Anda di halaman 1dari 31

BAB V PEMBAHASAN

Berdasarkan dari hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diungkapkan pembahasan

penelitian mengenai efektivitas pelatihan fungsional perencana ahli pertama yang

diselenggarakan oleh Pusbindiklatren Bappenas, tingkat kompetensi perencana setelah

mengikuti pelatihan fungsional perencana ahli pertama, pengaruh pelatihan fungsional

perencana ahli pertama terhadap kompetensi perencana, dan pengembangan model evaluasi

pelatihan fungsional perencana ahli pertama dalam meningkatkan kompetensi perencana

sebagai berikut.

1. Efektivitas Pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama yang diselenggarakan oleh

Pusbindiklatren Bappenas

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (Bappenas) beralamatkan di Jalan Taman Suropati Nomor2 Jakarta. Bappenas

sebagai badan pemerintah yang mempunyai tanggung jawab untuk merancang sebuah

kebijakan pembangunan nasional yang berkerja sama dengan Kementerian dan Lembaga

Pemerintah Non Kementerian dalam mewujudkan program kerja yang berkesinambungan

dan bermanfaat bagimasyarakat luas. Dalam penyusunan rencana pembangunan prioritas

nasional, Kementerian PPN/Bappenas harus menganggarkan alokasi pendanaan dan

mengawasi serta mengevaluasi pelaksanaan rencana pembangunan di pusat maupun di

daerah.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (Bappenas) diresmikan oleh Bung Hatta pada tanggal 12 April 1947. Awal

terbentuknya Bappenas karena didorong oleh adanya siasat, strategi, kebijakan serta

kegiatan operasional dalam mengatasi berbagai masalah eksternal dan upaya

mempertahankan kemerdekaan, mengatasi masalah mendesak di dalam negeri, serta


menyiapkan rencana jangka panjang guna mewujudkan cita- cita dan tujuan Indonesia

merdeka.

Bappenas sebagai badan pemerintah berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab

langsung kepada Presiden. Bappenas berfungsi membantu presiden mengawal visi dan

misi perencanaan pembangunan nasional serta penilaian atas pelaksanaannya. Untuk dapat

menyelenggarakan fungsinya, berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor

80 Tahun 2021 tentang Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2021 tentang Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mempunyai lima fungsi yaitu sebagai

berikut:

a. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang perencanaan dan pengalokasian

anggaran pembangunan nasional;

b. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan dan

pengalokasian anggaran pembangunan nasional;

c. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi

kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional;

d. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional; dan

e. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional.
Pusbindiklatren mempunyai tugas melaksanakan fasilitasi dan pembinaan Jabatan

Fungsional (JF) Perencana dan penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan.

Adapun yang menjadi fungsi dari Pusbindiklatren itu sendiri adalah:

a. Penyusunan kebijakan teknis di bidang pembinaan, pendidikan, dan pelatihan

perencanaan;

b. Penyusunan program pembinaan, pendidikan, dan pelatihan perencanaan;

c. Perencanaan dan pengembangan materi pendidikan dan pelatihan perencana;

d. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan perencanaan pembangunan;

e. Pembinaan profesi jabatan fungsional perencana di pusat dan daerah;

f. Fasilitasi dan pembinaan profesi jabatan fungsional widyaiswara di kementerian

PPN/Bappenas;

g. Pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan serta saran tindak lanjut terhadap

pelaksanaan pembinaan jabatan fungsional perencana serta pendidikan dan

pelatihan di bidang perencanaan pembangunan;

h. Pelaksanaan akreditasi program pelatihan di bidang perencanaan pembangunan

dan penilaian angka kredit jabatan fungsional perencana, pengelolaan informasi;

i. Pelaksanaan administrasi pusat pembinaan, pendidikan, dan pelatihan perencana.

Pusbindiklatren dalam melaksanakan tugasnya dibagi kembali dalam 4 (empat)

kelompok kerja dan 1 (satu) kelompok strategis. Keempat kelompok kerja dalam

Pusbindiklatren adalah sebagai berikut:

a. Kelompok Kerja Organisasi dan Tata Laksana

Memiliki tugas untuk melaksanakan proses administrasi pada Pusat Pembinaan,

Pendidikan, dan Pelatihan Perencana, mulai dari tata kerja organisasi, tata laksana

administrasi dan keuangan unit kerja.


b. Kelompok Kerja Perencanaan dan Pengembangan

Memiliki tugas untuk melaksanakan proses perencanaan, evaluasi, dan

pengembangan kebijakan serta peningkatan kapasitas institusi perencanaan

pembangunan.

c. Kelompok Kerja Pendidikan dan Pelatihan

Memiliki tugas untuk melakukan penyelenggaraan, pengendalian serta pemantau

terhadap pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pada bidang perencanaan

pembangunan.

d. Kelompok Kerja Pengembangan dan Pembinaan Jabatan Fungsional Perencana (PP

JFP)

Pokja PP JFP memiliki tugas untuk melakukan proses pembinaan profesiJabatan

Fungsional Perencana baik di instansi pusat maupun daerah, melakukan pelaporan

serta saran tindak lanjut terhadap pembinaan Jabatan Fungsional Perencana serta

sebagai verifikator dalam setiap kegiatan pengembangan karier, kompetensi maupun

penilaian kinerja Jabatan Fungsional Perencana di seluruh Indonesia. Selain tugas

tersebut, Pokja PP JFP juga bertugas melakukan urusan pemerintahan dalam bidang

pengembangan karier Jabatan Fungsional Perencana mulai dari proses pengajuan

kenaikan pangkat Jabatan Fungsional Perencana Muda, Jabatan Fungsional

Perencana Madya sampai Jabatan Fungsional Perencana Utama. Kelompok kerja ini

bertanggung jawab atas 13 (tiga belas) kegiatan yaitu:

1) Pelaksanaan uji kompetensi JF Perencana

2) Pelaksanaan pemantauan dan pengendalian JF Perencana

3) Pelaksanaan penilaian JF Perencana


4) Pelaksanaan seminar nasional JF Perencana

5) Pelaksanaan evaluasi materi uji kompetensi JF Perencana

6) Penyusunan regulasi JF Perencana

7) Pedoman penyusunan formasi JF Perencana

8) Pelaksanaan pengangkatan, kenaikan pangkat, kenaikan jabatan, pemberhentian

dan pengangkatan kembali JF Perencana

9) Penyusunan petunjuk teknis standar kompetensi JF Perencana

10) Penyusunan petunjuk teknis pengembangan kompetensi JF Perencana

11) Pelaksanaan sosialisasi/workshop JF Perencana

12) Pelaksanaan kerja sama dengan PPPI (Perhimpunan Perencana Pembangunan

Indonesia) sebagai organisasi profesi JF Perencana, dan

13) Penyusunan policy paper bagi JF Perencana

Pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama merupakan salah satu program

pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Pusbindiklatren Bappenas yang

berfokus pada peningkatan keahlian peserta dalam bidang perencanaan pembangunan.

Pelatihan ini bertujuan untuk membekali para profesional dengan keterampilan dan

pengetahuan yang diperlukan agar dapat berkontribusi secara efektif terhadap agenda

pembangunan bangsa. Peserta Pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama itu sendiri

adalah para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di Instansi Perencanaan baik di pusat

maupun di daerah dan telah diangkat dalam jabatan fungsional perencana ahli pertama.

Tujuan khusus diselenggarakannya Pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama

yaitu sebagai berikut:

a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan

tugas jabatan fungsional Perencana secara profesional dengan dilandasi kepribadian

dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi;


b. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat

persatuan dan kesatuan bangsa;

c. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan,

pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat;

d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas

pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang

baik;

e. Memenuhi kompetensi minimal bagai para calon pemangku jabatan fungsional

perencana Ahli Pertama; serta

f. Meningkatkan wawasan, pengetahuan dan perilaku kepada perencana untuk

mendukung tugas dan tanggungjawab dalam melaksanakan tugas-tugas

perencanaan pembangunan.

Mekanisme kegiatan Pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama pada tahun 2022

dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Seleksi calon peserta pelatihan untuk dapat diikutsertakan dalam kegiatan Pelatihan

Fungsional Perencana Ahli Pertama;

b. Penyelenggaraan Pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama;

c. Proses belajar mengajar melalui ceramah, diskusi dan uji kompetensi di akhir

pelatihan; dan

d. Pemantauan Pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama oleh Pusbindiklatren

Bappenas.

Pelaksanaan Pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama diselenggarakan selama 7

(tujuh) minggu secara dalam jaringan (daring)/ online dengan jumlah sesi sebanyak 168

sesi atau 336 jam pelajaran, yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan

November 2022. Materi dan kurikulum pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama
mengacu pada Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Perencana.

Pelaksanaan Pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama tahun 2022 oleh Pusat

Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(Bappenas) bekerja sama dengan Pusat Pengembangan Kebijakan Pembangunan Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Hasanuddin (PPKP-LPPM Unhas)

berlangsung mulai tanggal 8 Agustus 2022 sampai dengan 23 September 2022. Peserta

pelatihan berjumlah 23 orang Perencana Ahli Pertama yang berasal dari Badan Riset dan

Inovasi Nasional (BRIN), Badan Riset dan Inovasi Daerah, Kementerian Luar Negeri,

Kementerian Perindustrian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda).

Penyajian materi dalam pelatihan memakai pendekatan proses belajar-mengajar

andragogi (metode pembelajaran orang dewasa) yaitu dalam bentuk:

a. Ceramah, kuliah dan tanya jawab;

b. Diskusi kelompok;

c. Studi kasus; dan

d. Latihan perencanaan kelompok

Materi yang termuat dalam kurikulum Pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama

adalah materi yang mampu menjawab isu-isu dan tantangan-tantangan masa yang akan

datang terutama terkait globalisasi, pembangunan manusia yang berkelanjutan, lingkungan

hidup, kesejahteraan masyarakat dan kemiskinan, perencanaan partisipatif (participative

planning) dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sasaran kurikulum

pelatihan dalam aspek cognitive domain (ranah kognitif) dan skill (keterampilan)
difokuskan pada pemenuhan kompetensi menurut pekerjaan perencanaan dan lingkup

tanggung jawab Pejabat Fungsional Perencana Ahli Pertama.

Efektivitas pelatihan fungsional perencana ahli pertama dalam penelitian ini diukur

dengan model four levels of training evaluation meliputi level reaksi, pembelajaran,

perilaku dan level hasil serta model perceived training benefit meliputi manfaat bagi

pribadi, manfaat bagi pekerjaan dan manfaat bagi perkembangan karier.

1) Reaksi

Evaluasi level reaksi bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan peserta

terhadap pelatihan meliputi pelayanan informasi pelatihan, akses informasi

pelatihan, kualitas informasi pelatihan, pendaftaran pelatihan, transparansi

proses seleksi, penempatan peserta pelatihan, sistematika kurikulum pelatihan,

penyajian materi pelatihan, proporsi materi pelatihan, dan relevansi materi

pelatihan. Secara keseluruhan persepsi peserta pelatihan pada reaksi dinilai

sangat efektif. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, peserta merasa

sangat puas terhadap pelaksanaan pelatihan fungsional perencana ahli pertama.

2) Pembelajaran

Evaluasi level pembelajaran bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman

peserta terhadap materi pelatihan atau sejauh mana daya serap peserta pada

materi pelatihan yang telah diberikan berdasarkan peningkatan pengetahuan,

keterampilan dan sikap peserta. Dalam level ini, metode pengumpulan data yang

digunakan adalah dengan menggunakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post

test), dengan tujuan untuk melihat bagaimana daya serap pengetahuan tentang

materi yang telah diberikan, sehingga evaluasi dilakukan dengan

membandingkan hasil dari pengukuran sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan


dari tiap-tiap peserta pelatihan. Disimpulkan bahwa terdapat peningkatan nilai

peserta antara sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan, sehingga hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar peserta mengalami peningkatan

pengetahuan dan wawasan setelah mengikuti pelatihan fungsional perencana

ahli pertama.

3) Perilaku

Evaluasi level perilaku bertujuan untuk mengukur perubahan perilaku

perencana setelah kembali ke dalam lingkungan kerja, meliputi kemampuan

menerapkan ilmu dan keterampilan, kemampuan memperbaiki sikap di

lingkungan kerja, kemampuan berbagi ilmu, serta kemampuan dalam membantu

rekan kerja. Secara keseluruhan persepsi perencana pada perilaku dinilai sangat

efektif, meskipun terdapat tiga item pernyataan yang dinilai efektif yaitu

kemampuan bekerja lebih efektif dan dapat menyelesaikan tugas tepat waktu.

4) Hasil

Evaluasi level hasil bertujuan untuk mengukur keberhasilan pelatihan

dilihat dari peningkatan kinerja yang dicapai oleh perencana, meliputi

kesesuaian pelatihan dengan kebutuhan, pengetahuan dan keterampilan baru,

serta keterlibatan dan peran aktif dalam penyusunan dokumen perencanaan yang

baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Mohtar Rasyid (2020) tentang “Implementasi Model

Proyeksi Simple Time Series: Pelatihan Untuk Perencana Pembangunan Daerah”. Dari

hasil penelitian diketahui bahwa pertama, masih relatif banyak aparat perencana daerah

yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan proyeksi kuantitatif. Kedua, dengan

pelatihan yang memadai akan semakin banyak aparat yang bisa menggunakan alat untuk
membuat proyeksi secara efektif, dan ketiga keberhasilan penyusunan dokumen

perencanaan tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan pihak lain. Kualitas data menjadi

unsur penting sehingga nantinya penyusunan rencana berbasis data akan menjadi budaya

dalam penyusunan rencana daerah.

Penelitian yang dilakukan oleh Arif Budi Setiawan dan Adianto (2021) dengan judul

“Pengembangan Kompetensi Aparatur Perencana pada Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Kabupaten Rokan Hulu” ini untuk menjelaskan upaya pengembangan kompetensi

aparatur perencana pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Rokan

Hulu serta menganalisis faktor penghambat pengembangan kompetensi pada Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Rokan Hulu. Teori yang digunakan dalam

penelitian ini berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia dan kompetensi.

Manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi merupakan proses pengelolaan

sumber daya manusia, dimana proses pengambilan keputusan didasarkan pada informasi

kebutuhan kompetensi jabatan dan kompetensi individu untuk mencapai tujuan

perusahaan. Kompetensi memberikan dasar yang dapat dipertanggungjawabkan dalam

melaksanakan pengelolaan sumber daya manusia, yang mampu membantu organisasi

mendapatkan, menempatkan, mempertahankan, dan mengembangkan sumber daya yang

handal bagi organisasi di era globalisasi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa

pengembangan kompetensi aparatur perencana pada Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Kabupaten Rokan Hulu ditinjau dari kriteria perencanaan, pelatihan, penilaian, dan

pengembangan kompetensi berorientasi pekerjaan belum optimal. Faktor penghambatnya

yaitu koordinasi dan sosialisasi antar instansi terkait pengembangan kompetensi belum

berjalan dengan baik serta keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh Pemerintah

Kabupaten Rokan Hulu.


2. Tingkat Kompetensi Perencana Setelah Mengikuti Pelatihan Fungsional Perencana

Ahli Pertama

Boyatzis (1982) yang mendefinisikan kompetensi sebagai kemampuan yang dimiliki

oleh seseorang yang nampak pada sikapnya yang sesuai dengan kebutuhan kerja dalam

parameter lingkungan organisasi dan memberi hasil yang diinginkan. Kompetensi

berkaitan dengan mengerjakan tugas kantor, bekerja dengan teknologi komputer,

menggunakan peralatan lain, mendemonstrasikan keahlian teknis dan profesional dan

membiasakan bekerja dengan data dan angka. Handoko (2013) yang menyatakan bahwa

pelatihan atau training adalah upaya untuk meningkatkan keterampilan pegawai dalam

melaksanakan pekerjaannya. Kemudian selanjutnya dilakukan evaluasi yang bertujuan

untuk memberikan informasi kepada pembuat kebijakan tentang bagaimana program-

program mereka berlangsung, serta menunjukkan faktor-faktor apa saja yang dapat

dimanipulasi agar diperoleh pencapaian hasil yang lebih baik, untuk kemudian

memberikan alternatif kebijakan baru/ sekedar cara implementasi lain. Pelatihan yang

bagus selalu memberikan manfaat kepada orang-orang yang mengikutinya. Manfaat

pelatihan bagi pekerjaan yaitu sejauh mana pelatihan memberikan keterampilan dan

kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan mereka dan juga untuk

membangun hubungan baik dengan rekan kerja. Sehingga dalam prakteknya, kompetensi

berkaitan erat dengan pelatihan dan evaluasi.

Kegiatan pelatihan biasanya diiringi oleh tahap evaluasi. Jika hasil evaluasi baik atau

berpengaruh secara positif dalam meningkatkan kompetensi pegawai, maka pelatihan yang

dilakukan sudah efektif. Kemudian jika pegawai memiliki keyakinan tentang manfaat

yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan maka juga akan mempengaruhi kompetensi

pegawai. Fokus dari kompetensi adalah kapasitas/kualifikasi atau perilaku yang dibawa

seorang pegawai ke dalam jabatannya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan
efektif. Secara kontekstual komponen kompetensi selain perilaku, juga meliputi

pengetahuan dan keterampilan. Pegawai yang mengikuti pelatihan dan yakin akan manfaat

yang telah diperoleh maka dengan percaya diri mampu berkompetensi dengan pegawai

lainnya sehingga kinerja di suatu perusaan juga semakin baik.

Berdasarkan hipotesis secara Simultan (Uji F) menunjukkan bahwa variabel Level of

Training Evaluation dan Perceived Training Benefit berpengaruh secara bersama-sama

terhadap Kompetensi Perencanaan. Berdasarkan tabel Uji F diatas diketahui nilai F dengan

tingkat sig. F sebesar 0,000. Nilai sig. F lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa hipotesis nol ditolak dan hipotesis 1 diterima, yang berarti bahwa variabel kedua

variabel yaitu Level of Training Evaluation dan Perceived Training Benefit secara simultan

berpengaruh terhadap variabel Y (Kompetensi Perencanaan).

Berdasarkan penelitian Putu dan Ella (2016) pada PT. Len Industri (Persero) Bandung,

dari hasil pengujian secara simultan diperoleh hasil variabel pelatihan secara simultan

berrpengaruh signifikan terhadap kompetensi sehingga hipotesis diterima. Dan diperoleh

nilai R-square (koefisien determinasi) sebesar 0,806 maka dapat diberikan kesimpulan

bahwa variabel Level of Training Evaluation (X1) dan Perceived Training Benefit (X2),

berpengaruh terhadap variabel Kompetensi Perencanaan (Y) sebesar 80,6% sedangkan

sisanya sebesar 19,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dilakukan penelitian.

Untuk mengetahui hasil, dampak maupun manfaat yang diperoleh dari pelatihan

fungsional perencana ahli pertama yang diberikan kepada perencana maka perlu dilakukan

evaluasi terhadap pelatihan tersebut. Setelah pelatihan diberikan, tentunya perlu diketahui

sejauhmana kontribusi pelatihan tersebut terhadap perubahan atau peningkatan kinerja

maupun kompetensi terhadap masing-masing perencana maupun terhadap instansi secara

keseluruhan. Secara umum tujuan pelatihan menurut Noe (2009) adalah meningkatkan
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) maupun perilaku (attitude) agar para

aparatur dapat menjalankan fungsi dan tugas jabatannya secara optimal. Evaluasi pelatihan

adalah upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan program, atau untuk mengetahui

implementasi dari suatu kebijakan. Dengan demikian kegiatan evaluasi pelatihan mengacu

pada tujuan sebagai ukuran keberhasilan. Pusbindiklatren Bappenas merupakan satu-

satunya pembina profesi perencana yang memiliki tugas menyiapkan perumusan

kebijakan program dan kegiatan pembinaan, pendidikan dan pelatihan perencana, serta

melakukan evaluasi. Berikut indikator dalam penilaian kompetensi.

Kompetensi
Motif 1. Tertantang mengemban tanggung jawab lebih
besar
2. Tertantang penyelesaian tugas melebihi target
3. Terdorong peningkatan kualitas dokumen
perencanaan
4. Termotivasi menjadi pejabat yang berkompeten
5. Berinisiatif mengantisipasi kesalahan kerja
6. Terdorong membangun hubungan baik dengan
rekan kerja
Sifat 1. Mengontrol emosi dalam menghadapi situasi
2. Terbuka dan siap bekerja dengan siapapun
3. Siap membantu rekan kerja dalam memecahkan
permasalahan
4. Berupaya membimbing rekan kerja agar
pengetahuan meningkat
Konsep diri 1. Yakin dengan kemampuan menyelesaikan tugas
2. Yakin dapat menyesuaikan diri mengerjakan
berbagai tugas
3. Berhati-hati dalam mengambil keputusan
4. Mengecek ulang pekerjaan
Pengetahuan 1. Memahami tugas yang menjadi tanggung jawab
2. Memahami prosedur pelaksanaan tugas
3. Mengetahui cara meminimalisir tantangan
4. Menguasai bidang tugas
Keterampilan 1. Mampu menyusun dokumen perencanaan
2. Dapat meminimalisir kesalahan kerja
3. Berupaya mencari informasi lebih banyak
4. Mandiri dan tidak menunggu instruksi atasan
5. Memotivasi sesama rekan kerja untuk menjadi
pejabat fungsional perencana yang berkompeten

Kompetensi tidak harus dianggap sebagai sesuatu, tetapi sabagai konsep yang dapat

mengindikasikan pemahaman tentang hubungan antara pelaksanaan yang diharapkan

dengan pelaksanaan yang diinginkan berdasarkan pada informasi tentang gerakan


pelaksanaan sebelumnya. Dalam hal ini berkaitan erat dengan pelatihan, evaluasi pelatihan

dan manfaat dari pelatihan. Kompetensi perencana dinilai berdasarkan lima dimensi yaitu

motif, sifat, konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan.

1) Motif

Motif merupakan pemikiran mendasar yang muncul dari dalam diri

seseorang dan menjadi tujuan serta keinginan yang ingin dicapai dalam

organisasi secara pribadi akan berdampak pada tindakan-tindakan yang

dilakukannya. Persepsi perencana terhadap peningkatan kompetensi pada level

motif setelah mengikuti pelatihan. Setelah mengikuti pelatihan yang dilakukan

oleh Pusbindiklatren Bappenas, perencana merasa semakin termotivasi untuk

meningkatkan kualitas dokumen perencanaan dan menjadi pejabat fungsional

perencana yang berkompeten dan perencana juga semakin termotivasi untuk

membangun hubungan baik dengan sesama rekan kerja.

2) Sifat

Sifat (watak) adalah perilaku seseorang yang ditampakkan dalam merespon

segala hal yang terjadi. Persepsi perencana terhadap peningkatan kompetensi

pada level sifat setelah mengikuti pelatihan. Secara keseluruhan persepsi

perencana terhadap peningkatan kompetensi pada level sifat dinilai efektif.

3) Konsep Diri

Konsep diri adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk meyakinkan

dirinya, mendorong dirinya untuk bekerja dan melaksanakan tugas dan

tanggung jawabnya dengan baik. Secara keseluruhan persepsi perencana

terhadap peningkatan kompetensi pada level konsep diri dinilai efektif.

4) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan informasi yang dimiliki seseorang di bidang

tertentu dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Persepsi perencana

terhadap peningkatan kompetensi. Setelah mengikuti pelatihan yang dilakukan

oleh Pusbindiklatren Bappenas, perencana semakin menguasai bidang tugas

yang dikerjakan.

5) Keterampilan

Keterampilan merupakan kemampuan dan keahlian seseorang dalam

menyelesaikan tugasnya dengan baik. Secara keseluruhan persepsi perencana

terhadap peningkatan kompetensi pada level keterampilan dinilai efektif.

Penelitian yang dilakukan oleh Iskandar S (2008) dengan judul “Hubungan

Pendidikan dan Pelatihan terhadap Kompetensi Pegawai Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kota Lhokseumawe” ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

pendidikan dan pelatihan terhadap kompetensi pegawai pada Dinas Pendidikan Kota

Lhokseumawe Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang positif antara pendidikan dengan kompetensi, ini berarti bahwa

tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap kemampuan pegawai untuk dapat

melaksanakan tugas yang dibebankan dengan baik. Terdapat pula hubungan yang positif

antara pelatihan dengan kompetensi, dan terdapat hubungan yang positif secara bersama-

sama antara pendidikan dan pelatihan dengan kompetensi. Angka koefisien korelasi yang

diperoleh sebesar 0,626 menunjukan bahwa pegawai yang memiliki tingkat pendidikan

yang tinggi dan juga telah mengikuti pelatihan struktural maupun teknis akan semakin

meningkat kompetensinya yang meliputi pengetahuan dan keahlian dalam melaksanakan

tugasnya. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Yulia Happy Kusumastuti (2018) dengan

judul “Pengaruh Pelatihan, Motivasi, dan Tingkat Pendidikan terhadap Kompetensi

Peserta Didik pada Alfabank Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Tidak
terdapat pengaruh pelatihan terhadap kompetensi peserta didik, (2) Terdapat pengaruh

motivasi terhadap kompetensi peserta didik, (3) Tidak terdapat pengaruh tingkat

pendidikan terhadap kompetensi peserta didik, dan (4) Tidak terdapat pengaruh pelatihan,

motivasi, dan tingkat pendidikan terhadap kompetensi peserta didik. Nilai koefisiensi

determinasi (R2) sebesar 0,291 atau 29,1% yang bermakna bahwa 29,1% kompetensi

peserta didik dipengaruhi oleh pelatihan, motivasi, dan tingkat pendidikan, sedangkan

sisanya sebesar 70,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian

tersebut.

3. Pengaruh Pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama terhadap Kompetensi

Perencanaan

Pelaksanaan Pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama tahun 2022 oleh Pusat

Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(Bappenas) bekerja sama dengan Pusat Pengembangan Kebijakan Pembangunan Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Hasanuddin (PPKP-LPPM Unhas)

berlangsung mulai tanggal 8 Agustus 2022 sampai dengan 23 September 2022. Peserta

pelatihan berjumlah 23 orang Perencana Ahli Pertama yang berasal dari Badan Riset dan

Inovasi Nasional (BRIN), Badan Riset dan Inovasi Daerah, Kementerian Luar Negeri,

Kementerian Perindustrian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda). Materi yang termuat dalam kurikulum Pelatihan Fungsional Perencana

Ahli Pertama adalah materi yang mampu menjawab isu-isu dan tantangan-tantangan masa

yang akan datang terutama terkait globalisasi, pembangunan manusia yang berkelanjutan,

lingkungan hidup, kesejahteraan masyarakat dan kemiskinan, perencanaan partisipatif


(participative planning) dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Sasaran kurikulum pelatihan dalam aspek cognitive domain (ranah kognitif) dan skill

(keterampilan) difokuskan pada pemenuhan kompetensi menurut pekerjaan perencanaan

dan lingkup tanggung jawab Pejabat Fungsional Perencana Ahli Pertama.

Penelitian ini mengajukan hipotesis Perceived Training Benefit terhadap Kompetensi

Perencanaan. Perceived Training Benefit adalah sejauh mana pegawai merasa bahwa

pelatihan yang diikutinya itu bermanfaat bagi dirinya dan dapat diterapkan untuk

meningkatkan kinerjanya. Manfaat pelatihan adalah seberapa besar manfaat atau nilai yang

didapat peserta terkait dengan partisipasinya dalam pelatihan. Aguinis dan Kraiger (2009)

menyatakan bahwa manfaat pelatihan adalah dampak positif dari pelatihan yang diikuti

oleh peserta. Selanjutnya, akan dilihat bagaimana pengaruh pelatihan ini terhadap

peningkatan kompetensi perencana pasca pelatihan berdasarkan lima indikator, yaitu

motif, sifat, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan. Menurut Grossman dan Salas

(2011), manfaat pelatihan yang dirasakan pegawai antara lain dapat dilihat dari kesesuaian

keterampilan yang dipelajari untuk meningkatkan kinerja, tumbuhnya kesadaran akan

perlunya meningkatkan kinerja, tumbuhnya keyakinan bahwa menerapkan keterampilan

baru akan meningkatkan kinerja, dan persepsi tentang keterampilan baru itu sendiri.

Pegawai yang merasa bahwa pelatihan yang diikutinya memberi manfaat yang besar akan

lebih cenderung untuk menerapkan keterampilan atau kompetensi yang baru dipelajarinya

dalam pekerjaannya. Semakin baik hasil dari Perceived Training Benefit maka kompetensi

antar pegawai akan meningkat pula.

Hasil penelitian menunjukkan secara parsial (t) menunjukkan bahwa variabel

Perceived Training Benefit berpengaruh secara signifikan terhadap Kompetensi

Perencanaan. Hal ini dikarenakan nilai signifikansi berdasarkan Tabel Uji t diatas

menunjukkan nilai sig.t = 0,000 lebih kecil dari nilai α = 0,05. Sehingga variabel X2
(Perceived Training Benefit) berpengaruh signifikan terhadap Y (Kompetensi

Perencanaan). Dengan demikian hipotesis diterima. Hal ini selaras dengan penelitian dari

Thamrin (2018) tentang model evaluasi reaction level dari kirkpatrick penyelenggaraan

pendidikan dan pelatihan yang mana hasil penelitian menunjukkan bahwa perserta

menunjukkan reaksi positif karena menyadari memperoleh masukan yang berguna selama

pelatihan serta menunjukkan reaksi yang lebih baik terhadap pelatihan. Artinya Perceived

Training Benefit berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kompetensi Perencanaan.

Penelitian juga dilakukan oleh Iskandar (2008) tentang hubungan pendidikan dan pelatihan

terhadap kompetensi pegawasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara

pendidikan dengan kompetensi sehingga pengaruh variabel Perceived Training Benefit

(X2) terhadap Kompetensi Perencanaan (Y) adalah positif dan signifikan, sehingga hasil

pengujian ini membuktikan bahwa Level of Training Evaluation berpengaruh terhadap

Kompetensi Perencanaan. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan oleh Yulia (2018)

tentang pengaruh pelatihan terhadap kompetensi karyawan menunjukkan tidak adanya

pengaruh antara pelatihan dan kompetensi sehingga hipotesis ditolak.

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik membuktikan bahwa Perceived

Training Benefit berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kompetensi Perencanaan. Ini

berarti semakin tinggi Perceived Training Benefit yang diterima oleh karyawan, maka

Kompetensi Perencanaan akan semakin tinggi pula. Sebaliknya semakin rendah Perceived

Training Benefit maka cenderung akan menurunkan Kompetensi Perencanaan.

Berdasarkan hasil penelitian, program pelatihan yang telah dilaksanakan

Pusbindiklatren Bappenas telah memberikan kontribusi atau manfaat yang positif terhadap

peserta pelatihan itu sendiri, yang ditandai dengan peningkatan pemahaman dan

kemampuan terhadap bidang kerja, peningkatan rasa tanggung jawab terhadap bidang

kerja, serta keinginan dan antusias untuk mengikuti pelatihan atau pendidikan lanjutan.
Selain itu juga terjadi peningkatan kesadaran terhadap berbagai peluang untuk

mengembangkan bidang kerja, peningkatan kemampuan untuk melakukan perbaikan

dalam bidang pekerjaan, peningkatan semangat kerja, peningkatan kuantitas, kualitas

maupun produktivitas kerja. Pegawai menyadari adanya peningkatan kemampuan,

pengetahuan, keterampilan dan sikap dengan rekan-rekan kerja atau mitra kerjanya

sehingga dapat membawa perubahan terhadap budaya kerja dan peningkatan semangat

kerja. Berikut indikator dalam penilaian dalam Perceived Training Benefit.

Perceived Training Benefit Noe et al


Manfaat bagi Pribadi
Pengembangan 1. Sumber daya tersedia untuk implementasi materi
diri dan rasa pelatihan
percaya diri 2. Peningkatan rasa percaya diri
3. Mampu menghadapi permasalahan
Manfaat bagi Pekerjaan
Pemecahan 1. Mampu mengidentifikasi dan mendiagnosa
masalah dan permasalahan
pengambilan 2. Mampu menemukan alternatif pemecahan
keputusan yang permasalahan
lebih efektif 3. Mampu menilai dan memilih dari berbagai alternatif
pemecahan permasalahan
4. Mampu memonitoring serta mereview program dan
kegiatan
5. Membangun komunikasi antar individu dan kelompok
6. Berdiskusi dengan jelas dan dapat dipahami
7. Menerima dan menjalankan kesepakatan bersama
8. Terbuka ketika berkomunikasi
9. Mendengarkan dengan baik ide/gagasan
10. Memberikan atau menyanggah pendapat dengan baik
Kemampuan 1. Mampu berbicara dengan jelas dan dapat dipahami
komunikasi yang 2. Terbuka ketika berkomunikasi dengan rekan kerja
efektif 3. Mampu mendengarkan dengan baik ide/gagasan rekan
kerja
4. Mampu memberikan pendapat atau menyanggah
dengan baik
5. Mampu menerima dan menjalankan kesepakatan hasil
rapat Bersama
Manfaat bagi Perkembangan Karir
Perkembangan 1. Kesempatan terbuka untuk mengembangkan karir
karir 2. Pelatihan membantu peningkatan karir untuk kenaikan
jenjang jabatan
3. Promosi jabatan atas prestasi kerja

Dalam pelaksanaannya, pelatihan yang telah dilakukan Pusbindiklatren Bappenas

telah terlaksana dengan baik. Para pegawai merasakan manfaat dari pelatihan yang telah
diikuti. Menurut Grossman dan Salas (2011), manfaat pelatihan yang dirasakan pegawai

antara lain dapat dilihat dari kesesuaian keterampilan yang dipelajari untuk meningkatkan

kinerja, tumbuhnya kesadaran akan perlunya meningkatkan kinerja, tumbuhnya keyakinan

bahwa menerapkan keterampilan baru akan meningkatkan kinerja, dan persepsi tentang

keterampilan baru itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan kompetensi yang mana merupakan

perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam

kebiasaan berfikir dan bertindak (Mulyasa, 2013:66).

