Anda di halaman 1dari 21

75

Efektifitas dan Keamanan Terapi


Pseudotumor yang Rekuren atau Refrakter
terhadap Kortikosteroid Sistemik
1 2 2
Muhammad Asroruddin , Neni Anggraini , Rossalyn S. Andrisa

1
Departemen Ilmu Kesehatan Mata, FK UNTAN
2
Departemen Ilmu Kesehatan Mata, FK UI-RSCM

Abstrak

Latar Belakang: Pseudotumor orbita merupakan suatu proses inflamasi jinak pada orbita yang
jika tidak diterapi dengan baik akan menyebabkan disfungsi okulomotor berat dan gangguan
penglihatan ireversibel. Evaluasi efektivitas dan keamanan terapi pseudotumor yang rekuren atau
refrakter terhadap kortikosteroid sistemik diperlukan karena telah ditemukan hasil yang bervariasi,
tidak adanya panduan terapi yang spesifik, dan karena kurangnya profil efektivitas dan keamanan
masing-masing agen terapi. Metode: Peneliti telah meninjau beberapa artikel yang berkaitan
dengan terapi sesuai kasus di atas. Kriteria inklusi adalah semua jenis jurnal dengan semua level of
evidence yang mempublikasikan efektivitas masing-masing terapi, komplikasi, angka rekurensi,
masa tindak lanjut, dan efek samping. Hasil : Tinjauan telah dilakukan terhadap 20 jurnal yang
membahas tentang terapi radiasi, injeksi steroid intralesi, imunosupresan, dan agen imunobiologik.
Semua jurnal tergolong dalam level of evidence IV yang memuat durasi gejala, dosis dan durasi,
respons klinis, efek samping, dan rekurensi. Besar subjek yang tercakup dalam tinjauan ini
bervariasi dari 1 hingga 37 subjek, dengan rerata masa followup 9 bulan hingga 4,5 tahun.
Sebagian besar penelitian menunjukkan respons klinik yang baik. Angka rekurensi dan efek
samping/komplikasi sangat rendah bahkan nihil. Kelompok terapi radiasi menunjukkan respons
terapi yang lebih rendah dan rekurensi serta komplikasi yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan modalitas terapi lainnya yang dapat mencapai complete response hingga
100%.Kesimpulan: Semua jenis modalitas terapi untuk penatalaksanaan pseudotumor orbita
rekuren atau refrakter terhadap kortikosteroid sistemik terbukti efektif dan aman. Penelitian yang
lebih besar dan valid diperlukan lebih lanjut untuk menentukan efektivitas dan keamanan terapi.

Kata Kunci : Pseudotumor Orbita, kortikosteroid

Background : Idiopathic orbital inflammation or orbital inflammatory syndrome was an benign


inflammation process and can lead to oculomotor disfunction and reversible visual disorder.Since
we found variable results of management of recurrent or refractory orbital pseudotumor to
systemic corticosteroid, no specific therapeutic guidelines in the literature, and lacking of the
actual efficacy and safety profile of the agents, we need to evaluate efficacy and safety of
treatments for those cases.Methods: We reviewed some articles that published outcomes of some
treatments regarding the case. Inclusion criteria were all level of evidence journals that publish
efficacy or response to the each treatment, complications, recurrence rate, follow up time, and
side effects.Result: Twenty articles were reviewed which kinds of treatments were radiation
therapy, corticosteroid intralesional injection, immunosupressants, and immunobiologic agents.
All journals were rated to level IV of evidence with statements of symptoms duration, dosage and
duration, clinical response, side effects, and recurrency. Number of subjects varied ranged from 1
to 37, with mean followup time 9 months to 4,5 years. Most studies revealed good clinical
response. Recurrence rate and side effects/complications were low even none. Radiation therapy
group showed lower response rate and higher recurrence and complication rate rather than other
treatments which may reach up 100% complete response.Conclusion: All treatments are effective
and safe for the management of recurrent or refractory orbital pseudotumor. More well conducted
and larger trials are needed to study actual efficacy and safety profile.

