Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Hipertensi

2.1.1 Konsep Hipertensi

Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Commitee on Detection,

Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan yang

lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya,

mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi

maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer atau esensial (hampir 90 %

dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang

dapat dikenali dan sering kali dapat diperbaiki (Marilynn E. Doenges, dkk, 1999).

Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120

mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan

perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya

tekanan darah (Arif Muttaqin, 2009).

Menurut WHO, batasan tekanan darah normal dewasa adalah maksimum

140/90 mmHg. Apabila tekanan darah seseorang diatas angka tersebut pada

beberapa kali pengukuran di waktu yang berbeda, orang tersebut bisa dikatakan

menderita hipertensi. Penderita hipertensi memiliki risiko lebih besar untuk

mendapatkan serangan jantung dan stroke (Suwarsa, 2006).

1
2.1.2 Klasifikasi hipertensi

Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) dapat dilihat pada tabel

berikut:

Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi 140-150 90-99

stage I

Hipertensi >150 >100

stage II

(Arif Muttaqin, 2009).

Klasifikasi Hipertensi menurut WHO:

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Tingkat I (hipertensi ringan) 140-159 90-99

Sub group: Perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (Hipertensi Berat) >180 >110

Hipertensi Sistol terisolasi >140 <90

Sub group: Perbatasan 140-149 <90

(Andy Sofyan, 2012)


Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia

menurut Andy Sofyan (2012)

Kategori Sistol (mmHg) Dan/Atau Diastol (mmHg)

Normal <120 Dan <180

Pre Hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi Tahap I 140-159 Atau 90-99

Hipertensi Tahap II ≥160 Atau ≥100

Hipertensi Sistol ≥140 Dan <90

Terisolasi

2.1.3 Komplikasi Hipertensi

Menurut Julianti (2005), tekanan darah yang menetap pada kisaran angka

tinggi membawa resiko berbahaya. Biasanya, muncul berbagai komplikasi.

Aterosklerosis merupakan salah satu komplikasi yang kerap menyertai hipertensi.

Saat darah dialirkan dengan tekanan darah tinggi dapat merusak dinding

pembuluh darah dan menyababkan penumpukan platelet yang kemudian

membentuk mikrotombi. Terbentuknya mikrotombi ini menyebabkan lemak dan

kolestrol trtahan dan menumpuk sehingga berbentuklah plak. Terbentuknya plak

pada dinding pembuluh darah otomatis menurunkan fleksibilitas pembuluh darah

sehingga menghambat laju alairan darah dan tekanan darah semakin meningkat.

Konsekuensinya timbul kerusakan dan gangguan pada organ-organ tubuh. Berikut

ini komplikasi hipertensi yang dapat terjadi:


a. Penyakit jantung

Darah tinggi dapat menimbulkan penyakit jantung karena jantung

harus memompa darah lebih kuat untuk mengatasi tekanan yang harus

dihadapi pada pemompaan jantung. Ada dua kelainan yang dapat terjadi pada

jantung yaitu:

1) Kelainan pembuluh darah jantung, yaitu timbulnya penyempitan

pembuluh darah jantung yang disebut dengan penyakit jantung

koroner.

2) Payah jantung, yaitu penyakit jantung yang diakibatkan karena

beban yang terlalu berat suatu waktu akan mengalami kepayahan

sehingga darah harus dipompakan oleh jantung terkumpul di paru-

paru dan menimbulkan sesak nafas yang hebat. Penyakit ini disebut

dengan kelemahan jantung sisi kiri.

b. Tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak (stroke)

Tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah

otak dapat menyebabkan terjadinya setengah lumpuh.

c. Gagal ginjal

Kegagalan yang ditimbulkan terhadap ginjal adalah tergangguanya

pekerjaan pembuluh darah yang terdiri dari berjuta-juta pembuluh

darah halus. Bila terjadi kegagalanginjal tidak dapat mengeluarkan zat-

zat yang harus dikeluarkan oleh tubuh misalnya ureum.

d. Kelainan mata
Darah tinggi juga dapat menimbulkan kelainan pada mata berupa

penyempitan pembuluh darah mata atau berkumpulnya cairan di

sekitar saraf mata. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan

penglihatan.

2.2 Konsep Diet Rendah Garam Pada Hipertensi

Diet rendah garam merupakan cara pengaturan penggunaan garam

Natrium (Garam Dapur) di dalam setiap makanan maupun minuman yang hendak

dikonsumsi. Jadi diet ini sangat di anjurkan untuk mereka yang mempunyai

penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi. Hipertensi juga biasanya di awali

dengan adanya gejala penyakit yang diakibatkan karena terlalu banyaknya

mengonsumsi garam. Oleh karena itu diet rendah garam memang sangat penting

untuk dilakukan. Meskipun kita tahu bahwa tubuh manusia membutuhkan asupan

garam, namun kebanyakan orang justru mengkonsumsi garam dalam jumlah yang

berlebih sehingga memaksa kinerja ginjal lebih keras untuk membuang kelebihan

garam yang masuk. Sementara garam yang tidak bisa dikeluarkan oleh ginjal lalu

akan tertinggal dalam jaringan tubuh dan akan mengikat air serta bisa memicu

adema atau pembengkakan.

Pada dasarnya garam Natrium secara alamiah terdapat pada bahan-bahan

makanan yang berasal dari tumbuhan dan juga hewan. Akan tetapi umumnya

makanan yang berasal dari hewan justru akan lebih banyak mengandung garam

Natrium dibandingkan makanan yang berasal dari tumbuhan. Adapun garam

Natrium yang biasanya ditambahkan pada makanan berupa ikatan seperti :

1. Garam dapur (Natrium Clorida)


2. Vetsin (Mono-Natrium)

3. Soda kue (Natrium karbonat)

4. Pengawet buah (Natrium Benzoat)

5. Pengawet daging (Natrium Bisulfit)

Penderita Hipertenti sudah seharusnya memperhatikan asupan natrium

atau garam yang ada pada makanan. Tidak hanya garam yang terlihat secara

langsung namun juga garam tersembunyi seperti pada makanan olahan,makanan

yang diawetkan ataupun makanan selingan. Makanan yang diawetkan sering

menggunakan garam sebagai salah satu cara untuk membuat makanan tahan lama

dan tidak rusak. Konsentrasi garam yang tinggi pada bahan makanan akan

mencegah atau menunda pembusukan. Namun bagi penderita hipertensi makanan

yang diawetkan menggunakan garam sudah jelas sebaiknya tidak dikonsumsi.

(sendi 2012).

2.3 Konsep Dukungan Keluarga

2.3.1 Konsep Keluarga

Keluarga merupakan dua atau lebih indifidu yang hidup dalam satu rumah

tangga karena adanya hubungan daerah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling

berinteraksi satu dengan yang lainnya, mempunyai peran masing-masing dan

menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Bailon , 2010).

Dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung

karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya

dalam satu rumah tangga, karena berinteraksi satu sama lain dan dalam
peranannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu

kebudayaan (Selis Salvision, 2012).

Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1992 tentang perkembangan

kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit terkecil

dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anak-anaknya,

atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Suprajitno, 2004).

Menurut Campbell (1994), keluarga adalah bentuk sosial yang utama yang

merupakan tempat untuk peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.

Keluarga secara kuat mempengaruhi perilaku sehat dari setiap anggotanya, begitu

juga status kesehatan dari setiap individu mempengaruhi bagaimana fungsi unit

keluarga dan kemampuannya untuk mencapai tujuan. Pada saat kepuasan keluarga

terpenuhi tujuannya melalui fungsi yang adekuat, anggota keluarga tersebut

cenderung untuk merasa positif mengenai diri mereka sendiri dan keluarga

mereka. Sebaliknya, pada saat keluarga tidak mampu mencapai tujuan, keluarga

memandang diri mereka sendiri sebagai keluarga yang tidak efektif (Potter &

Penry, 2005).

2.3.2 Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non

verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-

orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa

kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan

berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa

memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan,


mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Gottlieb, 1983

dalam Smet, 1994).

Sistem dukungan adalah segala fasilitas berupa dukungan yang diberikan

kepada pasien yang bersumber dari keluarga, teman dan masyarakat sekitar.

Model terapi dukungan merupakan model psikoterapi baru yang mulai digunakan

di berbagai negara seperti rumah sakit, klinik psikiatri atau kehidupan masyarakat.

Model perawatan "supportive therapy" ini berbcda dengan modcl-model lain

karcna tidak bergantung pada konsep dan teori. Teori tersebut menggunakan teori

psikodinamis untuk memahami perubahan pada seseorang (Stuart & Laraia,

2005).

Menurut Stuart dan Laraia (2005), sebuah studi menunjukkan bahwa terapi

dukungan ini sangat efisien untuk menangani kondisi kejiwaan yang tidak

menentu, stress traumatik dan efektif untuk mengatasi kecemasan serta gangguan

psikologis lainnya. Prinsip utama terapi dukungan menurut Stuart dan Laraia,

2005 adalah:

1. Menolong pasien dalam menangani perasaan yang tidak menentu.

2. Berupa dukungan keluarga atau dukungan sosial

3. Berfokus pada keadaan sekarang

4. Menurunkan kecemasan melalui sistem dukungan

5. Menolong pasien untuk menghindari situasi krisis

6. Mengklarifikasi dan menyelesaikan masalah melalui dukungan,

pendidikan dan perubahan lingkungan.

Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan sosial yang

dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau
diadakan untuk keluarga, anggota keluarga memandang bahwa orang yang

bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika

diperlukan. Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi

dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan keluarga internal

maupun eksternal terbukti bermanfaat. Dukungan keluarga selama masa

penyembuhan memberikan pengaruh yang besar terhadap pemulihan pasien.

Apabila dukungan semacam ini tidak ada, maka keberhasilan penyembuhan dan

pemulihan pasien sangat berkurang (Friedman, 1998 dalam Rahmi 2012).

Menurut Caplan (1976, dalam Rahmi 2012), setiap keluarga berfungsi

sebagai sistem pendukung bagi anggota keluarganya, adapun fungsi tersebut

antara lain:

1. Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai kolektor clan diseminator, yaitu penyebar

informasi. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi

yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari

dukungan ini adalah dapat menekanm munculnya suatu stressor karena

informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang

khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah

nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. Informasi

bisa didapat dari sumber visual seperti buku, majalah ataupun artikel

dan sumber audio seperti radio, maupun sumber audio visual seperti

program-program televisi yang membahas tentang masalah kesehatan

(Sigit, 2005).

2. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,

membimbing dan menangani pemecahan masalah, sebagai sumber dan

validator identitas anggota keluarga yang sakit diantaranya

memberikan support, penghargaan, perhatian. Setiap pengambilan

keputusan yang berhubungan dengan anggota keluarga cenderung

dimusyawarahkan dalam kalangan keluarga.

3. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit

diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan

minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. Melalui

dukungan instrumental keluarga diharapkan memberi fasilitas kepada

semua kebutuhan anggota keluarga baik itu bio, psiko, sosial, dan

spiritual. Dimana kebutuhan bio adalah kebutuhan dasar seperti

membantu anggota keluarga ketika makan dan minum. Kebutuhan

psikososial sepcrti rasa nyaman anggota keluarga, sedangkan

kebutuhan sosial merupakan kebutuhan yang berasal dari lingkungan

luar seperti lingkungan masyarakat dan kebutuhan spiritual merupakan

kebutuhan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

4. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai bagi anggota keluarga

yang sakit untuk mencurahkan segala perasaan yang dimiliki dalam

membantu pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Dukungan emosional terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan


nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban

sosial atau di dapat karena kehadiran dan mempunyai manfaat emosional

atau efek perilaku yang diperoleh individu ini. Status dukungan emosional

mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian

atau membantu orang menerima dari orang-orang atau kelompok-

kelompok lain. Selayaknya, semua jenis dukungan tersebut dapat diterima

oleh anggota keiuarga yang sakit terutama gangguan kesehatan yang

berpotensi menjadi kronis dan membutuhkan perhatian lebih dari keluarga

seperti halnya hipertensi dan pencegahan terhadap komplikasinya.

2.3.3 Sumber Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan social yang

dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk

keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tctapi anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan

pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa

dukungan sosial kelurga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau dukungan

dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Stanley, 2006).

Komponen penting yang lain dari masa tua yang sukses dan kesehatan

mental adalah adanya sistem pendukung yang efektif. Sumber pendukung pertama

biasanya merupakan anggota keluarga seperti pasangan, anak-anak, saudara

kandung atau cucu. Namun, struktur keluarga akan mengalami perubahan jika ada

anggota yang meninggal dunia, pindah ke daerah lain, atau menjadi sakit. Oleh
karena itu, kelompok pendukung yang lain sangat penting. Beberapa dari

kelompok ini adalah tetangga, teman dekat, kolega sebelumnya dari tempat kerja

atau organisasi, dan anggota lansia di tempat ibadah (Stanley, 2006).

2.3.4 Manfaat Dukungan

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang

masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbedabeda dalam berbagai

tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus

kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan

berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan

dan adaptasi keluarga (Rahmi, 2012).

Wills (1985, dalam Friedman, 1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek

penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap

kesehatan) dan efeks-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi

akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga

dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi

berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang

adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah

sembuh dari sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan

emosi (Rahmi, 2012).

2.4 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan dalam Mnjalani Diet

Rendah Garam Pada Penderita Hipertensi


Menurut Feuer Stein et al (1998) dalam Niven (2002) ada beberapa faktor

yang mempengaruhi kepatuhan pasien termasuk kepatuhan dalam melaksanakan

program diet yaitu pemahaman tentang instruksi, kualitas interaksi, dukungan

sosial keluarga, serta keyakinan, sikap dan kepribadian pasien. Dari ke-4 faktor

tersebut, dukungan sosial keluarga merupakan salah satu faktor yang tidak dapat

diabaikan begitu saja, karena dukungan sosial keluarga merupakan salah satu dari

faktor yang memiliki kontribusi yang cukup berarti dan sebagai faktor penguat

yang mempengaruhi kepatuhan pasien.

Dukungan sosial keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga

terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa

orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan

jika diperlukan. Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber

pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal

kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan

(Friedman, 2000).

Menurut Niven (2002), keluarga dapat menjadi yang sangat berpengaruh

dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga

menentukan tentang progran kesehatan yang dapat mereka terima. Keluarga juga

memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota

keluarga yang sakit. Menurut Reeber (1992) dalam Bastable (2002), peran

keluarga dianggap sebagai salah satu variabel penting yang mempengaruhi hasil

perawatan pasien.
Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat

kepatuhan pasien dalam menjalankan proses perawatan. Literatur perawatan-

kesehatan mengemukakan bahwa kepatuhan berbanding lurus dengan tujuan yang

dicapai pada program pengobatan yang telah ditentukan (Bastable, 2002).

Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling

mempengaruhi satu sama lain. Suatu penyakit dalam keluarga mempengaruhi

jalannya suatu penyakit dan status kesehatan anggota keluarga. Keluarga

merupakan jaringan yang mempunyai hubungan erat dan bersifat mandiri, dimana

masalah-masalah seorang individu dapat mempengaruhi anggota keluarga yang

lain dan seluruh system.

Keluarga memiliki pengaruh yang penting sekali terhadap pembentukan

identitas seorang individu dan perasaan harga diri. Keluarga memainkan suatu

peran yang bersifat mendukung selama masa penyembuhan dan pemulihan klien.

Apabila dukungan semacam ini tidak ada, maka keberhasilan

penyembuhan/pemulihan (rehabilitasi) sangat berkurang (Friedman, 2000).

Penanganan hipertensi meliputi obat anti hipertensi, pembatasan natrium

dan lemak dalam diet, pengaturan berat badan, perubahan gaya hidup, program

latihan, dan tindak lanjut asuhan kesehatan dengan interval teratur.

Ketidakpatuhan terhadap program terapi merupakan masalah yang besar pada

penderita hipertensi. Bila pasien berpartisipasi secara aktif dalam program

termasuk pemantauan diri mengenai tekanan darah dan diet, kepatuhan cenderung

meningkat karena dapat segera diperoleh umpan balik sejalan dengan perasaan

semakin terkontrol (Smeltzer & Bare, 2002).

Anda mungkin juga menyukai