1, Juni 2020
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Model Collaborative Learning dalam membangun
keterampilan sosial mahasiswa dan meningkatkan keaktifan mahasiswa. Subjek penelitian ini adalah Mahasiswa
Politeknik Negeri Ambon, Semester I Jurusan Administrasi Niaga satu kelas sejumlah 33 orang. Teknik pengumpulan
data dilakukan melalui kegiatan berupa: (a) observasi; (b) tes; dan (c) angket. Prosedur penelitian tindakan meliputi
tahap: (a) Pre Collaborative Learning, (b) Proses Collaborative Learning dan, (c) Post Collaborative Learning.
Hasil penelitian ini Penerapan Metode Pembelajaran Kolaboratif dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris dapat
meningkatkan keaktifan mahasiswa dan keterampilan sosial mahasiswa. Berdasarkan hasil observasi terjadi
peningkatan keaktifan mahasiswa dari observasi I hingga observasi V. Jumlah skor jawaban dalam 1 kelas meningkat
dari 1119 di observasi I (pre pembelajaran kolaboratif) menjadi 1349 pada akhir pembelajaran kolaboratif (observasi
V). Rata-rata skor dalam 1 kelas juga meningkat dari 3.39 pada Observasi I menjadi 4.09 pada observasi V. Jika
dilihat dari rata-rata persentase skor mahasiswa, terjadi peningkatan yaitu 68% pada Observasi I menjadi 82% pada
observasi V. Juga terjadi peningkatan keterampilan sosial mahasiswa dengan Jumlah skor jawaban dalam 1 kelas
meningkat dari 1202 di observasi I (pre pembelajaran kolaboratif) menjadi 1366 pada akhir pembelajaran kolaboratif
(observasi V). Rata-rata skor dalam 1 kelas juga meningkat dari 3.64 Observasi I menjadi 4.14 pada observasi V.
Jika dilihat dari rata-rata persentase skor mahasiswa, terjadi peningkatan yaitu 73% pada Observasi I menjadi 83%
pada observasi V
Kata Kunci: Collaborative Learning, keaktifan mahasiswa dan keterampilan sosial
Abstract
The purpose of this study is to determine the Implementation of Collaborative Learning Models in enhancing student
social skills and students’ activeness. The subjects of this study were Ambon State Polytechnic Students, first semester,
applied business administartion with a total 33 students. Data collection techniques were carried out through activities
in the form of: (a) observation; (b) test; and (c) questionnaire. The action research procedure included the following
stages: (a) Pre Collaborative Learning, (b) The Collaborative Learning Process and, (c) Post Collaborative Learning.
The results of this study show that collaborative learning can improve student activeness and social skills. Based on
the results of observations an increase in student activity from observation I to observation V. The number of answer
scores in 1 class increased from 1119 in observation I (pre collaborative learning) to 1349 at the end of collaborative
learning (observation V). The average score in 1 class also increased from 3.39 in observation I to 4.09 in observation
V. The average percentage of student scores, there was an increase of 68% in observation I to 82% in observation V.
There was an increase in students’ social skills with the number of answer scores in 1 class increased from 1202 in
observation I (pre collaborative learning) to 1366 at the end of collaborative learning (observation V). The average
score in 1 class also increased from 3.64 in observation I to 4.14 in observation in V. In the average percentage of
student scores, there was an increase of 73% in observation I to 83% in observation V
Keywords: Collaborative Learning, student activeness and social skills
Proses pendidikan dewasa ini cenderung semakin pengetahuan secara aktif. Oleh karena itu, pengajar
mengabaikan unsur “mendidik” dan pendidikan seolah perlu menciptakan suasana belajar sedemikian rupa
digantikan dengan aktivitas yang lebih menekankan sehingga mahasiswa bekerja sama secara gotong
pada aspek-aspek yang bersifat “latihan mengerjakan royong dalam suatu kolaborasi yang positif
soal” guna mengejar target kurikulum semata. Suasana Administrasi Niaga adalah sebuah instansi yang
pembelajaran ditandai oleh adanya kompetisi diantara bergerak di dalam bidang pendidikan dalam naungan
peserta didik dan telah mengabaikan prinsip Politeknik Negeri Ambon yang melahirkan
pembelajaran bermakna yang lebih bersifat fungsional mahasiswa-mahasiswa diharapkan akan memanage
dan kontekstual. Metode pembelajaran yang hanya sumbar daya industri, sesuai dengan posisinya sebagai
meneruskan pengetahuan, oleh Hiltz dalam Apriono lower manager. Bidang usaha jurusan Administrasi
(2011) dikatakan sebagai, the sage on the stage, tidak Niaga untuk menghasilkan tenaga professional dalam
memberikan peluang bagi para peserta didik bidang administraasi secara umum, dan administrasi
berinteraksi dan bertransaksi antar peserta didik perusahaan secara khusus.