1) Manfaat bagi Pribadi

Evaluasi manfaat bagi pribadi bertujuan untuk mengukur sejauh mana nilai

manfaat pelatihan yang dirasakan oleh peserta pelatihan dalam membantu

meningkatkan kinerja, meliputi pengembangan diri dan peningkatan rasa

percaya diri. Pelatihan yang dilakukan oleh pusdiklatern bappenas membantu

pengembangan diri perencana dalam hal peningkatan keyakinan dan percaya

diri dalam mengembangkan bakat dan mengimplementasikan materi

penyusunan dokumen perencanaan.

2) Manfaat bagi Pekerjaan

Evaluasi manfaat bagi pekerjaan bertujuan untuk mengukur sejauh mana

nilai manfaat pelatihan yang dirasakan oleh perencana dalam memberikan

keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk membantu melaksanakan

pekerjaan dan juga untuk membangun hubungan baik dengan rekan kerja,

meliputi kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang

lebih efektif serta kemampuan komunikasi yang efektif. Pelatihan yang

dilakukan oleh pusdiklatern bappenas memberikan keterampilan dan

kemampuan yang diperlukan di lingkungan kerja untuk membantu


melaksanakan pekerjaan serta membantu membangun hubungan yang baik

dengan rekan kerja.

3) Manfaat bagi Perkembangan Karier

Evaluasi manfaat bagi perkembangan karier bertujuan untuk mengukur

sejauh mana nilai manfaat pelatihan yang dirasakan oleh perencana dalam

membantu mencapai tujuan karier meliputi kesempatan dalam mengembangkan

karier, peningkatan karier dan promosi jabatan.

Penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Thamrin A. Kum (2018)

tentang ”Model Evaluasi Reaction Level dari Kickpatrick Penyelenggaraan Pendidikan

dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III Angkatan II Provinsi Gorontalo” yang mana

hasilnya adalah 1) Peserta menunjukkan reaksi positif yang tinggi terhadap pelatihan

berkaitan dengan sebagian besar komponen pelatihan, 2) Peserta menunjukkan reaksi yang

positif karena menyadari memperoleh masukan yang berguna selama pelatihan, 3) Peserta

menunjukkan reaksi yang lebih baik terhadap pelatihan meliputi komponen

asrama/penginapan (luas dan fasilitasnya), dan 4) Tidak ada peserta yang menunjukkan

reaksi kurang baik terhadap pelatihan.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sultana (2012) dengan judul “Impact of

Training on Employee Performance: A Study of Telecommunication Sector in Pakistan”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak dari pelatihan terhadap kinerja

karyawan. Penelitian ini mengeksplorasi bahwa untuk setiap perusahaan yang ingin

berhasil mencapai tujuan program pelatihannya maka desain dan implementasi pelatihan

harus direncanakan secara sistematis dan disesuaikan terhadap peningkatan kinerja dan

produktivitasnya. Peneliti membagikan 360 kuesioner kepada karyawan di lima

perusahaan telekomunikasi di Pakistan. Setelah diamati, sebagian besar perusahaan

memenuhi kebutuhan pelatihan karyawan secara serampangan, sementara perusahaan lain


mengatur tentang pengidentifikasian kebutuhan pelatihan, kemudian merancang kegiatan

pelatihan secara rasional dan akhirnya menilai hasil pelatihan. Studi ini menyimpulkan

bahwa jika perusahaan berinvestasi pada hak pelatihan karyawan maka pelatihan itu harus

membawa dampak peningkatan kinerja karyawan serta kompetensi dan ketrampilan

karyawan. Selain itu, pelatihan dipandang sebagai alat yang berguna untuk mengatasi

perubahan inovasi teknologi, persaingan pasar, penataan 17 organisasi dan yang paling

penting adalah peningkatan kinerja karyawan. Dari hasil SPSS terlihat bahwa melalui

perhitungan regresi hubungan antara pelatihan dan peningkatan kinerja sebesar 0,582 yang

artinya jika terjadi perubahan 1% pada variabel prediktif (pelatihan) dapat merubah

variabel hasil (kinerja) sampai dengan 58,2%. Oleh karena itu jika pelatihan meningkat

1% maka akan mengakibatkan peningkatan kinerja sebesar 58,2%. Hubungan ini positif

dan signifikan seperti yang ditunjukkan oleh p value kecil. Nilai R2 adalah 0,501 dan dapat

terlihat ada 0,499 kemungkinan adanya faktor lain yang mempengaruhi variabel hasil

(kinerja). Hasil dari penelitian ini adalah ada efek positif dari pelatihan terhadap kinerja

karyawan. Hal ini membantu untuk mengetahui apa yang harus terjadi dan apa yang terjadi

antara target yang diinginkan atau standard perusahaan dan tingkat aktual kinerja. Selain

itu, penelitian yang dilakukan oleh Jadwa Amalia (2020) dengan judul “Pengaruh

Perceived Training Benefits dan Perceived Organizational Support Terhadap Komitmen

Organisasi”. Hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu Perceived training benefit terbukti

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi PNS di Balai

Diklat Keagamaan (BDK) Banjarmasin. Hal ini bermakna bahwa setiap variasi atau

perubahan pada manfaat pelatihan yang dirasakan pegawai juga akan menyebabkan

perubahan pada komitmen organisasi mereka. Perceived organizational support terbukti

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi PNS di Balai

Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan (BDK) Banjarmasin. Hal ini bermakna bahwa setiap
variasi atau perubahan pada komitmen organisasi dipengaruhi oleh variasi atau perubahan

pada tingkat dukungan organisasi yang dirasakan pegawai. Serta penelitian yang dilakukan

oleh Ayman Mansour, Hefin Rowlands, Jassim Al-Gasawneh dan Nawras Nusairat

(2022). Penelitian ini bertujuan untuk menguji bagaimana manfaat pelatihan yang

dirasakan karyawan berdampak pada tingkat komitmen afektif organisasi melalui

penyelidikan peran mediasi kesiapan individu untuk perubahan di bank-bank Nasional

Yordania. Pemodelan persamaan struktural kuadrat terkecil parsial dilakukan untuk

menganalisis data yang dikumpulkan dan menguji hipotesis penelitian yang

dikembangkan berdasarkan teori pertukaran sosial dan teori kontrak psikologis. Analisis

ini memberikan bukti kuat mengenai teori pertukaran sosial, dimana komitmen afektif

karyawan terhadap bank ditemukan dipengaruhi secara positif oleh persepsi mengenai

pekerjaan, karir, dan manfaat pelatihan yang berhubungan dengan pribadi. Selain itu,

kesiapan individu terhadap perubahan terbukti dipengaruhi secara positif.

4. Pengembangan Model Evaluasi Pelatihan Fungsional Perencana Ahli Pertama

dalam Meningkatkan Kompetensi Perencana

Penelitian ini mengajukan hipotesis Level of Training Evaluation terhadap

Kompetensi Perencanaan. Evaluasi pelatihan atau Level of Training Evaluation berfokus

pada proses pengumpulan hasil yang dibutuhkan untuk menentukan efektif tidaknya

sebuah pelatihan yang telah dilaksanakan. Semakin baik efektif sebuah pelatihan terhadap

kinerja pegawai maka hasil evaluasi pelatihan akan menunjukkan nilai yang bagus pula.

