Judul Jurnal Topical Chemotherapy and the Evolving Role of Biopsy for Ocular
Surface Squamous Neoplasia
Bedah biopsi dalam sejarah merupakan gold standard secara akurat untuk
diagnosis dan tatalaksana dari OSSN. Simple exicision saja dapat
menyebabkan resiko tinggi rekurensi akibat tidak cukupnya reseksi margin
tumor. Sehingga metode dengan cryotherapy pada margin konjungtiva
berkembang untuk memperbaiki outcome dari simple eksisi. Kemoterapi
topikal dan subkonjungtiva sering digunakan setelah pembedahan sebagai
adjuvant terapi yang dapat meningkatkan outcome dari pembedaan OSSN.
Teknik biopsi menggunakan “no touch technique” dengan melibatkan
insisi konjungtiva sejauh 4mm batas normal epitel terhadap tumor.
Menggunakan forceps untuk mengangkat konjungtiva 4 mm dari batas
tumor dan gunting untuk insisi sekeliling tumor. Untuk kasus dengan
suspek invasi, dilakukan reseksi dengan “partial thickness” scleral flap
pada dasar tumor. Metode ini dilakukan dengan cara mencegah kontak
antara instrumen bedah dengan tumor. Pada tumor yang terdapat invasi
pada kornea, digunakan alkohol absolut yang diletakkan 2 mm dari margin
tumor kemudian dilakukan debridement daerah yang terkena tanpa
menyentuh membran bowman karena dapat menyebabkan invasi
intraokular.
- Tingkat rekurensi yang tinggi pada biopsi eksisi. Pada simple eksisi
dengan tingkat rekurensi 24-50% akibat reseksi inadekuat pada
margin tumor dan terdapat residu subklinik berupa nidus of
proliferation and reestablishment dari proses neoplastik. Pada
cryotherapy tingkat rekurensi sebesar 7-12%
- Karena eksisi biopsi dengan cryotherapy tidak mengenai seluruh
permukaan ocular, pembedahan tidak dapat digunakan pada OSSN
yang sangat lebar dan difus. Meskipun pernah berhasil untuk
menghilangkan OSSN yang difus, namun semakin besar tingkat
rekurensi pada lesi yang besar daripada yang lebih kecil. (T2 dan
T3 lebih sering terjadi rekurensi daripada T1)
- Eksisi konjungtiva menyebabkan ketidaknyamanan pada
konjungtiva, sekuel visus akibat keterlibataan kornea, Simbelfaron,
sikatrik kornea, dan hipotonus oculer.
Tiga hal ini berkurang seiring dengan pengobatan kemoterapi (gambar 1).
OCT berhubungan secara signifikan dengan histopatologi post excisi pada
tempat OSSN dengan hasil yang sama (gambar 2). Sehingga AS-OCT
dapat digunakan untuk modalitas diagnostik yang noninvasif, easy
operation, dan proses laboratorium yang sedikit meskipun detail dari
pemeriksaan mikroskopik tidak dapat dikalahkan.
1. Mitomycin-C (MMC)
MMC menghambat sintesis DNA dengan memindahkan grup alkyl ke
molekul lain, dengan target sel yang mengalami proliferasi yang
cepat. Dosis regimen bervariasi: 0,02% atau 0,04% dosis 4 kali sehari
dengan siklus 1 minggu on dan 1 minggu off sampai terjadi resolusi.
Beberapa menggunakan siklus 2 minggu on dan 2 minggu off atau 1
minggu pengobatan 3 minggu off pada dosis tinggi. Pengobatan
dengan MMC membutuhkan penutup punctal karena dapat
menyebabkan punctal stenosis.
Bukti ilmiah
- Sebagai neoadjuvant. Pada case report dengan SCC konjungtiva
ekstensif MMC 0,04% efektif dalam penipisan tumor dan
dinyatakan bebas tumor selama 14 dan 22 minggu pengobatan.
- Terapi adjuvant. MMC menurunkan secara signifikan tingkat
rekurensi OSSN pada terapi adjuvant 32 pasien dengan
cryotherapy dan eksisi.
- Terapi primer. Pada review retrospektif 23 pasien dengan OSSN
primer atau rekuren diberikan MMC 0,02% 4 kali sehari selama 28
hari. 22 pasien mengalami resolusi komplit pada follow up 46
bulan. Pada RCT 48 pasien dengan bukti biopsi dilakukan
pengobatan dengan MMC 0,04% 4 kali perhari 3 minggu
dibandingkan dengan placebo. Hasil pengukuran didapatkan
resolusi pada minggu ke 6-8.
Efek samping MMC berupa hiperemi 62,5%-100%, kemosis, alergi,
iritasi, keratopati epitel pungtate dan erosi kornea. Efek samping dapat
dikurangi dengan steroid dan air mata buatan. MMC digunakan
sebagai lini kedua atau ketiga pada kemoterapi topikal.
