Anda di halaman 1dari 15

CRITICAL REVIEW

GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN 5 PILAR : Provinsi


Kalimantan Timur

Disusun Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semeter Mata Kuliah Dinamika Penduduk dan
Pembangunan

(SPSKP212104)

Disusun Oleh :

Ika Karunia Fatmala

23/527786/PMU/11689

FAKULTAS SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPENDUDUKAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2023
LEMBAR JAWAB SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

Nama : Ika Karunia Fatmala


Nomor Mahasiswa : 23/527786/PMU/11689
Mata kuliah/Kode : Dinamika Penduduk dan Pembangunan / SPSKP212110
Ujian Semester : GANJIL
Tahun Akademik : 2023/2024
Nomor Urut/Presensi : -
Tanggal Ujian : 7 Desember 2023

CRITICAL REVIEW

GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN 5 PILAR

A. PENDAHULUAN

Grand Design Pembangunan Kependudukan 5 Pilar atau yang selanjutnya


disingkat menjadi GDBK merupakan dokumen arahan kebijakan dimana
dokumen ini merupakan salah satu acuan dalam program lima tahunan
pembangunan kependudukan Indonesia sebagai upaya mewujudkan target
pembangunan kependudukan. Tujuan utama pelaksanaan GDPK yang tertuang
dalam Perpres Nomor 153 tahun 2014 yaitu tercapainya peningkatan kualitas
penduduk menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya sehingga
diharapkan mampu menjadi faktor penting dalam mencapai kemajuan
pembangunan negara. Sedangkan, tujuan khusus GDPK yang tertuang dalam
Perpres Nomor 153 tahun 2014 diantaranya untuk mewujudkan penduduk yang
tumbuh seimbang; penduduk yang sehat secara jasmani dan rohani, cerdas,
mandiri, beriman, bertakwa,berakhlak mulia, serta memiliki etos kerja yang
tinggi; masyarakat Indonesia yang berketahanan sejahtera, sehat, maju, mandiri,
dan harmoni; persebaran penduduk yang merata seimbang dengan daya dukung
alam dan daya tampung lingkungan; serta administrasi kependudukan yang tertib,
akurat, dan dapat dipercaya. Sebagai upaya pencapaian tujuan umum dan khusus
yang telah ditetapkan, pelaksanaan GDPK disusun melalui strategi sebagai
berikut,

- Pengendalian kuantitas penduduk,


- Peningkatan kualitas penduduk,
- Pembangunan keluarga,
- Penataan persebaran dan pengarahan mobilitas penduduk, dan
- Penataan administrasi kependudukan.

GDPK yang merupakan sebuah dokumen strategis dan representatif


membuat ketepatan isu, visi, dan strategi yang ada didalamnya memiliki peran
penting dalam pembangunan kependudukan. Hal ini membuat perlunya dukungan
dari berbagai pihak untuk memberikan informasi kependudukan yang bersifat
continue serta melalui berbagai tahap konsolidasi mengingat kompleksitas isu
kependudukan yang akan ditangani, jangkauan waktu yang hendak dikelola,
variasi stakeholder yang terlibat, maupun dinamika variabel yang ikut
mendeterminasi permasalahan serta kebijakan di bidang kependudukan.
Penyusunan GDPK ini menjadi penting terkait sebagai media bantu untuk
memantau dan melakukan evaluasi terhadap pembangunan di bidang
kependudukan agar dapat mencapai target perencanaan pembangunan
kependudukan dengan baik dan sistematis sesuai jalur yang telah ditetapkan.

32 Provinsi di Indonesia tercatat melakukan penyusunan GDPK dan


memberikan pelaporan terkait hal tersebut. Provinsi Kalimantan timur merupakan
salah satu dari 32 provinsi di Indonesia yang melakukan penyusunan GDPK pada
tahun 2012 dan yang terbaru adalah tahun 2020. GDPK Kalimantan Timur
disusun dalam lima pilar periode 2020-2035 dan dijabarkan per lima tahun.
Penjabaran ini diharapkan dapat melihat bagaimana pembangunan kependudukan
di Provinsi tersebut terukur dan berkelanjutan. Rincian lima pilar yang tersusun
dalam dokumen GDBK Kalimantan Timur diantaranya (Kominko Kaltim, 2023),

- Pilar 1 Pengendalian Kuantitas Penduduk

Data Dinas Dukcapil tahun 2020 mengemukakan bahwa terdapat


kurang lebih 70,28% penduduk di Kalimantan Timur masih berada di usia
produktif yaitu 15 hingga 45 tahun. Kalimantan Timur masih belum
memasuki ageing population, dimana hal ini ditandai dengan jumlah
lansia yang mencapai 6,22% atau kurang dari 10 %.

- Pilar 2 Peningkatan Kualitas Penduduk

Melalui hasil publikasi data Badan Pusat Statistik di Indonesia


diketahui bahwa tingkat pendidikan SD/MI di Kalimantan Timur sebesar
98,44 hal ini mengindikasikan bahwa angka partisipasi sekolah di provinsi
tersebut sudah hampir mendekati 100% untuk jenjang pendidikan SD/MI
sederajat yang ada di Kalimantan Timur.

- Pilar 3 Pengarahan Mobilitas Penduduk

Data e-infoduk DKP3A Provinsi Kalimantan Timur, penduduk di


Kalimantan Timur terkonsentrasi di Kota Samarinda, Kabupaten Kutai
Kartanegara dan Kota Balikpapan. Jumlah penduduk yang paling sedikit
ada di Kabupaten Mahakam Ulu dan Kutai Barat. Penduduk di Kalimantan
Timur selain berasal dari penduduk daerah asal juga dikontribusi oleh
migrasi penduduk. Hal ini mengindikasikan bahwa di Kalimantan Timur
masih belum ada pemerataan pembangunan.

- Pilar 4 pembangunan keluarga

Data BPS Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan bahwa secara


umum jumlah keluarga di Provinsi tersebut mengalami peningkatan. Di
Provinsi Kalimantan Timur jumlah keluarga pra sejahtera mengalami
peningkatan sebesar 15.790 keluarga. Jumlah penduduk keluarga sejahtera
I mengalami penurunan sebesar 135.552 keluarga. Penduduk keluarga
sejahtera II mengalami peningkatan sebesar 169.099 keluarga.

- Pilar 5 Pengembangan Database Kependudukan

Data e-infoduk DKP3A Provinsi Kalimantan Timur melihat bahwa


jumlah penduduk yang memiliki kepemilikan akta kelahiran mengalami
peningkatan. Daerah yang memiliki persentase tertinggi untuk
kepemilikan akta kelahiran yaitu Kota Bontang dan Kabupaten Penajam
Paser Utara. Hal ini mengindikasikan bahwa database kependudukan di
Provinsi Kalimantan Timur

B. RESUME

Konsep kependudukan dimulai dari definisi penduduk yang berdasarkan


Undang-undang 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga merupakan warga negara Indonesia dan orang asing yang
berdomisili di Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan kependudukan
didefinisikan sebagai konsep yang berkaitan dengan jumlah, struktur,
pertumbuhan, persebaran, mobilitas, kualitas, dan kondisi kesejahteraan yang
menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya, agama dan kepercayaan, serta
lingkungan.

Pembangunan berkelanjutan dapat tercapai melalui pembangunan


berwawasan kependudukan sebagai paradigma. Pembangunan berwawasan
kependudukan dapat dilihat melalui penduduk yang berperan sebagai pusat
pembangunan atau kemudian dikenal dengan konsep People Centered
Development. Melalui teori ini penduduk harus dijadikan pusat dalam proses
pembangunan khususnya pada pembentukan kebijakan. Penduduk dalam teori
People Centered Development berperan sebagai subjek maupun objek
pembangunan. Pembangunan berwawasan kependudukan memiliki prinsip
partisipasi, Pro Poor, keberlanjutan, dan terintegrasi. Prinsip partisipasi memiliki
arti bahwa proses pembangunan negara harus melibatkan seluruh penduduk tanpa
terkecuali, dan berperan sebagai subjek maupun objek pembangunan. Prinsip Pro
Poor memiliki arti pembangunan memiliki tujuan untuk menghilangkan
kemiskinan bukan hanya sekedar mengurangi kemiskinan. Prinsip keberlanjutan
memiliki arti bahwa dalam proses pembangunan harus memperhatikan kondisi
lingkungan hidup. Prinsip terintegrasi memiliki arti Pembangunan hendaknya
dilakukan secara terintegrasi baik secara kewilayahan maupun secara bidang
sehingga dapat memperkuat integrasi nasional. Sebagai upaya menjamin
keberlangsungan prinsip pembangunan berwawasan kependudukan maka
dibuatlah skema atau strategi pembangunan yang mendukung ketercapaian
kebijakan pembangunan bidang kependudukan yang telah dicanangkan oleh
pemerintah yang kemudian dikenal sebagai Grand Design Pembangunan
Kependudukan.

Grand design diartikan sebagai skema atau pengaturan yang disusun


secara sistematis yang pada umumnya digunakan sebagai pedoman untuk
melaksanakan suatu rancangan kegiatan dengan target atau tujuan tertentu. sebuah
Grand design dibuat untuk menyamakan persepsi, sebagai penyelesaian berbagai
permasalahan seperti kesenjangan tataran konsep maupun implementasinya,
benturan antara peraturan yang sudah ada, perbedaan pendapat antar pemegang
kekuasaan, konflik kewenangan, serta multitafsir kebijakan. Grand design
pembangunan merupakan kerangka utama atau rencana utama pembangunan
dimana didalamnya membuat visi, misi, arah kebijakan, tujuan serta sasaran
pembangunan di bidang kependudukan. Pembangunan kependudukan yang
ditargetkan dalam GDPK diantaranya pengendalian kuantitas, kualitas,
pemerataan persebaran, pengarahan mobilitas penduduk, pembangunan keluarga,
serta sistematika data dan administrasi selama kurun waktu tertentu secara efektif,
efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga dan berkelanjutan. Isi dan inti
dari GDPK berpedoman pada RPJPN yang telah ditetapkan pada Perpres Nomor
153 Tahun 2014. Penyusunan GDPK antar wilayah baik nasional, provinsi, hingga
kabupaten/kota harus saling terintegrasi satu sama lain. Penyusunan 5 pilar GDPK
harus memperhatikan data-data, isu strategis, serta kebijakan yang berada di tiap
tingkat wilayah (Provinsi hingga Kabupaten/Kota) secara terintegrasi satu sama
lain. Hal ini dikarenakan GDPK Nasional merupakan gambaran besar dari GDPK
masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota, sedangkan GDPK Provinsi
merupakan gambaran besar dari seluruh cakupan Kabupaten/Kota dalam satu
Provinsi tersebut, serta GDPK Kabupaten/Kota akan menjadi dokumen
operasional yang akan digunakan dalam upaya penanganan permasalahan
kependudukan yang muncul dengan memperhatikan arah kebijakan dan strategi
pembangunan kependudukan nasional dan provinsi.

Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 153 Tahun 2014 dicantumkan 5 pilar


pembangunan yang menjadi strategi pelaksanaan GDPK diantaranya
pengendalian kuantitas penduduk; peningkatan kualitas penduduk; pembangunan
keluarga; penataan persebaran dan pengarahan mobilitas penduduk; dan penataan
administrasi kependudukan. Pengembangan sistem informasi data kependudukan
dan keluarga yang berkualitas dan terintegrasi merupakan dasar dalam
pengelolaan kualitas penduduk, pengarahan mobilitas penduduk, dan
pembangunan keluarga. Kuantitas penduduk, pengaturan mobilitas penduduk, dan
pembangunan keluarga menentukan bagaimana kualitas penduduk yang akan
berdampak pada tercapainya tujuan pembangunan nasional.

Pengelolaan kuantitas penduduk berkaitan dengan laju pertumbuhan


penduduk suatu wilayah. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk
terbanyak menduduki urutan keempat di dunia mengindikasikan perlu adanya
strategi pengelolaan kuantitas penduduk agar tidak menimbulkan permasalahan
berkaitan dengan tingginya jumlah penduduk. Kalimantan Timur memiliki jumlah
penduduk kurang lebih 3.859.783 Jiwa di Tahun 2022 dengan besar kepadatan
penduduk 30 Jiwa/Km2 (BPS, 2023). Undang Undang Nomor 56/PRP/1960
mengkategorikan kepadatan penduduk menjadi,