Sehingga kompentensi akan meningkat pula. Sebagaimana dikemukakan oleh Mutiara

Panggabean (2004:63) mendefinisikan pengembangan kompetensi sebagai semua usaha

pribadi karyawan yang ditujukan untuk melaksanakan rencana kariernya guna

meningkatkan kualitas individunya melalui pendidikan, pelatihan, pencarian dan


perolehan kerja, serta pengalaman kerja. Evaluasi pelatihan dilakukan menggunakan

model evaluasi empat level atau four levels of training evaluation menurut Kirkpatrick

(1998) yang terdiri atas reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil serta perceived training

benefit (Noe et al, 2013) untuk mengetahui sejauh mana peserta pelatihan menilai manfaat

yang dirasakan bagi pribadi, pekerjaan, maupun perkembangan karir. Selanjutnya, akan

dilihat bagaimana pengaruh pelatihan fungsional perencana ahli pertama ini terhadap

peningkatan kompetensi perencana pasca pelatihan berdasarkan lima indikator yang

mengacu pada pendapat Spencer and Spencer (1993) yaitu motif, sifat, konsep diri,

pengetahuan dan keterampilan. Four levels of training evaluation Kirkpatrick mencakup 4

level evaluasi pelatihan yaitu reaction (reaksi), learning (pembelajaran), behaviour

(perilaku), serta result (hasil) dan model evaluasi perceived training benefit yang

mencakup manfaat bagi pribadi, pekerjaan, serta perkembangan karir. Model evaluasi ini

berkaitan dengan evaluasi pada pelatihan yang memfokuskan pada proses, hasil, dan

manfaat pelatihan fungsional perencana ahli pertama untuk mengukur peningkatan motif,

perubahan sifat, konsep diri, pengembangan pengetahuan dan keterampilan perencana

pada program pelatihan yang berbeda dengan evaluasi program pelatihan pada umumnya

yang hanya menekankan pada hasil akhir.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial (t) variabel Level of Training

Evaluation berpengaruh secara signifikan terhadap Kompetensi Perencanaan. Hal ini

dikarenakan nilai signifikansi berdasarkan Tabel Uji t diatas menunjukkan nilai sig.t =

0,009 lebih kecil dari nilai α = 0,05. Sehingga variabel X1 (Level of Training Evaluation)

berpengaruh signifikan terhadap Y (Kompetensi Perencanaan). Dengan demikian

hipotesis penelitian diterima. Hal ini selaras dengan penelitian dari Yunni (2022) tentang

evaluasi program pengembangan kompetensi yang mana hasil penelitian menunjukkan

bahwa perserta merasa puas dan terjadi peningkatan pengertahuan peserta sebelum dan
setelah mengikuti pembelajaran. Artinya Level of Training Evaluation berpengaruh positif

dan signifikan terhadap Kompetensi Perencanaan. Penelitian juga dilakukan oleh Anggoro

dan Karinka (2014) tentang evaluasi pelatihan dengan metode kirkpatrick analysis

menunjukkan bahwa pengaruh variabel Level of Training Evaluation (X1) terhadap

Kompetensi Perencanaan (Y) adalah positif dan signifikan, sehingga hasil pengujian ini

membuktikan bahwa Level of Training Evaluation berpengaruh terhadap Kompetensi

Perencanaan. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan oleh Yulia (2018) tentang pengaruh

pelatihan, motivasi dan tingkat pendidikan terhadap kompetensi peserta didik

menunjukkan tidak adanya pengaruh antara pelatihan dan kompetensi sehingga hipotesis

ditolak.

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik membuktikan bahwa Level of Training

Evaluation berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kompetensi Perencanaan. Ini

berarti semakin tinggi Level of Training Evaluation yang diterima oleh karyawan, maka

Kompetensi Perencanaan akan semakin tinggi pula. Sebaliknya semakin rendah Level of

Training Evaluation maka cenderung akan menurunkan Kompetensi Perencanaan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat Level of Training Evaluation

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (Bappenas) tergolong baik. Pelatihan yang diselenggarakan oleh Pusbindiklatren

Bappenas berfokus pada peningkatan keahlian peserta dalam bidang perencanaan

pembangunan. Pelatihan ini bertujuan untuk membekali para profesional dengan

keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan agar dapat berkontribusi secara efektif

terhadap agenda pembangunan bangsa. Pelatihan yang diberikan meliputi

a. Ceramah, kuliah dan tanya jawab;

b. Diskusi kelompok;

c. Studi kasus;
d. Latihan perencanaan kelompok

Dari pelatihan yang telah dilakukan kemudian Pusbindiklatren Bappenas

melakukan evaluasi pelatihan untuk mengetahui pelatihan sudah sesuai dengan harapan

yang diinginkan. Evaluasi program pelatihan dilakukan dengan maksud untuk

mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran

oleh peserta sehingga dapat ditindaklanjuti kedepannya. Tujuan melaksanakan evaluasi

antara lain:

1) Menghentikan program, jika program tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat

terlaksana sebagaimana yang diharapkan

2) Merevisi program, jika ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan tujuan

3) Melanjutkan program, jika pelaksanaan program menunjukkan segala sesuatu

berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan memberikan hasil sesuai tujuan

program

4) Menyebarluaskan program, jika program berhasil dengan baik maka alangkah

baiknya jika dilaksanakan lagi pada kegiatan atau tahun berikutnya.

Mathis and Jackson (2003) menyatakan bahwa pelatihan adalah sebuah proses

dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan

organisasional. Dalam pengertian terbatas, pelatihan memberikan karyawan

pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan data diidentifikasi untuk digunakan

dalam pekerjaan mereka saat ini. Sedangkan evaluasi pelatihan merupakan suatu teknik

pengukuran yang dapat mengetahui seberapa baik rencana pelatihan mencapai tujuan

yang diharapkan, dan membandingkan hasil pelatihan dengan tujuan yang diharapkan

dari pelatih, pelaksana, dan peserta pelatihan. Evaluasi pelatihan dapat juga diartikan

sebagai kegiatan terencana yang dilakukan oleh suatu organisasi untuk mendapatkan

informasi atau data perkembangan pola perilaku individu dalam bidang pengetahuan,
keterampilan, dan sikap dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan

instrumen sebagai alat ukurnya.

