Anda di halaman 1dari 16

PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL

Artikel Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:

“Sosiologi dan Antropologi”

Dosen Pengampu :

Arif Shaifudin, M.Pd.I

Kelompok 5 / PAI M :

1. Shofiyatum Mursyidah (201210418)


2. Siti Mahrotun Nafi’ah (201210424)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

PONOROGO

2023
Abstract
In a democratic country, people find it difficult to accept the existence of groups
social in society. According to the law, all citizens are equal rights and obligations
equal treatment before the law. In reality It cannot be denied that there are social
differences that can be seen from attitudes ordinary people against officials, the poor
against the rich, servants to employers, lowly employees to superiors. Difference it is
evident in status symbols such as luxury cars, houses classy, painted parabots, and
others. Whether you like it or not, there are differences Social media is everywhere at
all times, although often the differences are not always striking. In RI Law NO 20 of
2003 in articles 1,2,3, in paragraphs This can mean that education providers are
developing in accordance with the development of each region, both in terms of
funding, management, curriculum and evaluation system. PBM (Community Based
Education) is interpreted according to understanding each region based on socio-
economic conditions.
Keywords: education, cultural diversity
Abstrak
Di negara demokrasi, orang sukar menerima adanya golongan-golongan sosial
dalam masyarakat. Menurut UU semua warga Negara sama, sama hak dan kewajiban
sama perlakuan dihadapan UU. Dalam kenyataannya tak dapat disangkal adanya
perbedaan sosial itu yang tampak dari sikap rakyat biasa terhadap pembesar, orang
miskin terhadap orang kaya, pembantu terhadap majikan, pegawai rendah terhadap
atasan. Perbedaan itu nyata dalam simbol-simbol status seperti mobil mewah, rumah
mentereng, parabot lukis, dan lain-lain. Suka atau tak suka perbedaan sosial terdapat
dimana-mana sepanjang masa, walaupun sering perbedaan tidak selalu mencolok.
Dalam UU RI NO 20 Tahun 2003 pada pasal 1,2,3, dalam ayat-ayat tersebut dapat
diartikan bahwa penyelenggara pendidikan berkembang sesuai dengan perkembangan
daerah masing-masing, baik dalam hal pendanaan, manajemen, kurikulum dan system
evaluasinya. PBM (Pendidikan Berbasis Masyarakat) dimaknai sesuai dengan
pemahaman masing-masing daerah berdasarkan kondisi sosial ekonomi.

Kata Kunci: Pendidikan, Keberagaman Budaya

A. Latar Belakang
Dunia pendidikan indonesia, semakin hari semakin berkembang. Namun,
seperti kita ketahui, perkembangan ini tidak sepadan dengan kualitas pendidikan itu
sendiri. Hal ini mengakibatkan kesenjangan atau ketimpangan di dalam masyarakat
indonesia seperti kualitas lulusan, kesenjangan antara pendidikan kota dan desa,

1
dan sebagainnya. Selain itu, di dalam pendidikan muncul masalah yang tidak dapat
terpisahkan dari pendidikan itu sendiri yang tidak lain adalah bahwa pendidikan
cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial.
Seperti yang kita ketahui, stratifikasi sosial merupakan pengelompokan
terhadap suatu masyarakat kedalam kelas-kelas tertentu. Dimana pengelompokan
ini dapat memperlihatkan perbedaan status yang ada didalam masyarakat. Setiap
sistem stratifikasi sosial akan melahirkan mitos dan rasionalnya sendiri untuk
menerangkan apa sebabnya masyarakat tertentu harus dianggap lebih tinggi
kedudukannya dibandingkan yang lain. 1
Menurut Soekanto, sifat sistem pelapisan dalam masyarakat dapat bersifat
tertutup dan terbuka.2 Sistem tertutup dapat diartikan sebagai sistem tertutup, yang
membatasi kemungkinan orang berpindah dari satu lapisan ke lapisan lainnya
dalam bentuk gerakan ke atas atau ke bawah, sedangkan sistem terbuka adalah
dimana masyarakat memiliki kesempatan untk mencoba keterampilan mereka
sendiri naik ke atas, atau orang-orang malang yang tidak beruntung jatuh dari atas
ke bawa, kemungkinan mobilitas sosialnya sangat tinggi. 3
Masyarakat dengan sistem stratifikasi sosial terbuka, mmemandang bahwa
pendidikan sebagai suatu sarana yang penting untuk naik kelas dalam suatu tangga
sosial. Mereka juga memandang luas jika pendidikan merupakan upaya manusia
untuk memperluas wawasan pengetahuannya untuk membentuk nilai, sikap, dan
perilaku. Sebagai upaya yang tidak hanya menghasilkan manfaat yang besar,
pendidikan juga merupakan salah satu cara untuk menjadikan masyarakat sebagai
manusia yang seutuhnya. 4

1
Didin Saripudin, Interpretasi Sosiologis dalam Pendidikanm, (Bandung: Karya Putra Darwati,
2010). 41.
2
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1982), Ed
baru 40. 197.
3
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat, dan Pendidikan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011), 181.
4
I Wayn Cong Sujana, “Fungsi Dan Tujuan Pendidikan Indonesia”, Adi Widya: Jurnal
Pendidikan Dasar, Vol. 4. No. 1, 2019, pp. 29.

2
Artikel ini membahas tentang pendidikandan stratifikasi sosial meliputi:
diversifikasi sosial, tingkat pendidikan dan tingkat sosial, sosiometri untuk
menetahui hubungan antar peserta didik, pendidikan dalam perspektif perbedaan
sosial.
B. Diversifikasi Sosial
Diversifikasi adalah kegiatan atau tindakan untuk membuat sesuatu
menjadi lebih beragam atau tidak terpaku hanya pada satu jenis saja, di dalam dunia
bisnis, diversifikasi seringkali diidentikkan dengan ungkapan “Tidak menaruh telur
didalam satu keranjang”.
Diversifikasi produk dilakukan oleh suatu perusahaan sebagai akibat
dilaksanakannya pengembangan produk, sementara produk lama secara ekonomis
masihh bisa dipertahankan. 5 Pengembangan produk merupakan kegiatan atau
aktivitas yang dilakukan dalam menghadapi kemungkinan perubahan produk
kearah yang lebih baik, sehingga dapat memberikan daya pemuas serta daya tarik
yang lebih besar, sehingga memperoleh keuntungan yang lebih besar. Dalam
melakukan pengembangan produk ini terdapat beberapa faktor yang mendorong
baik yang bersifat faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang
mendorong pengembangan produk adalah:
1. Terjadinya kelebihan kapasitas dalam perusahaan yang perlu diperhatikan,
sehingga untuk menghindarinya perlu dilakukan penganalisisan sebabsebabnya
dan berusaha mencari penyelesaiannya dengan pengembangan produk.
2. Adanya hasil sampingan yang mungkin masih dapat dibuat dalam satu jenis
produk lain.
3. Adanya usaha untuk menggunakan bahan yang sudah ada dalam memproduksi
suatu produk yang mempunyai nilai yang tinggi.
Faktor eksternal yang mendorong pengembangan produk adalah:
1. Adanya persaingan yang dekat dengan produk saingan, dimana terlihat produk
saingan agak unggul.

5
Sofjan Assauri, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2019), Cet. Ke-10.
218.

3
2. Adanya usaha menjadi leader dalam jenis produk tertentu, di samping untuk
menaikkan pretise.
3. Adanya kemunduran dalam permintaan terhadap produk yang sudah ada,
terutama karena adanya perbedaan harga dengan produk lain yang lebih murah.
Akibatnya perlu dilakukan analisis mengapa dengan bahan baku yang sama,
tetapi produk jadinya mempunyain harga yang lebih murah.
Pelaksanaan strategi diversifikasi produk membutuhkan adanya penelitian
yang mendalam mengenai tiap produk yang akan diproduksi, sehingga diperoleh
keyakinan akan dapat diperoleh tingkat keuntungan yang diharapkan.
Pengembangan produk ini menyangkut penawaran produk baru atau produk yan
diperbaiki atau disempurnakan. Dengan mengadakan pengembangan produk,
perusahaan dapat memahami kebutuhan dan keinginan pasar, serta melihat
kemungkinan penambahan atau perubahan ciri-ciri khusus atau tertentu dari
produk, menciptakan bebrapa tingkat kualitas atau mutu, atau menambah tipe
maupun ukuran untuk lebih dapat memuaskan dan memperoleh daya tarik yang
besar. Pada umumnya kegiatan pengembangan produk mempunyai hubungan erat
dengan kegiatan inovasi, sehingga unsur-unsur teknologi memegang peranan yang
cukup menentukan dalam kegiatan pengembangan produk.
Kegiatan pengembangan produk merupakn suatu usaha yang direncanakan
dan dilakukan secara sadar untuk memperbaiki produk yang sudah ada atau
menambah banyaknya ragam produk yang dihasilkan dan dipasarkan. Diversifikasi
dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu: 6
1. Diversifikasi konsentris, dimana produk-produk baru yang diperkenakan
memiliki kaitan atau hubungan dalam hal pemasaran atau teknologi dengan
produk yang sudah ada. Ada dua cara yang dapat ditempuh untuk melakukan
diversifikasi konsentris, yaitu mendirikan perusahan baru atau bisa pula melalui
marger dan akuisisi.

6
Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, (Yogyakarta: Cv Andi Offset, 2008), Ed. Ke-3. 132.

4
2. Diversifikasi horisontal, dimana perusahaan menambah produk-produk baru
yang tidak berkaitan dengan produk yang telah ada, tetapi dijual kepada
pelanggan yang sama.
3. Diversivikasi konglomerat, dimana produk-produk yang dihasilkan sama sekali
baru, tidak memiliki hubungan dalam hal pemasaran maupun teknologi dengan
produk yang sudah ada dan dijual kepada pelanggan yang berbeda.
Di dalam kondisi persaingan, sangat berbahaya bagi suatu persahaan bila
hanya mengandalkan produk yang ada tanpa usaha tertentu untuk
pengembangannya. Oleh karena itu, setiap perusahaan di dalam mempertahankan
dan meningkatkan pejualan dan share pasarnya perlu mengadakan usaha
penyempurnaan dan perubahan produk yang dihasilkan ke arah yang lebih baik
sehingga dapat memberikan daya guna dan daaya pemuas serta daya tarik yang
lebih besar.7
Tujuan deversifikasi secara garis besar, strategi diversifikasi dikembangkan
dengan berbagai tujuan diantarnya: 8
1. Meningkatkan pertumbuhan bila pasar/produk yang ada telah mencapai tahap
kedewasaan.
2. Menjaga stabilitas, dengan jalan menyebarkan risiko fluktuasi laba.
3. Meningkatkan kredibilitas di pasar modal.
4. Untuk menghindari ketergantungan terhadap suatu barang atau produk tunggal
yang beredar di pasar.
5. Memenuhi keinginan konsumen yang belum puas.
6. Meningkatkan daya tarik atau minat konsumen.
7. Menambah omzet penjualan.
8. Meningkatkan keuntungan dengan pemakaian bahan yang sam
9. Mencegah kebosanan konsumen.

7
Sofjan Assauri, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), Ed. Ke-1,
199.
8
Ibid, 222.

5
C. Tingkat Pendidikan dan Tingkat Sosial
1. Tingkat pendidikan yang ada di indonesia atas pendidikan Dasar, pendidikan
Menengah, dan pendidikan Tinggi:
a) Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan pendidikan 9 tahun yang terdiri atas
program pendidikan 6 tahun yang diselenggarakan di SD dan 3 tahun di
SMP. Kurikulum pendidikan dasar menerapkan sistem semester yang
membagi waktu belajar satu tahun ajaran menjadi dua bagian waktu, yang
masing-masing disebut semester gasal dan semester genap. Kurikulum
pendidikan dasar disusun untuk mencapai tujuan pendidikan dasar.
Kurikulum pendidikan dasar merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di SD atau
Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan SMP atau Madrasah Tsanawiyah (MTS).
Padanan dari SD adalah MI, sedangkan SMP adalah MTS. Bedanya,
SD dan SMP berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas), sedangkan MI dan MTS di bawah Kementerian Agama
(Kemenag). Di samping itu, komposisi kurikulum agamanya lebih banyak
di MI dan MTS dengan rasio 70% umum, 30% agama, sedangkan di SD dan
SMP hanya memberikan pelajaran agama dua jam pelajaran dalam satu
pekan.
Isi kurikulum pendidikan dasar memuat mata pelajaran Pendidikan
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajinan Tangan dan
Kesenian, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Bahasa Inggris, dan Muatan
Lokal. SD menggunakan sistem guru kelas, kecuali untuk mata pelajaran

6
Pendidikan Agama dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, sedangkan SMP
menggunakan sistem guru bidang studi. 9
b) Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah meliputi SMA, Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), Madrasah Aliyah (MA), atau yang sederajat dengannya. Tujuan
pendidikan menengah adalah meningkatkan pengetahuan siswa dalam
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan
mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan kesenian serta meningkatkan kemampuan siswa sebagai
anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya.
Program pelajaran di SMA dan kejuruan lebih luas dari pada
pendidikan dasar. Program pengajaran umum mencakup bahan kajian dan
pelajaran yang disusun dalam mata pelajaran Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, dan Sastra Indonesia, Sejarah
Nasional dan Sejarah Umum, Ilmu Pengetahuan Alam (Fisiska, Biologi, dan
Kimia), Ilmu Pengetahuan Sosial (Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi), dan
Pendidikan Seni.
Sejak kurikulum 1994, program pengajaran di jenjang pendidikan
menengah ini diatur dalam program pengajaran khusus yang meliputi tiga
jurusan, yakni program Bahasa, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS). Program Pengajaran Khusus ini diselenggarakan
di kelas II dan dipilih oleh siswa sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
Program ini dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa guna melanjutkan
pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalam bidang pendidikan
akademik ataupun pendidikan profesional dan mempersiapkan siswa secara
langsung atau tidak langsung untuk siap terjun ke lapangan kerja. 10

9
Abd. Rachman Assegaf, Internalisasi Pendidikan: Sketsa Perbandingan Pendidikan Negara-
Negara Islam dan Barat, (Yogyakarta: Gema Media, 2003), 267-268.
10
Ibid, 272-273.

7
c) Pendidikan Tinggi
Setelah seorang siswa yang telah menamatkan studi di SMA atau
yang setaraf dengannya, apabila ia bermaksud untuk melanjutkan
pendidikannya bisa memilih perguruan tinggi manapun yang ada di
Indonesia. Berbeda dengan sekolah menengah, perguruan tinggi
menerapkan sistem kredit semester (SKS). Di perguruan tinggi, seorang
mahasiswa jika dapat menghabiskan jumlah kredit mata kuliah yang
ditargetkan dan dapat menempuhnya dalam waktu tertentu sesuai dengan
rencana yang diprogramkan, mahasiswa tersebut dapat menyelesaikan
pendidikan tinggi Strata Satu (S.1) dalam waktu 4 tahun.
Namun, bila tidak sanggup karena banyak mengulang mata kuliah
yang rendah nilainya atau karena cuti, waktu yang ditempuh untuk diwisuda
sebagai seorang sarjana bisa lebih dari 4 tahun. Kalau ia berhasil wisuda dan
berniat melanjutkan studi lanjut, masih ada dua tahap dalam pendidikan
tinggi yang dapat ditempuhnya, yaitu jenjang S.2 atau Magister yang
normalnya ditempuh selama 2 tahun dan jenjang S.3 atau Doktor yang
efektifnya ditempuh selama 2 tahun, sedangkan sisanya untuk penelitian.
Apabila seluruh tahap pendidikan tinggi ini ditempuh, diberi gelar Doktor
untuk bidang yang dipilihnya. Jenjang ini mengakhiri karier akademik
seseorang secara formal.
Seperti halnya di banyak negara lain, di Indonesia juga dikenal
adanya perguruan tinggi negeri yang dikelola langsung oleh pemerintah dan
perguruan tinggi swasta. Dalam realitasnya, pelajar Indonesia banyak yang
mendaftar ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terlebih dahulu, baru
menetapkan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Kesan sekolah negeri
dan PTN lebih unggul dan absah serta dianggap lebih mudah mendapat
kerja masih melekat dan banyak diyakini oleh masyarakat. Padahal, setelah
peraturan Badan Akreditasi Nasional (BAN) untuk perguruan tinggi
diberlakukan dengan status terakreditasi dan nonterakreditasi, sebenarnya

8
PTN dan PTS diperlakukan sama. Bahkan, bisa jadi PTS mendapat nilai
lebih baik daripada PTN.
Soal unggul dan jaminan kerja merupakan perkara yang relatif.
Perguruan tinggi sekedar menyiapkan pesertanya untuk bermasyarakat,
sedang keberhasilan itu dipengaruhi oleh banyak faktor. Perguruan tinggi
diharapkan berfungsi sebagai agent of change bagi pola kehidupan
masyarakat modern. Sesuai dengan Tri Darma Perguruan Tinggi yang
meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian, pendidikan dilangsungkan
dalam bentuk perkuliahan di ruang kelas, penelitian atau riset dilakukan
terutama oleh mahasiswa semester akhir sebelum diwisuda (berupa
penulisan skripsi, tesis, ataupun disertasi), sedangkan pengabdian dilakukan
dalam bentuk Kuliah Kerja nyata Mahasiswa (KKM), atau kalau di
universitas keguruan berupa Praktik Pengalaman Lapangan (PPL).11
2. Tingkat Sosial
Ada beberapa kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota
masyarakat/keluarga ke dalam suatu lapisan, diantaranya:
a) Kekayaan, menurut Max Weber kekayaan (property) sangat penting dalam
penentuan kedudukan seseorang pada lapisan sosial masyarakat. Barang
siapa memiliki kekayaan (berupa kepemilikan benda-benda berharga atau
aset produksi) paling banyak, maka ia akan menempati lapisan teratas.
kekayaan tersebut secara nyata dapat dilihat dari bentuk rumah, tipe
kendaraan pribadi, gaya berpakaian, jenis bahan yang dipakai, kebiasaan
atau cara berbelanja, dan seterusnya.
b) Kekuasaan, yaitu kemampuan seseorang untuk mengendalikan pihak lain
sesuai keinginan orang yang memiliki kekuasaan. kekuasaan dapat
bersumber dari kepemilikan. orang-orang kaya biasanya memiliki kekuasan
untuk menentukan banyak hal. Kekuasaan juga bisa bersumber dari
keturunan. Pada masyarakat feodal, keturunan bangsawan masih memegang

11
Pepen Supendi, “Variasi (Format) Sistem Pendidikan di Indonesia”, Jurnal Dharmawangsa
Vol I No. 1 Juli-Desember 2016, 170-171.

