DRAMA TRADISIONAL
Dosen Pengampu:
Siswanto, S.Pd., M. A.
Disusun Oleh:
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa kesehatan dan waktu luang sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”DRAMA TRADISIONAL”
ini sebagai bentuk pemenuhan tugas mata kuliah Apresiasi Drama. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Siswanto, S.Pd., M. A. Dan Ibu
Furoidatul Husniah, S.S., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Apresiasi
Drama yang telah memberikan tugas sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini.
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
PENUTUP ............................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian drama tradisional.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri drama tradisional.
3. Untuk mengetahui unsur-unsur drama tradisional.
BAB II
PEMBAHASAN
Drama merupakan salah satu jenis karya sastra yang diperankan oleh
manusia di panggung yang di setting sesuai dengan jalan cerita (Hidayah &
Oktavia, 2019). Drama adalah salah satu jenis seni yang berbentuk lakon
yang menggunakan percakapan atau tindakan para tokoh untuk bercerita.
Secara epistemologi, "drama" berasal dari bahasa Yunani "dramoi", yang
berarti "berbuat", "bertindak", atau "beraksi". Menurut Satoto (2012: 1),
drama merupakan asal kata dari Greek yang merupakan bahasa Yunani,
yaitu ”draien” yang diturunkan dari kata ”draomai” yang pada awalnya
memiliki arti berbuat, bertindak, dan beraksi (to do, to act) kemudian
berkembang menjadi kata ”drama” yang memiliki arti kejadian, risalah, dan
karangan. Drama juga dapat diartikan sebagai potret kehidupan manusia,
gambaran pasang surut dan hitam putih kehidupan.
Drama ditulis dalam bentuk naskah yang ditulis oleh penulis.
Naskah drama memiliki arti kata fabel yang memberikan naskah tersebut
tingkat seni sastra yang tinggi. Berdasarkan naskahnya drama dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu drama tradisional dan drama modern. Drama
tradisional, yaitu drama yang pemerannya tidak menggunakan naskah di
atas panggung. Dalam hal ini, para Aktor membaca cerita umum dan
kemudian berimprovisasi sesuai dengan peran mereka. Sedangkan, drama
modern adalah drama yang dipentaskan dimana para aktornya
menggunakan naskah saat di atas panggung. Namun, para pemain dapat
berimprovisasi dalam situasi tertentu.
Drama tradisional adalah pertunjukan yang bercerita tentang tempat
tertentu, memasukkan unsur-unsur seperti budaya lokal, adat istiadat, dan
karakteristik daerah. Drama tradisional pada mulanya dipertunjukkan untuk
upacara keagamaan dan adat. Setelah itu berkembang menjadi media
hiburan. Sifat pertunjukan ini adalah improvisasi dan berinteraksi dengan
penonton. Maka dari itu, selama pertunjuka, penonton dapat bereaksi
terhadap adegan dengan sorakan, komentar, siulan, dan lain-lain. Contoh
drama tradisional seperti wayang, lenong, dan cupak gurantangdi.
1. Tema
Tema merupakan inti permasalahan dalam karya yang akan
dikemukakan oleh pengarang. Contohnya, terdapat drama yang berjudul
”cupak gurantang” di dalam drama tersebut mengandung cerita yang
bernilai kebijaksanaan, tanggung jawab, pembelaan terhadap kebenaran,
dan rendah hati. Tema yang diangkat dari drama cupak gurantang tersebut
ialah tabi’at manusia. Tema tabi’at manusia yang dimaksud adalah tingkah
laku baik dan buruknya dari manusia.
2. Alur
Alur ialah jalannya sebuah cerita dari sebuah drama dengan secara
keseluruhan. Alur dalam cerita drama itu biasanya terdiri dari eksposisi,
komplikasi, konflik, klimaks, dan penyelesaian permasalahan. Contoh alur
cerita dalam drama tradisional Cupak Gurantang :
a) Eksposisi (Pengenalan) dalam cerita drama
Pembacaan sinopsis cerita dan dengan diikuti oleh tarian pembuka
menjadi tanda dimulainya dari drama cupak gurantang ini. Selain
pembacaan sinopsis dan tarian pembuka, Amaq Abir dan para
pengawalnya sebagai tokoh dalam cerita masuk ke dalam panggung
cerita. Hal ini bermaksud memperkenalkan diri dan bermaksud untuk
membuka hutan belantara yang menceritakan awal kisah kerajaan Daha
berdiri. Lalu dilanjutkan dengan adegan tokoh punakawan masuk ke
dalam panggung untuk memperkenalkan dirinya dan juga kerajaannya.