Four Levels of Training Evaluation Kirkpatrick


Reaksi (Reaction) 1. Pelayanan informasi pelatihan
2. Akses informasi pelatihan
3. Kualitas informasi pelatihan
4. Pendaftaran pelatihan
5. Proses seleksi (transparansi)
6. Penempatan peserta pelatihan
7. Sistematika kurikulum pelatihan
8. Penyajian materi pelatihan
9. Proporsi materi pelatihan
10. Relevansi materi pelatihan
Pembelajaran Nilai peserta pelatihan
(Learning)
Perilaku 1. Kemampuan menerapkan ilmu dan keterampilan
(Behavior) 2. Kemampuan memperbaiki sikap di lingkungan kerja
3. Kemampuan berbagi ilmu
4. Kemampuan bersikap dalam membantu rekan kerja
Hasil 1. Kesesuaian dengan kebutuhan
(Result) 2. Pengetahuan dan keterampilan baru
3. Keterlibatan dan peran aktif

Dalam pelaksanaannya, pelatihan yang dilakukan Pusbindiklatren Bappenas telah

terlaksana dengan baik. Metode evaluasi yang dilakukan adalah model evaluasi empat

level atau four levels of training evaluation menurut Kirkpatrick (1998) yang terdiri atas

reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil. juga sudah sistematis dan sesuai dengan

perencanaan awal. Sehingga hasil evaluasi menunjukkan hasil yang bagus dan

berpengaruh terhadap kompetensi pegawai dalam melakukan tugas jabatannya.

1) Reaksi

Evaluasi level reaksi bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan peserta

terhadap pelatihan meliputi pelayanan informasi pelatihan, akses informasi

pelatihan, kualitas informasi pelatihan, pendaftaran pelatihan, transparansi

proses seleksi, penempatan peserta pelatihan, sistematika kurikulum pelatihan,

penyajian materi pelatihan, proporsi materi pelatihan, dan relevansi materi

pelatihan. Secara keseluruhan persepsi peserta pelatihan pada reaksi dinilai


sangat efektif. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, peserta merasa

sangat puas terhadap pelaksanaan pelatihan fungsional perencana ahli pertama.

2) Pembelajaran

Evaluasi level pembelajaran bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman

peserta terhadap materi pelatihan atau sejauh mana daya serap peserta pada

materi pelatihan yang telah diberikan berdasarkan peningkatan pengetahuan,

keterampilan dan sikap peserta. Dalam level ini, metode pengumpulan data yang

digunakan adalah dengan menggunakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post

test), dengan tujuan untuk melihat bagaimana daya serap pengetahuan tentang

materi yang telah diberikan, sehingga evaluasi dilakukan dengan

membandingkan hasil dari pengukuran sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan

dari tiap-tiap peserta pelatihan. Disimpulkan bahwa terdapat peningkatan nilai

peserta antara sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan, sehingga hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar peserta mengalami peningkatan

pengetahuan dan wawasan setelah mengikuti pelatihan fungsional perencana

ahli pertama.

3) Perilaku

Evaluasi level perilaku bertujuan untuk mengukur perubahan perilaku

perencana setelah kembali ke dalam lingkungan kerja, meliputi kemampuan

menerapkan ilmu dan keterampilan, kemampuan memperbaiki sikap di

lingkungan kerja, kemampuan berbagi ilmu, serta kemampuan dalam membantu

rekan kerja. Terdapat perubahan perilaku perencana dalam hal bekerja sama,

bernegosiasi dengan rekan kerja, dan motivasi kerja yang meningkat dilihat dari

penilaian kinerja perilaku yang sangat baik.


4) Hasil

Evaluasi level hasil bertujuan untuk mengukur keberhasilan pelatihan

dilihat dari peningkatan kinerja yang dicapai oleh perencana, meliputi

kesesuaian pelatihan dengan kebutuhan, pengetahuan dan keterampilan baru,

serta keterlibatan dan peran aktif dalam penyusunan dokumen perencanaan yang

baik. Pelatihan berhasil meningkatkan kinerja perencana dalam hal pemahaman

penyusunan dokumen perencanaan yang berkualitas.

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Fitria Arini dan Dewi Rostyaningsih (2018) yang

berjudul “Evaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanggulangan

Kemiskinan di Kelurahan Meteseh Kemacatan Tambang Kota Semarang (Studi Kasus di

Sanggar Batik Semarang 16)”. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program

pemberdayaan melalui pelatihan keterampilan membatik, penelitian ini mengacu pada

konsep pemberdayaan Alfitri dengan indikator evaluasi kebijakan menurut William N.

Dunn yaitu efektivitas dan efisiensi serta mengkaji faktor pendorong dan penghambat

pelaksanaan program. Konsep pemberdayaan yang digunakan adalah meliputi beberapa

indikator yaitu penguasaan faktor produksi, penguatan sumber daya manusia, spesifik

lokasi dan permasalahan, serta pemakaian sumber daya secara sadar dan terencana. Faktor

pendorong yang mempengaruhi program ini yaitu sosialisasi yang sering dilakukan oleh

masyarakat kelurahan dan adanya partisipasi masyarakat yang sadar akan tingkat

kesejahteraan hidupnya, sedangkan faktor penghambat yang terlihat dalam program ini

yaitu kurangnya kesadaran pemakaian alat produksi batik yang baik dan benar, kurangnya

pendamping untuk mengarahkan para penerima program dalam memproduksi, serta akses

lokasi berupa transportasi dan jalan menuju sanggar batik yang kurang diperhatikan.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Julio A. Rarung, Novi R. Pioh, dan Welly

Waworundeng (2019) yang berfokus pada evaluasi kebijakan Alokasi Dana Desa di

Kabupaten Minahasa tahun 2018 (studi di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa).

Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan alokasi dana desa yang ada di Kabupaten

Minahasa pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa perlu peningkatan kapasitas

sumber daya manusia dan peningkatan pengawasan ke desa-desa yang ada di Kabupaten

Minahasa. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Putu Ifo Yuda Wisastra dan Ella

Jauvani Sagala (2016) dengan judul “Pengaruh Pelatihan terhadap Kompetensi Karyawan

PT. Len Industri (Persero) Bandung”. Bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelatihan

terhadap kompetensi karyawan yang dilakukan di PT. Len Industri (Persero) Bandung.

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa variabel pelatihan secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap kompetensi karyawan, namun secara parsial tidak

berpengaruh signifikan terhadap kompetensi karyawan. Variabel yang tidak berpengaruh

signifikan tersebut yaitu variabel materi pelatihan dan peserta pelatihan. Penelitian lain

yang dilakukan oleh Anggoro Prasetyo Utomo dan Karinka Priskila Tehupeiory (2014)

dengan judul “Evaluasi Pelatihan dengan Metode Kirkpatrick Analysis”. Penulisan ini

bertujuan melakukan analisis terhadap hasil evaluasi pelatihan Customer Service (CS)

School level 1 dan level 2 dari Kirkpatrick Analysis, memberikan usulan tindakan yang

perlu dilakukan, dan memberikan usulan berupa alat ukur yang dapat membantu pelaksana

training melakukan evaluasi level 3 dari Kirkpatrick Analysis. Hasil dari penelitian ini

adalah sebagian besar peserta pelatihan merasa puas dengan pelaksanaan pelatihan

Customer Service (CS) School dan dapat mengerti dengan baik materi-materi yang

diberikan saat pelatihan. Peningkatan kualitas trainer dan materi yang disesuaikan dengan

tingkat pemahaman awal peserta merupakan usulan yang diberikan untuk meningkatkan

efektivitas pelatihan.

Anda mungkin juga menyukai