- Tidak Padat 1-50 Jiwa/Km2


- Kurang Padat 51-250 Jiwa/Km2
- Cukup Padat 251-400 Jiwa/Km2
- Sangat Padat >401 Jiwa/Km2

Melalui kategori tersebut Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan tingkat


kepadatan tidak padat. Secara keseluruhan, Kalimantan timur memang memiliki
kepadatan penduduk yang tergolong tidak padat hal ini dikarenakan Kalimantan
Timur masih didominasi oleh hutan dan lahan terbuka. Namun, di bagian kota
seperti Balikpapan, Samarinda, dan Bontang memiliki kepadatan penduduk yang
sangat padat. Berturut-turut sebesar 1.380, 1.165, dan 1.139 Jiwa/Km2. Hal ini
mengindikasikan perlunya pengelolaan kuantitas penduduk untuk dimasukkan ke
dalam pilar pembangunan kependudukan dan dimasukkan dalam GDPK.
Pengelolaan kuantitas penduduk di Indonesia dapat dilakukan melalui berbagai
program salah satunya adalah program Keluarga Berencana atau KB. Secara
umum arah kebijakan program Keluarga Berencana meliputi:
- Pendewasaan usia perkawinan;
- Pengaturan kehamilan yang diinginkan;
- pembinaan kesertaan keluarga berencana;
- penggunaan alat, obat, dan atau cara pengaturan kehamilan;
- peningkatan akses pelayanan keluarga berencana.

Peningkatan kualitas penduduk dapat dilihat dari Indeks Pembangunan


Manusia atau IPM. Indeks Pembangunan Manusia dilihat dari 3 dimensi dasar
yaitu dimensi pendidikan, dimensi kesehatan, dan standar hidup layak. IPM di
Provinsi Kalimantan Timur semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Masing-masing dimensi IPM memiliki strategi tersendiri untuk meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia. Secara umum arah kebijakan peningkatan kualitas
penduduk di bidang kesehatan dilaksanakan melalui:

- Peningkatan kualitas hidup, terutama bagi ibu dan anak dengan cara
meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatkan
peran pemerintah daerah dan swasta serta memberdayakan keluarga dan
masyarakat;
- Peningkatan status gizi dengan cara melakukan penguatan perbaikan gizi
masyarakat dan meningkatkan ketersediaan serta aksesibilitas pangan
penduduk;
- Peningkatan pengendalian penyakit menular dan tidak menular,
peningkatan akses air bersih dan sanitasi yang layak serta peningkatan
perilaku hidup bersih dan sehat.

Secara umum arah kebijakan peningkatan kualitas penduduk di bidang pendidikan


dilaksanakan melalui:

- Peningkatan akses penduduk terhadap pendidikan baik dari sisi ekonomi


dan fisik (cakupan pendidikan 9 dan 12 tahun);
- Peningkatan kompetensi penduduk melalui pendidikan formal, non formal
maupun informal dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan
nasional (cakupan peserta Balai Latihan Kerja);
- Pengurangan kesenjangan pendidikan menurut jenis kelamin dengan cara
meningkatkan akses perempuan untuk memperoleh pendidikan (Indeks
pembangunan gender).

Secara umum arah kebijakan peningkatan kualitas penduduk untuk meningkatkan


standar hidup layak dilaksanakan melalui:

- Peningkatan status ekonomi penduduk dengan cara memperluas


kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran;
- Pengurangan kesenjangan ekonomi sebagai salah satu usaha untuk
menurunkan angka kemiskinan;
- Perlindungan penduduk rentan melalui skema perlindungan dan jaminan
sosial komprehensif.

Pemerataan penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk berkaitan


dengan pergerakan penduduk satu daerah dengan daerah lain serta keterpusatan
penduduk pada suatu wilayah. Data Kependudukan Badan Pusat Statistik tahun
2022 memperlihatkan bahwa penduduk di Kalimantan Timur terpusat di daerah
perkotaan seperti Kota Balikpapan, Samarinda, dan Bontang. Oleh karena itu
kebijakan terkait pemerataan penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk
diperlukan agar dapat memeratakan pembangunan ekonomi dan menghilangkan
adanya kesenjangan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pengendalian pemerataan
penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk dapat dilakukan dengan
pemerataan fasilitas sosial, ekonomi, budaya, dan administrasi di daerah tujuan
mobilitas penduduk, serta mengurangi mobilitas penduduk menuju ke daerah
metropolitan atau kota besar. Secara umum arah kebijakan penataan persebaran
dan pengarahan mobilitas penduduk yang dilaksanakan meliputi:

- Pengelolaan urbanisasi yang mengarah pada pembangunan perkotaan yang


berkelanjutan;
- Pengarahan persebaran penduduk sesuai dengan kebutuhan setiap wilayah
dengan membangun sistem informasi ketenagakerjaan;
- Pencegahan munculnya faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
perpindahan paksa (pencegahan timbulnya pemukiman kumuh);
- pemberian perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia yang bekerja di
luar negeri secara maksimal.

Pembangunan keluarga yang berkualitas berkaitan dengan aspek


ketahanan dan kelentingan sebuah keluarga. Angka perceraian di Kalimantan
Timur terus meningkat secara ekstrim setiap tahunnya dari tahun 2020 hingga
tahun 2022, dari angka 6.005 menjadi 8.001 kemudian di tahun 2022 menjadi
10.191 perceraian. Semakin tingginya perceraian di Kalimantan Timur
mengindikasikan perlu adanya kebijakan khusus yang dicantumkan dalam pilar
pembangunan keluarga yang berkualitas. Secara umum arah kebijakan
pembangunan keluarga yang dilaksanakan meliputi:

- Penguatan perencanaan kehidupan berkeluarga bagi remaja baik fisik


maupun mental;
- Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pemenuhan gizi keluarga bagi
keluarga;
- Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pola asuh serta tumbuh
kembang anak dan remaja bagi keluarga;
- Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan relasi antar
anggota keluarga dan antar generasi;
- Penguatan perencanaan kehidupan masa lanjut usia bagi keluarga;
- Pendampingan penduduk lanjut usia melalui komunitas dan keluarga.

Penataan data dan informasi kependudukan serta administrasi


kependudukan menjadi dasar dari seluruh pilar, hal ini dikarenakan data dan
informasi kependudukan yang selalu up to date, lengkap, dan sistematis
mempengaruhi kualitas analisis dan penentuan kebijakan dalam segala pilar
kependudukan. Tujuan utama dalam pilar ini yaitu mewujudkan sistem data
kependudukan tunggal dalam perencanaan serta pelaksanaan pembangunan agar
tujuan pembangunan dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Secara
umum arah kebijakan yang dilaksanakan meliputi:

- Penataan dan pengelolaan database kependudukan;


- Penataan dan penerbitan dokumen kependudukan;
- Penguatan data dan informasi kependudukan di tingkat desa;
- Pengembangan data terpadu sistem informasi kependudukan dan keluarga
berbasis teknologi informasi.

Kelima pilar pembangunan kependudukan yang telah dipaparkan


diharapkan dapat diterapkan dalam seluruh sektor yang diharapkan menjadi garis
besar serta acuan ketika merumuskan arah dan kebijakan dalam Grand Design
Pembangunan Kependudukan. Masing-masing daerah memiliki isu dan
permasalahan yang berbeda-beda satu sama lain, sehingga penyusunan strategi
dan kebijakan pada 5 pilar diatas disesuaikan dengan kondisi kependudukan pada
wilayah kajian.

Penyusunan GDPK tentunya tidak terlepas dari stakeholder setempat yang


berperan penting dalam pengembangan GDPK. Peraturan Presiden Nomor 153
Tahun 2014 tentang Grand Design Pembangunan Kependudukan pemangku
kepentingan di tingkat nasional sudah diberikan arahannya, namun demikian
berbeda dengan tingkat provinsi serta kabupaten dan kota yang masih
memberikan ruang untuk dilakukan identifikasi terhadap pemangku kepentingan
yang akan terlibat dalam penyusunan, pengembangan maupun pelaksanaan Grand
Design Pembangunan Kependudukan. Secara umum Pemangku kepentingan
meliputi institusi pemerintah, swasta, akademisi, lembaga profesi, Lembaga
Swadaya Masyarakat, maupun institusi pendidikan.

GDPK berkorelasi erat dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang


Nasional atau RPJPN. RPJPN berperan sebagai dasar utama sumber derivasi dari
penyusunan GDPK. Selain itu, Dokumen Kebijakan dan Strategi Nasional
Pembangunan Bidang Kependudukan (Stranas Lansia, Stranas Penurunan
Stunting, Stranas Pendidikan, Stranas Tata Ruang, dll) juga menjadi pertimbangan
dalam penyusunan GDPK daerah. Lembaga non-pemerintah yang secara
independen mengimplementasikan strategi yang kemudian berdampak positif bagi
pembangunan kependudukan juga dapat menjadi pertimbangan dalam penyusunan
dokumen grand design. Program pembangunan di bidang kependudukan yang
telah dilakukan dan memiliki dampak positif yang signifikan terhadap masyarakat
juga dapat menjadi pertimbangan dalam penyusunan GDPK.
GDPK disusun melalui berbagai tahapan. Tahapan pertama dilakukan
kajian regulasi. Kajian regulasi dilakukan dengan mengidentifikasi aspek normatif
kebijakan kependudukan yang tercantum dalam aturan perundang-undangan pada
level nasional maupun daerah. Kajian bukan hanya difokuskan pada regulasi pada
level nasional maupun daerah tetapi juga konvensi internasional yang Indonesia
ikut meratifikasinya. Selain kajian regulasi, diperlukan pula kajian konsep
pembangunan kependudukan. Kajian konsep pembangunan kependudukan
dilakukan dengan komparasi kebijakan kependudukan dan implementasinya
secara nasional maupun daerah untuk memperoleh rumusan tentang pembangunan
kependudukan yang ideal. Selain kedua kajian tersebut, diperlukan pula kajian
situasi kependudukan daerah. Kajian situasi kependudukan dilakukan dengan
menilai isu dan permasalahan kependudukan yang sedang berlangsung di daerah
kajian, namun selain kondisi kependudukan daerah kajian itu sendiri, juga
diperbandingkan dengan kondisi kependudukan nasional (dan apabila pemda
provinsi mempertimbangkan kondisi kependudukan pada level kab/kota serta
apabila kab/kota mempertimbangkan kondisi kependudukan pada level provinsi).
Melalui ketiga kajian tersebut kemudian dapat dirumuskan kedalam GDPK 5 pilar
daerah terkait.

C. CRITICAL REVIEW

Penyusunan dokumen GDPK pada dasarnya sangat sederhana dan mudah


untuk dilakukan. Namun, GDPK itu sendiri harus dipahami dan dimaknai
sebagai sebuah Working Document atau dokumen kerja. Hal ini mengindikasikan
bahwa dokumen tersebut perlu direview dan diintegrasikan secara continue setiap
saat dengan dokumen pendukung lain. Beberapa wilayah telah melakukan review
rutin dokumen GDPK, namun, masih banyak wilayah di Indonesia yang tidak
melakukan review rutin dokumen GDPK. Salah satu dokumen yang harus
berintegrasi dengan GDPK adalah Rencana Pembangunan Jangka Panjang
maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Namun, GDPK sering kali
tidak dapat diintegrasikan dengan dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Panjang maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Hal ini dapat
disebabkan karena waktu penyusunan yang kurang terkoordinasi dengan baik.
Beberapa daerah melakukan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
terlebih dahulu dibandingkan dengan GDPK, sehingga poin-poin yang ada pada
GDPK tidak dapat dimasukkan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang
maupun menengah.

Pemahaman pemerintah baik pusat maupun daerah terkait GDPK juga


merupakan salah satu permasalahan yang ada pada penyusunan dokumen
pembangunan. Kurangnya pemahaman Stakeholder atau pemerintah setempat
terhadap bagaimana cara memasukkan poin GDPK kedalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang maupun menengah membuat poin GDPK tidak
dapat diimplementasi secara optimal. Selain itu, Pemerintah daerah juga menjadi
kesulitan dalam proses implementasi poin GDPK karena kurangnya pemahaman
terhadap GDPK.