2. 5 Fluorouracil (5-FU)
5-FU telah lama digunakan pada penyakit epitel premalignant dan
malignant pada kulit. 5-FU merupakan analog thymin yang
menghambat pembentukan DNA dengan menghambat enzim
thymidilate synthetase. Penghambatan ini dilakukan pada
pertumbuhan sel yang tidak seimbang dan kematian sel. Dosis 5 FU
1% digunakan secara topikal 4 kali sehari dalam 1 minggu dan 3
minggu off atau 2 minggu on 2 minggu off.
Bukti ilmiah:
- Sebagai neoadjuvant. Topikal 5-FU mengurangi tumor pada OSSN
difus
- Sebagai adjuvant. Hasil pada penelitian pemberian 5-FU 1% pada
185 pasien setelah eksisi bedah 4 kali sehari selama 14-21 hari
dengan resolusi 100%, tingkat rekurensi 1.5-7% pada 12 bulan
follow up. Hal ini menunjukkan penggunaan 5-FU sebagai
adjuvant dapat meningkatkan tingkat resolusi dibandingkan dengan
eksisi saja dan menurunkan tingkat rekurensi.
- Terapi primer. 5-FU telah terbukti efektif dalam tatalaksana primer
OSSN dengan tingkat rekurensi 6-15% pada 1-2 tahun follow up.
Efek samping 5-FU berupa nyeri dan iritasi (48-88%), edema kelopak
mata transien (8-62%), hiperemi konjungtiva, keratitis superfisial,
defek epitel, ektropion, fotofobia, dan infeksi.
3. Interferon α2b (IFN- α2b)
Interferon merupakan glikoprotein alami, IFN- α2b merupakan tipe
interferon 1 berupa sitokin imunomodulator. IFN- α2b mengikat pada
reseptor sel permukaan dan mengaktivasi efektor protein yang
menghambat virus, meregulasi onkogen, serta mendorong respon sel
T antitumor dan membatasi pertumbuhan tumor. Dosis IFN- α2b
topikal 1 juta IU/mL dan 3 juta IU/mL 4 kali sehari. Dosis IFN- α2b
injeksi perilesi 3 juta IU/0,5ml yang diinjeksi setiap minggu.
Bukti ilmiah:
- Sebagai neoadjuvant. Intralesi IFN- α2b 3mIU telah sukses
menipiskan tumor. Dengan tingkat rekurensi 5% pada 9 bulan
follow up.
- Sebagai adjuvant. Pada kasus masih terdapat sisa batas tumor
setelah eksisi dengan penambahan IFN- α2b menurunkan tingkat
rekurensi dari 13% ke 4% baik pada sediaan topikal atau injeksi.
- Terapi primer. IFN- α2b sebagai terapi primer dibandingkan
dengan eksisi menghasilkan tingkat rekurensi lebih rendah.
Efek samping berupa hiperemia (5-12%), ketidanyamanan pada mata
(1-10%), konjungtivitis (1-12%), keratitis pungtat superfisial (4%), dan
defek epitel kornea. Pasien yang diberikan injeksi akan mengalami flu
like syndrome yang dapat diberikan acetaminophen sebelumnya.
Kesimpulan Biopsi eksisi merupakan gold standard dari tatalaksana OSSN baik untuk
modalitas diagnostik atau terapetik, seiring berkembangnya literatur
banyak mendukung adanya penggunaan chemotherapy topical sebagai
terapi primer dari OSSN. Dalam menentukan staging yang tepat menurut
AJCC membutuhkan pemeriksaan histopatologi, namun peran biopsi pada
manajemen OSSN tidak lagi dibutuhkan untuk semua kasus. Semua
literatur menunjukkan tingkat resolusi terapi primer medikamentosa dapat
dibandingkan dengan eksisi dengan cryotherapy.
Keputusan mengenai terapi mana yang digunakan tergantung pasien dan
ahli bedah, karena tidak ada randomized-control trial yang dilakukan dan
tingkat penyembuhannya adalah sama. Dalam pengalaman penulis, IFN-
α2b lebih ditoleransi dalam sedian drop dan injeksi daripada 5-FU atau
MMC dan lebih disukai karena dalam pengobatan jangka panjang obat-
obatan campuran lain lebih mahal. Tatalaksana yang tepat harus
disesuaikan untuk masing-masing kasus sesuai dengan karakteristik tumor
(misalnya, kemampuan untuk reseksi) dan keinginan pasien (termasuk
keinginan untuk terapi bedah atau medis). Waktu, biaya, kepatuhan, dan
kondisi medis dan okular yang mendasari merupakan faktor penting yang
harus dipertimbangkan dalam keputusan. Saat ini keduanya bedah primer
dan terapi medis adalah praktik yang diterima dengan baik tanpa kelebihan
signifikan diatas satu dengan yang lain
Lampiran