Anda di halaman 1dari 3

Seorang pria berusia 50 tahun datang ke klinik Penyakit Mulut RSGM Universitas Jember

dengan keluhan adanya plak putih sejak 1 tahun yang lalu tanpa keluhan. Namun satu bulan
belakangan ini plak putih tersebut terasa lebih tebal dan pasien merasa tidak nyaman dengan
kondisi tersebut. Hasil pemeriksaan klinis pada mukosa pipi ditemukan adanya lesi berupa
plak putih tanpa disertai adanya pseudomembran, tanpa keluhan rasa sakit, berbatas jelas,
dan tidak dapat dikerok. Pasien mempunyai kebiasaan buruk merokok sebanyak satu pak
rokok perhari atau 12 batang per hari tanpa disertai adanya penyakit sistemik lainnya.
Dari hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang (Biopsi) maka ditegakkan
diagnosis kelainan tersebut adalah Chronic Hiperplastic Candidiasis (CHC).

Salah satu tatalaksana untuk perawatan candidiasis oral yang dilakukan adalah dengan pengobatan
secara topikal. Setelah dilakukan pengobatan topikal, dan lesi telah mengalami resolusi maka
dilanjutkan pengobatan selama dua minggu. Namun jika terapi topikal mengalami kegagalan maka
dilanjutkannya terapi sistemik karena gagalnya respon obat adalah merupakan pertanda adanya
penyakit sistemik yang mendasari.

Namun pada kasus di scenario dikatakan bahwa kasus candidiasis oral pada pasien ini tanpa disertai
adanya penyakit sistemik lain. Sehingga kemungkinan perawatan/terapi secara topical sudah cukup
untuk menyembuhkan infeksi candidiasis oral.

tujuan utama dari pengobatan ini adalah .

1. Untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap munculnya


candida.

2. Untuk mencegah penyebaran sistemik.

3. Untuk mengurangi kekurangnyamanan pada pasien.

4. Untuk mengurangi perkembangbiakan kandida.

Terapi yang dapat diberikan dapat berupa terapi kausatif dan supportif. Terapi simtomatik dapat
dilakukan dengan memberikan anestesi topikal dan antiinflamasi topikal contohnya bisa dalam
bentuk obat kumur. Namun pada kasus di skenario terapi ini bole dilewati karena pasien tidak
mengalami keluhan sakit.

Terapi kausatif yaitu dengan pemberian obat antijamur yang diberikan hingga lesi hilang atau pasien
dinyatakan sembuh. Setelah memakai antijamur topikal yang berbentuk oral suspensi, pasien
diinstruksikan untuk tidak makan atau minum selama 20-30 menit.

Pasien juga diberikan terapi supportif yaitu makan makanan bergizi, diberikan pemberian
multivitamin (vit. B kompleks, vit. C, vit. E, dan zinc) bila perlu, dan istirahat yang cukup untuk
meningkatkan sistem imun dan memberikan energi pada proses penyembuhan.

Pasien diinstruksikan untuk menjaga kebersihan rongga mulut, menggunakan obat sesuai anjuran,
pasien diinstruksikan untuk berhenti merokok [tadi sudah disebutkan hanif = seperti yg tadi
disebutkan oleh teman-teman di LO 2 bahwa merokok merupakan salah satu factor peredisposisi
candidiasis oral], dan datang lagi untuk kontrol setelah 3 sampai 7 hari pengobatan untuk mengecek
efek dari obat-obatan yang diberikan.
Pasien dapat dinyatakan sembuh setelah tidak ada lagi rasa tidak nyaman, lesi sudah sembuh, warna
mukosa normal, dan selama masa perawatan pasien mengikuti instruksi dokter dengan patuh.
Pemberian obat anti jamur dapat dihentikan saat itu. Namun dokter tetap harus menginstukrikan
pasien untuk tetap menjaga oral hygiene

[ingin menambahkan ]Beberapa obat yang digunakan dalam terapi oral candidiasis yaitu

1. Nistatin

Nistatin merupakan obat lini pertama pada kandidiasis oral yang terdapat dalam bentuk topikal.
Obat nistatin tersedia dalam bentuk krim dan suspensi oral. Tidak terdapat interaksi obat dan efek
samping yang signifikan pada penggunaan obat nistatis sebagai anti kandidiasis.

Nystatin adalah suatu macrolide polyene yang toksisitasnya rendah jika digunakan sebagai obat
topikal walaupun mempunyai rasa yang kurang enak, efektif terhadap sebagian besar spesies
Candida dan paling sering digunakan untuk menekan infeksi Candida lokal. Jadi nanti setelah
diaplikasikan Antifungi polyene berikatan dengan ergosterol pada membran sel fungi, sehingga
terjadi gangguan pada stuktur membran sel yang menyebabkan kebocoran kandungan intrasel yang
berakhir dengan kematian sel.

2. Ampoterisin B

Obat ini dikenal dengan Lozenge (fungilin 10 mg) dan suspensi oral 100 mg/ml dimana diberikan tiga
sampai empat kali dalam sehari. Ampoterisin B menginhibisi adhesi dari jamur kandida pada sel
epitel. Efek samping pada obat ini adalah efek toksisitas pada ginjal.

3. Klotrimazol

Obat ini mengurangi pertumbuhan jamur dengan menginhibisi ergosterol.

Klotrimazol dikontraindikasikan pada infeksi sistemik. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan tablet
10 mg. Efek utama pada obat ini adalah rasa sensasi tidak nyaman pada mulut, peningkatan level
enzim hati, mual dan muntah.

4. Ketokonazol

Ketokonazol memblok sintesis ergosterol pada membran sel fungal dan diserap dari gastrointestinal
dan dimetabolisme di hepar. Dosis yang dianjurkan adalah 200-400 mg tablet yang diberikan sakali
atau dua kali dalam sehari selama dua minggu. Efek samping adalah mual, muntah, kerusakan hepar
dan juga interaksinya dengan antikoagulan.

5. Flukonazol

Obat ini menginhibisi sitokrom p450 fungal. Obat ini digunakan pada kandidiasis orofaringeal dengan
dosis 50-100mg kapsul sekali dalam sehari dalam dua sampai tiga minggu. Efek samping utama pada
pengobatan dengan menggunakan flukonazol adalah mual, muntah dan nyeri kepala.

6. Itrakonazol

Itrakonazol merupakan salah satu antifungal spektrum luas dan dikontraindikasikan pada kehamilan
dan penyakit hati. Dosis obat adalah 100 mg dalam bentuk kapsul sehari sekali selama dua minggu.
Efek samping utama adalah mual, neuropati dan alergi.
Obat lini pertama adalah obat-obatan yang biasanya diresepkan untuk suatu penyakit,
terutama di daerah di mana prevalensi dan resistensinya rendah. Obat ini cenderung lebih
murah dan memiliki lebih sedikit efek samping dibandingkan obat lain yang tersedia untuk
penyakit tersebut. Di daerah di mana prevalensi dan resistensi tinggi, obat lini kedua dan/atau
kombinasi obat yang umumnya digunakan.

Anda mungkin juga menyukai