Drama
Penerbit
CV. RUMAH PRINTING JEMBER
2019
2
SELUK BELUK DRAMA
ISBN : 978-623-92262-0-6
Email : RumahPrinting22@yahoo.com
3
HALAMAN MOTTO
Pelajarilah ilmu
dan…..
4
HALAMAN PERSEMBAHAN
5
KATA PENGANTAR
Penulis
6
DAFTAR ISI
7
2.1.1 Jenis Drama Berdasarkan Segi Penceritaannya ......... 28
2.1.2 Jenis Drama Berdasarkan Aliran atau Sifatnya ......... 37
2.2 Unsur – Unsur Pembangun Drama ............................ 39
2.2.1 Unsur Intrinsik Drama ............................................... 39
2.2.2 Unsur Ekstrinsik Drama ............................................ 52
BAB III APRESIASI DRAMA
3.1 Bekal Apresiator ........................................................ 54
3.1.1 Pengertian Apresiasi Drama ...................................... 54
3.1.2 Tahapan Apresiasi Drama.......................................... 56
3.1.3 Bekal Awal Apresiator ............................................. 58
3.2 Menulis Naskah Drama ............................................ 60
3.3 Pementasan Drama .................................................... 91
3.3.1 Para Pelaku Pementasan ........................................... 92
3.3.2 Fasilitas – Fasilitas Pementasan................................. 96
3.3.2.1 Kebutuhan Pemeran .................................................. 96
3.3.2.2 Kebutuhan Pentas ..................................................... 96
3.3.3 Langkah – Langkah Pementasan ............................... 98
3.3.4 Teknik Pemeranan ..................................................... 99
3.3.4.1 Tahap Latihan Sebelum Memerankan Drama ........... 102
3.3.4.2 Mengucapkan Dialog dalam Drama .......................... 102
3.3.4.3 Memerankan Drama Secara Ekspresif ...................... 104
3.3.4.4 Memerankan Tokoh dalam Drama ............................ 106
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
8
BAB I
HAKIKAT DRAMA
9
perbuatan, tindakan manusia dalam bentuk dialog atau
percakapan yang ditampilkan dihadapan penonton (audience)
.
Drama dibagi menjadi dua yaitu:
1. Drama Naskah yaitu Salah satu genre sastra yang disejajarkan
dengan puisi dan prosa.
2. Drama pentas, Jenis kesenian mandiri yang merupakan
integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata
lampu, seni lukis (dekor/panggung), seni kostum, seni rias dan
sebagainya
Sandiwara adalah sebutan lain dari drama di mana sandi
adalah rahasia dan wara adalah pelajaran. Orang yang memainkan
drama disebut aktor atau lakon. Pemahaman tentang definisi
drama Secara Ringkas dapat dijelaskan pada bagan di bawah ini:
PROTAGONIS K ANTAGONIS
O
N
F
L
I
MOTIF ACTION K ACTION MOTIF
10
Sumber penulisan drama yaitu Tabiat manusia yang harus
mempelajari perihal tabiat manusia adalah:
a) Pengarang, dia harus mengerti bagaimana dan respon
manusia apabila dia menciptakan action manusia yang wajar.
b) Aktor atau Aktris, tidak mungkin membawakan peranan hidup
tanpa mengerti tabiat manusia.
c) Sutradara, mempelajari pengarang dan aktor / aktris.
d) Kerangka drama adalah Action, Konflik diwujudkan dengan
action.
Contoh:
seseorang sedang menunggu di stasiun kereta api. Dalam kenyataan
dia tidak memberikan tanda-tanda pergolakan emosi dalam hatinya.
Dalam pentas emosi harus dialihkan menjadi action yang kelihatan. Dia
harus membebaskan ketegangan jiwanya dengan kesibukan-kesibukan
lahiriah, misalnya: sesekali melihat jam tangan, berdiri dan duduk
kembali, gelisah, menengok pintu masuk, dsb.
Dasar Action adalah Motif, yang penting ialah alasan untuk
beraction dan action adalah hasil terakhir tabiat manusia. Sumber-
sumber motif antara lain:
1) Human drives (kegiatan, semangat, pendorong)
2) Situasi yaitu fisik dan sosial
3) Interaksi sosial
4) Pola watak
Keempat macam sumber motif tersebut saling mempengaruhi
dan terjalin membentuk Motivational Complex yang
mempengaruhi setiap tingkah laku dan kegiatan manusia. Berikut
terdapat 2 contoh dramatic action sebagai hasil dari motivational
complex antara lain:
Contoh 1:
Seorang pemuda (A) berjongkok di dekat dinding bangunan pada malam
buta yang sangat dingin.
Contoh 2:
11
Seorang pemuda (B) berjongkok bersandar pada dinding bangunan,
malam itu sangat dingin. Dengan diam-diam seorang laki-laki bersenjata
menghampirinya.
Aplikasi terhadap sumber-sumber motif:
1. Human drives
Dalam contoh 1 : pemuda A berlindung
Dalam contoh 2 : pemuda B berlindung
2. Situasi (fisik dan sosial)
Fisik : dalam contoh 1: malam buta, sangat dingin
dalam contoh 2: malam dingin
Sosial : dalam contoh 1: tidak tahu
dalam contoh 2: tidak tahu
3. Interaksi Sosial
Dalam contoh 1: tidak ada interaksi sosial
Dalam contoh 2: ada interaksi sosial (ada laki-laki
menghampiri)
4. Pola Watak
Dalam contoh 1: rendah diri terhadap alam sekitar
Dalam contoh 2: takut
12
1.2.1.1 Drama Klasik
Drama klasik adalah drama pada zaman Yunani dan Romawi.
a) Zaman Yunani
Asal mula drama adalah kultus Dyonisius (upacara
penyembahan pada dewa domba atau lembu). Pada waktu itu,
drama dikaitkan dengan upacara penyembahan kepada dewa, dan
disebut tragedi. Kemudian tragedi mendapat makna lain, yaitu
perjuangan manusia melawan nasib. Komedi sebagai lawan kata
dari tragedi, pada zaman Yunani Kuno merupakan karikatur cerita
duka dengan tujuan menyindir penderitaan hidup manusia.
Beberapa tokoh drama klasik pada Zaman Yunani yaitu :
1) Plato, keindahan bersifat relatif. Karya seni dipandangnya
sebagai mimetik, yaitu imitasi dari kehidupan jasmaniah
manusia. Karya Plato yang terkenal adalah The Republic
2) Aristoteles, ia memandang karya seni bukan hanya
sebagai imitasi kehidupan fisik, tetapi harus juga
dipandang sebagai karya yang mengandung kebajikan
dalam dirinya.
3) Sophocles, karyanya merupakan tragedi, bersifat abadi,
dan temanya relevan sampai saat ini. Dramanya adalah
“Oedipus Sang Raja”, “Oedipus di Kolonus”, dan
“Antigone”.
4) Tokoh pemula drama Yunani adalah Aeschylus dengan
karyanya “Agamenon”, “The Choephori”, dan “The
Eumides
5) Terdapat tokoh komedi dalam drama klasik yaitu
Aristophanes. Karyanya adalah The Frogs, The Waps, dan
The Clouds.
Bentuk Tragedi Klasik, dengan ciri-ciri Tragedi Yunani yaitu :
1) Lakon tidak selalu diakhiri dengan kematian tokoh utama
atau tokoh protagonis.
2) Lamanya lakon lebih kurang 1 jam.
3) Koor sebagai selingan dan pengiring sangat berperan
(berupa nyanyian rakyat atau pujian)
13
4) Tujuan pementasan sebagai katarsis atau penyuci jiwa
melalui kasih dan rasa takut.
5) Lakon biasanya terdiri atas 3-5 bagian, yang diselingi koor
(stasima). Kelompok koor biasanya keluar paling akhir
(exodus).
6) Menggunakan prolog yang cukup panjang.
Bentuk pentas pada Zaman Yunani berupa pentas terbuka
yang berada di ketinggian. Dikelilingi oleh tempat duduk penonton
yang melingkari bukit, tempat pentas berada di tengah-tengah.
Drama Yunani merupakan ekspresi religius dalam upacara yang
bersifat religius pula.
Bentuk Komedi dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Komedi tidak mengikuti satire individual maupun satire
politis.
2) Peranan aktor dalam komedi tidak begitu menonjol
3) Kisah lakon dititikberatkan pada kisah cinta.
4) Tidak digunakan stock character yang biasanya
memberikan kejutan.
5) Lakon menunjukkan ciri kebijaksanaan, karena
pengarangnya melarat dan menderita tetapi kadang-
kadang juga berisi sindiran dan sikap pasrah.
b) Zaman Romawi
Tokoh Drama Romawi Kuno, yaitu: Plutus, Terence atau
Publius Terence Afel, dan Lucius Seneca. Mula-mula bersifat
religius, lama-kelamaan bersifat mencari uang (show biz). Bentuk
pentas lebih megah dari zaman Yunani.
1.2.1.2 Teater Abad Petengahan
Pengaruh Gereja Katolik atas drama sangat besar pada zaman
ini, adanya nyanyian oleh para rahib dan diselingi oleh koor.
Pengaruh gereja Katolik atas drama sangat besar pada zaman
pertengahan ini. Dalam pementasan ada nyanyian yang dilagukan
oleh para rahib dan diselingi dengan koor. Kemudian ada
pagelaran "Pasio" seperti yang sering dilaksanakan di gereja
menjelang upacara Paskah sampai saat ini.
14
Ciri khas teater abad pertengahan, adalah sebagai berikut:
1) Pentas kereta,
2) dekor bersifat sederhana dan simbolis,
3) pementasan simultan bersifat berbeda dengan
pementasan simultan drama modern.
a. Zaman Italia
Istilah yang populer dalam jaman Italia adalah Comidia del
‘Arte yang bersumber pada komedi Yunani. Tokoh-tokohnya
antara lain Dante, dengan karya-karyanya ”The Divina Comedy”,
Torquato Tasso dengan karyanya drama-drama liturgis dan
pastoral, dan Niccolo Machiavelli dengan karyanya “Mandrake”.
Ciri-ciri drama pada zaman ini adalah:
1) Improvisatoris atau tanpa naskah.
2) Gayanya dapat dibandingkan dengan gaya jazz, melodi
ditentukan dulu, baru kemudian pemain berimprovisasi.
3) Cerita berdasarkan dongeng dan fantsai dan tidak
berusaha mendekati kenyataan.
4) Gejala acting pantomime, gila-gilaan, adegan dan urutan
tidak diperhatikan.
Komedi Italia meluas ke Inggris dan Nederland. Gaya
komedi Italia ini di Indonesia kita kenal dengan nama "seniman
sinting" atau "seniman miring" dengan tokohnya Marjuki.
Dibandingkan dengan drama Yunani, maka pada zaman Italia ini
materi cerita disesuaikan dengan adegan yang terbatas itu. Trilogi
Aristoteles mendapat perhatian.
Tokoh-tokoh pelaku dalam komedi Italia mirip tokoh-tokoh cerita
pewayangan, sudah dipolakan yaitu:
1) Arlecchino (The Hero, pemain utama),
2) Harlekyn (punakawan/badut/clown),
3) Pantalone (ayah sang gadis lakon),
4) Dottere (tabib yang tolol),
5) Capitano (kapten perebut gadis lakon),
6) Columbina (punakawan putri),
7) Gadis lakon (primadona yang menjadi biang lakon).
15
b. Zaman Elizabeth
Tokoh besarnya adalah William Shakespeare (1564-1616)
dengan karya-karyanya “The Taming of the Schrew”, “Mid Summer
Night Dream”, “King Lear”, “Hamlet”, “Henry v”, dan sebagainya.
Ciri-ciri naskah Elizabeth yakni sebagai berikut:
a. Naskah puitis.
b. Dialognya panjang-panjang.
c. Penyusunan naskah lebih bebas, tidak mengikuti hukum
yang sudah ada.
d. Laku bersifat simultan, berganda dan rangkap.
e. Campuran antara drama dan humor.
c. Perancis, Molere dan Neoklasikisme
Tokoh-tokoh drama di Prancis adalah Pierre Corneille (1606-1684),
dengan karyanya “Melite, Le Cid”, Jean Racine (1639-1699),
dengan karya “Pedra”, Beaumarchais dengan karya “Le Barbier de
Seville” / “The Barber of Seville”, (1775) dan “Le Mariage de
Fogaro” / “The Marriage of Figaro”, (1784).
d. Jerman (Zaman Romantik)
Tokoh-tokohnya yaitu Gotthold Ephraim Lessing (1729-1781),
dengan karya “Emilia Galotti”, “Miss Sara Sampson”, dan “Nathan
der Weise”, Wolfgang von Goethe (1749-1832), dengan karya
“Faust”, yang difilmkan menjadi “Faust and the Devil”.
16
dan banyak dipentaskan di Indonesia adalah "Nora", saduran dari
terjemahan Armyn Pane "Ratna". Karya-karya Ibsen adalah “Love's
Comedy”, “The Pretenders”, “Brand and Peer Gynt” (drama
puitis), “A doll's House”, “An Enemy of the people”, “The Wild
Duck”, “Hedda Gableer”, dan “Roshmersholm”. Ibsen tidak
memberikan karakter hitam putih, tetapi tokoh penuh tantangan,
watak yang digambarkan kompleks dengan penggambaran
berbagai segi kehidupan manusia. Dialognya dengan gaya prosa
yang realistis dengan menekankan mutu percakapan dan bersifat
realistis. Gagasan yang dikemukakan dapat membangkitakan
gairah dan memikat perhatian. Problem yang di angkat dapat
menjadi lelucon drama yang besar dan diambil dari problem yang
timbul dalam masyarakat biasa.
b. Swedia (August Strinberg)
Tokoh drama paling terkenal di Swedia adalah Strindberg
(1849-1912). Karya-karya drama yang bersifat historis dari
Strindberg di antaranya adalah “Saga of the Folkung” dan “The
Pretenders”. “Miss Julia” dan “The Father” adalah drama naturalis.
Drama penting yang bersifat ekspresionistis adalah “A Dream
Play”, “The Dance of Death”, dan “The Spook Sonata”
c. Inggris (Bernard Shaw dan Drama Modern)
Tokoh drama modern Inggris yang terpenting (setelah
Shakespeare) adalah George Bernard Shaw (1856-1950) . Ia
dipandang sebagai penulis lakon terbesar dan penulis terbesar
pada abad modern. Di Ingris Bernard Shaw memenduduki
peringkat kedua setelah Shakespeare. Karya-karyanya antara lain
adalah “Man and Superman”, “Major Barbara”, “Saint Joan”, “The
Devil's Disciple”, dan “Caesar And Cleopatra”.
Tokoh drama modern di Inggris yang lain adalah James M.
Barrie (1860-1937), dengan karya “Admirable Crichton”, “What
Every Woman Knows”, “Dear Brutus”, dan “Peter Pan”. Noel
Coward dengan karya “Blithe Spirit”. Somerest Mugham dengan
karya “The Circle”. Christoper Fry dengan karya-karyanya “A
Phoenic Too Frequent”, “The Lady's Not for Burning”.
17
d. Irlandia (Yeats sampai O'Casey)
Tokoh penting drama Irlandia Modern adalah William Butler
Yeats yang merupakan pemimpin kelompok sandiwara terkemuka
di Irlandia dan Sean O'Casey (1884) dengan karyanya “The Shadow
of a Gunman”, “Juno and the Paycock”, “The Plough and the
Stars”, “The Silver Tassie”, “Within the Gates”, dan “The Stars
Turns Red”. Tokoh lainnya adalah John Millington Synge (1871-
1909) dengan karya-karya “Riders to the Sea” dan “The Playboy of
the Western World”. Synge Merupakan pelopor teater Irlandia
yang mengangkat dunia teater menjadi penting di sana.
e. Perancis (dari Zola sampai Sartre)
Dua tokoh terkemuka di Perancis adalah Emile Zola (1840-
1902) dan Jean Paul Sartre (1905). Karya-karya Emile Zola adalah
“Therese Raquin” yang mirip “A Doll's House”. Eugene Brieux
(1858-1932), menulis naskah “Corbeaux” (The Vultures), “La
Parisienne” (The Woman of Paris), dan “Les Avaries” (Damaged
Gods). Edmond Rostan (1868-1918) dengan karya “Les
Romanasques” (The Romancers) dan “Cyrano de Bergerac”.
Maurice Materlinck (1862-1949), dengan karyanya “Pelleas et
Melisande” yang bercorak romantik. Jean Giraudoux (1882-1944),
dengan karyanya “Amphitryen 38” dan “La Folle de Challiot” (The
Madwoman of Challiot). Jean Giraudoux juga mengarang karya
yang sangat terkenal, yaitu “La Guerre de Troie N'aura pas Lieu”
yang diproduksi oleh Teater Broadway dengan judul "Tiger at the
Gates".
Di Indonesia pernah dipentaskan oleh Darmanto Jt. dengan
judul "Perang Troya Tidak Akan Meletus", kisah tentang Hektor
dan Helena. Jean Cocteau (1891) dengan karyanya “La Machine
Internale”. Di antara pengarang selama Perang Dunia II, Jean Paul
Sartre merupakan spotlight. Ia lahir pada tahun 1905 dan
merupakan tokoh aliran eksistensialisme. Karya-karyanya antara
lain “Huis Clos” (Ni Exit) dan “Les Mouches” (The Flies). Pengarang
lainnya adalah Jean Anaoulih (1910) dengan karyanya “Le Bal des
18
Voleurs” (Thieve's Carnivaly) dan “Antigone” (terjemahan dari
drama Sophocles).
f. Jerman dan Eropa Tengah (Hauptman sampai Brecht)
Banyak sekali sumbangan Jerman terhadap drama modern.
Tokoh seperti Hebbel dan temannya telah mempelopori aliran
realisme. Penulis naturalis terkenal adalah Gerhart Hauptman
(1862-1946) dan Arthur Schnitzler (1862-1931). Karya Hauptman
antara lain adalah “The Weavers”, “The Sunken Bell”, dan
“Hannele”. Karya Schnitzler antara lain “Liebelei”, “Anatol” dan
“Reigen”.
Pengarang lainnya Fernc Molnar (1878-1952) dengan karya
“The Play's the Thing”, “The Guardsman”, dan “Liliom”. Karel
Capek (1890-1938) dengan karya “The Insect Comedy” yang ditulis
bersama kakaknya Yosef. Bertolt Brecht (1898-1956) dengan
teaternya yang memiliki ciri-ciri an enthrailling, masterfull,
achievment, energetic, forceful, full of humor. Nama teaternya
adalah Berliner Ensemble (ciri tersebut berarti memikat, indah
sekali, penuh prestasi, penuh energi, daya kekuatan yang tinggi,
dan penuh cerita humor). Karya-karya Brecht antara lain
“Threepenny Opera”, “Mother Courage”, dan “The Good Woman
Setzuan”. Berline Ensemble sangat berpengaruh di masa sesudah
Brecht.
g. Italia (dari Goldoni sampai Pirandillo)
Setelah zaman Renaissance, karya-karya drama banyak
berupa opera disamping comedia dell'arte. Tokoh drama Italia
antara lain Goldoni (1707-1793) dengan karyanya “Mistress of the
Inn”. Gabrielle D'Annunzio (1863-1938) dan Luigi Pirandello (1867-
1936) dengan karyanya “Right You Are”, “If You Think You Are”,
“As You Desire Me”, “Henry IV”, “Naked”, “Six Characters in Search
of an Author”, dan “Tonight We Improvise”.
h. Spanyol (dari Benavente sampai Lorca)
Bagi Spanyol, abad XX sebagai abad kebangkitan dramatic
spirit. Tokohnya antara lain Jacinto Benavente (1866-1954) yang
pernah mendapat hadiah Nobel tahun 1922. Yang terkenal di
19
Amerika, adalah karyanya yang berjudul “Los Intereses Creados”
(The Bonds of Interest) dan “La Marquerida” (The Passion Flower).
Sejaman dengan Benavente adalah Gregorio Martinez Sierra
(1881-1947) dengan karyanya “The Cradle Song”. Pengarang
paling penting pada jaman modern di Spanyol adalah penyair dan
penulis drama Frederico garcia Lorca (1889-1936). Dia dipandang
sebagai orang yang dikagumi oleh penyair dan dramawan W.S.
Rendra. Karya Lorca adalah “Shoemaker's Prodigius Wife” dan
“The House of Bernarda Alba”.
i. Rusia (dari Pushkin sampai Andreyev)
Tzarina Katerin Agung dipandang sebagai pengembang drama
di Rusia. Pengarang pertama yang dipandang serius adalah
Alexander Pushkin (1799-1837) dengan karyanya “Boris Godunov”,
Sebuah tragedi historis. Nikolai Gogol (1809-1852), dengan “The
Inspector General”. Alexander Ostrovski (1823-1886) menulis
“Enough Stupidity in Every Wise Man”. Leo Tolkstoy (1828-1910)
menulis “The Power of Darkness”.
Selanjutnya Anton Pavlovich Chekov (1860-1904) sangat
terkenal di Indonesia, dengan karyanya yang diterjemahkan
menjadi "Pinangan" dan "Kebun Cherry" (The Cherry Orchid).
Pohon Cherry merupakan karya besar Chekov. Karya lainnya
adalah “Uncle Vanya”, “The Sea Gull”, dan “The Three Sisters”. Ada
kualitas dan ciri yang sama dari karya Chekov, yaitu tragedi
senyap, hasrat, kerinduan, dan karakter yang hidup. Pengarang
lain adalah Maxim Gorki (1868-1936) dengan karyanya “The Lower
Depth”. Leonid Andreyev (1971-1919) dengan karyany “The Live of
Man”, “King Hunger”, dan “He Who Gets Slapped”
j. Amerika (Godfrey sampai Miller)
Pengarang drama yang paling awal di Amerika adalah Thomas
Godfrey, dengan karya “The Prince of Parthia” (1767). Harriet
Beecher Stowe (1811-1896) menulis “The Octoroon”. David
Belasco (1854-1931) menulis “The Girl of Goldent West”. Bronsin
Howard (1842-1908) menulis “Shenandoah”. James A. Henre
(1839-1901).
20
1.3 Perkembangan Drama di Indonesia
Seperti yang berkembang di dunia pada umumnya, di
Indonesia pun awalnya ada dua jenis teater, yaitu teater klasik
yang lahir dan berkembang dengan ketat di lingkungan istana, dan
teater rakyat. Jenis teater klasik lebih terbatas, dan berawal dari
teater boneka dan wayang orang. Teater boneka sudah dikenal
sejak zaman prasejarah Indonesia (400 Masehi), sedangkan teater
rakyat tak dikenal kapan munculnya. Teater klasik sarat dengan
aturan-aturan baku, membutuhkan persiapan dan latihan suntuk,
membutuhkan referensi pengetahuan, dan nilai artistik sebagai
ukuran utamanya.
Teater rakyat lahir dari spontanitas kehidupan masyarakat
pedesaan, jauh lebih longgar aturannya dan cukup banyak
jenisnya. Teater rakyat diawali dengan teater tutur.
Pertunjukannya berbentuk cerita yang dibacakan, dinyanyikan
dengan tabuhan sederhana, dan dipertunjukkan di tempat yang
sederhana pula. Teater tutur berkembang menjadi teater rakyat
dan terdapat di seluruh Indonesia sejak Aceh sampai Irian.
Meskipun jenis teater rakyat cukup banyak, umumnya cara
pementasannya sama. Sederhana, perlengkapannya disesuaikan
dengan tempat bermainnya, terjadi kontak antara pemain dan
penonton, serta diawali dengan tabuhan dan tarian sederhana.
Dalam pementasannya diselingi dagelan secara spontan yang
berisi kritikan dan sindiran. Waktu pementasannya tergantung
respons penonton, bisa empat jam atau sampai semalam suntuk.
Sejarah perkembangan drama di Indonesia dipilah menjadi
sejarah perkembangan penulisan drama dan sejarah
perkembangan teater di Indonesia.
a. Sejarah Perkembangan Penulisan Drama di Indonesia
Sejarah perkembangan penulisan drama di Indonesia
meliputi:
1) Periode Drama Melayu-Rendah, dalam Periode
Melayu-Rendah penulis lakonnya didominasi oleh
21
pengarang drama Belanda peranakan dan Tionghoa
peranakan.
2) Periode Drama Pujangga Baru, dalam Periode Drama
Pujangga Baru lahirlah Bebasari karya Roestam Effendi
sebagai lakon simbolis yang pertama kali ditulis oleh
pengarang Indonesia.
3) Periode Drama Zaman Jepang, dalam Periode Drama
Zaman Jepang setiap pementasan drama harus
disertai naskah lengkap untuk disensor terlebih dulu
sebelum dipentaskan. Dengan adanya sensor ini, di
satu pihak dapat menghambat kreativitas, tetapi di
pihak lain justru memacu munculnya naskah drama.
4) Periode Drama Sesudah Kemerdekaan, Pada Periode
Drama Sesudah Kemerdekaan naskah-naskah drama
yang dihasilkan sudah lebih baik dengan menggunakan
bahasa Indonesia yang sudah meninggalkan gaya
Pujangga Baru. Pada saat itu penulis drama yang
produktif dan berkualitas baik adalah Utuy Tatang
Sontani, Motinggo Boesye dan Rendra.
5) Periode Drama Mutakhir, Pada Periode Mutakhir
peran TIM menjadi sangat menonjol. Terjadi
pembaruan dalam struktur drama. Pada umumnya
tidak memiliki cerita, antiplot, nonlinear, tokoh-
tokohnya tidak jelas identitasnya, dan bersifat
nontematis. Penulis-penulis dramanya yang terkenal
antara lain Rendra, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, dan
Riantiarno
b. Sejarah Perkembangan Teater di Indonesia
Istilah teater belum muncul di Indonesia pada tahun 1920-
an. Istilah yang ada pada waktu itu adalah sandiwara atau tonil
(dari bahasa Belanda, Het Tonee). Istilah sandiwara konon
diungkapkan kali pertama oleh Sri Paduka Mangkunegoro VII dari
Surakarta. Kata sandiwara berasal dari bahasa Jawa sandi berarti
rahasia, dan wara atau warah yang berarti pengajaran. Menurut Ki
22
Hajar Dewantara, “sandiwara berarti pengajaran yang dilakukan
dengan perlambang” (Harymawan, 1993:2). Pada masa itu,
rombongan teater menggunakan nama Sandiwara sementara
cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada zaman
pendudukan Jepang dan permulaan zaman kemerdekaan, istilah
sandiwara masih sangat populer. “Istilah teater bagi masyarakat
Indonesia baru dikenal setelah zaman kemerdekaan” (Kasim
Achmad, 2006:34).
Sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum
zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-
unsur teater tradisional banyak digunakan untuk mendukung
upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu
upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata
cara kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut
teater, sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan
belum merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh.
Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater
tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari
spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya.
Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di
Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah
lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater
tradisional itu berbeda-beda, tergantung kondisi dan sikap budaya
masyarakat, sumber dan tata cara di mana teater tradisional lahir.
Beberapa bentuk teater tradisional yang ada di daerah-daerah di
Indonesia antara lain adalah wayang, wayang wong (wayang
orang), mak yong, randai, mamanda, lenong, longser, ubrug,
ketoprak, ludruk, ketoprak, gambuh, dan arja
Perkenalan Indonesia dengan teater modern terjadi pada
periode yang disebut sebagai teater transisi. Teater transisi adalah
penamaan oleh kelompok teater pada periode tersebut di mana
teater tradisional mulai mengalami perubahan karena adanya
pengaruh budaya lain. Kelompok teater yang masih tergolong
sebagai kelompok teater tradisional namun dengan penggarapan
23
teknis yang telah mengadopsi unsur-unsur teknik teater Barat
dinamakan sebagai teater bangsawan. Perubahan tersebut
terutama terlihat jelas pada cerita yang sudah mulai dituliskan
meskipun masih dalam wujud cerita ringkas atau outline story
(garis besar cerita per adegan), cara penyajian cerita dengan
menggunakan panggung dan dekorasi, dan teknik pendukung
pertunjukan yang mulai diperhitungkan.
Teater tradisional juga memperoleh pengaruh dari teater
Barat yang mulai dipentaskan oleh orang-orang Belanda di
Indonesia pada tahun 1805. Teater produksi orang-orang Belanda
tersebut kemudian berkembang pesat di Betawi (Batavia) dan
mendorong didirikannya gedung Schouwburg pada tahun 1821
(sekarang Gedung Kesenian Jakarta). Perkenalan masyarakat
Indonesia pada teater nontradisi dimulai ketika Agust Mahieu
mendirikan Komedi Stamboel di Surabaya pada tahun 1891.
Dalam pementasannya, Komedi Stamboel secara teknik telah
banyak mengikuti budaya dan teater Barat (Eropa) yang pada saat
itu masih belum menggunakan naskah drama/lakon.
Dilihat dari segi sejarah sastra, Indonesia mulai mengenal
sastra lakon dengan diperkenalkannya lakon pertama oleh orang
Belanda, F. Wiggers, berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno,
pada tahun 1901, kemudian disusul oleh Lauw Giok Lan lewat
Karina Adinda, Lelakon Komedia Hindia Timoer (1913) dan lain-
lainnya yang menggunakan bahasa Melayu Rendah
Teater pada masa kesusastraaan Angkatan Pujangga Baru
kurang berarti jika dilihat dari konteks sejarah teater modern
Indonesia tetapi cukup penting dilihat dari sudut kesusastraan.
Naskah-naskah drama tersebut belum mencapai bentuk sebagai
drama karena masih menekankan unsur sastra dan sulit untuk
dipentaskan. Drama-drama Pujangga Baru ditulis sebagai
ungkapan ketertekanan kaum intelektual pada masa itu karena
penindasan pemerintahan Belanda yang amat keras terhadap
kaum pergerakan sekitar tahun 1930-an.
24
Bentuk sastra drama yang pertama kali menggunakan bahasa
Indonesia dan disusun dengan model dialog antartokoh dan
berbentuk sajak adalah Bebasari (artinya kebebasan yang
sesungguhnya atau inti kebebasan) karya Rustam Efendi (1926).
Lakon Bebasari merupakan sastra drama yang menjadi pelopor
semangat kebangsaan. Lakon ini menceritakan perjuangan tokoh
utama Pujangga, yang membebaskan puteri Bebasari dari niat
jahat Rahwana.
Penulis lakon lainnya, yaitu Sanusi Pane, menulis Kertajaya
(1932) dan Sandyakalaning Majapahit (1933). Muhammad Yamin
menulis Ken Arok dan Ken Dedes (1934). Armiijn Pane mengolah
roman Swasta Setahun di Bedahulu karangan I Gusti Nyoman Panji
Tisna menjadi naskah drama. Nur Sutan Iskandar menyadur
karangan Molliere, dengan judul Si Bachil. Imam Supardi menulis
drama dengan judul Keris Mpu Gandring. Dr. Satiman
Wirjosandjojo menulis drama berjudul Nyai Blorong. Mr. Singgih
menulis drama berjudul Hantu. Lakon-lakon ini ditulis berdasarkan
tema kebangsaan, persoalan, dan harapan serta misi mewujudkan
Indonesia sebagai negara merdeka. Penulis-penulis ini adalah
cendekiawan Indonesia, menulis dengan menggunakan bahasa
Indonesia dan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Bahkan,
presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, pada tahun 1927
menulis dan menyutradarai teater di Bengkulu (saat di
pengasingan). Beberapa lakon yang ditulisnya antara lain Rainbow,
Krukut Bikutbi, dan Dr. Setan
Semua unsur kesenian dan kebudayaan pada masa
pendudukan Jepang dikonsentrasikan untuk mendukung
pemerintahan totaliter Jepang. Namun demikian, dalam situasi
yang sulit dan gawat serupa itu, dua orang tokoh, yaitu Anjar
Asmara dan Kamajaya, masih sempat berpikir tentang perlu
didirikannya Pusat Kesenian Indonesia yang bertujuan
menciptakan pembaharuan kesenian yang selaras dengan
perkembangan zaman sebagai upaya untuk melahirkan kreasi-
kreasi baru dalam wujud kesenian nasional Indonesia. Pada
25
tanggal 6 oktober 1942, di rumah Bung Karno, dibentuk Badan
Pusat Kesenian Indonesia dengan pengurus Sanusi Pane (Ketua),
Mr. Sumanang (Sekretaris), dan Armijn Pane, Sutan Takdir
Alisjabana, dan Kama Jaya (anggota). Badan Pusat Kesenian
Indonesia bermaksud menciptakan kesenian Indonesia baru, di
antaranya dengan jalan memperbaiki dan menyesuaikan kesenian
daerah menuju kesenian Indonesia baru
Kelompok rombongan sandiwara yang mula-mula
berkembang pada masa pendudukan Jepang adalah rombongan
sandiwara profesional. Dalam kurun waktu ini, semua bentuk seni
hiburan yang berbau Belanda lenyap karena pemerintah
penjajahan Jepang antibudaya Barat. Rombongan sandiwara
keliling komersial, seperti misalnya Bintang Surabaya, Dewi Mada,
Miss Ribut, Miss Tjitjih, Tjahaya Asia, Warna Sari, Mata Hari,
Pancawarna, dan lain-lain kembali berkembang dengan
mementaskan cerita dalam bahasa Indonesia, Jawa, maupun
Sunda.
Rombongan sandiwara Bintang Surabaya tampil dengan aktor
dan aktris kenamaan, antara lain Astaman, Tan Ceng Bok (Si Item),
Ali Yugo, Fifi Young, Dahlia dan sebagainya. Pengarang Nyoo
Cheong Seng, yang dikenal dengan nama samarannya Mon Siour
D’amour, dalam rombongan sandiwara Bintang Surabaya, menulis
lakon-lakon seperti Kris Bali, Bengawan Solo, Air Mata Ibu (sudah
difilmkan), Sija, R.A Murdiati, dan Merah Delima. Rombongan
Sandiwara Bintang Surabaya menyuguhkan pementasan-
pementasan dramanya dengan cara lama seperti Komedi
Bangsawan dan Bolero. Dengan cara ini, maka antara satu dan lain
babak diselingi oleh tarian-tarian, nyanyian, dan lawak. Secara
istimewa, selingannya kemudian ditambah dengan mode show,
dengan peragawati gadis-gadis Indo Belanda yang cantik-cantik.
Rombongan sandiwara Dewi Mada diperkuat oleh mantan
bintang-bintang Bolero, yaitu Dewi Mada dan suaminya, Ferry
Kok. Ferry Kok sekaligus menjadi pemimpin rombongan ini.
Rombongan sandiwara Dewi Mada lebih mengutamakan tari-
26
tarian dalam pementasan teater mereka karena Dewi Mada
adalah penari terkenal sejak masih aktif di rombongan sandiwara
Bolero. Cerita yang dipentaskan antara lain Ida Ayu, Ni Parini, dan
Rencong Aceh. Hingga tahun 1943, rombongan sandiwara hanya
dikelola pengusaha Cina atau dibiayai Sendenbu karena bisnis
pertunjukan itu masih asing bagi para pengusaha Indonesia
Perkembangan tahap awal yaitu:
1) Kegiatan ritual keagamaan (bersifat puitis, melafalkan
mantra-mantra).
2) Pemvisualan dalam bentuk tari dan musik.
3) Jenis tontonan, pertunjukan, hiburan tetapi cerita bukan
masalah utama, cerita berupa mitos atau legenda. Drama
bukan cerita tetapi penyampaian cerita yang sudah ada.
4) Dilakukan oleh kalangan tertentu karena sebagai kegiatan
yang khidmat dan serius.
5) Kekaguman terhadap pemain karena sifat supernatural.
6) Cerita bersifat sakral, maka diperlukan seorang pawang
ada persyaratan dan aturan ketat bagi pemain dan
penonton tidak boleh melanggar pantangan, pamali, dan
tabu.
7) Sebagai pelipur lara.
8) Sebagai sarana mengajarkan ajaran agama (Hindu, Budha,
Islam).
9) Melahirkan kesenian tradisional. Ciri-ciri kesenian
tradisional menurut Kayam (1981: 44) “kesenian
tradisional termasuk di dalamnya teater yaitu bentuk
kesenian yang yang hidup dan berakar dalam masyarakat
daerah yang memelihara suatu tradisi bidaya daerah,
akan memiliki ciri-ciri ketradisionalan dan kedaerahan”.
Ciri-ciri kesenian tradisional dimaksudkan sebagai teater
tradisional adalah sebagai berikut:
a) Ruang lingkup atau jangkauan terbatas pada lingkungan
budaya yang mendukungnya
27
b) Berkembang secara perlahan sebagai akibat dari dinamika
yang lamban dari masyarakat tradisional.
c) Tidak spesialis.
d) Bukan merupakan hasil kreativitas individu, tetapi tercipta
secara anonim bersama dengan sifat kolektivitas
masyarakat yang mendukungnya.
10) Sebagai konsekuensi kesenian tradisional, teater tradisional
mempunyai fungsi bagi masyarakat. Fungsi yang dilaksanakan
oleh masyarakat pendukungnyalah yang menyebabkan salah
satu faktor mengapa teater tradisional ini tetap bertahan di
dalam masyarakatnya. Fungsi teater tradisional sebagaimana
kesenian lainnya bagi masyarakat pendukungnya adalah
seperti dirumuskan berikut ini:
a) Sebagai alat pendidakan (topeng jantu dari Jakarta untuk
nasehat perawinan/rumah tangga).
b) Sebagai alat kesetiakawanan sosial.
c) Sebagai sarana untuk menyampaikan kritik sosial.
d) Alat melarikan diri sementara dari dunia nyata yang
membosanakan.
e) Wadah pengembangan ajaran agama
Perkembangan teater di Indonesia dibagi ke dalam:
1) Masa Perintisan Teater Modern, diawali dengan
munculnya Komedi Stamboel
2) Masa Kebangkitan Teater Modern, muncul teater
Dardanella yang terpengaruh oleh Barat.
3) Masa Perkembangan Teater Modern, ditengarai dengan
hadirnya Sandiwara Maya, dan setelah kemerdekaan
ditandai dengan lahirnya ATNI (Akademi Teater Nasional
Indonesia) dan ASDRAFI (Akedemi Seni Drama dan Film).
4) Masa Teater Mutakhir, ditandai dengan berkiprahnya 8
nama besar teater yang mendominasi zaman emas
pertama dan kedua, yaitu Bengkel Teater, Teater Kecil,
Teater Populer, Studi klub Teater Bandung, Teater
Mandiri, Teater Koma, Teater Saja, dan Teater Lembaga.
28
1.3.1 Ragam Drama Daerah
Ragam drama daerah di Indonesia banyak sekali.
Masing-masing memiliki bentuk dengan ciri khusus yang berbeda.
Drama tradisional daerah biasanya disajikan dengan akting atau
seni peran yang matang penuh penjiwaan. Ini karena para
seniman drama telah menjadikan seni peran ini sebagian dari diri
dan hidup mereka.
Ragam drama di Indonesia yakni sebagai berikut:
a. Jawa Barat
Teater rakyat Jawa Barat rata-rata dipentaskan sebagai hiburan
pelepas lelah.
Berikut ini beberapa drama di Jawa Barat:
1) Ogel, berupa lawakan-lawakan santai tentang kehidupan
manusia
2) Longser (conggang sumedang), bercerita tentang
kehidupan manusia dan diiringi musik gamelan.
3) Bonjet, memiliki bentuk dan isi cerita mirip longser. Di
iringi musik kendang, rebab, kecruk, dan kromong.
Dalam topeng cirebon para pemain menggunakan topeng dan
pengungkapan isi ceritanya lewat seorang dalang. Cerita yang
dipentaskan adalah cerita menak, ramayana, dan mahabrata. Reog
dimainkan oleh 5 orang yang masuk panggung bersamaan.
Pertunjukannnya diiringi permainan musik gendang. Angklung
badut mirip seperti Reog busananya sederhana, dan alat musik
yang dibawa tongtong. Pemain masuk ke panggung satu-persatu.
b. Jawa Tengah dan Jawa Timur
Drama dari daerah ini kebanyakan memiliki alur yang panjang
dan terdiri dari beberapa adegan. Jenis-jenis drama atau teater
dari daerah Jawa Tengah adalah ketropak, wayang orang, srandul,
dan wayang kulit. Sedangkan di Jawa Timur terkenal pertunjukan
ludruk. Ketropak mulanya berupa potongan babak yang
dipentaskan secara keliling dengan iringan lesung dan potongan
bambu. Dalam ketropak ada seni peran, vokal, dan gerak tari.
Untuk nyanyiannya para pemain dibantu oleh waranggono atau
29
sinden dan para niaga (penabuh gamelan). Wayang orang
mementaskan cerita dari kitab ramayana dan mahabrata seperti
wayang kulit. Para pemain mempertunjukkan peranan lewat
tarian dan tembang, bahkan untuk adegan perkelahian. Tiap tokoh
memiliki busana, nada suara/ cara bicara, dan gerak-gerik yang
khas. Adapula seorang dalang dan sinden berfungsi sebagai
pencerita randul berkisah tentang cerita menak, jumlah
pemainnya lebih sedikit daripada wayang orang. Ludruk adalah
ketropaknya Jawa Timur. Cerita Ludruk diambil dari sejarah,
dongeng, legenda, atau para warok yang sakti mandraguna.
c. Bali
Barong dipertunjukkan didepan gapura. Pemain menyapaikan
cerita lewat gerak tarian adapula adegan lawakan. Arja adalah
wayang orang Bali yang dipentaskan semalam suntuk dengan latar
belakang pura. Adegan diungkapkan dengan gerak tari dan
tembang atau fokal bahasa Bali yang digayakan dengan diiringi
gamelan Bali. Kecak paling sering mementaskan ramayana.
Komposisi kecak melingkari obor penerang yang ditancapkan
ditengah-tengah area pementasan. Para pemain masuk lingkaran
adegan peradegan, sambil menari dan mengurai cerita ramayana.
30
WS Rendra
Putu Widjaya
Karyanya: “Bom”, “Aduh”, “Ssst”, dan “Gress”.
Arifin C. Noer
Karyanya: “Mega-mega” dan “Kapai-kapai”
31
Iwan Simatupang
Karyanya: “Taman”
Akhudiat
Karyanya : “Joko Tarub”
32
1.4 Fungsi dan Manfaat Drama
1.4.1 Fungsi Drama
a) Fungsi Drama sebagai Hiburan
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat di nusantara,
fungsi praktis sebuah pertunjukan teater sebagai bentuk hiburan,
banyak sekali ditemukan. Fungsi menghibur dalam hal ini lebih
ditekankan pada rasa menyenangkan yang didapat baik oleh
penonton maupun pelaku drama itu sendiri.
Drama memang memiliki potensi yang besar untuk
memberikan hiburan. Namun, drama bukan semata-mata hiburan.
Drama adalah pencarian, perenungan, serta pengamatan manusia
terhadap perkembangan kehidupan dengan masyarakat dan
individu sebagai sasaran pokoknya. Drama melipur dan
menghibur, karena dia dapat mewakili ekspresi masyarakat.
b) Ekspresi
Drama merupakan suatu ekspresi, yang dapat menjadi
dokumentasi jatidiri manusia pada suatu masa tertentu. Sampai di
mana citranya. Akibatnya, untuk berekspresi dengan drama,
sebenarnya tidak cukup hanya dengan menggali apa yang ingin
dilontarkan dengan asal-asalan. Berucap dengan drama tidak
cukup hanya dengan mengumbar unek-unek. Ekspresi dengan
drama harus mewakili zamannya.
33
dipentaskan selalu menghadirkan protret kebudayaan dan
peradapan manusia yang pasti sedikit banyak mempengaruhi
pikiran dan perasaan aktor dan juga para penonton.
Kedua, kita akan lebih memiliki rasa percaya diri terutama
ketika berhadapan dengan publik. Beban psikologis untuk
berbicara, beraktualisasi, dan bertindak dihadapan orang banyak
dengan sendirinya akan terkikis melalui serangkaian proses
bersama yang dijalani dalam bermain drama. Rasa canggung dan
minder akan hilang secara perlahan ketika siswa berada diatas
panggung, dan melalui dorongan dan motivasi guru dan teman-
temannya, mereka dilatih untuk tidak ragu-ragu lagi memerankan
tokoh dalam naskah drama.
Ketiga, kita akan mendapat kesempatan luas untuk
bersosialisasi dan meningkatkan kemampuan dalam
mengorganisasikan kerja tim. Hal ini tidak terlepas dari
kompleksitas sumber daya yang dibutuhkan dalam pementasan
mulai dari pemain, sutradara, penata rias, penata musik dan tim
artistik panggung. Kerjasama dalam proses mengangkat teks
tertulis dalam sebuah pertunjukan ini diharapkan akan memberi
ruang bagi siswa untuk tidak hanya sekedar mengenal berbagai
karakter anggota kelompok tetapijuaga meningkatkan
kemampuan dan pengalaman dalam manajemen, khususnya seni
pertunjukan.
Kepekaan rasa seni yang tinggi dimiliki akan menjadikan
seseorang tersebut mampu memberikan penilaian baik. Ada tiga
hal yang perlu diperhatikan, pemahaman, dan sikap menghargai
terhadap sastra, yaitu:
1) Dengan program ini diharapkan dapat memberikan
keterampilan berbahasa dan berbicara.
2) Dengan program ini, penyajian pola-pola kalimat yang
dianggap sukar dalam dialog atau bacaan, dilatih dengan
teknik drill.
3) Dengan program ini anak didik hendaknya memiliki
kesenangan dari mempelajari sastra.
34
Keterkaitan apresiasi dan ekspresi menjadikan audiolingual
drama memberi manfaat kepada siswa berupa penguatan
(reinforcement) dalam pembelajaran sastra. Bagaimanapun
ekspresi menjadikan memberikan peluang kepada kita untuk
mengalami sendiri hasil pengalaman apresiasinya sehingga makin
mantap mengembangkan cipta, rasa, dan watak kepribadiannya.
35
BAB II
KONSEPSI DRAMA
2.1 Jenis – Jenis Drama
2.1.3 Jenis Drama Berdasarkan Segi Penceritaannya
1) Drama Tragedi (drama duka atau duka cerita)
Adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang
besar dan agung. Kenyataan hidup yang dilukiskan
berwarna romantis atau idealistis, sebab itu lakon yang
dilukiskan sering kali mengungkapkan kekecewaan
hidup karena pengarang mengharapkan sesuatu yang
sempurna atau yang paling baik dari hidup ini.
Drama tragedi adalah drama yang berakhir
dengan kesedihan. Hal ini untuk memberikan kesan
mendalam yang disimpan dalam benak penonton
setelah pertunjukan selesai, biasanya setidak-tidaknya
terjadi suatu kematian memiliki sifat kepahlawanan
dan keberanian. Peristiwa yang ditampilkan adalah
peristiwa yang jujur dan murni. Sesuatu yang terjadi
haruslah terjadi tidak boleh dibelokkan pada kebetulan
yang menyenangkan. Kasihan dan rasa takut
merupakan emosi-emosi dasar yang tertumpah
terhadap pelaku utama. Kegagalan dalam
memperjuangkan kebenaran menimbulkan rasa
kasihan dan sekalihus rasa setia kawan.
Di dalam tragedi besar, umumnya digambarkan
pemuda yang gagah perkasa mempertaruhkan diri
menentang segala rintangan dan kezaliman namun ia
tidak mempunyai kekuatan yang seimbang, sehingga ia
menemui kegagalan, dan bahkan kematian.
Contoh :
Oedipus Sang Raja, Oedipus di Kolonus, dan
Antigone, yaitu drama yang berasal dari Yunani
(drama tragedy Sophocles), kemudian Hamlet,
36
Macbeth, dan Romeo and Yuliet (Drama
Shakespeare).
2) Melodrama
Melodrama adalah lakon yang sentimental,
dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati
dan mengharukan. Penggarapan alur dan
penokohan yang kurang dipertimbangkan secara
cermat, maka cerita yang dilebih-lebihkan
sehingga kurang meyakinkan penonton. Tokoh
dalam melodrama adalah tokoh yang tidak
ternama (bukan tokoh agung seperti dalam
tragedi). Dalam kehidupan sehari-hari sebutan
melodramatik kepada seseorang seringkali
merendahkan martabat orang tersebut karena
dianggap berperilaku yang melebih-lebihkan
perasaanya.
Skenario jenis ini bersifat sentimental dan
melankolis. Ceritanya cenderung terkesan
mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan.
Emosi penonton dipancing untuk merasa iba pada
tokoh protagonis. Penulis skenario cerita jenis ini
jangan terjebak untuk membuat alur yang lambat.
Konflik harus tetap runtun dan padat. Justru
dengan konflik yang bertubi-tubi pada si tokoh
akan semakin membuat penonton merasa kasihan
dan bersimpati pada penderitanya. Melodrama
bisa dikatakan tidak berhasil bila ia tidak
berlandaskan tujuan-tujuan yang baik.
Ditinjau dari segi penokohannya, beda
melodrama denga tragedi adalah melodrama
menampilakan tokoh-tokoh yang lebih keras dan
galak. Bila dia orang baik maka kebaikannya
37
melebihi dari kenyataan yang kita temui dalam
masyarakat, serta tidak didukung oleh psikilogi
yang mantap. Karena sensasi atau luapan
kegembiraan pada akhir suatu melodrama yang
diciptakan tanpa dukungan mata rantai sebab
akibat yang meyakinkan maka sering yang muncul
adalah sikap emosi yang sentimentil, dan bukan
emosi yang sejati.
Terdapat ciri – ciri melodrama yakni sebagai
berikut :
a. Mengetengahkan suatu tokoh atau subyek
yang serius tetapi tokoh itu merupakan
tokoh yang diadakan tidak outentik
b. Mata rantai sebab akibatnya tidak dapat
dipertanggungjawabkan, dalam arti bahwa
sesuatu itu muncul secara kebetulan.
c. Emosi yang ditimbulkan cennderung untuk
berlebihan bahkan mengarah pada
sentmentalis.
d. Sang pahlawan senantiasa memenangkan
perjuangan.
38
Komedi memiliki ciri – ciri sebagai berikut:
a. Cerita yang umumnya menampilkan cerita ringan
b. Memunculkan kisah serius, namun dengan
perlakuan nada yang ringan
c. Cerita mengenai peristiwa yang kemungkinan
terjadi.
d. Gelak tawa yang dimunculkan bersifat “ bijaksana”
Dilihat dari kelucuannya, drama komedi dibagi menjadi
beberapa macam antara lain :
a) Komedi Situasi, cerita lucu yang kelucuannya
bukan berasal dari para pemain, melainkan karena
situasinya.
Contoh:
Office Boy, Sister Act, Abu Nawas, sinetron
Kawin Gantung, Bajaj Bajuri, Kecil – Kecil Jadi
Manten, Si Kabayan.
b) Komedi slapstic, kelucuan ditimbulkan dari korban
kejahilan.
Contoh:
Warkop, Mr. Bean, Home Alone.
c) Komedi satire, kelucuan mengandung sindiran dan
hikmah.
Contoh:
Mrs. Doubtfire, sinetron Kiamat Sudah Dekat
d) Komedi farce, dengan dialog dan gerak laku lucu.
Kelucuan dari dialog dan gerak yang agak dibuat-
buat.
Contoh:
Extravaganza, Toples, Ba-sho, Ngelaba
4) Tragikomedi
Drama jenis ini umumnya mengetengahkan suatu
unsur kegembiraan dan kelucuan di bagian awal
kemudian disusul oleh peristiwa-peristiwa tragis.
Dengan begitu berkecenderungan untuk
39
memperlihatkan hal-hal yang bersifat duniawi yang
membaurkan segi suka dan duka itu, atau suka dan
duka itu datangnya silih berganti, di dalam kehidupan
sesuatu kita memperoleh sesuatu yang lain.
Dari segi alurnya, tragikomedi ini mempunyai dua
kemungkinan alur, yakni alur yang berakhir sedih dan
yang berakhir gembira. Alur yang berakhir gembira
diawali dengan kesedihan dan alur yang berakhir sedih
diawali dengan kegembiraan, hambatan. Dan
kesusahan.