menyebabkan mereka kehilangan waktunya untuk Berdasarkan uraian tersebut, tulisan ini ingin
pengalaman belajar. Pembelajaran yang memberikan menjawab permasalahan tentang bagaimana
latihan berpikir kritis (critical thinking) dan interaksi Implementasi Model Collaborative Learning: Sebagai
sosial (social interaction) hanya mendapatkan porsi Landasan Untuk Membangun Keterampilan Sosial
waktu yang sangat sedikit karena pendidik hanya Dan Keaktifan Mahasiswa
disibukkan dengan tugas rutin untuk segera
menuntaskan kurikulum yang menjadi tanggung jawab 2. Tinjauan Pustaka
dirinya (Setyosari, 2009). 2. 1 Pembelajaran Kolaboratif
Saat ini telah terjadi perubahan paradigma dalam Menurut Deutch (Feng Chun, 2006),
pembelajaran. Pembelajaran tidak diartikan lagi pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran yang
sebagai proses transfer pengetahuan dari dosen kepada menggunakan kelompok-kelompok kecil mahasiswa
mahasiswa, melainkan sebagai upaya dosen untuk yang bekerja sama untuk memaksimalkan hasil belajar
membantu mahasiswa dengan menyediakan sarana mereka. Lebih khusus, Gokhale (1995) mendefinisikan
dan situasi yang mendukung agar mahasiswa dapat pembelajaran kolaboratif sebagai pembelajaran yang
mengkonstruksi konsep atau pemahamannya. menempatkan mahasiswa dengan latar belakang dan
Tanggung jawab belajar terdapat pada diri mahasiswa, kemampuan yang beragam bekerja bersama dalam
sedangkan dosen bertanggung jawab untuk suatu kelompok kecil untuk mencapai tujuan akademik
menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, bersama. Setiap mahasiswa dalam suatu kelompok
motivasi, dan tanggung jawab mahasiswa untuk bertanggung jawab terhadap sesama anggota
belajar sepanjang hayat. Dalam hal ini, dosen lebih kelompok. Dalam pembelajaran kolaboratif,
berfungsi sebagai fasilitator. Dosen harus memberikan mahasiswa berbagi peran, tugas, dan tanggung jawab
kesempatan lebih kepada mahasiswa untuk berdikusi guna mencapai kesuksesan bersama. Pembelajaran
dan mengemukakan pendapat atau pemahamannya. kolaboratif mengacu pada suatu teknik penyelesaian
Pengelolaan pembelajaran dalam pendidikan tugas atau masalah secara bersama-sama sehingga
dengan menggunakan model atau metode yang tepat lebih cepat dan lebih baik serta dengan usaha yang
akan memberikan keterampilan sosial yang baik serta minimal.
motivasi yang tinggi bagi anak didik. Dalam Menurut Wiersema (2002), dalam pembelajaran
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar kolaboratif, setiap anggota kelompok dapat saling
tersebut selain pendidiknya harus kreatif, dituntut pula belajar dari sesamanya, bahkan dosen dapat belajar
adanya partisipasi aktif dari mahasiswa dalam dari mahasiswanya. Jika dosen menugaskan kepada
mengikuti proses belajar mengajar. Suasana kelas mahasiswa secara berkelompok untuk mempelajari
perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa topik-topik berbeda, maka dosen akan dapat belajar
sehingga mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk banyak dari mereka. Mahasiswa akan merasa bangga,
berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, jika sesekali, dengan jujur dosen berkata: “oh, saya
mahasiswa akan membentuk komunitas yang belum tahu tentang hal itu” untuk mengomentari hasil
memungkinkan mereka untuk mencintai proses belajar temuan mahasiswa.
dan mencintai satu sama lain. Dalam suasana belajar Dengan demikian, pembelajaran kolaboratif
yang penuh dengan persaingan dan pengisolasian dapat didefinisikan sebagai filsafat pembelajaran yang
mahasiswa, dampak negatifnya antara lain adalah memudahkan para mahasiswa bekerjasama, saling
sikap dan hubungan yang negatif akan terbentuk dan membina, belajar dan berubah bersama, serta maju
mematikan semangat mahasiswa. Suasana seperti ini bersama pula. Inilah filsafat yang dibutuhkan dunia
akan menghambat pembentukan global saat ini. Bila orang-orang yang berbeda dapat
belajar untuk bekerjasama di dalam kelas, di kemudian
hari mereka lebih dapat diharapkan untuk
2. 2 Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial adalah kemampuan individu
untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik
secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi
dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana Caldarella dan Merrell (1998)
keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari.
Libet dan Lewinsohn (dalam Cartledge dan 2. 3 Keaktifan Mahasiswa
Milburn, 1995) mengemukakan keterampilan sosial Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk
sebagai kemampuan yang kompleks untuk mengembangkan aktivitas dan kreatifitas peserta didik
menunjukkan perilaku yang baik dinilai secara positif melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.
atau negatif oleh lingkungan, dan jika perilaku itu tidak Keaktifan belajar mahasiswa merupakan unsur dasar
baik akan diberikan punishment oleh lingkungan. yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran.
Kelly (dalam Gimpel & Merrel, 1998) mendefinisikan Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun
keterampilan sosial sebagai perilaku- perilaku yang mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu
dipelajari, yang digunakan oleh individu pada situasi- rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman,
situasi interpersonal dalam lingkungan. Keterampilan 2001: 98).
sosial, baik secara langsung maupun tidak membantu Keaktifan mahasiswa dalam kegiatan belajar tidak
remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka
harapan masyarakat dalam norma-norma yang berlaku sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas
di sekelilingnya (Matson, dalam Gimpel & Merrell, persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi
1998). dalam proses pembelajaran. Dalam Kamus Besar
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan Bahasa Indonesia aktif berarti giat (bekerja, berusaha).
bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan Keaktifan diartikan sebagai hal atau keadaan dimana
seseorang untuk berani berbicara, mengungkapkan mahasiswa dapat aktif. Thorndike mengemukakan
setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi keaktifan belajar mahasiswa dalam belajar dengan
sekaligus menemukan penyelesaian yang adaptif, hukum “law of exercise”-nya menyatakan bahwa
memiliki tanggung jawab yang cukup tinggi dalam belajar memerlukan adanya latihan-latihan dan Mc
segala hal, penuh pertimbangan sebelum melakukan Keachie menyatakan berkenaan dengan prinsip
sesuatu, mampu menolak dan menyatakan keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan
ketidaksetujuannya terhadap pengaruh-pengaruh “manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu”
negatif dari lingkungan. (Dimyati,2009:45).
Dapat disimpulkan bahwa keaktifan mahasiswa
dalam belajar merupakan segala kegiatan yang bersifat
fisik maupun non fisik mahasiswa dalam proses
kegiatan belajar mengajar yang optimal sehingga dapat
menciptakan suasana kelas menjadi kondusif.
Salah satu penilaian proses pembelajaran adalah
melihat sejauh mana keaktifan mahasiswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar. Nana Sudjana
(2004: 61) menyatakan keaktifan mahasiswa dapat
dilihat dalam hal: (1) turut serta dalam melaksanakan untuk masing-masing item soal, maka selanjutnya
tugas belajarnya; (2) terlibat dalam pemecahan dicari jumlah, rerata, dan persentasenya. Kemudian
masalah; (3) Bertanya kepada mahasiswa lain atau hasil tersebut dapat dikategorikan dengan klasifikasi
dosen apabila tidak memahami persoalan yang sikap berdasarkan rerata skor jawaban dan berdasarkan
dihadapinya; (4) Berusaha mencari berbagai informasi jumlah skor jawaban. Cara untuk menentukan
yang diperlukan untuk pemecahan masalah;(5) klasifikasi sikap tersebut diantaranya berdasarkan
Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan rerata skor jawaban dan berdasarkan jumlah skor
petunjuk dosen;(6) Menilai kemampuan dirinya dan jawaban.