9
kekuasaan walau masih bersifat simbolis. kekuadaan juga dapat berasal dari
kegitimasi publik, dimana anggotaanggota masyarakat memilih secara
langsung untuk menetapkan penguasa. Anggota masyarakat yang
memegang kekuasaan tertinggi akan menempati lapisan sosial teratas dalam
masyarakat.12
c) Kehormatan, ukuran kehormatan ini terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan.
ukuran semacam ini biasanya hidup pada bentuk-bentuk masyarakat yang
masih tradisional, orang-orang yang bersangkutan adalah individu yang
dianggap atau pernah berjasa besar dalam masyarakat orang atau orang-
orang yang paling dihormati atau yang disegani, ada dalam lapisan atas.
Contohnya: dalam suku bangsa Minangkabau ada yng disebut tigo tungku
sajarangan yang terdiri dari niniak mamak, cadiak pandai, dan alim yang
dihormati dalam masyarakat Minangkabau.
d) Ilmu pengetahuan, ukuran ini biasanya dipakai oleh masyarakat-masyarakat
yang menghargai ilmu pengetahuan. Aka tetapi ada kalanya ukuran tersebut
menyebabkan akibat-akibat yang negatif, oleh karena kemudian ternyata
bahwa bukan mutu ilmu pengertahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi
gelar kesarjanaannya; sudah tentu hal ini mengakibatkan segala macam
usaha untuk mendapatkan gelar tersebut, walau melalui mekanisme yang
tidak benar.
e) Keturunan, kedudukan ini didapatkan atas dasar turunan dari orang tuanya,
jadi semenjak dilahirkan seseorang sudah diberi kedudukan dalam
masyarakat. Kedudukan ini tidak memandang perbedaan rohani atau
kemampuan seseorang tetapi benar-benar diperoleh dari keturunan. Contoh:
seorang suami dikodratkan memiliki status berbeda dengan istri dan anak-
anaknya dalam keluarga, di mana emansipasi telah berkembang di bidang
pendidikan, politik, pekerjaan dan jabatan, wanita berkedudukan sama

12
Vilda, Stratifikasi Sosial, (Direktorat Pembinaan SMA, 2019), 14-15.

10
dengan laki-laki namun wanita tidak akan bisa menyamai laki-laki dalam
hal fisik dan biologis.13

D. Sosiometri Untuk Mengetahui Hubungan Antar Peserta Didik


Instrumen sosiometri membantu mempermudah guru konseling untuk
mengetahui keadaan sosial yang terjadi pada peserta didik dan masalahmasalah
yang ada dalam hubungan sosial peserta didik.14Guru pembimbing dapat
mengaplikasikan instrumentasi sosiometri diawali dengan membuat program
pelaksanaan sosiometri diawal tahun pelajaran baru, menetapkan objek dan subjek
sosiometri serta menyiapkan instrumen yang dibutuhkan hingga menetapkan
bagaimana prosedur pelaksanaan sosiometri dari awal dengan menentukan
kelompok yang akan dibagikan serta mempersiapkan angket sosiometri yang akan
digunakan, kemudian membagikan angket ke peserta didik dan mengumpulkan
kembali angket tersebut, memeriksa hasil angket, dan mengolah data Untuk dapat
membantu perkembangan kepribadian peserta didik secara maksimal, termasuk di
dalamnya.
Perkembangan hubungan sosial ada lima kompetensi yang harus dipenuhi
oleh seorang guru, yaitu: kompetensi profesional, kompetensi pribadi, kompetensi
moralitas, kompetensi religiusitas, dan kompetensi formal. Dari kelima kompetensi
tersebut, tiga kompetensi merupakan kompetensi yang sangat penting untuk
membantu perkembangan hubungan sosial peserta didik di sekolah, yaitu:
kompetensi pribadi, moralitas dan religiusitas. Aspek religiusitas dan moralitas
dapat menjadikan karakter peserta didik lebih baik sehingga membawa dampak
positif bagi kepribadian peserta didik dan hubungan sosialnya. 15Pemahaman guru,
khususnya guru pembimbing terhadap tingkat hubungan sosial siswa merupakan

13
Ibid, 15-17.
14
Yuliansyah, M., & Herman, M. (2018), Teknik Sosiometri Dalam Asesmen Pelayanan
Konseling Pada Kepala Sekolah dan Guru SDN Kuin Selatan 1 Banjarmasin, Jurnal Bimbingan Dan
Konseling Ar-Rahman, 4(1), 25-29.
15
Yusdarini, A. R. D., & Lestari, N. G. A. M. Y (2020), Penanaman Pendidikan Karakter
Melalui Pendidikan Agama Hindu Terhadap Kepribadian Siswa di SMK Negeri 1 Denpasar Sang
Acharya, Jumal Profesi Guru, 1(2), 92-105.

11
hal penting dalam rangka pemahaman individu. Dengan pemahaman tersebut guru
pembimbing dapat mendespresikan siswa-siswa yang mengalami masalah sosial
dan tidak mengalami masalah sosial. Selanjutnya guru pembimbing dapat
melakukan berbagai layanan bimbingan dan konseling yang berfungsi untuk
mengatasi masalah interaksi sosial anatara peserta didik yang satu dengan yang
lain.

E. Pendidikan Menurut Perbedaan Sosial


Pendidikan umunya di negara demokrasi orang sukar menerima adanya
golongan-golongan sosial dalam masyarakat. Menurut undang undang semua warga
negara sama, sama hak dan kewajiban sama perlakuanya di hadapan undang-
undang. Dalam kenyataan tak dapat disangkal adanya perbedaan sosial itu yang
tampak dari sikap rakyat biasa terhadap pembesar, orang miskin terhadap orang
kaya, pembantu terhadap majikan, pegawai rendah terhadap atasan. Perbedaan itu
nyata dalam simbol-simbol status seperti mobil mewah, rumah mentereng,
perabotan dan lain-lain. Suka atau tidak suka perbedaan sosial terdapat di mana-
mana sepanjang masa, walaupun sering perbedaan tidak mencolok.
Pendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masing-masing
dapat maju dalam hidupnya mencapai tingkat yang setinggi-tingginya. Akan tetapi
sekolah tidak mampu meniadakan batasan-batasan tingkat sosial itu, oleh sebab
banyak daya-daya di luar sekolah yang memelihara atau mempertajam. Pendidikan
selalu merupakan bagian dari sistem sosial, dan jika demikian halnya timbul
pertanyaan apakah sekolah harus mempertimbangkan perbedaan itu dalam
kurikulum artinya memberikan pendidikan bagi setiap golongan sosial yang sesuai
denagn kebutuhan golongan masing-masing sehingga dapat hidup bahagia menurut
golongan masing-masing. Berhubungan dengan itu juga dipilih guru-guru yang
diplih sesuai dengan golongan-golongan sosila murid yang bersangkutan. 16

16
Ariv Sutrisno, Sosiologi Pendidikan Pendidikan dan Stratifikasi Sosial, (Lampung: STAIN
Jurai Siwo Metro, 2014), 13.

12
Dalam UU RI NO 20 Tahun 2003 pada pasal 1,2,3, dalam ayat-ayat tersebut
dapat diartikan bahwa penyelenggara pendidikan berkembang sesuai dengan
perkembangan daerah masing-masing, baik dalam hal pendanaan, manajemen,
kurikulum dan system evaluasinya. PBM (Pendidikan Berbasis Masyarakat)
dimaknai sesuai dengan pemahaman masing-masing daerah berdasarkan kondisi
social ekonomi. 17
Pendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masingmasing dapat
maju dalam hidupnya mencapai tingkat yang setinggitingginya. Akan tetapi sekolah
sendiri tidak mampu meniadakan batas-batas tingkatan sosial itu, oleh sebab
banyak daya-daya diluar sekolah yang memelihara atau mempertajamnya.
Pendidikan selalu merupakan bagian dari sistem sosial, dan jika demikian hanya
timbul pertanyaan apakah sekolah harus mempertimbangkan perbedaan itu dalam
kurikulumnya artinya memberikan pendidikan bagi setiap golongan sosial yang
sesuia dengan kebutuhan golongan masing-masing sehingga dapat hidup bahagia
menurut golongan masing-masing. Berhubung dengan itu juga dipilih guru-guru
yang sesuai dengan golongan sosial murid yang bersangkutan. Pendiri ini
didasarkan atas anggapan bahwa sekolah bagaimanapun juga tidak dapat mengubah
struktur sosial dank arena itu menerimanya saja sebagai kenyataan serta
menyesuaikan diri dengan kenyataan itu agar kurikulum relevan. 18

F. Kesimpulan
Diversifikasi sosial adalah suatu keberagaman yang terjadi di lingkungan
masyarakat yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan yang ada. Diversifikasi
sosial ini terdapat beberapa macam, yaitu keberagaman ras dan etnis, agama, suku
bangsa, jenis kelamin, profesi dan klan. Keberagaman ini tidak menjadi faktor
perpecahan di lingkungan sosial, akan tetappi menjadi sebuah pelengkap di antara
kebergaman tersebut.

17
Aminnatul Widyana, Pendidikan Dan Perubahan Sosial, 24 July 2011, 21.
18
Ariv Sutrisno, Sosiologi Pendidikan Pendidikan dan Stratifikasi Sosial, (Lampung, STAIN
Jurai Swo Metro: 2014), 16.

13
Tingkatan dalam pendidikan terdapat empat tingkatan pendidikan, yaitu
pendidikan prasekolah atau keluarga, pendidikan dasar (SD dan SMP), pendidikan
menengah (SMA, SMK dan MAK) dan perguruan tinggi (Institut dan Universitas).
Sedangkan tingkat sosial terdapat tingkatan pekerjaan, penghasilan atau pendapatan
dan kualitas lingkungan.
Dalam UU RI NO 20 Tahun 2003 pada pasal 1,2,3, dalam ayat-ayat tersebut
dapat diartikan bahwa penyelenggara pendidikan berkembang sesuai dengan
perkembangan daerah masing-masing, baik dalam hal pendanaan, manajemen,
kurikulum dan system evaluasinya. PBM (Pendidikan Berbasis Masyarakat)
dimaknai sesuai dengan pemahaman masing-masing daerah berdasarkan kondisi
social ekonomi. Dalam UU RI NO 20 Tahun 2003 pada pasal 1,2,3, dalam ayat-
ayat tersebut dapat diartikan bahwa penyelenggara pendidikan berkembang sesuai
dengan perkembangan daerah masing-masing, baik dalam hal pendanaan,
manajemen, kurikulum dan system evaluasinya. PBM (Pendidikan Berbasis
Masyarakat) dimaknai sesuai dengan pemahaman masing-masing daerah
berdasarkan kondisi sosial ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, Abd. Rachman. Internalisasi Pendidikan: Sketsa Perbandingan Pendidikan


Negara-Negara Islam dan Barat. Yogyakarta: Gema Media. 2003.
Assauri, Sofjan. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT Grafindo Persada. 2019. Cet. Ke-
10.
Assauri, Sofjan. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007.
Idi, Abdullah. Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat, dan Pendidikan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. 2011.
Saripudin, Didin. Interpretasi Sosiologis dalam Pendidikanm. Bandung: Karya Putra
Darwati. 2010.
Soekanto, Soejono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
1982.

14
Sujana, I Wayn Cong. “Fungsi Dan Tujuan Pendidikan Indonesia”. Adi Widya: Jurnal
Pendidikan Dasar, Vol. 4. No. 1, 2019, pp.
Supendi, Pepen. “Variasi (Format) Sistem Pendidikan di Indonesia”. Jurnal
Dharmawangsa Vol I No. 1 Juli-Desember 2016.
Sutrisno, Ariv. Sosiologi Pendidikan Pendidikan dan Stratifikasi Sosial. Lampung:
STAIN Jurai Swo Metro. 2014.
Tjiptono, Fandy. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Cv Andi Offset. 2008. Ed. Ke-3.
Vilda. Stratifikasi Sosial. Direktorat Pembinaan SMA. 2019.
Widyana, Aminnatul. Pendidikan Dan Perubahan Sosial. 24 July 2011.
Yuliansyah, M., & Herman, M. Teknik Sosiometri Dalam Asesmen Pelayanan
Konseling Pada Kepala Sekolah dan Guru SDN Kuin Selatan 1 Banjarmasin.
Jurnal Bimbingan Dan Konseling Ar-Rahman. 4(1). 2018.
Yusdarini, A. R. D., & Lestari, N. G. A. M. Y. Penanaman Pendidikan Karakter Melalui
Pendidikan Agama Hindu Terhadap Kepribadian Siswa di SMK Negeri 1
Denpasar Sang Acharya. Jumal Profesi Guru. 1(2). 2020.

15

Anda mungkin juga menyukai