Penyusunan GDPK didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 153 Tahun


2014. Melalui Peraturan Presiden tersebut penyusunan GDPK di tingkat Nasional
telah jelas bagaimana koordinasi dan badan yang bertanggungjawab, namun, di
tingkat Provinsi dan Kabupaten masih multitafsir. Hal ini membuat GDPK pada
tingkat Provinsi dan Kabupaten belum jelas dalam proses penerjemahan GDPK.
Pada pasar 12 dituliskan bahwa koordinasi GDPK dilaksanakan oleh tim
koordinasi sebagai wadah yang bersifat non struktural baik di pusat maupun di
daerah. Tim koordinasi untuk tingkat provinsi dan daerah lebih lanjut tidak
dijelaskan secara rinci bagaimana dan siapa koordinator dalam penyusunan dan
pelaksana GDPK.

Peraturan Presiden Nomor 153 Tahun 2014 yang menjadi dasar dalam
penyusunan dan pelaksanaan GDPK hingga pada saat ini masih menggunakan
nomenklatur lama dimana dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Salah satu contohnya yaitu, di dalam Peraturan Presiden terdapat Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat yang menerapkan rincian dan tahapan
penyusunan GDPK, pada saat ini menteri tersebut telah dihapuskan, sehingga
tidak dapat direalisasikan. Oleh karena itu, update terkait isi undang-undang
diperlukan agar dapat relevan dengan kondisi saat ini.
Penyusunan GDPK antar daerah disusun oleh masing-masing pemerintah
setempat. GDBK merupakan dokumen yang terintegrasi pada setiap tingkat
daerah baik nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Namun, penyusunan
yang bersifat individual masing masing daerah membuat tidak tahu apakah saling
sinkron maupun tidak satu sama lain, karena selama ini penyusunan dilakukan
secara terpisah-pisah. Contoh : Provinsi DIY yang memiliki 5 kabupaten dan 1
kota, masing masing melakukan penyusunan GDPK secara mandiri dan tidak
melakukan komunikasi pada proses penyusunannya. Konsistensi antar target juga
tidak ada sinkronisasi. Dalam kasus ini DIY merupakan provinsi yang memiliki
jumlah Kabupaten/Kota yang sedikit yaitu 5 Kabupaten/Kota, masih tidak ada
komunikasi dan sinkronisasi antar antar daerah, apalagi daerah dengan jumlah
Kabupaten/Kota yang lebih dari 30. Oleh Karena itu, Peraturan Presiden Nomor
153 Tahun 2014 diperlukan adanya revisi dengan memasukkan detail panduan
penyusunan GDPK antar provinsi dan kabupaten. Namun, sebenarnya BKKBN
telah menerbitkan pedoman penyusunan GDBK, pedoman ini dinilai perlu untuk
dijadikan permendagri atau dari bappenas sehingga memiliki kekuatan hukum yg
tinggi dan dapat menjadi pedoman penyusunan GDPK secara umum dan dapat
digunakan di seluruh tingkat daerah.

Sekretaris Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan


Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Eka Wahyuni mengemukakan
bahwa 10 Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur telah disusun namun masih
dalam satu pilar, hanya Kota Balikpapan yang telah menyusun GDPK dalam 5
pilar. Agar mencapai tujuan pembangunan yang diinginkan seluruh pihak harus
melakukan 5 pilar sebagai upaya realisasi dokumen GDPK agar lebih terarah,
tepat waktu dan tepat guna, serta dapat bersinergi antar wilayah. Oleh Karena itu,
pemerintah setempat Kalimantan Timur perlu memperhatikan lagi terkait
perumusan dokumen agar pembangunan daerah terkendali secara baik dan tidak
tertinggal dibandingkan dengan Provinsi lain.
D. REFERENSI

Badan Pusat Statistik. (2023). Kalimantan Timur Dalam Angka 2023. Kalimantan
Timur : Badan Pusat Statistik.

Ghofar. (2023). Kaltim Susun Desain Pembangunan Kependudukan.


kaltim.antaranews.com. Diakses melalui
https://kaltim.antaranews.com/berita/167737/kaltim-susun-desain-pe
mbangunan-kependudukan

Kaltim, Kominko. (2023). Rancangan Grand Design Pembangunan


Kependudukan Untuk Merekayasa Kependudukan Di Daerah.
poskaltim.id. Diakses melalui
https://poskaltim.id/rancangan-grand-desain-pembangunan-kependud
ukan-untuk-merekayasa-kependudukan-di-daerah/

Anda mungkin juga menyukai