Setelah itu, masuk dua patih kerajaan untuk menjelaskan perihal akan
adanya sebuah pertemuan yang berlokasi di Balai pasebahan lalu patih
tersebut memerintahkan para punggawa kerajaan untuk menjemput raja
mereka.
b) Komplikasi (Permulaan Permasalahan)
Awal mula permasalahan dalam drama cupak gurantang ini ialah
disaat sang raja menyetujui permintaan dari sang putri untuk melihat
kondisi rakyatnya. Ketika sang putri tengah berada di dalam perjalanan
hendak melihat kondisi rakyatnya, peristiwa buruk pun terjadi. Sang
putri diicegat dan akhirnya diculik oleh raksasa. Para pengawal
kerjasaan berusaha sekuat tenaga untuk menolong sang putri kerajaan
namun sayangnya sang putri tak tertolong dari culikan raksasa.
c) Konflik (Permasalahan)
dalam cerita lakon Cupak Gurantang terjadi ketika para punggawa
dan paitih melapor bahwa mereka tidak dapat membawa pulang putri
tersebut karena tidak mampu mengalahkan raksasa tersebut, kemudian
raja mengeluarkan perintah sayembara yaitu siapa yang mampu
menyelamatkan sang putri dari tangan raksasa, jika dia seorang wanita,
dia akan dijadikan saudara perempuan sang putri dan jika dia laki-laki
akan menjadi suami sang putri. berita ini didengar oleh Inaq Bangkol
dan Amaq Bangkol dan disampaikan kepada Raden Cupak dan Raden
Gurantang.
d) Klimaks (Titik Puncak Permasalahan)
Dalam cerita lakon Cupak Garuntang, adegan dimana Cupak
membawa sang putri menghadap raja dan mengakui bahwa dia telah
menyelamatkan sang putri, namun sang putri menyangkalnya dan
mengatakan bahwa Garuntanglah yang menyelamatkannya sehingga
Cupak melarikan diri.
e) Penyelesaian Permasalahan
Dalam cerita Cupak Garuntang, raja mengungkapkan bahwa dia
akan menepati janji yang dia buat pada kompetisi tersebut dengan
menyandingkan sang putri dan Garuntang.
3. Tokoh/Penokohan
Tokoh/penokohan merupakan orang yang berperan penting dalam
drama, yang mana dalam drama Cupak Gurantang penokohan dapat
dikelompokkan dalam dua macam, yaitu sifat baik tokoh (protagonis) dan
sifat jahat tokoh (antagonis). Berikut merupakan contoh penokohan dalam
drama Cupak Gurantang yaitu;
a) Sifat baik tokoh (protaganis)
Pada cerita drama Cupak Gurantang terdapat tokoh yang mempunyai sifat
baik yaitu Gurantang. Seperti misalnya dalam cerita sang kakak (Cupak)
sering kali mencurangi bahkan dalam salah satu lakon berusaha membunuh
sang adik (Gurantang). Namun Gurantang adalah seorang yang pemaaf dan
tak pernah menyimpan dendam pada kakaknya.
b) Sifat jahat tokoh (antagonis)
Pada cerita drama Cupak Gurantang terdapat tokoh yang mempunyai sifat
jahat yaitu Cupak. Contoh, dalam teks drama yaitu tokoh Cupak menyuruh
tokoh Gurantang untuk mencari makanan tambahan karena dia merasa
kurang cukup, namun hal tersebut bermaksud membohongi tokoh
Gurantang bahwa makanannya hilang dan saat dia tertidur menunggu tokoh
Gurantang pulang, ternyata tokoh Cupak telah menghabiskan makanan
tersebut.
4. Dialog/Bahasa
Dialog merupakan bagian dari naskah drama yang berupa
percakapan dalam bahasa yang digunakan, yang bertujuan untuk
menyampaikan dialog dan bahasa kepada penonton. Jadi, ketika berbahasa
harus betul-betul memilih bahasa yang baik dari segi gaya bahasa yang
digunakan, dan tempatber bahasa yang digunakan harus disesuaikan.
Misalnya, dalam naskah cerita Cupak Gurantang yaitu tempat pertunjukan
drama selalu disesuaikan dan bahasanya pun. Nah, pada pertunjukan drama
tersebut menggunakan berbagai bahasa , yang mana terdapat perpaduan
diantara bahasa Sasak halus dan bahasa Sasak tengaq (tengah), yang dapat
dibaurkan dengan bahasa Indonesia. Tujuan dilakukannya penggunaan
bahasa itu sendiri, yaitu agar penonton dapat memahami dialog yang
disampaikan oleh para pemain karena adanya penyesuaian Bahasa pada saat
dipentaskan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran