Inggris, Irlandia dan Italia.

Cara yang pertama yang dilakukan oleh Fifield. S, dkk (2011) adalah mengungkapkan
penyesuaian IFRS sebagai persentase dari total penyesuaian profit/loss pada laporan laba rugi
atau penyesuaian total ekuitas pada laporan posisi keuangan di ketiga negara. Sementara cara
kedua adalah dengan menghitung indeks konversatisme untuk ketiga negara.

Hasil penelitian mengenai dampak penerapan IFRS untuk ketiga negara dalam
laporan kinerja keuangan menunjukkan angka yang signifikan yaitu menghasilkan
keuntungan/laba yang lebih besar dari yang dilaporkan oleh GAAP. IFRS juga memiliki
dampak yang signifikan terhadap kekayaan bersih perusahaan. Perusahaan-perusahaan di
Inggris dan Italia mengalami peningkatan ekuitas pada adopsi IFRS, sedangkan perusahaan-
perusahaan di Irlandia dalam sampel mencatat penurunan ekuitas.

Standar yang memiliki efek terbesar pada ekuitas bersih perusahaan adalah IAS 19 (-
15 persen), IAS 16 (+11 persen), IAS 7 (+8 persen), IAS 12 (+6 persen), IFRS 3 (-4 persen)
dan IAS 39 (+4 persen). Standar yang paling sering muncul dalam laporan rekonsiliasi IFRS
adalah IFRS 2, IAS 10, IAS 12, IAS 16, IAS 17, IAS 18, IAS 19, IAS 21 dan IAS 32/29.

Jurnal ini berusaha menganalisis efek diterapkannya IFRS di beberapa negara. Jurnal
ini juga memberikan rekomendasi yang berupa perspektif multi-negara untuk masa depan
IFRS.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan


bahwa International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan pedoman penyusunan
laporan keuangan yang diterima secara global. Adapun dampak perubahan yang terjadi pada
perkembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia dapat diketahui seperti perbedaan
antara PSAK 1 dengan IAS No.1 yaitu mengenai format penyajian laporan keuangan dan
komponen laporan keuangan dan juga mengenai informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan.

Dampak perubahan yang terjadi pada perkembangan standar akuntansi keuangan di


Indonesia membuat setiap perusahaan melakukan perubahan pada penyajian laporan
keuangan di perusahaan. Dampak yang ditimbulkan dari konvergensi ini akan sangat
mempengaruhi semua kalangan, baik itu bidang bisnis maupun pendidikan.

18
3.2 DAFTAR PUSTAKA

Belkaoui, A. R. 2000.Teori Akuntansi. Buku I. Jakarta: Salemba Empat.

Eldon S. Hendriksen & Michael F. Van Breda. 2000. Teori Akunting. Jakarta: Interaksara.

Fifield, S. dkk. 2011. A Cross-Country Analysis of IFRS Reconciliation Statements. Journal


of Applied Accounting Research, Vol. 12, No. 1, Hal. 26-42.

Harahap, Sofyan Syafri. 2007. Teori Akuntansi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

H Kusnadi, L Samsudin, Kertahadi. 2000. Teori Akuntansi. Malang: Universitas Brawijaya.

H.Z.A. Moechtar. 1995. Dasar-Dasar Akuntansi. Surabaya: Institut Dagang Muchtar.

Kieso, D. E, dkk. 2012. Intermediate Accounting 14th. John Wiley & Sons, Inc.

Pratiwi C. W, Tesniwati, R. 2013. Pengaruh Penerapan IFRS Terhadap Kinerja Bank


Melalui Tata Kelola Perbankan yang Baik. Jurnal Proceeding Pesat (Psikologi, Ekonomi,
Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil), Vol. 5, Oktober.

Soemarso S.R. 1990. Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.

Suwardjono. 2002. Akuntansi Pengantar. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

19
20

Anda mungkin juga menyukai