hasil– hasil yang diperolehnya; (7) Melatih diri dalam Angket tertutup disusun dengan tujuan agar
memecahkan soal atau masalah yang sejenis; (8) mengetahui respon mahasiswa sesuai pilihan jawaban
Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang yang telah disediakan. Angket ini terdiri dari 20 item
diperoleh dalam menyelesaikan tugas atau persoalan soal dan menggunakan Skala Likert dengan 5 alternatif
yang dihadapinya. jawaban yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan Setuju (KS), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju
keaktifan mahasiswa dapat dilihat dari berbagai hal (STS) yang bobot skornya berturut-turut yaitu
seperti memperhatikan (visual activities), 5,4,3,2,1. Setelah didapat skor untuk masing-masing
mendengarkan, berdiskusi, kesiapan item soal, maka selanjutnya dicari jumlah dan
mahasiswa,bertanya, keberanian mahasiswa, reratanya. Kemudian hasil tersebut dapat
mendengarkan,memecahkan soal (mental activities). dikategorikan dengan klasifikasi sikap berdasarkan
rerata skor jawaban dan berdasarkan jumlah skor
2. 4 Model Konseptual Penelitian jawaban.
Secara konseptual, model penelitian yang di ajukan
saat iniberdasarkan kajian dari beberapa hasil 4. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian yang didapatkan pada penelitian
penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
ini diantaranya rangkuman proses pelaksanaan
penelitian, hasil observasi keaktifan mahasiswa dan
keterampilan sosial mahasiswa, hasil angket respon
mahasiswa terhadap proses pembelajaran pada mata
pelajaran Bahasa Inggris dengan Metode Pembelajaran
Kolaboratif.
Penelitian ini dilakukan melalui 3 tahap yaitu,
1. Pre Pembelajaran Kolaboratif
Yaitu dengan melakukan pembelajaran, dimana hanya
dosen saja yang menyampaikan materi dan mahasiswa
hanya sebagai pendengar, pengamat dan pencatat.
Gambar 1 Kerangka Berpikir
Kemudian mahasiswa hanya melihat dosen dan buku
teks, handout sebagai satu-satunya sumber otoritas dan
3. Metodologi Penelitian
pengetahuan
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Pre Test dilakukan
Menurut Whitney dalam Moh. Nazir bahwa metode
Pretest dilaksanakan pada saat sebelum Proses
deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi
Pembelajaran Kolaboratif dilakukan dengan tujuan
yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-
untuk mengetahui kemampuan awal Mahasiswa yang
masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang
diikuti oleh 33
berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu,
Mahasiswa
termasuk tentang hubungan-hubungan, kegiatan-
Observasi I dilakukan sebelum Proses Pembelajaran
kegiatan, sikap-sikap, pandangan- pandangan, serta
Kolaboratif dilakukan dengan tujuan untuk
proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-
mengetahui bagaimana keaktifan dan keterampilan
pengaruh dari suatu fenomena.
sosial mahasiswa
Metode Analisis adalah memberikan makna atau
arti terhadap apa yang telah terjadi di dalam kehidupan
Tabel 2 Hasil Pre test
atau kelas sesungguhnya (Wijaya Kusumah dan Dedi
Dwitagama, 2010: 83). Dengan melakukan observasi,
pre test-post test dan angket.
Lembar observasi masing-masing ini berisi 10 item
soal yang penyekorannya berturut-turut, yaitu
5 (sangat baik), 4 (baik), 3 (kurang baik), 2 (tidak
baik), dan 1 (sangat tidak baik). Setelah didapat skor
Klasifikasi Sikap berdasarkan rerata Skor Jawaban mengobservasi proses kegiatan dalam diskusi
(Tabel 2) sebesar 4.09 juga termasuk dalam kategori agar hasil observasi lebih akurat lagi
Baik. Persentase rata-rata skor mahasiswa dalam satu 2. Sebaikanya diberikan angket terbuka supaya
kelas sebesar 82% menunjukkan bahwa keaktifan dapat mengumpulkan respon mahasiswa melalui
mahasiswa telah mencapai batas ideal yang jawaban yang sesuai dengan kehendak
diharapkan. mahasiswa, sehingga diharapkan jawaban yang
Kegiatan observasi Keterampilan Sosial didapat lebih mewakili apa yang ada dalam
mahasiswa berakhir pada pertemuan kelima. Setelah pikiran mahasiswa.