5) Dagelan (Farce)
Dagelan disebut juga banyolan, sering kali jenis
drama ini disebut dengan komedi murahan atau
komedi picisan atau komedi ketengan. Sering pula
disebut tontonan konyol atau tontonan murahan.
Dagelan adalah drama kocak dan ringan, alurnya
tersusun berdasarkan arus situasi, tidak berdasarkan
perkembangan struktur dramatic dan perkembangan
cerita sang tokoh. Isi cerita dagelan ini biasanya kasar,
lentur, dan fulgar. Dalam dagelan alur dramatiknya
bersifat longgar. Cerita mudah menyerah kepada
selera publik. Dagelan adalah bentuk “entertainment”
yang lemah dan murahan.
Ciri-ciri farce adalah:
a) Lebih memperlihatkan plot dan situasi ketimbang
karakteristik
b) Tokoh-tokoh yang ditampilkan mungkin ada,
tetapi kemungkinan itu tipis
c) Menimbulkan atau memancing ketawa secara
berlebihan atau kelucuan yang tidak karuan.
d) Segala yang terjadi diciptakan oleh situasi bukan
tokoh.
40
Ciri khas yang membedakan banyolan dengan
komedi adalah banyolan hanya mementingkan hasil
tertawa yang diakibatkan oleh lakon yang dibuat
selucu mungkin. Segi “entertainment” lebih
ditonjolkan daripada mutu artistik. Banyolan sering
disebut komedi murahan. Aktivitas yang dilebih-
lebihkan, over acting jika mendapat tepukan, disiplin
waktu dan ‘disiplin akting’ yang sangat kendor dapat
terjadi di banyolan. Lelucon dalam banyolan adalah
lelucon yang hidup di kalangan rakyat kebanyakan.
Bisa saja masalahnya diulang-ulang dan menjadi klise,
yang penting penonton tetap tertawa. Apa yang
dikemukakan di atas tidak kita jumpai dalam komedi.
Contoh:
Srimulat, School for Scandal (karya Sheridan),
Androcles and The Lion (karya Bernand Shaw).
6) Drama Misteri
Drama misteri adalah drama yang menahan
perhatian penonton dengan suspense/ ketegangan,
baik yang berasal dari tindak kriminal atau makhluk
gaib.
Drama misteri dibagi menjadi beberapa macam yakni
sebagai berikut:
a) Kriminal, misteri yang sangat terasa unsur
keteganyannya atau suspense dan biasanya
menceritakan seputar kasus pembunuhan. Si
pelaku biasanya akan menjadi semacam misteri
karena penulis skenario memerkuat alibinya.
Sering kali dalam cerita jenis ini beberapa tokoh
bayangan dimasukkan untuk mengecoh penonton.
b) Horor, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang
berkaitan dengan roh halus.
41
c) Mistik, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang
bersifat klenik atau unsur ghaib.
8) Drama Sejarah
Drama sejarah adalah cerita jenis drama yang
menampilkan kisah-kisah sejarah masa lalu, baik tokoh
maupun peristiwanya.
Contoh:
42
film 10 November 1828, G-30-S/PKI, Soerabaya
’45, Janur Kuning, atau Serangan Fajar. Sementara
kisah yang menceritakan sejarah tapi lebih
ditekankan pada tokohnya antara lain Tjoet Njak
Dhien, Wali Songo, dan R.A. Kartini.
9) Drama Adat
Mementingkan penggambaran adat istiadat di
dalam suatu masyarakat atau daerah atau suku
tertentu. Dalam hal ini, drama tidak boleh bersifat
imajinatif, sepanjang memotret adat suatu daerah,
tata cara hidup, cara berpakaian, cara mengungkapkan
sesuatu, adat perkawinan, pemakamanan, dan
sebagainya harus diungkapkan sejujur mungkin karena
merupakan potret adat suatu tempat atau masyarakat.
Pelaku dan ceritanya dapat bersifat imajinatif, akan
tetapi potret ada tidak boleh demikian.
10) Monolog
Jenis monolog dalam drama modern berbeda
dengan monolog lawakan. Dalam drama modern,
prinsip-prinsip lakon harus dipertahankan. Seorang
pelaku monolog harus menyadari bahwa lakonnya
adalah merupakan konflik manusia. Konflik tetap
merupakan hakikat lakon. Naskah pun harus dipatuhi,
agar struktur dramatiknya tetap dapat dipertahankan.
Jadi, monolog dalam drama modern tetap terikat akan
naskah.
11) Opera
Opera adalah drama yang mengandung musik dan
nyanyian.
43
12) Pantomin
Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam
bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa
pembicaraan.
13) Tablau
Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang
dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik
wajah pelakunya.
14) Passie
Passie adalah drama yang mengandung unsur agama /
religius.
15) Wayang
Wayang adalah drama yang pemain dramanya
adalah boneka wayang. Orang yang memeainkan
wayang disebut dalang.
Ada 3 jenis wayang yakni sebagai berikut:
a) Wayang beber
Adalah gambar pada selembar kain. Dalam
suatu ruang atau bingkai, terdapat gambar
beberapa tokoh wayang yang merupakan suatu
kejadian. Dalang tidak menggerakkan wayangnya,
melainkan hanya berceritera sejalan dengan
adegan yang dibeberkan dalam gambar tersebut.
44
b) Wayang kulit
Adalah jenis wayang yang berbentuk dua
dimensi. Dalam wayang kulit terdapat satu tokoh
tersendiri dalam suatu gambaran. Kebanyakan
wayang memiliki tangan yang bisa digerakkan.
Pada ujung bagian telapak tangan wayang,
diikatkan tangkai yang berfungsi sebagai
penghubung untuk dipegang dalang dan mengatur
gerak. Dengan gerak tangan yang diserasikan
dengan gerak tubuh itulah maka tercipta gerak-
gerak yang mencitrakan gerak saat bicara, menari,
berperang, dan sebagainya.
c) Wayang Golek
Wayang golek terbuat dari kayu, berbentuk
tiga dimensi sehingga lebih mirip dengan apa yang
secara umum disebut boneka. Bentuk wayangnya
mirip dengan wayang kulit.
45
2) Aliran romantik, drama ini bertentangan dengan
drama aliran klasik, dengan tidak mematuhi hukum
drama tetap (trilogy Aristoteles), dengan ciri-ciri:
a) kebebasan bentuk,
b) isi yang fantastis dan sering tidak logis,
c) materinya bunuh-membunuh, teriakan dalam
gelap, korban pembunuhan yang hidup kembali
dan tokoh-tokohnya sentmentil,
d) mementingkan keindahan bahasa,
e) dalam penyutradaraan segi visual ditonjolkan,
f) actingnya bombastis, bernafsu, mimik yang
berlebih-lebihan.
3) Aliran realis, dalam hal ini naskah yang ditampakkan
lebih pada pencapaian ilusi atas penggambaran
kenyataan dalam pentas. Terdapat dua realisme,
yaitu: (1) reslisme sosial dengan ciri-ciri; a) peran-
peran utama biasanya rakyat jelata, petani, buruh dan
sebagainya, b) aktingnya wajar seperti yang terlihat
dalam kehidupan sehari-hari. (Harymawan, 1988:85)
dan (2) realisme psykologis, dengan ciri-ciri; a) lebih
menonjolkan aspek kejiwaan tokoh atau lakon, b)
settingnya bersifat wajar dengan intonasi yang tepat,
c) suasana digambarkan dengan simbolik
(perlambangan), dan d)lebih mementingkan konflik
psikologis dari pada konflik fisik (Waluyo, 2001:58)
4) Aliran ekspresionis, ialah seni menyatakan dengan
menonjolkan perasaan atau pikiran pengarang,
dengan ciri-ciri: (1) pergantian adengan cepat, (2)
penggunaa pentas ekstrem, dan (3) fragmen-fragmen
yang film-isme (meniru gaya dan cara film)
(Harymawan, 1988:86)
5) Aliran naturalis, aliran ini merupakan perkembangan
lebih lanjut dari realisme dengan menampakkan
kenyataan yang digambarkan.diusahakan mungkin
46
dengan kenyataan alam (natural), sehingga
penampilan Mendekati alam sesungguhnya, dan
bukan alam tuiruan(lukisan dekor semata)
6) Aliran eksistensialis, dengan menampilkan tokoh-
tokoh yang sadar akan esksistensi (keberadaan) dalam
drama yang mengutamakan kebebasan tokoh
(kemandirian kuat) akan rohaniyah dan jasmaniah
bahkan dikatakan mutlak. Kemandirian menjadi ciri-
ciri eksistensi diri yang hendak membentuk kebebasan
setinggi-tingginya. Oleh karena itu sang tokoh bicara
seenaknya, sehingga lakon kehilangan kontek dengan
lawan bicaranya.
47
berkaitan erat. Drama sebagai karya sastra dan
merupakan cabang sini tergolong sebagai karya fiksi.
Judul pada karya fiksi bersifat manasuka, dapat diambil
dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita,
dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita
untuk menarik perhatian.
Judul karangan seringkali berfungsi menunjukan
unsur-unsur tertentu dari karya sastra, misalnya:
a) Dapat menunjukan tokoh utama
b) Dapat menunjukan alur atau waktu
c) Dapat menunjukan objek yang dikemukakan
dalam suatu cerita
d) Dapat mengidentifikasi keadaan atau suasana
cerita
e) Dapat mengandung beberapa pengertian
2) Tema
Tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga
berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam
memaparkan karya fiksi yang diciptakannya, atau
dapat diartikan pula sebagai dasar cerita yang ingin
disampaikan oleh penulisnya. Tema dikembangkan dan
ditulis pengarang dengan bahasa yang indah sehingga
menghasilkan karya sastra atau drama. Tema
merupakan ide pusat atau pikiran pusat, arti dan
tujuan cerita, pokok pikiran dalam karya sastra,
gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat
menjadi sumber konflik-konflik.
Tema jika dikaitkan dengan dunia pengarang,
merupakan pokok pikiran didalam dunia pengarang.
Setiap karya sastra (fiksi) telah mengandung atau
48
menawarkan tema. Tema mengikat pengembangan
cerita. Tema juga sebagai premis artinya rumusan inti
sari yang merupakan landasan untuk menentukan
tujuan dan arah cerita.
Untuk dapat mengetahui tema sebuah drama,
terlebih dahulu kita mendata peristiwa yang terdapat
dalam sebuah drama. Selanjutnya kita menentukan hal
– hal yang menjadi pokok peristiwa dalam verita
tersebut. Pokok cerita itulah yang menjadi tema
sebuah drama. Pada dasarnya untuk memehami tema
tidak hanya dengan memahami apa yang tersirat,
tetapi juga memerlukan penalaran dan pemahaman
yang mendalam. Tema dalam drama pada akhirnya
akan berhubungan dengan nilai-nilai (pesan yang
terkandung dalam cerita drama). Nilai-nilai ini dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.
Tema dibagi dua macam yaitu:
a) Tema mayor, tema pokok cerita yang menjadi
dasar karya sastra itu
b) Tema minor, tema tambahan yang menguatkan
tema mayor
Tema drama harus disesuaikan dengan penonton.
Jika drama ditujukan kepada pelajar, maka tema
ceritanya juga harus sarat dengan pendidikan. Jangan
sampai tema yang disajikan justru menjerumuskan
pelajar sebagai penonton pada hal-hal yang tidak
edukatif.
3) Tokoh
Tokoh cerita adalah individu rekaan yang
mengalami peristiwa dalam berbagai peristiwa cerita.
Tokoh cerita dapat berupa manusia, binatang, makhluk
lain seperti malaikat, dewi-dewi, bidadari, setan atau
49
iblis, jin, setan, sikuman, roh, dan benda-benda yang
diinsankan. Tokoh berkaitan dengan nama, usia, jenis
kelamin, tipe fisik, jabatan dan keadaan kejiwaan.
Tokoh dalam karya sastra memiliki perwatakan.
Adanya watak yang berbeda-beda menyebabkan
timbulnya peristiwa atau konflik yang membuat cerita
semakin menarik.
Berdasarkan sifatnya, tokoh diklasifikasikan sebagai
berikut :
a) Tokoh protagonis yaitu tokoh utama yang
mendukung cerita, tokoh protagonis dalam
sebuah drama dapat lebih dari satu.
b) Tokoh antagonis yaitu tokoh penentang cerita,
tokoh antagonis dalam sebuah drama dapat lebih
dari satu.
c) Tokoh tritagonis yaitu tokoh pembantu, baik
untuk tokoh protagonis maupun antagonis
Berdasarkan peranannya, tokoh diklasifikasikan
sebagai berikut :
a) Tokoh sentral yaitu tokoh yang paling menentukan
dalam drama yang menjadi penyebab terjadinya
konflik. Tokoh sentral meliputi tokoh protagonis
dan tokoh antagonis.
b) Tokoh utama yaitu tokoh pendukung atau
penentang tokoh sentral tokoh utama dapat juga
sebagai perantara tokoh sentral. Tokoh utama
dalam hal ini adalah tokoh tritagonis.
c) Tokoh pembantu yaitu tokoh yang memegang
peran pelengkap atau tambahan dalam mata
rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini
menurut kebutuhan cerita saja. Tidak semua
drama menampilkan tokoh pembantu.
Ada tiga kriteria untuk menentukan tokoh sentralyaitu
:
50
a) Mencari tokoh yang paling banyak berhubungan
dengan tokoh-tokoh lain.
b) Mencari tokoh yang paling banyak membutuhkan
waktu penceritaan
c) Melihat intensitas keterlibatan tokoh dalam
peristiwa yang membangun cerita (tema)
4) Penokohan (karakter/watak)
Penokohan adalah pelaku – pelaku dalam drama
yang mengungkapkan watak tertentu. Penokohan
merupakan penggambaran sifat batin seorang tokoh
yang disajikan dalam drama. Perwatakan tokoh dalam
drama dapat digambarkan melalui dialog, ekspresi,
atau tingkah laku sang tokoh. Penggambaran watak
tokoh dalam naskah drama erat kaitannya dengan
pemilihan setting atau tempat terjadinya peristiwa.
Menurut sifatnya penokohan dibagi menjadi 3 macam
yakni sebagai berikut:
a) Peran Protagonis
Peran protagonis adalah peran yang harus
mewakili hal-hal positif dalam kebutuhan cerita.
Peran ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang
disakiti, baik, dan menderita sehingga akan
menimbulkan simpati bagi penontonnya. Peran
protagonis ini biasanya menjadi tokoh sentral,
yaitu tokoh yang menentukan gerak adegan.
b) Peran Antagonis
Peran antagonis adalah kebalikan dari peran
protagonis. Peran ini adalah peran yang harus
mewakili hal-hal negatif dalam kebutuhan cerita.
Peran ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang
menyakiti tokoh protagonis. Dia adalah tokoh
yang jahat sehingga akan menimbulkan rasa benci
atau antipasti penonton
51
c) Peran Tritagonis
Peran tritagonis adalah peran pendamping,
baik untuk peran protagonis maupun antagonis.
Peran ini bisa menjadi pendukung atau penentang
tokoh sentral, tetapi juga bisa menjadi penengah
atau perantara tokoh sentral. Posisinya menjadi
pembela tokoh yang didampinginya. Peran ini
termasuk peran pembantu utama.
Karakter menurut kedudukannya dalam cerita menjadi
tiga bagian yakni sebagai berikut:
a) Karakter Utama (Main Character)
Karakter utama adalah karakter yang mengambil
perhatian terbanyak dari pemirsa dan menjadi
pusat perhatian pemirsa. Karakter ini juga paling
banyak aksinya dalam cerita.
b) Karakter Pendukung (Secondary Character)
Karakter pendukung adalah orang-orang yang
menciptakan situasi dan yang memancing konflik
untuk karakter utama. Kadang-kangan karakter
pendukung bisa memainkan peranan yang
membantu karakter utama. Misalnya sebagai
orang kepercayaan karakter utama. Contohnya,
sebagai sopir atau bodyguard.
c) Karakter Figuran (Incedental Character)
Karakter ini duperlukan untuk mengisi dan
melengkapi sebuah cerita. Mereka serin disebut
figuran, karena yang dibutuhkan figuran saja.
Mereka sering tampil tanpa dialog. Kalaupun ada,
dialognya hanya bersifat informatif. Biasanya
mereka digunakan dalam adegan-adegan kolosal
dan keramaian. Atau jika tidak kolosal, biasanya
mereka memegang profesi di dalam pelayanan
umum, misalnya sopir taksi, pembantu, atau
petugas di pom bensin.
52
Berdasarkan wataknya tokoh dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu:
a) flat character, tidak mengalami perubahan
b) round character, mengalami perubahan
Tokoh-tokoh dalam drama memiliki watak yang dapat
digambarkan dalam tiga dimensi taitu:
a) Keadaan fisik, dapat digunakan untuk menyatakan
watak tokoh, keadaan fisik tokoh seperti umur,
jenis kelamin, dan ciri-ciri tubuh.
b) Keadaan psikis, yaitu meliputi; watak, kegemaran,
mental, standar moral, psikologis yang dialami,
dan keadaan emosi.
c) Keadaan sosiologis, yaitu meliputi; jabatan,
pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, dan ideologi.
5) Plot (alur)
Plot atau alur adalah pola dasar dari kejadian-
kejadian yang membangun aksi yang penting dalam
sebuah drama. Plot drama harus dibangun mulai dari
awal, lalu terdapat kemajuan-kemajuan, dan
penyelesaian masalah yang diberikan kepada
penonton. Plot menjelaskan bagaimana sebuah
kejadian memengaruhi kejadian yang lain dan
mengapa orang-orang yang ada di dalamnya berlaku
seperti itu. Cerita dalam drama merupakan rangkaian
peristiwa yang dijalin sedemikian rupa sehingga dapat
mengungkapkan gagasan pengarang. Rangkaian
peristiwa ini diatur sebagai alur. Ada alur maju, alur
balik, dan alur campuran.
Plot lakon drama yang baik selalu mengandung
konflik. Sebab, roh drama adalah konflik. Drama
memang selalu menggambarkan konflik atau
pertentangan. Adanya pertentangan menimbulkan
rangkaian peristiwa yang menjadi sebab-akibat dan
disebut alur/plot.
53
Plot atau alur dalam drama tidak jauh berbeda
dengan plot atau alur dalam prosa fiksi. Dalam drama
juga mengenal tahapan plot yang dimulai dari tahapan
permulaan, tahapan pertikaian, tahapan perumitan,
tahapan puncak, tahapan peleraian, dan tahapan
akhir. Hanya saja dalam drama plot atau alur itu dibagi
menjadi babak-babak dan adegan-adegan.
Babak adalah bagian dari plot atau alur dalam
sebuah drama yang ditandai oleh perubahan setting
atau latar. Sedangkan adegan merupan babak yang
ditandai oleh perubahan jumlah tokoh ataupun
perubahan yang dibicarakan.
Alur menjadi beberapa bagian yakni sebagai berikut:
a) Eksposisi/ introduksi merupakan pergerakan
terhadap konflik melalui dialog – dialog pelaku
b) Intrik merupakan persentuhan konflik atau
keadaan mulai tegang.
c) Klimaks merupakan pergumulan konflik atau
ketegangan yang telah mencapai puncaknya
dalam cerita.
d) Antiklimaks merupakan konflik mulai menurun
atau masalah dapat diselesaikan.
e) Konklusi merupakan akhir peristiwa atau
penentuan terhadap nasib pelaku utama.
Alur dibagi menjadi 3 jenis yaitu sebagai berikut:
a) Alur maju, yaitu penceritaan rangkaian peristiwa
dari peristiwa yang paling awal sampai peristiwa
terakhir.
54
b) Alur mundur, yaitu penceritaan rangkaian
peristiwa dari peristiwa yang paling akhir berbalik
ke peristiwa yang paling awal.
c) Alur campuran, yaitu perpaduan antara alur maju
dan alur mundur dalam suatu cerita.
6) Latar (setting)
Latar Latar adalah gambaran mengenai tempat,
ruang dan waktu atau segala situasi terjadinya
peristiwa dalam drama. Latar merupakan unsur
struktural yang sangat penting. Latar di dalam lakon
atau cerita drama harus mendukung para tokoh cerita
dan tindakannya. Pengarang tentu membuat latar
membuat latar yang tepat demi keberhasilan dan
keindahan struktur drama. Penggunaan latar yang
berhasil juga menentukan keberhasilan suatu karya
drama. Penyaji latar yang tepat dapat menciptakan
warna kedaerahan yang kuat sehingga dapat
menghidupkan cerita.
Latar adalah lingkungan tempat berlangsungnya
peristiwa yang dapat dilihat, termasuk di dalamnya
aspek waktu, iklim, dan periode sejarah. Latar
mendukung dan menguatkan tindakan tokoh-tokoh
cerita. Latar memberikan pijakan cerita dan kesan
realistis kepada pembaca untuk menciptakan suasana
tertentu yang seolah-olah sungguh – sungguh ada dan
terjadi
Latar atau setting dibagi menjadi beberapa macam
yaitu:
a) Latar tempat, yaitu penggambaran tempat
kejadian di dalam naskah drama
55
b) Latar waktu, yaitu penggambaran waktu kejadian
di dalam naskah drama
c) Latar budaya, yaitu penggambaran budaya yang
melatarbelakangi terjadinya adegan atau peristiwa
dalam drama
Fungsi latar yaitu sebagai berikut:
a) menggambarkan situasi
b) proyeksi keadaan batin para tokoh cerita
c) menjadi metafor keadaan emosional dan spiritual
tokoh cerita
d) menciptakan suasana
Unsur-unsur latar yaitu sebagai berikut:
a) letak geografis
b) kedudukan / pekerjaan sehari-hari tokoh cerita
c) waktu terjadinya peristiwa
d) lingkungan tokoh cerita
Aspek latar berdasarkan fungsinya mencakup:
a) tempat terjadinya peristiwa
b) lingkungan kehidupan
c) sistem kehidupan
d) alat-alat atau benda-benda
e) waktu terjadinya peristiwa
7) Diksi (pemilihan kata, kebahasaan).
Kata-kata yang digunakan dalam drama harus
dipilih sedemikian rupa sehingga terungkap semua
56
gagasan dan perasaan pengarang serta mudah
diterima oleh pembaca, pendengar, atau penonton.
8) Dialog
Dialog atau percakapan merupakan unsur utama
yang membedakan drama dengan cerita lain. Dialog
dalam drama merupakan dialog yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari sesuai hakikat drama yang
merupkan tiruan kehidupan masyarakat. Dialog
merupakan hal yang sangat vital bagi sukses tidaknya
sebuah drama yang dipentaskan, apabila pemeran
tokoh dapat menyampaikan dialog dengan penuh
penghayatan niscaya keindahan dan tujuan
pementasan dapat tercapai.
Dialog ada juga di dalam puisi dan prosa, tetapi
tidak semutlak di dalam drama. Dialog di dalam drama
tidak boleh diabaikan karena pada dasarnya drama
merupakan dialog para tokoh cerita. Dialog adalah
percakapan tokoh cerita. Dalam struktur lakon, dialog
dapat ditinjau dari segi estetis dan segi teknis. Dari segi
estetis, dialog merupakan faktor literer dan filosofis
yang mempengaruhi struktur keindahan lakon. Dari
segi teknis, dialog biasanya diberi catatan pengucapan
yang ditulis dalam tanda kurung. Dialog melancarkan
cerita atau lakon. Dialog mencerminkan pikiran tokoh
cerita. Dialog mengungkapkan watak para tokoh
cerita. Dialog merupakan hubungan tokoh yang satu
dengan tokoh yang lain. Dialog berfungsi
menghubungkan tokoh yang satu dengan tokoh yang
lain. Dialog juga berfungsi menggerakan cerita dan
melihat watak atau kepribadian tokoh cerita.
Dalam percakapan atau dialog haruslah memenuhi
dua tuntutan, yaitu dialog harus turut menunjang
57
gerak laku tokohnya dan dialog yang diucapkan di atas
pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari
hari.
7) Konflik
Konflik adalah pertentangan. Tokoh cerita dapat
mengalami konflik, baik konflik dengan diri sendiri,
dengan orang / pihak lain, maupun dengan lingkungan
alam. Seperti halnya biasa, tokoh cerita dalam drama
juga mengalami konflik. Konflik dapat membentuk
rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan
kausalitet. Konflik di dalam karya drama dapat
menimbulkan atau menambah nilai estetik. Tanpa
konflik antar tokoh cerita, suatu karya drama terasa
monoton, akibatnya pembaca atau penonton drama
menjadi bosan.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa konflik
dibagi menjadi dua bagian, yaitu konflik eksternal dan
internal. Ada juga pendapat lain yang menyatakan
bahwa konflik ada tiga macam, yaitu konflik mental
(batin), konflik sosial, dan konflik fisik. Konflik mental
(batin) adalah konflik atau pertentangan antara
seseorang dengan batin atau wataknya. Konflik sosial
adalah konflik antara seseorang dengan
masyarakatnya, atau dengan orang / pihak lain. Konflik
fisik adalah konflik antara seseorang dengan kekuatan
diluar dirinya, misalnya dengan alam yang ganas, cuaca
buruk, lingkungan yang kumuh, pergaulan yang salah.
Konflik merupakan kunci untuk menemukan alur
cerita. Dengan adanya konflik, maka cerita dapat
berlangsung. Konflik berkaitan dengan unsure intriksik
yang lain, seperti tokoh, tema latar, dan tipe drama.
Konflik dapat menggambarkan adanya tipe drama.
58
8) Bahasa
Setiap penulis drama mempunyai gaya sendiri
dalam mengolah kosa kata sebagai sarana untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Selain
berkaitan dengan pemilihan kosa kata, bahasa juga
berkaitan dengan pemilihan gaya bahasa (style).
Bahasa yang dipilih pengarang untuk kemudian
dipakai dalam naskah drama tulisannya pada
umumnya adalah bahasa yang mudah dimengerti
(bersifat komunikatif), yakni ragam bahasa yang
dipakai dalam kehidupan kesehatian. Bahasa yang
berkaitan dengan situasi lingkungan, sosial budaya,
dan pendidikan.
Bahasa yang dipakai dipilih sedemikian rupa
dengan tujuan untuk menghidupkan cerita drama, dan
menghidupkan dialog-dialog yang terjadi di antara
para tokoh ceritanya. Demi pertimbangan komunikatif
ini seorang pengarang drama tidak jarang sengaja
mengabaikan aturan aturan yang ada dalam tata
bahasa baku.
9) Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan
penulis cerita kepada penonton atau penikmat drama.
Amanat merupakan keseluruhan makna konsep,
makna wacana, isi konsep, makna wacana, dan
perasaan yang hendak disampaikan untuk dimengerti
dan diterima orang lain yang digagas atau ditujunya.
Jika drama ditujukan kepada pelajar, maka seiring
dengan temanya, drama harus memberikan amanat
yang bersifat edukatif. Selain itu, cerita dalam drama
harus dapat menambah pengetahuan yang positif bagi
59
siswa. Amanat sebuah drama dapat kita ketahui
setelah kita mengapresiasi drama tersebut.
Amanat di dalam drama ada yang langsung
tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan
secara tersirat oleh penulis naskah drama yang
bersangkutan. Hanya pentonton yang profesional aja
yang mampu menemukan amanat implisit tersebut.
60
a) Keadaan subjektivitas individu pengarang yang
memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang
semuanya itu mempengaruhi karya sastra yang
dibuatnya.
b) Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang,
psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip
psikologis dalam karya.
c) Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi,
sosial, dan politik.
d) Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni,
agama, dan sebagainya.
e) Latar belakang kehidupan pengarang sebagai bagian
dari unsur ekstrinsik sangat mempengaruhi karya
sastra. Misalnya, pengarang yang berlatar belakang
budaya daerah tertentu, secara disadari atau tidak,
akan memasukkan unsur budaya tersebut ke dalam
karya sastra.
Menurut Malinowski, yang termasuk unsur budaya
adalah bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian,
organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian.
Unsur-unsur tersebut menjadi pendukung karya sastra.
61
BAB III
APRESIASI DRAMA
a. Tingkat menggemari
62
drama. Jika ada drama dia akan senang membaca. Jika
ada acara pembacaan drama, secara langsung atau
berupa siaran tunda di televisi, ia akan menyediakan
waktu untuk menontonnya.
b. Tingkat menikmati
c. Tingkat mereaksi
d. Tingkat produktif
63
dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung
dalam drama tersebut.
1) Tahap Latihan
c. Latihan Menulis
64
d. Latihan Wicara
2) Tahap Penjelajahan
3) Tahap Interpretasi
4) Tahap Re-kreasi.
65
3) Tahap pemahaman, tindakan opersionalnya adalah
meneliti dan menganalisis unsur intrinsik dan unsur
ektrinsik suatu karya sastra, serta berusaha
menyimpulkannya.
66
Di samping itu, bekal apresiator dalam mengapresiasi karya
drama adalah:
67
3. Harus memiliki penghayatan yang pekat, artinya
apresiator akan merasa puas apabila dalam karya
sastra drama mampu mengungkapkan pelambangan
dan pengalaman pencipta karya sastra.
68
1) Menentukan tema yang akan diangkat dalam drama
69
Contoh Naskah Drama
Contoh 1:
Konsep Pementasan
Sinopsis Cerita:
70
Joko mempunyai seorang pacar anak orang kaya yaitu
anak juragan sapi dari desa sebelah. Hal tersebut
diceritakan Joko terhadap Ibunya . Betapa terkejutnya sang
Ibu pada saat Ibunya mendengar dari Joko bahwa dia telah
berbohong dengan mengatakan bahwa dia adalah anak
orang kaya untuk mendapatkan gadis tersebut . Dan yang
lebih menyakitkan lagi Joko menyuruh sang Ibu untuk
memanggil Joko tuan pada saat Joko bersama dengan sang
kekasih, namun sang Ibu masih dapat bersabar .
71
dapat menahan kesabaran lagi dan secara tidak sengaja
mengutuk Joko menjadi patung .
Karma
Ada sebuah keluarga yang terdiri dari seorag Ibu dan dua
orang anaknya yang bernama Anik dan Joko. Mereka hidup
dalam keadaan yang sangat sederhana .
72
Joko : ” Mungkin Mbak bisa makan seperti ini setiap
hari, tapi aku nggak bisa Mbak”.
73
Mbok : ” jadi kamu punya pacar toh . Anak siapa ? “
74
sama Mbok, Mbokkan orang tua kamu, masak
kau menyuruh Mbok memanggil kamu tuan.”
75
Mbok : ” Iya, saya adalah pembantu tuan Joko . Tuan
kesini menjenguk anak saya yang sedang sakit .
“
76
Mbok : ” Ini Non airnya, silahkan di minum.”
77
Joko : (berpura - pura ) ” Ah , siapa yang terkejut .
kalau hanya uang dua puluh juta itu kecil buat
aku . “
78
mbok harus menyiapkan uang 20 juta untuk
melamar pacarku”.
Mbok : “Jangan gitu toh nak, kita kan sudah gak punya
apa-apa lagi”.
Anik : “Ada apa toh mbok aku dengar dari dalam kok
rebut saja”.
79
Anik “Terus mbok mau ?”.
80
Anis biasanya loh ibu main kerumah saya…”.
81
Bu : ” Bu…. kok tanahnya dijual, memangnya ada
Hefni keperluan apa to bu! Kelihatannya mendadak
sekali!”.
82
(sambil meletakkan sapunya dan ikut duduk).
83
Yu : “Inggih ndoro putri……..”.
84
Yu : “Inggih…inggih ndoro putri, inggih!” Setelah
tamunya masuk…….
Ibu : “Oh… iya. Ibu sih ndak apa-apa, tapi apa kamu
Ariska sudah membawa persyaratannya?”.
85
calon mertuanya)
86
Ariska
87
Joko : (tiba-tiba saja joko terjatuh dan kakinya tidak
bias digerakkan) “Aduh kakiku!
mbok…mbok…ampun mbok…ampun, maafkan
joko mbok…”.
Contoh 2 :
88
Badai Sepanjang Malam
Para Pelaku
Setting :
Ruangan depan sebuah rumah desa pada malam hari.Di
dinding ada lampu
minyak menyala.Ada sebuah meja tulis tua. Diatasnya ada
beberapa buku
besar.Kursi tamu dari rotan sudah agak tua.Dekat dinding
ada balai balai . Sebuah radio transistor juga nampak di
atas meja.
Suara
Suara jangkerik.suara burung malam.gonggongan anjing di
kejauhan.Suara Adzan subuh.
Musik
Sayup sayup terdengar lagu Asmaradahana,lewat suara
sendu seruling
Note
Kedua suami istri memperlihatkan pola kehidupan
kota.dengan kata lain,mereka berdua memang berasal dari
kota.tampak pada cara dan bahan pakaian yang mereka
kenakan pada malam hari itu.mereka juga memperlihatkan
sebagai orang yang baik baik.hanya idelisme yang menyala
89
nyala yang menyebabkan mereka berada di desa terpencil
itu.
02.Saenah :
03.Jamil:
Sebentar, Saenah. Seluruh tubuhku memang sudah
lelah,tapi pikiranku masih saja mengambang ke sana
kemari. Biasa, kan aku begini malam malam.
04.saenah:
Baiklah. tapi apa boleh aku ketahui apa yang kau pikirkan
malam ini?
05.jamil:
Semuanya, semua apa yang kupikirkan selama ini sudah
kurekam dalam buku harianku, Saenah. Perjalanan hidup
seorang guru muda yang ditempatkan di suatu desa
terpencil seperti Klulan ini kini merupakan lembaran
lembaran terbuka bagi semua orang.
90
06.Saenah:
Kenapa kini baru kau beritahukan hal itu padaku? Kau
seakan akan menyimpan suatu rahasia. Atau memang
rahasia?
07.Jamil:
Sama sekali bukan rahasia, sayangku! Malam malam di
tempat terpencil seakan memanggil aku untuk diajak
merenungkan sesuatu. Dan jika aku tak bisa memenuhi
ajakannya aku akan mengalami semacam frustasi. Memang
pernah sekali, suatu malam yang mencekam,ketika aku
sudah tidur dengan nyenyak, aku tiba pada suatu
persimpangan jalan di mana aku tidak boleh memilih.
Pasrah saja. Apa yang bisa kaulakukan di tempat yang
sesunyi ini? (Dia menyambar buku hariannya yang terletak
di atas meja dan membalik balikkannya) Coba kaubaca
catatanku tertanggal…(sambil masih membolak balik)..ini
tanggal 2 oktober 1977.
08.Saenah:
(Membaca) “Sudah setahun aku bertugas di Klaulan. Suatu
tempat yang terpacak tegak seperti karang di tengah
lautan, sejak desa ini tertera dalam peta bumi. Dari jauh
dia angker, tidak bersahabat: panas dan debu melecut
tubuh. Ia kering kerontang, gersang. Apakah aku akan
menjadi bagian dari alam yang tidak bersahabat ini?
Menjadi penonton yang diombangkan ambingkan
oleh…barang tontonannya. Setahun telah lewat dan
selama itu manusia ditelan oleh alam”. (Pause dan Saenah
mengeluh;memandang sesaat pada Jamil sebelum
membaca lagi). ”Aku belum menemukan kejantanan di sini.
Orang orang seperti sulit berbicara tentang hubungan
dirinya dengan alam. Sampai di mana kebisuan ini bisa
diderita? Dan apakah akan diteruskan oleh generasi
generasi yang setiap pagi kuhadapai? Apakah di sini tidak
91
dapat dikatakan adanya kekejaman. ”(Saenah berhenti
membaca dan langsung menatap pada Jamil)
09.Jamil:
Kenapa kau berhenti? jangan tatap aku seperti itu, Saenah.
10.Saenah:
Apakah tulisan ini tidak keterlaluan? Bisakah ditemukan
kejujuran di dalamnya?
11.Jamil:
Kejujuran kupertaruhkan di dalamnya, Saenah. Aku bisa
mengatakan,kita kadang-kadang dihinggapi oleh sikap
sikap munafik dalam suatu pergaulan hidup. Ada ikatan
ikatan yang mengharuskan kita berkata “Ya!” terhadap apa
pun, sekalipun dalam hati kecil kita berkata”Tidak”.
Kejujuranku mendorong aku berkata,”Tidak”, karena aku
melatih diri menjadi orang yang setia kepada nuraninya.
Aku juga tahu, masa kini yang dicari adalah orang orang
yang mau berkata”Ya”. Yang berkata “Tidak” akan
disisihkan. (Pause) Memang sulit, Saenah. Tapi itulah hidup
yang sebenarnya terjadi. Kecuali kalau kita mau melihat
hidup ini indah di luar, bobrok di dalam. Itulah masalahnya.
(Pause. Suasana itu menjadi hening sekali. Di kejauhan
terdengar salak anjing berkepanjangan)
12.Saenah:
Aku tidak berpikir sampai ke sana. Pikiranku sederhana
saja.kau masih ingat tentunya, ketika kita pertama kali tiba
di sini, ya setahun yang lalu. Tekadmu untuk berdiri di
depan kelas, mengajar generasi muda itu agar menjadi
pandai. Idealismemu menyala nyala. Waktu itu kita
disambut oleh Kepala Desa dengan pidato selamat
datangnya. (Saenah lari masuk.Jamil terkejut.tetapi sekejap
mata Saenah muncul sambil membawa tape recorder!) Ini
92
putarlah tape ini. Kau rekam peristiwa itu. (Saenah
memutar tape itu, kemudian terdengarlah suara Kepala
Desa)…Kami ucapkan selamat datang kepada Saudara Jamil
dan istri.Inilah tempat kami. Kami harap saudara betah
menjadi guru di sini. Untuk tempat saudara berlindung dari
panas dan angin,kami telah menyediakan pondok yang
barangkali tidak terlalu baik bagi saudara. Dan apabila
Anda memandang bangunan SD yang cuma tiga kelas itu.
Dindingnya telah robek,daun pintunya telah copot, lemari
lemari sudah reyot, lonceng sekolah bekas pacul tua yang
telah tak terpakai lagi. Semunya, semuanya menjadi
tantangan bagi kita bersama. Selain itu, kami perkenalkan
dua orang guru lainnya yang sudah lima tahun bekerja di
sini. Yang ini adalah Saudara Sahli, sedang yang berkaca
mata itu adalah Saudara Hasan. Kedatangan Saudara ini
akan memperkuat tekad kami untuk membina generasi
muda di sini. Harapan seperti ini menjadi harapan Saudara
Sahli dan Saudara Hasan tentunya.”(Saenah mematikan
tape.Pause,agak lama.Jamil menunduk,sedang Saenah
memandang pada Jamil.Pelan pelan Jamil mengangkat
mukanya.Mereka berpandangan)
13.Saenah:
Semua bicara baik-baik saja waktu itu dan semuanya
berjalan wajar.
14.Jamil:
Apakah ada yang tidak wajar pada diriku sekarang ini ?
15.Saenah:
Kini aku yang bertanya:jujurkah pada nuranimu sendiri?
Penilaian terakhir ada pada hatimu. Dan mampukah kau
membuat semacam pengadilan yang tidak memihak
kepada nuranimu sendiri? Karena bukan mustahil sikap
keras kepala yang berdiri di belakang semuanya itu. Terus
93
terang dari hari ke hari kita seperti terdesak dalam
masyarakat yang kecil ini.
16.Jamil:
Apakah masih harus kukatakan bahwa aku telah berusaha
berbuat jujur dalam semua tindakanku? Kau menyalahkan
aku karena aku terlalu banyak bilang ”Tidak” dalam setiap
dialog dengan sekitarku. Tapi itulah hatiku yang ikhlas
untuk ikut gerak langkah masyarakatku. Tidak, Saenah.
Mental masyarakat seperti katamu itu tidak terbatas di
desa saja, tapi juga berada di kota.
17.Saenah:
“Kau tidak memahami masyarakatmu”
18.Jamil:
“Masyarakat itulah yang tidak memahami aku.”
19.saenah:
“siapa yang salah dalam hal ini.”
20.Jamil:
“Masyarakat.”
21.Saenah:
“Yang menang ?”
22.Jamil:
Aku
23.Saenah:
Lalu ?
24.Jamil:
Aku mau pindah dari sini. (Pause. Lama sekali mereka
berpandangan)
94
25.Saenah:
(Dengan suara rendah) Aku kira itu bukan suatu
penyelesaian.
26.Jamil:
(Keras) Sementara memang itulah penyelesaiannya.
27.Saenah:
(Keras) Tidak! Mesti ada sesuatu yang hilang antara kau
dengan masyarakatmu. Selama ini kau membanggakan
dirimu sebagai seorang idealis. Idealis sejati, malah.
Apalah arti kata itu bila kau sendiri tidak bisa dan tidak
mampu bergaul akrab dengan masyarakatmu. (Pause)
(Lemah diucapkan) Aku terkenang masa itu,ketika kau
membujuk aku agar aku mu datang kemari (Flashback
dengan mengubah warna cahaya pelan pelan. Memakai
potentiometer. Bisa hijau muda atau warna lainnya yang
agak kontras dengan warna semula. Musik sendu
mengalun)
28.Jamil:
Aku mau hidup jauh dari kebisingan, Saenah. Aku tertarik
dengan kehidupan sunyi di desa, dengan penduduknya
yang polos dan sederhana. Di sana aku ingin melihat
manusia seutuhnya. Manusia yang belum dipoles sikap
sikap munafik dan pulasan belaka. Aku harap kau
menyambut keinginanku ini dengan gembira,dan kita
bersama sama kesana. Di sana tenagaku lebih diperlukan
dari pada di kota. Dan tentu banyak yang dapat aku
lakukan.
29.Saenah:
Sudah kaupikirkan baik baik? Perjuangan di sana berarti di
luar jangkauan perhatian.
95
30.Jamil:
Aku bukan orang yang membutuhkan perhatian dan
publikasi. Kepergianku ke sana bukan dengan harapan
untuk menjadi guru teladan. Coba bayangkan, siapa
pejabat yang bisa memikirkan kesulitan seorang guru yang
bertugas di Sembalun, umpamanya? Betul mereka
menerima gaji tiap bulan. Tapi dari hari ke hari dicekam
kesunyian, dengan senyum secercah terbayang di bibirnya
bila menghadapi anak bangsanya. dengan alat alat serba
kurang mungkin kehabisan kapur, namun hatinya tetap di
sana. Aku bukan orang yang membutuhkan publikasi, tapi
ukuran ukuran dan nilai nilai seorang guru di desa perlu
direnungkan kembali. Ini bukan ilusi atau igauan di malam
sepi, Saenah. Sedang teman teman di kota mempunyai
kesempatan untuk hal hal yang sebaliknya dari kita ini.
Itulah yang mendorong aku,mendorong hatiku untuk
melamar bertugas di desa ini.
31.Saenah:
Baiklah, Sayang. Ketika aku melangkahkan kaki memasuki
gerbang perkawinan kita,aku sudah tahu macam suami
yang kupilih itu. Aku bersedia mendampingimu. Aku
tahu,apa tugas utamaku disamping sebagai seorang ibu
rumah tangga. Yaitu menghayati tugas suami dan menjadi
pendorong utama karirnya. Aku bersedia meninggalkan
kota yang ramai dan aku sudah siap mental menghadapi
kesunyian dan kesepian macam apa pun.Kau tak perlu
sangsi. (Pause senbentar. Pelan pelan lampu kembali pada
cahaya semula)
32.Saenah:
Kini aku menjadi sangsi terhadap dirimu.Mana idealisme
yang dulu itu? Tengoklah ke kanan. apakah jejeran buku-
buku itu belum bisa memberikan jawaban pada keadaan
yang kauhadapi sekarang? Di sana ada jawaban yang
96
diberikan oleh Leon Iris, Erich Fromm, Emerson atau Alvin
Toffler. Ya, malam malam aku sering melihat kau
membuka-buka buku-buku Erich Fromm yang berjudul The
Sane Society atau Future Shock nya Alvin Toffler itu.
33.Jamil:
Apa yang kau kau ketahui tentang Eric Fromm dengan
bukunya itu? Atau Toffler?
34.Saenah:
Tidak banyak.Tapi yang kuketahui ada orang-orang yang
mencari kekuatan pada buku-bukunya. Dan dia tidak akan
mundur walau kehidupan pahit macam apa pun
dosodorkan kepadanya.karena ia mempunyai integritas diri
lebih tinggi dri orang-orang yang menyebabkan kepahitan
hidupnya. Apakah kau menyerah dalam hal ini? Ketika kau
melangkahkan kakimu memasuki desa ini terlalu bnyak
yang akan kausumbngkan padanya,ini harsus kauakui.Tapi
kini-akuilah-kau menganggap desa ini terlalu banyak
meminta dirimu.Inilah resiko hidup di desa. Seluruh aspek
kehidupan kita disorot. Sampai sampai soal pribadi kita
dijadikan ukuran mampu tidaknya kita bertugas. Dan aku
tahu hal itu.Karena aku kenal kau.(Suasana menjadi hening
sekali.Pause)
Aku sama sekali tak menyalahkan kau.malah dim diam
menghargai kau, dan hal itu sudah sepantasnya. Aku tidak
ingin kau tenggelam begitu saja dalam suatu msyarakat
atau dalam suatu sistem yang jelek namun telah
membudaya dalam masyarakat itu. Di mana pun kau
berda.juga sekiranya kau bekerja di kantor. Kau pernah
dengan penuh semangat menceritakan bagaimana novel
karya Leon Uris yang berjudul QB VII. Di sana Uris
menulis,katamu bahwa seorang manusia harus sadar
kemanusiaannya dan berdiri tegak antara batas kegilaan
lingkungannya dan kekuatan moral yang seharusnya
97
menjadi pendukungnya. Betapapun kecil kekuatan itu. Di
sanalah manusia itu diuji.Ini bukan kuliah. Aku tak
menyetujui bila kau bicara soal kalah menang dalam hal ini.
Tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang. Dialog
yang masih kurang.
34.Jamil:
Aku mungkin mulai menyadari apa benda yang hilang yang
kaukatakan tadi.generasi sekarang mengalami kesulitan
dalam masalah hubungan. Hubungan antar sesama
manusia.Mereka mengalami apa yang disebut kegaguan
intelektual. kita makin cemas, kita seakan akan mengalami
kemiskinan artikulasi. Disementara sekolah di banyak
sekolah malah, mengarang pun bukanlah menjadi
pelajaran utama lagi, sementara makin banyak gagasan
yang harus diberitahukan ke segala sudut. Pertukaran
pikiran makin dibutuhkan.
35.Saenah:
Ya, seperti pertukaran pikiran malam ini.Kita harus yakin
akan manfaat pertukaran .Ada gejala dalam masyarakat di
mana orang kuat dan berkuasa segan bertukar pikiran.
Untuk apa, kata mereka. Kan aku berkuasa.
36.Jamil;
Padahal nasib suatu masyarakat tergantung pada hal-hal
itu.Dan kita jangan melupakan kenyataan bahwa
masyarakat itu bukan saja berada dalam konflik dengan
orang-orang yang mempunyai sikap yang tidak sosial tetapi
sering pula konflik dengan sifat sifat manusia yang paling
dibutuhkan, yang justru ditekan oleh masyarakat itu
sendiri.
37.Saenah:
Itu kan Erich Fromm yang bilang.
98
38.Jamil:
Memang aku mengutip dia. (Dari kejauhan terdengar suara
bedug subuh kemudian adzan)
39.Saenah:
Aduh, kiranya sudah subuh. Pagi ini anak-anak
menunggumu,generasi muda yang sangat membutuhkan
kau.
40.Jamil:
Aku akan tetap berada di desa ini, sayangku.
41.Saenah:
Aku akan tetap bersamamu. Yakinlah. (Jamil menuntun
istrinya ke kamar tidur. Musik melengking keras lalu pelan
pelan, sendu dan akhirnya berhenti).
99
4) Krisis : pertentangan harus diimbangi dengan jalan
keluar, mana yang baik dan mana yang buruk, lalu
ditentukan pihak/perangai mana yang melanjutkan
cerita.
5) Resolusi : di sini dilakukan penyelesaian persoalan
(falling action).
6) Keputusan : di sini konflik berakhir, sebentar lagi cerita
usai
1) Penulis Naskah
100
pandang, tokoh, ataupun settingnya. Hal ini sah – sah
saja, asal cerita tidak melenceng dari pakem aslinya.
Naskah drama seperti itu desebut karya adaptasi.
2) Sutradara
101
3) Narator
4) Pemain
5) Penata Artistik
102
6) Penata Rias
7) Penata Kostum
8) Penata Panggung
9) Penata Cahaya
103
cahaya dipanggung harus sesuai dengan keadaan
panggung.
c) Properti
a) Panggung Hidrolik
104
derajat tertentu. Sistem operasi panggung hidrolik ini
dilengkapi TV monitor. Walau operator berada di
bawah panggung, ia dapat melihat keadaan di bawah
panggung.
b) Kontrol Cahaya
c) Kontrol Suara
105
d) Ruang Gantung
e) Sistem Akustik
106
d. Casting. Melakukan pemilihan peran. Tujuannya agar
peran yang akan dimainkan sesuai dengan
kemampuan akting pemain.
1) Melatih Tubuh
107
a) Head Alone (gerakan hanya kepala)
108
e) Legs Alone (Hanya Kaki)
2) Melatih Pikiran
a) Latihan Konsentrasi
109
3) Melatih Suara
110
Dialog merupakan ciri khas naskah drama. Dialog atau
cakapan inilah yang akan diucapkan oleh pemeran drama
diatas panggung. Teknik dialog, merupakan hal yang sangat
penting di dalam drama. Dialog merupakan ciri khas suatu
karya drama. Adanya teknik dialog secara visual
membedakan karya drama dengan yang lain, yaitu puisi
dan prosa. Ada dua macam tenik dialog, yaitu monolog dan
konversi (percakapan). Ada juga teknik dialog dalam
bentuk prolog dan epilog. Prolog berarti pembukaan atau
peristiwa pendahuluan yang diucapakan pemeran utama
dalam sandiwara. Epilog berarti bagian penutup pada karya
drama untuk menyampaikan atau menafsirkan maksud
karya drama tersebut.
111
4) Tekanan nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya nada
dalam pengucapan suatu kata dalam sebuah kalimat.
112
a) Penampilan fisik, misalnya gagah, bongkok, gemuk,
kurus.
1) Ekspresi Wajah
113
Bila ekspresi wajah telah dilatih atau disesuaikan,
dapat berlatih ekspresi mulut dengan cara yang sama.
Usahakan ekspresi mata sesuai dengan ekspresi mulut
sehingga keduanya dapat mendukung dan
mempertegas emosi yang akan ditonjolkan melalui
ekspresi seluruh wajah.
2) Improvisasi
114
Sebuah proses kreatif dari semua pendukung drama
diperlukan untuk mementaskan atau memerankan drama.
Proses tersebut dimulai dengan penelitian atau
penyeleksian naskah, penfsiran atau penghayatan naskah,
pemilihan peran atau tokoh, latihan, sampai pada
pementasan. Seorang calon pemeran wajib mengetahui
dan memahami watak, sifat, tiingkah laku, dan gerakan
tokoh yang akan dimainkan. Oleh karena itu pemain perlu
menafsirkan dan menghayati naskah drama.
115
6) Menunjukkan gerakan tubuh (gerak-gerik) dan
ekspresi wajah (mimik) yang sesuai dengan karakter
atau watak tokoh yang diperankan. Melalui mimik dan
gerak tubuh pemain yang juga harus dapat
menunjukkan perasaan yang sedang dialami tokoh
yang diperankan misalnya kegembiraan, kejengkelan,
kejemuan dan kesedihan.
116
GLOSARIUM
117
Lakon : peristiwa atau karangan yg disampaikan
kembali dng tindak tanduk melalui benda
perantara hidup (manusia) atau suatu
(boneka, wayang) sbg pemain
Sandiwara : pertunjukan lakon atau cerita (yg
dimainkan oleh orang)
Skenario : rencana lakon sandiwara atau film berupa
adegan demi adegan yg tertulis secara
terperinci
Sutradara : orang yang bertugas menafsirkan naskah
lakon dan mengaktualisasikan ke dalam
bentuk seni garap drama secara utuh.
Tabiat : watak, budi pekerti
118