Anda di halaman 1dari 3

Analisis Jurnal:

1. Jurnal 1
Mikofenolat Mofetil Sebagai Terapi Sindrom Nefrotik Relaps Sering Dan Resistensi
Steroid Pada Anak
a. P (Problem)
Sindroma nefrotik adalah keadaan klinis yang terdiri dari proteinuria massif,
hypoalbuminemia (<2,5 mg/dl), edema anasarca, dan hiperkoleterolemia. Sindrom
nefrotik relaps sering adalah sindrom nefrotik yang mengalami relaps > 2 kali dalam 6
bulan pertama setelah respons awal atau > 4 kali dalam priode 1 tahun. Sindrom nefrotik
dependen steroid adalah sindrom nefrotik yang mengalami relaps saat dosis steroid di
turunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan di hentikan , yang terjadi 2 kali berturut
turut.
Sindrom nefrotik resisten steroid adalah sindrom nefrotik yang tidak mengalami remisi
dengan pengobatan prednisone dosis penuh 60 mg/m2/luas permukaan tubuh atau 2
mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
Beberapa imunosupresan telah di gunakan dalam pengobatan sindrom nefrotik
bermasalah, antara lain kortikosteroid dosis tinggi, siklofosfamid, klorambusil,
levamisole, tacrolimus, siklosporin A baik oral maupun dengan intravena, dengan respon
pengobatan yang berbeda beda dan hasilnya sering kurang memuaskan. Oleh sebab itu di
perlukan imunosupresan yang lebih efektif dengan efek samping seminimal mungkin.

b. I (Intervensi)
Pemberian mikofenolat telah di gunakan sebagai terapi sindrom nefrotik relaps sering dan
steroid. Mikofenolat mofetil di berikan baik sebagai monoterapi maupun kombinasi
dengan steroid dosis rendah dan menyebabkan penurunan proteinuria dan stabilisasi
kreatinin serum.
Dengan di gunakannya MMF dalam pengobatan berbagai penyakit autoimun pada anak
dan dalam pengobatan sindrom nefrotik pada dewasa, maka timbul pemikiran bahwa
MMF dapat juga di gunakan dalam pengobatan sindrom nefrotik pada anak. Pemakaian
MMF yang di kombinasikan dengan imunosupresan lainnya sebagai terapi sindrom
nefrotik dengan hasil yang baik.
Pada sindrom nefrotik relaps sering MMF dapat menyebabkan remisi total dengan
perbaikan fungsi ginjal tanpa efek samping yang berarti.

c. C (Comparsion)

d. O (Outcome)
Hasil pengobatan menunjukan edema menghilang pada semua pasien dalam 2 bulan
pengobatan, 3 pasien mengalami remisi persial setelah 6 bulan, dan jumlah perawatan
turun dari 4 kali menjadi 1 kali pertahun. Fungsi ginjal menjadi tetap stabil pada 8 pasien
dan 1 pasien mengalami penurunan fungsi ginjal menjadi gagal ginjal terminal karena
tidak teratur berobat.

2. Jurnal 2
Evaluasi Penggunaan Antibiotik Untuk Terapi Infeksi Saluran Kemih Pada Pasien
Sindrom Nefrotik Pediatri

a. P (Problem)
Sindrom nefrotik adalah kelainan klinis yang di tandai dengan gejala proteinuria berat,
hipoproteinema. Pada sindrom nefrotik kadang-kadang juga terjadi hematuria, hipertensi
dan penurunan fungsi ginjal. Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal anak yang
paling sering di temukan.
Infeksi merupakan komplikasi yang paling umum dari anak dengan sindrom nefrotik
infeksi yang paling sering terjadi ialah infeksi saluran kemih (ISK). Infeksi saluran kemih
adalah terdapatnya mikroorganisme dalam urin yang tidak di hitung dari kontaminasi dan
potensial untuk invasi ke jaringan saluran kemih dan struktur lain yang berdekatan.
Masalah pemakaian antibiotic pada anak di antaranya meliputi penentuan jenis antibiotic,
dosis, interval dan rute pemberian. Pemilihan antibiotic dapat bervariasi tergantung pada
jenis mikroba penyebabnya. Oleh karena itu pada terapi ISK sangat di anjurkan untuk
melakukann pemeriksaan urin lengkap, kultur dan tes sensitivitas.
Subyek dalam penelitian ini adalah pasien sindrom nefrotik padiatri yang mengalami
infeksi saluran kemih dan menjalani rawat inap di RSUP Dr.Sardjito.

b. I (Intervensi)
Terapi ISK dengan menggunakan antibiotik pada pasien sindrom nefrotik pediatri
semakin mnjadi kompleks dalam pola penggunaannya. Penggunaamn antibiotic yang
rasional juga di harapkan dapat meningkatkan therapeutic outcome dan membatasi laju
resistensi.
Kerasionalan terapi antibiotik di nilai berdasarkan pemenuhan kriteria 4T (tepat indikasi,
tepat pasien, tepat obat, tepat dosis). Tepat indikasi di lakukan denganmelihat kesesuaian
antara pengguna antibiotik dengan kondisi klinis pasien yang membutuhkan/ tidak terapi
antibiotik, tepat obat.
Keberhasilan terapi antibiotik di nilai berdasarkan kesesuaian antara perbaikan kondisi
klinis (tanda gejala ISK), perubahan suhu badan pasien, perubahan nilai leukosit dan
eritrosit pada sampel urin sebelum dan sesudah.

c. C (Comparsion)
-

d. O (Outcome)
Hasil penggunaan antibiotik untuk terapi ISK kasus rawat inap pasa pasien sindroma
nefrotik pediatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menunjukan penggunaan antibiotik
yang tepat sesuai kriteria tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis dan
memberikan luaran klinis membaik di temukan sebesar 25% (4 kasus) dan penggunaan
antibiotik yang tidak rasional sesuai kriteria tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat
dosis namun memberikan luaran klinis membaik di temukan sebesar 75%.
Penggunaan antibiotik antara yang rasional dan yang tidak rasional sama-sama
memberikan luaran klinis yang membaik.
Pemberian antibiotik yang tepat tetap harus mempertimbangkan terjadinya resistensi
bukan hanya sekedar luaran klinis yang sembuh/ membaik karena bakteri yang resistensi
akan menjadi masalah Kesehatan yang besar.

3. Jurnal 3
Penggunaan Cyclophosphamide Pulse Pada Sindrom Nefrotik Resistensi Steroid Bagian
Ilmu Kesehatan Aanak Rumah Sakit Umum Pusar Dr.Kariadi Semarang

a. P (Problem)
Sindrom nefrotik resistensi steroid (SNRS) adalah sindrom nefrotik yang gagal mencapai
remisi dengan terapi prednisone dosis penuh yaitu 2 mg/kg/hari selama 4 minggu.
Terapi SNRS sampai kini masih belum memuaskan. Dalam penangananya selain
pengobatan medikamentosa juga di butuhkan pengobatan suportif.

b. I (Intervensi)
Pengobatan CPA pulse di laporkan membarikan hasil yang lebih baik daripada CPA oral.
Dosis kumulatif pada pemberian CPA pulse lebih kecil daripada CPA oral sehingga efek
sampingnya jauh lebih sedikit. Efek samping CPA adalah berupa sistisis hemoragis,
keluhan saluran cerna, alopesia, sepsis, dan sterilisasi serta kemungkinan keganasan maka
penting menentukan pemberian CPA secara tepat dan optimal. Mengingat efek samping
maka dosis kumulatif CPA yang di berikan tidak melebihi 200-300 mg/kgbb/hari..
Pemberian CPA 500 mg/m2/1 bulan selama 6 bulan merupakan batas yang cukup aman di
berikan untuk anak.
Pemberian CPA selain sebagai salah satu pilihan terapi pada SNRS juga untuk
mengurangi efek samping pemberian kortikosteroid dosis tinggi, dan memberikan remisis
yang lebih Panjang.
Pengobatan dengan CPA memberikan hasil yang lebih baik bila hasil biopsy ginjal
menunjukan SNKM daripada GSFS.

c. C (Comparsion
-

d. O (Outcome)
Pengobatan dengan CPA pulse satu bulan sekali cukup efektif dengan remisi bervariasi
antara antara 25%-60%. Pada laporan seri kasus ini selama 3 bulan pengobatan dengan
CPA di hasilkan 4 kasus (36,4%) proteinuria tetap positif dan remisi di capai pada 7 kasus
(63,6%).

Anda mungkin juga menyukai