Key words : Orbital Inflammation, Corticosteroid

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


76

PENDAHULUAN ditemukan entrapment, kompresi, dan

destruksi jaringan orbita. Tajam

Pseudotumor orbita atau idiopathic penglihatan akan terganggu jika

orbital inflammation atau orbital nervus optikus atau sklera posterior

inflammatory syndrome merupakan terlibat. Kondisi ini dapat dialami

suatu proses inflamasi jinak pada oleh anak-anak maupun dewasa, dan

orbita yang ditandai dengan infiltrat tidak pernah dilaporkan predileksi

limfoid polimorf dengan berbagai jenis kelamin.1-6

tingkat fibrosis. Kelainan ini Bentuk lain pseudotumor orbita

memperlihatkan suatu neoplasma adalah miositis atau dakrioadenitis

tetapi tidak diketahui penyebab lokal yang bersifat lokal. Gejala

atau sistemiknya. Angka kejadiannya pseudotumor orbita sebagian besar

sekitar 5% (4,7 – 6,3%) dari seluruh terjadi secara akut (jam hingga hari),

lesi orbita.1-3 bahkan berlangsung dalam

Pasien secara klinis memiliki berminggu-minggu (subakut), atau

perjalanan penyakit yang mendadak, dapat terjadi dalam waktu berbulan-

dan biasanya mengeluh nyeri, bulan (kronik).1-7

terdapat proptosis dan tanda dan Tahap awal penyakit ini

gejala inflamasi seperti edema dan umumnya berupa inflamasi dengan

eritema. Dapat ditemukan pula ptosis, berupa respon inflamasi polimorf,

kemosis, gangguan pergerakan mata, sedangkan pada tahap lanjut akan

dan neuropati optik. Pasien dengan timbul gambaran fibrosis, yang

kasus sklerosis yang ekstensif dapat seringkali disertai interspersed

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


77

lymphoid follicles bearing germinal Mombaerts dkk melaporkan sekitar

centers. Jaringan fibrosis akan 41%. Studi mereka juga menemukan

menggantikan lemak orbita dan akan bahwa pseudotumor refrakter sekitar

membungkus otot-otot ekstraokuler 22% dari seluruh pasien yang

dan nervus optikus.1-5 diterapi.1-3,8-9

Pseudotumor orbita akan Pada kasus pseudotumor rekuren

menyebabkan disfungsi okulomotor atau refrakter (recalcitrant) cases,

berat dan gangguan penglihatan akibat yang dapat ditimbulkan oleh

ireversibel jika tidak diterapi dengan penggunaan kortikosteroid jangka

baik. Kortikosteroid sistemik panjang, atau perjalanan penyakit

merupakan manajemen utama yang lambat harus diperhatikan. Oleh

pseudotumor orbita. Steroid karena itu, beberapa jenis pilihan

digunakan sebagai diagnostik terapi telah banyak disarankan.

sekaligus terapi pada kasus yang Bererapa tindakan terapeutik adalah

diduga pseudotumor orbita atau untuk pengangkatan tumor (surgical

terapi pada kasus pseudotumor yang debulking), terapi radiasi,

sudah jelas secara histologis. Jika imunosupresan, agen imunobiologi,

sudah diterapi, pseudotumor orbita dan injeksi kortikosteroid intralesi

dapat muncul kembali (rekuren), atau atau sekitar lesi. 6,10-15

refrakter (gagal terapi). Angka Kortikosteroid sistemik

rekurensi berkisar antara 23–35%. umumnya terdiri dari prednison oral

Chirapapaisan dkk melaporkan angka 1-2 mg/kgBB/hari untuk 1-2 minggu

tersebut sekitar 10%, sedangkan dan dosis akan diturunkan (tapering

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


78

off) dalam 6-12 minggu. Radioterapi pseudotumor belum pernah

terdiri dari radiasi berdosis rendah, dilaporkan, mungkin karena

umumnya 15-20 Gy dengan dosis terbatasnya angka keberhasilan dan

fraksinasi hingga 10 hari. Modalitas frekuensi penyakit yang rendah.

ini mampu meningkatkan perbaikan Namun demikian, sebuah tinjauan

klinis pada 87,5% pasien sesuai studi kepustakaan diperlukan untuk

oleh Matthiesen dkk.16 Agen mengkompilasi angka keberhasilan

imunosupresan yang telah digunakan masing-masing terapi. Hasil terapi

adalah antimetabolit (methotrexate, yang bermacam-macam pada

azathioprine, mycopheolate mofetil), penatalaksanaan pseudotumor orbita

inhibitor sel-T (cyclosporine, rekuren atau refrakter telah banyak

tacrolimus), and agen alkilasi dipublikasikan, namun belum ada

(cyclophosphamide, chlorambucil). panduan terapi yang khusus.

Agen imunobiologi yang digunakan Efektivitas dan keamanan dari agen

adalah anti sel-B (rituximab) and yang digunakan untuk penanganan

inhibitor tumor necrosis factor-α pseudotumor juga masih kurang.

(TNF-α) yaitu infliximab. Injeksi Tinjauan kepustakaan ini dilakukan

kortikosteroid intralesion yang untuk menilai efektivitas dan

disarankan adalah triamcinolone keamanan berbagai macam

acetonide (TA) dan suspensi tatalaksana pseudotumor orbita

betamethasone.6,15-17 rekuren atau refrakter terhadap

Tidak seperti kortikosteroid, pemberian kortikosteroid.

panduan terapi yang spesifik untuk

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


79

METODE intervensional atau observasional

Pencarian kepustakaan dilakukan yang melaporkan jenis terapi yang

berdasarkan database MEDLINE digunakan untuk pseudotumor orbita

dengan menggunakan PUBMED rekuren atau refrakter, efektivitas

untuk jenis artikel jurnal yang atau respons klinis terhadap masing-

terpublikasi menggunakan kata kunci masing terapi, komplikasi, angka

orbital pseudotumor, idiopathic rekurensi, masa follow up, dan efek

ocular inflammatory disease, samping. Kriteria inklusi lainnya

recurrent, recalcitrant, refractory, adalah jika terapi kortikosteroid gagal

treatments, corticosteroid, memberikan respons klinis, jika tanda

radiotherapy, immunosuppressants, dan gejala timbul kembali (rekuren)

immuno-biologic, and corticosteroid pada saat penurunan dosis

injection. Artikel yang terpilih hanya kortikosteroid, dan jika kortikosteroid

artikel dalam bahasa Inggris. Jika sistemik merupakan kontraindikasi

artikel full test online tidak tersedia, secara medis.

maka dilakukan pencarian secara Artikel jurnal yang memenuhi

manual di Perpustakaan Pusat dan kriteria inklusi kemudian dilakukan

Perpustakaan Departemen rating berdasarkan level of evidence.