itu, dengan melihat indikator keberhasilan yang telah
ditentukan, maka dapat diketahui tingkat keberhasilan Daftar Pustaka
proses pembelajaran kolaboratif ditinjau dari Apriono, D. 2011. Implementasi Collaborative
peningkatan Keterampilan Sosial mahasiswa. Menurut Learning dalam Meningkatkan Pemikiran
Tabel Klasifikasi Sikap berdasarkan Jumlah Skor Kritis Mahapeserta didik .Jurnal Prospektus
Jawaban (Tabel 3) Keterampilan Sosial mahasiswa UNIROW Tuban, 7 (1), 13-20.
sebesar 1349 termasuk dalam kategori Baik. Menurut Apriono, D.2013. Pembelajaran Kolaboratif: Suatu
Tabel Klasifikasi Sikap berdasarkan rerata Skor Landasan Untuk Membangun Kebersamaan
Jawaban (Tabel 2) sebesar 4.09 juga termasuk dalam Dan Keterampilan Kerjasama, Diklus, Edisi
kategori Baik. Persentase rata-rata skor mahasiswa XVII, Nomor 01, September 2013
dalam satu kelas sebesar 82% menunjukkan bahwa Barkley, Elizabert E., Cross, K. Patricia & Major, Clair
Keterampilan Sosial mahasiswa telah mencapai batas Howell. (2012). Collaborative Learning
ideal yang diharapkan. Techniques: Teknik-teknik Pembelajaran
Kolaboratif. Penerjemah: Narulita Yusron.
5. Penutup Bandung: Penerbit Nusa Media.
5. 1 Kesimpulan Cabrera, AF., Nora, A., Crissman, Jl., Terenzini, P.T.,
Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Bernal, Elena M., & Pascarella, ET. 2002.
1. Penerapan Metode Pembelajaran Kolaboratif Collaborative Learning: Its Impact on
dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris dapat College Students Development and Diversity.
meningkatkan keaktifan mahasiswa. Berdasarkan Journal of College Students Development, 1
hasil observasi terjadi peningkatan keaktifan (43), 20-34.
mahasiswa dari observasi I hingga observasi V. Eko Putro Widoyoko. (2012). Teknik Penyusunan
Jumlah skor jawaban dalam 1 kelas meningkat dari Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
1119 di observasi I (pre pembelajaran kolaboratif) Pelajar.
menjadi 1349 pada akhir pembelajaran kolaboratif Feng Chun, Miao. 2006. Training Modules on
(observasi V). Rata-rata skor dalam 1 kelas juga Integrating ICT For Pedagogical Innovation.
meningkat dari 3.39 Observasi I menjadi 4.09 pada Makalah disampaikan dalam National
observasi V. Jika dilihat dari rata-rata persentase Training on Integrating ICT and Taeaching
skor mahasiswa, terjadi peningkatan yaitu 68% and Learning yang diselenggarakan oleh
pada Observasi I menjadi 82% pada observasi V UNESCO Bangkok bekerja sama dengan
2. Penerapan Metode Pembelajaran Kolaboratif SEAMOLEC di jakarta, 6 – 10 Maret 2006.
dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris dapat Johnson, D.W. & Johnson, R.T, & Holubec,E. 2004.
meningkatkan keterampilan sosial mahasiswa. The New
Berdasarkan hasil observasi Jumlah skor jawaban Circles of learning.Virginia: Alexandria.
dalam 1 kelas meningkat dari 1202 di observasi Maridi, Penerapan Model Collaborative Learning.
I (pre pembelajaran kolaboratif) menjadi 1366 pada Makalah I Juli ni disampaikan dalam Seminar
akhir pembelajaran kolaboratif (observasi V). Lokakarya Nasional Pendidikan Biologi
Rata-rata skor dalam 1 kelas juga meningkat dari FKIP UNS 18 Juli 2009
3.64 Observasi I menjadi 4.14 pada observasi V. Merrel, K.W. and Gretchen A Gimpel. (1998). Social
Jika dilihat dari rata-rata persentase skor Skills of Children and
mahasiswa, terjadi peningkatan yaitu 73% pada Adolescents.(http://samples.sainsburysebook
Observasi I menjadi 83% pada observasi V s.co.uk/9781317778493_sample_488267.pdf
5. 2 Saran ) diunduh pada 21 Agustus 2018
1. Proses observasi pada penerapan Metode Setyosari, Punaji. 2009. Pembelajaran Kolaborasi
Pembelajaran Kolaboratif sebaiknya dilakukan Landasan untuk Mengembangkan
minimal oleh 2 orang observer yang khusus Keterampilan Sosial, Rasa saling
Menghargai dan Tanggung Jawab.Pidato