Oftalmologi Fakultas Kedokteran Penilaian level of evidence didasarkan

Universitas Indonesia. Artikel pada kualiatas desain dan metodologi

kemudian diskrining berdasarkan penelitian yang sesuai dengan Oxford

kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria Centre for Evidence—based

inklusi adalah semua jenis penelitian Medicine.18 Informasi kemudian

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


80

disaring termasuk jenis intervensi, HASIL

lama gejala, dosis dan lama Berdasarkan alu penelitian yang

pemberian terapi, respon terapi, efek disebutkan di atas, telah ditemukan

samping, dan rekurensi (jika ada). sebanyak artikel jurnal yang

Respon terapi dinilai berdasarkan berkaitan dengan pencarian. Artikel

perbaikan klinis tumor, yang yang memenuhi kriteria inklusi

dikelompokkan menjadi tiga grup sebanyak 20 jurnal, yang

yang akan dijelaskan pada definisi dipublikasikan antara tahun 1980

operasional nanti. Kriteria lain yang hingga 2011. Semua artikel

digunakan untuk menentukan respons termasuk dalam level of evidence

klinis adalah perbaikan tanda dan IV. Sebagian besar metode pada

gejala seperti proptosis, edema jurnal-jurnal tersebut merupakan

palpebra dan injeksi konjungtiva studi kasus retrospektif atau

yang berkurang, meningkatnya laporan kasus. Rerata usia subjek

pergerakan bola mata, dan penelitian berkisar pada usia 15

meningkatnya tajam penglihatan. hingga 71 tahun, dengan masa

Artikel kemudian akan ditampilkan followup dari 15 hari hingga 4,5

sesuai karakteristik penelitian dan tahun. Jumlah total subjek

tabel hasil, yang memuat nama penelitian juga bervariasi dari 1

penulis, tahun publikasi, level of hingga 37 subjek. Karakteristik

evidence, besar sampel, jenis terapi, data jurnal yang dilakukan tinjauan

dan rerata masa follow up. dipresentasikan pada tabel 1.

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


81

Radioterapi sebanyak 6 MV. Satu pasien diterapi

Pada kelompok radioterapi, terapi menggunakan intensity-modulated

diberikan selama 2-3 minggu dengan radiation therapy (IMRT) dengan

menggunakan rerata fraction size MLC blocking hingga dosis sebesar

sebanyak 20 cGy (kisaran 14-30 cGy) 30 Gy dengan 15 fraksi hingga 4

untuk sebanyak 10 fraksi (kisaran 7- minggu. Jika orbita kontralateral juga

15 fraksi). terlibat pada saat followup, lokasi

Kisaran besar lokasi yang diterapi yang benar digunakan secara

adalah 5.5 X 6 cm. Matthiesen dkk15 berurutan (sequentially), dan dosis

menggunakan external beam untuk radiasi orbita sebelumnya akan

radiotherapy (ERBT) dengan suatu dipertimbangkan kembali pada saat

linear accelerator dan energy foton merencanakan terapi lanjutan untuk

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


82

mengurangi dosis kumulatif pada Pasien dilakukan penilaian terhadap

orbita kontralateral.15 komplikasi lokal dan sistemik dari

Semua pasien dievaluasi selama penggunaan injeksi kortikosteroid

masa terapi dan pada saat akhir termasuk tajam penglihatan,

radioterapi. Setiap pasien dinilai pemeriksaan funduskopi, tekanan

untuk menentukan bagaimana gejala intraocular, tekanan darah sistemik,

yang timbul sebelum terapi praradiasi dan kadar glukosa darah. Follow-up

memberikan respon. Sergott dkk22 dilakukan pada minggu pertama dan

dan Donaldson dkk23 menggunakan keempat setelah dilakukan injeksi

radiasi supervoltage (4-meV) pada masing-masing orbita.24

irradiation dalam suatu dosis total Skaat et al17 juga menggunakan

sebesar 1000 hingga 2000 rad (1 rad injeksi triamcinolone acetonide

= 1 cGray) dalam 7 – 10 fraksi sebanyak 40 mg/ml terhadap pasien

selama 10–15 days, sedangkan wanitanya yang berumur 77 tahun.

Austin dkk21 menggunakan 2000- Mohammad El Nashr15 menggunakan

3600 rad dalam 10-18 fraksi. 2 hingga 4 ml suspensi

betamethasone yang diinjeksikan

Injeksi Kortikosteroid Intralesional menggunakan jarum 22-gauge pada

Pada tinjauan ini telah ditemukan 3 glandula lakrimalis yang terjadi

artikel yang menggunakan injeksi peradangan. Tiap milliliter suspensi

kortikosteroid ntralesional. ini mengandung 2 mg betamethasone

Leibovitch dkk menggunakan sodium phosphate dan 5 mg

40mg/mg triamcinolone acetonide. betamethasone dipropionate di dalam

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


83

suatu buffer steril dan tempat yang klinisnya.25

terjaga. Separuh jumlah dosis Smith dkk menggunakan

ditujukan pada pusat glandula yang methotrexate 15-25 mg/minggu untuk

meradang dan diinjeksikan ke bagian sebanyak 7 pasien setelah semua

medial dan lateral.15 pasien tersebut gagal respons

terhadap terapi kortikosteroid, bahkan

Imunosupresan (methotrexate, setelah ditambah radiasi pada

cyclosporine, azathioprine, sebagian besar pasiennya. Durasi

mycophenolate mofetil) terapi bervariasi, berkisar antara 4

Setelah mengalami pseudotumor minggu hingga 34 bulan.26

orbita yang rekuren atau refrakter, Zacharopoulus dkk dalam laporan

Priya dkk mengubah protocol kasusnya memberikan cyclosporine 4

terapinya dengan memberikan pasien mg/kgBB/hari kemudian dilakukan

antimetabolit yaitu methotrexate 5-15 tapering hingga 2 mg/kgBB/hari

mg/minggu dengan tapering off setelah terapi steroid dosis tinggi

hingga 6 minggu dengan masa berespon buruk. Follow up dilakukan

followup time hingga 1 tahun. Di hingga 5 tahun setelah terapi awal

samping itu, peneliti juga dan 18 bulan setelah penghentian


27
menggunakan azathioprine 50 mg 3 regimen ini. Hatton dkk

kali sehari dan tappering off untuk menggunakan mycophenolate mofetil

pasien lainnya hingga 1 tahun, (MM) sebanyak 1 hingga 2 g/hari

dengan follow up selama 3 tahun untuk 5 orang pasiennya yang

untuk mendokumentasikan hasil berespon buruk terhadap terapi

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


84

kortikosteroid, bahkan setelah tidak memberikan respons terhadap

dilakukan radiasi dan injeksi steroid kortikosteroid, mycophenolate

retrobulbar. Dosis tersebut kemudian mofetil, dan methotrexate.

disesuaikan berdasarkan respons

klinis pada kunjungan setelah 6 Tiap jenis terapi di atas memberikan

minggu.28 respons klinis yang bermacam-

Agen Imunobiologik (infliximab, macam dalam hal perbaikan klinis

rituximab) secara subjektif maupun objektif.

Garrity et al33, Prendeville et al32, Beberapa studi menggunakan

Osborne et al31, dan Wilson et al14 radioterapi dan semua injeksi

menggunakan dosis biasa infliximab kortikosteroid memperlihatkan

3- 5 mg/kgBB (hingga 10 mg/kg) respons yang baik sebagaimana

yang diberikan pada minggu 0, 2, dan terlihat pada Table 2. Tidak semua

6 dan setiap 4 – 8 minggu setelah itu. studi menggambarkan perbaikan

Schafranski29 memberikan rituximab, klinis berdasarkan tanda dan gejala

suatu antibodi CD20+ sebagai terapi pada pasien. Pada tabel terlihat

terhadap pasiennya yang tidak bahwa nyeri, proptosis, dan disfungsi

memberikan respons terhadap terapi otot ekstraokuler merupakan

kortikosteroid dan azathioprine gambaran klinis yang paling sering

treatment. Rituximab diberikan ditemukan pada pseudotumor orbita.

dengan infus 1000 mg pada hari 0 Berdasarkan terapi yang diberikan,

dan 15. Kurz et al30 juga memberikan sebagian besar studi memperlihatkan

terapi yang sama setelah pasiennya respons yang baik.

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


85

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


86

Tabel 3 memberikan informasi menemukan pseudotumor orbita

tentang angka rekurensi dari masing- refrakter sebesar 22% dari seluruh

masing studi, serta efek samping pasien. Yuen et al menemukan bahwa

yang dialami. Tidak semua studi kasus refrakter mencapai 37%.3

memiliki angka rekurensi, namun Meskipun pseudotumor orbita

hampir seluruh studi tercatat adanya umumnya sensitif terhadap terapi

efek samping. Tabel 3 kortikosteroid, namun banyak pula

memperlihatkan bahwa komplikasi ditemukan efek samping dari

yang paling sering terjadi adalah pada penggunaannya secara sistemik.

kelompok radioterapi. Komplikasi Injeksi kortikosteroid lokal

lain juga terjadi pada kelompok merupakan akternatif terapi yang

methotrexate dan rituximab. menarik, terutama karena pada ahli

mata sangat familiar dengan prosedur

DISKUSI tersebut. Injeksi kortikosteroid

Pada tinjauan kepustakaan ini telah intraorbita (injeksi rongga sub-Tenon

ditinjau sebanyak 20 artikel jurnal atau atau dasar orbita) telah banyak

yang meneliti tentang tatalaksana dilakukan untuk pengobatan

pseudotumor orbita yang gagal inflamasi intraokular.24

respons terhadap terapi kortikosteroid Injeksi kortikosteroid intralesi

(refrakter) ataupun rekuren. Angka juga telah digunakan untuk

rekurensi berkisar 23–35%, 33% by mengobati kelainan periorbita, seperti

Yuen et al3, bahkan 41% pada studi hemangioma kapiler, chalazion,

oleh Mombaerts et al.9 Ia juga cutaneous sarcoidosis, and

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


87

keratoconjunctivitis vernal. Injeksi ni pada 80% pasien. Tanda dan gejala

umumnya digunakan untuk terapi seperti nyeri dan edema juga terjadi

hemangioma kapiler periorbita. penyembuhan pada 90-100%

Namun demikian, penggunaan injeksi patients. Hal ini memperlihatkan

ini untuk terapi kelainan orbita belum bahwa injeksi kortikosteroid

banyak dilaporkan. Hanya sedikit intraorbital juga punya efektivitas

yang melaporkan penggunaannya yang sama dengan kortikosteroid

untuk thyroid ophthalmopathy, sistemik untuk mengobati orbital

orbital xanthogranuloma, pseudotumor.

dacryoadenitis, dan orbital capillary Meskipun injeksi kortikosteroid

hemangioma.24,36 orbita umumnya aman, risiko

Pada penelitian ini kami telah potensial yang mungkin timbul

meninjau 3 studi yang menggunakan adalah pigmentasi kulit, granuloma,

injeksi kortikosteroid untuk peningkatan tekanan intraocular,

mengobati pseudotumor rekuren atau ptosis, perforasi bola mata, melting

refrakter. Studi oleh Mohammad15 pada korneosklera atau konjungtiva,

yang menggunakan betamethasone oklusi arteri sentralis retina karena

dan Skaat et al17 yang menggunakan embolisasi atau kompresi nervus

triamcinolone acetonide optikus yang dipicu peningkatan


24,37
menunjukkan bahwa complete tekanan, dan atrofi lemak. Efek

response terjadi pada 100% pasien. sistemik jarang ditemukan meskipun

Studi oleh Leibovitch et al24 juga telah dilaporkan adanya supresi

memperlihatkan complete response adrenal setelah injeksi steroid

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


88

periokular. Resiko sistemik yang digunakan terapi radiasi dosis rendah

kecil dengan injeksi lokal tersebut dengan dosis 1500 - 2000 centiGray

jika dibandingkan dengan yang diberikan hingga 10 hari. Angka

penggunaan secara sistemik keberhasilan terapi mencapai 50% -

menyebabkan jenis terapi ini 80%, bahkan mencapai 100% pada

merupakan pilihan yang baik pasien penelitian oleh Donalson et al.23

yang memiliki respons yang baik Selain itu, studi oleh Lanciano et al 19

terhadap steroid tetapi mempunyai dan Austin et al21 dapat

intoleransi terhadap efek samping menghilangkan proptosis pada 80%

sistemiknya. Komplikasi dapat pasien. Austin et al21 memperlihatkan

diminimalkan dengan teknik injeksi bahwa disfungsi otot-otot

yang sesuai dan penggunaan ekstraokuler dapat menghilang pada

seminimal mungkin (Injeksi 90% pasien. Sebagian besar

triamcinolone 40 mg/mL sebanyak < penelitian juga menunjukkan tidak

1mL). Radioterapi umumnya ditemukanya rekurensi. Hal di atas

dimanfaatkan sebagai terapi menunjukkan bahwa terapi radiasi

pseudotumor orbita lini kedua yang efektif untuk mengobati pseudotumor

memiliki respons kurang baik orbita rekuren atau refrakter.16,19-23

terhadap kortikosteroid, dan dapat Cyclosporine-A (CsA)

juga digunakan sebagai terapi lini merupakan suatu agen

pertama pada pasien yang memiliki imunosupresan yang menekan

kontraindikasi terhadap respons imun yang dimediasi oleh

kortikosteroid. Pada studi ini, telah limfosit (lymphocyte-mediated

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


89

responses). Efeknya berkaitan dengan orbita yang tidak terkontrol. 14,27

inhibisi aktivasi sel T melalui Pada tinjauan ini Zacharopoulos

interferensi dengan memproduksi et al27 telah melakukan terapi

interleukin-1 dan interleukin-2. pseudotumor orbita dengan CsA, 4

Fungsi ginjal harus dipantau mg/kgBB per hari, dengan respons

mengingat CsA dosis rendah yang sangat baik dalam 6 minggu

berkaitan dengan disfungsi ginjal dan pengobatan. Setelah diobati selama

hipertensi selama tahun pertama 18 minggu, pasien boleh

terapi dan dapat menyebabkan menghentikan semua pengobatan dan

kerusakan ginjal menetap pada dapat bebas gejala hingga 5 tahun.

penggunaan dosis tinggi dengan Nyeri dan proptosis juga menghilang,

kadar lebih dari 300-350 ng/mL. serta tidak ditemukan efek samping

Komplikasi lain adalah hyperplasia yang signifikan. Interestingly, Gumus

gingiva, hirsutism, tremor, dan et al38 juga menggunakan CsA 0,05%

hiperkolesterolemia. Meskipun CsA secara topikal untuk mengobati dan

dikaitkan dengan kejadian keganasan menstabilkan pasien dengan

sekunder (seperti karsinoma sel idiopathic orbital myositis dan

skuamosa pada kulit, limfoma), skleritis. Pasien diberikan tetes mata

namun beberapa studi besar tidak topical CsA 0.05% bersamaan

menunjukkan keterkaitan yang dengan tetes mata dexamethasone

bermakna secara statistik. Beberapa 0.1%, dimana gejala-gejala

kasus menunjukkan efektivitas obat mengalami resolusi sempurna dan

tersebut untuk kasus pseudotumor tidak ditemukan rekurensi selama 6

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


90

bulan pengobatan. Kasus tersebut pembatasan terapi pada 14% pasien.

merupakan laporan kasus pertama Gangguan yang paling sering

pseudotumor orbita recalcitrant yang dikeluhkan adalah kelelahan dan

berespons terhadap CsA topikal, gangguan gastrointestinal. Pemberian

sehingga bisa menjadi terapi methotrexate harus menjadi perhatian

imunomodulasi yang potensial tanpa utama karena potensinya dalam

adanya efek samping sistemik. 38 menimbulkan hepatotoksisitas. Lebih

Sebuah studi oleh Smith et al26 dari separuh pasien yang diterapi

telah memberikan terapi terhadap 5 mengalami peningkatan kadar enzim

pasien dengan pseudotumor orbita hepar. Pada hampir semua kasus,

dengan methotrexate sebagai steroid- perubahan tersebut dapat kembali

sparing drug. Sebanyak 4 dari 5 normal secara spontan maupun

pasien (80%) memperlihatkan dengan pengurangan dosis.26

respons sempurna, dan satu pasien

tidak menunjukkan perbaikan. Semua Tinjauan ini menyatakan bahwa

pasien juga mengalami peningkatan methotrexate is merupajan

tajam penglihatan pada saat followup pengobatan imunosupresi yang dapat

terakhir. Sebagian besar pasien ditoleransi dengan baik oleh pasien

mengalami kejadian tak diinginkan yang akan menguntungkan pasien

sebanyak satu atau lebih kejadian. dengan peradangan orbit

Namun, efek tersebut umumnya noninfeksius yang gagal terapi

ringan, biasanya langsung respons dengan kortikosteroid sistemik

terhadap penurunan dosis, dan dan/atau radiasi.14,26

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


91

Azathioprine digunakan pada luas dan sukses mengobati berbagai

sebuah studi oleh Priya et al25 untuk jenis penyakit inflamasi kronik pada

kasus pseudotumor orbita yang mata. Hatton et al28 menggunakan

refrakter. Kedua pasien mengalami regimen ini pada studinya. Semua

complete response dan perbaikan pasien mengalami resolusi komplit

gejala dan tanda yang sangat baik. dengan efek samping ringan seperti

Nyeri, proptosis, dan disfungsi nausea pada 20% pasien. Terapi ini

extraokular juga membaik. Tidak dianggap efektif dan aman meskipun

ditemukan komplikasi pada kasus ini. perlu penelitian yang lebih besar

Oleh karena itu, azathioprine untuk membuktikannya lebih lanjut.


28
merupakan terapi yang aman dan

efektif falam kasus pseudotumor Infliximab merupakan suatu

yang refrakter. Namun demikian, antibody monoclonal yang bekerja

terapi dengan antimetabolit melawan tumor necrosis factor–α

memerlukan pengawasan ketat yang telah disetujui sebagai

terhadap komplikasi seperti supresi pengobatan rheumatoid arthritis,

sumsum tulang dan disfungsi hepar.25 penyakit Crohn, ankylosing

Mycophenolate mofetil (MM) spondylitis, psoriasis, psoriatic

menghambat sistesis de novo purine arthritis, dan colitis ulcerative.

dan mencegah replikasi limfosit sel B Penggunaan infliximab untuk kasus

dan T, karena mereka bersifat pseudotumor orbita adalah 3-5

dependen terhadap sintesis purin de mg/kgBB loading dose pada minggu

novo. MM telah digunakan secara ke 0, 2, dan 6, dan dilanjutkan dengan

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


92

terapi setiap 4-8 minggu bergantung suatu antibodi anti-CD20+ yang telah

kepada gejala sesuai dengan dosis mendapatkan persetujuan sebagai

yang disetujui pada terapi penyakit terapi limfoma non-Hodgkin dan

Crohn dan rheumatoid arthritis.14 rheumatoid arthritis, meskipun

Keempat studi di atas beberapa penelitian juga telah

menunjukkan 100% complete menunjukkan kemampuannya untuk

response dan tidak ditemukan penyakit systemic lupus

rekurensi, namun pada studi oleh erythematosus, dan juga kelainan

Garrity et al33 menunjukkan hanya yang melibatkan aktivasi sel B dan

43% dengan angka rekurensi 14%. autoantibodi.14

Tanda dan gejala pada semua Penggunaan rituximab

penelitian juga hilang dengan memperlihatkan kemampuan klinis

sempurna. Hal ini menunjukan bahwa yang baik meskipun dengan jumlah

infliximab dapat memberikan suatu sampel yang sangat terbatas. Semua

pendekatan alternative terhadap pasien pada studi oleh Schafranski29

pengobatan inflamasi orbita idiopatik dan Kurz et al30 memperlihatkan

yang tidak respons terhadap obat complete response, serta perbaikan

(recalcitrant idiopathic orbital gejala dan tanda klinis yang sangat

inflammation). Untuk pasien dengan baik seperti diplopia dan gangguan

pseudotumor orbita rekuren terhadap pergerakan mata. Tidak ada laporan

pengobatan glukokortikoid, terapi mengenai efek samping berkaitan

anti–TNF sejauh ini efektif dan dengan terapi tersebut. Rituximab

aman.31-35 Rituximab merupakan efektif dan aman untuk pengobatan

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


93

penyakit inflamasi okuler termasuk effectiveness), injeksi kortikosteroid

pseudotumor orbita refrakter, namun intralesi saat ini banyak dipilih dan

perlu penelitian lebih lanjut. 29-30 cukup menjanjikan. Namun

demikian, meskipun semua terapi

KESIMPULAN menunjukkan manfaat secara klinis,

Secara umum, tidak ada consensus sebagian besar studi merupakan studi

atau protocol pengobatan khusus retrospectif, serial kasus, dan bahkan

untuk kasus pseudo-tumor orbita laporan kasus. Perlu dilakukan jenis

rekuren atau refrakter. Perlu data penelitian yang lebih baik untuk

yang lebih banyak untuk menentukan menilai respons klinis terutama

pengobatan yang paling sesuai, efektivitas dan profil keamanan

termasuk dosis, dan lama pengobatan. terapi.

Efektivitas dan keamanan terapi

sangat penting dalam menangani DAFTAR PUSTAKA

1. Staff AAO. Pathology and Intraocular


penyakit ini. Tumor. Basic and Clinical Science
Course Section 4. San Francisco:
Semua jenis terapi pada studi American Academy of Ophthalmology;
2009-2010. p.230-2.
yang telah ditinjau terbukti aman dan
2. Staff AAO. Orbit, Eyelid, and Lacrimal
System. Basic and Clinical Science
efektif untuk penanganan Course Section 7. San Francisco:
American Academy of Ophthalmology;
pseudotumor orbita refrakter atau 2009-2010. p.69-71.

3. Yuen SJ, Rubin PA. Idiopathic orbital


rekuren. Selain itu, berdasarkan inflammation: distribution, clinical
features, and treatment outcome. Arch
penilaian respons klinis, efek Ophthalmol. 2003 Apr; 121(4): 491-9.

samping, rekurensi, cara pemberian, 4. Wilson MW, Galindo-Rodriquez C.


Chemotherapy for adult tumors. In:
Karcioglu ZA, MD (Ed). Orbital
dan biaya pengobatan (cost Tumor, Diagnosis and Treatment. New
York: Springer; 2005. p.423.

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


94

result. Ophthal Plast Reconstr Surg.


5. Gausas RE, Cockerham KP, Tamhankar 2005; 21(2):138-141
M. Non-spesific orbital inflammation.
In: Singh AD, Damato BE, Pe’er J, 16. Matthiesen C, Bogardus C Jr,
Murphree AL, Perry JD. Clinical Thompson JS, Farris B, Hildebrand L,
Ophthalmic Oncology. Philadelphia: Wikes B, et al. The Efficacy of
Elsevier; 2007. p. 528-32. radiotherapy in the treatment of orbital
pseudomotor. Int J radiat Oncol Biol
6. Mendenhall WM, Lessner AM. Orbital Phys. 2011 Apr 1:79(5): 1496-502
pseudotumor. Am J Clin Oncol. 2010
Jun; 33(3):304-6. 17. Skaat A, Rosen N, Rosner M, Schiby
G, Simon GJ. Triamcinolone acetonide
7. Kennerdell JS, Dresner SC. The injection for persistent atypical
Nonspecific orbital inflammation. Surv idiopathic orbital inflammation. Orbit.
Ophthalmol 1984; 29:93-103. 2009;28(6):401-3.

8. Chirapapaisan N, Chuenkongkaew W, 18. Oxford Centre for Evidence-based


Pornpanich K, et al. Orbital Medicine - Levels of Evidence (March
pseudotumor: clinical features and 2009). Available at
outcomes. Asian Pac J Allergy http://www.cebm.net/index.aspx?o=102
Immunol. 2007; 25:215–8. 5

9. Mombaerts I, Schlingemann RO, 19. Lanciano R, Fowble B, Sergott RC, et


Goldschmeding R, Koornneef L. Are al. The results of radiotherapy for
systemic corticosteroids useful in the orbital pseudotumor. Int J Radiat Oncol
management of orbital pseudotumors? Biol Phys 1990;18:407–11.
Ophthalmology 1996;103: 521–8.
20. Barthold HJ 2nd, Harvey A, Markoe
10. Harris GJ. Idiopathic orbital AM, et al. Treatment of orbital
inflammation: a pathogenetic construct pseudotumors and lymphoma. Am J
and treatment strategy. Ophthal Plast Clin Oncol 1986; 9:527–32.
Reconstr Surg 2006; 22:79–86.
21. Austin-Seymour MM, Donaldson SS,
11. Brannan PA. A review of sclerosing Egbert PR, et al. Radiotherapy of
idiopathic orbital inflammation. Curr lymphoid diseases of the orbit. Int J
Opin Ophthalmol. 2007 Sep;18(5):402- Radiat Oncol Biol Phys 1985;11:371–9.
4.
22. Sergott RC, Glaser JS, Charyulu K.
12. Gordon LK. Orbital inflammatory Radiotherapy for idiopathic
disease: a diagnostic and therapeutic inflammatory orbital pseudotumor.
challenge. Eye 2006; 20: 1196-1206 Indications and results. Arch
Ophthalmol 1981;99:853–6.
13. Jacobs D, Galetta S. Diagnosis and
management of orbital pseudotumor. 23. Donaldson SS, McDougall IR, Egbert
Current Opinion in Ophthalmology PR, et al. Treatment of orbital
2002; 13:347–51 pseudotumor (idiopathic orbital
inflammation) by radiation therapy. Int
14. Espinoza GM. Orbital inflammatory J Radiat Oncol Biol Phys 1980;6: 79–
pseudotumors: etiology, differential 86.
diagnosis, and management. Curr
Rheumatol Rep. 2010 Dec;12(6):443-7. 24. Leibovitch I, Prabhakaran VC, Davis
G, Selva D. Intraorbital injection of
15. Mohammad Ael-N. Intralesional steroid triamcinolone acetonide in patients with
injection for management of acute idiopathic orbital inflammation. Arch
idiopathic dacryoadenitis: a preliminary Ophthalmol. 2007 Dec;125(12):1647-51.

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015


95

25. Priya Y, Nithiyanandam S, Reddy MS. 34. Wilson MW, Shergy WJ, Haik BG.
Role of anti metabolites in recalcitrant Infliximab in the treatment of
idiopathic orbital inflammatory recalcitrant idiopathic orbital
syndrome. Oman J Ophthalmol 2011; 4: inflammation. Ophthal Plast Reconstr
21-4. Surg. 2004 Sep;20(5):381-3.

26. Smith JR, Rosenbaum JT. A role for 35. Sahlin S, Lignell B, Williams M,
methotrexate in the management of non- Dastmalchi M, Orrego A. Treatment of
infectious orbital inflammatory disease. idiopathic sclerosing inflammation of
Br J Ophthalmol. 2001 Oct; the orbit (myositis) with infliximab.
85(10):1220-4. Acta Ophthalmol. 2009: 87: 906-8.

27. Zacharopoulos IP, Papadaki T, Manor


RS, Briscoe D. Treatment of idiopathic
orbital inflammatory disease
presentation with cyclosporine-A : a
case presentation, Samin Ophthamol.
2009 Nov-Dec;24(6): 260-1

28. Hatton MP, Rubin PA, Foster CS.


Successful Treatment of Idiopathic
Orbital Inflammation with
mycophenolate Mofetil. AM J
Ophthalmol. 2005 Nov; 140(5):916-8

29. Schafranski MD. Idiopathic orbital


inflammatory disease successfully
treated with rituximab. Clin Rheumatol
2009 28:225–6.

30. Kurz PA, Suhler EB, Choi D,


Rosenbaum JT. Rituximab for treatment
of ocular inflammatory disease: a series
of four cases. Br J Ophthalmol. 2009
Apr; 93(4):546-8.

31. Osborne SF, Sims JL, Rosser PM.


Short-term use of infliximab in a case of
recalcitrant idiopathic orbital
inflammatory disease. Clin Experiment
Ophthalmol. 2009 Dec; 37(9):897-900.

32. Prendiville C, O’Doherty M, Moriarty P,


et al. The use of infliximab in ocular
inflammation. Br J Ophthalmol 2008;
92:823–5.

33. Gamity JA, coleman AW, Mateson EL,


Eggenberger ER, Waitzman DM.
Treatment of Recalcitrant Idiopathic
Orbital (Chronic Orbital Inflammation
myositis) with infliximab. AM J
Ophthamol. 2004 Dec;138(6):925-30

Jurnal Kesehatan Khatulistiwa. Volume 1 Nomor 1. Januari 2015

Anda mungkin juga menyukai